Penerimaan Diri Pada Mahasiswa di Bandun (3)
LAPORAN METODOLOGI PENELITIAN KUANTITATIF
PENERIMAAN DIRI PADA MAHASISWA DI BANDUNG
Diajukan untuk Memenuhi Tugas pada Mata Kuliah
Metodologi Penelitian Kuantitatif
Pembimbing:
Tantri Wulandari
Disusun oleh:
Mega Maghfira Robbaanii
1503848
DEPARTEMEN PSIKOLOGI
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2017
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Judul
Judul penelitian ini adalah Penerimaan Diri pada Mahasiswa di
Bandung.
B. Latar Belakang
Masa dewasa adalah masa yang paling lama dalam rentang kehidupan
manusia (Arnett, 2006; Mustafa, 2016) dimana berkisar antara usia 18-45
tahun dan pertumbuhan fisiknya telah sempurna, serta memiliki kematangan
psikologis (Mustafa, 2016). Individu yang berada pada masa dewasa
diidentikkan memiliki puncak kesehatan, kekuatan, energi, daya tahan,
fungsi sensorik, dan fungsi motorik yang tinggi (Iriani & Ninawati, 2005).
Pada masa dewasa, perubahan fisik dan fisiologis dapat menimbulkan
masalah penyesuaian diri, tekanan, dan harapan bagi seseorang (Mustafa,
2016).
Masa dewasa dibagi menjadi 3 periode yaitu masa dewasa awal, masa
dewasa menengah, dan masa dewasa akhir (Iriani & Ninawati, 2005;
Mustafa, 2016). Masa dewasa awal berkisar antara usia 18-25 tahun dan
merupakan sebuah periode yang tidak terstruktur (Arnett, 2006; Arnett
2007a), selain itu sering ditandai dengan krisis identitas dan ketidakstabilan
(Arnett, 2007b). Sebagian besar individu di masa dewasa awal merasa
bahwa mereka bukan remaja dan bukan pula dewasa namun berada
diantaranya (Arnett, 2006; Nelson dkk., 2007). Di Indonesia sendiri, masa
dewasa awal berkisar antara usia 18-25 tahun (Mustafa, 2016). Menurut
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (2012) rata-rata usia mahasiswa
di perguruan tinggi di Indonesia berkisar antara usia 19-23 tahun, dengan
kata lain, mahasiswa di Indonesia termasuk ke dalam kategori dewasa awal.
Mahasiswa sebagai individu yang berada dalam kategori dewasa awal,
tidaklah jauh dari permasalahan hidup sehari-hari yang memiliki tingkat
kesulitan yang berbeda-beda (Handayani dkk., 1998; Ridha, 2012). Salah
satunya yaitu masalah penyesuaian diri (Mustafa, 2016). Menurut Handono
2
& Bashori (2013) seseorang yang masuk ke dalam lingkungan baru harus
menyesuaikan diri dengan lingkungan fisik dan sosialnya, apabila seseorang
sulit menyesuaikan diri, maka dapat menimbulkan stres. Selain itu,
permasalahan yang terdapat pada mahasiswa yaitu masalah penerimaan diri.
Penerimaan diri pada mahasiswa menjadi hal yang sangat penting
karena dapat mempengaruhi kehidupan sehari-hari (Ridha, 2012).
Penerimaan diri adalah kondisi seseorang untuk menerima dirinya dan
kehidupan masa lalunya (Rodriguez dkk., 2015). Apabila mahasiswa
memiliki penerimaan diri yang rendah, hal itu dapat bermasalah ketika
penilaian diri dari orang lain tidak diterimanya, sehingga ia akan mencari
treatment untuk hal yang kurang (Ridha, 2012). Salah satu contohnya terjadi
pada
mahasiswa
penderita
bulimia
yang
memuntahkan
kembali
makanannya, hal ini dikonseptualisasikan sebagai indikator penerimaan diri
yang rendah (Deming & Lynn, 2010). Selain itu, mahasiswa yang
perfeksionis juga dikonseptualisasikan memiliki penerimaan diri yang
rendah (Flett dkk., 2003). Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan
oleh Ridha (2012) kepada 5 orang mahasiswa, diperoleh data bahwa
sebagian mahasiswa merasa kesulitan mencapai harapan diri yang ideal
sehingga mereka merasa memiliki penerimaan diri yang rendah.
Penerimaan diri dianggap sebagai karakteristik mental sehat
(Chamberlain & Haaga, 2001; Scott, 2007) dan dapat mempengaruhi
kesejaheraan pribadi (Scott, 2007). Rendahnya penerimaan diri pada
mahasiswa dapat merusak kesejahteraan pribadi (Flett dkk., 2003). Apabila
penerimaan diri mahasiswa rendah, maka dapat menyebabkan gejala
kecemasan (Chamberlain & Haaga, 2001) serta kesulitan emosional seperti
kemarahan dan depresi (Carson & Langer, 2006; Flett dkk., 2003). Selain
itu, ada pula mahasiswa yang menjadi malu dan menutup diri dari pergaulan
sosial karena penerimaan diri yang rendah (Ridha, 2012).
Salah satu fenomena yang terjadi di Bandung akhir-akhir ini yaitu
seorang mahasiswi yang dianiaya oleh temannya karena berawal dari saling
bully antara korban dan pelaku di media sosial (Dinillah, 2017). Menurut
3
Ridha (2012), apabila seseorang memiliki penerimaan diri yang rendah, hal
itu dapat bermasalah ketika penilaian diri dari orang lain tidak dapat
diterimanya. Selain itu, apabila penerimaan diri seseorang rendah, maka
dapat menyebabkan kesulitan emosional seperti kemarahan (Carson &
Langer, 2006; Flett dkk., 2003). Sama halnya dengan pelaku yang marah
dan tidak terima diejek oleh korban lalu akhirnya menganiaya korban
(Dinillah, 2017). Apabila pelaku memiliki penerimaan diri yang tinggi,
maka ia tidak akan mengkhawatirkan penilaian negatif mengenai dirinya
berdasarkan pandangan orang lain (Morgado dkk., 2014; Ridha, 2012),
sehingga pelaku tidak akan melakukan penganiayaan kepada korban.
Kejadian tersebut dapat merugikan diri sendiri dan lingkungan sekitar.
Mahasiswi salah satu universitas swasta yang melakukan penganiayaan
tersebut telah ditahan bersama pelaku yang lainnya dan mungkin saja
mendapatkan Drop Out dari pihak universitas, selain itu kejadian ini dapat
merugikan pihak universitas sehingga namanya tercoreng. Oleh karena itu,
penerimaan diri yang merupakan pengakuan seseorang mengenai kelebihan
dan kelemahannya tanpa menyalahkan orang lain (Handayani dkk., 1998)
sangat penting dimiliki seseorang khususnya mahasiswa untuk menghindari
kejadian serupa terulang kembali.
Berdasarkan fenomena diatas, peneliti ingin mengembangkan konsep
penerimaan diri menurut Deming & Lynn (2010) yang menyatakan bahwa
penerimaan diri dikonseptualisasikan dengan body-image. Peneliti ingin
membuktikan bahwa penerimaan diri, khususnya pada mahasiswa, tidak
hanya dikonseptualisasikan dengan body-image, namun juga permasalahan
akademik dan psikologis. Oleh karena itu, peneliti ingin memperoleh
gambaran mengenai penerimaan diri pada mahasiswa di Bandung.
C. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari penelitian ini adalah bagaimana penerimaan
diri pada mahasiswa di Bandung?
4
D. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui penerimaan diri pada
mahasiswa di Bandung.
E. Manfaat
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini secara teoritis diharapkan dapat memberikan
sumbangan pemikiran dalam memperkaya wawasan konsep diri terutama
tentang penerimaan diri pada mahasiswa.
2. Manfaat Praktis
Hasil
penelitian
ini
secara
praktis
diharapkan
dapat
menyumbangkan pemikiran terhadap pemecahan masalah psikologis
yang berkaitan dengan penerimaan diri pada mahasiswa di Bandung.
Selanjutnya hasil penelitian ini diharapkan menjadi acuan bagi
penyusunan program pemecahan masalah psikologis yang berkaitan
dengan penerimaan diri pada mahasiswa di Bandung.
5
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Dasar Teori
1. Penerimaan Diri
Penerimaan diri adalah pengakuan seseorang mengenai kelebihan
dan kelemahannya (Handayani dkk., 1998; Kusuma, 2013; Marni &
Yuniawati, 2015; Ridha, 2012) tanpa menyalahkan orang lain serta
memiliki keinginan untuk terus mengembangkan diri (Handayani dkk.,
1998; Ridha, 2012). Penerimaan diri yaitu sejauh mana seseorang mampu
dan mau menerima karakter pribadinya (Kusuma, 2013). Kondisi
seseorang untuk menerima dirinya dan kehidupan masa lalunya disebut
penerimaan diri (Iriani & Ninawati, 2005; Rodriguez dkk., 2015).
Penerimaan diri yaitu sejauh mana seseorang puas (Deming & Lynn,
2010) serta menyadari karakteristiknya untuk kelangsungan hidup seharihari (Handayani dkk., 1998; Marni & Yuniawati, 2015). Menurut Carson
& Langer (2006) penerimaan diri adalah keputusan seseorang secara
sadar yang dibuat atas tanggung jawab diri dalam menciptakan dunianya
sendiri. Keadaan estimasi diri yang stabil dari kepribadian terutama
ketika membandingkan diri dengan orang lain disebut penerimaan diri
(Matyja, 2014). Berdasarkan pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa
penerimaan diri adalah pengakuan seseorang akan kelebihan dan
kelemahannya
yang
digunakan
untuk
pengembangan
diri
dan
kelangsungan hidup sehari-hari.
Seseorang yang sulit membentuk pemahaman realistis mengenai
dirinya memiliki penerimaan diri yang rendah (Ridha, 2012). Apabila
penerimaan diri seseorang rendah, maka dapat menyebabkan kesulitan
emosional seperti kemarahan dan depresi (Carson & Langer, 2006; Flett
dkk., 2003). Konflik, tekanan, dan frustasi sangatlah mungkin dirasakan
pada proses penerimaan diri (Ridha, 2012). Selain itu, penerimaan diri
juga berkaitan dengan gejala kecemasan (Chamberlain & Haaga, 2001).
6
Tingginya kecemasan dan depresi akibat penerimaan diri yang rendah
mendorong seseorang untuk membebaskan diri dari kegagalan (Ridha,
2012). Ketidakmampuan seseorang dalam menerima kegagalan masa lalu
serta ketidakmampuan bertindak di masa sekarang karena takut gagal
membuat seseorang memiliki hambatan utama dalam penerimaan diri
(Carson & Langer, 2006).
Menurut Carson & Langer (2006) penerimaan diri dapat
ditingkatkan melalui aktif mengamati perbedaan baru, memikirkan diri
kita sedang maju, dan menambahkan humor dalam setiap situasi.
