Konsep Kepribadian Perspektif Islam Sebu

Konsep Kepribadian Persfektif Islam:Sebuah Catatan Awal
Oleh:
Rudi Ahmad Suryadi

Memahami hakikat manusia tidak bisa lepas dari pemahaman mengenai kepribadian manusia. Dalam
tinjauan ilmu, khususnya psikologi, banyak ahli memiliki pandangan yang berbeda mengenai kepribadian ini.
Pada perkembangan psikologi era modern dan kontemporer ini, sedikitnya dikenal empat aliran psikologi,
yaitu behaviourisme (tokohnya adalah Thorndike, B.F Skinner, dan Ivan Pavlov); psikoanalisis (Sigmund
Freud); Humanisme (salah satunya adalah Abraham Maslow); dan Kognitivisme (Carl Gustav Jung). Aliran
psikologi tersebut memberikan pandangan mengenai kepribadian manusia. Pandangan mereka memiliki
penekanan yang berbeda mengenai kepribadian manusia.
Di samping pemikiran mereka mengenai kepribadian manusia, Islam memberikan pandangan yang
berbeda dengan konsep kepribadian yang dikemukakan oleh para pakar psikologi tersebut. Tulisan sederhana
ini akan mencoba menguraikan konsep kepribadian ditinjau dari persfektif Islam. Namun, sebelum membahas
konsep kepribadian dalam pandangan Islam, akan diuraikan terlebih dahulun konsep kepribadian persfektif
pemikiran psikologi modern.

Sekilas tentang Hakikat Manusia
Menurut pandangan psikonanalisis, pada dasarnya manusia itu buruk. Perilaku manusia didorong lebih
besar oleh instink-instink seksual dan hewani. Manusia seolah-olah tidak mempunyai kesadaran, karena yang
mengkonstruk perilaku manusia adalah ketidaksadaran. Aliran behaviourisme, memandang bahwa manusia

itu tidak bebas, tidak mempunyai kehendak, lebih banyak dipengaruhi oleh faktor dan stimulus-stimulus
eksternal. Manusia seolah-olah dianggap seperti hewan (karena dalam penelitiannya menggunakan hewan).
Manusia dianggap tidak berjiwa, tidak mempunyai kapasitas kognitif.
Berbeda dengan kedua pandangan di atas, humanisme memandang bahwa manusia itu baik. Manusia
memiliki potensi untuk mengembangkan dan mengaktualisasikan diri. Manusia mempunyai kebebasan untuk
merancang dan mengembangkan tingkah laku. Manusia adalah makhluk sadar dan rasional. Manusia itu
mempunyai sikap optimistik. Manusia dapat mengatasi pengalaman masa kecil. Aliran selanjutnya, yaitu
kognitivisme memandang manusia itu mempunyai daya berfikir dan daya konstruk. Manusia itu bebas tapi
102

terkungkung. Manusia mempunyai orientasi ke masa depan dan manusia mempunyai potensi baik untuk
mengembangkan kehidupan di masa depan.
Dari keempat pandangan di atas, dua aliran memandang manusia pada dasarnya berada pada
predisposisi negatif, manusia dibentuk oleh lingkungan semata dengan mekanisme stimulus-respons
(behaviorisme); dan manusia pada awalnya memiliki watak buruk, lebih banyak didorong oleh faktor instink
hewani, seperti yang dikemukakan oleh tokoh aliran psikoanalisis. Aliran humanisme dan kognitivisme,
berbeda dengan kedua aliran di atas, memandang manusia cukup positif. Menurut kedua pandangan psikologi
ini, manusia memiliki karakteristik baik didorong oleh motif-motif kemanusiaan, dan mempunyai daya
konstruks.


Konsep Inti Kepribadian
Kepribadian manusia dalam pandangan behaviourisme, dibentuk oleh hasil belajar. Kepribadian itu
dikonstruk oleh stimulus-respons, reinforcement, Kondisioning Klasik, dan

Kondisioning Operan.

