BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Audit Internal 2.1.1.1. Definisi Audit Internal - Pengaruh Peranan Audit Internal Dan Budaya Organisasi Terhadap Penerapan Prinsip Good Corporate Governance Pada Pt. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, M

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori

2.1.1. Audit Internal

2.1.1.1. Definisi Audit Internal

  Pengertian audit internal yang dikutip oleh Gumilang (2009) dari IIA (The Institute if Internal Auditors) sebagai berikut:

  Audit Internal adalah aktivitas independen, keyakinan objektif dan konsultasi yang dirancang untuk memberi nilai tambah dan meningkatkan operasi organisasi. Audit tersebut membantu organisasi mencapai tujuannya dengan menerapkan pendekatan yang sistematis dan berdisiplin untuk mengevaluasi dan meningkatkan efektivitas proses pengelolaan risiko, kecukupan kontrol dan pengelolaan organisasi.

  Sedangkan pengertian audit internal menurut American Accounting Association yaitu:

  Proses sistematis untuk secara objektif memperoleh dan mengevaluasi asersi mengenai tindakan dan kejadian-kejadian ekonomis untuk meyakinkan derajat kesesuaian antara asersi dengan kriteria yang ditetapkan dan mengkomunikasikannya ke pengguna yang berkepentingan.

  Berdasarkan dua pengertian mengenai audit internal dapat diketahui bahwa audit internal merupakan suatu aktivitas yang menjunjung tinggi standar mutu pekerjaan dan menaati kode etik. Hal itu dilakukan dengan melaksanakan audit secara independen, objektif dan konsultasi. Sehingga laporan audit internal dapat memberikan laporan yang lebih bermutu dan dapat diandalkan oleh pengguna laporan audit internal.

  Penilaian audit internal yang independen bukan berarti netral atau tidak berpihak pada apapun. Menurut saya independen berarti memihak pada hal yang benar. Karena apabila auditor internal dihadapkan pada dua pilihan yaitu benar dan salah, tentunya auditor harus memilih kepada siapa dia akan berpihak, sehingga tidak ada lagi kata netral. Namun dalam menentukan kebenarannya, seorang auditor internal haruslah terbebas dari pengaruh orang lain, auditor internal harus mendapatkan kebenaran faktual yang dilihat dari adanya bukti yang otentik, relevan dan cukup.Kemudian melihat adanya praktek bisnis yang menjunjung tinggi etika dan moral serta memperhatikan risiko yang terukur.

  Seorang auditor internal yang professional tentunya harus memahami kumpulan pengetahuan yang berlaku umum dalam bidang audit internal yang dipandang penting sehingga ia dapat melaksanakan kegiatan dengan hasil yang memuaskan. Dengan begitu proses audit akan membantu organisasi mencapai tujuannya dan memberi nilai tambah dan meningkatkan operasi organisasi.

  Audit internal dijelaskan oleh Hery (2010:93) bahwa: Auditor internal merupakan kegiatan memeriksa dan menilai baik buruknya pengendalian atas akuntansi keuangan dan operasi lainnya, Memeriksa sampai sejauh mana hubungan para pelaksana terhadap kebiijakan, rencana dan prosedur yang telah ditetapkan, Memeriksa sampai sejauh mana aktiva perusahaan dipertanggungjawabkan dan dijaga dari berbagai macam bentuk kerugian, Memeriksa kecermatan pembukuan dan data lainnya yang dihasilkan oleh perusahaan,Menilai prestasi kerja para pejabat/ pelaksana dalam menyelesaikan tanggung jawab yang telah ditugaskan.

  Definisi yang diungkapkan oleh Hery menggambarkan fungsi dari audit internal yang memeriksa seluruh kerugian dan kecermatan pembukuan dan data lainnya yang dihasilkan oleh perusahaan. Hal itu bertujuan untuk mengetahui apakah laporan keuangan yang disajikan oleh perusahaan telah dilaporkan dengan benar dan sesuai dengan standar yang telah berlaku umum.

  Audit internal sangat penting bagi setiap perusahaan, karena langsung berkaitan dengan pencegahan kecurangan dalam segala bentuk atau perluasan dalam setiap aktivitas yang ditelaah serta fokus pada kejadian-kejadian dimasa depan dengan mengevaluasi kontrol yang dirancang untuk meyakinkan pencapaian tujuan organisasi.

2.1.1.2. Audit Internal yang Efektif.

  Audit internal yang efektif sangat diperlukan dalam usaha peningkatan efektivitas dan efisiensi operasional perusahaan. Audit internal yang efektif akan berfungsi sebagai mata dan telinga untuk komite audit dan manajemen senior, dan meninjau perusahaan yang sesuai dengan dokumentasi dan prosedur yang dipublikasikan.

  Sawyers (2005) mengatakan bahwa audit internal yang efektif akan membantu manajemen dalam menganalisa, menilai, dan memberi saran mengenai kegiatan yang diperiksanya. Berikut ciri-ciri audit internal yang efektif menurut Sawyers: 1.

  Departemen audit internal harus mempunyai kedudukan independen dalam organisasi perusahaan, yaitu tidak terlibat dalam kegiatan operasional yang diperiksanya.

  2. Departemen audit internal harus mempunyai uraian tugas tertulis yang jelas sehingga dapat mengetahui tugas, wewenang dan tanggung jawabnya. Departemen audit internal harus pula memiliki internal audit manual yang berguna untuk: a.

  Mencegah terjadinya penyimpangan dalam pelaksanaan tugas, b. Menentukan standar untuk mengukur dan meningkatkan performance, c. Memberi keyakinan bahwa hasil akhir departemen audit internal telah sesuai dengan requirement kepala audit internal.

  3. Departemen audit internal harus memiliki dukungan yang kuat dari top

  management . Dukungan yang kuat dari top management tersebut dapat

  berupa: a.

  Penempatan departemen audit internal dalam posisi yang independen, b. Penempatan staf audit dengan gaji yang rationable, c. Penyediaan waktu yang cukup dari top management untuk membaca, mendengarkan dan mempelajari laporan-laporan yang dibuat oleh departemen audit internal dan tanggapan yang cepat dan tegas terhadap saran-saran perbaikan yang diajukan.

  4. Departemen audit internal harus memiliki sumberdaya yang professional, berkemampuan, dapat bersikap objektif dan mempunyai integritas serta loyalitas yang tinggi.

  5. Departemen audit internal harus bersifat koperatif dengan akuntan publik.

  6. Harus diadakan rotasi dan kewajiban mengambil cuti bagi pegawai departemen audit internal.

  7. Pemberian sanksi yang tegas kepada pegawai yang melakukan kecurangan dan memberikan penghargaan kepada mereka yang berprestasi.

