A STUDY COMPARATIVE OF SUNDANESE PATIKRAMA TATANEN HUMA AT PADUKUHAN AND RURAL AREA IN WEST JAVA
KOMPARASI PATIKRAMA TATANEN HUMA SUNDA
DI PADUKUHAN DAN PEDESAAN DI JAWA BARAT
A STUDY COMPARATIVE OF SUNDANESE PATIKRAMA TATANEN HUMA AT
PADUKUHAN AND RURAL AREA IN WEST JAVA
Edi Setiadi Putra, Mohammad Djalu Djatmiko, Mohamad Arif Waskito
Program Studi Desain Produk, Fakultas Seni Rupa dan Desain, Institut Teknologi Nasional Bandung Jl. PKH. Hasan Mustapa No.23, Bandung, Jawa Barat, Indonesia
e-mail: [email protected], [email protected], [email protected]
Naskah Diterima: 15 September 2018
Naskah Direvisi: 3 Oktober 2018
Naskah Disetujui: 8 November 2018
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap makna Patikrama Tatanen Huma Sunda, suatu prinsip pengelolaan ladang yang terkait dengan sistem pelestarian ekosistem hutan tropis. Patikrama Tatanen Huma tersirat dalam beberapa naskah kuno, yang tata caranya dilestarikan oleh beberapa padukuhan kabuyutan Sunda. Banyak penelitian tentang patikrama tatanen huma ini terfokus pada kehidupan pahuma di Desa Kanekes dan kawasan kasepuhan lain, namun belum banyak yang melakukan studi komparasi dengan kegiatan huma di kawasan padesaan. Melalui pendekatan etnografi, penelitian dilakukan pada beberapa kawasan padesaan di Jawa Barat yang masih melakukan aktivitas pertanian huma yang produktif. Penelitian ini diharapkan dapat mengetahui adanya perbedaan dan persamaan paradigma dalam aplikasi Patikrama Tatanen Huma Sunda. Komparasi ini dapat memberikan wawasan tentang konsekuensi perubahan serta nilai manfaat dalam pelestariannya, sehingga menjadi bahan pertimbangan dalam pemulihan ekosistem desa hutan dan menghidupkan kembali prinsip bertani yang sesuai dengan akar budaya masyarakat petani di kawasan padesaan.
Kata kunci: patikrama tatanen, huma, Sunda, etnografi.
Abstract
This study aims to reveal the meaning of Sundanese Patikrama Tatanen Huma, a principle of field management related to the system of preserving tropical forest ecosystems. Patikrama Tatanen Huma is implied in some ancient manuscripts, the procedure of which is preserved by some Sundanese kabuyutan. Many of the researches on the patriarchal order of public relations focused on the life of pahuma in the village of Kanekes and other areas of Kasepuhan, but not many have conducted comparative studies with the activities of public relations in the region. Through an ethnographic approach, research was conducted in several rural areas in West Java that were still carrying out productive agricultural activities. This research was intended to find out the differences and similarities in the paradigm in the application of Huma Sunda Patikrama Tatanen. This comparison can provide insight into the consequences of change and the value of benefits in its preservation, so that it becomes a consideration in restoring forest village ecosystems and reviving farming principles that are in accordance with the cultural roots of farmers in the rural areas.
Keywords: Patikrama Tatanen, Huma, Sunda, Ethnography
488 Patanjala Vol. 10 No. 3 September 2018: 487- 506
A. PENDAHULUAN
dengan prinsip aturan kerja yang disebut Beberapa desa hutan di Jawa Barat dengan
patikrama tatanen huma . pada masa kini melakukan kegiatan Patikrama tatanen h uma Sunda adalah pertanian di kawasan hutan. Padi dan peraturan adat tentang bagaimana tata-cara palawija
antara urang Sunda mengelola sistem pertanian pepohonan kayu. Sistem pertanian ini huma di dataran tinggi dan kawasan hutan.
dibudidayakan
di
Patikrama Tatanen Huma Sunda memanfaatkan lahan tanah di bawah pohon merupakan
sering disebut tumpang sari, yaitu
prinsip ngahuma yang besar. Sistem pertanian ini merupakan berlandaskan falsafah hidup masyarakat solusi terbaik dalam bisnis agroforestri Sunda buhun yang disebut Pitarapuja Jati sekaligus melestarikan ekosistem hutan. Sunda atau Sunda Wiwitan.Falsafah Sunda
Yang menarik perhatian adalah para petani Wiwitan merupakan kepercayaan desa hutan juga menanam padi di bawah monotheis, karena terdapat prinsip adanya pepohonan yang disebut huma desa. Petani Batara Tunggal atau Sanghyang Tunggal menanam varietas padi unggul untuk lahan
(Yang Maha Esa), yang disebut juga huma atau padi gogo, yaitu jenis inpago Nungersakeun atau Sanghyang Keresa yang tumbuh di lahan kering, dan (Yang Maha Kuasa). Semua hal kehidupan memiliki daya tahan yang baik terhadap berada dalam tangan Dzat Yang Maha Esa, serangan wereng coklat dan hawar daun.
yaitu Sanghyang Batara Tunggal. Setiap Prinsip huma dalam agroforestri manusia yang menemui ajalnya, ruhnya bukan merupakan hal yang baru, karena di akan kembali kepada Sang Maha Pencipta, masyarakat Baduy,masih terpelihara yaitu Sanghyang Batara Tunggal. (Senoaji, sistem budidaya anekaragam campuran 2012) tanaman semusim dan tahunan di kawasan
budaya huma yang hutan. Sistem huma tersebut dikatagorikan berlandaskan Pitarapuja Jati Sunda sebagai agroforestri tradisional. Sistem (Sunda Wiwitan), membentuk sistem huma dan reuma, merupakan sistem pertanian sakral yang disebut Patikrama agroforestri.(Iskandar & Iskandar, 2015)
Akar
Tatanen Huma Sunda, yang hidup lestari Agroforestri di kawasan desa hutan di padukuhan atau perkampungan adat sangat penting untuk dikembangkan, Sunda buhun (disebut juga kabuyutan atau karena terbentuk kerjasama mutualistik perkampungan para sesepuh Sunda). antara petani dengan pengelola hutan.
Salah satu komunitas kabuyutan Petani di kawasan hutan kerap dicurigai yang menjadi referensi adalah masyarakat sebagai perambah hutan, penyebab Baduy, yang bermukim di Desa Kaněkěs kebakaran hutan, penyebab penggundulan Kecamatan Leuwidamar Kabupaten Lebak. hutan dan berbagai hal lain yang Kaněkěs merupakan desa yang sebagian merugikan bisnis kehutanan. Padahal besar dihuni oleh warga Baduy. sesungguhnya para petani di kawasan Masyarakat Baduy Dalam yang biasa hutan justru merupakan masyarakat disebut Urang Tangtu, mendiami wilayah- terdepan yang aktif melawan para perusak wilayah Kampung Cikeusik yang disebut hutan.
