Review Artikel : Respon Antibodi terhadap Protein Permukaan Merozoit Plasmodium Falciparum dalam Penentuan Transmisi Malaria

REVIEWARTIKEL:
RESPON ANTIBODI TERIIADAP PROTEIN PERMUKAAN MEROZOIT
PLASMODII]M F'ALCIPART]M DALAM PENENTUAN TRANSNIISI MALARIA
Anis Nurwidayatit

,rrff:#ff;,

Malaria is one of the issuesmost
health around the world. Malaria is the
leading cause of death and disease in developing countries, children andpregnantwomen are
the group most vulnerable to infection. Transmission rneasurernents made as the eyaluation of
malaria control programs. Some epidemiological models ofmalaria that has been developed
is us eful in d e s crib ing the tr ans mis s i o n of m al ari a is b as e d o n s ev er al fac tor s.
In this review described briefly regarding the transmission of malaria, measurement
methods, especially measurement serologically transmission, serological markers used, as
well as anti-malarial antibody response that appears on these serological markers.
There are three main methods of measuring the transmission of malaria, namely
Entomological Inoculation Rates (EIR), Yectorial Capacity (YC) and Case Basic
Reproduction Rate (Ro). malaria transmission measurernent can also be done by using
serological markers. Serological marker that has been proven can be used to estimate the
malaria transmissionfor long periods or being in the endemic areas is the MSP- I , MSP-2 and

AMA-1
Antibody responses may reflect the occurrence of malara transmission due to higher
antibody responses correlated positively with exposure to Plasmodium infection. Serological
parameters has advantages over other measurement methods to determine the endemicity,
because the antibody response can persistfor several months to several years after infection.
Key words : antibody anti merozoit, malarial transmission, serological marke4 Plasmodium
.falciparum

PENDAIIULUAN

Malaria adalah penyakit yan1
disebabkan oleh parasit protozoa dari
genus Plasmodium yang ditularkan
melalui nyamuk vektor. Penderita malaria
sering mengalami demam, menggigil, dan
gejala seperti penyakit flu. Apabila tidak

diobati, penyakit malaria dapat

berkembang menjadi komplikasi parah

dan menyebabkan kematian. Menurut
Organisasi Kesehatan Dunia (World

Health Organization / WHO) malaia
adalah penyebab kematian ke lima dari
penyakitmenular di seluruh dunia (setelah
infelsi pernafasan, FIIV / AIDS, penyakit
diare, dan TBC) di negara-negara
berkembang'0.

'. Balai Litbang P2B2Donggala
Badan Litbang Kesehatan, KEMENKES RI

Malaria adalah salah satu

masalah
kesehatan masyarakat yang paling penting
di seluruh dunia. Malaria penyebab utama
kematian dan penyakit di negara-negara
berkembang, anak-anak dan wanita hamil

adalah kelompok yang paling rentan untuk
terinfeksi. Menurut laporan malaria dunia
organisasi kesehatan dunia 2009 dan

rencana aksi malaria global, 3,3 miliar
penduduk (setengah dari populasi dunia)
hidup di daerah beresiko penularan
malaria di 109 negara'0.
Transmisi malaria di Indonesia lebih
tinggi di daerah dengan banyak hutan,
terutama di Indonesia bagian timw. 113
juta orang dari sekitar 214 jtfia total
populasi tinggal di daerah beresiko.

l7

Jumal Vektor Penyakit, Vol.

tVNo. l, 2010 : L7 - 25


Jumlah kasus yang dilaporkan menurun
dari 2,8 juta pada tahun 2001 menjadi 1,2
juta kasus pada tahun 2008. Jumlah kasus
yang dikonfirmasi secara mikroskopis
adalah 20% dar:^ total jumlah kasus, dan

hampir 5A% diantaranya adalah
P.falciparum".

