BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Evaluasi Program Muatan Lokal Bahasa Jawa Di SDN Kalisegoro Kecamatan Gunungpati

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Kebijakan Kurikulum Muatan lokal Bahasa
Jawa

2.1.1 Kurikulum Muatan lokal Bahasa Jawa
Muatan
kurikuler

Lokal

untuk

merupakan

mengembangkan

kegiatan
kompetensi


yang disesuaikan dengan ciri khas dan potensi
daerah,

termasuk

keunggulan

daerah,

yang

materinya tidak dapat dikelompokkan ke dalam
mata pelajaran yang ada. Kurikulum Muatan
lokal

Bahasa Jawa ditetapkan oleh Gubernur

Jawa Tengah pada tanggal 27 Januari 2010 di
Semarang


(Kurikulum

Muatan

lokal

Bahasa

Jawa, 2010;). Hal ini ditindaklanjuti oleh Kepala
Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Tengah dengan
menyusun

Kurikulum

Pelajaran

Bahasa

Muatan


Jawa

lokal

sebagai

Mata

pedoman

penyelengaraan kegiatan pembelajaran Bahasa
Jawa

yang

mencakup

lingkup


materi

dan

kompetensi minimal untuk mencapai kompetensi
lulusan

minimal

pada

SD/SDLB/MI

dan

SMP/SMPLB/MTs Negeri dan Swasta di Jawa
Tengah. Substansi mata pelajaran Muatan lokal
ditentukan

oleh


satuan

pendidikan,

tidak
7

terbatas

pada

mata

pelajaran

Muatan lokal termasuk

keterampilan,


bagian dari struktur

kurikulum yang terdapat pada Standar Isi di
dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan.
Keberadaan

mata

pelajaran

Muatan

lokal

merupakan bentuk penyelenggaraan pendidikan
yang

tidak

terpusat,


sebagai

upaya

agar

penyelenggaraan pendidikan di masing-masing
daerah lebih meningkat relevansinya terhadap
keadaan

dan

kebutuhan

bersangkutan.
Muatan

lokal


daerah

.(Kurikulum
(Bahasa

Mata

Jawa)

yang

Pelajaran

untuk

jenjang

pendidikan SD/SDLB/MI dan SMP/SMPLB/Mts
Negeri dan Swasta Provinsi Jawa Tengah, 2010).
Hal ini sejalan dengan upaya peningkatan

mutu pendidikan nasional sehingga keberadaan
kurikulum

Muatan

lokal

Bahasa

Jawa

mendukung dan melengkapi kurikulum nasional
(UU Sisdiknas , 2003). Tujuan umum Muatan
lokal Bahasa Jawa adalah sebagai acuan bagi
satuan pendidikan sekolah dalam pengembangan
mulok yang akan dilaksanakan pada tingkat
satuan

pendidikan


yang

bersangkutan,

sedangkan tujuan khusus adalah : memberikan
bekal pengetahuan, keterampilan dan perilaku
kepada
wawasan

peserta
yang

didik

agar

mantap

mereka
tentang


memiliki
keadaan
8

lingkungan dan kebutuhan masyarakat sesuai
dengan

nilai-nilai/aturan

daerahnya

dan

pembangunan

yang

berlaku

mendukung

daerah

serta

di

kelangsungan
pembangunan

nasional. Lebih jelas lagi terutama agar peserta
didik dapat: (1) mengenal dan menjadi lebih
akrab

dengan

budayanya,

lingkungan
(2)

alam,

memiliki

sosial,

dan

pengetahuan,

kemampuan dan keterampilan serta pengetahuan
mengenai daerahnya yang berguna bagi dirinya
maupun lingkungan masyarakat pada umumnya
sebagai bekal siswa, (3) memiliki sikap dan
perilaku yang selaras dengan nilai-nilai/aturanaturan

yang

melestarikan

berlaku
dan

di

daerahnya,

mengembangkan

serta

nilai-nilai

luhur budaya setempat dalam rangka menunjang
pembangunan nasional (Dakir, 2004,Iim, 2007,
Muhaimin, 2007).
Lingkup Keadaan dan Kebutuhan Daerah.
Keadaan daerah adalah segala sesuatu yang
terdapat di daerah tertentu yang pada dasarnya
berkaitan dengan lingkungan alam, lingkungan
sosial ekonomi, dan lingkungan sosial budaya.
Kebutuhan daerah adalah segala sesuatu yang
diperlukan oleh masyarakat di suatu daerah,
khususnya
peningkatan

untuk
taraf

kelangsungan
kehidupan

hidup

dan

masyarakat
9

tersebut,

yang

disesuaikan

dengan

arah

perkembangan daerah serta potensi daerah yang
bersangkutan.
Lingkup Isi/Jenis Muatan lokal. Dapat
berupa:

bahasa

daerah,

bahasa Inggris,

kesenian daerah, keterampilan dan kerajinan
daerah, adat istiadat, dan pengetahuan tentang
berbagai ciri khas lingkungan alam sekitar, serta
hal-hal yang dianggap perlu oleh daerah yang
bersangkutan.
penetapan

Untuk

pengembangan

dan

mata pelajaran disesuaikan dengan

kondisi Sekolah Saat Ini, seperti : (1) analisis
Muatan lokal yang ada di sekolah, apakah masih
layak

dan

relevan

Mulok

diterapkan

di

sekolah?(2) bila muatan lokal yang diterapkan di
sekolah tersebut masih layak digunakan maka
kegiatan berikutnya adalah merubah Muatan
lokal tersebut ke dalam Standar Kompetensi dan
Kompetensi Dasar; (3) bila Muatan lokal

yang

ada tidak layak lagi untuk diterapkan, maka
sekolah bisa menggunakan Mulok dari sekolah
lain

atau

tetap

menggunakan

Mulok

yang

ditawarkan oleh Dinas atau mengembangkan
mulok yang lebih sesuai.