Tangtu Pada Ageng ; Warga Baduy yang Sistem
agroforestri huma di mendiami Kampung Cibeo yang disebut padesaan tampaknya memiliki hubungan Tangtu Parahiang ; dan Warga Baduy yang erat dengan sistem huma masyarakat mendiami Kampung Cikertawana yang Baduy. Apakah memiliki kesamaan atau disebut Tangtu Kadu Kujang.(Satriadi, perbedaan?
untuk
mengetahuinya, 2015)
diperlukan penelitian khusus untuk Dalam mempelajari adat leluhur, memahami akar budaya huma.
diperlukan cara pandang yang berbeda Akar budaya pertanian masyarakat dalam memahami cara hidup masyarakat Sunda, adalah sistem pertanian huma padukuhan, yang cenderung religius dan
Komparasi Patikrama..... (Edi Setiadi P., Mohammad Djalu D., Mohamad Arif W.) 489 taat dalam ritual sakral, memiliki disiplin
Pada Masyarakat Kanekes, semua mutlak dalam adat, hormat pada patikrama wanita yang bertugas menumbuk padi karuhun . Untuk mengetahui prinsip huma diharuskan menghadap ke arah leluhur, diperlukan refleksi ke masa lalu. selatan. Pemaknaan purwadaksi tersebut Dalam budaya Sunda, dikenal istilah mencakup perlunya langkah sistematis purwadaksi untuk memahami jati diri. untuk memahami pemikiran leluhur Sunda Masyarakat Sunda masa kini, terlarang dalam mengelola alam sekitar, termasuk untuk melupakan akar budayanya. Seperti arah letak lahan pertanian yang harus
ujaran berikut: “Tunggul entong dirurud, terlebih dahulu mendapat sinar matahari, catang
hirup dan pemukiman sebaiknya melintang dari katungkulan ku umur, paeh henteu nyaho arah selatan menghadap ke utara. Pola dimangsa. Sing emut kanapurwadaksi, pemukiman Sunda, terdapat pada naskah purwa wiwitan, daksi wekasan. Hartina lontar Waruga Lemah (koleksi L622 sing apal ka diri sorangan, asal timana? koropak 88), naskah ini memaparkan pola Cicingna
entong
dirumpak,
dimana? Balikna topografi tanah dan wilayah pemukiman, kamana? (tonggak jangan dicabut, batang pengaruh baik dan buruknya, berikut jangan dibelah, hidup dibatasi umur, mati sarana
mantra-mantra untuk tidak
dan
kepada mensucikannya. Pola topografi tanah juga purwadaksi , purwa awal, daksi akhir, terdapat pada naskah Sanghyang Siksa artinya harus pahami diri sendiri, asalnya Kandang Karesian (SSKK ) bagian ke- dari mana? tinggalnya dimana? kembali
disangka,
ingatlah
XXII. (Gunawan, 2010). kemana?). Dalam perubahan apapun yang
Baik prinsip purwadaksina maupun terjadi, manusia Sunda memiliki prinsip pola tofografi tanah dalam Waruga Lemah untuk tidak pernah melupakan sejarah, asal (bentuk tanah) dan Sanghyang Siksa muasal, jati diri dan keberadaan Kanda ing Karesian (petunjuk menjadi leluhurnya.
Prinsip "tara lali ka Resi) memberikan wawasan dasar, bahwa purwadaksi " yaitu "tara poho kana tali lahan pertanian bersifat sakral sehingga paranti yang berarti tidak melupakan harus di tempatkan pada area terbaik dalam kebiasaan yang diwariskan leluhur.
arah yang utama. Nilai sakral muncul dari Purwadaksina secara etimologis, perlakukan manusia untuk memberikan berasal dari kata purwa (sskr.) yang energi terbaik dari sinar matahari kepada berarti: awal, permulaan, depan, yang lahan huma. Sanghyang Siksa Kanda ing terdahulu; timur (wetan), sedangkan Karesian (SSKK) menyebutkan adanya daksina (sskr.) berarti kanan; selatan struktur masyarakat Sunda yang dibagi (kidul). (Zoetmulder, 2006). Pemaknaan dalam pola tiga (tiga gatra atau tritangtu), puwa-daksi sebagai arah timur-selatan, yaitu gatra Rama (karamaan-karamat), berasal dari proses pendahuluan kehidupan gatra
Resi (karesian) dan gatra dimana matahari terbit dari timur. Arah Ratu(karatuan; karaton ). Trigatra Rama- timur adalah penting dan sakral, karena itu Resi-Ratu, dalam naskah ini juga disebut dalam patikrama tatanen huma Sunda, dengan Wong Tani (Rama) - Wong Pandita huma terhormat terletak di sebelah timur. (Resi) - Wong Prabu (Ratu), yang Pada Masyarakat Kanekes, huma untuk disebutkan memiliki ciri yang khas dalam upacara adalah huma serang, yang terletak tugas,
wewenang dan paling timur diantara huma-huma lainnya. kewajibannya.(Rusmana, 2018) Huma serang adalah huma terdepan yang
budaya Sunda yang paling dahulu mendapat sinar matahari. berkembang di Ciptagelar Sukabumi Arah selatan (kidul) juga merupakan arah Selatan, terdapat pola tiga atau tritangtu sakral tempat pemukiman mandala atau yang menunjukkan tiga hal yang wilayah kasepuhan.
Dalam
mempengaruhi kehidupan di dunia, yaitu tekad (kehendak) – ucap (pikiran) –
490 Patanjala Vol. 10 No. 3 September 2018: 487- 506 lampah (perbuatan atau tingkah laku). sebagai pahuma, panyawah, pamayang
Dalam struktur organisasi kekuasaan (nelayan), pamatang (pemburu), palika Sunda buhun, terdapat pola tiga: resi-ratu- (penyelam, pelaut) dan berbagai profesi rama , yang berarti: Resi adalah pendeta, lain yang menghasilkan pangan, sandang Ratu adalah pemerintah, rama adalah dan papan. Dalam budaya Sunda, suatu rakyat. Resi ibarat air, ratu ibarat batu dan pekerjaan dinamai dengan istilah yang rama ibarat tanah.(Sumardjo, 2009)
terkait dengan alam lingkungan yang Visi hidup masyarakat Sunda adalah ditandai dengan penggunaan peralatan mulasara buana (memelihara alam kerja yang telah ditentukan oleh aturan semesta) dengan misi Ngertakeun Bumi adat (patikrama). Kelompok Rama atau Lamba yaitu mensejahterakan kehidupan pahum a atau wong tani, memiliki peralatan di dunia. Dari visi-misi masyarakat Sunda kerja
dengan tugas dan ini, diturunkan tugas kewajiban masing- kewajibannya masing-masing. masing gatra, yaitu: (1) Pakeun nanjeur
sesuai
Naskah Sanghyang Siksa Kanda ing najuritan (memenangkan pertempuran atau Karesian , menyebutkan secara eksplisit pertarungan) merupakan jalan ksatria beberapa produk yang dirancang, dibuat (gatra ratu, prabu atau kaum bangsawan). dan diperuntukkan bagi masing-masing (2) Pakeun mulasara titipan ti nu Rahayu gatra, yang semuanya dibuat oleh Panday (memelihara ajaran leluhur sebagai titipan (pandai besi; paneupaan), yaitu: dari Tuhan) untuk para resi atau pandita.