Malaria merupakan salah satu
penyakit menular yang masih menjadi
masalah kesehatan masyarakat

di

dunia,

termasuk Indonesia. Menurut
Subdirektorat Malaria, Direktorat Jendral
PP&PL Kementrian Kesehatan RI tatrun

2009, Indonesia merupakan salah satu
negara yang masih berisiko terhadap
malaria karena sampai dengan tahun 2009,
sekitar 80 % kabupaten/kota masih
termasuk katagori endemis malaria dan
sekitar 45 o/o petduduk bertempat tinggal
di daerah yang berisiko tertular malaria.

r

.

malana

{.i4

Pengukuran level antibodi spesifik
anti MSP-1 dan AMA-I di dalam serum

penderita diharapkan dapat

menggambarkan intensitas transmisi
malaria. Oleh karma pengukuran dari
respon ini lebih sederhana, maka
diharapkan pengukuran ini akan berguna
dalanr mengestimasi ransmisi malaria di
daerah endemis, Parameter serologi
memiliki keuntungan dibanding metode
pengukuran lain untuk menenrukan
endemisitas, karena respon antibodi dapat
bertahan selama beberapa bulan sompai
beberapa tahun setelah teqadinya infeksi.

Respon antibodi

juga tidak

terlalu

dipengaruhi oleh perubahan musim d"n
tetap dapat dideteksi pada daerah transmisi

malaria yang tidak stabil2, Hal tersebut
menunjukkan bahwa marker serologi

Derajat endemisitas dapat diukur

dapat digunakan sebagai alat dalan

dengan berbagai cara seperti angka limpa
(spleen rate), angka parasit (parasite rate)
dan angka sporozoit (spotozoite rate) yarrg

pengtrkurau intensitas transmisi malaria
secara cepat. Apabila insidensi malaria d,n
transmisi malaria yang terjadi dapat
diketahui dengan cepat maka peoenganan
terhadap kasus maupun peugendaliaa
vektor juga dapat lebih cepat dilakukan,
sehingga eliminasi malaria juga dapat
lebih cepat dilalcukan.
Respon antibodi anti malaria di daersh

endemsi rendah lebih cepat terbcoilk,
lebih tinggi dan bertahan lebih lams
daripada respon anti bodi anti malana di
daerah endemis rendah, Level antibodi
anti malaria pada orarg dewasa dapat

disebutmalariometri.
API

:

I kasus positifmilxoskopis

malaria X 1000

Jumlahpenduduk

Klaslfikasl daerah endemis malarla :
HCI (Hight Case Incidence) API : >5
/l000penduduk

MCI (Middle Case Incidence) API: L- 4,9
/l000penduduk
LCI (Low Case Incidence) API: < I /1000
pendudtrk

Antigen MSP-I dan AMA-I telah
banyak diteliti dan dikonfimrasi sebagai
antigen target yang penting dari imunitas

perlindungan pada manusia. Resiko

perkembangan parasit malaria

P.falcipantm pada orang yang memiliki
antibodi terhadap antigen permukaan
merozoit (MSP- I ) berkurang sebesar 54ol0,
sedangkan pada orang tanpa antibodi anti
merozoit sebesar 18%. Antibodi terhadap
antigen lain seperti AMA-I juga terkait
dengan perlindungan yang penting dari


18

bertahan sampai seumlu hidup, dEn
menurjukkan infeksi yang teiah teqadi
selama beberapa bulan tgsu trhun yarg
lalu. Respon antibodi pada anak - snak di
daerah endemis malaria rendrh lebih cepat
terbentuk dan dapat bertahan sampar lebih
dari 4 bulan. Respon antlMr pada anak
menunjukkan infeksi maiana yang banr
sajaterjadi ".
Penelitian mengenai prevalensi IgM
dan IgG spesifik malaria oleh Perraul et al.
menyebutkan bahwa respon antibodi
dipengaruhi oleh umlu, peningkatan

ReviewArtikel:ResponAntiboditerhadapprotein
respon antibodi pada anak lebih besar
terjadi pada umur di atas I 0 tahune.


(AnisNurwidayati)

manusia baru menyebabkan siklus hidup /
penularan parasit malaria terus

berlangsung".