Penerimaan diri seseorang perlu ditingkatkan, hal itu dikarenakan selain
seseorang bertanggung jawab atas diri sendiri (Carson & Langer, 2006),
penerimaan diri mempengaruhi kesehatan psikologis dan intervensi
kognitif (Macinnes, 2006), serta dapat mempengaruhi kesejaheraan
pribadi (Scott, 2007). Penerimaan diri melibatkan ekspresi aktif pikiran
dalam melihat dan memahami karakter diri (Strenger, 2009), sehingga
seorang individu yang terus aktif mengeksplorasi aspek-aspek diri akan
dapat meningkatkan penerimaan diri mereka (Carson & Langer, 2006).
Penerimaan diri oleh orang lain juga dapat memberikan efek positif
bagi diri, namun hal tersebut terkadang memberikan pemikiran agresif
dan harapan rendah untuk menerima kelompok (Greenaway, 2015).
Penerimaan diri melibatkan pemahaman diri, realistis, subjektif, serta
kesadaran akan kekuatan dan kelemahan (Kusuma, 2013). Oleh karena
itu, penerimaan diri tidak selalu disambut baik oleh seseorang, tetapi
terkadang juga dapat dianggap merugikan dan tidak diperlukan
(Greenaway, 2015).
2. Aspek Penerimaan Diri
Penerimaan diri yang merupakan kondisi seseorang dalam
menerima keadaan dirinya memiliki beberapa aspek, diantaranya:
a. Ketidakterikatan
7
Ketidakterikatan yaitu menerima bahwa segala sesuatu yang
dimiliki akan datang dan pergi, hal terbaik yaitu tidak terikat dengan
sesuatu di dunia ini (Bernard, 2013; Williams & Lynn, 2010). Hal ini
dikarenakan setiap keterikatan dengan suatu hal akan sia-sia dan
menimbulkan penderitaan (Williams & Lynn, 2010).
b. Tidak menghindar
Tidak menghindar yaitu menahan diri dan tidak kabur ketika
ancaman hadir (Bernard, 2013; Williams & Lynn, 2010). Tidak
menghindar diartikan menahan diri dari perilaku yang sia-sia dan
maladaptif (Williams & Lynn, 2010).
c. Tidak menghakimi
Tidak menghakimi yaitu menyadari pengalaman baik, buruk,
benar, salah, serta lebih menggambarkan rangsangan daripada
mengevaluasi rangsangan (Bernard, 2013; Williams & Lynn, 2010).
Tidak
menghakimi
penerimaan
diri,
merupakan
yaitu
konseptualisasi
dimana
seseorang
modern
dari
mengkategorisasi
pengalaman baik, buruk, benar, dan salah (Williams & Lynn, 2010).
d. Toleransi
Toleransi yaitu kemampuan untuk tetap ada dan menyadari
pengalaman apapun yang terjadi (Bernard, 2013; Williams & Lynn,
2010). Penerimaan mengharuskan seseorang mentolerir pengalaman,
sehingga seseorang tidak hanya mengejar kesenangan, melarikan diri
dari rasa sakit, dan terperangkap dalam pengalaman (Williams &
Lynn, 2010).
e. Kemauan
Kemauan yaitu memilih berpartisipasi dalam kegiatan yang akan
dijalani meskipun tidak sesuai keinginan (Bernard, 2013; Williams &
Lynn, 2010). Penerimaan meliputi kemauan seseorang untuk memiliki
pengalaman (Williams & Lynn, 2010).
3. Faktor-Faktor Penerimaan Diri
8
Penerimaan diri sebagai hal yang berpengaruh dalam kehidupan
sehari-hari dan kesejahteraan pribadi memiliki beberapa faktor,
diantaranya:
a. Body image
Body image adalah gambaran diri ideal seseorang yang
memahami diri serta memiliki keyakinan diri yang baik untuk
mengembangkan diri, meliputi tampilan fisik, fungsi tubuh, gerakan
tubuh, koordinasi tubuh (Morgado dkk., 2014; Ridha, 2012).
b. Keberhasilan
Keberhasilan adalah sesuatu yang pernah dialami seseorang
yang meningkatkan penerimaan diri secara positif (Ridha, 2012).
c. Pandangan orang lain
Pandangan orang lain adalah persepsi orang lain mengenai siapa
diri kita, tanpa mengkhawatirkan penilaian negatif mengenai diri
(Morgado dkk., 2014; Ridha, 2012).
d. Identifikasi diri
Identifikasi diri adalah kemampuan yang baik dan dimiliki
seseorang dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan
(Ridha,
2012).
e. Penghargaan diri
Penghargaan diri adalah suatu kesempatan yang diberikan
lingkungan dan orang lain untuk meningkatkan penerimaan diri secara
positif (Morgado dkk., 2014; Ridha, 2012).
f. Lingkungan keluarga
Lingkungan keluarga merupakan tempat yang sangat penting
dalam perkembangan penerimaan diri seseorang (Mullins & Murdock,
2007).
g. Perilaku terkait rangsangan
9
Perilaku
terkait
rangsang
yaitu
bagaimana
seseorang
menanggapi rangsang tertentu (Matyja, 2014).
h. Kesediaan mendominasi
Kesedian
mendominasi
yaitu
kemauan
seseorang
untuk
mendominasi, misalnya mendominasi di perusahaan tempat ia bekerja
atau lingkungan tempat ia berada (Matyja, 2014).
i. Kegiatan sehari-hari
Kegiatan sehari-hari terkait dengan penerimaan diri, baik
penerimaan diri yang tinggi ataupun penerimaan diri yang rendah
(Matyja, 2014).
j. Keluarga yang lengkap atau tidak lengkap
Sebuah keluarga yang terdiri dari anggota yang lengkap maupun
tidak lengkap dapat mempengaruhi penerimaan diri seseorang
(Matyja, 2014).
B. Karakteristik Subjek
Subjek penelitian ini terdiri dari 455 orang mahasiswa/i aktif di
Bandung.
C. Hipotesis
Hipotesis dari penelitian ini adalah terbuktinya mahasiswa di Bandung
memiliki penerimaan diri yang tinggi, sesuai dengan teori yang telah
dipaparkan.
10
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Desain penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan
indigenous psychology dan metode deskriptif. Pendekatan kuantitatif
merupakan proses pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian
sesuai variabel yang diteliti dan hasilnya dianalisis secara statistik
(Sugiyono, 2011). Indigenous psychology yaitu pendekatan yang berusaha
memahami fenomena psikologis dalam konteks budaya (Efendi, 2013).
Metode deskriptif adalah metode yang dilakukan untuk mendapatkan
gambaran sistematis, faktual, dan akurat dari fenomena tanpa menyelidiki
penyebabnya (Sevilla, 2006).
B. Partisipan
Partisipan adalah 455 orang mahasiswa/i aktif di Bandung yang
berusia 19-23 tahun. Partisipan laki-laki sebanyak 155 orang, sedangkan
partisipan perempuan sebanyak 300 orang. Penyebaran angket terbuka
dilakukan dalam lima hari dan dalam satu hari di dapatkan kurang lebih 100
partisipan.
C. Variabel
Variabel yang terdapat pada penelitian ini adalah variabel penerimaan
diri (self-acceptance).
1. Definisi Konseptual
Penerimaan diri yaitu sejauh mana seseorang puas (Deming &
Lynn, 2010) serta menyadari karakteristiknya untuk kelangsungan hidup
sehari-hari (Handayani dkk., 1998; Marni & Yuniawati, 2015).
2. Definisi Operasional
Penerimaan diri adalah pengakuan seseorang akan kelebihan dan
kelemahannya
yang
digunakan
kelangsungan hidup sehari-hari.
D. Instrumen Penelitian
11
untuk
pengembangan
diri
dan
1. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian disusun sendiri oleh peneliti yaitu berupa
angket terbuka mengenai penerimaan diri.
2. Angket Terbuka
Angket terbuka yaitu angket yang berisi pertanyaan terbuka yang
memungkinkan responden menjawab bebas dan seluas-luasnya terhadap
pertanyaan (Pujihastuti, 2010).
3. Uji Ketercobaan
Uji ketercobaan dilakukan kepada seorang mahasiswi jurusan
Psikologi UPI pada tanggal 24 April 2017, lalu hasilnya diberikan
judgement oleh ahli yaitu Medianta Tarigan M.Psi.
E. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan teknik
random quota sampling melalui angket terbuka yang diberikan kepada 455
orang mahasiswa/i di Bandung. Menurut Nasution (2003) teknik random
quota sampling yaitu teknik pengambilan data berdasarkan pertimbangan
peneliti saja, besarnya sampel telah ditentukan terlebih dahulu yaitu
sebanyak 455 orang dan setiap orang memiliki kesempatan sama untuk
dijadikan sampel.
F.
Analisis Data
Analisis adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke
dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan
tema dan dirumuskan hipotesis seperti yang disarankan data (Moleong,
2012). Analisis data kuantitatif yang digunakan dalam penelitian ini
merupakan teknik analisis statistik deskriptif. Dalam penelitian ini
digunakan teknik statistik untuk mengolah data yang diperoleh yaitu ratarata (mean) dan persentase.
G. Prosedur Pelaksanaan Penelitian
12
Prosedur dalam penelitian ini terbagi menjadi beberapa tahapantahapan, yaitu:
1. Tahap Persiapan
Tahap persiapan meliputi kegiatan penentuan fokus penelitian,
penyesuaian paradigma dengan teori, penyusunan alat penelitian, dan
konsultasi fokus penelitian.
Kegiatan
Waktu
Penentuan
fokus
penelitian,
penyesuaian
paradigma
dengan
Maret – April 2017
teori
Penyusunan alat penelitian
April – Mei 2017
Konsultasi fokus penelitian
Maret – Mei 2017
2. Tahap pekerjaan lapangan, meliputi penyebaran angket penelitian secara
online dan offline.
Kegiatan
Penyebaran
angket
Waktu
online
dan
offline
Mei 2017
3. Tahap analisis data, meliputi analisis data yang diperoleh dari hasil
penyebaran angket penelitian secara online dan offline.
Kegiatan
Waktu
Penyekoran data
Mei 2017
4. Tahap penulisan laporan, meliputi kegiatan penyusunan hasil penelitian
dari semua rangkaian kegiatan pengumpulan data sampai dengan
interpretasi data. Setelah itu melakukan konsultasi dengan pembimbing
untuk mendapatkan perbaikan dan saran-saran demi kepentingan
penelitian ini.
BAB IV
13
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Pada bab ini peneliti akan menguraikan dan membahas hasil
penelitian yang diperoleh dari pengambilan data dan pengolahan data secara
statistik yang mencakup data deskriptif, hasil uji hipotesis, dan pembahasan.
Data penelitian ini diperoleh dari 455 responden mahasiswa berjenis
kelamin laki-laki dan perempuan berusia 19-23 tahun di Bandung.