  8. Menetapkan kebijakan yang tegas mengenai pemberian-pemberian dari luar.

  9. Mengadakan program pendidikan dan pelatihan untuk meningkatkan kemampuan pegawai dalam melaksanakan fungsi dan tugasnya sebagai auditor internal.

2.1.1.3. Tujuan Audit Internal

  Tujuan audit dapat bersifat umum dan khusus. Tujuan umum audit diupayakan tercapai dalam semua penugasan dan dituntun oleh lingkup audit yang diberikan manajemen dan dewan komisaris ke kepala bagian audit. Tujuan utama pengendalian intern menurut Hiro Tugiman (2006:44) adalah: “Meyakinkan keandalan (reliabilitas dan integritas) informasi; kesesuaian dengan berbagai kebijaksanaan, rencana, prosedur, dan ketentuan perundang-undangan; perlindungan terhadap harta organisasi; penggunaan sumber daya yang ekonomis dan efisien, serta tercapainya berbagai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan”.

  Menurut Reider (2002:30) tujuan audit intern adalah sebagai berikut: 1.

  Untuk menilai kinerja (performance) dari manajemen dan berbagai fungsi perusahaan.

  2. Untuk menilai apakah sumber daya yang dimiliki perusahaan telah digunakan secara efisien dan ekonomis.

  3. Untuk menilai efektifitas perusahaan dalam tujuan yang ditetapkan oleh manajemen.

  4. Memberikan rekomendasi kepada top manajemen untuk memperbaiki kelemahan-kelemahan yang terdapat dalam struktur pengendalian intern dan prosedur operasional perusahaan dalam rangka meningkatkan efisiensi, keekonomisan dan efektivitas kegiatan operasi perusahaan.

  Tujuan khusus audit terkait dengan tujuan operasi. Berikut ini adalah tujuan khusus audit internal berdasarkan aktivitas-aktivitas operasi diberbagai entitas.

  1. Periklanan. Memberikan keyakinan terbaik untuk menentukan biaya-biaya iklan dicatat dengan jumlah yang wajar.

  2. Persediaan. Tujuan auditnya adalah menentukan apakah persediaan dalam jumlah yang signifikan telah disajikan dengan benar.

  3. Pembelian tanah. Tujuan auditnya adalah untuk memverifikasi kepemilikan legal atas tanah yang akan dibeli.

  4. Utang. Tujuan auditnya yaitu untuik mengetahui adanya kemungkinan kelebihan pembayaran utang.

  5. Gaji. Tujuan auditnya adalah memverifikasi pembebanan biaya gaji kea kun-akun tertentu dan memastikan karyawan tidak mengambil cuti secara berlebihan karena sewaktu cuti tersebut mereka tetap menerima gaji.

  6. Produksi. Tujuan auditnya adalah untuk membantu manajemen dalam mengevaluasi efektivitas dan efisiensi proses produksi.

  7. Pembelian. Tujuan auditnya adalah untuk menentukan apakah suatu organisasi kelebihan membeli bahan mentah dan menentukan apakah transaksi pembelian diotorisasi.

  8. Kualitas. Tujuan auditnya yaitu mengevaluasi kelayakan standar kontrol mutu.

  9. Penjualan. Salah satu tujuan audit untuk penjualan adalah menentukan apakah komisi penjualan terlalu besar.

  10. Pendapatan pajak untuk pemerintah. Tujuan auditnya adalah untuk menentukan apakah para pembayar pajak sudah tepat dalam melaporkan pajak penjualan mereka.

2.1.1.4. Fungsi dan Ruang Lingkup Audit Internal

  Audit internal selalu terlibat dalam memenuhi kebutuhan manajemen, dan staf audit.Hal itu dilakukan untuk mencapai tujuan perusahaan, sehingga tujuan audit internal disesuaikan dengan tujuan manajemen.Berdasarkan tujuan perusahaan pula, audit internal menjalankan fungsinya didalam perusahaan.

  Menurut Reider (2002:47) fungsi audit internal antara lain: 1.

  Mengidentifikasi tujuan, kebijaksanaan, sasaran dan prosedur organisasi yang sebelumnya tidak jelas.

  2. Mengidentifikasi kriteria yang digunakan untuk mengukur tingkat tercapainya tujuan organisasi dan menilai kegiatan manajemen.

  3. Mengevaluasi independen atau tidaknya suatu kejadian.

  4. Membantu meyakinkan apakah organisasi sudah mematuhi prosedur, peraturan, kebijaksanaan serta tujuan yang ditetapkan.

  5. Membantu meyakinkan terciptanya efektifitas dan efisiensi pada sistem pengendalian manajemen.

  6. Menetapkan tingkat kehandalan dan manfaat dari setiap laporan manajemen.

  7. Membantu mengidentifikasi berbagai desempatan yang dapat dimanfaatkan untuk mendapatkan laba.

  8. Mengidentifikasi berbagai tindakan alternatif yang dapat dilaksanakan dalam kegiatan organisasi. Sedangkan menurut Gondodiyoto (2007:48) fungsi yang dijalankan oleh audit Intern adalah: 1.

  Memonitor aktivitas yang tidak dapat dimonitor oleh manjemen puncak.

  2. Mengidentifikasi dan meminimalisasi resiko.

  3. Memvalidasi laporan kepada manajemen puncak.

  4. Memproteksi manajemen senior dari kesalahan dari aspek teknis.

  5. Memvalidasi informasi yang tersedia untuk mengambil keputusan.

  6. Menilai kinerja.

  7. Membantu manajer fungsional agar terhindar dari kesalahan teknis, kesalahan prosedur atau penyimpangan dari prinsip manajemen yang baik sehingga dapat merugikan perusahaan. Seperti yang ditelah dijelaskan bahwa audit internal menyesuaikan tujuannya dengan tujuan manajemen, maka dapat dikatakan pula bahwa lingkup kerja audit internal (Audit View, Audit Universe atau Audit Scope) sama luasnya dengan lingkup manajerial dan aktivitas bisnis perusahaan itu sendiri. Aktivitas manajerial maupun bisnis secara sederhana terbagi atas tiga tingkatan, yaitu: Strategic Management, Execution Management, dan Executional Operation.

  Berdasarkan hal tersebut, lingkup audit internal dapat ditinjau dari dua sisi perspektif yang saling melengkapi, yaitu: a.

