MAKALAH PENDIDIKAN PANCASILA PANCASILA S (2)

MAKALAH
PENDIDIKAN PANCASILA
“PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA”

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 4
1. KRISTI Y. KODONGAN
2. GLORIA KH. TULANGI
3. DESCHAMP TANDAJU
4. REYNALD RUNTUWENE
5. YOKSAN TUMPAO
6. RICARDO MONTOH
7. MIRECLE KAAWOAN
8. LININCE KENELAK
9. FRENY KASENDA
10. FERJENIA FEYBELIA

17210005
17210104
17210133
17210150

17210097
17210143
17210099
17210112
17210038
17210043

UNIVERSITAS NEGERI MANADO
FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK INFORMATIKA
2017
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur dipanjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nya
Kelompok kami dapat menyelesaikan salah satu tugas Mata Kuliah Pendidikan Pancasila. Materi-materi ini
kami dapatkan dari beberapa sumber sehingga menjadi sebuah makalah.
Dan kepada Dosen pembimbing kami yang telah memberikan tugas ini kepada kami, kami ucapkan terima
kasih karena dengan ini kami bisa mengetahui dan mengerti arti Pancasila sebagai Sistem Etika. Tak lupa
kepada sumua pihak bersangkutan yang telah membantu menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Nilai, Norma dan Moral adalah konsep-konsep yang saling berkaitan. Dalam hubungannya dengan

pancasila maka ketiganya akan memberikan pemahaman yang saling melengkapi sebagai sistem etika. Nilainilai tersebut dijabarkan dalam kehidupan yang bersifat praktis atau kehdupan nayata dalam masyarakat,
bangsa dan negara maka diwujudkan dalam norma-norma yang kemudian menjadi pedoman. Norma-norma
itu meliputi :
1. Norma Moral
Yang berkaitan dengan tingkah laku mausia yang dapat diukur dari sudut baik maupun buruk, sopan
atau tidak sopan, susila atau tidak susila.
2. Norma Hukum
Suatu sistem peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam suatu tempat dan waktu tertentu
dalam pengertian ini peraturan hukum. Dalam pengertian itulah pancasila berkedudukan sebagai
sumber dari segala sumber hukum.
Dengan demikian pancasila pada hakekatnya bukan merupakan suatu pedoman yang langsung bersifat
normatif maupun praktis melainkan merupan suatu sistem nilai-nilai etika yang merupakan sumber norma.
Kelompok kami sangat berharap maklah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta
pengetahuan kita. Kami juga menyadari sepenuhnya dalam tugas ini terdapat kekurangan-kekurangan dan
jauh dari apa yang kelempok kami harapkan. Untuk itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi
perbaikan dimasa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa sarana yang
membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya tugas
yang telah disusun ini dapat berguna bagi kelompok kami maupun orang yang membacanya. Sebelumnya
kami mohon maaf apaila terdapat kesalahan-kesalahan kata yang kurang berkenan. Sekian dan terima kasih.


Tondano, 11 Okteber 2017

Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................................
DAFTAR ISI..............................................................................................................................................
BAB I : PENDAHULUAN........................................................................................................................
LATAR BELAKANG........................................................................................................................
RUMUSAN MASALAH.....................................................................................................................
TUJUAN PENULISAN...........................................................................................................................
BAB II : PEMBAHASAN...............................................................................................................................
PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA........................................................................................
BAB III : PENUTUP............................................................................................................................................
KESIMPULAN.........................................................................................................................................
SARAN..................................................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................................................


BAB I
PEMBAHASAN

LATAR BELAKANG
Pancasila adalah sebagai dasar negara Indonesia yang menanggung peranan penting dalam setiap
aspek kehidupan masyarakat Indonesia salah satunya adalah “Pancasila sebagai suatu sistem etika”. Di dunia
internasional Indonesia terkenal sebagai salah satu negara yang memiliki etika yang baik, rakyatnya yang
ramah, sopan santul dll.
Pancasila adalah suatu kesatuan yang majamuk tunggal, setiap sila tidak dapat berdiri sendiri terlepas
dari sila lainnya, diantara sila satu dan lainnya tidak saling bertentangan. Inti dan isi pancasila adalah isi
Pancasila adalah manusia monopluralis yang memiliki unsur-unsur susunan kodrat (individu-makhluk hidup),
kebudayaan kodrat sebagai pribadi berdiri sendiri, yaitu makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Pancasila merupakan
penjelmaan hakekat manusia monopliralis sebagai kesatuan.
Pancasila memegang peranan besar dalam membentuk polo pikir bangsa Indonesia sehingga bangsa
Indonesia dapat dihargai sebagai salah satu bangsa yang beradab didunia. Kecenderungan menganggap acuh
dan sepele akan kehadiran pancasila diharapkan dan dapat ditinggalkan, karena Pancasila wajib diamalkan
oleh warga Negara Indonesia. Alasan lain karena bangsa yang besar adalah bangsa yang beradab.
Pembentukan etika bukan hal yang susah dan gampang untuk dilakukan, karena etika berasal dari tingkah
laku, perkataan, perbuatan, serta hati nurani kita masing-masing.


RUMUSAN MASALAH
a.
b.
c.
d.
e.

Apa maksud dari Pancasila sebagai sitem Etika?
Bagaimana pemahaman konsep dan teori dari Etika?
Apa yang dimaksud dengan Nilai, Norma dn Moral yang terdapat dalam Etika?
Apa yang dimaksud dengan Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praktis?
Bagaimana hubungan Nilai, Norma dan Moral?

TUJUAN PENULIS
a. Untuk memenuhi tugas mata kuliah pendidikan Pancasila yang diberikan oleh Dosen Pembimbing.
b. Untuk mengetahui lebih dalam maksud dari Pancasila sebagai Sistem Etika
c. Untuk memberikan informasi kepada pembaca mengenai pancasila sebagai sistem Etika.