1. Gambaran Demografis Partisipan Penelitian
Berikut ini merupakan uraian mengenai gambaran demografis
partisipan penelitian yang meliputi jenis kelamin. Berdasarkan hasil
perhitungan distribusi frekuensi dari gambaran demografis yang didapat
dari pengambilan data dapat dilihat pada tabel 4.1 di bawah ini.
Tabel 4.1
Gambaran Demografis Partisipan Penelitian
No
1
Karakteristik
Data
Penelitian
Partisipan
Jenis Kelamin
Frekuensi
Persentase
Laki-Laki
155
34%
Perempuan
300
66%
455
100%
Jumlah
Berdasarkan tabel 4.1 diatas, jumlah partisipan laki-laki sebanyak
155 orang (34%) dan jumlah partisipan perempuan sebanyak 300 orang
(66%).
14
Gambar 4.1
Diagram Persentase Partisipan Berdasarkan Jenis Kelamin
2. Deskripsi Umum
Untuk mengetahui detail data secara umum pada variabel
penerimaan diri, maka data akan dipaparkan dengan statistika deskriptif
dari masing-masing pertanyaan angket terbuka.
a. Hasil Pandangan Mengenai Diri
Berdasarkan data yang diperoleh, deskripsi pandangan mengenai
diri pada mahasiswa/i di Bandung dikategorikan menjadi 4 kategori
besar yaitu positif, negatif, tidak tahu, dan unidentified. Berikut pada
tabel 4.2 merupakan gambaran frekuensi dan persentase pada kategori
pandangan mengenai diri pada mahasiswa/i di Bandung.
Tabel 4.2
Gambaran Pandangan Mengenai Diri
No
Kategori Besar
Frekuensi
Persentase
1
Positif
259
57%
2
Negatif
177
39%
3
Tidak Tahu
11
2%
4
Unidentified
8
2%
455
100%
Total
15
Berdasarkan
tabel
4.2
diatas,
jumlah
partisipan
yang
memandang dirinya positif sebanyak 259 orang (57%), memandang
dirinya negatif sebanyak 177 orang (39%), tidak tahu sebanyak 11
orang (2%), dan unidentified sebanyak 8 orang (2%).
Gambar 4.2
Diagram Persentase Pandangan Mengenai Diri
b. Hasil Menghadapi Kesulitan
Berdasarkan data yang diperoleh, deskripsi menghadapi
kesulitan pada mahasiswa/i di Bandung dikategorikan menjadi 7
kategori besar yaitu menangani, mengabaikan, menyerahkan pada
Tuhan, sharing pada orang lain, menghindari, tidak pernah, dan
unidentified. Berikut pada tabel 4.3 merupakan gambaran frekuensi
dan persentase pada kategori menghadapi kesulitan pada mahasiswa/i
di Bandung.
Tabel 4.3
Gambaran Menghadapi Kesulitan
No
Kategori Besar
Frekuensi
Persentase
1
Menangani
191
42%
2
Mengabaikan
71
16%
16
3
Menyerahkan pada Tuhan
90
20%
4
Sharing pada orang lain
25
5%
5
Menghindari
13
3%
6
Tidak pernah
50
11%
7
Unidentified
12
3%
Total
455
100%
Berdasarkan
tabel
4.3
diatas,
jumlah
partisipan
yang
menghadapi kesulitan dengan cara menangani sebanyak 191 orang
(42%), mengabaikan sebanyak 71 orang (16%), menyerahkan pada
Tuhan sebanyak 90 orang (20%), sharing pada orang lain sebanyak 25
orang (5%), menghindari sebanyak 13 orang (3%), tidak pernah
sebanyak 50 orang (11%), dan unidentified sebanyak 12 orang (3%).
Gambar 4.3
Diagram Persentase Pandangan Mengenai Diri
c. Hasil Penyesalan dalam Kehidupan
17
Berdasarkan data yang diperoleh, deskripsi penyesalan dalam
kehidupan pada mahasiswa/i di Bandung dikategorikan menjadi 8
kategori besar yaitu berkaitan dengan verbal, perilaku, pengalaman,
akademik, hubungan interpersonal, afektif, tidak ada, dan unidentified.
Berikut pada tabel 4.4 merupakan gambaran frekuensi dan persentase
pada kategori penyesalan dalam kehidupan pada mahasiswa/i di
Bandung.
Tabel 4.4
Gambaran Penyesalan dalam Kehidupan
No
Kategori Besar
Frekuensi
Persentase
1
Verbal
30
7%
2
Perilaku
213
47%
3
Pengalaman
21
5%
4
Akademik
73
16%
5
Hubungan interpersonal
51
11%
6
Afektif
6
1%
6
Tidak ada
52
12%
7
Unidentified
9
2%
455
100%
Total
Berdasarkan tabel 4.4 diatas, jumlah partisipan yang mengalami
penyesalan dalam kehidupan berkaitan dengan verbal sebanyak 30
orang (7%), perilaku sebanyak 213 orang (47%), pengalaman
sebanyak 21 orang (5%), akademik sebanyak 73 orang (16%),
hubungan interpersonal sebanyak 51 orang (11%), afektif sebanyak 6
orang (1%), tidak ada sebanyak 52 orang (12%), dan unidentified
sebanyak 9 orang (2%).
18
Gambar 4.4
Diagram Persentase Penyesalan dalam Kehidupan
d. Hasil Orientasi Masa Depan
Berdasarkan data yang diperoleh, deskripsi orientasi masa depan
pada mahasiswa/i di Bandung dikategorikan menjadi 8 kategori besar
yaitu berkaitan dengan perilaku, pengalaman, hubungan interpersonal,
religiusitas, mencapai tujuan, afektif, tidak ada, dan unidentified.
Berikut pada tabel 4.5 merupakan gambaran frekuensi dan persentase
pada kategori orientasi masa depan pada mahasiswa/i di Bandung.
Tabel 4.5
Gambaran Orientasi Masa Depan
No
Kategori Besar
Frekuensi
Persentase
1
Perilaku
280
62%
2
Pengalaman
47
10%
3
Hubungan interpersonal
43
9%
4
Religiusitas
39
9%
5
Mencapai tujuan
15
3%
6
Afektif
5
1%
6
Tidak ada
22
5%
19
7
Unidentified
Total
4
1%
455
100%
Berdasarkan tabel 4.5 diatas, jumlah partisipan dengan
gambaran orientasi masa depan berkaitan dengan perilaku sebanyak
280 orang (62%), pengalaman sebanyak 47 orang (10%), hubungan
interpersonal sebanyak 43 orang (9%), religiusitas sebanyak 39 orang
(9%), mencapai tujuan sebanyak 15 orang (3%), afektif sebanyak 5
orang (1%), tidak ada sebanyak 22 orang (5%), dan unidentified
sebanyak 4 orang (1%).
Gambar 4.5
Diagram Persentase Orientasi Masa Depan
B. Pembahasan
1. Pembahasan Pandangan Mengenai Diri
Berdasarkan hasil penelitian, mahasiswa di Bandung secara umum
memiliki pandangan diri yang positif. Hal ini bisa dilihat pada tabel
4.1.2.1 yang menjelaskan bahwa mahasiswa yang memiliki pandangan
diri positif menempati jumlah responden terbanyak yaitu 259 responden.
Dari 455 responden, sebanyak 177 orang memandang dirinya negatif, 11
20
orang tidak tahu bagaimana memandang dirinya, dan sebanyak 8 orang
menjawab unidentified. Jika dilihat dari pengertiannya, penerimaan diri
adalah pengakuan seseorang mengenai kelebihan dan kelemahannya
(Handayani dkk., 1998; Kusuma, 2013; Marni & Yuniawati, 2015; Ridha,
2012) tanpa menyalahkan orang lain serta memiliki keinginan untuk terus
mengembangkan diri (Handayani dkk., 1998; Ridha, 2012). Maka dari
penelitian ini dapat terlihat bahwa sebagian besar mahasiswa/i di
Bandung memiliki penerimaan diri yang baik karena sebagian besar
mahasiswa di Bandung memandang dirinya dengan positif.
Sedangkan pada mahasiswa/i di Bandung yang memandang dirinya
dengan negatif memiliki penerimaan diri yang kurang baik, karena
pesimis akan dirinya sendiri serta tidak berfikir positif. Selain itu,
mahasiswa/i di Bandung yang tidak mengetahui bagaimana dirinya dan
menjawab dalam kategori unidentified belum bisa dikategorikan dalam
penerimaan diri yang baik atau kurang baik.
2. Pembahasan Menghadapi Kesulitan
Berdasarkan hasil penelitian, mahasiswa di Bandung secara umum
cara menghadapi kesulitannya yaitu dengan cara menangani. Hal ini bisa
dilihat pada tabel 4.1.2.2 yang menjelaskan bahwa mahasiswa yang
menghadapi kesulitannya dengan cara menangani menempati jumlah
responden terbanyak yaitu 191 responden. Dari 455 responden,
mahasiswa yang menghadapi kesulitannya dengan cara mengabaikan
sebanyak 71 orang, menyerahkan pada Tuhan sebanyak 90 orang,
sharing pada orang lain sebanyak 25 orang, menghindari sebanyak 13
orang, tidak pernah sebanyak 50 orang, dan unidentified sebanyak 12
orang. Jika dilihat dari aspek penerimaan diri, apabila seseorang tidak
menghindar yaitu menahan diri dan tidak kabur ketika ancaman hadir
(Bernard, 2013; Williams & Lynn, 2010), maka ia memiliki penerimaan
diri yang baik. Maka dari penelitian ini dapat terlihat bahwa sebagian
besar mahasiswa/i di Bandung memiliki penerimaan diri yang baik
karena sebagian besar mahasiswa di Bandung menghadapi kesulitannya
21
dengan cara menangani. Selain itu, mahasiwa/i di Bandung yang
menghadapi kesulitannya dengan cara sharing pada orang lain juga
termasuk ke dalam penerimaan diri yang baik karena mencoba mencari
solusi. Pada mahasiswa/i yang tidak pernah mengalami kesulitan dalam
kehidupannya, maka berarti memiliki penerimaan diri yang baik pula
karena menganggap kesulitannya bukanlah masalah besar dalam hidup.
Sedangkan pada mahasiswa/i di Bandung yang menghadapi
kesulitannya dengan cara mengabaikan, menyerahkan pada Tuhan, dan
menghindari memiliki penerimaan diri yang kurang baik, karena ia kabur
ketika ancaman hadir. Selain itu, mahasiswa/i di Bandung yang
menjawab dalam kategori unidentified belum bisa dikategorikan dalam
penerimaan diri yang baik atau kurang baik.
