Masalah Pembangunan Politik Negara Berke

Nama

: Hetri Pima Anggara

NIM

: 1101112246

Mata Kuliah

: Masalah-Masalah Pembangunan Politik

Kelas

:B

Jurusan

: Ilmu Hubungan Internasional

Dosen


: Cifebrima Suyastri, S.IP, M.A.

1. Gambaran umum pembangunan politik Indonesia pasca reformasi.
a. Tingkat masyarakat:
Untuk rakyat Indonesia, masa transisi demokratis pasca reformasi
adalah masa pembangunan suatu zaman baru, meskipun terdapat
banyak

ketidakpastian.

Reformasi

sosial-ekonomi

menuntut

disertakannya langkah-langkah pemberantasan korupsi, penciptaan
lembaga-lembaga yang otonom termasuk pelayanan hukum yang
berakar dalam budaya penegakkan hukum (rule of law), reformasi atas

pelayanan sipil, dan desentralisasi atas otoritas administratif.
Refleksi atas agenda reformasi yang telah berjalan lebih dari satu
dasawarsa ada beberapa hal yang harus diperhatikan. Salah satunya
adalah antusiasme berpolitik (partisipasi politik) masyarakat. Menurut
Miriam Budiarjo1 partisipasi politik adalah kegiatan seseorang atau
kelompok orang untuk ikut secara aktif dalam kehidupan berpolitik.
Secara harfiah partisipasi berarti keikutsertaan.
Salah satu bentuk partisipasi politik adalah menggunakan hak
pilih dalam pemilu. Bentuk lain dari partisipasi adalah keterlibatan
warga dalam segala tahapan kebijakan, mulai sejak pembuatan
keputusan sampai dengan penilaian keputusan, termasuk juga peluang
untuk ikut serta dalam pelaksanaan maupun pengawasan keputusan.
Untuk melihat bagaimana tanggapan masyarakat Indonesia
terhadap pembangunan politik yang terjadi pasca reformasi, dapat kita

1

Miriam Budiardjo. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Gramedia, 2008. Hal. 367.

1


lihat dari survei yang dilakukan untuk Indeks Demokrasi Indonesia
20092:

Sumber: Indeks Demokrasi Indonesia 2009

Indeks Hak Memilih dan Dipilih adalah 50,05 dan untuk variabel
Partisipasi Politik dalam Pengambilan Keputusan dan Pengawasan
55,16. Terlihat keduanya mempunyai indeks yang hampir sama yang
menunjukkan rendahnya indeks bagi kedua variabel tersebut.
Rendahnya angka untuk antusiasme berpolitik memiliki dua
kemungkinan penafsiran. Pertama adalah tingginya tingkat kepuasan
masyarakat atas penyelenggaraan negara. Sedangkan untuk negara
berkembang seperti Indonesia partisipasi yang rendah menunjukkan
bahwa banyak masyarakat tidak menaruh perhatian pada masalah
pemerintahan. Partisipasi yang rendah dapat pula menunjukkan
legitimasi yang rendah pula.3
Beberapa demonstrasi yang anarkis, memberikan gambaran
mengenai ketidakpuasan masyarakat atas kinerja pemerintah. Apalagi
janji-janji perbaikan pasca reformasi tidak juga terbukti. Akibatnya,

legitimasi pemerintah menjadi lemah serta beberapa kebijakan politik
yang tidak populer begitu sampai ke masyarakat, akan mendapat
reaksi penolakan yang sangat keras. Seperti halnya masalah kenaikan

2

Bappenas. 2009. Menakar Demokrasi di Indonesia (Indeks Demokrasi Indonesia 2009).
Jakarta: Bappenas. Dapat diperoleh di:
http://www.google.com/url?sa=tdanrct=jdanq=danesrc=sdansource=webdancd=10dancad=rjad
anved=0CHQQFjAJdanurl=http%3A%2F%2Fwww.undp.or.id%2Fpubs%2Fdocs%2FIDI%2520
2009%2520-%2520Bahasa%2520Indonesia.pdfdanei=_PZvUYOCsfUrQff2IGoCAdanusg=AFQjCNH4eF_GE-80Eaw7gMucBsDYge_pQdansig2=tWPDk7l0jANIB22fEkvIcAdanbvm=bv.45368065,d.bmk
(diakses pada 18 April 2013)
3
Op cit. Hal. 369.