BAB II
PEMBAHASAN


PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA
Pancasila sebagai susatu sistem filsafat pada hakikatnya merupakan suatu nilai sehingga merupakan
sumber dari segala penjabaran norma, baik norma hukum, norma moral maupun norma kenegaraan lainnya.
Dalam filsafat pancasila terkandung di dalamnya suatu pemikiran-pemikiran yang bersifat kritis, mendasar,
rasional, sistematis dan komprehensif (menyeluruh) dan sistem pemikiran ini merupakan suatu nilai. Oleh
karena itu suatu pemikiran filsafat tidak secara langsung menyediakan norma-norma yang merupakan
pedoman dalam suatu tindakan atau aspek praktis melainkan suatu nilai-nilai yang bersifat mendasar.
Sebagai suatu nilai, Pancasila meberikan dasar-dasar yang bersifat fundamental dan universal bagi
manusia baik dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Adapun manakala nilai-nilai tersebut
akan dijabarkan dalam kehidupan yang bersifat praksis atau kehidupan yang nyata dalam masyarakat, bangsa
maupun Negara maka nilai-nilai tersebut kemudian dijabarkan dalam suatu norma-norma yang jelassehingga
merupakan suatu pedoman. Norma-norma tersebut meliputi:
1. Norma Moral : yaitu yang berkaitan dengan tingkah laku manusia yang dapat diukur dari sudut baik
maupun buruk, sopan maupun tidak sopan, susila atau tidak susila. Dalam kapasitas inilah maka nilainilai pancasila telah terjabarkan dalam suatu norma-norma etika sehingga pancasila merupakan
system etika dalam bentuk bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
2. Norma Hukum : yaitu suatu sistem peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam suatu tempat
dan waktu tertentu. Dalam pengertian inilah maka pancasila berkedudukan sebagai sumber dari segala
sumber hukum nilai-nilai pancasila yang sejak dahulu telah merupakan suatu pandangan hidup, suatu
filsafat hidup, suatu cita-cita moral yang terwujud dalam kehidupan sehari-hari bangsa Indonesia

sebelum membentuk Negara. Atas dasar pengertin inilah maka nilai-nilai pancasila berasal dang
bangsa Indonesia sendiri atau dengan lain perkataan bangsa Indonesia sebagai asal (kuasa materialis)
nilai-nilai pancasila.
Jadi nilai-nilai pancasila pada hakikatnya bukanlah merupakan suatu pedoman yang langsung bersifat
normatis maupun praksis melainkan merupakan suatu sistem niali-nilai etika yang merupakan sumber norma,
baik meliputi norma moral maupun norma hukum, yang pada gilirannya baru dijabarkan lebih lanjut dalam
norma-norma etika, moral maupun norma hukum dalam kehidupan kenegaraan maupun kebangsaan.

A. PENGERTIAN ETIKA
Filsafat dibagi menjadi beberapan cabang kelompok bahsan pokok, yaitu filsafat teoritis dan filsafat
praktis. Kelompok pertama mempertanyakan segala sesuatu yang ada, sedangkan kelompok kedua
membahasan bagaimana manusia bersikap terhadapa apa yang menurut lingkungan bahasannya masingmasing. Jadi filsafat teoritis mempertanyakan dan berusaha mencari jawaban tentang segala sesuatu misalnya
hakikat manusia, alam, hakikat realitas sebagai suatu keseluruhan tentang pengetahuan, tentang apa yang kita
ketahui, tentang transenden dan lain sebagainya. Dalam filsafat teoritispun juga mempunyai maksud-maksud
dan berkaitan dengan hal-hal yang bersifat praktis karena pemahaman yang di cari menggelorakan kehidupan.
Etika termasuk kelompok filsafat praktis dan dibagi menjadi dua kelompak yaitu etika unum dan etika
khusus. Etika merupakan suatu pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran-ajaran dan pandanganpandangan moral tertentu, atau bagaimana kita harus mengambil sikap bertanggung jawab berhadapan dengan
berbagai ajaran moral. Etika umum mempertanyakan prinsip-prinsip yang berlaku bagi setiap tindakan
manusia, sedangkan etika khusus membahas prinsip-prinsip di dalam hubungannya dengan berbagai aspek
kehidupan manusia. Etika khusus dibagi menjadi etika individual yang membahas kewajiban manusia

terhadap diri sendiri dan etika sosial yang membahas kewajiban manusia lain dalam hidup masyarakat , yang
merupakan suatu bagia terbesar dari etika khusus.
Etika berkaitan dengan berbagai masalah nilai. Karena etika pada pokoknya membicarakan masalajmasalah yang berkaitan dengan pridikat nilai “susila” dan “tidak susila”, “baik” dan “buruk”. Sebagai bahasan
khusus etika membicarakan sifat-sifat yang menyebabkan orang dapat disebut susila atau bijak. Kualitaskualitas ini dinamakan kebajikan yang dilawankan dengan kajahatan yang berarti sifat-sifat yang menunjukan
bahwa orang-orang yang memilikinya dikatan orang yang tidk susila. Sebenarnya etika lebih banyak
bersangkutan dengan prinsip-prinsip dasar pembenaran dalam hubungan dengan tingkah laku manusia. Dapat
juga dikatakan bahwa etika berkaitan dengan dasar-dasar filosofis dalam hubungan dengan tingkah laku
manusia.

B. PENGERTIAN NILAI, NORMA DAN MORAL
a. Pengertian Nilai
Nilai terjemahan dari istilah “value” termasuk pengertian filsafat, persoalan-persoalan tentang nilainilai yang dibahas dan dipelajari suatu cabang filsafat yaitu filsafat nilai (Axiologo, Theory of Value).
Filsafat juga sering diartikan sebagai ilmu tentang nilai-nilai. Istilah nilai didalam bidang filsafat dipakai
untuk menunjuk kata benda abstrak yang artinya “keberhargaan” (worth) atau “kebaikan” (goodness), dan
kata kerja yang artinya suatu tindakan kejiwaan tertentu dalam menilai atau melakukan penilaian.
Didalam “Dictionary of sociology an related sciences” dikemukakan bahwa nilai adalah kemampuan
yang dipercayai ada pada suatu benda untuk memuaskan manusia. Sifat dari suatu benda yang
menyebabkan menarik minat seseorang atau kelompok (The believed capacity of any object to statisfy a
human desire). Jadi nilai itu pada hakikatnya adalah sifat atau kualitas yang melekat pada suatu abjek
bukan pada objek itu sendiri.