  Perspektif Metodologi Kerja Audit yang terdiri dari dua macam lingkup: (1)

  Critical-Process Audit View : Audit Kepatuhan (Complience Audit) (2)

  Critical-Object Audit View : Audit Kepatutan (Substantive Audit) b. Perspektif Aktivitas Manajemen/Bisnis yang terdiri dari tiga macam lingkup:

  (1) Conservative Audit View : Audit Keuangan (Financial Audit)

  (2) Extended Audit View : Audit Operasi (Operational Audit)

  (3) Advanced Audit View : Audit Manajemen (Management Audit)

2.1.1.5. Kedudukan dan Peran Audit Internal Kedudukan audit internal dalam suatu perusahaan merupakan posisi staf.

  Artinya posisi ini diadakan untuk memberi informasi, saran dan rekomendasi kepada manajemen yang bertanggung jawab.

  Dari skema yang tergambar pada Gambar 2.1, diperoleh dari slide perkuliahan audit internal yang diajarkan Rasdianto terlihat tiga alternatif kedudukan departemen audit internal dalam struktur organisasi, makin tinggi tingkat tanggung jawabnya maka akan semakin baik. Namun hal ini tidak seluruhnya benar, tergantung dari macam dan kegiatan itu sendiri. Alternatif kedudukan audit internal yaitu:

  1. Langsung bertanggung jawab kepada dewan komisaris. Hal ini banyak dilakukan dalam perusahaan-perusahaan bank dan asuransi. Dalam perusahaan-perusahaan ini audit internal merupakan penjaga bagi dewan komisaris.

  2. Bertanggung jawab kepada presiden direktur/direktur utama. Alternatif ini jarang digunakan karena tugas direktur utama yang sangat berat biasanya tidak memiliki waktu untuk mempelajari dan melakukan tindakan- tindakan koreksi berdasarkan laporan audit.

  3. Bertanggung jawab kepada controller/direktur keuangan, bendahara. Alternatif ini paling sering digunakan karena menurut Brink dan Witt alternatif ketiga ini adalah yang terbaik.Hanya saja mereka memberi beberapa saran, karena timbul permasalahan seberapa besar tanggung jawab audit internal kepada manajemen dan seberapa besar tanggung jawabnya kepada dewan komisaris.

  

Skema Kedudukan Audit Internal

Gambar 2.1

  Saran-saran tersebut adalah: a.

  Bertanggung jawab primer kepada manajemen dan bertanggung jawab sekunder kepada dewan komisaris.

  b.

  Bertanggung jawab primer kepada dewan komisaris dan bertanggung jawab sekunder kepada manajemen.

  c.

  Bertanggung jawab primer kepada manajemen maupun dewan komisaris.

  Dewan Komisaris Presiden Direktur Internal Auditing

  Departemen Direktur Keuangan Internal

  Auditing Departemen Internal Auditing

  Departemen Direktur Produksi Alternatif 1

  Alternatif 2 Alternatif 2

  Saran Skema Kedudukan Audit Internal Gambar 2.2 Dewan Komisaris Primer

  Sekunder a b Direktur Utama

  Sekunder Primer Internal

  Internal Direktur Direktur Auditing

  Auditing Keuangan Produksi Departemen

  Departemen

  Dari saran-saran tersebut, poin C kurang realistis dan poin A yang terbaik. Skema kedudukan audit internal ini digambarkan pada Gambar 2.2 diperoleh dari slide perkuliahan audit internal yang diajarkan Rasdianto.

  Semakin rumit masalah usaha dan pemerintahan menyebabkan banyaknya masalah diluar kemampuan manajer yang harus membuat keputusan.Auditor internal bisa sangat membantu manajemen dengan mengevaluasi sistem kontrol dan menunjukkan kelemahan-kelemahan dalam kontrol internal.Tetapi harus diingat bahwa auditor internal membantu manajemen, bukan berperan sebagai manajer itu sendiri. Berikut ini peran departemen audit internal dalam perusahaan menurut Yusrina Sitompul (2008):

a) WATCHDOG.

  Peran watchdog meliputi aktivitas inspeksi, observasi, perhitungan, cek & ricek yang bertujuan untuk memastikan ketaatan / kepatuhan terhadap ketentuan, peraturan atau kebijakan yang telah ditetapkan. Audit yang dilakukan adalah compliance audit dan apabila terdapat penyimpangan dapat dilakukan koreksi terhadap sistem pengendalian manajemen.Peran watchdog biasanya menghasilkan saran/rekomendasi yang mempunyai impact jangka pendek, misalnya perbaikan sistem & prosedur atau internal control.

  b) CONSULTANT.

  Peran internal auditor sebagai konsultan diharapkan dapat memberikan manfaat berupa nasehat (advice) dalam pengelolaan sumber daya (resources) organisasi sehingga dapat membantu tugas para manajer operasional.Audit yang dilakukan adalah operational audit / performance

  

audit , yaitu meyakinkan bahwa organisasi telah memanfaatkan sumber

  daya organisasi secara ekonomis, efisien dan efektif (3E) sehingga dapat dinilai apakah manajemen telah menjalankan aktivitas organisasi yang mengarah pada tujuannya.Rekomendasi yang dibuat oleh auditor biasanya bersifat jangka menengah.

  c) CATALIST.

  Peran internal auditor sebagai katalis berkaitan dengan quality assurance, sehingga internal auditor diharapkan dapat membimbing manajemen dalam mengenali risiko-risiko yang mengancam pencapaian tujuan organisasi. Quality assurance bertujuan untuk meyakinkan bahwa proses bisnis yang dijalankan telah menghasilkan produk / jasa yang dapat memenuhi kebutuhan customer. Dalam peran katalis, internal auditor bertindak sebagai fasilitator dan agent of change. Impact dari peran katalis bersifat jangka panjang, karenafocus katalis adalah nilai jangka panjang (longterm values) dari organisasi, terutama berkaitan dengan tujuan organisasi yang dapat memenuhi kepuasan pelanggan (customer

  satisfaction ) dan pemegang saham (stake holder).

  Mulai abad ke 21 audit internal tidak dapat lagi hanya menjadi watchdog, tetapi audit internal harus mampu berperan sebagai mitra bisnis bagi manajemen.

  Berikut ini tugas yang dijalankan departemen audit internal sesuai dengan peran mereka: 1)

  Mengawasi kegiatan-kegiatan yang tidak dapat diawasi sendiri oleh manajemen puncak.

  2) Mengidentifikasi dan meminimalkan risiko. 3) Memvalidasi laporan ke manajemen senior. 4) Membantu manajemen pada bidang-bidang teknis. 5) Membantu proses pengambilan keputusan. 6) Menganalisis masa depan, bukan hanya masa lalu. 7)

  Membantu manajer untuk mengelola perusahaan dalam masalah perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan kontrol.