2

harga BBM. Input politik yang diberikan tidak sebanding dengan output
yang diharapkan masyarakat.
Selain masalah partisipasi politik pembangunan demokrasi di

Indonesia sedikit menyimpang dari cita-cita idealnya. Terbukanya
kebebasan berekspresi dan berpartisipasi, dimanfaatkan oleh segala
kalangan untuk memperjuangkan kepentingan mereka. Menurut
Mahfud MD, “demokrasi mandek karena kinerja pemerintah baik di
tingkat pusat maupun daerah masih lemah dan tak kunjung lepas dari
korupsi, penegakkan hukum juga belum optimal, anarkisme masih
dipilih sebagai alternatif menyuarakan ketidakpuasan, dan masih
adanya pembiaran atas pelanggaran HAM”4
Di satu sisi kita memperjuangkan demokrasi namun di sisi yang
lain kita mengamputasi nilai-nilai demokrasi itu sendiri. Terlalu banyak
kepentingan politis dalam pelaksaan demokrasi di Indonesia pasca
reformasi. Tumbuhnya budaya kekerasan dan anarkisme juga menjadi
bagian dari sisi negatif pelaksanaan demokrasi di Indonesia. Sejak
berakhirnya Orde Baru, budaya kekerasan menjadi fenomena yang
biasa dalam politik Indonesia.
Di saat semua orang ingin di dengarkan, maka kekerasanlah alat
untuk menundukkan yang lain. Budaya kekerasan demokrasi di
Indonesia terkait dengan perbutan akses politik. Seperti pemilihan
kepala daerah, dan kesenjangan ekonomi. Konflik identitas pada
awalanya bukanlah akibat perbedaan identitas, namun karena faktorfaktor seperti kesenjangan ekonomi dan diskriminasi politik.

Ironi mengenai demokrasi adalah transisi elit menuju demokrasi
sulit untuk tercapai, karena elit merasa terancam kekuasaannya oleh
demokrasi. Budaya politik uang (money politics), menjadi tidak
terkendali lagi, karena terbukanya kesempatan untuk ambil bagian
langsung dalam sistem politik. Bahkan dari tingkatnya yang sembunyi-

4

Fahirin, Hamzah. Mahfud MD: Demokrasi Indonesia Kebablasan. Diakses
http://www.uinjkt.ac.id/index.php/component/content/article/1-headline/1887-mahfud-mddemokrasi-indonesia-kebablasan.html (diakses pada 9 Juni 2013)

dari:

3

sembunyi pada masa Orde Baru, sekarang menjadi lebih terangterangan dan menjerat banyak kalangan. Bagaimanapun demokrasi
hanyalah alat untuk menemukan cara mengatasi masalah dan
bukannya semata-mata penyelesaian masalah.
b. Tingkat Negara:
Demokrasi


tidak

akan

berjalan

lancar,

apabila

tanpa

pembangunan institusinya terlebih dahulu. Hal ini berlaku di Indonesia.
Tidak adanya penguatan kelembagaan, serta pengembangan nilai-nilai
demokrasi yang mendalam menjadikan kekuasaan politik rentan
disalahgunakan. Konsensus bersama mengenai cita-cita bangsa pasca
reformasi tidak ada lagi terdengar gaungnya, sekeras di awal reformasi.
Setiap elit politik sibuk dengan kendaraan politiknya. Para wakil
rakyat banyak turun ke lapangan untuk mengamankan kursinya, untuk

periode mendatang, sehingga rakyat tidak ada yang mengurusi. Hal ini
berbanding lurus dengan rendahnya partisipasi politik, karena wakil
rakyat kurang mendapat legitimasi dari masyarakat.
Kelompok-kelompok elit memperjuangankan kepentingan dengan
cara mereka sendiri-sendiri. Dan saling bertikai dengan sesama
mereka. Sebenarnya pertikaian tersebut jika, disikapi dengan kepala
dingin dapat dicari titik tengahnya. Karena kebanyakan perbedaan antar
elit politik hanya masalah cara untuk mencapai suatu tujuan. Inilah
kelemahan pembangunan demokrasi di Indonesia. Di saat institusi serta
sumber daya belum siap, kemudian keran kebebasan di buka.
Akibatnya semua ingin mendapat bagian dari keterbukaan tersebut.
2. Masalah program pembangunan politik, terkait struktur politik dan
peningkatan kualitas proses dan sejauh mana pencapaiannya dan tindak
lanjutnya.
Perbaikan Struktur Politik menjadi bagian yang tidak terpisahkan
dari reformasi sistem politik. Reformasi politik yang dilakukan di Indonesia
membuka kesempatan lebar bagi masyarakat untuk aktif dan terlibat
langsung dalam politik. Program perbaikan struktur politik memiliki tujuan
untuk menyempurnakan pelaksanaan konstitusi yang sesuai dengan
4


dinamika kehidupan politik nasional dan aspirasi masyarakat serta
perkembangan

lingkungan

strategis

internasional,

mengembangkan

institusi politik demokrasi, dan menciptakan netralitas pegawai negeri sipil,
polisi dan militer, serta menguatkan mekanisme pelaksanaannya.
Sasaran dalam program ini berupa terwujudnya suatu struktur
politik yang demokratis, yang memiliki pokok pemisahan kekuasaan yang
tegas dan keseimbangan kekuasaan dalam mewujudkan peningkatan
lembaga-lembaga negara di dalam menjalankan peran, fungsi dan
tugasnya dalam menetapkan suatu mekanisme kontrol dan keseimbangan
(check and balances).