3. Pembahasan Penyesalan dalam Kehidupan
Berdasarkan hasil penelitian, mahasiswa di Bandung secara umum
mengalami penyesalan terbesar dalam hal perilaku. Hal ini bisa dilihat
pada tabel 4.1.2.3 yang menjelaskan bahwa mahasiswa yang mengalami
penyesalan terbesar dalam hal perilaku menempati jumlah responden
terbanyak yaitu 213 responden. Dari 455 responden, mahasiswa yang
mengalami penyesalan terbesar dalam hal verbal sebanyak 30 orang,
dalam hal pengalaman sebanyak 21 orang, dalam hal akademik sebanyak
73 orang, dalam hal hubungan interpersonal sebanyak 51 orang, dalam
hal afektif sebanyak 6 orang, tidak ada penyesalan sebanyak 52 orang,
dan unidentified sebanyak 9 orang.
Jika dilihat dari faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan diri,
seperti faktor body image (Morgado dkk., 2014; Ridha, 2012),
penerimaan diri tidak hanya dikonseptualisasikan dengan body-image
berdasarkan data dari hasil penelitian, namun juga permasalahan yang
berkaitan dengan akademik (seperti medapat nilai kecil, tidak belajar
sungguh-sungguh, dan salah jurusan), perilaku, pengalaman, serta
permasalahan psikologis (seperti hubungan interpersonal dan afektif).
22
Sedangkan pada mahasiswa/i di Bandung yang tidak memiliki
penyesalan dalam hidup dan unidentified belum bisa diidentifikasi
sebagai faktor yang mempengaruhi penerimaan diri pada mahasiswa/i di
Bandung.
4. Pembahasan Orientasi Masa Depan
Berdasarkan hasil penelitian, mahasiswa di Bandung secara umum
memiliki orientasi masa depan yang berhubungan dengan perilaku. Hal
ini bisa dilihat pada tabel 4.1.2.4 yang menjelaskan bahwa mahasiswa di
Bandung memiliki orientasi masa depan yang berhubungan dengan
perilaku menempati jumlah responden terbanyak yaitu 280 responden.
Dari 455 responden, mahasiswa di Bandung memiliki orientasi masa
depan yang berhubungan dengan pengalaman sebanyak 47 orang,
berhubungan dengan hubungan interpersonal sebanyak 43 orang,
berhubungan dengan religiusitas sebanyak 39 orang, berhubungan
dengan mencapai tujuannya sebanyak 15 orang, berhubungan dengan
afektif sebanyak 5 orang, tidak ada sebanyak 22 orang, dan unidentified
sebanyak 4 orang. Jika dilihat dari salah satu aspek penerimaan diri,
toleransi yaitu kemampuan untuk mentolerir pengalaman dan tidak
terperangkap dalam pengalaman (Williams & Lynn, 2010). Maka dari
penelitian ini dapat terlihat bahwa sebagian besar mahasiswa/i di
Bandung memiliki penerimaan diri yang baik karena sebagian besar
mahasiswa di Bandung memiliki orientasi masa depan berhubungan
dengan perilaku, pengalaman, hubungan interpersonal, religiusitas,
mencapai tujuan, dan afektif.
Sedangkan pada mahasiswa/i di Bandung yang tidak memiliki
orientasi masa depan serta dalam kategori unidentified belum bisa
dikategorikan dalam penerimaan diri yang baik atau kurang baik.
23
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dari pengolahan data
yang dilakukan dengan metode statistik, maka dapat disimpulkan bahwa
mahasiswa di Bandung terbukti memiliki penerimaan diri yang baik, dilihat
dari pandangan mengenai diri yang positif, menghadapi kesulitan dengan
menangani, dan orientasi masa depan berhubungan dengan perilaku yang
ingin diubah, sedangkan penerimaan diri dikonseptualisasikan tidak hanya
dengan body image tetapi juga akademik, perilaku, pengalaman, dan
permasalahan akademik.
B. Saran
Berdasarkan pembahasan dan kesimpulan, maka peneliti memberikan
saran
untuk
mengatasi
keterbatasan-keterbatasan
selama
penelitian
berlangsung sebagai berikut:
1. Keterbatasan pengawasan terhadap angket terbuka yang disebarkan
secara online, apabila peneliti memiliki cukup waktu untuk menyebar
angket terbuka secara offline, maka lebih baik dilakukan secara offline
daripada online untuk menghindari responden mengisi angket terbuka
tidak sesuai harapan.
2. Peneliti selanjutnya yang melakukan penelitian sama disarankan
menggunakan pendekatan dan metode berbeda, sehingga memperoleh
hasil mendalam dan dapat mengembangkan penelitian ini.
24
DAFTAR PUSTAKA
Arnett, Jeffrey Jensen. (2006). “Emerging Adulthood in Europe: A Response to
Bynner”. Journal of Youth Studies. 9(1), 111-123.
Arnett, Jeffrey Jensen. (2007a). “Emerging Adulthood: What Is It, and What Is It
Good For?”. Journal Compilation. 1(2), 68-73.
Arnett, Jeffrey Jensen. (2007b). “Suffering, Selfish, Slackers? Myths and Reality
About Emerging Adults”. J Youth Adolescence. 36, 23-29.
Bernard, Michael E. (2013). The Strength of Self-Acceptance: Theory, Practice,
and Research. New York: Springer.
Carson, Shelley H. & Ellen J. Langer. (2006). “Mindfulness and SelfAcceptance”. Journal of Rational-Emotive & Cognitive-Behavior Therapy.
24(1), 29-43.
Chamberlain, John M. & David A. Haaga. (2001). “Unconditional SelfAcceptance and Responses to Negative Feedback”. Journal of RationalEmotive & Cognitive-Behavior Therapy. 19(3), 177-189.
Deming, Amanda & Steven Jay Lynn. (2010). “Bulimic and Depressive
Symptoms: Self-Discrepancies and Acceptance”. Imagination, Cognition
And Personality. 30(1), 93-109.
Dinillah, Mukhlis. (2017, 28 Januari). Beredar di Medsos, Mahasiswi di Bandung
Dianiaya
Sekelompok
Orang.
[Online],
1.
Tersedia:
https://news.detik.com/berita/d-3408129/beredar-di-medsos-mahasiswi-dibandung-dianiaya-sekelompok-orang. [6 April 2017].
Dinillah, Mukhlis. (2017, 29 Januari). Penganiayaan Mahasiswi di Bandung
Berawal
dari
Bully
di
Medsos.
[Online],
1.
Tersedia:
https://news.detik.com/berita/d-3408218/penganiayaan-mahasiswi-dibandung-berawal-dari-bully-di-medsos. [6 April 2017].
Efendi, Rohmad. (2013). “Self Efficacy: Studi Indigenous pada Guru Bersuku
Jawa”. Journal of Social and Industrial Psychology. 2(2), 61-67.
Flett, Gordon L., dkk. (2003). “Dimensions of Perfectionism, Unconditional Self
Acceptance, and Depression”. Journal of Rational-Emotive & CognitiveBehavior Therapy. 21(2), 119-138.
Greenaway, Katharine H, dkk. (2015). “The Dark Side of Inclusion: Undesired
Acceptance Increases Aggression”. Group Processes & Intergroup
Relations. 18(2), 173-189.
25
Handayani, Muryantinah Mulyo, dkk. (1998). “Efektifitas Pelatihan Pengenalan
Diri Terhadap Peningkatan Penerimaan Diri dan Harga Diri”. Jurnal
Psikologi. 2, 47-55.
Handono, Oki Tri & Khioruddin Bashori. (2013). “Hubungan Antara Penyesuaian
Diri dan Dukungan Sosial Terhadap Stres Lingkungan pada Santri Baru”.
Journal Empathy. 1(2), 79-89.
Iriani, Fransisca & Ninawati. (2005). “Gambaran Kesejahteraan Psikologis pada
Dewasa Muda Ditinjau dari Pola Attachment”. Jurnal Psikologi. 3(1), 4464.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. (2012). Ikhtisar Data Pendidikan
Tingkat Nasional. Jakarta: Kemdikbud.
Kusuma. (2013). “Self-Acceptance of Street Children”. Cognitive Discourses
International Multidisicplinary Journal. 1(1), 119-124.
Macinnes, D. L. (2006). “Self-Esteem and Self-Acceptance: An Examination into
Their Relationship and Their Effect on Psychological Health”. Journal of
Psychiatric and Mental Health Nursing. 13, 483-489.
Marni, Ani & Rudy Yuniawati. (2015). “Hubungan Antara Dukungan Sosial
dengan Penerimaan Diri pada Lansia di Panti Wredha Budhi Dharma
Yogyakarta”. Jurnal Fakultas Psikologi. 3(1), 1-7.
Matyja, Katarzyna Walecka. (2014). “Adolescent Personalities and Their Self
Acceptance within Complete Families, Incomplete Families and
Reconstructed Families”. Polish Journal of Applied Psychology. 12(1), 5974.
Moleong, L.J. (2012). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosda
Karya.
Morgado, Fabiane Frota da Rocha, dkk. (2014). “Development and Validation of
the Self-Acceptance Scale for Persons with Early Blindness: The SAS-EB”.
Plos One. 9(9), 1-9.
Mullins, Pamela-Darby & Tamera B. Murdock. (2007). “The Influence of Family
Environment Factors on Self-Acceptance and Emotional Adjustment Among
Gay, Lesbian, and Bisexual Adolescents”. Journal of GLBT Family Studies.
3(1), 75-91.
Mustafa, MA. (2016). “Perkembangan Jiwa Beragama pada Masa Dewasa”.
Jurnal Edukasi. 2(1), 77-90.
Nasution, Rozaini. (2003). Teknik Sampling. Sumatera: Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
Nelson, Larry J., dkk. (2007). ““If You Want Me to Treat You Like an Adult, Start
Acting Like One!” Comparing the Criteria That Emerging Adults and Their
26
Parents Have for Adulthood”. Journal of Family Psychology. 21(4), 665674.
Pujihastuti, Isti. (2010). “Prinsip Penulisan Kuesioner Penelitian”. Jurnal
Agribisnis dan Pengembangan Wilayah. 2(1), 43-56.
Ridha, Muhammad. (2012). “Hubungan antara Body Image dengan Penerimaan
Diri pada Mahasiswa Aceh di Yogyakarta”. Jurnal Empathy. 1(1), 111-121.
Rodriguez, Marcus A., dkk. (2015). “Self-Acceptance Mediates The Relationship
between Mindfulness and Perceived Stress”. Psychological Reports: Mental
& Physical Health. 116(2), 513-522.
Sandjaja, Heriyanto A. (2006). Panduan Penelitian. Jakarta: Prestasi Pustaka.
Sevilla, dkk. (2006). Pengantar Metode Penelitian. Jakarta: Universitas Indonesia
Press.
Scott, Joe. (2007). “The Effect of Perfectionism and Unconditional Self
Acceptance on Depression”. Journal of Rational-Emotive & CognitiveBehavior Therapy. 25(1), 35-64.
Strenger, Carlo. (2009). “Sosein Active Self-Acceptance in Midlife”. Journal of
Humanistic Psychology. 49(1), 46-65.
Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
Williams, John C. & Steven Jay Lynn. (2010). “Acceptance: An Historical and
Conceptual Review”. Imagination, Cognition And Personality. 30(1), 5-56.