Pengembangan dan

Penetapan Standar kompetensi dan Kompetensi
dasar yakni: 1) mengidentifikasi keadaan dan
kebutuhan daerah 2) menentukan fungsi dan
10

susunan

atau

komposisi

Muatan

lokal

3)

mengidentifikasi bahan kajian Muatan lokal; 4)
menentukan Mata Pelajaran Muatan lokal; 5)
mengembangkan

Standart

kompetensi

dan

Kompetensi dasar berserta silabusnya dan RPPnya;

6)

Pelaksanaan

mengembangkan

Sekolah

Standar

yang

mampu

Kompetensi

dan

Kompetensi Dasar beserta silabus dan RPP-nya
dapat melaksanakan Mulok.
Bila belum mampu
berdasarkan

melaksanakan Mulok

kegiatan-kegiatan

yang

direncanakan oleh sekolah, maka dapat meminta
bantuan kepada sekolah lain yang masih dalam
satu daerah. Bila beberapa sekolah dalam satu
daerah belum mampu mengembangkan SK dan
KD

Mulok,

dapat

Pengembang

meminta

Kurikulum

bantuan

(TPK)

di

Tim

daerah

setempat, atau meminta bantuan dari LPMP di
propinsi.

Pihak

Pengembangan
Perguruan
Depdiknas,

yang

Muatan

tinggi,

terlibat
lokal

TPK,

Instansi/lembaga
misalnya:

dalam
LPMP,
di

luar

pemerintah

Daerah/Bapeda, Dinas Departemen lain terkait,
dunia usaha/industri, dan tokoh masyarakat.
Rambu-Rambu Bahan kajian disesuaikan dengan
tingkat

perkembangan

peserta

didik

11

(pengetahuan dan cara berpikir, emosional, dan
sosial).
2.1.2 Pembelajaran Bahasa Jawa di SD

Bahasa Jawa adalah suatu bahasa daerah
yang

merupakan

nasional

bagian

Indonesia,

dari

yang

kebudayaan

hidup

dan

tetap

dipergunakan dalam masyarakat bahasa yang
bersangkutan.

Bahasa

Jawa

yang

terus

berkembang maka diperlukan penyesuaian ejaan
huruf Jawa. Bahasa Jawa merupakan salah satu
bahasa

daerah

sehingga

perlu

dilestarikan

supaya tidak hilang keberadaannya. Kurikulum
Bahasa

Jawa

(2010:

1)

pelestarian

dan

pengembangan Bahasa Jawa didasarkan pada
beberapa hal sebagai berikut:
1) Bahasa

Jawa

sebagai

alat

komunikasi

sebagian besar penduduk Jawa; 2) Bahasa
Jawa

memperkokoh

jati

diri

dan

kepribadian orang dewasa; 3) Bahasa Jawa,
termasuk didalamnya sastra dan budaya
Jawa,

mendukung

kekayaan

khasanah

budaya bangsa; 4) Bahasa, Sastra dan
budaya Jawa merupakan warisan budaya
adiluhung, dan 5) bahasa, Sastra, dan
budaya

Jawa

dikembangkan

untuk

mendukung life skill.
12

Fungsi Bahasa Jawa yang tadinya lebih
luas meliputi sampai pada bahasa resmi di
kalangan pemerintahan dan ilmu pengetahuan di
sekolah

sekarang

menjadi

lebih

singkat.

Sabdwara (Supartinah, 2010: 24) fungsi Bahasa
Jawa antara lain:
a. Bahasa

Jawa

adalah

bahasa

budaya

di

samping berfungsi komunikatif juga berperan
sebagai sarana perwujudan sikap budaya yang
sarat dengan nilai-nilai luhur.
b. Sopan

santun

berbahasa

Jawa

berarti

mengetahui akan batas-batas sopan santun,
mengetahui cara menggunakan adat yang baik
dan mempunyai rasa tanggungjawab untuk
perbaikan hidup bersama.
c. Agar mencapai kesopanan yang dapat menjadi
hiasan diri pribadi seseorang, maka syarat
yang

harus

ditempuh

adalah

sebagai

berikut:1) Pandai menenggangkan perasaan
orang

lain

di

dalam

pergaulan,

2)pandai

menghormati kawan maupun lawan, dan 3)
pandai menjaga tutur kata, tidak kasar, dan
tidak menyakiti hati orang lain

Pembelajaran

Bahasa

Jawa

di

sekolah

dasar meliputi , menyimak, berbicara, membaca
13

dan menulis. Menyimak pada hakikatnya sama
dengan kegiatan membaca hanya saja pada
menyimak merupakan pemahaman teks lisan.
Kegiatan berbicara diarahkan pada kemampuan
mengungkapkan gagasan, pendapat, pesan dan
perasaan
Bahasa

secara
Jawa.

lisan

dengan

Membaca

menggunakan

diarahkan

pada

kemampuan memahami isi bacaan, makna suatu
bacaan ditentukan oleh situasi dan konteks
dalam

bacaan.

untuk

Kegiatan

menulis

mengembangkan

diarahkan
kemampuan

mengungkapkan gagasan, pendapat, pesan dan
perasaan secara tertulis. Program pengajaran
Muatan

lokal

Bahasa

Jawa,

lingkup

mata

pelajaran Bahasa Jawa meliputi penguasaan
kebahasaan,

kemampuan

mengapresiasi
menggunakan

sastra

memahami

dan

Bahasa Jawa.

kemampuan
Bahasa Jawa

mempunyai tiga ragam bahasa yaitu basa ngoko,
basa madya, dan basa krama.