2.1.1.6. Wewenang dan Tanggung Jawab Audit Internal

  Tanggung jawab tidak bisa dilaksanakan tanpa kewenangan. Tanggung jawab audit untuk menilai kecukupan dan efektivitas tindakan perbaikan tidak akan ada artinya apabila auditor tidak diberi kewenangan untuk melakukan hal tersebut. Manajemen senior harus dengan jelas memberi auditor internal kewenanganuntuk menilai apakah tindakan perbaikan yang aktual atau yang diusulkan akan memperbaiki kelemahan-kelemahan yang dilaporkan. Kewenangan tersebut seharusnya tercantum didalam akta audit internal. Sehingga auditor akan selalu memiliki wewenang untuk menelaah tindakan dan apabila tidak sepenuhnya memperbaiki keadaan, maka akan dilaporkan.

  Wewenang dan tanggung jawab audit internal sebaiknya dirincikan secara hati-hati dan benar. Sehingga kemudian hari tidak ada saling lempar tanggung jawab. Hal lain yang perlu diperhatikan bahwa kewenangan audit internal dalam mempertanggung jawabkan tugasnya harus diberi akses selebar dan sepenuh mungkin untuk berurusan dengan kekayaan dan karyawan perusahaan yang relevan dengan pokok masalah yang dihadapi. Auditor internal harus bebas dalam mereview dan menilai kebijaksanaan, rencana, prosedur dan catatan.

2.1.1.7. Laporan Audit Internal.

  Laporan audit juga dapat dijadikan acuan faktual untuk mengukur kredibilitas dan prestasi kerjaInternal Audit. Karena hal inilah auditor internal berlomba menyajikan sebanyak mungkin temuan dan data relevan menggunakan kalimat yang panjang-lebar tanpa menyadari kebutuhan pembaca laporan harus lebih diutamakan. Laporan audit internal seharusnya membantu manajer mengendalikan aktivitas perusahaan, laporan tersebut seharusnya dibuat dengan kriteria sebagai berikut: 1.

  Laporan seharusnya dibuat ringkas dengan menekankan hal-hal penting saja.

  2. Instruksi seharusnya mudah dibaca, aktivitas seharusnya mudah dilakukan, laporan seharusnya mudah dipahami.

  3. Lebih fokus pada satu arah.

  4. Lebih elastis dan jika terdapat masalah-masalah yang tidak biasa dilaporkan, harus didefinisikan dengan jelas.

  5. Laporan harus mencapai kesimpulan yang jelas.

  Laporan audit internal dibuat agar semua kegiatan audit tercatat, terekam dan terdokumentasi dengan baik. Pelaporan hasil audit internal antara satu perusahaan dengan perusahaan lain akan berbeda, karena tidak adanya standar yang mengatur susunan pelaporan hasil audit intern. Namun, pada umumnya pelaporan hasil audit internal: a.

  Tertulis.

  b.

  Tepat waktu.

  c.

  Berisi laporan hasil audit yang memuat tentang tujuan, lingkup dan metodologi pemeriksaan.

  d.

  Penyajianlaporan hasil audit harus lengkap (Completeness), akurat (accuracy), objektif, meyakinkan serta jelas dan ringkas.

  e.

  Pendistribusian kepada pihak yang berkepentingan sesuai ketentuan harus jelas dan tidak disalahgunakan.

  Setelah laporan hasil audit telah selesai, perlu dilakukan peninjauan kembali. Hal ini dilakukan untuk memastikan kebenaran dan kelengkapannya. Tindak lanjut ini akan membuat laporan hasil audit menjadi efektif dan memberikan manfaat yang besar bagi perusahaan.

2.1.2. Budaya Organisasi

2.1.2.1. Definisi Budaya Organisasi

  Organisasi (Organization) merupakan sarana kontrol dan struktur peran yang disetujui untuk orang-orang di dalam perusahaan sehingga perusahaan dapat mencapai tujuannya secara efisien dan ekonomis.

  Budaya adalah suatu sistem pembagian nilai dan kepercayaan yang berinternal dan berinteraksi dengan orang dalam suatu organisasi, struktur organisasi sistem kontrol yang menghasilkan norma perilaku.

  Dalam organisasi pasti terdapat budaya yang mempengaruhi perilaku dan kebiasaannya dalam melakukan aktivitas maupun pekerjaannya sehari-hari.

  Budaya organisasi adalah perilaku individu perusahaan dan sistem nilai yang diakui dan memiliki tujuan yang sama, sehingga dapat membedakan suatu perusahaan dengan perusahaan lain. Berikut ini, beberapa definisi dan penjelasan Budaya Organisasi menurut para ahli yang dikutip oleh Abidin: a.

  Definisi Budaya Organisasi menurut Schein yaitu: Budaya merupakan suatu pola dimensi milik bersama yang dipelajari suatu kelompok pada suatu saat memecahkan masalah adaptasi eksistensi dan integrasi internal, yang telah cukup berhasil dan karena itu, akan diajarkan kepada anggota kelompok yang baru sebagai cara yang benar untuk mempersepsi, berpikir dan merasa dalam menghadapi masalah serupa.

  b.

  Menurut Wood, Wallace, Zeffane, Schermerhorn, Hunt, Osborn (2001:391), “Budaya organisasi adalah sistem yang dipercayai dan nilai yang dikembangkan oleh organisasi dimana hal itu menuntun perilaku dari anggota organisasi itu sendiri”. c.

  Menurut Tosi, Rizzo, Carroll seperti yang dikutip oleh Munandar (2001:263), “Budaya organisasi adalah cara-cara berpikir, berperasaan dan bereaksi berdasarkan pola-pola tertentu yang ada dalam organisasi atau yang ada pada bagian-bagian organisasi”.

  d.

  Menurut Robbins (1996:289), “Budaya organisasi adalah suatu persepsi bersama yang dianut oleh anggota-anggota organisasi itu”.

  e.

  Menurut Cushway dan Lodge (GE : 2000), “Budaya organisasi merupakan sistem nilai organisasi dan akan mempengaruhi cara pekerjaan dilakukan dan cara para karyawan berperilaku”. Dari beberapa definisi yang diungkapkan oleh para ahli dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan budaya organisasi adalah sistem nilai organisasi yang dianut oleh anggota organisasi, yang kemudian mempengaruhi cara bekerja dan berperilaku dari para anggota organisasi.

  Berdasarkan pernyataan para ahli di atas juga terkandung unsur-unsur dalam budaya organisasi sebagai berikut :

  1. Asumsi dasar.

  Asumsi dasar yang terdapat didalam budaya organisasi dapat berfungsi sebagai pedoman dan acuan bagi anggota organisasi maupun kelompok yang terdapat dalam organisasi tersebut untuk berprilaku.

  2. Keyakinan yang dianut.

  Tiap individu diorganisasi memiliki keyakinan yang dianut. Keyakinan yang dianut tersebut mengandung nilai-nilai yang nantinya akanmemunculkan mott atau slogan, asumsi dasar, tujuan organisasi, filosofi usaha dan prinsip-prinsip usaha.

