Hubungan Antara Kematangan Emosi Dan Ken
Hubungan Antara Kematangan Emosi Dan Kenakalan remaja
Risqi Cesar Krisdyawati
Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang
email: [email protected]
ABSTRAK
Kematangan emosi, dan kenakalan remaja dikaji dalam penelitian
kuantitatif korelasional dengan skala kematangan emosi dan kenakalan remaja
dengan skala likert. Subjek penelitian sebanyak 30 mahasiswa berjenis kelamin
laki-laki dan perempuan pada Universitas Muhammadiyah Malang. Peneliti
mengembangkan dua alat ukur penelitian, yaitu skala kenakalan remaja, dan
skala kematangan emosi.
Kata Kunci : Kenakalan remaja, Kematangan emosi
ABSTRACT
Emotional maturity, and juvenile delinquency examined on 30 middle
adolescents. In a quantitative correlation with likert scale. Sex is male and female
of Muhammadiyah Malang University. Researcher developed three research
instrument of measurement, namely the scale of juvenile delinquency, the scale of
emotional maturity scale. Emotional maturity is a psychological capacity that has
the potential to allow a decline in juvenile delinquency; Juvenile delinquency data
not normally distributed and relatively high. Prediction research findings apply
only to groups of adolescents with high delinquency rates.
Keywords : Emotional maturity, juvenile delinquency
1. PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Masa remaja merupakan periode transisi, dimana mereka sudah
dianggap bukan anak kecil lagi namun dianggap dewasa pun belum
pantas. Remaja berupaya untuk mencari jati dengan mencoba-coba hal
baru. Remaja menghadapi tuntutan dan harapan, demikian juga bahaya dan
godaan yang tampaknya lebih banyak dan kompleks. Remaja sebagai aset
bangsa diharapkan kelak menggantikan generasi tua dalam pendidikan
maupun pembangunan. Kondisi kenakalan remaja di Indonesia dari jaman
ke jaman semakin memprihatinkan dengan meningkatnya tindak
penyimpangan seperti menggunakan narkoba, seks bebas, aborsi, sampai
pembunuhan. Hal tersebut dapat terjadi karena faktor lingkungan, teman
bermainnya. Fenomena yang didapatkan dari survei pendahuluan cukup
menyedihkan, dari hubungan seksual dikalangan remaja juga sudah bukan
hal yang tabu lagi. Dalam melakukan kencan dengan pasangannya tidak
lagi sekedar berpegangan tangan saja tetapi sampai dengan melakukan
kissing, necking, petting, dan intercourse.
Kenakalan remaja adalah perilaku remaja melanggar status,
membahayakan diri sendiri, menimbulkan korban materi pada orang lain,
dan perilaku menimbulkan korban fisik pada orang lain. Perilaku yang
menimbulkan korban materi yaitu perilaku yang mengakibatkan kerugian
pada orang lain, misalnya mencuri, merampas, dan perilaku menimbulkan
korban fisik pada orang lain adalah perkelahian, menempeleng, menampar,
melempar benda keras, mendorong sampai jatuh, menyepak, dan memukul
dengan benda (Jensen dalam Sarwono, 2001). Sedangkan menurut
Santrock, “Kenakalan remaja merupakan kumpulan dari berbagai perilaku
remaja yang tidak dapat diterima secara sosial hingga terjadi tindakan
kriminal.” Dalam penelitian ini dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa
sebagian besar orang tua mendukung terhadap pendidikan seksual kepada
remaja yatu sebesar 80%. Hal ini dapat diartikan bahwa orang tua remaja
mendukung terhadap pendidikan seksual yang benar kepada para anak
remaja mereka untuk menjaga agar terhindar dari perilaku seksual yang
beresiko. Para ahli berpendapat bahwa pendidik yang terbaik adalah orang
tua. Sehingga apabila bekal pendidikan seksual sudah diberikan dengan