PEMBAHASAN
A. Thansmisimalaria

Siklus hidup parasit malaria
melibatkan dua hospes. pada saat
menghisap darah, nyamuk Anopheles
betina yang terinfeksi malaria

memasukkan sporozoit ke dalam hospes
manusia. Sporozoit terbawa aliran darah
menuju ke hepar, menginfeksi sel hati dan
tumbuh menjadi skizon, yang kemudian
pecah dan mengeluarkan merozoit. (pada
P. vivasc danP ovaleterdapatfase dorman
dihepar I hypnozoites yang dapatbertahan
di hati dan kemudian menyebabkan
kambuh I relaps dengan menginvasi aliran
darah, pada minggu atau bahkan beberapa
tahunkemudian) ".
Setelah replikasi awal di hati (ekso
erihositik skizogoni), parasit mengalami
multiplikasi parasit aseksual dalam
eritrosit (schizogony erythrocytic).
Stadium cincin trofozoit berkembang
medadi skizon, yang kemudian pecah

melepaskan merozoit. Merozoit

menginfeksi sel darah merah. parasit pada
tahap eritrositik bertanggung jawab atas
manifestasi klinis penyakit ini. Beberapa
parasit berdiferensiasi ke tahap eritrositik
seksual (gametosit) menjadi gamet jantan
dangametbetina ".

Gametosit jantan (mikrogametosit)
dan betina (makrogametosit),

terbawa oleh
Anopheles
pada
saat menghisap
lyamuk
darah hospes. Multiplikasi purusit di
nyamuk dikenal sebagai siklus sporogoni.
Sementara di perut nyamuk, mikrogamet
membuahi makrogamet dan menghasilkan
zigot. Zigot akan berkembang menjadi
memanjang dan motil yang disebut
ookinet yang menempel pada dinding
midgut dari nyamuk dan akan berkembang
menjadi ookista. Ookista tumbuh, pecah,
dan melepaskan sporozoites, yao[ aka,
berpindah ke kelenjar ludah nyamuk.
Inokulasi dari sporozoites ke hospes

B. Pengukurantransmisimalaria
Peningkatan atau penurunan transmisi

malaia tergantung pada berbagai faktor
yang berhubungan dengan nyamuk vekfor,

manusia sebagai hospes, parasit
Plasmodium, kondisi lingkungan dan
evaluasi kontrol yang dilakukan.
Pengukuran transmisi dilalnrkan sebagai
evaluasl terhadap program pengendalian
malana".
Beberapa model epidemiologi malaria
yang telah dikembangkan berguna dalam

menggambarkan transmisi malaria
berdasarkan pada beberapa faktor tersebut.

Terdapat tiga metode utama pengukuran
transmisi malaria, yaifu Entomological
Inoculation Rates (EIR), Vectorial
Capacity (VC) dan Basic Case
Reproduction Rate (Ro), dari 3 metode
tersebut dapat dirumuskan untuk
menentukan tingkat transmisi malaria.
Metode EIR menggunakan parameter
kepadatan nyamuk dan infection rate /
sporozoite rate. Kepadatan nyamuk
ditentukan berdasarkan penangkapan
nyamuk vektor dengan human bites,
resting, penangkapan nyamuk di dinding
maupun dengan light trap. Sedangkan
untuk menentukan infection rate

dilalnrkan dengan menghitung persentase
nyamuk yang terinfeksi plasmodium dari
jumlah nyamuk yang tertangkap dengan
humanbites'.

Pengukuran dengan metode yang
berhubungan dengan nyamuk, misalnya
EIR merupakan metode standard WHO,
namun memiliki beberapa kelemahan
yaitu memerlukan teknik yang mahal,
membutuhkan waktu yang lama, secara

tehris sulit dilakukan, terutama pada
waktu penangkapan nyamuk dengan
metode human bites, karena aktivitas
orang akan sangatberpengaruh. Selain ifu,
untuk daerah dengan endemisitas malaria

l9

Jumal Veltor Penyakit, Vol. IV No. 1, 2AI0 : 17 - 25

Merozoite Surface Protein (MSP-l),
M er o zoite Antigen (AMA-l)
Sejumlah antigen dari merozoite telah
diketahui berperan dalam proses invasi
eritrosit. Beberapa protein tersebut
merupakan target antibodi manusia untuk
menghambat proses atau pengharnbatan
yang terganrung pada antibodi. Protein
permukaan merozoit (Merozoite Surface
Protein iMSP-L) diperkirakan berperan
dalam proses perlekatan awal merozoit
denganpennukaan membrane eritrosit.
Apical Membrane Antigen-l (AI\1A-1)