Sesuatu itu mengandung nilai artinya ada sifat atau kualitas yang melekat pada sesuatu itu, misalnya:
bunga itu indah, perbuatan itu susila. Indah, susialah ialah sifat atau kualitas yang melekat pada bunga dan
perbuatan. Dengan demikian maka nilai itu sebenarnya adalah suatu kenyataan yang tersembunyi dibalik
kenyataan-kenyataan lainnya. Adanya nilai itu karena adanya kenyataan-kenyataan lain sebagai pembawa
nilai.
Max Scheler mengumumkan bahwa nilai-nilai yang ada tidak sama luhurnya dan tidak sama
tingginya. Nilai-nilai secara ril ada yang lebih tinggi dan ada yang lebih rendah dibandingkan dengan

nilai-nilai lainnya. Menurut tinggi rendahnya, nilai-nilai dapat dikelompokan dalam empat tinkatan, yaitu
sebagai berikut :
1) Nilai-nilai kenikmatan dalam tingkat terdapat deretan nilai-nilai yang mengenakkan dan tidak
mengenakkan yang menyebabkan orang senang atau menderita merasa tidak enak.
2) Nilai-nilai kehidupan dalam tingkat ini terdapatlah nilai-nilai yang penting bagi kehidupan misalnya
kesehatan, kesegaran jesmani, kesejahteraan umum.
3) Nilai-nilai kejiwaan dalam tingkat ini terdapat nilai-nilai kejiwaan yang sama sekali tidak tergantung
dari keadaan jesmani maupun lingkungan. Nilai semacam ini ialah keindahan, kebenaran dan
pengetahuan murni yang dicapai dala filsafat.
4) Nilai-nilai kerohanian dalam tingkat ini terdapat modalitas nilai dari yang suci dan tak suci. Nilai-nilai
semacam ini terdiri dari nilai-nilai pribadi.
Walter G. Everet menggolong-golongkan nilai-nilai manusiawi kedalam delapan kelompok, yaitu:

1) Nilai-nilai ekonomis ditujukan oleh harga pasar dan meliputi semua benda yang dapat dibeli.
2) Nilai-nilai kejesmanian membantu pada kesehatan, efesiensi dan kaindahan dari kehidupan badan.
3) Nilai-nilai hiburan, nilai-nilai permainan dan waktu senggang yang dapat menyumbangkan pada
pengayaan kehidupan.
4) Nilai-nilai sosial.
5) Nilai-nilai watak.
6) Nilai-nilai estetis.
7) Nilai-nilai intelektual.
8) Nilai-nilai keagamaan.
Notonagoro membagi nilai menjadi tiga macam, yaitu:
1) Nilai material
2) Nilai vital
3) Nilai kerohanian
NILAI DASAR, NILAI INSTRUMENTAL DAN NILAI PRAKTIS
1. Nilai Dasar
Meskipun nilai bersifat abstrak dan tidak dapat diamati oleh panca indra manusia, namun
kenyataannya inilai berhubungan dengan tingkah laku manusia. Setiap orang memliki nilai dasar yang
berupa hakikat, esensi, intisari atau makna yang dalam dari nilai-nilai tersebut. Nilai dasar bersifat
universal karena menyangkut kenyataan objek dari segala sesuatu.
Contohnya tentang hakikat Tuhan, manusia sera makhluk hidup lainnya. Nilai dasar yang berkaitan

dengan hakikat manusia maka nilai-nilai itu harus bersumber pada hakikat kemanusiaan yang
dijabarkan dalam norma hukum yang diistilahkan hak dasar (hak asasi manusia). Dan apabila nilai
dasar itu berdasarkan kepada hakikat suatu benda (kuantitas, aksi, ruang dan waktu) maka nilai dasar
itu juga dapat disebut sebagai norma yang direalisasikan dalam kehisupan yang praksis. Nilai dasar
yang menjadi sumber etika bagi bangsa Indonesia adalah nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.
2. Nilai Instrumental
Nilai instrumental adalah nilai yang menjadi peoman pelaksanaan dari nilai dasar. Nilai dasar belum
dapat bermakna sepenuhnya apabila belum memiliki formulasi serta parameter atau ukuran yang jelas
dan konkrik. Apabila nilai instrumental tu berkaitan dengana tingkah laku manusia dalam kehidupan
sehari-hari maka itu akan menjadi norma moral. Namun apabila nilai instrumental itu berkaitan
dengan suatu organisasi atau negara, maka nilai instrumental itu merupan suatu arahan, kebijakan,
atau strategi yang bersumber pada nilai dasar sehingga dapat juga dikatakan bahwa nilai instrumental
itu merupakan suatu eksplisitasi dari nilai dasar. Dalam kehidupan ketatanegaraan republik Indonesia,
nilai-nilai instrumental dapat di temukan dalam pasal-pasal undang-undang dasar yang merupakan
penjabaran pancasila.

3. Nilai Praksis
Nilai praksis merupakan penjabaran lebih lanjut dari nilai instrumental dalam kehidupan yang lebih
nyata dengan demikian nilai praksis merupakan pelaksanaan secara nyata dari nilai-nilai dasar.