Kepribadian manusia menurut aliran ini lebih banyak dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Gagasan tentang
kepribadian manusia, dalam pandangan psikoanalisis cukup menarik untuk diperhatikan. Menurut Sigmund
Freud, sebagai tokoh aliran psikoanalisis, ketidaksadaran (unsconsciousness) merupakan salah satu faktor
penentu kepribadian. Struktur kepribadian dalam pandangan psikonanalisis ini terbagi ke dalam tiga bagian,
yaitu :
1.

Id (Das Es), Aspek Biologis Kepribadian
Id merupakan komponen kepribadian instinktif yang berusaha untuk memenuhi kepuasan instink.
Id berorintasi pada kesenangan atau reduksi ketegangan. Id merupakan sumber energi psikis. Prinsip
ketegangan merujuk pada pencapaian kepuasan yang segera dari dorongan biologis. Id merupakan proses
primer yang bersifat primitif, tidak logis, tidak rasional, dan orientasinya bersifat maya.

2.


Ego ( Das Ich), Aspek Psikologis Kepribadian
Ego merupakan pelaksana atau pengatur dari kepribadian yang membuat keputusan tentang
instink-instink mana yang akan dipuaskan dan bagaimana caranya ; atau sebagai sisten kepribadian yang
terorganisasi, rasional, dan berorintasi pada prinsip realitas. Peranan utama ego adalah sebagai mediator
atau yang menjembatani antara id dengan kondisi lingkungan atau dunia luar yang diharapkan. Ego
dibimbing oleh prinsip realitas yang bertujuan untuk mencegah terjadinya ketegangan sampai ditemukan
suatu objek yang cocok untuk pemenuhan kebutuhan atau dorongan id.

3.

Superego, Aspek Sosiologis Kepribadian.
Superego merupakan komponen moral kepribadian yang terkait dengan standar atau norma
masyarakat mengenai baik dan buruk, benar dan salah. Melalui pengalaman hidup, individu telah
menerima latihan atau informasi tentang tingkah laku yang baik dan yang buruk. Individu

103

menginternalisasikan berbagai norma sosial tersebut. Individu menerima norma atau prinsip moral
tertentu kemudian menuntut individu yang bersangkutan untuk hidup sesuai dengan norma tersebut

Kepribadian manusia dipengaruhi oleh self concept-nya. Konsep diri yang kongruen tidak dengan
pengalaman nyata; dan kepribadian manusia didorong oleh motivasi aktualisasi diri. Konsep kepribadian
seperti ini dikemukakan oleh aliran humanisme. Sedangkan aliran kognitivisme memiliki pandangan yang
berbeda. Kepribadian manusia dipengaruhi oleh kemampuannya untuk mengkonstruk informasi tentang diri
dan lingkungan. Kepribadian didukung oleh skema, attribusi, tujuan, dan pengaturan diri.

Perkembangan kepribadian
Aliran behaviourisme memandang bahwa Perkembangan kepribadian seseorang tergantung pada cara
belajar individu berdasarkan hubungannya dengan lingkungannya. Tugas-tugas perkembangan kepribadian
seseorang seiring dengan pola belajar yang dilakukan oleh individu sesuai dengan perkembangan usia.
Kepribadian berkembang sepanjang rentang kehidupan; respons yang diikuti penguatan menjadi lebih sering
untuk dilakukan. Menurut aliran ini, perkembangan kepribadian lebih banyak dibentuk oleh stimulus-respons
dengan lingkungan. Manusia dalam pandangan ini, seolah-olah tidak mempunyai perwujudan perilaku yang
berawal dari dorongan diri, melainkan lebih banyak dipengaruhi oleh lingkungan.
Freud dipandang sebagai teorisi psikologi pertama yang memfokuskan perhatiannya pada
perkembangan kepribadian. Dia berpendapat bahwa masa anak-anak (usia 0-5 tahun ) mempunyai peranan
yang sangat dominan dalam membentuk kepribadian atau karakter seseorang.