  3. Pemimpin atau kelompok pencipta dan pengembangan budaya organisasi.

  Budaya organisasi perlu diciptakan, maka dari tiu diperlukan pemimpin atau kelompok pencipta dan pengembangan budaya organisasi.

  4. Pedoman mengatasi masalah.

  Terdapat dua masalah yang muncul dalam perusahaan yakni adaptasi eksternal dan masalah integrasi internal.Masalah ini dapat diatasi dengan asumsi dasar dan keyakinan anggota organisasi yang dianut bersama.

  5. Berbagi nilai Dalam budaya organisasi perlu berbagi nilai terhadap apa yang paling diinginkan atau apa yang lebih baik atau berharga bagi seseorang.

  6. Pewarisan Keyakinan yang dianut dan asumsi dasar yang selama ini diterapkan diperusahaan perlu diwariskan kepada anggota-anggota baru dalam organisasi sebagai pedoman untuk mengambil keputusan dan bertindak dalam organisasi.

  7. Penyesuaian.

  Peraturan dan norma-norma yang berlaku dalam organisasi perlu disesuaikan dan adaptasi yang baik oleh anggota organisasi, sehingga dapat lebih fleksible menghadapi perubahan lingkungan. Efektifnya budaya organisasi dapat dinilai dari seberapa kuat dan melekatnya budaya organisasi tersebut dianut dan dilaksanakan oleh anggotanya.Pada keadaan tersebut, hampir semua anggota menganut nilai-nilai yang seragam dan konsisten.

  Simbol dan ritual serta prilaku yang ditunjukkan setiap anggota organisasi akan berbeda setiap orangnya, hal ini tentu saja dapt terjadi didalam organisasi yang individunya berasal dari latar belakang berbeda dan pengalaman yang beragam. Namun budaya organisasi akan memiliki sejumlah dimensi yang berguna untuk memudahkan upaya pengidentifikasian karakteristik budaya tertentu dalam organisasi.

2.1.2.2. Dimensi Budaya Organisasi

  Seperti yang diungkapkan pada paragraf sebelumnya bahwa budaya organisasi memiliki dimensi yang dapat menjadi karakteristik suatu budaya dalam organisasi sehingga dapat dibedakan dengan perusahaan lainnya. Dimensi budaya organisasi menurut Robbins adalah: 1.

  Inovasi dan pengambilan resiko.

  Dimensi ini untuk menekankan sejauh mana anggota organisasi didorong untuk berinovasi dalam melaksanakan tugasnya sehingga menciptakan hal- hal baru yang akan memberikan keuntungan bagi perusahaan, selain itu berani mengambil resiko dari setiap pemikiran dan keputusan yang diambil untuk menjalankan perusahaan.

2. Perhatian ke hal yang rinci / detil.

  Perusahaan akan menilai sejauh mana anggota organisasi dapat diharapkan dan mampu menunjukkan ketepatan, analisis dan perhatian pada hal yang rinci / detil. Hal ini diperlukan agar anggota organisasi tidak luput dari hal- hal yang sifatnya kecil.

  3. Orientasi hasil.

  Fokus seorang pemimpin akan dinilai sejauh apa pada hasil/keluaran dan bagaimana orientasi para pimpinan pada proses/teknik yang dilakukan untuk mencapai hasil. Sasaran dan harapan perusahaan jelas tercantum dalam visi, misi, dan tujuan organisasi.Kondisi ini dapat berpengaruh terhadap kinerja organisasi/perusahaan.

  4. Orientasi orang.

  Pada dimensi ini perusahaan melihat sejauh mana keputusan-keputusan pimpinan mempertimbangkan efek hasil pada anggota organisasi.Para manajer dapat memberikan komunikasi atau arahan, bantuan serta dukungan yang jelas terhadap bawahan.Perhatian manajemen terhadap bawahan (karyawan) sangat membantu kelancaran kinerja suatu organisasi/perusahaan.

  5. Orientasi tim/kelompok.

  Orientasi tim dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana aktifitas kerja diorganisasikan dalam kelompok-kelompok kerja dibandingkan pada kerja individual sehingga dapat mendorong unit-unit organisasi untuk bekerja dengan cara yang terkoordinasi. Kekompakan unit-unit organisasi dalam bekerja dapat mendorong kualitas dan kuantitas pekerjaan yang dihasilkan.

6. Keagresifan.

  Kondisi agresifitas dan kompetisi anggota organisasi perlu ditekankan dan dipacu agar perusahaan bergerak lebih cepat dibandingkan perusahaan lain.

2.1.2.3. Fungsi Budaya Organisasi

  Budaya organisasi dapat mempengaruhi karyawan dalam bersikap, cara menggambarkan pekerjaan, dan cara bekerja dan berkomunikasi dengan karyawan lain. Setiap organisasi selalu mengharapkan budaya organisasi yang mereka miliki bersifat baik dan mendidik, karena baiknya budaya organisasi akan berhubungan dengan berhasil tidaknya organisasi mencapai tujuannya. Budaya organisasi yang positif akan memacu organisasi ke arah yang lebih baik. Sebaliknya, budaya organisasi yang negatif akan memberi dampak yang negatif bagi organisasi. Maka dari itu, perusahaan juga mengharapkan budaya organisasi dapat berfungsi sebagaimana mestinya dan memberikan pengaruh yang baik bagi anggota organisasi.

  Menurut Robbins, fungsi budaya organisasi sebagai berikut :

  

a. Budaya menciptakan pembedaan yang jelas antara satu organisasi dan

yang lain.

  

b. Budaya membawa suatu rasa identitas bagi anggota-anggota organisasi.

  

c. Budaya mempermudah timbulnya komitmen pada sesuatu yang lebih luas daripada kepentingan diri individual seseorang. d. Budaya merupakan perekat sosial yang membantu mempersatukan

  organisasi itu dengan memberikan standar-standar yang tepat untuk dilakukan oleh karyawan.

  

e. Budaya sebagai mekanisme pembuat makna dan kendali yang memandu

dan membentuk sikap serta perilaku karyawan.

  Menurut John R. Schermerhom dan James G. Hunt yang dikutip oleh Anwar Prabu Mangkunegara (2005:123) bahwa:

  Fungsi budaya organisasi adalah dapat membantu mengatasi masalah adaptasi eksternal dan integrasi internal.Pemecahan masalah adaptasi eksternal dilakukan melalui pengembangan pemahaman tentang strategi dan misi perusahaan. Sedangkan pemecahan masalah yang berhubungan dengan integrasi internal dapat dilakukan antara lain dengan komunikasi, penentuan kriteria karyawan, penentuan standar bagi insentif dan sanksi serta melakukan pengawasan internal organisasi. Menurut Luthans (1998)dalam Riani(2010:8) fungsi dari budaya organisasi adalah sebagai berikut:

  1. Memberi sence of identity kepada anggota organisasi untuk memahami visi, misi dan menjadi bagian integral dari organisasi.