“Sa(r)wa wir[a] ning teuteupaan ma (3) Pakeun heubeul jaya na buana (meraih tělu ganggaman palain. Ganggaman di
kejayaan di dunia) adalah jalan untuk Sa ng Prabu ma: pědang, abět, pamuk, rakyat dalam mempertahankan kejayaan golok, peso teundeut, kěris. Raksasa bangsa dan negara.(Putra, Kajian Bentuk pina[h]na dewana, ja paranti maehan dan
Fungsi pada Kujang Huma sagala. Ganggaman Sang Wong Tani ma: Pamangkas , 2010), seperti tampak pada kujang, baliung, patik, kored, sadap. Dětya gambar 1 di bawah ini:
pina[h]na dewana, ja itu paranti ngala kikicapeun iinumeun. Ganggaman Sang
Pandita ma: kala katri, péso raut, péso dongdang, pangot, pakisi. Danawa pina[h]na dewana, ja itu paragi kumeureut sagala. Nya mana těluna ganggaman palain deui di sang prěbu, di sang wong
tani, di sang pandita. Kitu lamun urang hayang nyaho disareanana, eta mo panday tanya”. (segala macam tempaan, ada tiga
macam yang berbeda. Pegangan sang prabu ialah: pedang, abet (cambuk), pamuk (gada), golok, peso teudeut (pisau belati; peso balapati ), keris. Raksasa yang dijadikan dewanya, karena dipergunakan
Gambar 1. Visi Misi Urang Sunda untuk membunuh. Pegangan petani ialah:
(visualisasi penulis) kujang, baliung, patik, kored, pisau sadap.
dewanya, karena Implementasi tugas “pakeun heubeul digunakan untuk mengambil apa yang
Detya dijadikan
jaya na buana” dilaksanakan kaum rama dapat dimakan dan diminum. Pegangan dalam bentuk aktivitas meraih nafkah, sang pendeta ialah: kala katri, peso raut,
untuk melanjutkan kehidupan dengan amal peso dongdang, pangot, pakisi . Danawa bakti (tapa) dalam hal memproduksi yang
dewanya, karena komoditas logistik, yaitu dengan bekerja dipergunakan untuk mengerat segala
dijadikan
Komparasi Patikrama..... (Edi Setiadi P., Mohammad Djalu D., Mohamad Arif W.) 491 sesuatu. Itulah segala jenis pegangan yang memiliki
khusus bersifat berbeda pada sang prabu, petani dan memuliakan kaum perempuan, yaitu antara pendeta. Demikianlah bila kita ingin tahu, lain
tugas
proses ngaremokeun tanyalah panday besi). (Danasamita, 1987)
pada
(memasukan bulir padi ke dalam lubang Tugas semua warga gatra Rama tanam) dan pembacaan mantera suci yang digambarkan sebagai rakyat dengan (Rohmana, 2014) Setiap perkakas diatur penghidupan sebagai petani, memiliki penggunaannya sesuai dengan sistematika pegangan peralatan kerja yang terdiri dari kerja, jadwal kerja dan aturan ngahuma (1) kujang, (2) baliung, (3) patik, (4) lainnya. digambarkan sebagai berikut: kored , (5) sadap. Urutan penyebutan dalam naskah tersebut memiliki tendensi sebagai urutan pekerjaan yang harus dilakukan oleh seorang petani huma atau pahuma . (Putra, Prosedur Ergonomi Dalam Patikrama Tatanen Huma Sunda , 2012). Seperti gambar 2:
Gambar 3. Perkakas trigatra sumber: visualisasi penulis
Gambar 2. Perkakas pertanian menurut Sanghyang Siksa Kanda ing Karesian
perkakas pahuma sumber: visualisasi penulis
Penggunaan
mencakup sistematika kerja ngahuma, tampak pada tabel 1 berikut:
Pada interpretasi ini, kujang bukan Tabel 1. Perkakas dan aktivitas ngahuma
senjata, karena sebagai senjata harusnya
berada di gatra sang prabu seperti halnya Perkakas: Kegiatan:
keris, pedang, gada, cambuk dan pisau Narawas, adalah ritual belati. Paparan eksplisit tentang kujang
permohonan ijin ngabukbak sebagai perkakas pertanian, dapat menjadi
(membuka hutan untuk huma), kontroversi, mengingat banyak budayawan
melalui Bujangga yang Sunda yang meyakini bahwa kujang
Kujang
berpedoman pada kolenjer, untuk merupakan senjata pusaka khas Sunda.
menentukan waktu dan tempat Analisis yang dilakukan penulis
lahan.
dalam memaknai kujang sebagai salah satu Ngabukbak , membuka lahan awal perkakas pertanian, tergambar dari adanya dengan baliung, membuat saluran
air atau batas lahan, memotong kujang pamangkas atau sejenis congrang
Baliung
perdu (mapas) sehingga lahan yang
huma bersih dari semak belukar. membersihkan semak, rumput dan ranting
dipergunakan pahuma dalam
Ngabukbak dan ngabaladah, di sekitar huma. (Putra, 2011).
mempersiapkan lahan dengan Posisi peralatan pahuma untuk
memotong pohon dengan patik bekerja di huma, meliputi perkakas
Patik
(kapak besar) di area tertentu genggam yang dipakai dalam jarak dekat.
yang diijinkan. Perkakas
Nyacar (membersihkan dan umumnya berukuran kecil sehingga dapat
yang dipergunakan
pada
memelihara huma dari rumput dipergunakan oleh kaum perempuan.
Kored
dan perdu) Pahuma perempuan memiliki peran yang
Ngabuat atau proses panen padi
Sadap
hum sangat penting dalam proses ngahuma, dan a. Pisau sadap dipakai untuk
492 Patanjala Vol. 10 No. 3 September 2018: 487- 506 memotong jerami padi.
Berdasarkan siklus ngahuma sesuai dengan Patikrama huma, kegiatan ini Siklus ngahuma yang berlaku di dimulai dengan ngabukbak atau membuka kawasan padukuhan, ditandai dengan ritual hutan untuk lahan huma dengan terlebih sebagai berikut pada tabel 2:
dahulu mengadakan upacara ritual narawas (merintis dan menentukan lahan Tabel 2. Ritual dalam ngahuma
untuk huma). Pada acara narawas,
pahuma menandai lahannya dengan batu, Bujangga (sesepuh pahuma)
Ritual
Makna
batu asahan, tanaman koneng (kunyit), menyajikan sasajen ka
atau tanaman hanjuang. Selama proses karuhun (sesaji untuk leluhur)
narawas , pahuma menahan diri untuk Ngukus disertai ngukus (menghadirkan
tidak berbicara kasar, kotor dan keras, asap kemenyan menuju
selalu menggunakan baju yang bersih dan mandala Hyang )
mengenakan ikat kepala. Memasukkan bulir padi ke
Setelah hutan dibukbak, kemudian dalam lubang hasil ngaseuk,
dilanjutkan dengan kegiatan ngabaladah merupakan simbol upacara
(mempersiapkan lahan untuk huma) yang perkawinan antara Nyi Pohaci
Ngaremokeun Sanghyang Asri (Dewi Padi) diresmikan dengan acara ngalage (hiburan
dengan Batara Kuwera (Dewa rakyat yang disertai dengan agenda ritual Kemakmuran), sebagai
religius, di kawasan kabuyutan muslim, visualisasi dari konsep lemah-
ngalage berupa sawer sudat atau khitanan cai (tanah air).