C.

yang rendah, metode pergukuran EIRjuga
dinilai kurang sensitif karena dapat terjadi

Ap ic al

dimana nyamuk akan sulit diperoleh.
Dengan demikian, teknik yang lebih
sederhana namun lebih sensitif untuk
mengukur transmisi malaria perlu
dikembangkan'.
Pengukuran antibodi dinilai dapat
digunakan untuk memprediksi transmisi
malaria karena tinggi rendahnya kadar
antibodi tergantung pada paparan gigitan
nyamuk yang terinfeksi Plasmodium.
Pemeriksaan serologi diharapkan dapat
digunakan untuk mengetahui fluktuasi
antibodi di setiap orang selama periode
pengamatan, mengetahui hubungan antara
titer antibodi dengan insidensi malaria,
serta mengetahui apakah titer antibodi
dapat digunakan untuk memprediksi
t
il
,
2
lnsloenslmaLarla .
Drakeley dkk, 2A05 menyebutkan
bahwa pemanfaatan marker serologi untuk

berperan dalam reorientasi apikal
merozoit yang bertujuan unruk invasi ke
eritrosit. Dua kelompok ligan yang
berperan dalam invasi yang terdapatpada
bagian apikal yaitu Erythrocyte Binding
Antigen (EBA 175, EBA 181, EBA 140)
dan P falciparum reticulocyte-binding
juga dibutuhkan untuk proses invasi.
Sejumlah protein lain yang terdapat di
permukaan merozoite dan fungsinya
belum diketahui dengan jelas yairu

memperkirakan transmisi malaria
tergantung pada penanda serologis yang
cocok. Marker serologi yang dapat
digunakan yaitu AMA-I, MSP-2, dan
MSP-11e karena dapat menunjukkan
imunogenisitas yang memungkinkan
untuk dipilih sebagai marker'.

meliputi MSP-2, MSP-3, MSP-4,

Berbagai antigen tersebut saat ini tengah
diteliti atau dikembangkan sebagai
kanriidat vaksin malaria pada stadium
eritr"ositik'.

ffi
rs#fh
l{i t*rh{'ndrl s

[*

#i.;

sub*peitirutr*r l{T+

i3l e. ..iS

silr'fe** co{l

ftr *r*fi*!"n*3

Gambar 3. Merozoit dan Plasmodium (ntaid rrh.gul')

20

dan

glutamate-rich protein (GLURP).

ReviewArtikel:ResponAntiboditerhadapProtein
Merozoit adalah stadium parasit yang
hidup bebas yang keluar dari hepatosit
yang terinfeksi dan menyerang erihosit
untuk memulai siklus malaria tahap
eritrositik. Replikasi lebih lanjut dalam
eritrosit mengeluarkan merozoites setiap
48-72 jam. MSP-1 adalah protein yang
terletak di permukaan Merozoite I yang
merupakan suatu protein multi-domain
besar terkait dengan kompleks apikal

Gambar 4. Stn:ktur dari protein

(AnisNurwidayati)

merozoite. Protein ini dipotong oleh
protease spesifft selama invasi eritrosit.
MSP-l,, merupakan domain karboksilterminal MSP-I yang terdapat pada
permukaan merozoite setelah pemecahan
proteolitik oleh protease. Dalam berbagai
penelitian, MSP-1,, berperan dalam
menginduksi respon imun protektif serta
dapat menjadi kandidat antigenpada siklus
stadium eritrositik.