2.2

Evaluasi Program
2.2.1 Pengertian Evaluasi Program
Menurut

Suharsimi

Arikunto

(2004: 1)

evaluasi berasal dari kata evaluation (bahasa
Inggris) bila diterjemahkan ke dalam bahasa
Indonesia yang berarti “Evaluasi” atau penilaian,
14

yang

artinya

kegiatan

yang

membandingkan

sesuatu hal dengan satuan ukuran tertentu.
Sedangkan

menurut

Arma

Abdullah

dalam

Tayibnapis (2008: 5) evaluasi adalah proses
pemberian makna bagi satu pengukuran dengan
mempertimbangkan

pada

standart

tertentu,

artinya ketika kita mengukur suatu proses maka
kita

akan

mengacu

pada

standart

tertentu

menurut kaidah-kaidah yang berlaku.
Menurut Stake dalam Tayibnapis (2008: 6)
evaluasi

program

adalah

suatu

rangkaian

kegiatan yang dilakukan dengan sengaja untuk
melihat

tingkat

keberhasilan

program.

Ada

beberapa pengertian tentang program sendiri.
Evaluasi

program

adalah

kegiatan

untuk

mengetahui seberapa tinggi tingkat keberhasilan
dari

kegiatan

yang

direncanakan

(Arikunto,

2005;5).
Tayibnapis (2008: 21) memandang bahwa
evaluasi

program

adalah

kegiatan

untuk

merespon suatu program yang telah, sedang, dan
akan dilaksanakan. Stake mengemukakan bahwa
evaluasi

program

langsung

pada

pendidikan

kegiatan

dalam

berorientasi
pelaksanaan

program dan evaluasi dilakukan untuk merespon
pihak-pihak

yang

membutuhkan

informasi

mengenai program tersebut, Stake menekankan
adanya dasar kegiatan dalam evaluasi yaitu
deskriptions, dan judgement dan membedakan
adanya tiga tahap dalam program pendidikan
atendent

(context),

transactions

(process)

dan
15

outcomes (output). Menurut Fitzpatrick, Sanders
dan

Worthen,

(2004)

peran

utama

evaluasi

program adalah untuk menjawab pertanyaanpertanyaan seperti; Apakah program tersebut
berjalan baik? Manfaat apa yang bisa diperoleh
dari suatu program? Apakah program berjalan
efektif? Bagian program mana yang pengaruhnya
lebih besar? ;Penyesuaian apa yang harus dibuat
agar program bisa berjalan lebih efektif?
Jadi Evaluasi program adalah suatu unit
atau

kesatuan

kegiatan

yang

bertujuan

mengumpulkan informasi tentang realisasi atau
implementasi dari suatu kebijakan, berlangsung
dalam

proses

yang

berkesinambungan,

dan

terjadi dalam suatu organisasi yang melibatkan
sekelompok orang guna pengambilan keputusan.
Evaluasi program bertujuan untuk mengetahui
pencapaian

tujuan

program

yang

telah

dilaksanakan.
2.2.2 Tujuan Evaluasi Program
Menurut
evaluasi
untuk:

Mulyatiningsih (2011: 114-115),

program

dilakukan

1)Menunjukkan

dengan

sumbangan

tujuan
program

terhadap pencapaian tujuan organisasi. Hasil
evaluasi

ini

penting

untuk

mengembangkan

program yang sama ditempat lain; 2)Mengambil
keputusan

tentang

keberlanjutan

sebuah

16

program,

apakah

program

perlu

diteruskan,

diperbaiki atau dihentikan.
Dilihat
mengetahui

dari

tujuannya,

kondisi

sesuatu,

yaitu
maka

ingin
evaluasi

program dapat dikatakan merupakan salah satu
bentuk penelitian evaluatif. Oleh karena itu,
dalam evaluasi program, pelaksana berfikir dan
menentukan langkah bagaimana melaksanakan
penelitian. Menurut Arikunto dan Jabar (2009: 7),
terdapat

perbedaan

yang

mencolok

antara

penelitian dan evaluasi program adalah sebagai
berikut:
1) Dalam kegiatan penelitian, peneliti ingin
mengetahui
kemudian
sedangkan

gambaran

tentang

hasilnya
dalam

sesuatu

dideskripsikan,
evaluasi

program

pelaksana ingin mengetahui seberapa tinggi
mutu atau kondisi sesuatu sebagai hasil
pelaksanaan program, setelah data yang
terkumpul dibandingkan dengan citra atau
standar tertentu.
2) Dalam kegiatan penelitian, peneliti dituntut
oleh

rumusan

masalah

karena

ingin

mengetahui jawaban dari penelitiannya,
sedangkan
pelaksana

dalam
ingin

evaluasi
mengetahui

program
tingkat

ketercapaian tujuan pgogram, dan apabila
17

tujuan

belum

tercapai

sebagaimana

ditentukan, pelaksana ingin mengetahui
letak kekurangan itu dan apa sebabnya.

2.2.3 Manfaat Evaluasi Program
Evaluasi
supervisi.

sama artinya dengan kegiatan

Kegiatan

evaluasi/supervisi

yaitu

untuk mengambil keputusan atau melakukan
tindak

lanjut

dilaksanakan.

dari

program

Menurut

yang

telah

dan

Jabar

Arikunto

(2009: 22),manfaat dari evaluasi program dapat
berupa penghentian program, merevisi program,
melanjutkan

program,

dan

menyebarluaskan

program.
Menurut
manfaat

dari

Mulyatiningsih
evaluasi

(2011:

program,

117),

yaitu

1)

Menghentikan program, karena dipandang bahwa
program tersebut tidak ada

manfaatnya,atau

tidak dapat terlaksana sebagaimana diharapkan,
2) Merevisi program, karena ada bagian-bagian
yang kurang sesuai dengan harapan (terdapat
kesalahan tapi hanya sedikit), 3) Melanjutkan
program,karena
menunjukkan

pelaksanaan
bahwa

segala

sesuatu

program
sudah

sesuai dengan harapan dan memberikan hasil
yang bermanfaat, 4) Menyebar luaskan program
(melaksanakan progran di tempat-tempat lain
18

atau

mengulangi

lagi

program

dilain

waktu),karena program tersebut berhasil dengan
baik maka sangat baik jika dilaksanakan lagi di
tempat dan waktu yang lain. Jadi manfaat
evaluasi

program

adalah

tindakan-tindakan

seperti penghentian program, merevisi program,
melanjutkan

program,

dan

menyebarluaskan

program.