Makna perkembangan


kepribadian menurut Freud adalah belajar tentang cara-cara untuk mereduksi ketegangan dan memperoleh
kepuasan. Perkembangan kepribadian tersebut ditentukan oleh perkembangan instink seks. Dalam pandangan
Freud hasrat seksual merupakan motivasi paling penting dan paling mendasar dalam menentukan
perkembangan kepribadian.
Freud membagi perkembangan kepribadian menjadi tiga tahapan, yaitu (1) tahapan infantil (0-5 tahun
), (2) tahapan laten (5-12 tahun), dan (3) tahapan falis. Tahapan infantil terbagi menjadi tiga fase, yaitu fase
oral, fase anal, dan fase falis. Tahapan laten berlangsung mulai usia 6 sampai usia 12 tahun. Dalam tahapan
ini rangsangan seksual ditekan sedemikian rupa demi proses belajar. Tahapan genital dimulai pada saat usia
pubertas ketika dorongan-dorongan seksual sangat jelas pada diri remaja, khususnya yang tertuju pada
kenikmatan seksual. Dalam pandangan aliran ini, perkembangan kepribadian menekankan pada pengalaman
dalam menjalani tahapan perkembangan psikoseksual.
Aliran kognitivisme tidak setegas Freud dalam mengemukakan tahapan perkembangan kepribadian.
Perkembangan kepribadian ditekankan pada perkembangan konstruk preverbal pada masa infancy (kanakkanak) dan penafsiran budaya sebagai sesuatu yang terlibat proses harapan-harapan yang dipelajari/ dialami.

104

Proses penafsiran terhadap lingkungan dan budaya yang ada menurut pandangan ini, mempengaruhi
perkembangan kepribadian seseorang.
Berbeda dengan ketiga aliran di atas, aliran humanisme memandang bahwa perkembangan kepribadian
didorong oleh motivasi untuk mengaktualisasikan diri. Secara bertahap ”positive regard” akan lebih

mempribadi daripada yang berasal dari luar. Perkembangan kepribadian berkembang sejak anak mulai
mendapatkan perlakuan dari orang tua atau orang dewasa. Anak yang menerima kasih sayang yang tidak
bersyarat akan memiliki konsep diri yang positif.

Kepribadian yang Sehat (Health Personality)
Keempat aliran di atas, selain memberikan uraian mengenai hakikat manusia, konsep inti kepribadian,
dan perkembangan kepribadian, pandangan mengenai karakteristik kepribadian yang sehat diuraikan pula oleh
mereka. Aliran psikoanalisis memandang bahwa kepribadian yang sehat memiliki karakteristik sebagai
berikut: 1) Terbebas dari kecemasan, terbebas dari ancaman, dan bebas dari guilty; 2) Mencapai tujuan-tujuan
yang lebih realistik; 3) Optimis; 4) Periang dan percaya diri; 5) Mampu beradaptasi; dan 6) Terbebas dari
neurosis dan psikosis.
Kepribadian yang sehat menurut pandangan behaviourisme di antaranya adalah: 1. Mampu
menyesuaikan diri; 2) Terbebas dari perilaku yang maladaptif; 3) Terbebas dari kecemasan; 4) Mempunyai
kesempatan relaksasi yang lebih kuat; 5) Bersikap asertif; 6) Mampu berhubungan sosial dengan baik; 7)
Mampu mengendalikan diri; dan 8) Self efficacy, kepercayaan diri untuk melakukan sesuatu. Kepribadian
yang sehat menurut pandangan humanisme di antaranya adalah: 1) Mampu mengaktualisasikan diri; 2)
Mampu mempersepsi diri, orang lain, dan berbagai peristiwa yang terjadi di lingkungan sekitarnya; 3) Terbuka
pada semua pengalaman karena tidak mengancam dirinya; 4) Mampu menggunakan semua pengalaman; 5)
Dapat mengurangi ketegangan; 6) Memuaskan suatu kekurangan; 7) Indepedent; 8) Memiliki apresiasi yang
segar terhadap lingkungan; 9) Memiliki puncak pengalaman yang menggembirakan; 10) Menerima diri