ALIRAN-ALIRAN BESAR ETIKA
Dalam kajian etika dikenak tiga teori / aliran besar, yaitu deontologi, teleologi dan keutamaan. Setiap
aliran memiliki sudut pandang sendiri-sendiri dalam menilai apakah suatu perbuatan dikatakan baik atau
buruk.
1. Etika Deontologi
Etika deontologi memandang bahwa tindakan dinilai baik atau buruk berdasarkan apakah tindakan itu
sesuai atau tidak dengan kewajiban. Etika deontologi tidak mempersoalkan akibat dari tindakan tersebut,
baik atau buruk. Kebaikan adlah ketika seseorang melaksanakan apa yang sudah menjadi kewajibannya.
Tokoh yang mengemukakan teori ini adalah Immanuel Kant (1734-1804). Kant menolak akibat suatu
tindakan sebagai dasar untuk menilai tindakan tersebut karena akibat tadi tidak menjadi universalitas dan
konsistensi dalam bertindak dan meniai suatu tindakan (Keraf, 2002 : 9).
Kewajiban moral sebagai menifestasi dari hukum moral adalah sesuatu yang sudah tertanam dalam
setiap diri pribadi manusia yang bersifat universal. Manusia dalam dirinya secara kategoris sudah dibekali
pemahaman tentang suatu tindakan itu baik atau buruk, dan keharusan untuk melakukan kebaikan dan
tidak melakukan keburukan harus dilakukan sebagai perintah tanpa syarat (impratif kategoris).
Kewajiban moral untu tidak melakukan karupsi, misalnya, merupakan tindakan tampa syarat yang harus
dilakukan oleh setiap orang. Bukan karena hasil atau adanya tujuan-tujuan tertentu yang akan diraih,
namun karena secara moral setiap orang sidah memahami bahwa korupsi adalah tindakan yang dinilai
buruk oleh siapapun. Etika deontologi menekankan bahwa kebijakan/tindakan harus didasari oleh motifasi
dan kmapuan baik dari dalam diri, tanpa mengharapkan pamri apapun dari tindakan yang dilakukan
(Kusuanjono, 2008 : 7).
Ukuran kebaikan dalam etika deontologi adalah kewajiban, kemauan baik, kerja keras dan otonomi
bebas. Setiap tindakan dikatan baik apabila dilaksanakan karena idasari oleh kewajiban moral dan demi
kewajiban moral itu. Tindakan itu baik bila didasari oleh kemauan baik dan kerja keras dan sungguhsungguh untuk melakukan perbuatan itu, dan tindakan yang baik adalah didasarkan atas otonimi bebasnya
tanpa ada paksaan dari luar.
2. Etika Teleologi
Pandangan etika teleologi berkebalikan dengan etika deontologi, yaitu bahwa baik buruk suatu
tindakan dilihat berdasarkan tujuan atau akibat dari perbuatan itu. Etika teleologi membantu kesulitan
etika deontologi ketika menjawab apabila dihadapkan pada situasi konkrit ketika dihadapkan kepada dua
atau lebih kewajiban yang bertentangan satu dengan yang lain. Jawaban yang deberikan ole etika
teleologi bersifat situasional yaitu memilih mana yang membawa akibat baik meskipun harus melanggar
kewajiban, nilai norma yang baik.
Ketika bencana sedang terjadi situasi biasa chaos. Dalam keadaan sepeti maka memenihi kewajiban sering
sulit dilakukan. Contoh sederhana kewajiban mengenakan helm bagi pengendara motor tidak dapat
dipenuhi karena lebih fokus pada satu tujuan yaitu mencari keselamatan. Kewajibar membayar pajak dan
hutang juga sulit dipenuhi karena kehilangan seluruh harta benda. Dalam keadaan demikian etika teleologi
perlu dipertimbangkan yaitu demi akibat baik, beberapa kewajiban mendapat toleransi tidak dipenihi.
Persoalan yang kemudian muncul adalah akibat yang baik itu, baik menurut siapa? Apakah baik
menurut pelaku atau menurut orang lain? Atas pertanyaan ini, etika teleologi dapat digolongkan menjadi
dua, yaitu egoisme etis dan utulitarianisme.
1) Egoisme etis. Memandang bahwa tindakan yang baik adalah tindakan yang berakibat baik untuk
pelakunya. Secara moral setiap orang dibenarkan mengejar kebahagiaan untuk dirinya dan dianggap
salah satu buruk apabila membiarkan dirinya sengsara dan dirugikan.