2.3

Model-Model Evaluasi Program

2.3.1 Pengertian Model-Model Evaluasi Program
Model-model evaluasi yang satu dengan
yang lainnya memang tampak bervariasi, akan
tetapi

maksud

melakukan

dan

tujuannya

sama

yaitu

kegiatan pengumpulan data atau

informasi yang berkenaan dengan objek yang
dievaluasi.

Selanjutnya

informasi

yang

terkumpul dapat diberikan kepada pengambil
keputusan

agar

dapat

menentukan

tindak

lanjut

dengan
tentang

tepat
program

yang sudah dievaluasi.
Menurut
dikutip

oleh

Safruddin

Kaufman
Suharsimi

Abdul

dan

Thomas

Arikunto

Jabar

yang

dan

(2009:

Cepi

40

),

membedakan model evaluasi menjadi delapan,
yaitu:

1)

Goal

Oriented

Evaluation

Model,

dikembangkan oleh Tyler; 2) Goal Free Evaluation
19

dan 3) Formatif Summatif Evaluation Model,
dikembangkan

oleh

Countenance

Evaluation

Michael

Scriven;

Model,

dan

4)

;

5)

Responsive Evaluation Model, dikembangkan oleh
Stake;

6)

CSE-UCLA

Evaluation

Model,

menekankan pada “kapan” evaluasi dilakukan,
dikembangkan oleh Alkin; 7) CIPP Evaluation
Model, dikembangkan oleh Stufflebeam; dan 8)
Discrepancy Model, dikembangkan oleh Provus.

2.3.2 Goal Oriented Evaluation Model
Model ini merupakan model yang muncul
paling awal. Yang menjadi objek pengamatan
pada model ini adalah tujuan dari program yang
sudah ditetapkan jauh sebelum program dimulai.
Evaluasi dilakukan secara berkesinambungan,
terus-menerus,
tersebut

mencek

sudah

sejauh

terlaksana

mana

tujuan

didalam

proses

pelaksanaan program Model ini dikembangkan
oleh Tyler ( Arikunto, Suharsimi, 2004 :25)
Secara

umum

model

evaluasi

ini

memberikan penekanan terhadap produktivitas
dan akuntability dalam suatu aktifitas. Model ini
juga

sering

dipergunakan

untuk

mengukur

pencapaian dan kemajuan peserta didik. Model
ini menepikan dimensi proses dalam pelaksanaan
evaluasi.

Model

ini

sering

mengutarakan
20

pertanyaan seperti apakah peserta didik dapat
mencapai suatu sasaran dengan baik?, apakah
para

dosen

dengan

dapat

baik.

pencapaian,

menjalankan

Untuk

Tyler,

pekerjaanya

membentuk

menggariskan

ujian

beberapa

prosedur yang perlu diikuti, yaitu:
1) Mengenal pasti sasaran program yang
hendak dijalankan.
2) Menguraikan setiap tujuan dalam bentuk
tingkah laku dan isi kandungan.
3) Mengenal pasti situasi dimana tujuan yang
hendak digunakan.
4) Menentukan arah untuk mewakili situasi
5) Menentukan

arah

untuk

mendapatkan

hasil.

Tyler ( Arikunto, Suharsimi, 2004 :27)
mendefinisikan evaluasi sebagai perbandingan
antara hasil yang dikehendaki dengan hasil yang
sebenarnya. Pendekatan Tyler memberikan dasar
pada pengukuran tingkah laku dalam suatu
tujuan yang dibentuk dan mendasarkan kepada
hasil pembelajaran dari input pengajaran. Tyler
telah

membuat

beberapa

perubahan

dalam

konsepnya mengenai penilaian. Perubahan ini
dikembangkan dalam definisi penilaiannya awal
yaitu

penilaian

dalam

program

yang

dibuat
21

dengan membandingkan konsep program dengan
dasar

yang

relevan

untuk

memantapkan

perencanaan program. Termasuk didalamnya: 1)
Penilaian di tingkat implementasi, 2) Penilaian
dalam

monitoring

yang

berkelanjutan

dalam

suatu program.
Menurut Tyler (dalam Azizi, 2008), penilai
harus menilai tingkah laku peserta didik, pada
perubahan tingkah laku yang dikehendaki dalam
pendidikan. Selain itu evaluasi mesti dibuat pada
akhir program.

Dalam model ini, langkah

pertama adalah mengenali tujuan suatu program.
Setelah tujuan program diketahui, indikatorindikator pencapaian tujuan dan alat pengukuran
diketahui pasti. Hasil kajian akan dibandingkan
dengan tujuan program dan keputusan dibuat
level pencapaian yang diperoleh. Menurut Tyler,
apabila

tujuan

program

tidak

tercapai

sepenuhnya, ini membawa implikasi sama bahwa
program pembelajaran lemah atau juga bahwa
tujuan yang dipilih tidak sesuai.

2.3.3 Goal Free Evaluation Model
Model evaluasi yang dikembangkan oleh
Michael Scriven ini dapat dikatakan berlawanan
dengan model pertama yang dikembangkan Tyler
evaluator terus-menerus memantau tujuan, yaitu
22

sejak awal proses terus melihat sejauh mana
tujuan tersebut sudah tercapai, dalam model goal
free evaluation (evaluasi lepas dari tujuan) justru
menoleh dari tujuan (Arikunto, Suharsimi, 2004
:29).