27
PENERIMAAN DIRI PADA MAHASISWA DI BANDUNG
Diajukan untuk Memenuhi Tugas pada Mata Kuliah
Metodologi Penelitian Kuantitatif
Pembimbing:
Tantri Wulandari
Disusun oleh:
Mega Maghfira Robbaanii
1503848
DEPARTEMEN PSIKOLOGI
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2017
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Judul
Judul penelitian ini adalah Penerimaan Diri pada Mahasiswa di
Bandung.
B. Latar Belakang
Masa dewasa adalah masa yang paling lama dalam rentang kehidupan
manusia (Arnett, 2006; Mustafa, 2016) dimana berkisar antara usia 18-45
tahun dan pertumbuhan fisiknya telah sempurna, serta memiliki kematangan
psikologis (Mustafa, 2016). Individu yang berada pada masa dewasa
diidentikkan memiliki puncak kesehatan, kekuatan, energi, daya tahan,
fungsi sensorik, dan fungsi motorik yang tinggi (Iriani & Ninawati, 2005).
Pada masa dewasa, perubahan fisik dan fisiologis dapat menimbulkan
masalah penyesuaian diri, tekanan, dan harapan bagi seseorang (Mustafa,
2016).
Masa dewasa dibagi menjadi 3 periode yaitu masa dewasa awal, masa
dewasa menengah, dan masa dewasa akhir (Iriani & Ninawati, 2005;
Mustafa, 2016). Masa dewasa awal berkisar antara usia 18-25 tahun dan
merupakan sebuah periode yang tidak terstruktur (Arnett, 2006; Arnett
2007a), selain itu sering ditandai dengan krisis identitas dan ketidakstabilan
(Arnett, 2007b). Sebagian besar individu di masa dewasa awal merasa
bahwa mereka bukan remaja dan bukan pula dewasa namun berada
diantaranya (Arnett, 2006; Nelson dkk., 2007). Di Indonesia sendiri, masa
dewasa awal berkisar antara usia 18-25 tahun (Mustafa, 2016). Menurut
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (2012) rata-rata usia mahasiswa
di perguruan tinggi di Indonesia berkisar antara usia 19-23 tahun, dengan
kata lain, mahasiswa di Indonesia termasuk ke dalam kategori dewasa awal.
Mahasiswa sebagai individu yang berada dalam kategori dewasa awal,
tidaklah jauh dari permasalahan hidup sehari-hari yang memiliki tingkat
kesulitan yang berbeda-beda (Handayani dkk., 1998; Ridha, 2012). Salah
satunya yaitu masalah penyesuaian diri (Mustafa, 2016). Menurut Handono
2
& Bashori (2013) seseorang yang masuk ke dalam lingkungan baru harus
menyesuaikan diri dengan lingkungan fisik dan sosialnya, apabila seseorang
sulit menyesuaikan diri, maka dapat menimbulkan stres. Selain itu,
permasalahan yang terdapat pada mahasiswa yaitu masalah penerimaan diri.
Penerimaan diri pada mahasiswa menjadi hal yang sangat penting
karena dapat mempengaruhi kehidupan sehari-hari (Ridha, 2012).
Penerimaan diri adalah kondisi seseorang untuk menerima dirinya dan
kehidupan masa lalunya (Rodriguez dkk., 2015). Apabila mahasiswa
memiliki penerimaan diri yang rendah, hal itu dapat bermasalah ketika
penilaian diri dari orang lain tidak diterimanya, sehingga ia akan mencari
treatment untuk hal yang kurang (Ridha, 2012). Salah satu contohnya terjadi
pada
mahasiswa
penderita
bulimia
yang
memuntahkan
kembali
makanannya, hal ini dikonseptualisasikan sebagai indikator penerimaan diri
yang rendah (Deming & Lynn, 2010). Selain itu, mahasiswa yang
perfeksionis juga dikonseptualisasikan memiliki penerimaan diri yang
rendah (Flett dkk., 2003). Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan
oleh Ridha (2012) kepada 5 orang mahasiswa, diperoleh data bahwa
sebagian mahasiswa merasa kesulitan mencapai harapan diri yang ideal
sehingga mereka merasa memiliki penerimaan diri yang rendah.
Penerimaan diri dianggap sebagai karakteristik mental sehat
(Chamberlain & Haaga, 2001; Scott, 2007) dan dapat mempengaruhi
kesejaheraan pribadi (Scott, 2007). Rendahnya penerimaan diri pada
mahasiswa dapat merusak kesejahteraan pribadi (Flett dkk., 2003). Apabila
penerimaan diri mahasiswa rendah, maka dapat menyebabkan gejala
kecemasan (Chamberlain & Haaga, 2001) serta kesulitan emosional seperti
kemarahan dan depresi (Carson & Langer, 2006; Flett dkk., 2003). Selain
itu, ada pula mahasiswa yang menjadi malu dan menutup diri dari pergaulan
sosial karena penerimaan diri yang rendah (Ridha, 2012).
Salah satu fenomena yang terjadi di Bandung akhir-akhir ini yaitu
seorang mahasiswi yang dianiaya oleh temannya karena berawal dari saling
bully antara korban dan pelaku di media sosial (Dinillah, 2017). Menurut
3
Ridha (2012), apabila seseorang memiliki penerimaan diri yang rendah, hal
itu dapat bermasalah ketika penilaian diri dari orang lain tidak dapat
diterimanya. Selain itu, apabila penerimaan diri seseorang rendah, maka
dapat menyebabkan kesulitan emosional seperti kemarahan (Carson &
Langer, 2006; Flett dkk., 2003). Sama halnya dengan pelaku yang marah
dan tidak terima diejek oleh korban lalu akhirnya menganiaya korban
(Dinillah, 2017). Apabila pelaku memiliki penerimaan diri yang tinggi,
maka ia tidak akan mengkhawatirkan penilaian negatif mengenai dirinya
berdasarkan pandangan orang lain (Morgado dkk., 2014; Ridha, 2012),
sehingga pelaku tidak akan melakukan penganiayaan kepada korban.
Kejadian tersebut dapat merugikan diri sendiri dan lingkungan sekitar.
Mahasiswi salah satu universitas swasta yang melakukan penganiayaan
tersebut telah ditahan bersama pelaku yang lainnya dan mungkin saja
mendapatkan Drop Out dari pihak universitas, selain itu kejadian ini dapat
merugikan pihak universitas sehingga namanya tercoreng. Oleh karena itu,
penerimaan diri yang merupakan pengakuan seseorang mengenai kelebihan
dan kelemahannya tanpa menyalahkan orang lain (Handayani dkk., 1998)
sangat penting dimiliki seseorang khususnya mahasiswa untuk menghindari
kejadian serupa terulang kembali.
Berdasarkan fenomena diatas, peneliti ingin mengembangkan konsep
penerimaan diri menurut Deming & Lynn (2010) yang menyatakan bahwa
penerimaan diri dikonseptualisasikan dengan body-image. Peneliti ingin
membuktikan bahwa penerimaan diri, khususnya pada mahasiswa, tidak
hanya dikonseptualisasikan dengan body-image, namun juga permasalahan
akademik dan psikologis. Oleh karena itu, peneliti ingin memperoleh
gambaran mengenai penerimaan diri pada mahasiswa di Bandung.
C. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari penelitian ini adalah bagaimana penerimaan
diri pada mahasiswa di Bandung?
4
D. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui penerimaan diri pada
mahasiswa di Bandung.
E. Manfaat
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini secara teoritis diharapkan dapat memberikan
sumbangan pemikiran dalam memperkaya wawasan konsep diri terutama
tentang penerimaan diri pada mahasiswa.
2. Manfaat Praktis
Hasil
penelitian
ini
secara
praktis
diharapkan
dapat
menyumbangkan pemikiran terhadap pemecahan masalah psikologis
yang berkaitan dengan penerimaan diri pada mahasiswa di Bandung.
Selanjutnya hasil penelitian ini diharapkan menjadi acuan bagi
penyusunan program pemecahan masalah psikologis yang berkaitan
dengan penerimaan diri pada mahasiswa di Bandung.
5
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Dasar Teori
1. Penerimaan Diri
Penerimaan diri adalah pengakuan seseorang mengenai kelebihan
dan kelemahannya (Handayani dkk., 1998; Kusuma, 2013; Marni &
Yuniawati, 2015; Ridha, 2012) tanpa menyalahkan orang lain serta
memiliki keinginan untuk terus mengembangkan diri (Handayani dkk.,
1998; Ridha, 2012). Penerimaan diri yaitu sejauh mana seseorang mampu
dan mau menerima karakter pribadinya (Kusuma, 2013). Kondisi
seseorang untuk menerima dirinya dan kehidupan masa lalunya disebut
penerimaan diri (Iriani & Ninawati, 2005; Rodriguez dkk., 2015).
Penerimaan diri yaitu sejauh mana seseorang puas (Deming & Lynn,
2010) serta menyadari karakteristiknya untuk kelangsungan hidup seharihari (Handayani dkk., 1998; Marni & Yuniawati, 2015). Menurut Carson
& Langer (2006) penerimaan diri adalah keputusan seseorang secara
sadar yang dibuat atas tanggung jawab diri dalam menciptakan dunianya
sendiri. Keadaan estimasi diri yang stabil dari kepribadian terutama
ketika membandingkan diri dengan orang lain disebut penerimaan diri
(Matyja, 2014). Berdasarkan pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa
penerimaan diri adalah pengakuan seseorang akan kelebihan dan
kelemahannya
yang
digunakan
untuk
pengembangan
diri
dan
kelangsungan hidup sehari-hari.
Seseorang yang sulit membentuk pemahaman realistis mengenai
dirinya memiliki penerimaan diri yang rendah (Ridha, 2012). Apabila
penerimaan diri seseorang rendah, maka dapat menyebabkan kesulitan
emosional seperti kemarahan dan depresi (Carson & Langer, 2006; Flett
dkk., 2003). Konflik, tekanan, dan frustasi sangatlah mungkin dirasakan
pada proses penerimaan diri (Ridha, 2012). Selain itu, penerimaan diri
juga berkaitan dengan gejala kecemasan (Chamberlain & Haaga, 2001).
6
Tingginya kecemasan dan depresi akibat penerimaan diri yang rendah
mendorong seseorang untuk membebaskan diri dari kegagalan (Ridha,
2012). Ketidakmampuan seseorang dalam menerima kegagalan masa lalu
serta ketidakmampuan bertindak di masa sekarang karena takut gagal
membuat seseorang memiliki hambatan utama dalam penerimaan diri
(Carson & Langer, 2006).
Menurut Carson & Langer (2006) penerimaan diri dapat
ditingkatkan melalui aktif mengamati perbedaan baru, memikirkan diri
kita sedang maju, dan menambahkan humor dalam setiap situasi.