baik oleh orangtua kepada remaja maka remaja tersebut menjadi lebih siap
untuk menghadapi berbagai perubahan yang ada dalam dirinya selama
masa remaja termasuk dorongan seksualnya (Susanti, 2008). Peneliti
mengembangkan tiga alat ukur penelitian, yaitu skala kenakalan remaja,
skala kematangan emosi, dan skala konsep diri. Data variable penelitian
dianalisis dengan analisis regresi ganda. Hasil analisis adalah: 1) R2 =
0,132 menunjukkan 13,2% proporsi variasi kenakalan remaja dapat
dijelaskan melalui kematangan emosi dan konsep diri. F = 8,908 dan p =
0,000 (p < 0,05) menunjukkan dengan signifikan variabel kematangan
emosi dan konsep diri secara simultan memprediksi kenakalan remaja
dalam hubungan searah dan linier; 2) Koefisien korelasi parsial dalam
analisis regresi (B) kematangan emosi = -0,313 dan p = 0,001 (p < 0,05)
menunjukkan hubungan kematangan emosi (setelah skor konsep diri
dikontrol secara statistik) dengan kenakalan remaja adalah berlawanan
arah dan linier. Prediksi tersebut signifikan (p < 0,05). Kematangan emosi
merupakan kapasitas psikologis yang berpotensi untuk memungkinkan
terjadinya penurunan kenakalan remaja. Skor kenakalan remaja 134,225 –
(-0,313) = 133,912 adalah skor penurunan yang signifikan (bermakna); 3)
Koefisien korelasi parsial dalam analisis regresi (B) konsep diri = -0,080
dan p = 0,530 (p > 0,05) menunjukkan hubungan konsep diri (setelah skor
kematangan emosi dikontrol secara statistik) dengan kenakalan remaja
adalah berlawanan arah dan linier. Prediksi tersebut tidak signifikan (p >
0,05). Konsep diri merupakan kapasitas psikologis yang tidak berpotensi
untuk memungkinkan terjadinya penurunan atau peningkatan kenakalan
remaja. Skor kenakalan remaja 134,225 – (-0,080) = 134,145 adalah skor
penurunan yang tidak signifikan (tidak bermakna). Data kenakalan remaja
tidak berdistribusi normal dan tergolong tinggi. Prediksi temuan penelitian
hanya berlaku pada kelompok remaja dengan tingkat kenakalan tinggi.
Keberadaan emosi di satu sisi dapat menjadikan orang pasif dan tidak
berdaya, tidak mampu mempertanggungjawabkan apa yang dilakukan.
Emosi di sisi lain dapat menjadi sumber energi yang membuat seseorang
sanggup melakukan apa saja secara tepat tanpa terpikirkan sebelumnya.
Seseorang perlu mengontrol emosinya, belajar mengekspresikan emosi
dengan cara-cara yang lebih dapat diterima atau disetujui oleh kelompok
sosial dan pada saat yang sama tetap dapat memberikan kepuasan yang
maksimum dan mengurangi gangguan ketidakseimbangan. Kenakalan
remaja sebagian disebabkan oleh pencapaian emosi yang kurang matang.
Remaja menjadi nakal karena belum mampu melakukan kontrol emosi
secara lebih tepat dan mengekpresikan emosi dengan cara-cara yang
diterima oleh masyarakat (Lugo dalam Haryono, 1996). Kesimpulan dari
hal tersebut yaitu proporsi variasi tinggi rendahnya kenakalan remaja
dapat dijelaskan melalui kematangan emosi. Variabel kematangan emosi
dan konsep diri merupakan variabel psikologis yang bersifat positif dan
menghasilkan kemungkinan keluarnya variable negatif, yaitu kenakalan
remaja. Hubungan simultan yang searah dan signifikan antara kematangan
emosi dan konsep diri dengan kenakalan remaja kemungkinan karena
keterlibatan konsep diri yang tinggi. Kematangan emosi akan menjauhkan
remaja dari kemungkinan berperilaku nakal. Semakin matang emosi,
semakin kecil kemungkinan remaja berperilaku nakal. Semakin tidak
matang emosi, semakin besar potensi remaja berperilaku nakal.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Adakah hubungan antara kematangan emosi pada kenakalan remaja?