Yang perlu diperhatikan dalam program

tersebut adalah bagaimana kerjanya program,
dengan

jalan

mengidentifikasi

penampilan-

penampilan yang terjadi baik hal positif (hal yang
diharapkan) maupun hal negatif (memang tidak
diharapkan).
Alasan

mengapa

tujuan

program

tidak

perlu diperhatikan karena ada kemungkinan
evaluator terlalu rinci mengamati tiap-tiap tujuan
khusus.

Jika

masing-masing

tujuan

khusus

tercapai, artinya terpenuhi dalam penampilan,
tetapi

evaluator

mana

lupa

masing-masing

mendukung

memperhatikan
penampilan

penampilan

sejauh
tersebut

terakhir

yang

diharapkan oleh tujuan umum maka akibatnya
jumlah penampilan khusus ini tidak banyak
bermanfaat.

Dari uraian ini

dijelaskan bahwa

yang dimaksud dengan “evaluasi

lepas dari

tujuan” dalam model ini bukannya lepas sama
sekali dari tujuan tetapi hanya lepas dari tujuan
khusus.

Model ini hanya mempertimbangkan

tujuan umum yang akan dicapai oleh program,
bukan secara rinci perkomponen.
23

2.3.4 Formatif Summatif Evaluation Model
Selain model "evaluasi lepas dari tujuan",
Michael Scriven juga mengembangan model lain,
yaitu model formatif-sumatif. Model ini menunjuk
adanya

tahapan

dan

lingkup

objek

yang

dievaluasi, yaitu evaluasi yang dilakukan pada
waktu program masih berjalan (disebut evaluasi
formatif) dan ketika program sudah selesai atau
berakhir (disebut evaluasi sumatif (Arikunto,
Suharsimi, 2004 :31).

Berbeda dengan model

yang pertama dikembangkan, model yang kedua
ini ketika melaksanakan evaluasi, evaluator tidak
dapat

melepaskan

diri

dari

tujuan.

Tujuan

evaluasi formatif memang berbeda dengan tujuan
evaluasi

sumatif.

Sehingga

model

yang

dikemukakan oleh Michael Scriven ini menunjuk
tentang

"apa,

tersebut

dan

tujuan"

dilaksanakan.

pendidikan,
mempunyai
mengenal

kapan,

termasuk
tugas

dengan

Para

evaluator

guru-guru

evaluasi,
baik

evaluasi

apa

tentu
yang

yang
sudah

dimaksud

dengan evaluasi formatif dan sumatif. Hampir
setiap bulan guru-guru melaksanakan evaluasi
formatif dalam bentuk ulangan harian. Evaluasi
tersebut dilaksanakan untuk mengetahui sampai
seberapa

tinggi

tingkat

keberhasilan

atau

ketercapaian tujuan untuk masing-masing pokok
24

bahasan.

Oleh karena luas atau sempitnya

materi yang tercakup di dalam pokok bahasan
setiap mata pelajaran tidak sama maka tidak
dapat ditentukan dengan pasti kapan evaluasi
formatif dilaksanakan dan berapa kali untuk
masing-masing mata pelajaran.
Evaluasi formatif secara prinsip merupakan
evaluasi yang dilaksanakan ketika program masih
berlangsung atau ketika program masih dekat
dengan permulaan kegiatan. Tujuan evaluasi
formatif tersebut adalah mengetahui sejauh mana
program

yang

dirancang

dapat

berlangsung,

sekaligus mengidentifikasi hambatan.
diketahuinya

hambatan

dan

Dengan

hal-hal

yang

menyebabkan program tidak lancar, pengambil
keputusan

secara

perbaikan

yang

dini

dapat

mengadakan

mendukung

kelancaran

pencapaian tujuan program.
Evaluasi

sumatif

dilakukan

setelah

program berakhir. Tujuan dari evaluasi sumatif
adalah untuk mengukur ketercapaian program.
Fungsi evaluasi sumatif dalam evaluasi program
pembelajaran
untuk

dimaksudkan

mengetahui

posisi

sebagai

sarana

atau

kedudukan

individu di dalam kelompoknya.

Mengingat

bahwa objek sasaran dan waktu pelaksanaan
berbeda antara evaluasi formatif dan sumatif
25

maka lingkup sasaran yang

dievaluasi juga

berbeda.

2.3.5 Countenance Evaluation Model
Model

ini

dikembangkan

oleh

Stake.

Menurut ulasan tambahan yang diberikan oleh
Fernandes (1984, dalam Arikunto 2004:33, model
Stake menekankan pada adanya pelaksanaan
dua hal pokok, yaitu (1) deskripsi (description)
dan

(2)

pertimbangan

(judgments),

serta

membedakan adanya tiga tahap dalam evaluasi
program,

yaitu

(1)

anteseden

(antecedents/context),

(2)

transaksi

(trarisaction/process), dan (3) keluaran (output outcomes).
Tiga hal yang dituliskan di antara dua
diagram,

menunjukkan

objek

atau

sasaran

evaluasi. Dalam setiap program yang dievaluasi,
evaluator harus mampu mengidentifikasi tiga hal,
yaitu

(1)

anteseden

yang

diartikan

sebagai

konteks, (2) transaksi yang diartikan sebagai
proses, dan (3) outcome yang diartikan sebagai
hasil.

Selanjutnya

digambarkan
pertimbangan,

kedua

sebagai
menunjukkan

matriks
deskripsi

yang
dan

langkah-langkah

yang terjadi selama proses evaluasi.