Penerimaan diri seseorang perlu ditingkatkan, hal itu dikarenakan selain
seseorang bertanggung jawab atas diri sendiri (Carson & Langer, 2006),
penerimaan diri mempengaruhi kesehatan psikologis dan intervensi
kognitif (Macinnes, 2006), serta dapat mempengaruhi kesejaheraan
pribadi (Scott, 2007). Penerimaan diri melibatkan ekspresi aktif pikiran
dalam melihat dan memahami karakter diri (Strenger, 2009), sehingga
seorang individu yang terus aktif mengeksplorasi aspek-aspek diri akan
dapat meningkatkan penerimaan diri mereka (Carson & Langer, 2006).
Penerimaan diri oleh orang lain juga dapat memberikan efek positif
bagi diri, namun hal tersebut terkadang memberikan pemikiran agresif
dan harapan rendah untuk menerima kelompok (Greenaway, 2015).
Penerimaan diri melibatkan pemahaman diri, realistis, subjektif, serta
kesadaran akan kekuatan dan kelemahan (Kusuma, 2013). Oleh karena
itu, penerimaan diri tidak selalu disambut baik oleh seseorang, tetapi
terkadang juga dapat dianggap merugikan dan tidak diperlukan
(Greenaway, 2015).
2. Aspek Penerimaan Diri
Penerimaan diri yang merupakan kondisi seseorang dalam
menerima keadaan dirinya memiliki beberapa aspek, diantaranya:
a. Ketidakterikatan
7
Ketidakterikatan yaitu menerima bahwa segala sesuatu yang
dimiliki akan datang dan pergi, hal terbaik yaitu tidak terikat dengan
sesuatu di dunia ini (Bernard, 2013; Williams & Lynn, 2010). Hal ini
dikarenakan setiap keterikatan dengan suatu hal akan sia-sia dan
menimbulkan penderitaan (Williams & Lynn, 2010).
b. Tidak menghindar
Tidak menghindar yaitu menahan diri dan tidak kabur ketika
ancaman hadir (Bernard, 2013; Williams & Lynn, 2010). Tidak
menghindar diartikan menahan diri dari perilaku yang sia-sia dan
maladaptif (Williams & Lynn, 2010).
c. Tidak menghakimi
Tidak menghakimi yaitu menyadari pengalaman baik, buruk,
benar, salah, serta lebih menggambarkan rangsangan daripada
mengevaluasi rangsangan (Bernard, 2013; Williams & Lynn, 2010).
Tidak
menghakimi
penerimaan
diri,
merupakan
yaitu
konseptualisasi
dimana
seseorang
modern
dari
mengkategorisasi
pengalaman baik, buruk, benar, dan salah (Williams & Lynn, 2010).
d. Toleransi
Toleransi yaitu kemampuan untuk tetap ada dan menyadari
pengalaman apapun yang terjadi (Bernard, 2013; Williams & Lynn,
2010). Penerimaan mengharuskan seseorang mentolerir pengalaman,
sehingga seseorang tidak hanya mengejar kesenangan, melarikan diri
dari rasa sakit, dan terperangkap dalam pengalaman (Williams &
Lynn, 2010).
e. Kemauan
Kemauan yaitu memilih berpartisipasi dalam kegiatan yang akan
dijalani meskipun tidak sesuai keinginan (Bernard, 2013; Williams &
Lynn, 2010). Penerimaan meliputi kemauan seseorang untuk memiliki
pengalaman (Williams & Lynn, 2010).
3. Faktor-Faktor Penerimaan Diri
8
Penerimaan diri sebagai hal yang berpengaruh dalam kehidupan
sehari-hari dan kesejahteraan pribadi memiliki beberapa faktor,
diantaranya:
a. Body image
Body image adalah gambaran diri ideal seseorang yang
memahami diri serta memiliki keyakinan diri yang baik untuk
mengembangkan diri, meliputi tampilan fisik, fungsi tubuh, gerakan
tubuh, koordinasi tubuh (Morgado dkk., 2014; Ridha, 2012).
b. Keberhasilan
Keberhasilan adalah sesuatu yang pernah dialami seseorang
yang meningkatkan penerimaan diri secara positif (Ridha, 2012).
c. Pandangan orang lain
Pandangan orang lain adalah persepsi orang lain mengenai siapa
diri kita, tanpa mengkhawatirkan penilaian negatif mengenai diri
(Morgado dkk., 2014; Ridha, 2012).
d. Identifikasi diri
Identifikasi diri adalah kemampuan yang baik dan dimiliki
seseorang dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan
(Ridha,
2012).
e. Penghargaan diri
Penghargaan diri adalah suatu kesempatan yang diberikan
lingkungan dan orang lain untuk meningkatkan penerimaan diri secara
positif (Morgado dkk., 2014; Ridha, 2012).
f. Lingkungan keluarga
Lingkungan keluarga merupakan tempat yang sangat penting
dalam perkembangan penerimaan diri seseorang (Mullins & Murdock,
2007).
g. Perilaku terkait rangsangan
9
Perilaku
terkait
rangsang
yaitu
bagaimana
seseorang
menanggapi rangsang tertentu (Matyja, 2014).
h. Kesediaan mendominasi
Kesedian
mendominasi
yaitu
kemauan
seseorang
untuk
mendominasi, misalnya mendominasi di perusahaan tempat ia bekerja
atau lingkungan tempat ia berada (Matyja, 2014).
i. Kegiatan sehari-hari
Kegiatan sehari-hari terkait dengan penerimaan diri, baik
penerimaan diri yang tinggi ataupun penerimaan diri yang rendah
(Matyja, 2014).
j. Keluarga yang lengkap atau tidak lengkap
Sebuah keluarga yang terdiri dari anggota yang lengkap maupun
tidak lengkap dapat mempengaruhi penerimaan diri seseorang
(Matyja, 2014).
B. Karakteristik Subjek
Subjek penelitian ini terdiri dari 455 orang mahasiswa/i aktif di
Bandung.
C. Hipotesis
Hipotesis dari penelitian ini adalah terbuktinya mahasiswa di Bandung
memiliki penerimaan diri yang tinggi, sesuai dengan teori yang telah
dipaparkan.
10
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Desain penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan
indigenous psychology dan metode deskriptif. Pendekatan kuantitatif
merupakan proses pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian
sesuai variabel yang diteliti dan hasilnya dianalisis secara statistik
(Sugiyono, 2011). Indigenous psychology yaitu pendekatan yang berusaha
memahami fenomena psikologis dalam konteks budaya (Efendi, 2013).
Metode deskriptif adalah metode yang dilakukan untuk mendapatkan
gambaran sistematis, faktual, dan akurat dari fenomena tanpa menyelidiki
penyebabnya (Sevilla, 2006).
B. Partisipan
Partisipan adalah 455 orang mahasiswa/i aktif di Bandung yang
berusia 19-23 tahun. Partisipan laki-laki sebanyak 155 orang, sedangkan
partisipan perempuan sebanyak 300 orang. Penyebaran angket terbuka
dilakukan dalam lima hari dan dalam satu hari di dapatkan kurang lebih 100
partisipan.
C. Variabel
Variabel yang terdapat pada penelitian ini adalah variabel penerimaan
diri (self-acceptance).
1. Definisi Konseptual
Penerimaan diri yaitu sejauh mana seseorang puas (Deming &
Lynn, 2010) serta menyadari karakteristiknya untuk kelangsungan hidup
sehari-hari (Handayani dkk., 1998; Marni & Yuniawati, 2015).
2. Definisi Operasional
Penerimaan diri adalah pengakuan seseorang akan kelebihan dan
kelemahannya
yang
digunakan
kelangsungan hidup sehari-hari.
D. Instrumen Penelitian
11
untuk
pengembangan
diri
dan
1. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian disusun sendiri oleh peneliti yaitu berupa
angket terbuka mengenai penerimaan diri.
2. Angket Terbuka
Angket terbuka yaitu angket yang berisi pertanyaan terbuka yang
memungkinkan responden menjawab bebas dan seluas-luasnya terhadap
pertanyaan (Pujihastuti, 2010).
3. Uji Ketercobaan
Uji ketercobaan dilakukan kepada seorang mahasiswi jurusan
Psikologi UPI pada tanggal 24 April 2017, lalu hasilnya diberikan
judgement oleh ahli yaitu Medianta Tarigan M.Psi.
E. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan teknik
random quota sampling melalui angket terbuka yang diberikan kepada 455
orang mahasiswa/i di Bandung. Menurut Nasution (2003) teknik random
quota sampling yaitu teknik pengambilan data berdasarkan pertimbangan
peneliti saja, besarnya sampel telah ditentukan terlebih dahulu yaitu
sebanyak 455 orang dan setiap orang memiliki kesempatan sama untuk
dijadikan sampel.
F.
Analisis Data
Analisis adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke
dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan
tema dan dirumuskan hipotesis seperti yang disarankan data (Moleong,
2012). Analisis data kuantitatif yang digunakan dalam penelitian ini
merupakan teknik analisis statistik deskriptif. Dalam penelitian ini
digunakan teknik statistik untuk mengolah data yang diperoleh yaitu ratarata (mean) dan persentase.
G. Prosedur Pelaksanaan Penelitian
12
Prosedur dalam penelitian ini terbagi menjadi beberapa tahapantahapan, yaitu:
1. Tahap Persiapan
Tahap persiapan meliputi kegiatan penentuan fokus penelitian,
penyesuaian paradigma dengan teori, penyusunan alat penelitian, dan
konsultasi fokus penelitian.
Kegiatan
Waktu
Penentuan
fokus
penelitian,
penyesuaian
paradigma
dengan
Maret – April 2017
teori
Penyusunan alat penelitian
April – Mei 2017
Konsultasi fokus penelitian
Maret – Mei 2017
2. Tahap pekerjaan lapangan, meliputi penyebaran angket penelitian secara
online dan offline.
Kegiatan
Penyebaran
angket
Waktu
online
dan
offline
Mei 2017
3. Tahap analisis data, meliputi analisis data yang diperoleh dari hasil
penyebaran angket penelitian secara online dan offline.
Kegiatan
Waktu
Penyekoran data
Mei 2017
4. Tahap penulisan laporan, meliputi kegiatan penyusunan hasil penelitian
dari semua rangkaian kegiatan pengumpulan data sampai dengan
interpretasi data. Setelah itu melakukan konsultasi dengan pembimbing
untuk mendapatkan perbaikan dan saran-saran demi kepentingan
penelitian ini.
BAB IV
13
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Pada bab ini peneliti akan menguraikan dan membahas hasil
penelitian yang diperoleh dari pengambilan data dan pengolahan data secara
statistik yang mencakup data deskriptif, hasil uji hipotesis, dan pembahasan.
Data penelitian ini diperoleh dari 455 responden mahasiswa berjenis
kelamin laki-laki dan perempuan berusia 19-23 tahun di Bandung.