Dua contoh program perbaikan struktur politik dalam politik
Indonesia, adalah pemisahan TNI-Polri dan reformasi birokrasi. Menurut
definisi Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara, reformasi birokrasi
adalah5:
Perubahan besar dalam paradigma dan tata kelola pemerintahan Indonesia.... Upaya
menata ulang proses birokrasi dari tingkat tertinggi hingga terendah dan melakukan
terobosan baru dengan langkah-langkah bertahap, konkret, realistis, sungguh-sungguh,
berfikir di luar kebiasaan/rutinitas yang ada, dan dengan upaya luar biasa; Upaya
merevisi dan membangun berbagai regulasi, memodernkan berbagai kebijakan dan
praktek manajemen pemerintah pusat dan daerah, dan menyesuaikan tugas fungsi
instansi pemerintah dengan paradigma dan peran baru.

Dalam reformasi birokrasi ada unsur perubahan paradigma serta
penataan ulang atas birokrasi dengan terobosan baru untuk memodernkan
praktik manajemen pemerintahan. Beberapa kementerian baru dibentuk
pasca reformasi untuk lebih fokus pada bidang tertentu. Bahkan beberapa
instansi

pemerintah


telah

membuka

layanan

pengaduan

keluhan

masyarakat di daerah. Berbeda dengan masa Orde Baru PNS sebagai
floating mass bagi kemenangan Golkar, maka sekarang netralitas PNS
merupakan suatu kewajiban. Terobosan lainnya dari pemerintah dalam hal
peningkatan

kualitas

proses

politik

adalah

program e-KTP

untuk

terwujudnya database kependudukan yang akurat.

5

Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. Reformasi Birokrasi.
Diakses dari: http://pmprb.menpan.go.id/pmprb/tentang (9 Juni 2013)

5

Di Indonesia agenda peningkatan profesionalitas TNI-Polri, yang
dulunya dikenal dengan ABRI telah dilaksanakan. Dalam pemisahan TNIPolri masih terdapat beberapa kendala terutama masalah kesenjangan
kesejahteraan dan ada beberapa pasal dalam UU yang menyangkut TNIPolri yang belum selaras. Sehingga berpotensi menimbulkan gejolak
berkepanjangan. Salah satu kasus gejolak yang terjadi seperti kerusuhan
di Ogan Komering Ulu. Konflik antara TNI-Polri merupakan warisan dari
budaya militeristik dalam penyelesaian masalah.
Berdasarkan Ketetapan MPR nomor VI/MPR/2000 tentang
pemisahan TNI dan Polri serta Ketetapan MPR nomor VII/MPR/2000
tentang Peran TNI dan peran Polri maka pada tanggal 30 September 2004
telah disahkan RUU TNI oleh DPR RI yang selanjutnya ditandatangani oleh
Presiden Megawati Soekarnoputri pada tanggal 19 Oktober 2004.
Pemisahan peran TNI dan Polri masuk dalam konstitusi UUD 45
(Amandemen II) pada Bab XII Pasal 30 ayat 3 dan 4. Namun pemisahan
TNI-Polri tidak dijadikan landasan untuk menuntaskan agenda reformasi
sektor keamanan lain.6
3. Essai “Kredibilitas dan visi internasional pemerintah Indonesia dalam
membina hubungan luar negeri”.
State actors merupakan pelaku dalam Hubungan Internasional
yang terdiri dari Pemerintah suatu Negara beserta semua pihak dan
komponen yang mendukungnya. Dalam hal ini pelaku hubungan luar negeri
Indonesia, adalah pemerintah beserta jajaran komponen pendukungnya.
Hubungan internasional tidak bisa dilepaskan dari peran negara. Negara
berperan penting dalam sistem internasional sebagai garis depan dari
suatu proses interaksi internasional. Negara dalam konteks ini merupakan
pemerintahan pusat pemegang kedaulatan dan perwakilan dari suatu
populasi dan wilayah tertentu.
Sejak merdeka, hubungan luar negeri Indonesia berpatokan pada
kebijakan luar negeri "bebas dan aktif" dengan mencoba mengambil peran
6

Kontras. 11 Tahun Pemisahan Polri dari ABRI/TNI Prioritaskan Pengawasan Eksternal Polri.
Diakses dari: http://www.kontras.org/index.php?hal=siaran_pers&id=1028 (9 Juni 2013)