massal dengan seni jampana). Membuat sesaji dan ngukus
hutan dibaladah dengan membacakan mantera
Setelah
(dibersihkan dan dirapihkan), kemudian Mitembeyan
atau doa-doa untuk
acara nyacar yaitu keberhasilan ngahuma dan
dilanjutkan
membersihkan rumput, semak belukar dan kesejahteraan pahuma.
pepohonan kecil yang tumbuh liar di lahan huma . Beberapa pahuma memotong
Siklus ngahuma ditandai dengan beberapa dahan pohon besar untuk jalan tahapan aktivitas yang didukung oleh masuk cahaya matahari memasuki area beberapa ritual adat, baik yang bersifat huma . Kegiatan ini dilakukan oleh seluruh ritual awal, ritual saat ngahuma dan ritual anggota keluarga pahuma. Kegiatan ini paska panen. Ritual syukuran misalnya dilakukan pada bulan kelima menurut dalam: kawalu, sěba, dan sěrěn taun. pranatamangsa (lihat gambar 5). Setelah Siklus ini seperti gambar 4 di bawah ini:
nyacar dilanjutkan dengan ritual nukuh, yaitu mengumpulkan rerumputan, perdu dan ranting pohon untuk dikeringkan secara alami dengan sinar matahari. Jika di lahan huma terdapat pohon besar atau pohon tua, maka dilakukan upacara penyampaian sesaji dan ucapan mantera agar para denawadan atau Detya penghuni pohon tidak marah tempatnya diganggu pahuma.
Rumput, semak dan ranting kering yang terkumpul kemudian dibakar pada acara ngahuru atau ngadurukan. Waktu ngaduruk berpatokan pada kehadiran
Gambar 4. Siklus Patikrama Huma Mandala bintang kidang, sesuai perintah “kidang (sumber: visualisasi penulis) ngarangsang kudu ngahuru ” yaitu saat
Komparasi Patikrama..... (Edi Setiadi P., Mohammad Djalu D., Mohamad Arif W.) 493 bintang kidang bercahaya terang di waktu
Acara menaburkan bibit bulir padi subuh pada setiap tanggal 18 bulan ke dalam lubang dilakukan oleh para ketujuh, merupakan saat paling tepat untuk pahuma wanita dewasa, dilakukan dari membakar semak hasil nukuh.Pahuma arah timur menuju barat, atau berjalan berkewajiban menjaga api agar tidak mundur menjauhi arah sinar matahari, membesar dan melebar, sehingga tidak dengan demikian pahuma dapat melihat menghadapi risiko kebakaran hutan. lubang-lubang untuk ditanami padi dengan Setelah api padam sempurna, maka abu jelas dan benar. Proses ngaremokeun mirip bekas bakaran ditebar sekitar huma sebagai dengan proses tanam mundur (tandur) pupuk alamiah.
dalam proses menanam padi di sawah. Setelah lahan huma siap ditanami Pada saat ngaremokeun, para pahuma padi, maka memasuki tahap persiapan wanita merapalkan mantera khusus untuk tanaman dan pemeliharaan huma, dengan mendoakan padinya tumbuh sehat dan diawali kegiatan nyo’o binih atau ngoyos, subur. ngaseuk , ngirab sawan dan ngaremokeun
paska ngaremokeun (penanaman
Kegiatan
tanam dilanjutkan dengan acara pemeliharaan disesuaikan dengan datangnya musim tanaman padi agar tumbuh baik. Terkadang hujan dengan bintang kijang mencapai titik pahuma tinggal di dalam saung huma, zenith pada waktu subuh yang disebut untuk menjaga dan memelihara huma kidang muhunan . Nyo’o binih adalah siang dan malam, dalam kegiatan yang kegiatan mempersiapkan benih padi yang disebut meuting atau bermalam di huma. dilakukan sebelum acara ngaseuk (proses Pada masa ini, padi huma masih rentan pembuatan lubang tanam di area huma). terhadap faktor cuaca, penyakit dan Kegiatan nyo’o binih dimulai dengan gangguan
padi).
Masa
lainnya, sehingga menurunkan benih padi dari dalam diperlukan pahuma untuk menjaga, lumbung padi. Kegiatan ini dilakukan oleh memperbaiki dan menanggulanginya. pahuma wanita.
alami
Pahuma wanita Kegiatan ini disebut ngirab sawan , yang diwajibkan mengenakan baju putih, secara harafiah berarti membuang sampah selendang putih, sabuk putih dan atau penyakit. rambutnya disanggul rapi. Pahuma
Dalam kegiatan ngirab sawan, melakukan kegiatan itu dengan suasana pahuma
melakukan yang sangat khidmat, tidak bercakap-cakap pembersihan ranting,rumput,semak, atau dan dengan merapalkan mantera, yang tanaman lain yang berpotensi mengganggu dimaknai sebagai upacara ritual untuk pertumbuhan padi. Dalam acara ngirab membangunkan Sanghyang Pwahaci Dewi sawan terdapat upacara ritual mengobati Sri dari peraduannya.
padi, yaitu memberikan tambahan nutrisi Kegiatan
berikutnya adalah yang berasal dari ramuan adat yang terdiri ngaseuk yang berarti membuat lubang dari campuran daun mengkudu, jeruk tanam dengan aseuk. Aseuk adalah nipis, karuhang, areuy beureum, beuti lajo, potongan kayu atau bambu yang gembol , hanjuang dan buah kelapa muda, diruncingkan ujungnya untuk membuat yang ditumbuk halus dan dicampurkan lubang di dalam lahan huma. Ngaseuk dengan abu dapur atau abu hasil ngahuru dilakukan oleh pahuma pria dewasa, yang yang disebarkan ke seluruh penjuru huma dimulai dari arah barat menuju timur atau dengan melantunkan puisi atau pantun mendekati arah cahaya matahari. Setelah sakral.
pengobatan atau lubang tanam siap, maka dilakukan acara pemberian nutrisi ini dilakukan sekira ngaremokeun atau mempertemukan bibit sepuluh kali selama pertumbuhan padi padi dengan unsur tanah, yang disimbolkan sampai siap panen. sebagai perkawinan Dewi Sri dengan
Upacara
Pada masa padi siap panen, Dewa Bumi.