1.3 TUJUAN DAN MANFAAT
- Untuk mengetahui perilaku penyimpangan pada remaja dan
kematangan emosional mereka serta peran keluarga terhadap
penyimpangan remaja
- Untuk mengetahui tingkat kenakalan remaja berdasarkan pelanggaran
yang dilakukan remaja
-
Penelitian ini akan memberikan kontribusi pada orang tua dalam cara
membentuk dan mengelola kematangan emosi terhadap diri khususnya
pada perilaku kenakalan remaja serta menjadi bahan pertimbangan
peran orang tua dalam mendidik anaknya terhadap penyimpangan
remaja. Orang tua harus mampu berbicara dengan anak dan
memperhatikan keinginan serta impian mereka, pandai melihat kondisi
anak sehingga pemberian nasehat dan arahan dari orang tua dapat
diterima dengan baik oleh anak agar dapat mengatasi pengaruh jahat
kenakalan remaja.
2. TUJUAN
Peneliti bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kematangan emosi
dengan perilaku menyimpang pada mahasiswa Universitas
Muhammadiyah Malang, serta peran keluarga terhadap penyimpangan
remaja, selanjutnya untuk mengetahui tingkat penyimpangan
berdasarkan pelanggaran yang dilakukan mahasiswa.
3. METODE
Penelitian ini menggunakan metode skala dengan model likert untuk
mengetahui hubungan antara kematangan emosi dan kenakalan remaja.
Skala yang digunakan adalah skala kematangan emosi serta skala
Agresivitas dalam skripsi “ Pengaruh Kematangan Emosi Terhadap
Agresivitas “ , Skala kematangan emosi meliputi:
- perilaku menyerang secara fisik, menyerang secara verbal, menyerang
objek lain, pelanggaran hak milik orang lain.
Sedangkan skala agresivitas yang digunakan dalam penelitian ini meliputi:
-
Tidak meledakkan emosi didepan orang lain, menilai situasi secara
kritis, stabil emosinya.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL
4.1 DESKRIPSI SUBJEK
Subjek penelitian ini berjumlah 30 orang berjenis kelamin laki-laki dan
perempuan dengan mengambil sampel mahasiswa Universitas
Muhammadiyah Malang semester 3 dengan kategori kelompok non
eksperimen berumur sekitar 18 tahun hingga 22 tahun. Sedangkan
teknik sampling nya menggunakan Incidental Sampling
4.2.1 Deskripsi Data
Penelitian ini menggunakan metode pengukuran kuesioner dengan
membagikan skala kepada subjek yang telah ditentukan berdasarkan
kriteria yang telah ditentukan yaitu mahasiswa Universitas
Muhammadiyah Malang berumur 18-22 tahun. Metode pengukurannya
menggunakan pengukuran skala Likert. Skala yang digunakan yaitu
skala kematangan emosi dan skala kenakalan remaja.
Variabel
-
Variabel X: Kematangan Emosi
Variabel Y: Kenakalan Remaja
1. Tabel Uji Korelasi
Correlations
Pearson
Kematangan_Emos Correlation
i
Sig. (2-tailed)
N
Pearson
Correlation
Kenakalan_Remaja
Sig. (2-tailed)
N
Kematangan_ Kenakalan_
Emosi
Remaja
1
.291
30
.291
.118
30
1
.118
30
30
Berdasarkan pengujian hipotesis pada SPSS dengan menggunakan uji korelasi
menunjukan bahwa nilai probabilitas yang dihasilkan adalah sebesar 0,118 > 0,05,
maka dari nilai tersebut didapat hasil tidak signifikan dan Ho diterima sehingga
dari nilai tersebut menyatakan tidak ada hubungan antara kematangan emosi
dengan kenakalan remaja pada Universitas Muhammadiyah Malang. Pada
penelitian sebelumnya subjek yang digunakan adalah 120 remaja tengah (53 lakilaki, 67 perempuan) dengan mengambil sampel sekolah SMA Negeri 7 Kediri
kelas XI, usia 16 sampai dengan 17 tahun. Sedangkan pada penelitian yang
digunakan penulis saat ini yaitu Mahasiswa aktif Universitas Muhammadiyah
Malang semester 3 berumur 18-22 tahun. Dalam kenakalan remaja meliputi 1.