26

Matriks pertama, yaitu deskripsi berkaitan
dengan

dua

hal

yang

menunjukkan

posisi

sesuatu (yang menjadi sasaran evaluasi), yaitu
apa

maksud

tujuan

yang

diharapkan

oleh

program, dan pengamatan akibat, atau apa yang
sesungguhnya terjadi atau apa yang betul-betul
terjadi. Selanjutnya evaluator mengikuti matriks
kedua,

yang

pertimbangan,

menunjukkan

yang

dalam

langkah

langkah
tersebut

mengacu pada standar.
Menurut Stake, ketika evaluator tengah
mempertimbangkan program pendidikan, mereka
mau

tidak

mau

harus

melakukan

dua

perbandingan, yaitu (1) membandingkan kondisi
hasil evaluasi program tertentu dengan yang
terjadi di program lain, dengan objek sasaran
yang sama; (2) membandingkan kondisi hasil
pelaksanaan program dengan standar program
yang bersangkutan, didasarkan pada tujuan yang
akan dicapai.
Analisis proses evaluasi yang dikemukakan
Stake (1967, dalam Tayibnapis, 2000) membawa
dampak yang cukup besar dalam bidang ini dan
meletakkan dasar sederhana namun merupakan
konsep yang cukup kuat untuk perkembangan
yang lebih jauh dalam bidang evaluasi.

27

Penekanan yang umum atau hal yang
penting dalam model ini ialah bahwa evaluator
yang membuat penilaian tentang program yang
dievaluasi. Stake mengatakan bahwa description
di satu pihak berbeda dengan judgement atau
menilai.

Dalam

model

ini,

antecedents

(masukan), transaction (proses), dan outcomes
(hasil) data dibandingkan tidak hanya untuk
menentukan

apakah

ada

perbedaan

tujuan

dengan keadaan yang sebenarnya, tetapi juga
dibandingkan
untuk

dengan

menilai

standar

manfaat

yang

absolut,

program.

Stake

mengatakan bahwa tak ada penelitian dapat
diandalkan apabila tidak dinilai.

2.3.6 Responsive Evaluation Model
Dalam

model

mendefinisikan
pengamatan
Stake

evaluasi

evaluasi
sebagai

dibandingkan

(1967

dalam

ini
suatu

dengan

Azizi,

Stake
nilai

keahlian.

2008),

telah

menggariskan beberapa ciri pendekatan model
evaluasi responsif, yaitu:
1) Lebih ke arah aktivitas program (proses)
daripada tujuan program.
2) Mempunyai
kalangan

hubungan
untuk

dengan

mendapatkan

banyak
hasil

evaluasi.
28

3) Perbedaan nilai perspektif dari banyak
individu menjadi ukuran dalam melaporkan
kegagalan dan keberhasilan suatu program.
Pendekatan

ini

adalah

sistem

yang

mengorbankan beberapa fakta dalam evaluasi
dengan

harapan

dapat

meningkatkan

penggunaan hasil evaluasi kepada individu atau
program itu sendiri. Kebanyakan evaluator lebih
menekankan pada kenyataan, penggunaan ujian
obyektif,

menentukan

laporan

penyelidikan.

standar

program

Evaluasi

ini

dan

kurang

memberikan pengaruh dalam komunikasi formal
dibandingkan dengan komunikasi biasa.
Model ini berdasarkan pada apa yang biasa
individu lakukan untuk menilai suatu perkara.
Mereka akan memperhatikan dan kemudian akan
bertindak. Untuk melaksanakan evaluasi ini,
evaluator dipaksa bekerja lebih keras untuk
memastikan individu yang dipilih memahami apa
yang

perlu

dilakukan.

Evaluator

juga

perlu

membuat prosedur yang baku dan mencari serta
mengatur tim untuk memperhatikan pelaksanaan
program tersebut. Dengan bantuan tim, evaluator
akan

menyediakan

catatan,

deskripsi,

hasil

tujuan serta membuat grafik. Evaluator juga
menilai

kualitas

dan

record

orang

yang

membantu evaluasi.
29

2.3.7 CSE-UCLA Evaluation Model
CSE-UCLA terdiri dari dua singkatan, yaitu
CSE dan UCLA. Yang pertama, yaitu CSE,
merupakan singkatan dari Center for the Study of
Evaluation,

sedangkan

UCLA

merupakan

singkatan dari University of California in Los
Angeles.

Ciri

adanya

lima

evaluasi,

dari

yaitu

model

tahap

yang

CSE-UCLA

adalah

dilakukan

dalam

perencanaan,

pengembangan,

implementasi, hasil, dan dampak. Fernandes
(1984,

dalam

Arikunto

2004)

memberikan

penjelasan tentang model CSE-UCLA menjadi
empat tahap, yaitu (1) needs assessment, (2)
program planning, (3) formatife evaluation, dan
(4) summatife evaluation.

2.3.8 CIPP Evaluation Model
Model yang digunakan dalam penelitian ini
adalah

model

pengambilan

keputusan

yang

dikembangkan oleh Stufflebeam yang dikenal
dengan CIPP Evaluation Model. CIPP merupakan
singkatan

dari

Context,

Input,

Process

and

Product. CIPP evaluation model is designed to
systematically

guide

both

evaluators

and

stakeholders in posing relevant questions and
conducting assessments at the beginning of a
project (context and input evaluation), while it is in
30

progress (input and process evaluation), and at its
end

(product

evaluation).

(Guili

Zhang,2011).

Menururt Endang Mulyatiningsih (2011: 126),
mengemukakan bahwa evaluasi CIPP dikenal
dengan nama evaluasi formatif dengan tujuan
untuk

mengambil

keputusan

dan

perbaikan

program. Komponen evaluasi meliputi:

1) Context
Orientasi

utama

dari

evaluasi

konteks

adalah mengidentifikasi latar belakang perlunya
mengadakan

perubahan

atau

munculnya

program dari beberapa subjek yang terlibat dalam
pengambilan keputusan (Endang Mulyatiningsih,
2011: 127).

2) Input
Evaluasi

input

dilakukan

untuk

mengidentifikasi dan menilai kapabilitas sumber
daya bahan, alat, manusia dan biaya, untuk
melaksanakan

program

yang

telah

dipilih

(Endang Mulyatiningsih, 2011: 129).