2) Utulitarianisme, menilai bahwa baik buruknya suatu perbuatan tergantung bagaimana akibatnya
terhadap banyak orang. Tindakan dikatakan baik apabila mendatangkan kemanfaatan yang besar dan
memberikan kemanfaatan bagi sebanyak mungkin orang. Di dalam menentukan suatu tindakan yang
dilematis maka yang pertama adalah dilihat mana yang memiliki tingkat kerugian paling kevil dan
kedua dari kemanfaatan itu paling banyak menguntungkan bagi banyak orang, karena bisa jadi
kemanfaatannya besar namun hanya dapat dinikmati oleh sebagian kecil orang saja. Etika
utulitarianisme ini tidak terpaku pada nilai atau norma yang ada karena pandangan nilai dan norma
mungkin memiliki keragaman. Namun setiap tindakan selalu dilihat apakah akibat yang ditimbukan
akan memberikan manfaat bagi banyak orang atau tidak.
Kalau tidakan itu hanya menguntungkan sebagian kecil orang atau bahkan merugikan maka harus
dicari alternatif-alternatif tindakan yang lain. Etika utulitarianisme lebih bersifat realistis, terbuka
terhadap beragam alternatif tindakan dan berorientasi pada kemanfaatan yang besar dan
menguntungkan banyak orang. Utulitarians try to produce maximum pleasure and minimum pain,
counting their own pleasure and pain as no more or less important that anyone else’s (Wenz, 2001 :
86)
Etika utulitarianisme ini menjawab menjawab pertanyaan etika egoisme, bahwa kemanfaatan
banyak oranglah yang lebih diutamakan. Kemanfaatan diri diperoleh sewajarnya, karena kemanfaatan
itu harus dibagi kepada orang lain. Utulitarianisme, meskipun demikian, juga memiliki kekurangan.
(Sonny Keraf 2002 : 19-21) mencatan ada enam kelemahan etika ini, yaitu :
1) Karena alasan kemanfaatan untung orang banyak berarti akan ada sebagian masyarakat yang
dirugikan, dan itu dibenarkan. Dengan demikian utulitarianisme membenarkan adanya
ketidakadilan terutama trhadap minoritas.
2) Dalam kenyataan praktis, masyarakat lebih memilih kemanfaatan itu dari sisi kuantitas
materialistis, kurang memperhitungkan manfaat yang non-material seperti kasih sayang, nama
bak, hak dan lain-lain.
3) Karena kemanfaatan yang banyak diharapkan dari segi material yang tentu terkait dengan masalah
ekonomi, maka untuk atas nama ekonomi tersebut hal-hal yang ideal seperti nasionalisme,
martabat bangsa akan terabaikan, misalnya ata nama memaukan investor asing maka aset-aset
negara akan dijual kepada pihak asing, atau atas nama meningkatka devisa negara maka
pengiriman TKW ditingkatkan. Hal yang nimbulkan problem besar adalah ketika lingkungan
dirusk atas nama untuk menyejahterakan rakyat.
4) Kemanfaatan yang dipandang oleh etika utulitarianisme sering dilihat dalam jangka pendek, tidak
melihat akibat jangka panjang. Padahal, misalnya dalam persoalan lingkungan, kebijakan yang
dilakukan sekarang akan memberikan dampak negatif pada masa yang akan datang.
5) Karena etika utulitarianisme tidak menganggap penting nilai dan norma, tapi lebih pada orientasi
hasil, maka tindakan yang mlanggar nilai dan norma atas nama kemanfaatan yang besar, misalnya
perjudian/prostitusi, dapat dibenarkan.
6) Etika utulitarianisme mengalami kesulitan menentukan nama yang lebih diutamakan kemanfaatan
yang besar namun dirasakan oleh sedikit masyarakat atau kemanfaatan yang lebih banyak
dirasakan banyak orang meskiput kemanfaatannya kecil.
Menyadari kelemahan itu etuka utulitarianisme membedakan dalam dua tingkatan, yaitu
utulitarianisme aturan dan tindakan. Atas dasar ini maka :
1) Setiap kebijakan dan tindakan hasur dicek apakah bertentangan dengan nilai dan norma atau
tidak. Kalau bertentangan maka kebijakan dan norma tersebut harus ditolak meskipun
memiliki kemanfaatan yang besar.
2) Kemanfaatan harus dilihat tidak hanya yang bersifat fisik saja tetapi juga yang non-fisik
seperti kerusakan mental, moralitas, kerusakan lingkungan dan sebagainya.
3) Terhadap masyarakat yang dirugikan perlu pendekatan personal dan kompensasi yang
memadai untuk memperkecil kerugian material dan non-material.

3. Etika keutamaan
Etika ini tidak mempersoalkan suatu tindakan, tidak juga mendasarkan kepada suatu penilaian
moral pada kewajiban terhadap hukum moral universal, tetapi pada pengembangan karakter moral pada
diri setiap orang. Orang tidak hanya melakukan tindakan yang baik, melainkan menjadi orang yang baik.
Karakter moral ini dibangun dengan cara meneladani perbuatan-perbuatan baik yang dilakukan oleh para
tokoh besar. Internalisasi dapat dibangun melalui cerita, sejarah yang didalamnya mengandung nilai-nilai
keutamaan agar dihayati dan ditiru oleh masyarakat. Kelemahan etika ini adalah yang terjadi dalam
masyarakat yang majemuk, maka tokoh-tokoh yang dijadikan panutan juga beragam sehingga konsep
keutamaan menjadi sangat beragam pula, dan keadaan ini dikhawatirkan akan menimbulkan benturan
sosial. Kelemahan etika keutamaan dapat diatasi dengan cara mengarahkan keteladanan tidak pada figur
tokoh, tetapi pada perbuatan baik yang dilakukan oleh tokoh itu sendiri, sehingga akan ditemukan prinsipprinsip umum tentang karakter yang bermoral seperti apa.
4. Etika pancasila
Etika pancasila tidak memposisikan secara berbeda atau bertentangan dengan aliran-aliran besar
etika yang mendasarkan pada kewajiban, tujuan tindakan dan pengembangan karakter moral, namun
justru merangkum dari aliran-aliran besar tersebut. Etika pancasila adalah etika yang mendasarkan
penilaian baik dan buruk pada nilai-nilai pancasila, yaitu nilai Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan,
Kerakyatan dan Keadilan. Suatu perbuatan dikatan baik bukan hanya apabila tidak bertentangan dengan
nilai-nilai tersebut, namun juga sesuai dan mempertinggi nilai-nilai pancasila tersebut. Nilai-nilai
pancasila meskipun merupkan kristalisasi nilai yang hidup dalam realitas sosial, keagamaan, maupun adat
kebudayaan bangsa Indonesia, namun sebenarnya nilai-nilai pancasila juga bersifat universal dapan
diterima oleh siapapun dan kapanpun.
Etika pancasila berbicara tentang nilai-nilai yang sangat mendasar dalam kehidupan manusia.
- Nilai yang pertama adalah Ketuhanan. Secara hirarkis nilai ini bisa dikatakan sebagai nilai yang
tertinggi kaena menyangkut nilai yang bersifat mutlak. Seluruh nilai kebaikan diturunkan dari nilai
ini. Suatu perbutan dikatakan baik apabila tidak bertentangan dengan nilai, kaedah dan hukum Tuhan.
Pandangan demikian secara empiris bisa dibuktikan bahwa setiap perbuatan yang melanggar nilai,
kaedah dan hukum Tuhan, baik itu kaitannya dengan hubungan antara manusia maupun alam pasti
akan berdampak buruk. Misalnya pelanggaran akan kaedah Tuhan tentang menjalin hubungan kasih
sayang antar sesama akan menghasilkan konflik dan permusuhan. Pelanggaran kaedah Tuhan untuk
melestarikan alam akan menghasilkan bencana alam, dan lain-lain.
- Nilai yang kedua adalah Kemanusian. Suatu perbuatan dikatakan baik apabila sesuai dengan nilainilai kemanusiaan. Prinsip pokok dalam nilai kemanusian pancasila adalah keadilan dan keadaban.
Keadilan mensyaratkan keseimbangan antara lahir dan batin, jesmani dan rohani, individu dan sosial,
makhluk bebas mandiri dan makhluk Tuhanyang terikat hukum-hukum Tuhan. Keadaban
mengindikasikan keunggulan manusia dibanding dengan makhluk lain, yaitu hewan, tumbuhan, dan
benda tak hidup. Karena itu perbuatan dikatakan baik apabila sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan
yang didasarkan pada konsep keadilan dan keadaban.
- Nilai yang ketiga adalah Persatuan. Suatu perbuatan dikatakan bail apaila dapat memperkuat
persatuan dan kesatuan. Sikap egois dan menang sendiri merupakan perbuatan buruk, demikian pula
sikap yang memecah belah persatuan. Sangat memungkinkan seseorang seakan-akan mendasarkan
perbuatannya atas nam agama (sila ke-1), namun apabila perbuatan tersebut dapat memecah bela
persatuan dan kesatuan maka menurut pandangan etika pancasila bukan merupakan perbuatan baik.
- Nilai yang keempat adalah Kerakyatan. Dalam kaitan dengan kerakyatan ini terkandung nilai lain
yang sangat penting yaitu nilai hikmat/kebijaksanaan dan permusyawaratan. Kata hikmat/
kebijaksanaan berorientasi pada tindakan yang mengandung nilai kebaikkan tertinggi. Atas nama
mencari kebaikan, pandangan minoritas belum tentu kalah dibanding mayoritas. Pelajaran yang
sangan baik misalnya peristiwa penghapusan tujuh kata dalam sila pertama dalam piagam Jakarta.
Sebagian besar anggota PPKI menyetujui tujuh kata tersebut, namun memperhatikan kelompok yang
sedikit (dari wilayah Timur) yang secara argumentatif dan realistir bisa diterima, maka pandangan