Faktor-faktor predisposisi (predisposing factors) yaitu faktor–faktor yang
mendahului perilaku yang memberikan dasar rasional atau motivasi untuk
perilaku tersebut antara lain terwujud dalam pengetahuan, persepsi, sikap,
kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan sebagainya. Dalam hal ini khususnya yang
berkaitan dengan perilaku seksual remaja serta faktor-faktor pendorong
(reinforcing factors) yaitu faktor–faktor yang yang mengikuti sebuah perilaku
yang memberikan pengaruh berkelanjutan terhadap perilaku tersebut, dan
berkontribusi terhadap persistensi atau penanggulangan perilaku tersebut.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, mendapat kesimpulan
bahwa tidak ada hubungan antara kematangan emosi dengan kenakalan remaja.
Hal ini terbukti dari hasil yang didapat dari uji korelasi menggunakan SPSS 21
yang menunjukkan angka signifikan atau probabilitas yaitu 0,18
Hal ini menunjukkan bahwa Ho diterima , sehingga Ho tidak ada hubungan.
Hal ini sesuai dengan isi pernyataan apabila Ho diterima maka tidak ada
hubungan antar variabel dan H1 yang artinya ada hubungan antar variabel. Dan
syarat yang telah ditetapkan yaitu : jika probabilitas > 0,05 maka Ho diterima dan
jika probabilitas < 0,05 maka Ho ditolak. Dari hasil ini maka tidak ada hubungan
antara kematangan emosi dengan kenakalan remaja di Universitas
Muhammadiyah Malang.
UCAPAN TERIMA KASIH
Alhamdulillahirrabilalamin segala puji bagi Allah SWT atas segala berkat,
rahmat, taufiq, serta hidayahNya, rasa syukur senantiasa penulis panjatkan
kepada Allah SWT Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, karena berkat
karuniaNya dapat melaksanakan dan menyusun serta menyelesaikan karya ilmiah
ini. Pada kesempatan ini peneliti menyampaikan rasa terimakasih sebesarbesarnya kepada Ibu Tri Muji Ingarianti S.Psi, M.Psi selaku dosen pembimbing
yang telah memberikan dukungan, pengarahan, dorongan motivasi, saran sejak
awal rencana penelitian hingga terselesaikannya penulisan laporan ilimah ini.
Kepada Ayah dan Ibu terimakasih untuk kasih sayang yang tak terhingga,
terimakasih untuk doa yang tak pernah putus dan segala dukungan secara moral
maupun materiil. Ucapan terima kasih tak lupa peneliti sampaikan kepada
Misbahun Nazir dan Wening Tyas selaku asisten dosen mata kuliah Metode Riset
Kuantitatif yang sangat membantu dalam proses pembuatan rancangan penelitian
dengan segala kerja keras dan bimbingannya, serta telah sabar memberikan
pengarahan, dukungan dalam pembuatan dan penyusunan laporan ilmiah ini.
Kepada Khabib Supriyono yang selalu memberikan dukungan, semangat,
motivasi, serta kekuatan untuk dapat menyelesaikan tugas penelitian kuantitatif ini
dengan penuh kasih sayang. Kepada sahabat saya Saidah Rakhmawati yang setia
membantu, memotivasi serta memberikan semangat saya dalam menyelesaikan
penulisan laporan artikel ilmiah ini. Selanjutnya kepada semua pihak yang tidak
bisa peneliti sebutkan satu persatu, peneliti mengucapkan banyak terima kasih.