6

dalam berbagai masalah regional sesuai ukuran dan lokasinya, namun
menghindari keterlibatan dalam konflik di antara kekuatan-kekuatan besar
dunia. Politik Luar Negeri Indonesia dilaksanakan berlandaskan pada
Pancasila dan UUD 1945. Pembukaan UUD 1945 khususnya alinea II dan
IV menegaskan bahwa Negara Indonesia sebagai Negara yang merdeka
dan berdaulat berhak menentukan nasibnya sendiri serta berhak mengatur
hubungan kerja sama dengan Negara lain.
Bebas berarti “Bebas menentukan sikap dan pandangan terhadap
masalah-masalah Internasional dan terlepas dari kekuatan raksasa dunia”.
Aktif berarti “Ikut memberikan sumbangan baik dalam bentuk pemikiran
maupun menyelesaikan bebagai konflik dan permasalahan dunia”. Aktif
menunjukkan adanya kewajiban pemerintah menunaikan instruksi UUD
1945 untuk ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial”.
Pemerintah memiliki otoritas yang besar dalam mengelola dan
mengatur hubungan antar negara di dunia. Mencermati berbagai arus
peristiwa dalam kurun waktu beberapa dekade terakhir, sangatlah sulit
untuk membantah pandangan bahwa tatanan hubungan internasional telah
mengalami perubahan yang sangat mendasar. Hubungan antar negara
telah bergerak dinamis dan mengalami transisi dari suatu tatanan, ke
bentuk tatanan lain, sebagai suatu respon atas berkembangnya berbagai
perubahan situasi dan kondisi internasional yang terjadi.
Pemerintah sebagai ujung tombak perjuangan haruslah dapat
menangkap setiap perubahan pola dalam hubungan luar negeri. Responsif
dan kredibel dalam menanggapi perubahan-perubahan politik dunia. Visi ke
depan dalam menghadapi perubahan politik dunia, akan membawa
langkah Indonesia semakin kuat dan mantap. Seperti dalam kasus
perubahan pola globalisasi berdampak pada pola interaksi antar negara
dan kelompok masyarakat. Dalam rangka menentukan arah atau orientasi
kebijakan ekonomi luar negeri Indonesia, perlu memerhatikan perubahan
dan kecenderungan perkembangan ekonomi global.
Kemampuan menghadapi tantangan perubahan politik dan
ekonomi

global,

berkaitan

erat

dengan

kemampuan

merumuskan

7

kebijakan-kebijakan

tertentu,

yaitu

dengan

memahami

tantangan,

kecenderungan, dan pedoman untuk menangkap peluang. Selain visi ke
depan hal lain yang wajib dimiliki pemerintah adalah kredibilitas dan
komitmen untuk melaksanakan kebijakan yang telah diambil. Tanpa
memiliki

kemampuan

visioner,

serta

responsif

untuk

mencermati

perkembangan politik dunia, rasanya akan sulit bagi Indonesia untuk
memiliki peran besar dalam politik dunia.

Referensi

Bappenas. 2009. Menakar Demokrasi di Indonesia (Indeks Demokrasi
Indonesia
2009).
Jakarta:
Bappenas.
Dapat
diperoleh
di:
http://www.google.com/url?sa=tdanrct=jdanq=danesrc=sdansource=webdancd
=10dancad=rjadanved=0CHQQFjAJdanurl=http%3A%2F%2Fwww.undp.or.id%
2Fpubs%2Fdocs%2FIDI%25202009%2520%2520Bahasa%2520Indonesia.pdfdanei=_PZvUYOCsfUrQff2IGoCAdanusg=AFQjCNH4eF_GE-80Eaw7gMucBsDYge_pQdansig2=tWPDk7l0jANIB22fEkvIcAdanbvm=bv.45368065,d.bmk
(diakses pada 18 April 2013)
Budiardjo, Miriam. 2008. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia.
Fahirin, Hamzah. Mahfud MD: Demokrasi Indonesia Kebablasan.
Diakses dari: http://www.uinjkt.ac.id/index.php/component/content/article/1headline/1887-mahfud-md-demokrasi-indonesia-kebablasan.html
(diakses
pada 9 Juni 2013)
Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.
Reformasi Birokrasi. Diakses dari: http://pmprb.menpan.go.id/pmprb/tentang (9
Juni 2013)
Kontras. 11 Tahun Pemisahan Polri dari ABRI/TNI Prioritaskan
Pengawasan
Eksternal
Polri.
Diakses
dari:
http://www.kontras.org/index.php?hal=siaran_pers&id=1028 (9 Juni 2013)

8