dilakukan upacara M ipit yaitu kegiatan
494 Patanjala Vol. 10 No. 3 September 2018: 487- 506 panen padi yang pertama kali dalam suatu
Nganyaran adalah kegiatan upacara musim, dan dilakukan secara simbolis oleh memakan atau mencicipi nasi hasil dibuat istri sesepuh adat. Padi hasil mipit ini di huma. Upacara nganyaran dimulai bagian batangnya diikat dengan tali kulit dengan mengambil lima ikat padi pohon teureup pada bagian tangkainya dari leuit, kemudian dibawa ke saung sehingga
ikatan lisung , yaitu tempat menumbuk padi yang (saranggeuyan). Ranggeuyan padi ini digunakan secara komunal. Padi ditumbuk disemayamkan di saung huma dan setelah oleh lima orang wanita tokoh masyarakat kering kemudian dibawa ke kampung atau isteri sesepuh adat. Hal ini untuk disimpan di leuit atau lumbung padi. menggambarkan peran kaum ibu yang Setelah melalui prosesi mipit, maka sangat
menjadi
satu
dalam masyarakat dilaksanakan panen padi bersama para padukuhan. pahuma yang disebut dibuat. Beras hasil tumbukan kaum ibu, Dibuat adalah proses memanen padi disimpan dalam bakul nasi yang ditutup dengan mempergunakan etem atau ani-ani, kain putih yang diberi wewangian, untuk yang biasanya dilakukan oleh kaum dibawa ke rumah pemangku adat untuk wanita. Pelaksanaannya adalah setelah diolah menjadi nasi tumpeng. Nasi upacara
strategis
harus tumpeng yang sudah siap dimanterai dan dilakukan secepatnya,
mipit dan
apabila dipanjatkan doa oleh kepala padukuhan, terlambat
sebab
konon untuk kemudian dibagikan kepada seluruh hamawalang sangit (kungkang) akan warga padukuhan. muncul.
memanen,
maka
Padi yang tersimpan dalam leuit dilakukan oleh seluruh keluarga pahuma, merupakan stok pangan yang sangat dan selama kegiatan tersebut sampai penting dan strategis bagi masyarakat dengan padi menjadi kering dijemur, padukuha n, sehingga sangat dijaga dari seluruh anggota keluarga menginap di gangguan hama dan unsur lain yang huma . Kegiatan meuting di huma ini, merusak padi. Padi yang dimiliki merupakan salah satu peristiwa penting masyarakat untuk dikonsumsi khusus yang dipergunakan pahuma sepuh untuk masyarakat padukuhan, sehingga tidak mengajarkan tentang kosmologi Sunda boleh dijual atau diperdagangkan. kepada generasi mudanya.
Padi dari leuit merupakan milik Ngunjal adalah mengangkut hasil komunal yang penggunaannya diatur panen padi dari huma ke pemukiman untuk menurut aturan adat. Jika terjadi musibah kemudian disimpan dalam leuit atau kekurangan pangan di tempat lain, lumbung. Padi yang telah beberapa hari masyarakat padukuhanakan dengan tulus dikeringkan atau dilantay , kemudian memberikan bantuan pangan kepada yang disimpan tersusun dalam tumpukan yang tertimpa bencana. Prinsip ini menunjukkan teratur (dielep). Pengangkutan hasil panen adanya sistem manajemen logistik yang dilakukan secara bertahap oleh seluruh baik,
dengan mengatur keluarga pahuma. Para pahuma pria penggunaan
dimana
pangan untuk tidak mengangkutnya dengan cara mengikat padi dikonsumsi berlebihan dan tidak dijual menjadi dua ikatan besar dan kemudian untuk keperluan komersial, menjadikan dipikul dengan menggunakan pikulan masyarakat
padukuhan memiliki bambu, sedangkan para wanita membawa ketahanan pangan yang sangat kuat. padi dengan cara menggendong dengan
Siklus ngahuma dengan ritual menggunakan kain. Setelah padi disimpan lengkap tersebut, hanya dilakukan oleh di leuit, para pahuma mempersiapkan masyarakat Sunda di kawasan mandala. upacara nganyaran, yaitu ritual syukuran Kawasan mandala merupakan kawasan dengan cara menikmati nasi hasil panen.
kasepuhan yang dianggap sakral, sehingga visi-misi Sunda dan konsep kehidupan
Komparasi Patikrama..... (Edi Setiadi P., Mohammad Djalu D., Mohamad Arif W.) 495 tritangtu
Rama-Resi-Ratu merupakan
sistem yang terpadu dengan ritual huma dan pranatamangsa. (Saleh Danasasmita, 1986). Dalam Pranatamangsa, seluruh tahapan pekerjaan ngahuma dilakukan secara konsisten dan terpadu dengan memperhatikan ekosistem. Seperti pada gambar 5 di bawah ini:
Gambar 6. Skema metode etnografi (elaborasi penulis dari situs:
http://www.yainal.web.id )
Subjek penelitian untuk pengamatan dan wawancara adalah para pahuma aktif, yang terdiri dari dua katagori, yaitu:
(A). Kelompok pahuma dari masyarakat padukuhan, yaitu komunitas masyarakat kasepuhan atau kabuyutan yang memegang teguh tradisi buhun.
Gambar 5. Pranatamangsa Huma Sunda Terdapat dua sampel padukuhan yang sumber: visualisasi penulis
sangat populer, yaitu: 1. Desa Kaněkěs Kecamatan Leuwidamar Kabupaten Lebak
B. METODE PENELITIAN
2. Kampung adat Penelitian mengenai Patikrama Ciptarasa (Ciptagelar) Desa Sirnarasa
Propinsi Banten,
Tatanen Huma Sunda ini mempergunakan Kecamatan Cisolok Kabupaten Sukabumi pendekatan
kualitatif,
karena Propinsi Jawa Barat.
memfokuskan pada analisis data yang
kelompok pahuma dari sifatnya
(B).
deskriptif. Data-data yang masyarakat padesaan, yaitu komunitas diperoleh dari sumber primer, diperoleh masyarakat desa hutan di masa kini yang melalui pengamatan, wawancara dan masih mengelola huma, yaitu: 1. Kampung partisipasi subjek.(Spradley, 2007).
Cikoneng Desa Cibiru Wetan Kecamatan Sistematika pengamatan, wawancara Cileunyi Kabupaten Bandung Provinsi
dan partisipatori ini digambarkan seperti Jawa Barat, 2. Dusun Karangsari Desa skema interaksi science-culture-techno Cibeureum
Kecamatan Sukamantri yang diperoleh dari pendekatan etnografis Kabupaten Ciamis Provinsi Jawa Barat.
dengan fokus budaya untuk mengetahui Informasi dari kedua kelompok apa
yang dikerjakan masyarakat, pahuma diperoleh melalui wawancara pendekatan partisipatori dengan fokus langsung (direct interview ) dengan teknologi apa yang dikerjakan masyarakat, beberapa orang pahuma di lahan huma, serta pendekatan etnografis dengan fokus yang dilengkapi dengan pengamatan sains untuk memahami apa yang mereka lapangan (fieldwork observation) terhadap kerjakan. Seperti pada gambar 5:
perilaku pahuma sebagai subjek dan situasi ekosistem huma sebagai objek.