Harapan penulis dengan adanya artikel ilmiah ini dapat memberikan manfaat dan
informasi yang bermanfaat untuk bahan penelitian selanjutnya. Demikian yang
dapat saya sampaikan, apabila ada kurang dan lebihnya mohon maaf dan saya
ucapkan terimakasih untuk perhatiannya.
Daftar Pustaka
Albin, R. S. (1996). Emosi Bagaimana Mengenal,
Menerima dan Mengarahkannya.
Yogyakarta: Kanisius.
Haryono. (1996). Kematangan Emosi, Pemikiran
Moral, dan Kenakalan Remaja. Semarang:
FIP-IKIP Semarang.
Hay, I. (2000). Gender Self-concept Profiles of
Adolescents Suspended from High School.
Journal of Child Psychology and
Psychiatry, 41, 3, 345–352.
Hurlock, E. B. (1996). Psikologi Perkembangan
Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang
Kehidupan Jakarta: Erlangga
Kusumaredi, L.A. (2011). Fenomena kenakalan
remaja di Indonesia.
http://ntb.bkkbn.go.id/rubrik/691/. Unduh
18 Agustus 2011, Pukul 19.30.
Maria, U. (2007). Peran Persepsi Keharmonisan
Keluarga dan Konsep Diri terhadap
Kecenderungan Kenakalan Remaja. Tesis.
Yogyakarta: Sekolah Pascasarjana
Universitas Gadjah Mada.
Partosuwido, S.R. (1992). Penyesuaian Diri Mahasiswa Dalam Kaitanya dengan
Konsep Diri, Pusat Kendali dan Status Perguruan
Laporan Penelitian. Yogyakarta: Fakultas
Psikologi Universitas Gadjah Mada.
Purwanti, M. (1996). Menumbuhkan dan
meningkatkan motif berprestasi remaja,
upaya pembinaan dan pengembangan
generasi muda. Jurnal Atma nan Jaya,
April, 71-84.
Sarwono, S.W. (2001). Psikologi Remaja. Jakarta:
Rajawali Pers.
Sears, D., Freedman, J., Peplau, L. 1994.
Psikologi Sosial. Jakarta: Erlangga.
Shavelson, B.J., & Roger, B. (1982). SelfConcept: The Interplay of Theory
Methods. Journal of Educational
Psychology, 72, 1, 3-17.
Shiffer, N., Layhch-Sanner, J., & Nadelmen, L.
(1997). Relationship Between SelfConcept and Classroom Behavior in Two
Informal Elemantary Classroom. Journal
of Educational Psychology, 72, 1, 349359.
Tambunan, R. (2001). Perkelahian Pelajar.
www.e-psikologi.com. Unduh tanggal 17
Agustus 2011, Pukul 20.20.
Yanti, D. (2005). Ketrampilan Sosial pada Anak
Menengah Akhir yang Mengalami
Gangguan Perilaku. e-USU Repository.
Medan: Program Studi Psikologi Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Stuart, G.W, and Sundeen, S.J. (1998). Buku Saku
Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC.
Risqi Cesar Krisdyawati
Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang
email: [email protected]
ABSTRAK
Kematangan emosi, dan kenakalan remaja dikaji dalam penelitian
kuantitatif korelasional dengan skala kematangan emosi dan kenakalan remaja
dengan skala likert. Subjek penelitian sebanyak 30 mahasiswa berjenis kelamin
laki-laki dan perempuan pada Universitas Muhammadiyah Malang. Peneliti
mengembangkan dua alat ukur penelitian, yaitu skala kenakalan remaja, dan
skala kematangan emosi.
Kata Kunci : Kenakalan remaja, Kematangan emosi
ABSTRACT
Emotional maturity, and juvenile delinquency examined on 30 middle
adolescents. In a quantitative correlation with likert scale. Sex is male and female
of Muhammadiyah Malang University. Researcher developed three research
instrument of measurement, namely the scale of juvenile delinquency, the scale of
emotional maturity scale. Emotional maturity is a psychological capacity that has
the potential to allow a decline in juvenile delinquency; Juvenile delinquency data
not normally distributed and relatively high. Prediction research findings apply
only to groups of adolescents with high delinquency rates.