-

minoritas “dimenangkan” atas pandangan mayoritas. Dengan demikian, perbuatan belum tentu baik
apabila disetujui/bermanfaat untuk orang banyak, namun perbuatan itu baik jika atas dasar
musyawarah yang didasarkan pada konsep hikmat/kebijaksanaan.
Nilai yang keliam adalah Keadilan. Apabila dalam sila kedua disebutkan kata Adil, maka kata tersebut
lebih dilihat dalam konteks manusia selalu individu. Adapun keadilan pada sila kelima lebih
diarahkan pada konteks sosial. Suatu perbuatan dikatakan baik apabila sesuai dengan prinsip keadilan
masyarakat banyak. Menurut Kholberg (1995 : 37), keadilan merupakan kebajikan utama bagi setiap
pribadi dan masyarakat. Keadilan mengandaikan sesama sebagai partner yang bebas dan sama
derajatnya dengan orang lain.

Memiliki nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila, maka pancasila dapat menjadi sistem etika yang
sangat kuat, nilai-nilai yang ada tidak hanya bersifat mendasar, namun juga realistis dan aplikatif. Apanila
dalam kajian aksiologi dikatakan bahwa keberadaan nilai mendahului fakta, maka nilai-nilai pancasila
merupakan nilai-nilai ideal yang sudah ada dalam cita-cita bangsa Indonesia yang harus diwujudkan
dalam realitas kehidupan. Nilai-nilai tersebut dalam istilah Notonagoro merupakan nilai yang bersifat
abstrak umum dan universal, yaitu nilai yang melingkupi realitas kemanusiaan dimanapun, kapanpun dan
merupakan dasar bagi setiap tindakan dan munculnya nilai-nilai yang lain. Sebagai contoh, nilai
Ketuhanan akan menghasilkan nilai spritualitas, ketaatan dan toleransi. Nilai Kemanusiaan, menghasilkan
nilai kesusilaan, tolong menolong, penghargaan, penghormatan, kerjasama, dan lain-lain. Nilai persatuan
menghasilkan nilai cinta tanah air, pengorbanan dan lain-lain. Nilai Kerakyatan menghasilkan nilai
menghargai perbedaan, kesetaraan, dan lain-lain. Nilai keadilan menghasilkan nilai kepedulian,
kesejajaran ekonomi, kemajuan bersama dan lain-lain.