Melalui wawancara secara acak dengan beberapa subjek sampel di
Kampung
Cikoneng dan Dusun
496 Patanjala Vol. 10 No. 3 September 2018: 487- 506 Karangsari, diperoleh ragam informasi nilai di kawasan padesaan, karena
pengetahuan ngahuma yang berkembang mengalami inkulturasi dengan kebudayaan di pedesaan. Wawancara dengan sesepuh lain. Pedesaan yang menetap dan berada di adat dan tokoh masyarakat pahuma kawasan subur dengan prinsip lemah-cai pedesaan, dilakukan untuk mengetahui (tanah air), yaitu tanah yang mudah dasar-dasar
yang ditanami dan air yang mengalir sepanjang berkembang di masing-masing desa. Dari tahun. Padesaan memilih tempat yang kedua desa ini, kemudian dilakukan terdekat dengan sumber air, seperti sungai analisis komparasi dengan data yang dan danau. diperoleh dari masyarakat padukuhan,
budaya
Sunda
Pedesaan sangat menghormati air setelah sebelumnya juga dikomparasikan (cai atau ci ), sehingga menjadikan dengan masing-masing padukuhan sampel, kawasan berair sebagai nama dusun atau guna
mengetahui kecenderungan nama desa. Seperti: Cicadas, Cikoneng, perubahan dan signifikansi perbedaan satu Ciherang, Cihideung, Cibiru, dan berbagai sama lain.
nama dengan imbuhan Ci di depannya. Pedesaan yang berada di lingkungan air
melimpah, meyakini bahwa sawah Berdasarkan wawancara etnografis merupakan pilihan terbaik daripada huma. (ethnographic Interview) dan observasi
C. HASIL DAN BAHASAN
Para petani huma yang berubah lapangan (fieldwork observation) terhadap menjadi petani sawah (panyawah), masih beberapa subjek penelitian yang terdiri dari terkait dengan misi gatra Rama, yaitu: para pemangku adat Sunda dan para Pakeun heubeul jaya na buana (meraih pahuma di dua katagori masyarakat Sunda, kejayaan di dunia) sebagai jalan untuk
yaitu: masyarakat padukuhan yang rakyat dalam mempertahankan kejayaan tradisional konservatif dan masyarakat bangsa dan negara. Panyawah mampu pedesaan yang cenderung moderat.
meningkatkan ketersediaan pangan yang Kegiatan observasi dan interview ini melimpah, sehingga menjadikan desa lebih banyak dilakukan di kelompok sebagai basis logistik yang penting dalam masyarakat pedesaan yang belum banyak meningkatkan kemajuan bangsa dan diteliti dan dipublikasikan, sedangkan data negara. Oleh karena itu, tugas penyawah tentang padukuhan kasepuhan mandala dan pahuma di desa, disebut sebagai tugas (desa adat) lebih banyak dikaji oleh para tapa di nagara . peneliti dari berbagai susdut pandang
cara pandang keilmuan, sehingga terdapat beberapa masyarakat pahuma di kawasan padukuhan publikasi yang dapat dijadikan referensi, dan kawasan padesaan, sebagai berikut: karena berisi informasi tentang kampung kasepuhan atau desa padukuhan dengan
Perbandingan
Tabel 3. Komparasi Paradigma Huma sangat lengkap.
Melalui analisis komparatif antara Padukuhan Padesaan
kelompok padukuhan (desa mandala) Ngahuma adalah Ngahuma merupakan dengan padesaan (desa nagara atau desa tugas bagi urang
cara bertani yang non-mandala ), diperoleh gambaran tentang Sunda, yaitu tugas
mudah, murah dan perbedaan kehidupan yang terdapat di tapa di mandala bagi praktis, karena tidak kedua
katagori masyarakat Sunda. masyarakat yang membutuhkan sistem Gambaran ini merupakan fakta telah berada di kawasan
irigasi walau hasil terjadi perubahan dan perkembangan mandala (sakral),
panennya tidak budaya dan kecenderungan perubahan serta merupakan
seproduktif sawah.
Ngahuma lainnya di masyarakat Sunda. hanya
tugas tapa di nagara
dilakukan di kawasan Kegiatan
bagi masyarakat
huma Sunda yang berada di perbukitan yang tidak mengalami perkembangan dan perubahan kawasan non-
ngahuma di
dapat dijangkau oleh
Komparasi Patikrama..... (Edi Setiadi P., Mohammad Djalu D., Mohamad Arif W.) 497
mandala atau saluran air. Berdasarkan pengamatan terhadap padesaan.
Sistem ngahuma yang lokasi geografis pada masing-masing Ngahuma dilakukan
paling populer adalah kampung adat kasepuhan atau padukuhan, di Leuweung
kesepakatan untuk Garapan (Hutan
berupa tumpang sari,
terdapat
suatu
pemukiman sesuai Lindung) dengan
yaitu tanam padi di
mengembangkan
antara pepohonan di siklus huma yang
kawasan hutan, dan dengan situasi dan kondisi alam
teratur sesuai tidak mengikuti aturan lingkungannya. Jika berada pada dataran patikrama ngahuma daur siklus huma
tinggi yang tidak terdapat sumber air yang sebagai ketetapan
mandala. berlimpah dan hanya mengandalkan air adat. Kegiatan
Ngahuma merupakan hujan dan embun, maka wilayah itu menanam padi di
pilihan terakhir, jika relevan untuk dijadikan kawasan huma. sawah atau nyawah,
syarat untuk Sedangkan jika lokasi kampung berada di adalah kegiatan yang
air dan tidak diharamkan, karena
pencetakan sawah
kawasan
sumber
tidak dapat dipenuhi. mengandalkan hujan, maka menjadi kawan cenderung merusak
sawah terasering maupun sawah datar. alam.
Keberadaan lokasi huma di suatu wilayah padukuhan maupun padesaan, Aturan
padukuhan yang sangat terkait dengan kondisi geografis, hal mengharamkan sawah yang dianggap ini sesuai dengan kemampuan masyarakat berkecenderungan merusak ekosistem, Sunda yang mudah beradaptasi dengan sepertinya mengalami kontroversi, karena lingkungannya. Kearifan lokal yang ada beberapa padukuhan yang justeru dimiliki setiap masyarakat padukuhan mengembangkan sawah sebagai kegiatan maupun padesaan, merupakan hasil utama.
panjang dalam Salah satu padukuhan yang memiliki memperjuangkan kehidupan di kawasan patikrama tatanen yang mengatur kawasan yang dipilihnya. sawah untuk masarakat paling luar dan
pengalaman
Observasi yang dilakukan terhadap kawasan huma sakral di lingkungan dalam, kegiatan huma di beberapa pedesaan di adalah Kampung Kasepuhan Cipta Gelar. Jawa Barat, memperlihatkan huma sebagai Masyarakat Adat Cipta Gelar menggarap akibat kondisi geografis. Sebagai berikut: sawah dan ladang sesuai dengan kondisi
geografisnya, yaitu: jika tersedia aliran air 1. Huma di Desa Cibiru Wetan
yang berlimpah maka di area itu dibuat Observasi terhadap Desa Cibiru sawah dan kolam ikan, sedangkan di area Wetan dilaksanakan secara langsung yang tidak memiliki sumber air merupakan selama tiga bulan, meliputi pengamatan kawasan huma dan kebun palawija.