Keywords : Emotional maturity, juvenile delinquency
1. PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Masa remaja merupakan periode transisi, dimana mereka sudah
dianggap bukan anak kecil lagi namun dianggap dewasa pun belum
pantas. Remaja berupaya untuk mencari jati dengan mencoba-coba hal
baru. Remaja menghadapi tuntutan dan harapan, demikian juga bahaya dan
godaan yang tampaknya lebih banyak dan kompleks. Remaja sebagai aset
bangsa diharapkan kelak menggantikan generasi tua dalam pendidikan
maupun pembangunan. Kondisi kenakalan remaja di Indonesia dari jaman
ke jaman semakin memprihatinkan dengan meningkatnya tindak
penyimpangan seperti menggunakan narkoba, seks bebas, aborsi, sampai
pembunuhan. Hal tersebut dapat terjadi karena faktor lingkungan, teman
bermainnya. Fenomena yang didapatkan dari survei pendahuluan cukup
menyedihkan, dari hubungan seksual dikalangan remaja juga sudah bukan
hal yang tabu lagi. Dalam melakukan kencan dengan pasangannya tidak
lagi sekedar berpegangan tangan saja tetapi sampai dengan melakukan
kissing, necking, petting, dan intercourse.
Kenakalan remaja adalah perilaku remaja melanggar status,
membahayakan diri sendiri, menimbulkan korban materi pada orang lain,
dan perilaku menimbulkan korban fisik pada orang lain. Perilaku yang
menimbulkan korban materi yaitu perilaku yang mengakibatkan kerugian
pada orang lain, misalnya mencuri, merampas, dan perilaku menimbulkan
korban fisik pada orang lain adalah perkelahian, menempeleng, menampar,
melempar benda keras, mendorong sampai jatuh, menyepak, dan memukul
dengan benda (Jensen dalam Sarwono, 2001). Sedangkan menurut
Santrock, “Kenakalan remaja merupakan kumpulan dari berbagai perilaku
remaja yang tidak dapat diterima secara sosial hingga terjadi tindakan
kriminal.” Dalam penelitian ini dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa
sebagian besar orang tua mendukung terhadap pendidikan seksual kepada
remaja yatu sebesar 80%. Hal ini dapat diartikan bahwa orang tua remaja
mendukung terhadap pendidikan seksual yang benar kepada para anak
remaja mereka untuk menjaga agar terhindar dari perilaku seksual yang
beresiko. Para ahli berpendapat bahwa pendidik yang terbaik adalah orang
tua. Sehingga apabila bekal pendidikan seksual sudah diberikan dengan
baik oleh orangtua kepada remaja maka remaja tersebut menjadi lebih siap
untuk menghadapi berbagai perubahan yang ada dalam dirinya selama
masa remaja termasuk dorongan seksualnya (Susanti, 2008). Peneliti
mengembangkan tiga alat ukur penelitian, yaitu skala kenakalan remaja,
skala kematangan emosi, dan skala konsep diri. Data variable penelitian
dianalisis dengan analisis regresi ganda. Hasil analisis adalah: 1) R2 =
0,132 menunjukkan 13,2% proporsi variasi kenakalan remaja dapat
dijelaskan melalui kematangan emosi dan konsep diri. F = 8,908 dan p =
0,000 (p < 0,05) menunjukkan dengan signifikan variabel kematangan
emosi dan konsep diri secara simultan memprediksi kenakalan remaja
dalam hubungan searah dan linier; 2) Koefisien korelasi parsial dalam
analisis regresi (B) kematangan emosi = -0,313 dan p = 0,001 (p < 0,05)
menunjukkan hubungan kematangan emosi (setelah skor konsep diri
dikontrol secara statistik) dengan kenakalan remaja adalah berlawanan
arah dan linier. Prediksi tersebut signifikan (p < 0,05). Kematangan emosi
merupakan kapasitas psikologis yang berpotensi untuk memungkinkan
terjadinya penurunan kenakalan remaja. Skor kenakalan remaja 134,225 –
(-0,313) = 133,912 adalah skor penurunan yang signifikan (bermakna); 3)
Koefisien korelasi parsial dalam analisis regresi (B) konsep diri = -0,080
dan p = 0,530 (p > 0,05) menunjukkan hubungan konsep diri (setelah skor
kematangan emosi dikontrol secara statistik) dengan kenakalan remaja
adalah berlawanan arah dan linier. Prediksi tersebut tidak signifikan (p >
0,05). Konsep diri merupakan kapasitas psikologis yang tidak berpotensi
untuk memungkinkan terjadinya penurunan atau peningkatan kenakalan
remaja. Skor kenakalan remaja 134,225 – (-0,080) = 134,145 adalah skor
penurunan yang tidak signifikan (tidak bermakna). Data kenakalan remaja
tidak berdistribusi normal dan tergolong tinggi. Prediksi temuan penelitian
hanya berlaku pada kelompok remaja dengan tingkat kenakalan tinggi.