MSP-I

dari Plasrnodium

(ncbi.nlm.nih.gov)

MSP-I adalah antigen permukaan
utama pada merozoit dan merupakan
protein stadium merozoit yang paling
banyak diteliti. Pada proses invasi,
beberapa bagian dari protein permuka,n

merozoit yang berukuran 195-kDa
terpecah, meninggalkan fragmen yang
stabil yaitu fragmen protein dengan C
terminal yang disebut MSP-1 (19). Protein
ini memiliki epitop yangmerupakan target
antibodi yang menghambat invasi erihosit
Protein permukaan Merozoit - 1 (MSP1, juga disebut sebagai P195, PMMSA
atauMSA 1) adalah salah satuyangpaling
dipelajari dari semua protein parasit

malaia. Studi pada Plasmodium

falciparum telah menunjukkan bahwa
protein ini berada pada permukaan

merozoit, hasil dari pembelahan
proteolitik dari molekul prekursor besar.
Pada permukaan sporozoite, terdapat
protein sirkum sporozoit dan protein
permukaan sporozoit -2. Protein yang
terletak di mikronema, telah ditemukan

mengandung urutan asam amino yang
diduga terlibat dalam mediasi perlekatan

dengan polisakarida sulfat pada
permukaan sel hati. Pada merozoit,
permukaan merozoit protein-l mungkin
terlibat dalam perlekatan dengan sel darah
merah. Protein ini mengalami modifftasi
kompleks pada waktu antara proses
sintesisnya sebagai molekul prekursor dan
invasi eritrosit. Protein merozoit lain
terletak di ujung apikal parasit telah
diidentifikasi sebagai protein yang dapat
a.
melekat pada eritrosit atau retikulosit
Apical Membrane Antigen (AMAI)
adalah protein yar;g diekspresikan di
membran Plasmodium falciparum, parusit

penyebab malari

a yang

dapat

menimbulkan kematian pada manusia.
AMA-1 sangat stabil dan konserv pada
semua parasit apicomplexa yang
diekspresikan pada stadium merozoit pada

siklus hidup parasit. Penelitian
menunjukkan bahwa AMA-1 terlibat
dalam invasi merozoite ke sel darah merah.

AMA-I juga penting untuk

pembelahan

2t

E

Junral Vektor Penyakit, Vol. IV No. 1, 2010 :

l7 - 25

dan pertahanan parasit malaria. Penelitian

dengan pemberian antibodi spesifik anti

AMA-I

pada sel kultur yang diinfeksi
malaria menunjukkan bahwa parasit

malaria tidak dapat berkembang biak dan
t.
menyebarkan penyakit

AMA1 adalah protein membran tipe I
integral dengan 55-segmen asam amino
sitoplasma dan 550 asam amino
ekstaseluler yang dapat dibagi menjadi

Garnbar 5. Struktur protein

AMA-I

D. Antibodi anti merozoit
Pada siklus hidup parasit malaria,
stadium sporozoit merupakan stadium dari
parait yang memiliki stnrktur pembungkus
yang disebut Circum Sporozite Protein

(CSP), yang tersusun dari struktur

repetitive atau ulangan dari suatu bentuk
epitop terhadap sel B, dan area repetitif
yang juga banyak mengandung epitop
terhadap sel T. Masuknya sporozoit ke
dalam tubuh manusia diketahui dapat
menstimulasi respon imun baik selular
maupun humoral. Telah diketahui bahwa
di daerah endemis malaria, munculnya
antibodi anti-sporozoit menjadi semakin
jelas pada orang dewasa. Marker serologi
yang telah dibuktikan dapat digunakan
untuk memperkirakan transmisi malaria
untuk waktu yang lama maupun sedang di
daerah endemis di Tanzania adalah MSP1, MSP-2 danAMA-1 '.
Protein yang terkait dengan