sendiri, orang lain, dan lingkungan; 11) Mempunyai dedikasi untuk memecahkan masalah di luar dirinya; 12)
Bersikap spontan, sederhana, alami, jujur; 13) Bersikap demokratis; 14) Kreatif; dan 15) Memiliki minat
sosial: simpati, empati, dan altrustik. Sedangkan kepribadian yang sehat menurut pandangan kognitivisme di
antaranya adalah: 1) Mampu melepaskan diri kecemasan dan ancaman; 2) Mampu menggapai harapan masa
depan melalui jendela masa kini; 3) Gembira, periang, optimis; 4) Mampu mengantisipasi peristiwa; 5)
Rasional; 6) Terbuka, toleran, permeable;7) Aktif dan kreatif; dan 8) Terhindar dari sifat-sifat psikopatologis.

Teori Psikologi versus Pandangan Islam
Jika kita ingin menghadapkan teori-teori di atas dengan pandangan Islam, maka ada beberapa hal yang
dapat diuraikan :
1. Grand theory mengenai hakikat manusia
105

Teori tentang hakikat manusia menurut kacamata psikologi Barat merupakan inti atau sentral perluasan
teori psikologi mereka. Teori tentang struktur kepribadian, perkembangan kepribadian, dan karakteristik
pribadi yang sehat maupun tidak sehat berawal dari pandangan mengenai hakikat manusia. Freud memandang
manusia seperti hewan ; perilaku manusia banyak didorong oleh instink-instink seksual. Perilaku manusia
banyak terdorong pula oleh kondisi ketidaksadaran. Perkembangan kepribadian manusia pun dipengaruhi oleh
perkembangan psikoseksualnya. Dalam pandangan seperti manusia tidak mempunyai jiwa, tidak berharkat
dan tidak bermartabat. Manusia disejajarkan dengan hewan. Teori behavioristik memandang manusia tidak

mempunyai kehendak, tidak mempunyai kebebasan, kepribadian manusia banyak didorong oleh pengaruh dari
luar dengan mekanisme respons, reinforcement, dan conditioning. Manusia seolah-olah hanyalah ”objek”.
Teori humanistik lebih memandang manusia sebagai makhluk yang baik, punya kehendak,
berkesadaran, dan optimis dalam menggapai harapan. Teori kognitif memandang manusia itu baik, optimis,
mempunyai potensi internal konstruksi.
Pandangan tentang manusia persfektif Barat ada yang memandang manusia itu baik (seperti halnya
humanisme dan kognitivisme) dan manusia itu tidak baik dan tidak merdeka (seperti pandangan Freud dan
behavioristik), namun mereka melupakan aspek ke-Tuhanan.

Mereka memandang manusia dengan

fragmentasi, parsial. Mereka mengabaikan aspek-aspek hubungan keterciptaan manusia oleh Tuhan. Manusia
seperti dalam kacamata Islam adalah makhluk Allah (ada sisi teologis dan teosentris); manusia tidak hanya
mempunyai jasad dan instink, manusia mempunyai aspek nafsani dan ruhani ; manusia itu mempunyai
kebebasan, kehendak, namun tetap mengarah pada tuntutan ilahiyah dan insaniyah (humanisme yang
teosentris), bukan semata-mata insaniyah (humanistik yang anthroposentris) seperti pada psikologi
humanisme; manusia memang mempunyai kemampuan mengkonstruk, namun bukan semata mengkonstruk
hal-hal inderawi dan hanya berhubungan dengan kemanusiaan, Islam memandang manusia mempunyai aql
sebagai potensi kognisi yang paling agung. Tegasnya teori-teori mereka cenderung parsial, mengabaikan
aspek teologis, mengabaikan aspek nafsani dan ruhani manusia.