1. Gambaran Demografis Partisipan Penelitian
Berikut ini merupakan uraian mengenai gambaran demografis
partisipan penelitian yang meliputi jenis kelamin. Berdasarkan hasil
perhitungan distribusi frekuensi dari gambaran demografis yang didapat
dari pengambilan data dapat dilihat pada tabel 4.1 di bawah ini.
Tabel 4.1
Gambaran Demografis Partisipan Penelitian
No
1
Karakteristik
Data
Penelitian
Partisipan
Jenis Kelamin
Frekuensi
Persentase
Laki-Laki
155
34%
Perempuan
300
66%
455
100%
Jumlah
Berdasarkan tabel 4.1 diatas, jumlah partisipan laki-laki sebanyak
155 orang (34%) dan jumlah partisipan perempuan sebanyak 300 orang
(66%).
14
Gambar 4.1
Diagram Persentase Partisipan Berdasarkan Jenis Kelamin
2. Deskripsi Umum
Untuk mengetahui detail data secara umum pada variabel
penerimaan diri, maka data akan dipaparkan dengan statistika deskriptif
dari masing-masing pertanyaan angket terbuka.
a. Hasil Pandangan Mengenai Diri
Berdasarkan data yang diperoleh, deskripsi pandangan mengenai
diri pada mahasiswa/i di Bandung dikategorikan menjadi 4 kategori
besar yaitu positif, negatif, tidak tahu, dan unidentified. Berikut pada
tabel 4.2 merupakan gambaran frekuensi dan persentase pada kategori
pandangan mengenai diri pada mahasiswa/i di Bandung.
Tabel 4.2
Gambaran Pandangan Mengenai Diri
No
Kategori Besar
Frekuensi
Persentase
1
Positif
259
57%
2
Negatif
177
39%
3
Tidak Tahu
11
2%
4
Unidentified
8
2%
455
100%
Total
15
Berdasarkan
tabel
4.2
diatas,
jumlah
partisipan
yang
memandang dirinya positif sebanyak 259 orang (57%), memandang
dirinya negatif sebanyak 177 orang (39%), tidak tahu sebanyak 11
orang (2%), dan unidentified sebanyak 8 orang (2%).
Gambar 4.2
Diagram Persentase Pandangan Mengenai Diri
b. Hasil Menghadapi Kesulitan
Berdasarkan data yang diperoleh, deskripsi menghadapi
kesulitan pada mahasiswa/i di Bandung dikategorikan menjadi 7
kategori besar yaitu menangani, mengabaikan, menyerahkan pada
Tuhan, sharing pada orang lain, menghindari, tidak pernah, dan
unidentified. Berikut pada tabel 4.3 merupakan gambaran frekuensi
dan persentase pada kategori menghadapi kesulitan pada mahasiswa/i
di Bandung.
Tabel 4.3
Gambaran Menghadapi Kesulitan
No
Kategori Besar
Frekuensi
Persentase
1
Menangani
191
42%
2
Mengabaikan
71
16%
16
3
Menyerahkan pada Tuhan
90
20%
4
Sharing pada orang lain
25
5%
5
Menghindari
13
3%
6
Tidak pernah
50
11%
7
Unidentified
12
3%
Total
455
100%
Berdasarkan
tabel
4.3
diatas,
jumlah
partisipan
yang
menghadapi kesulitan dengan cara menangani sebanyak 191 orang
(42%), mengabaikan sebanyak 71 orang (16%), menyerahkan pada
Tuhan sebanyak 90 orang (20%), sharing pada orang lain sebanyak 25
orang (5%), menghindari sebanyak 13 orang (3%), tidak pernah
sebanyak 50 orang (11%), dan unidentified sebanyak 12 orang (3%).
Gambar 4.3
Diagram Persentase Pandangan Mengenai Diri
c. Hasil Penyesalan dalam Kehidupan
17
Berdasarkan data yang diperoleh, deskripsi penyesalan dalam
kehidupan pada mahasiswa/i di Bandung dikategorikan menjadi 8
kategori besar yaitu berkaitan dengan verbal, perilaku, pengalaman,
akademik, hubungan interpersonal, afektif, tidak ada, dan unidentified.
Berikut pada tabel 4.4 merupakan gambaran frekuensi dan persentase
pada kategori penyesalan dalam kehidupan pada mahasiswa/i di
Bandung.
Tabel 4.4
Gambaran Penyesalan dalam Kehidupan
No
Kategori Besar
Frekuensi
Persentase
1
Verbal
30
7%
2
Perilaku
213
47%
3
Pengalaman
21
5%
4
Akademik
73
16%
5
Hubungan interpersonal
51
11%
6
Afektif
6
1%
6
Tidak ada
52
12%
7
Unidentified
9
2%
455
100%
Total
Berdasarkan tabel 4.4 diatas, jumlah partisipan yang mengalami
penyesalan dalam kehidupan berkaitan dengan verbal sebanyak 30
orang (7%), perilaku sebanyak 213 orang (47%), pengalaman
sebanyak 21 orang (5%), akademik sebanyak 73 orang (16%),
hubungan interpersonal sebanyak 51 orang (11%), afektif sebanyak 6
orang (1%), tidak ada sebanyak 52 orang (12%), dan unidentified
sebanyak 9 orang (2%).
18
Gambar 4.4
Diagram Persentase Penyesalan dalam Kehidupan
d. Hasil Orientasi Masa Depan
Berdasarkan data yang diperoleh, deskripsi orientasi masa depan
pada mahasiswa/i di Bandung dikategorikan menjadi 8 kategori besar
yaitu berkaitan dengan perilaku, pengalaman, hubungan interpersonal,
religiusitas, mencapai tujuan, afektif, tidak ada, dan unidentified.
Berikut pada tabel 4.5 merupakan gambaran frekuensi dan persentase
pada kategori orientasi masa depan pada mahasiswa/i di Bandung.
Tabel 4.5
Gambaran Orientasi Masa Depan
No
Kategori Besar
Frekuensi
Persentase
1
Perilaku
280
62%
2
Pengalaman
47
10%
3
Hubungan interpersonal
43
9%
4
Religiusitas
39
9%
5
Mencapai tujuan
15
3%
6
Afektif
5
1%
6
Tidak ada
22
5%
19
7
Unidentified
Total
4
1%
455
100%
Berdasarkan tabel 4.5 diatas, jumlah partisipan dengan
gambaran orientasi masa depan berkaitan dengan perilaku sebanyak
280 orang (62%), pengalaman sebanyak 47 orang (10%), hubungan
interpersonal sebanyak 43 orang (9%), religiusitas sebanyak 39 orang
(9%), mencapai tujuan sebanyak 15 orang (3%), afektif sebanyak 5
orang (1%), tidak ada sebanyak 22 orang (5%), dan unidentified
sebanyak 4 orang (1%).
Gambar 4.5
Diagram Persentase Orientasi Masa Depan
B. Pembahasan
1. Pembahasan Pandangan Mengenai Diri
Berdasarkan hasil penelitian, mahasiswa di Bandung secara umum
memiliki pandangan diri yang positif. Hal ini bisa dilihat pada tabel
4.1.2.1 yang menjelaskan bahwa mahasiswa yang memiliki pandangan
diri positif menempati jumlah responden terbanyak yaitu 259 responden.
Dari 455 responden, sebanyak 177 orang memandang dirinya negatif, 11
20
orang tidak tahu bagaimana memandang dirinya, dan sebanyak 8 orang
menjawab unidentified. Jika dilihat dari pengertiannya, penerimaan diri
adalah pengakuan seseorang mengenai kelebihan dan kelemahannya
(Handayani dkk., 1998; Kusuma, 2013; Marni & Yuniawati, 2015; Ridha,
2012) tanpa menyalahkan orang lain serta memiliki keinginan untuk terus
mengembangkan diri (Handayani dkk., 1998; Ridha, 2012). Maka dari
penelitian ini dapat terlihat bahwa sebagian besar mahasiswa/i di
Bandung memiliki penerimaan diri yang baik karena sebagian besar
mahasiswa di Bandung memandang dirinya dengan positif.
Sedangkan pada mahasiswa/i di Bandung yang memandang dirinya
dengan negatif memiliki penerimaan diri yang kurang baik, karena
pesimis akan dirinya sendiri serta tidak berfikir positif. Selain itu,
mahasiswa/i di Bandung yang tidak mengetahui bagaimana dirinya dan
menjawab dalam kategori unidentified belum bisa dikategorikan dalam
penerimaan diri yang baik atau kurang baik.
2. Pembahasan Menghadapi Kesulitan
Berdasarkan hasil penelitian, mahasiswa di Bandung secara umum
cara menghadapi kesulitannya yaitu dengan cara menangani. Hal ini bisa
dilihat pada tabel 4.1.2.2 yang menjelaskan bahwa mahasiswa yang
menghadapi kesulitannya dengan cara menangani menempati jumlah
responden terbanyak yaitu 191 responden. Dari 455 responden,
mahasiswa yang menghadapi kesulitannya dengan cara mengabaikan
sebanyak 71 orang, menyerahkan pada Tuhan sebanyak 90 orang,
sharing pada orang lain sebanyak 25 orang, menghindari sebanyak 13
orang, tidak pernah sebanyak 50 orang, dan unidentified sebanyak 12
orang. Jika dilihat dari aspek penerimaan diri, apabila seseorang tidak
menghindar yaitu menahan diri dan tidak kabur ketika ancaman hadir
(Bernard, 2013; Williams & Lynn, 2010), maka ia memiliki penerimaan
diri yang baik. Maka dari penelitian ini dapat terlihat bahwa sebagian
besar mahasiswa/i di Bandung memiliki penerimaan diri yang baik
karena sebagian besar mahasiswa di Bandung menghadapi kesulitannya
21
dengan cara menangani. Selain itu, mahasiwa/i di Bandung yang
menghadapi kesulitannya dengan cara sharing pada orang lain juga
termasuk ke dalam penerimaan diri yang baik karena mencoba mencari
solusi. Pada mahasiswa/i yang tidak pernah mengalami kesulitan dalam
kehidupannya, maka berarti memiliki penerimaan diri yang baik pula
karena menganggap kesulitannya bukanlah masalah besar dalam hidup.
Sedangkan pada mahasiswa/i di Bandung yang menghadapi
kesulitannya dengan cara mengabaikan, menyerahkan pada Tuhan, dan
menghindari memiliki penerimaan diri yang kurang baik, karena ia kabur
ketika ancaman hadir. Selain itu, mahasiswa/i di Bandung yang
menjawab dalam kategori unidentified belum bisa dikategorikan dalam
penerimaan diri yang baik atau kurang baik.