22

tiga domain berdasarkan ikatan disulfida
intradomain (Andrew .tkk, 2007). Apical
membrane antigen (AMA-l) terletak di
bagian apical dari merozoite den berperan
penting dalam proses invasi ke eritrosit.
AMA-I diketahui dapat menstimulasi
respon imun humoral pada pasien dengan
malaria kronis. AMAjuga diketahui dapat
7.
menstimulasi respon sel T secara in vitro

dari Plasmodium (wehi.edu.au)

permukaan merozoit atau bagian apikal
merozoit merupakan target antibodi yang
dapat menghambat invasi merozoit ke
eritrosit. Pada saat parasit malaria

menginfeksi hospes manusia untuk
pertama kali, sistem imun manusia mulai
memproduksi antibodi. Antibodi berfungsi
mengenali molekul antigen yang terdapat
pada permukaan parasit dan b ekerj a sec ara
langsung atau bekerjasama dengan bagian
lain sistem imun untuk membunuh parasit
malaria. Produksi antibodi dapatan secara
alami pada awalnya berlangsung lambat,
sehingga individu menjadi sakit ketika
terinfeksi. Akan tetapi, dikarenakan sistem

imun memiliki memori untuk

pembentukan antibodi, maka respon
sistem imun unruk i:rfeksi selanjutrya
menjadi lebih cepat. Level atau kadar
antibodi juga semakin meningkat dengan
adanya setiap paparan infeksi dan menjadi
lebih efektif dalam membunuh parasit'.

ReviewArtikel:ResponAntiboditerhadapProtein

Setelah papararL infeksi yarg
berulang, individu mengembangkan
imunitas yang efektif yarLg dapat
mengkontrol parasitemia stadium
eritrositik. Hal tersebut dapat mengurangi
gejala klinis dan komplikasi yang
memb ahay akan bahkan dapat

menimbulkan kematian. Antibodi

merupakan mediator yang penting pada
imunitas dapatan terhadap malaria.
Antibodi terhadap antigen merozoite
diperkirakan menjadi target yang penting
padaperlindungan oleh antibodi. Selain itu
juga diperkirakan bahwa fungsi antibodi
tersebut secara in vivo adalah menghambat
invasi merozoit ke eritrosit, opsonisasi
merozoite untuk fagositosis, dan
penghambatan melalui mekanisme
antibody dependent ce llular inhibition3 .
Individu di daerah transmisi malaia

yang rendah dapat secara

(AnisNurwidayati)

malaria tergantung pada penanda serologis
yang cocok. Marker serologi yang dapat
digunakan yaitu AMA-I, MSP-2, dan

MSP-11e karena dapat menunjukkan
imunogenisitas yang memungkinkan
untuk dipilih sebagai marker. Hubungan
antaru seropo sitif, prevalensi parasit, dapat
mencerminkan kumulatif paparan infeksi
malaria terhadap seropositif selama
bertahun-tahun'.

Marker serologi yang telah dibuktikan
dapat digunakan untuk memperkirakan
transmisi malaria untuk waktu yang lama
maupun sedang di daerah endemis di

Tarzaria adalah MSP-I, MSP-2 dan
AMA-I (Drakeley et a1.,2005). Korelasi
positif yang sigdfikan ditemukan antara
titer antibodi anti MSP- 1 dengan
kepadatan parasit malaria, (Omosun et al.,

2005). Penelitian meta analisis terhadap

cepat

antigen pada merozoit malaria

membentuk dan mempertahankan respon
antibodi IgG terhadap a (alpha) MSPI19kD selama lebih dari empat bulan.
Respon ini tidak sama dengan respon
pembentukan antibodi di daerah transmisi
malaria yang tinggi, (Torres et a1.,2008).
Penelitian longitudinal pada respon

menunjukkan bahwa tedapat asosiasi
arrtara antibodi dengan insidensi malaria
karena P.falciparum. Pengaruh yang
paling besar adalah munculnya IgG
terhadap MSP-3 C terminal dan MSP1
(1 9)'.

antibodi membuktikan adanya waktu
paruh IgG yang pendek dan adanya puncak
IgM selama satu tahun pertama seorang

anak yang berhubungan dengan deteksi

malaria. Perlindungan terhadap

parasitemia dan gejala demam telah
ditemukan pada bayi ketika terdapat
antibodi anti MSP- 1 (1 9kD)'.