MAKNA NILAI-NILAI SETIAP PANCASILA
Pancasila sebagai dasar filsafat bangsa dan negara Republik Indonesia merupakan nilai yang tidak
dapat dipisah-pisahkan dengan masing-masing silahnya. Hal ini dikarenakan apabila dilihat dari satu-persatu
masing-masing sila, dapat saja ditemukan dalam bangsa lain. Makna Pancasila terletak pada nilai-nilai
masing-masing sila sebagai satu keasatuan yang tidak dapat diputarbalikan letak dan susunannya. Namun
demikian, untuk lebih memahami nilai-nilai yang terkandung dalam masing-masing sila pancasila, maka
berikut ini kita uraikan :
1) Ketuhanan Yang Maha Esa
Sila ketuhanan Yang Maha Esa ini nilai-nilainya meliputi dan menjiwai keempat sila lainnya. Dalam sila
ini terkandung nilai bahwa negara yang didirikan adalah pengejawantahan tujuan manusia sebagai
makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
Konsekuensinya yang mucul kemudian adalah realisasi kemanusiaan terutama dalam kaitannya dengan
hak-hak dasar kemanusiaan (hak asasi manusia) bahwa setiap warga negara memiliki kebebasan untuk
memeluk agama dan menjalankan ibadah sesuai dengan keimanan dan kepercayaan masing-masing. Hal
ini telah dijamin dalam Pasal 29 UUD. Disamping itu, di dalam negara Indonesia tidak boleh ada paham
yang meniadakan atau meng ingkari adanya Tuhan (atheisme)
2) Kemanusian yang Adil dan Beradab
Kemanusiaan berasal dari kata manusia yaitu makhluk yang berbudaya dengan memiliki potensi pikir,
rasa, karsa dan cipta. Potensi itu yang mendudukan manusia pada tingkatan martabat yang tinggi yang
menyadari nilai-nlai dan norma-norma. Kemanusiaan terutama berarti hakekat dan sifat-sifat khas
manusia sesuai dengan martabat. Adil berarti wajar yaitu sepadan dan sesuai dengan hak dan kewajiban
seseorang. Beradab sinonim dengan sopan santun, berbudi luhur dan susila, artinya, sika hidup, keputusan
dan tindakan harus senantiasa berdasarkan pada nilai-nilai keluhuran budi, kesopanan dan kesusilaan.
Dengan demikian, sila ini mempunyai makna kedaran sikap dan perbuatan yang didasarkan kepada ptensi

budi nurani manusia dalam hubungan dan norma-norma kesusilaan umumnya, baik terhadap diri sendiri,
sesama manusia, maupun trhadap alam dan hewan.
Hakekat pengertian diatas sesuai dengan pembukaan UUD 1945 Alinea pertama: “Bahwa sesungguhnya
kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, penjajahan di atas dunia harus
dihapuskan,karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan oerikeadilan...”. Selanjutnya dapat dilihat
penjabarannya dalam batang tubuh UUD.
3) Persatuan Indonesia
Persatuan berasal dari kata satu artinya tidak terpecah-pecah. Persatuan mengandung pengertian
bersatunya macam-macam corak yang beraneka ragam menjadi satu kebulatan. Persatuan Indonesia dalam
sila ketiga ini mencakup persatuan dalam arti ideologi, politik, ekonomi, sosial kebudayaan dan
keamanan. Persatuan Indonesia ialah persatuan bangsa yang mendiami seluruh wilaya Indonesia. Yang
bersatu karena didorong untuk mencapai kehidupan kebangsaan yang bebas dalam wadah negara yang
merdeka dan berdaulat. Persatuan Indonesia merupakan faktor yang dinamis dalam kehidupan bangsa
Indonesia dan bertujuan melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajuhkan
kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa, serta mewujudkan perdamaian dunia yang
abadi.
Persatuan Indonesia adalah perwujudan dari paham kebangsaan Indonesia yang dijiwai oleh Ketuhanan
Yang Maha Esa, serta kemanusiaan yang adil dan beradab. Oleh karena itu, paham kebangsaan Indonesia
tidak sempit (chauvinistis), tetapi menghargai bangsa lain. Nasionalisme Indonesia mengatasi paham
golongan, suku bangsa serta keturunan. Hal ini sesuai dengan alinea keempat pembukaan UUD 1945 yang
berbunyi, “Kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia yang
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia...”. selanjutnya dapat dilihat
penjabarannya dalam batang tubuh UUD 1945.
4) Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan
Kerakyatan berasal dari kata rakyat yaitu sekelompok manusia yang berdiam dalam satu wilayah negara
tertentu. Dengan sila ini berarti bahwa bangsa Indonesia menganut sistem Demokrasi yang menempatkan
rakyat dalam posisi tertinggi dalam hirartki kekuasaan.
Hikmat kebijaksanaan berarti penggunaan rasio atau pikiran yang sehat dengan selalu mempertimbangkan
persatuan dan kesatuan bangsa, kepentingan rakyat dan dilaksanakan dengan sadar, jujur dan bertanggung
jawab serta didorang dengan itikad baik sesuai dengan hati nurani. Permusyawaratan adalah suatu tatacara
khas kepribadian Indonesia untuk merumuskan atau memutuskan suatu hal berdasarkan kehendak rakyat
sehingga tercapai keputusab yang bulat dan mutlak. Perwakilan adalah suatu sistem, dalam arti, tata cara
mengusahakan turut sertanya rakyat mengambil bagian dalam kehidupan bernegara melalui lembaga
perwakilan.
Dengan demikian sila ini mempunyai makna bahwa rakyat dalam melaksanakan tugas kekuasaannya ikut
dalam pengambilan keputusan. Sila ini merupakan sendi asas kekeluargaan masyarakat sekaligus sebagai
asas atau prinsip tata pemerintahan Indonesia sebagaimana dinyatakan dalam alinea keempat Pembukaan
UUD 1945 yang berbunyi: “...maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia, yang berkedaulatan
rakyat..”
5) Keadilan sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia
Keadilan sosial berarti keadilan yang berlaku dalam masyarakat disegala bidang kehidupan, baik material
maupun spiritual. Seluruh rakyat Indonesia berarti untuk setiap orang yang menjadi rakyat Indonesia.
Pengertian itu tidak sama dengan pengertian sosialistis atau komunalistis karena keadilan sosial pada sila
kelima mengandung makna pentingnya hubungan antara manusia sebagai pribadi dan manusia sebagai
bagian dari masyarakat. Konsekuensinya meliputi:
a) Keadilan distributif yaitu suatu hubungan keadilan antara negara dan warganya dalam arti pihak
negaralah yang wajib memenuhi keadilan dalam bentuk keadilan membagi, dalam bentuk
kesejahteraan, bantuan, subsidi serta kesempatan dalam hidup bersama yang didasarkan atas hak dan
kewajiban.

b) Keadilan legal yaitu suatu hubungan keadilan antara warga negara terhadap negara, dalam masalah ini
pihak negaralah yang wajib memenihi keadilan dalam berntuk mentaati peraturan perundangundangan yang berlaku dalam negara.
c) Keadilan komunikatif yaitu suatu hubungan keadilan antara warga atau dengan lainnya secara timbal
balik. Dengan demikian, dibutuhkan keseimbangan dan keselarasan diantara keduanya sehingga
tujuan harmonisasi akan dicapai. Hakekat sila ini dinyatakan dalam pembukaan UUD 1945 yaitu:
“dan perjiangan kemerdekaan Indonesia... Negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil
dan makmur”.