Keberadaan emosi di satu sisi dapat menjadikan orang pasif dan tidak
berdaya, tidak mampu mempertanggungjawabkan apa yang dilakukan.
Emosi di sisi lain dapat menjadi sumber energi yang membuat seseorang
sanggup melakukan apa saja secara tepat tanpa terpikirkan sebelumnya.
Seseorang perlu mengontrol emosinya, belajar mengekspresikan emosi
dengan cara-cara yang lebih dapat diterima atau disetujui oleh kelompok
sosial dan pada saat yang sama tetap dapat memberikan kepuasan yang
maksimum dan mengurangi gangguan ketidakseimbangan. Kenakalan
remaja sebagian disebabkan oleh pencapaian emosi yang kurang matang.
Remaja menjadi nakal karena belum mampu melakukan kontrol emosi
secara lebih tepat dan mengekpresikan emosi dengan cara-cara yang
diterima oleh masyarakat (Lugo dalam Haryono, 1996). Kesimpulan dari
hal tersebut yaitu proporsi variasi tinggi rendahnya kenakalan remaja
dapat dijelaskan melalui kematangan emosi. Variabel kematangan emosi
dan konsep diri merupakan variabel psikologis yang bersifat positif dan
menghasilkan kemungkinan keluarnya variable negatif, yaitu kenakalan
remaja. Hubungan simultan yang searah dan signifikan antara kematangan
emosi dan konsep diri dengan kenakalan remaja kemungkinan karena
keterlibatan konsep diri yang tinggi. Kematangan emosi akan menjauhkan
remaja dari kemungkinan berperilaku nakal. Semakin matang emosi,
semakin kecil kemungkinan remaja berperilaku nakal. Semakin tidak
matang emosi, semakin besar potensi remaja berperilaku nakal.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Adakah hubungan antara kematangan emosi pada kenakalan remaja?
1.3 TUJUAN DAN MANFAAT
- Untuk mengetahui perilaku penyimpangan pada remaja dan
kematangan emosional mereka serta peran keluarga terhadap
penyimpangan remaja
- Untuk mengetahui tingkat kenakalan remaja berdasarkan pelanggaran
yang dilakukan remaja
-
Penelitian ini akan memberikan kontribusi pada orang tua dalam cara
membentuk dan mengelola kematangan emosi terhadap diri khususnya
pada perilaku kenakalan remaja serta menjadi bahan pertimbangan
peran orang tua dalam mendidik anaknya terhadap penyimpangan
remaja. Orang tua harus mampu berbicara dengan anak dan
memperhatikan keinginan serta impian mereka, pandai melihat kondisi
anak sehingga pemberian nasehat dan arahan dari orang tua dapat
diterima dengan baik oleh anak agar dapat mengatasi pengaruh jahat
kenakalan remaja.
2. TUJUAN
Peneliti bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kematangan emosi
dengan perilaku menyimpang pada mahasiswa Universitas
Muhammadiyah Malang, serta peran keluarga terhadap penyimpangan
remaja, selanjutnya untuk mengetahui tingkat penyimpangan
berdasarkan pelanggaran yang dilakukan mahasiswa.