  2. Menghasilkan dan meningkatkan komitmen terhadap misi organisasi.

  3. Memberikan arah dan memperkuat standar perilaku untuk mengendalikan pelaku organisasi agar melaksanakan tugas dan tanggung jawab mereka secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan dan sasaran organisasi yang telah disepakati bersama.

  Berbagai pendapat para ahli mengenai fungsi budaya organisasi telah dikemukakan, maka dapat disimpulkan bahwa budaya organisasi berisi karakteristik yang menggambarkan organisasi yang membuatnya berbeda. Budaya organisasi dapat menjadi lem yang melekatkan unsur-unsur organisasi dan latar belakang individu perusahaan yang berbeda-beda menjadi satu melalui norma, nilai-nilai dan kode etik budaya organisasi. Budaya organisasi juga akan membuat anggota organisasi memiliki rasa komitmen tinggi terhadap organisasi dan kelompok kerjanya. Arah, sasara perusahaan, dan cara mencapai sasaran tersebut juga akan terbentuk melalui budaya organisasi.

2.1.2.4. Proses Pembentukan Budaya Organisasi

  Proses pembentukan budaya berhubungan erat dalam suatu ciri identik dengan proses dan pembentukan kelompok yang sangat penting dalam kelompoknya atau ciri kelompok, pola pembagian pemikiran kepercayaan, perasaan dan nilai-nilai yang dihasilkan dan pembagianpembagian pengalaman dan secara bersamaan yang dihasilkan budaya dari kelompok itu sendiri. Menurut Agus (2008), “Budaya organisasi dapat terbentuk dalam waktu yang relatif lama karena ia bersumber dan dapat dipengaruhi oleh budaya internal dan budaya eksternal”.

  Budaya organisasi yang dibentuk dari faktor-faktor yang terkandung di dalam perusahaan sangat dipengaruhi oleh beberapa elemen kunci yang cukup dominan. Adapun elemen-elemen dari budaya perusahaan menurut Deal dan Kennedy yang dikutip oleh Tika (2006 : 16) adalah: 1.

  Lingkungan Usaha Kelangsungan hidup organisasi di tentukan oleh kemampuan perusahaan memberi tanggapan yang tepat terhadap peluang dan tantangan lingkungan.

  Lingkungan usaha merupakan unsur yang menentukan terhadap apa yang harus dilakukan perusahaan agar bisa berhasil. Lingkungan usaha yang berpengaruh antara lain meliputi produk yang dihasilkan, pesaing, pelanggan, teknologi, pemasok, kebijakan pemerintah, dan lain-lain. Sehubungan dengan itu, perusahaan harus melakukan tindakan-tindakan untuk mengatasi lingkungan tersebut antara lain seperti kebijakan penjualan, penemuan baru, atau pengelolaan biaya dalam mengahadapi realitas pasar yang berbeda dengan lingkungan usahanya.

  2. Nilai-nilai Elemen nilai merupakan konsep dasar dan kepercayaan dari suatu organisasi.

  Nilai-nilai tersebut menitik beratkan kepada suatu keyakinan untuk mencapai kesuksesan. Nilai-nilai atau keyakinan agar dapat mendorong karyawan untuk mencapai kinerja yang baik, hendaknya harus disampaikan secara terbuka oleh para manajer kepada seluruh lapisan sumber daya manusia (SDM) yang ada, hal ini dimaksudkan agar tidak terjadinya penyimpangan-penyimpangan dari standar yang telah ditetapkan oleh perusahaan.

  3. Pahlawan Pahlawan adalah tokoh yang dipandang berhasil mewujudkan nilai-nilai budaya dalam kehidupan nyata.Pahlawan bisa berasal dari pendiri perusahaan, para manajer, kelompok organisasi atau perorangan yang berhasil menciptakan nilai-nilai organisasi, mereka bisa menumbuhkan idealisme, semangat dan tempat mencari petunjuk bila terjadi kesulitan atau masalah dalam organisasi.

  4. Ritual Kegiatan upacara di suatu perusahaan pada umumnya bentuk penghargaan terhadap kinerja sumber daya manusianya atau dapat berupa laporan aktivitas- aktivitas yang dilakukan oleh perusahaan dalam kurun waktu tertentu.Dengan seringnya frekuensi kegiatan tersebut di perusahaan diharapkan akan menciptakan budaya secara tidak sadar.

  5. Jaringan Budaya Elemen ini secara informal dapat dikatakan sebagai jaringan komunikasi di dalam perusahaan, dapat dijadikan sebagai pembawa atau penyebaran nilai- nilai budaya perusahaan.Elemen ini merupakan hierarki dari kekuatan yang tersembunyi di dalam organisasi, oleh karena itulah efektivitas jaringan ini hanya sebagai cara untuk mendapatkan informasi tentang apa yang terjadi di perusahaan, dapat dikatakan juga bentuk jaringan kultural adalah informal.

  Isu dan kekuatan suatu budaya memengaruhi suasana etis sebuah organisasi dan perilaku etis para anggotanya. Budaya sebuah organisasi yang punya kemungkinan paling besar untuk membentuk standar dan etika tinggi adalah budaya yang tinggi toleransinya terhadap risiko tinggi, sedang, sampai rendah dalam hal keagresifan, dan fokus pada sarana selain itu juga hasil.Manajemen dapat melakukan beberapa hal dalam menciptakan budaya yang lebih etis, yaitu:

  1) Model peran yang visibel Karyawan akan melihat sikap dan perilaku manajemen puncak (Top Manajemen) sebagai acuan / landasan standar untuk menentukan perilaku dan tidakan-tindakan yang semestinya diambil.

  2) Komunikasi harapan etis

  Ambiguitas etika dapat diminimalisir dengan menciptakan dan mengkomunikasikan kode etik organisasi.

3) Pelatihan etis.

  Pelatihan etis digunakan untuk memperkuat standar, tuntunan organisasi, menjelaskan praktik yang diperbolehkan dan yang tidak, dan menangani dilema etika yang mungkin muncul.

  saat ini merupakan hasil atau akibat dari hal yang telah dilakukan sebelumnya dan seberapa besar kesuksesan yang telah diraihnya dimasa lalu. Hal ini mengarah pada awal mulebuah organisasi: para pendirinya.