terhadap kondisi huma, perilaku pahuma, Beberapa
padukuhan yang dan kegiatan ngahuma. Desa Cibiru Wetan mengandalkan sawah dalam bercocok secara geografis terletak di kawasan tanam
dan memperoleh pangan, Gunung Manglayang, didominasi oleh diantaranya adalah: Kampung Naga, perbukitan dan dataran tinggi. Luas desa Kampung Cikondang dan Kampung mencapai 295 hektar, dengan area tegalan Dukuh.
atau ladang huma mencapai 153,5 hektar Selain itu ada juga padukuhan yang (45.93%). Huma terbentang di sekitar justru tidak mengkonsumsi padi, sehingga puncak Gunung Manglayang sampai kaki tidak ada sawah maupun huma, yaitu: gunung yang berbatasan dengan beberapa Kampung Adat Cireundeu, yang terletak di pemukiman. Kelurahan Leuwigajah Kecamatan Cimahi
Dinas Perhutani Provinsi Jawa Barat Selatan
Kotif Cimahi. Masyrakat bersama para pahuma , bekerjasama Kampung Cireundeu hanya mengkonsumsi mengelola kelestarian hutan lindung di ketela pohon atau singkong.
wilayah ini, yaitu Hutan Gunung
498 Patanjala Vol. 10 No. 3 September 2018: 487- 506 Manglayang.
e. Ngalobang yaitu membuat lubang pemerintah (Dinas Perhutani) dengan
Kesepakatan
antara
untuk memasukkan pupuk. masyarakat petani huma, adalah untuk
2. Tahap penanaman, dilakukan dengan mentaati peraturan hak guna hutan lindung
ngaseuk atau membuat lubang untuk di sekitar Gunung Manglayang, antara lain:
memasukkan benih padi. Dilakukan (1). Tidak boleh menebang pepohonan
oleh pahuma pria dan wanita. yang ada di sekitar hutan lindung. (2).
pemeliharaan tanaman: Warga diperkenankan mengambil dan
3. Tahap
ngabaladah atau ngored memanen buah-buahan dan perdu yang
membersihkan rumput dengan kored dipelihara di sekitar hutan lindung, dengan
dan ngarabas atau menjaga tanaman catatan hasilnya dibagi dua dengan Dinas
dari penyakit dan hewan liar. Perhutani, (3) pepohonan buah yanag ada
4. Tahap panen atau pengumpulan hasil di daerah perbatasan (antara hutan lindung
tanam, dengan mempergunakan ketam dan pemukiman penduduk) terlarang
dan arit.
ditebang, tetapi buahnya dapat dimiliki Pahuma di Desa Cibiru Wetan oleh warga setempat.
memiliki kebiasaan menanam aneka jenis Area ladang di kaki Gunung
tanaman di sekitar tanaman padi, seperti Manglayang ini sangat unik, terletak di
kunyit, gandum, kacang kedelai dan kemiringan yang tajam dengan pepohonan
jagung, sehingga hasil panennya sangat kayu yang rimbun. Seperti sistem tumpang
beragam. Dalam kegiatan ngahuma ini, sari ,
tidak ditemukan adanya upacara atau dibudidayakan tanaman padi huma (2 ha),
di bawah
pepohonan
itu
ritual adat apapun.
cabai (5 ha), kacangtanah (35 ha), jagung Desa Cibiru Wetan merupakan desa (80 ha) dan sayuran (25.5 ha). Jenis huma
gersang yang hanya memiliki beberapa yang ada di desa ini pada umumnya
mata air dari Gunung Manglayang, yang merupakan huma tetap.
pada umumnya merupakan sumur artesis
yang berada di kawasan lembah dan Wetan, pola lama dimana huma berpindah
Menurut pahuma Desa Cibiru
ngarai. Air dari kedalaman lembah ini sudah lama ditinggalkan, berganti dengan
disalurkan untuk suplai air bagi beberapa sistem baru yaitu: setelah panen, lahan
pemukiman atau perumahan baru. Di huma dianggap tidak subur sehingga
bagian atas Desa Cibiru Wetan, adalah dibiarkan terlantar untuk beberapa musim,
Desa Cikoneng I-III, yang terletak di kaki sampai siap digarap kembali dengan
Gunung Manglayang, ketiga desa ini membersihkan semak belukar. Huma yang
mendapatkan banyak sumber air gunung, bala (ditumbuhi semak belukar) disebut
tetapi tidak memiliki sawah. Masyarakat reuma , pembersihannya disebut ngareuma.
desa ini hidup sebagai peternak, pahuma Proses ngahuma di Desa Cibiru
dan pekebun palawija dan komoditi Wetan terdiri dari empat tahap, yaitu:
sayuran. Namun uniknya, hampir semua
1. Tahap pengolahan tanah, terdiri dari huma berada sangat dekat dengan wilayah enam proses :
desa Cibiru Wetan.
a. ngaresik atau membersihkan lahan Desa Cibiru Wetan merupakan dari semak dan rerumputan,
contoh kawasan pedesaan di Jawa Barat dengan perkakas tebas seperti
yang masih memiliki huma. Kegiatan congkrang dan parang,
ngahuma yang berlangsung memiliki
b. nguyab atau pembakaran semak perbedaan dengan siklus ngahuma yang dan rumput hasil ngaresik,
berlaku di Padukuhan.
c. ngeprek
dengan 2. Huma di Dusun Karang Sari
cangkul di permukaan tanah, Dusun Karang Sari, Desa Cibeureum
d. ngagaritan atau memetakan tanah, Kecamatan Sukamantri (Panjalu Utara)
Komparasi Patikrama..... (Edi Setiadi P., Mohammad Djalu D., Mohamad Arif W.) 499 Kabupaten Ciamis, memiliki keunikan indah dan rupawan dengan hati yang
dalam mengelola huma. Pahuma dari mulia. dusun ini sebetulnya adalah panyawah
dunia paradoks ini juga, pada umumnya memiliki kluster merupakan salah satu ciri umum yang huma di antara kebun talun dan lahan terdapat dalam ragam kebudayaan Sunda. pesawahan. Area huma pada umumnya Sebagai bentuk pembelajaran bagi umat menyatu dengan area kebun. Huma secara manusia, bahwa untuk tidak hanya khusus ditemukan di kawasan perbatasan memandang dari sisi luar tetapi harus juga hutan lindung.