2. Struktur Kepribadian
Struktur kepribadian manusia pada pandangan psikologi mereka hanya memfokuskan pada salah satu
aspek; psikoanalisis terfokus pada dorongan-dorongan instink (id) dan perkembangan psikoseksual;
behavioristik hanya memfokuskan pada perilaku empiris; humanisme hanya terjebak pada motivasi internal;
dan kognitivisme hanya melihat sisi kemampuan konstruk. Jelas-jelas bahwa teori inti kepribadian manusia
menurut mereka tidaklah lengkap, parsial; dan mencoba menggeneralisasikan satu aspek tertentu menjadi
sebuah kesimpulan umum mengenai manusia. Ini merupakan cara yang salah.
Islam memandang struktur kepribadian itu merupakan perpaduan yang kompleks antara unsur jasad,
jiwa, dan ruh. Manusia memiliki aspek-aspek kepribadian internal seperti aspek aql, qalb, dan nafs. Mereka
mengabaikan aspek-aspek internal ini.

106

3. Perkembangan Kepribadian
Perkembangan kepribadian manusia menurut pandangan Barat tergantung pada corak pemikiran
psikologi masing-masing yang terfokus pada salah satu aspek. Perkembangan kepribadiannya hanya terdorong
dapat dipengaruhi oleh aspek inti pandangan masing-masing psikologi.
Islam memandang bahwa kepribadian manusia berkembang dipengaruhi oleh potensi fitrah dan
lingkungan. Fitrah merupakan potensi bawaan yang baik yang terkait dengan primordialisme antara manusia
dengan Penciptanya. Fitrah ini sudah ada dan dibawa manusia sejak ia dilahirkan ke dunia. Potensi fitrah ini

terus ada seiringan dengan interaksi manusia dengan lingkungannya. Jika potensi fitrah itu ditunjang dengan
pengaruh lingkungan yang baik maka kepribadian manusia akan baik. Begitu pula sebaliknya. Tegasnya,
perkembangan kepribadian manusia dalam pandangan Islam tidak hanya dipengaruhi oleh aspek inti tertentu
yang antroposentris. Perkembangan manusia dipengaruhi oleh potensi fitrah yang bersifat teosentris dan
lingkungan.
2. Karakteristik Kepribadian Yang Sehat
Karakteristik kepribadian yang sehat menurut pandangan psikologi Barat lebih mengarah pada
kebahagiaan aspek emosional dan aspek pencapian keberhasilan duniawi semata. Dalam pandangan mereka
tidak ada yang namanya kebahagiaan yang transenden. Islam memandang kebahagiaan yang hanya tertuju
pada kesenangan fisik, emosi, dan keduniaan merupakan kesenangan yang semu. Dalam pandangan Islam,
orang yang sehat kepribadian sehat itu adalah orang yang sehat secara emosi (tidak mempunyai penyakit hati),
dapat mencapai harapan-harapan hidup di dunia, mampu menjalin komunikasi dengan Allah dengan baik, dan
mempunyai harapan yang optimis ingin mendapatkan kebahagiaan eskatologis-transenden. Karakteristik
kepribadian yang sehat menurut Islam diantaranya adalah : mampu menyucikan diri, jujur, menguasai hawa
nafsu, hati-hati dalam mengambil keputusan, husn al-zhan, mantap dan sabar, beramal shalih, menjaga diri,
ikhlas, hidup sederhana, tawakkal, dan karakteristik lain yang mencerminkan tipe kepribadian mu’min,
muslim, dan muhsin. Sedangkan pandangan mereka, karakteristik kepribadian yang sehat itu mengabaikan
sisi ruhaniyah dan transenden.

Kepribadian Persfektif Islam

Hakikat manusia
Manusia dalam pandangan Islam berada merupakan makhluk Allah yang diciptakan dengan sempurna
fisiknya (ahsan taqwim), makhluk dengan perpaduan antara unsur jasad dan unsur ruhaniyah, menjadi wakil
Allah di muka bumi, mempunyai kebebasan.
Manusia -tidak seperti pandangan psikologi Barat-dalam pandangan Islam diberi potensi yang disebut
dengan fitrah. Fitrah merupakan citra asli manusia yang berpotensi baik atau buruk dimana aktualisasinya
tergantung pilihannya. Fitrah yang baik merupakan citra asli yang primer sedangkan fitrah yang buruk
merupakan citra asli yang sekunder. Citra tersebut telah ada sejak zaman awal penciptaannya. Fitrah ini ada
107