3) Process
Evaluasi

proses

bertujuan

untuk

mengidentifikasi atau memprediksi hambatanhambatan dalam pelaksanaan kegiatan atau
31

implementasi
dengan

program.

mencatat

atau

Evaluasi

dilakukan

mendokumentasikan

setiap kejadian dalam pelaksanaan kegiatan,
memonitor

kegiatan-kegiatan

yang

berpotensi

menghambat dan menimbulkan kesulitan yang
tidak diharapkan, menemukan informasi khusus
yang

berada

diluar

rencana;

menilai

dan

menjelaskan proses secara aktual. Selama proses
evaluasi, evaluator dituntut berinteraksi dengan
staf pelaksana program secara terus menerus
(Endang Mulyatiningsih, 2011: 130-131).

4) Product
Tujuan
untuk

utama

mengukur,

memutuskan

hasil

evaluasi

produk

adalah

menginterpretasikan

dan

yang

oleh

telah

dicapai

program, yaitu apakah telah dapat memenuhi
kebutuhan

sesuai

dengan

tujuan

yang

diharapkan atau belum (Endang Mulyatiningsih,
2011: 132).
2.3.9 Discrepancy Model

Provus mendefinisikan evaluasi sebagai alat
untuk membuat pertimbangan (judgement) atas
kekurangan

dan

kelebihan

suatu

objek

berdasarkan diantara standar dan kinerja. Model
32

ini

juga

dianggap

menggunakan

pendekatan

formatif dan berorientasi pada analisis system.
Standar

dapat

pertanyaan

diukur

dengan

bagaimana

menjawab

program

berjalan.

Sementara pencapaiannya adalah lebih kepada
apakah yang sebenarnya terjadi. Evaluator hanya
boleh

membantu

dengan

membentuk

dan

menjelaskan peranan standar dan pencapaian.
Dalam model evaluasi ini, kebanyakan informasi
yang diperoleh berbeda dan dikumpulkan dengan
beberapa cara, yaitu (Azizi, 2008):
1) Merencanakan

bentuk

penilaian,

menentukan kemantapan suatu program.
2) Penilaian
pihak

input,

bertujuan

pengurus

dengan

membantu
memastikan

sumber yang diperlukan mencukupi.
3) Proses

penilaian,

memastikan

aktivitas

yang dirancang berjalan dengan lancar dan
memiliki mutu seperti yang diharapkan.
4) Penilaian

hasil,

judgement

di

tahap

pencapaian suatu hasil yang direncanakan.

2.4 Penelitian Yang Relevan
Ratna

Widowati

2007.Pelaksanaan

Sadi

Kurikulum

Muatan

Putra.
lokal

Bahasa Jawa Bagi Siswa yang Berbahasa Tengger
di

SDN

1

Ngadas

Kec.

Poncokusumo

Kab.
33

Malang.

Hasil penelitian dapat disimpulkan

bahwa pelaksanaan pembelajaran Bahasa Jawa
di SDN 1 Ngadas (1) guru membuat perencanaan
mengajar

harian,

dikarenakan

penerapan

pembelajaran kelas rangkap dimana satu orang
guru mengajar 6 kelas sekaligus. Komponen
perencanaan

meliputi,

(a)

sebagian

guru

membuat perencanaan mengajar harian, (b) guru
kelas selalu merumuskan tujuan pembelajaran
sesuai

dengan

kurikulum,

dan

standar

kompetensi dirinci menjadi kompetensi dasar, (c)
merencanakan

metode

mengajar

berupa

pembelajaran klasikal, ceramah, diskusi, dan
pembelajaran kelompok, (d) merencanakan media
pembelajaran Bahasa Jawa yang berupa buku
teks/text book yaitu Piwulang Basa Jawa Kangge
Kelas 1-6, (e) merencanakan bentuk soal tes yaitu
bentuk soal pilihan ganda jenis asosiasi pilihan
berganda dan melengkapi pilihan, serta bentuk
uraian

jenis

uraian

non

objektif,

(f)

merencanakan waktu pelaksanaan tes, yaitu
evaluasi

formatif

atau

evaluasi

proses

yang

dilaksanakan dalam kurun waktu tertentu, serta
evaluasi sumatif yang dilaksanakan setiap akhir
semester, (g) merencanakan balikan dan bentuk
balikan yang berupa pengulangan/review. (2)
Pelaksanaan pembelajaran Bahasa Jawa antara
34

lain, (a) menggunakan bahasa Indonesia dan
bahasa Tengger sebagai bahasa pengantar dalam
pembelajaran Bahasa Jawa, (b) selalu melakukan
apersepsi dan membuat kaitan antar materi
sebelum memulai kegiatan belajar, (c) bahan
kajian

pembelajaran

Bahasa

Jawa

yaitu

mendengar, berbicara, membaca, menulis, dan
apresiasi karya sastra, (d) siswa sering mengalami
kesulitan belajar Bahasa Jawa dalam hal menulis
huruf Jawa dan membaca wacana Bahasa Jawa,
(e) dan upaya yang dilakukan untuk mengatasi
kesulitan tersebut adalah menanyakan kepada
teman

yang

lebih

menguasai

materi

atau

menanyakan langsung pada guru kelas. (3)
Evaluasi pembelajaran Bahasa Jawa meliputi
evaluasi harian, berbentuk lisan dan tertulis
dalam jangka waktu tertentu.