3. Pembahasan Penyesalan dalam Kehidupan
Berdasarkan hasil penelitian, mahasiswa di Bandung secara umum
mengalami penyesalan terbesar dalam hal perilaku. Hal ini bisa dilihat
pada tabel 4.1.2.3 yang menjelaskan bahwa mahasiswa yang mengalami
penyesalan terbesar dalam hal perilaku menempati jumlah responden
terbanyak yaitu 213 responden. Dari 455 responden, mahasiswa yang
mengalami penyesalan terbesar dalam hal verbal sebanyak 30 orang,
dalam hal pengalaman sebanyak 21 orang, dalam hal akademik sebanyak
73 orang, dalam hal hubungan interpersonal sebanyak 51 orang, dalam
hal afektif sebanyak 6 orang, tidak ada penyesalan sebanyak 52 orang,
dan unidentified sebanyak 9 orang.
Jika dilihat dari faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan diri,
seperti faktor body image (Morgado dkk., 2014; Ridha, 2012),
penerimaan diri tidak hanya dikonseptualisasikan dengan body-image
berdasarkan data dari hasil penelitian, namun juga permasalahan yang
berkaitan dengan akademik (seperti medapat nilai kecil, tidak belajar
sungguh-sungguh, dan salah jurusan), perilaku, pengalaman, serta
permasalahan psikologis (seperti hubungan interpersonal dan afektif).
22
Sedangkan pada mahasiswa/i di Bandung yang tidak memiliki
penyesalan dalam hidup dan unidentified belum bisa diidentifikasi
sebagai faktor yang mempengaruhi penerimaan diri pada mahasiswa/i di
Bandung.
4. Pembahasan Orientasi Masa Depan
Berdasarkan hasil penelitian, mahasiswa di Bandung secara umum
memiliki orientasi masa depan yang berhubungan dengan perilaku. Hal
ini bisa dilihat pada tabel 4.1.2.4 yang menjelaskan bahwa mahasiswa di
Bandung memiliki orientasi masa depan yang berhubungan dengan
perilaku menempati jumlah responden terbanyak yaitu 280 responden.
Dari 455 responden, mahasiswa di Bandung memiliki orientasi masa
depan yang berhubungan dengan pengalaman sebanyak 47 orang,
berhubungan dengan hubungan interpersonal sebanyak 43 orang,
berhubungan dengan religiusitas sebanyak 39 orang, berhubungan
dengan mencapai tujuannya sebanyak 15 orang, berhubungan dengan
afektif sebanyak 5 orang, tidak ada sebanyak 22 orang, dan unidentified
sebanyak 4 orang. Jika dilihat dari salah satu aspek penerimaan diri,
toleransi yaitu kemampuan untuk mentolerir pengalaman dan tidak
terperangkap dalam pengalaman (Williams & Lynn, 2010). Maka dari
penelitian ini dapat terlihat bahwa sebagian besar mahasiswa/i di
Bandung memiliki penerimaan diri yang baik karena sebagian besar
mahasiswa di Bandung memiliki orientasi masa depan berhubungan
dengan perilaku, pengalaman, hubungan interpersonal, religiusitas,
mencapai tujuan, dan afektif.
Sedangkan pada mahasiswa/i di Bandung yang tidak memiliki
orientasi masa depan serta dalam kategori unidentified belum bisa
dikategorikan dalam penerimaan diri yang baik atau kurang baik.
23
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dari pengolahan data
yang dilakukan dengan metode statistik, maka dapat disimpulkan bahwa
mahasiswa di Bandung terbukti memiliki penerimaan diri yang baik, dilihat
dari pandangan mengenai diri yang positif, menghadapi kesulitan dengan
menangani, dan orientasi masa depan berhubungan dengan perilaku yang
ingin diubah, sedangkan penerimaan diri dikonseptualisasikan tidak hanya
dengan body image tetapi juga akademik, perilaku, pengalaman, dan
permasalahan akademik.
B. Saran
Berdasarkan pembahasan dan kesimpulan, maka peneliti memberikan
saran
untuk
mengatasi
keterbatasan-keterbatasan
selama
penelitian
berlangsung sebagai berikut:
1. Keterbatasan pengawasan terhadap angket terbuka yang disebarkan
secara online, apabila peneliti memiliki cukup waktu untuk menyebar
angket terbuka secara offline, maka lebih baik dilakukan secara offline
daripada online untuk menghindari responden mengisi angket terbuka
tidak sesuai harapan.
2. Peneliti selanjutnya yang melakukan penelitian sama disarankan
menggunakan pendekatan dan metode berbeda, sehingga memperoleh
hasil mendalam dan dapat mengembangkan penelitian ini.
24
DAFTAR PUSTAKA
Arnett, Jeffrey Jensen. (2006). “Emerging Adulthood in Europe: A Response to
Bynner”. Journal of Youth Studies. 9(1), 111-123.
Arnett, Jeffrey Jensen. (2007a). “Emerging Adulthood: What Is It, and What Is It
Good For?”. Journal Compilation. 1(2), 68-73.
Arnett, Jeffrey Jensen. (2007b). “Suffering, Selfish, Slackers? Myths and Reality
About Emerging Adults”. J Youth Adolescence. 36, 23-29.
Bernard, Michael E. (2013). The Strength of Self-Acceptance: Theory, Practice,
and Research. New York: Springer.
Carson, Shelley H. & Ellen J. Langer. (2006). “Mindfulness and SelfAcceptance”. Journal of Rational-Emotive & Cognitive-Behavior Therapy.
24(1), 29-43.
Chamberlain, John M. & David A. Haaga. (2001). “Unconditional SelfAcceptance and Responses to Negative Feedback”. Journal of RationalEmotive & Cognitive-Behavior Therapy. 19(3), 177-189.
Deming, Amanda & Steven Jay Lynn. (2010). “Bulimic and Depressive
Symptoms: Self-Discrepancies and Acceptance”. Imagination, Cognition
And Personality. 30(1), 93-109.
Dinillah, Mukhlis. (2017, 28 Januari). Beredar di Medsos, Mahasiswi di Bandung
Dianiaya
Sekelompok
Orang.
[Online],
1.
Tersedia:
https://news.detik.com/berita/d-3408129/beredar-di-medsos-mahasiswi-dibandung-dianiaya-sekelompok-orang. [6 April 2017].
Dinillah, Mukhlis. (2017, 29 Januari). Penganiayaan Mahasiswi di Bandung
Berawal
dari
Bully
di
Medsos.
[Online],
1.
Tersedia:
https://news.detik.com/berita/d-3408218/penganiayaan-mahasiswi-dibandung-berawal-dari-bully-di-medsos. [6 April 2017].
Efendi, Rohmad. (2013). “Self Efficacy: Studi Indigenous pada Guru Bersuku
Jawa”. Journal of Social and Industrial Psychology. 2(2), 61-67.
Flett, Gordon L., dkk. (2003). “Dimensions of Perfectionism, Unconditional Self
Acceptance, and Depression”. Journal of Rational-Emotive & CognitiveBehavior Therapy. 21(2), 119-138.
Greenaway, Katharine H, dkk. (2015). “The Dark Side of Inclusion: Undesired
Acceptance Increases Aggression”. Group Processes & Intergroup
Relations. 18(2), 173-189.
25
Handayani, Muryantinah Mulyo, dkk. (1998). “Efektifitas Pelatihan Pengenalan
Diri Terhadap Peningkatan Penerimaan Diri dan Harga Diri”. Jurnal
Psikologi. 2, 47-55.
Handono, Oki Tri & Khioruddin Bashori. (2013). “Hubungan Antara Penyesuaian
Diri dan Dukungan Sosial Terhadap Stres Lingkungan pada Santri Baru”.
Journal Empathy. 1(2), 79-89.
Iriani, Fransisca & Ninawati. (2005). “Gambaran Kesejahteraan Psikologis pada
Dewasa Muda Ditinjau dari Pola Attachment”. Jurnal Psikologi. 3(1), 4464.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. (2012). Ikhtisar Data Pendidikan
Tingkat Nasional. Jakarta: Kemdikbud.
Kusuma. (2013). “Self-Acceptance of Street Children”. Cognitive Discourses
International Multidisicplinary Journal. 1(1), 119-124.
Macinnes, D. L. (2006). “Self-Esteem and Self-Acceptance: An Examination into
Their Relationship and Their Effect on Psychological Health”. Journal of
Psychiatric and Mental Health Nursing. 13, 483-489.
Marni, Ani & Rudy Yuniawati. (2015). “Hubungan Antara Dukungan Sosial
dengan Penerimaan Diri pada Lansia di Panti Wredha Budhi Dharma
Yogyakarta”. Jurnal Fakultas Psikologi. 3(1), 1-7.
Matyja, Katarzyna Walecka. (2014). “Adolescent Personalities and Their Self
Acceptance within Complete Families, Incomplete Families and
Reconstructed Families”. Polish Journal of Applied Psychology. 12(1), 5974.
Moleong, L.J. (2012). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosda
Karya.
Morgado, Fabiane Frota da Rocha, dkk. (2014). “Development and Validation of
the Self-Acceptance Scale for Persons with Early Blindness: The SAS-EB”.
Plos One. 9(9), 1-9.
Mullins, Pamela-Darby & Tamera B. Murdock. (2007). “The Influence of Family
Environment Factors on Self-Acceptance and Emotional Adjustment Among
Gay, Lesbian, and Bisexual Adolescents”. Journal of GLBT Family Studies.
3(1), 75-91.
Mustafa, MA. (2016). “Perkembangan Jiwa Beragama pada Masa Dewasa”.
Jurnal Edukasi. 2(1), 77-90.
Nasution, Rozaini. (2003). Teknik Sampling. Sumatera: Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
Nelson, Larry J., dkk. (2007). ““If You Want Me to Treat You Like an Adult, Start
Acting Like One!” Comparing the Criteria That Emerging Adults and Their
26
Parents Have for Adulthood”. Journal of Family Psychology. 21(4), 665674.
Pujihastuti, Isti. (2010). “Prinsip Penulisan Kuesioner Penelitian”. Jurnal
Agribisnis dan Pengembangan Wilayah. 2(1), 43-56.
Ridha, Muhammad. (2012). “Hubungan antara Body Image dengan Penerimaan
Diri pada Mahasiswa Aceh di Yogyakarta”. Jurnal Empathy. 1(1), 111-121.
Rodriguez, Marcus A., dkk. (2015). “Self-Acceptance Mediates The Relationship
between Mindfulness and Perceived Stress”. Psychological Reports: Mental
& Physical Health. 116(2), 513-522.
Sandjaja, Heriyanto A. (2006). Panduan Penelitian. Jakarta: Prestasi Pustaka.
Sevilla, dkk. (2006). Pengantar Metode Penelitian. Jakarta: Universitas Indonesia
Press.
Scott, Joe. (2007). “The Effect of Perfectionism and Unconditional Self
Acceptance on Depression”. Journal of Rational-Emotive & CognitiveBehavior Therapy. 25(1), 35-64.
Strenger, Carlo. (2009). “Sosein Active Self-Acceptance in Midlife”. Journal of
Humanistic Psychology. 49(1), 46-65.
Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
Williams, John C. & Steven Jay Lynn. (2010). “Acceptance: An Historical and
Conceptual Review”. Imagination, Cognition And Personality. 30(1), 5-56.
27