E. Marker serologi sebagai indikator
untuk memprediksi insidensi
malaria

Sutton dkk. dalam penelitiannya
menyebutkan bahwa terdapat asosiasi
yang sangat kuat arttara respon antibodi

1- 19 kD dengan
perlindungan terhadap penyakit demam
dan parasitemia. Drakeley et al (2005)
menyebutkan bahwa pemanfaatan marker
serologi untuk memperkirakan transmisi

terhadap PfMSP

KESIMPULAN
Pada daerah endemis malaria yang
rendah, respon antibodi lebih cepat
terbentuk dan bertahan lebih lama
daripada respon antibodi anti malaria di

daerah endemis malaria yang tinggi.
Respon antibodi dapat menggambarkan
terjadinya transmisi malara disebabkan
karena peningkatan respon antibodi
berkorelasi positif dengan paparan infeksi
Plasmodium. Parameter serologi memiliki

keuntungan dibanding metode
pengukuran lain untuk menentukan
endemisitas, karena respon anfibodi dapat
bertahan selama beberapa bulan sampai
beberapa tahun setelah terjadinya infeksi.
Marker serologis yang berpotensi sebagai
kandidat vaksin malaria adalah MSP-1.
Marker serologi dapat digunakan sebagai
alat dalam pengukuran intensitas transmisi

23

JumalVektorPenyakit Vol.IVNo. 1,2010 :

l7 -25

malaria secara cepat. Apabila insidensi
malaria dan ffansmisi malaria yang terjadi

dapat diketahui dengan cepat maka
penanganan terhadap kasus mauputr

pada:
5.

3

Agustus 2010,2:58:23PM

Haas, Marilyn and Susannah Fulling.

Plasmodium falcipdrum APical
Membrane Antigen 1 (AMAI). http.
//bi o 1o gy. kenyon. edu I BMB I Chime2 I
20061 Al|dAl/index.htm. 2006.
Diakses pada : 31 Agustus 2010;

pengendalian velctorjuga dapat lebih cepat
dilakukan, sehingga eliminasi malariajuga
dapat lebih cep at dilalnrkan.

15.50.

I}AFTARPUSIAKA

l

6.

Branch H O, Venkatchala U, Allen W
H, Aggrey J O, William A H et a|.
I 998. A Longitudinal Investigation of
IgG and IgM Antibody Responses to
the Merozoite Surface Protein-l 19
Kilodalton Domain of Plasmodium
falciparum in Pregnant Women and
Infants : Association with Febrile
Illnes, Parasitemia, and Anemia.

American Journal

of

7.

Tropical

Medicine and Hygrene. 1998; 58(2):

Corran Patrick, Paul Coleman,
Eleanor Riley and Chris Drakeley.
Serology : a robust indicator of
mal,aria transmission intensity?.
TRENDS in Parasitology. 2007;
30(10). www. sciencedirect.com.
Diakses pada:

21 Agustus

London, U.K.1994.
8.

Drake1ey,C.J,

anti-MSP-1(19) antibody response
and age in children infected with
Plasmodium falciparum during the dry
and rainy seasons. DePartment of

P.G

Zoology, University of Ibadan,
Ibadan, Nigeria. Acta TroP. 2005;

Coleman, J.E Tongren, S.L.R.
McDonald, et al. Estimating Medium
and Long Term Trends in Malaria
Transmission by Using Serological
Markers of Malaria Exposure. PNAS
Journal. 2005; 102 (14): 5108-5113.
diakses pada

:3

Agustus 2010,3:

13

:33

PM.

4.

Fowkes FJI, Richards JS, SimpsonJA,
Beeson JG. 2010. The Relationship
between Anti-merozoite Antibodies

and Incidence of Plasmodium
falciparum Malaria: A Systematic
Review and Meta-analysis. PLoS
Med; Vol 7(1): e1000218 DOI:
1 0. 1 37 1/jourral.pmed. 1 0002 1 8. http:
//www.plosmedicine.org. Diakses

24

M, Nwuba RI. 2005.