  Pendiritentunya memiliki pengaruh besar terhadap budaya awal organisasi tersebut.Pendiri organisasi tidak memiliki kendala karena kebiasaan atausebelumnya. Ukuran organisasi/perusahaan yang kecil biasanya mencirikan organisasi baru, akan jauh lebih memudahkan pendiri memaksakananereka pada seluruh anggota organisasi. Proses penyiptaan budaya terjadi dalam tiga cara: 1.

  Pendiri hanya merekrut dan mempertahankanyang sepikiran dan seperasaan dengan mereka.

2. Pendiri melakukan indoktrinasi dan menyosialisasikan cara pikir dan berperilakunya kepada karyawan.

  3. Perilaku pendiri sendiri bertindak sebagai model peran yang mendorong karyawan untuk mengidentifikasi diri dan, dengan demikian, menginternalisasi keyakinan,pendiri tersebut. Apabila organisasi mencapai kesuksesan, visi pendiri lalu dipandang sebagai faktor penentu utama keberhasilan itu. Di titik ini, seluruhpara pendiri jadi melekat dalam budaya organisasi.

2.1.3. Good Corporate Governance (GCG)

2.1.3.1. Definisi Good Corporate Governance (GCG)

  Salah satu pilar dari sistem ekonomi pasar yaitu Good corporate

  governance (GCG) .GCG sangat berkaitan dengan kepercayaan perusahaan yang

  melaksanakan GCG maupun terhadap kondisi bisnis di suatu negara. Penerapan GCG akan mendorong terciptanya persaingan yang sehat dan iklim usaha yang teratur. Maka dari itu GCG diterapkan oleh perusahaan-perusahaan di Indonesia, hal ini sangat penting untuk menunjang pertumbuhan dan stabilitas ekonomi yang berkesinambungan.Penerapan GCG juga diharapkan dapat menunjang upaya pemerintah pusat ataupun daerah dalam menegakkan good governance di Indonesia.Pemerintah saat ini sedang berusaha untuk menerapkan good

  

governance dalam birokrasinya dalam rangka menciptakan Pemerintah yang

bersih dan berwibawa.

  Corporate Governance merupakan istilah yang pertama kalinya

  diperkenalkan oleh Cadbury Committee pada tahun 1992. Wikipedia menjelaskan bahwa “Corporate governance merupakan rangkaian proses, kebiasaan, kebijakan, aturan, dan institusi yang memengaruhi pengarahan, pengelolaan, serta pengontrolan suatatau korporasi”.

  Dalam artikel Lestari (2013) Prasetyono mendefinisikan “Corporate governance sebagai suatu proses dan struktur yang diterapkan dalam menjalankan perusahaan dengan tujuan utama meningkatkan nilai-nilai pemegang saham dalam jangka panjang dengan tetap mempertahankan kepentingan stakeholder yang lain”.

  Keputusan Menteri BUMN nomor KEP-117/M-MBU/2002, Corporate Governanceadalah : “Seperangkat proses dan struktur yang digunakan oleh organ BUMN untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholder lainnya, berlandaskan peraturan perundangan dan nilai-nilai etika.”

  Pada jurnal ilmiah yang ditulis oleh Rizqia (2010) Menurut tim GCG BPKP mendefinisikan GCG sebagai: “Good corporate governance merupakan sistem pengendalian dan pengaturan perusahaan yang dapat dilihat dari mekanisme hubungan antara berbagai pihak yang mengurus perusahaan (hard

  definition ), maupun ditinjau dari "nilai-nilai" yang terkandung dari mekanisme

  pengelolaan itu sendiri (soft definition).”

  Menurut konsep, GCG merupakan suatu sistem mengenai bagaimana suatu usaha dikelola dan diawasi, oleh karena itu struktur GCG seharusnya dapat mencakup pengertian sebagai berikut: 1.

  Sistem yang mengatur dan menjalankan perusahaan atau organisasi agar dapat terkontrol dan dapat memisahkan secara jelas dan tegas mengenai hak dan kewajiban antara pelaku dalam perusahaan seperti manajemen, pemegang saham, dan stakeholders. Disamping itu harus terdapat pemisahan yang jelas antara manajemen dan pemilik perusahan.

2. Adanya landasan dan norma yang jelas dari pemilik perusahaan

  (pemegang saham) untuk menyadari bahwa manjemen perusahaan harus tunduk pada prosedur dan ketentuan yang mengikat khususnya yang berkaitan dengan pengambilan kebijakan perusahaan. GCG telah menjadi salah satu syarat yang mutlak dipenuhi oleh setiap perusahaan ataupun korporasi yang terdaftar di Bursa Saham atau yang berorientasi pada industry/bisnis yang diberlakukan regulasi pemerintah atau perusahaan yang tergabung didalam asosiasi seperti Perbankan, Multifinance, Jasa Konstruksi, dan sebagainya.

  Tuntutan GCG menurut Kumaat (2010:22) dapat dilihat dari tiga perspektif hubungan antar stakeholders, yaitu:

1. Hubungan antara Internal Stakeholders sebuah korporasi (Board of

  Director , Management, Staff) 2.

  Hubungan antara korporasi (Diwakili oleh Board of Director) dan Dewan Komisaris (Board of Commissioners dan para pemegang saham/shareholders yang tertulis dalam RUPS).

  3. Hubungan antara korporasi dan seluruh stakeholders, baik internal maupun semua pihak yang berkepentingan, yaitu Costumer, Supplier, Creditor, Asosiasi Bisnis, Pemerintah, dan Masyarakat.

  Good Corporate Governance Gambar 2.3 External

  Internal Strategic Stakeholder

  Tranparency Fairness ASOSIASI BISNIS GOVERNMENT

SHAREHOLDERS

COMMISSIONER BOARD O TH C

  ER R PA E

BOARD OF DIRECTOR

RT DI

  IE T MANAGEMENT EXECUTION STAFF CUSTOMERS SUPPLIERS Responsibility Accountability

MASYARAKAT UMUM

  Hubungan antarstakeholder ini diatur oleh prinsip-prinsip yang harus diperhatikan dalam pengelolaan perusahaan dan etika korporasi/etika bisnis.Dengan memenuhi prinsip-prinsip dari GCG dan etika dalam usaha, diharapkan semua pihak dapat memperoleh keuntungan, manfaat dan kesejahteraan dari perusahaan.