HUBUNGAN NILAI, NORMA DAN MORAL
Nilai, Norma dan Moral langsung maupun tidak langsung memiliki hubungan yang cukup erat, karena
masing-masing akan menentukan etika bangsa ini. Hubungan antaranya dapat diringkas sebagai berikut :
Nilai : Kualitas dari suatu yang bermanfaat bagi kehidupan manusia (lahir dan batin)
-

Nilai bersifat abstrak hanya dapat dipahami, dipikirkan, dimengerti, dan dihayati oleh manusia. Nilai
bekaitan dengan harapan, cita-cita, keinginan, dan segala sesuatu pertimbangan batiniah manusia.
Nilai juga dapat bersifat subyektif bila diberikan oleh obyek, dan bersifat obyektif bila melekat pada
sesuatu yang terlepas dari penilaian manusia.

Norma : Wujud konkrit dari nilai, yagn menentukan sikap dan tingkah laku manusia. Norma hukum
merupakan norma yang paling kuat keberlakuannya, karena dapat dipaksakan oleh suatu kekuasaan eksternal,
misalnya penguasa atau penegak hukum.
Nilai dan Norma senantiasa berkaitan dengan moran dan etika.
Makna moral terkandung dalam kepribadian seseorang akan tercermin pada sikap dan tingkah lakunya.
Norma menjadi panutan sikap dan tingkah laku manusia.
Moral dan Etika sangat erat kaitannya.
Keterkaitan Nilai, Norma dan Moral merupakan suatu kenyataan yang seharusnya tetap terpelihara di setiap
waktu pada hidup dan kehidupan manusia. Keterkaitan itu mutlak digaris bawahi bila seorang individu,
masyarakat, bangsa dan negara menghendaki pondasi yang kuat, tumbuh dan berkembang. Sebagaimana
tersebut diatas maka nilai akan berguna menentuka sikap dan tingkah laku manusia bila dikonkritkan dan
diformulakan menjadi lebih obyektif sehingga memudahkan manusia untuk menjabarkannya dalam aktivitas
sehari-hari.
Dalam kaitannya dengan moral maka aktivitas turunan dari nilai dan norma akan memperoleh integritas dan
martabat manusia. Derajat kepribadian itu amat di tentukan oleh moralitas yang mengawalnya. Sementara itu,
hubungan antara moral dan etika kadang-kadang atau seringkali disejajarkan arti dan maknanya. Namun
demikian, etika dalam pengertiannya tidak berwenang menetukan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan
seseorang. Wewenang itu dipandang berada di tangan pihak yang memberikan ajaran moral.

BAB III
PENUTUP

Demikian penulisan makalah tentang “Pancasila Sebagai Sistem Etika”. Harapan kelompok kami semoga
penulisan makalah ini bermanfaat dan menambah pengetahuan bagi kelompok kami, khususnya kepada para
pembaca pada umumnya.

KRITIK DAN SARAN
Kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diperlukan kelompok kami dari pembaca untuk
memperbaiki maklah ini yang jauh dari kata sempurna.

KESIMPULAN
Simpulan dari hasil pembelajaran kelompok 4 selama penyusunan makalah ini, kami dapat menarik
kesimpulan sebagai berikut:
Pendukung dari Pancasila sebagai sistem etika adalah pancasila memegang peranan dalam
perwujudan sebuah sistem etika yang baik di negara ini. Di setiap saat dan dimana saja kita berada, kita
diwajibkan untuk beretika disetiap tingkah laku kita. Seperti yang tercantum di sila kedua Pancasila, yaitu
“Kemanusiaan yang adil dan beradab” sehingga tidak dapat dipungkiri bahwa kehadiran pancasila dalam
membangun etika bangsa ini sangat beradil besar. Dengan menjiwai butir-butir Pancasila masyarakat dapa
bersifat sesuai etika baik yang berlaku dalam masyarakat mauoan bangsa dan negara.

DAFTAR PUSTAKA

http://sintadevi597.blogspot.co.id/2016/03/makalah-sebagai-sistem-etika.html
http://budisma1.blogspot.com/2011/07/pancasila-sebagai-sistem-etika.html
http://septianludy.blogspot.co.id/2014/07/pancasila-sebagai-sistem-etika_8.html
Latif, Yudi, 2011, Negara Paripurna (Historisitas, Rasionalitas, dan Aktualitas Pancasila), PT. Gramedia
Pustaka Umum, Jakarta
Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan, Pertahanan dan Keamanan, :http://www.harypr.com/
PSG UGM dan Yayasan TIFA, Pancasila Dasar Negara Kursus Presiden Soekarno tentang Pancasila, Edisi ke
1, cetakan ke 1, Aditya Media bekerjasama dengan Pusat Studi Pancasila (PSP), Yogyakarta dan Yayasan
TIFA Jakarta
Saksono, Ign. Gatut, 2007, Pancasila Soekarna (Ideologi Alternatif Terhadap Globalisasi dan Syariat Islam),
CV Urna Cipta Media Jaya
Syarbaini, Syahrial, 2012, Pendidikan pancasila (Implementasi Nilai-nilai Karakter Bangsa) di Perguruan
Tinggi, Ghalia Indonesia, Bogor.
Undang-undang No.12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi
TIM MKU, 2017, (Pendidikan Pancasila Sebagai Sistem Etika, BAB V), EUNIKE foto copy & com. Unima,
Tondano.