sejak zaman azali di mana penciptaan jasad manusia belum ada. Seluruh manusia mempunyai fitrah yang
sama, meskipun perilakunya berbeda. Fitrah manusia yang paling esensial adalah penerimaan terhadap
amanah untuk menjadi khalifah Allah di muka bumi dan menjadi hamba-Nya.
Fitrah merupakan citra asli yang dinamis yang terdapat pada sistem psikofisik manusia dan dapat
diaktualisasikan dalam bentuk tingkah laku. Sekalipun potensi fitriah manusia itu merupakan gambaran asli
yang suci, bersih, sehat dan baik, namun dalam aktualisasinya dapat mengaktual menjadi perbuatan yang
buruk. Oleh karena itu, dalam proses menjalani kehidupannya manusia berpotensi untuk menjadi baik dan
menjadi buruk tergantung dari keinginan manusia dan lingkungan yang mempengaruhinya.

Perkembangan Kepribadian Manusia
Kepribadian manusia dalam pandangan Islam dipengaruhi oleh dua faktor. Pertama, faktor fitrah.
Kedua, faktor eksternal diri (lingkungan). Kedua faktor ini saling beriringan dalam membentuk kepribadian
manusia. Perkembangan kepribadian manusia pada sisi trandensi dan primordialistik tidak bisa dilepaskan
dari peranan fitrah ini. Di sisi lain, pada pandangan yang ”membumi” perkembangan manusia tidak bisa
dilepaskan dari peranan lingkungan yang mempengaruhinya. Jika pandangan kita difokuskan pada manusia
yang profan yang menjalani kehidupan di dunia, perkembangan kepribadian manusia itu akan lebih besar
dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Fitrah yang asalnya memiliki potensi baik jika di-gandeng-kan dengan
lingkungan yang baik, maka akan membentuk kepribadian yang baik. Namun jika fitrah yang dinamis itu
dihadapkan dengan lingkungan yang jelek, kepribadian manusia pun akan terbawa buruk. Namun setidaknya,
peranan fitrah secara common sense mempunyai daya stimulus untuk membentuk kepribadian sesuai dengan
tuntutan Yang Maha Memberikan fitrah itu.

Struktur kepribadian manusia
Struktur kepribadian manusia terdiri atas jasmani, rohani, dan nafsani. Struktur nafsani terbagi atas
tiga macam, yaitu kalbu, akal, dan hawa nafsu.
Struktur nafsani memiliki ciri-ciri : (1) Adanya di alam jasad dan rohani, yang terkadang tercipta secara
bertahap atau berproses dan terkadang tidak ; (2) antara berbentuk atau tidak, berkadar atau tidak, bisa disifati
atau tidak, yang naturnya antara baik-buruk, halus-kasar, dan mengejar kenikmatan rohani-syahwati, (3)
memiliki energi rohaniah-jasmaniah, (4) eksistensi energi nafsani tergantung pada ibadah dan makanan
bergizi, (5) eksistensinya aktualisasi, (6) antara terikat dan tidak mengenal (7) dapat menangkap antara yang
konkret dan yang abstrak, satu bentuk atau beberapa bentuk, yang substansinya antara abadi dan temporer (8)
antara dapat dibagi-bagi atau tidak.

108

Karakteristik

Makna

Fungsi

Kalbu
(1) Secara jasmaniah
berada di jantung
(2) daya yang dominan
adalah emosi (rasa)
(3) mengikuti natur ruh
yang berketuhanan
(4) Potensinya bersifat
dzawqiyyah
dan
hadsiah (intuitif)
yang
sifatnya
spiritual
(5) Berkedudukan pada
alam sadar atas
sadar manusia
(6) Intinya religiusitas,
spiritualitas,
dan
transenden
(7) Apabila
mendominasi jiwa
manusia
maka
menimbulkan
kepribadian yang
tenang (al-nafs almuthmainnah)