2.1.3.2. Prinsip-prinsip GCG

  Prinsip-prinsip GCG diperlukan untuk mendorong terciptanya pasar yang efisien, transparan dan konsisten dengan peraturan perundang-undangan.Setiap perusahaan harus memastikan bahwa prinsip-prinsip GCG diterapkan pada setiap aspek bisnis dan di semua jajaran perusahaan.Agar tercapainya kesinambungan usaha (sustainbility) perusahaan dengan memperhatikan pemangku kepentingan (stakeholders) maka diperlukan prinsip-prinsip GCG. Prinsip-prinsip GCG berdasarkan pedoman umum Good Corporate Governance Indonesia (2006) yang dikeluarkan oleh Komite Nasional Kebijakan Governance adalah sebagai berikut:

  1. Transparansi (Transparency) Prinsip Dasar

  Untuk menjaga obyektivitas dalam menjalankan bisnis, perusahaan harus menyediakan informasi yang material dan relevan dengan cara yang mudah diakses dan dipahami oleh pemangku kepentingan. Perusahaan harus mengambil inisiatif untuk mengungkapkan tidak hanya masalah yang disyaratkan oleh peraturan perundang-undangan, tetapi juga hal yang penting untuk pengambilan keputusan oleh pemegang saham, kreditur dan pemangku kepentingan lainnya.

  Pedoman Pokok Pelaksanaan

  1.1.Perusahaan harus menyediakan informasi secara tepat waktu, memadai, jelas, akurat dan dapat diperbandingkan serta mudah diakses oleh pemangku kepentingan sesuai dengan haknya.

  1.2.Informasi yang harus diungkapkan meliputi, tetapi tidak terbatas pada, visi, misi, sasaran usaha dan strategi perusahaan, kondisi keuangan, susunan dan kompensasi pengurus, pemegang saham pengendali, kepemilikan saham oleh anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris beserta anggota keluarganya dalam perusahaan dan perusahaan lainnya, sistem manajemen risiko, sistem pengawasan dan pengendalian internal, sistem dan pelaksanaan GCG serta tingkat kepatuhannya, dan kejadian penting yang dapat mempengaruhi kondisi perusahaan.

  1.3.Prinsip keterbukaan yang dianut oleh perusahaan tidak mengurangi kewajiban untuk memenuhi ketentuan kerahasiaan perusahaan sesuai dengan peraturan perundang-undangan, rahasia jabatan, dan hak-hak pribadi.

  1.4.Kebijakan perusahaan harus tertulis dan secara proporsional dikomunikasikan kepada pemangku kepentingan.

  2. Akuntabilitas (Accountability) Prinsip Dasar

  Perusahaan harus dapat mempertanggungjawabkan kinerjanya secara transparan dan wajar. Untuk itu perusahaan harus dikelola secara benar, terukur dan sesuai dengan kepentingan perusahaan dengan tetap memperhitungkan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lain. Akuntabilitas merupakan prasyarat yang diperlukan untuk mencapai kinerja yang berkesinambungan.

  Pedoman Pokok Pelaksanaan 2.1.

  Perusahaan harus menetapkan rincian tugas dan tanggung jawab masing-masing organ perusahaan dan semua karyawan secara jelas dan selaras dengan visi, misi, nilai-nilai perusahaan (corporate values), dan strategi perusahaan.

  2.2. Perusahaan harus meyakini bahwa semua organ perusahaan dan semua karyawan mempunyai kemampuan sesuai dengan tugas, tanggung jawab, dan perannya dalam pelaksanaan GCG.

2.3. Perusahaan harus memastikan adanya sistem pengendalian internal yang efektif dalam pengelolaan perusahaan.

  2.4. Perusahaan harus memiliki ukuran kinerja untuk semua jajaran perusahaan yang konsisten dengan sasaran usaha perusahaan, serta memiliki sistem penghargaan dan sanksi (reward and punishment system) .

  2.5. Dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya, setiap organ perusahaan dan semua karyawan harus berpegang pada etika bisnis dan pedoman perilaku (code of conduct) yang telah disepakati.

  3. Responsibilitas (Responsibility) Prinsip Dasar

  Perusahaan harus mematuhi peraturan perundang-undangan serta melaksanakan tanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan sehingga dapat terpelihara kesinambungan usaha dalam jangka panjang dan mendapat pengakuan sebagai good corporate citizen.

  Pedoman Pokok Pelaksanaan 3.1. undangan, tidak saling mendominasi dan atau melempar tanggung jawab antara satu dengan yang lain.

  Organ perusahaan harus berpegang pada prinsip kehati-hatian dan memastikan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, anggaran dasar dan peraturan perusahaan (by-laws).

  3.2. Perusahaan harus melaksanakan tanggung jawab sosial dengan antara lain peduli terhadap masyarakat dan kelestarian lingkungan terutama di sekitar perusahaan dengan membuat perencanaan dan pelaksanaan yang memadai.

Dokumen yang terkait

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemasaran - Analisis Pengaruh Suasana Toko (Store Atmosphere) Dan Lokasi Terhadap Minat Beli Konsumen Di Ramayana Department Store Cabang Buana Plaza Medan

0 0 35

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Analisis Pengaruh Suasana Toko (Store Atmosphere) Dan Lokasi Terhadap Minat Beli Konsumen Di Ramayana Department Store Cabang Buana Plaza Medan

0 2 10

Analisis Pengaruh Suasana Toko (Store Atmosphere) Dan Lokasi Terhadap Minat Beli Konsumen Di Ramayana Department Store Cabang Buana Plaza Medan

0 0 9

BAB II TINJAUAN PEMBELAJARAN MUSIK DAN PRAKTIK INSTRUMEN GITAR DI CHANDRA KUSUMA SCHOOL - Pembelajaran Praktik Instrumen Gitar Kurikulum ABRSM Dasar I Di Chandra Kusuma School: Kajian Terhadap Masalah dan Solusinya

0 0 33

BAB I PENDAHULUAN - Pembelajaran Praktik Instrumen Gitar Kurikulum ABRSM Dasar I Di Chandra Kusuma School: Kajian Terhadap Masalah dan Solusinya

0 0 39

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Laporan Keuangan - Analisis Laporan Keuangan dengan Model Springate dalam Memprediksi Potensi Kebangkrutan Perusahaan Pertambangan Sub Sektor Batu Bara yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 0 24

Pengaruh Implementasi International Pasient safety Goals (IPSG) terhadap kinerja perawat di ruang rawat inap RSUP H. Adam Malik Medan

0 1 15

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Akreditasi Joint Commission International (JCI) - Pengaruh Implementasi International Pasient safety Goals (IPSG) terhadap kinerja perawat di ruang rawat inap RSUP H. Adam Malik Medan

0 0 33

Pengaruh Implementasi International Pasient safety Goals (IPSG) terhadap kinerja perawat di ruang rawat inap RSUP H. Adam Malik Medan

0 0 21

Pengaruh Peranan Audit Internal Dan Budaya Organisasi Terhadap Penerapan Prinsip Good Corporate Governance Pada Pt. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, Medan

0 0 20