Konsep
paham dari sisi dalamnya. Filosofi ini Kawasan leuweung (hutan) di desa berlaku dalam memaknai gunung yang ini sangat terjaga dari eksplorasi dan berarti giri (gunung secara fisik, serta ekploitasi yang berlebihan, sehingga gunung yang dimaknai guru nu agung. lebatnya hutan belantara memperlihatkan Gunung pada jaman dulu merupakan ekosistem sangat terjaga baik. Dari universitas atau pusat pengembangan ilmu kawasan desa hutan ini, lahir kesenian unik pengetahuan, sehingga banyak kawasan berupa
seni arak-arakan Bebegig mandala dan kawasan mulia, berada di Sukamantri , sejenis ondel-ondel yang puncak-puncak gunung. menunjukkan topeng muka siluman
Pahuma yang hidup di kawasan dengan asesoris dan atribut dari bahan gunung, merupakan sosok yang tangguh alamiah yang tersedia di hutan. Bebegig ini dan memiliki keterampilan yang sangat divisualisasikan sebagai penjaga hutan tinggi.
Kemampuan adaptifnya di lindung, yang muncul dalam karnaval di lingkungan hutan, menjadikan pahuma berbagai acara besar, termasuk upacara lebih memahami lingkungan hutan nyangku dan HUT kemerdekaan RI.
daripada masyarakat lain. Pahuma Bebegig Sukamantri merupakan memiliki kecerdasan dalam memaknai simbol
Pada lingkungan, cuaca dan musim, mampu kepercayaan buhun masyarakat Kecamatan bertahan terhadap serangan hewan buas Sukamantri (Panjalu Utara) bahwa bebegig dan menjadi dukun tani. ini merupakan simbol atau visualisasi
pelestarian
hutan.
Inilah tampilan bebegig Sukamantri denawa penjaga hutan. Dalam buku yang menjadi ikon penjaga hutan di Sanghyang Siksa Kanda ing Karesian , kawasan Panjalu Jawa Barat: denawa diartikan sebagai jenis dewa atau siluman yang berada di kawasan hutan, yang menjadi tanggungjawab wong tani (pahuma; gatra rama) dalam mengelola lingkungan untuk menghasilkan makanan dan minuman.
Denawa digambarkan memiliki wajah yang menyeramkan, sebagai bentuk visualisasi yang berbeda dengan wajah dewa-dewi atau batara-betari yang pada umumnya berwarna tampan atau cantik jelita. Seperti digambarkan dalam Wayang Golek Sunda, batara dan betari selain berwajah tampan atau cantik juga berhati baik, tetapi ada kalanya wajah rupawan
berubah menjadi buruk rupa dan jahat. Sebaliknya, denawa yang buruk rupa
Gambar 7. Contoh Bebegig Sukamantri sering digambarkan sebagai sosok jahat,
sumber: koleksi penulis yang bisa berubah menjadi sosok yang
500 Patanjala Vol. 10 No. 3 September 2018: 487- 506 Klaster huma di Dusun Karang Sari geografis, sehingga sangat mengherankan,
merupakan jenis huma yang fleksibel, mengapa ada huma di wilayah persawahan yaitu dapat berubah menjadi sawah yang subur dan air berlimpah. maupun kebun. Huma di dusun ini tidak
interview dengan pernah menjadi reuma. Menurut sesepuh pemuka desa, huma di Dusun Karang Sari dusun, di masa lalu huma di kawasan merupakan jenis kluster huma yang tidak Panjalu terletak di atas bukit dan di dalam terkait dengan situasi dan kondisi hutan, namun sedikit demi sedikit geografis. Hal itu terjadi karena banyak jumlahnya menyusut drastis, akibat petani sawah yang merindukan padi huma berkembangnya sistem sawah yang lebih yang bulirnya lebih besar dan lezat. Jika produktif. Secara geografis, wilayah ini terjadi musim kemarau yang panjang dan sangat sesuai untuk lahan sawah daripada sumber air menyusut, klaster huma mampu huma, karena wilayah terluas merupakan menjadi solusi terbaik, sehingga petani kawasan tanah datar yang tersuplai air tidak sangat rugi akibat gagal panen di pegunungan secara alamiah.
Berdasarkan
pesawahan. Tanaman padi huma yang Proses ngahuma di Dusun Karang ditanam di pekarangan rumah masyarakat Sari terdiri dari empat tahap, yaitu:
Dusun Karang Sari, memperlihatkan
1. Tahap pengolahan tanah, terdiri dari nuansa yang berbeda tentang tampilan empat proses :
huma yang biasanya berada di tempat
a. mangkas atau ngored atau ngarit terpencil yang jauh dari pemukiman. yaitu membersihkan lahan dari
Dalam masyarakat Sunda, istilah semak sesuai dengan alat yang pajauh huma atau humanya berjauhan, dipakai. Mangkas mempergunakan masih membekas dan mendalam sebagai parang pangkas, ngored pakai bentuk peringatan kepada sanak saudara kored , ngarit pakai arit.
yang bertengkar atau berselisih paham
b. ngadurukan atau pembakaran yang berkepanjangan. Memiliki huma semak
hasil yang berjauhan padahal bersaudara, mangkas/ngored/ngarit .
dan
rumput
merupakan hal yang ditakuti atau
proses dihindari, bahkan menjadi kata negatif penggemburan
c. ngeprek
atau
dengan yang bermakna kutukan. “ulah pasea wae cangkul di permukaan tanah,
tanah
bisi pajauh huma” merupakan kalimat
d. ngagaritan atau memetakan tanah, umum yang sering diucapkan orang tua
2. Tahap penanaman, dilakukan dengan kepada anak-anaknya. ngaseuk atau membuat lubang untuk
Huma di Dusun Karang Sari memasukkan benih padi.
merupakan visualisasi dari upaya untuk
3. Tahap pemeliharaan tanaman: ngored meningkatkan persaudaraan, perdamaian membersihkan rumput dengan kored dan kesabaran untuk mencapai kebajikan dan ngarokut atau menggunakan alat keluarga. Huma yang dibuat di pekarangan bernama rokut (berasal dari ngagaro rumah, memberikan gambaran pula bahwa jukut atau menggaruk rumput).
nilai-nilai kehidupan di huma dapat Tahap panen atau pengumpulan hasil diambil hikmahnya untuk dilestarikan tanam, dengan mempergunakan ketam dan dalam kehidupan di pedesaan. arit . Sekam dan jerami padi paska panen
Sebagai makhluk sosial, orang dijadikan pakan ternak.
Sunda dapat mengembangkan berbagai Huma di Dusun Karang Sari Desa bentuk agroekosistem seperti berladang, Cibeureum
Kecamatan Sukamantri bercocok tanam, membuat pekarangan dan Kabupaten Ciamis, merupakan contoh berkebun sayuran. (Johan Iskandar, 2015) huma yang berada di kawasan dataran
Kemampuan petani di kawasan desa rendah atau kawasan persawahan. Situasi hutan masa kini, merupakan kemampuan huma ini tidak terkait dengan kondisi dan keterampilan yang diwariskan secara
Komparasi Patikrama..... (Edi Setiadi P., Mohammad Djalu D., Mohamad Arif W.) 501 turun temurun dari leluhurnya yang Hal ini terlihat dari tiadanya upacara ritual
bekerja sebagai pahuma. Pencak silat yang yang terkait dengan proses ngahuma. dilestarikan di Desa Cibeureum juga
Selain karena faktor Agama Islam merupakan warisan dari kemampuan yang melarang penganutnya untuk kembali pahuma melawan harimau maupun memahami