Aql
(1) Secara
jasmaniah
berkedudukan di otak
(2) Daya yang dominan
adalah kognisi, yang
akhirnya
melahirkan
kecerdasan intelektual
(3) Mengikuti antara roh dan
jasad yang kemanusiaan
atau insaniah
(4) Potensinya
bersifat
argumentatif dan aqliah
yang sifatnya rasional
(5) Berkedudukan pada alam
kesadaran manusia
(6) Intinya isme-isme seperti
humanisme, kapitalisme,
sosialisme,
dan
sebagainya
(7) Apabila
mendominasi
jiwa manusia, maka
menimbulkan
kepribadian yang label
(al-nafs al-lawwamah )

Qalb dalam hal ini
memiliki
makna
fungsional.
Dinamakan
qalb
karena litaqallubihi
(bolak-balik) dalam
mempertimbangkan
suatu keputusan.
- Qalb
merupakan
tempat
memutuskan
pemilihan perilaku
sesuai
dengan
dorongan internal.
Jika qalb mengarah
pada
kebaikan,
maka
seluruh
sistem akan baik.
Juga sebaliknya.

Aql secara bahasa berarti
”pengendali”. Aql dalam
struktur
kepribadian
merupakan daya nafsani
pertimbangan intelektual

Nafsu
(1) secara
jasmaniah
berkedudukan
di
perut
dan
alat
kelamin
(2) daya yang dominan
adalah konas atau
psikomotor,
yang
akhirnya melahirkan
kecerdasan
kinestetik
(3) mengikuti
natur
jasad
yang
hayawaniyyah baik
yang jinak maupun
yang buas
(4) Potensinya bersifat
hissiyyah
yang
sifatnya empiris
(5) Intinya
adalah
produktivitas,
kreativitas,
dan
konsumtif
(6) Apabila
mendominasi maka
menimbulkan
kepribadian
yang
jahat ( al-nafs alammarah )
Nafsu
merupakan
fungsi nafsani yang
mengarah pada hal
inderawi dan syahwati

- Aql
berfungsi sebagai - Nafsu
merupakan
pengendali
nafsu
daya
pendorong
pencapaian
terutama nafsu ammarah
kebutuhan
yang
- Aql berfungsi sebagai
inderawi
pertimbangan rasional dan
etis pemilihan perilaku
- Giving spirit pada
sesuai dengan dorongan
kehidupan manusia.
nafsu
- Aql
melakukan
emphazing terhadap nafsu
supaya
tidak

109

- Dalam pandangan
Islam
qalb
merupakan
inti
kepribadian dan inti
sistem psikofisik
manusia

mengaktualisasikan
perilaku yang negatif

Kepribadian manusia dalam pandangan Islam tidak bisa terlepas dari fungsi dan peran qalbu, aql, dan
nafsu. Dalam sebuah hadits pernah dinyatakan bahwa pada setiap diri manusia itu terdapat sebuah mudhghah.
Jika mudhghah itu baik, maka seluruh jasadnya akan baik. Dan jika mudghah itu jelek, maka jeleklah seluruh
jasadnya akan jelek pula. Mudhghah tersebut adalah hati (qalb ). Berdasarkan hadits ini, qalb merupakan inti
kepribadian manusia.
Jika kalbunya baik, maka akan menimbulkan perilaku yang baik. Jika kalbunya jelek, maka akan
menimbulkan perilaku tidak baik. Faktor yang mendorong perilaku ada salah satunya adalah nafsu. Jika nafsu
mendorong lebih kuat, aql tidak bisa mengendalikan maka yang muncul adalah kepribadian syaithaniyah.
Namun jika aql mampu mengalahkan nafsu, maka kepribadian yang baik yang akan muncul.
Gambar Hubungan antara qalb, aql, dan nafsu
Nafsu lebih banyak
berorientasi pada
pemuasaan
syhawati dan
keduniaan

Pengendali
informasi dan
dorongan dari luar
dan nafsu

Dunia Eskternal

Nafsu
Aql

Qalb

Qal
b

110