Variation in the relationship between

2010,

PH Corran,

Omosun YO, Anumudu CI, Adoro S,
Odaibo AB, Sodeinde O, Holder AA,

Nwagwu

8:06:49AM.

3.

Holder AA, Blackman MJ, Burghaus
PA, Chappel JA, Ling IT, McCallumDeighton N, Shai S. A malaria
merozoite surface protein (MSPl)structure, processing and function'

National Institute for Medical
Research, Division of Parasitology,

2lt-219.

2.

Holder AA. Proteins on the surface of
the malaria parasite and cell invasion.
Division of Parasitology, National
Institute for Medical Research,
London, t-IK. Parasitology. 1994; 108
Suppl:5-18.

95(3):

.

httP://u'u'w.ncbi.
nlm.nih. gov/pubmed,' 1 60 5 5 07 1'
Diakses pada : 1 Juli 2010. 9:25:35
233-47

PM.
9.

Perraut R, Puijalon OM. Diouf B, Tall
A, Guillotte M, et a1, 2000. Seasonal
Fluctuation of Antibod.v Levels to
Plasmodium falciparam Parasitized
Red Blood Cell-Associated Antigen in

Two Senegalese Villages with
Different Transmission Conditions.
American Journal of TroPical
Medicine and Hygiene. 2000; 62 (6):
7 46-7 5i . htp I I http:l lwww.ncbi.nln.
:

ReviewArtikel:ResponAntiboditerhadapProtein

(AnisNurwidayati)

protein-l C-terminal 19kD (MSPI19kD), in Peruvians exposed to
10.

Qari, S.H., et al. Predicted and
Observed Alleles of Plasmodium
falciparum Merozoite Surface
Protein-1 (MSP-1), a Potential
Malaria Vacoine Antigen. Molecular
and Biochemical Parasitology.lgg8;
92: 241 -252.h@://www.brown.edu/
Courses/Bio_l 60/Proj ects I 999ima1ar
ialantgs.htrnl. Diakses pada 30 Juli
2010,7:28.45 ANI

11. Steward Laveta, Roly Gosling, Jamie
Griffin, samwel Gesase, Joseph
Campo, Ramadhan Hashim, et al.

Rapid Assesment

of

Malaria

Transmission Using Age-Spesific
Sero-Conversion Rates. PlosOne.
2009;4. Issue 6.

12. Supargiyono, Satoto TT, Wijayanti
MA, Buwono DT. MalariaPrevalence
and Incidence at Purworejo Cental
Java-Indonesia. Laporan Penelitian
Proyek MTC Indonesi a.2009 .
13. Torres JK, ClarkEH, Hemandez JN,
Cornejo K E S, Dionicia Gamboa and
Branch O H.2008. Antibodyresponse

dynamics

to the Plasrnodium

falciparum conserved vaccine

hypoendemic malaria transmission.

Malaria Journal. 2008.

http: //www. malariaj ournal.

corn/contenV7llll73. Diakses pada I 1
Agustus 2010, 10:52:56 AM.
14. Wipasa J, Suphavilai C, Okell LC,
Cook J, Corran PH. 2010. Long-Lived

Antibody and B Cell Memory
Responses to the Human Malaria

Parasites, P lasmo dium falcip arum and

Plasmodium vivax. PLoS Pathog

2010; 6(2): e1000770.doi:10.13711
1 00 07 7 0.

j ournal.ppat.

http : //www.p1o spatho gens. org.
Diakses pada : 2l Agustus 2010,
8:06:49AM.

15.WHO. About malaria.

.

http://www.cdc.gov/maLaia/
2010.
Diakses pada : 24 h1rr12010,4:52:27
PM
16. WHO. Geographic distribution and

statitistic. http://www.cdc.

gov/malari a/ malaia_worldwi de/imp
act.html. 2010. http ://wwwnc.cdc. gov
I tr av el I y el I owb o ok/ 20 I 0 I chapter
2 I malada- ri s k-informati on- and prophylaxis.aspx

candidate antigen, merozoite surface

25