Evaluasi ini

bertujuan untuk mengetahui tingkat pemahaman
siswa terhadap materi dan sebagai alat untuk
memotivasi siswa yang pada umumnya memiliki
motivasi belajar rendah.
Nanik Siti Hasanah. 2011. Penerapan
Pembelajaran Muatan lokal Bahasa Jawa dalam
Melestarikan Etika Lingkungan Pergaulan Siswa
Sekolah Dasar Negeri Plumbon 01 Kecamatan
Suruh Kabupaten Semarang Tahun Pelajaran
35

2010/2011.
diperoleh

Setelah

dilakukan

kesimpulan

analisis

bahwa

data

perencanaan

pembelajaran yang dibuat guru berupa rencana
harian dan rencana pelaksanaan pembelajaran.
Pelaksanaan

pembelajaran

sesuai

dengan

rencana yang telah dipersiapkan. Selama proses
pembelajaran Bahasa Jawa di kelas rendah (kelas
1,2,dan

3)

tidak

sepenuhnya

menggunakan

Bahasa Jawa, sedangkan di kelas tinggi (kelas 4
dan 5) sepenuhnya menggunakan Bahasa Jawa.
Berkaitan dengan usaha penerapan pembelajaran
Bahasa Jawa, Kepala Sekolah Dasar Plumbon 01
membuat kebijakan “Kamis berbahasa Jawa”
yang berupa surat keputusan. Hasil pengamatan,
siswa

bersikap

sopan

terhadap

guru

yang

ditunjukkan dengan perbuatan dan tutur kata.
Dalam pergaulan antar siswa, digunakan Bahasa
Jawa ngoko atau

ngoko alus. Berdasarkan

temuan-temuan penelitian disarankan kepada
guru, siswa, dan lingkungan pendidikan sebagai
berikut : (1) Guru hendaknya meningkatkan
kompetensi sebagai pendidik yang professional (2)
Pembiasaan

berbahasa

Jawa

bagi

siswa

hendaknya tidak hanya di lingkungan sekolah. (3)
Kepala

UPTD

kecamatan

disarankan

untuk

mengambil kebijakan dalam upaya melestarikan

36

budaya

Jawa

yang

salah

satunya

adalah

berbahasa Jawa.
2.5 Kerangka Berfikir
Sesuai dengan teori CIPP (Contect, Input,
Process,

Product)

dalam

penelitian

program

evaluasi Muatan lokal Bahasa Jawa ini mencari
penjelasan apakah Muatan Lokal Bahasa Jawa ini
masih diperlukan di SDN Kalisegoro, apakah
masih dapat diteruskan atau dihentikan.
Program-program

Muatan Lokal Bahasa

Jawa di SDN Kalisegoro yang berupa Program
Tahunan, Program Semester, Silabus, Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran dan jadwal pelajaran
serta ekstra kurikuler apakah sudah memenuhi
keperluan program tersebut.
Proses pelaksanaan program Muatan Lokal
Bahasa Jawa apakah sudah berjalan sesuai
dengan program yang telah dibuat atau yang
telah

ada,

menghambat
tersebut.

adakah
proses
Dari

menggambarkan

kendala-kendala
berjalannya

proses

yang

program

itu apakah sudah

berjalannya

program

Mulok

Bahasa Jawa atau belum. Dari hasil pelaksanaan
program

nantinya

dapat

digunakan

sebagai

rekomendasi kebijakan apakah program Mulok
dapat dilaksanakan terus atau dihentikan.
37

Seperti
Mulyatiningsih

teori

yang

bahwa

dikemukakan

model

CIPP

dikenal

dengan evaluasi formatif dan sumatif dengan
tujuan

untuk

mengambil

keputusan

dan

perbaikan program. Pada pelaksanaan ini peneliti
hanya meneliti sampai pada proses, tidak sampai
produk karena

ingin mengetahui pada proses

pelaksanaan program saja. Dari gambaran di atas
dapat

digambarkan

dengan

diagram

sebagai

berikut:

Konteks
pelaksanaan
Program Mulok
Bahasa Jawa

Input Program
Mulok Bahasa
Jawa

Program
Mulok
Bahasa Jawa

Rekomendasi
Kebijakan

Proses pelaksanaan
Program Mulok
Bahasa Jawa

38

Dokumen yang terkait

Diajukan kepada Program Pascasarjana Magister Manajemen Pendidikan untuk Memperoleh Gelar Magister Pendidikan

0 1 15

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengelolaan Pendidikan Karakter Melalui Ekstra Kurikuler Pramuka Di Sekolah Dasar Negeri Srondol Kulon 01 Kecamatan Banyumanik Kota Semarang

0 1 126

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Meningkatkan Hasil Belajar Bahasa Indonesia Menggunakan Metode Demonstrasi Berbantuan Wayang Kartun

0 0 17

BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Prestasi - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Manajemen Pembelajaran Penjasorkes Berbasis Prestasi Di Gugus Ahmad Yani Susukan Ungaran Timur

0 0 12

BAB IV PAPARAN DATA DAN PEMBAHASAN 4.1 Setting Lokasi - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Manajemen Pembelajaran Penjasorkes Berbasis Prestasi Di Gugus Ahmad Yani Susukan Ungaran Timur

0 0 24

MANAJEMEN PEMBELAJARAN PENJASORKES BERBASIS PRESTASI DI GUGUS AHMAD YANI SUSUKAN UNGARAN TIMUR TESIS Diajukan kepada Program Pascasarjana Magister Manajemen Pendidikan Untuk Memperoleh Gelar Magister Manajemen Pendidikan

0 0 12

BAB I PENDAHULUAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Manajemen Regrouping Sekolah Di SDN Ungaran 01, 03, 06 UPTD Pendidikan Kecamatan Ungaran Barat

0 1 8

BAB II LANDASAN TEORI - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Manajemen Regrouping Sekolah Di SDN Ungaran 01, 03, 06 UPTD Pendidikan Kecamatan Ungaran Barat

0 0 16

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Manajemen Regrouping Sekolah Di SDN Ungaran 01, 03, 06 UPTD Pendidikan Kecamatan Ungaran Barat

0 3 40

Panca Winahyuningsih ) ABSTRAK - Welcome to Repositori Universitas Muria Kudus - Repositori Universitas Muria Kudus

0 0 11