3. METODE
Penelitian ini menggunakan metode skala dengan model likert untuk
mengetahui hubungan antara kematangan emosi dan kenakalan remaja.
Skala yang digunakan adalah skala kematangan emosi serta skala
Agresivitas dalam skripsi “ Pengaruh Kematangan Emosi Terhadap
Agresivitas “ , Skala kematangan emosi meliputi:
- perilaku menyerang secara fisik, menyerang secara verbal, menyerang
objek lain, pelanggaran hak milik orang lain.
Sedangkan skala agresivitas yang digunakan dalam penelitian ini meliputi:
-
Tidak meledakkan emosi didepan orang lain, menilai situasi secara
kritis, stabil emosinya.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL
4.1 DESKRIPSI SUBJEK
Subjek penelitian ini berjumlah 30 orang berjenis kelamin laki-laki dan
perempuan dengan mengambil sampel mahasiswa Universitas
Muhammadiyah Malang semester 3 dengan kategori kelompok non
eksperimen berumur sekitar 18 tahun hingga 22 tahun. Sedangkan
teknik sampling nya menggunakan Incidental Sampling
4.2.1 Deskripsi Data
Penelitian ini menggunakan metode pengukuran kuesioner dengan
membagikan skala kepada subjek yang telah ditentukan berdasarkan
kriteria yang telah ditentukan yaitu mahasiswa Universitas
Muhammadiyah Malang berumur 18-22 tahun. Metode pengukurannya
menggunakan pengukuran skala Likert. Skala yang digunakan yaitu
skala kematangan emosi dan skala kenakalan remaja.
Variabel
-
Variabel X: Kematangan Emosi
Variabel Y: Kenakalan Remaja
1. Tabel Uji Korelasi
Correlations
Pearson
Kematangan_Emos Correlation
i
Sig. (2-tailed)
N
Pearson
Correlation
Kenakalan_Remaja
Sig. (2-tailed)
N
Kematangan_ Kenakalan_
Emosi
Remaja
1
.291
30
.291
.118
30
1
.118
30
30
Berdasarkan pengujian hipotesis pada SPSS dengan menggunakan uji korelasi
menunjukan bahwa nilai probabilitas yang dihasilkan adalah sebesar 0,118 > 0,05,
maka dari nilai tersebut didapat hasil tidak signifikan dan Ho diterima sehingga
dari nilai tersebut menyatakan tidak ada hubungan antara kematangan emosi
dengan kenakalan remaja pada Universitas Muhammadiyah Malang. Pada
penelitian sebelumnya subjek yang digunakan adalah 120 remaja tengah (53 lakilaki, 67 perempuan) dengan mengambil sampel sekolah SMA Negeri 7 Kediri
kelas XI, usia 16 sampai dengan 17 tahun. Sedangkan pada penelitian yang
digunakan penulis saat ini yaitu Mahasiswa aktif Universitas Muhammadiyah
Malang semester 3 berumur 18-22 tahun. Dalam kenakalan remaja meliputi 1.
Faktor-faktor predisposisi (predisposing factors) yaitu faktor–faktor yang
mendahului perilaku yang memberikan dasar rasional atau motivasi untuk
perilaku tersebut antara lain terwujud dalam pengetahuan, persepsi, sikap,
kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan sebagainya. Dalam hal ini khususnya yang
berkaitan dengan perilaku seksual remaja serta faktor-faktor pendorong
(reinforcing factors) yaitu faktor–faktor yang yang mengikuti sebuah perilaku
yang memberikan pengaruh berkelanjutan terhadap perilaku tersebut, dan
berkontribusi terhadap persistensi atau penanggulangan perilaku tersebut.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, mendapat kesimpulan
bahwa tidak ada hubungan antara kematangan emosi dengan kenakalan remaja.
Hal ini terbukti dari hasil yang didapat dari uji korelasi menggunakan SPSS 21
yang menunjukkan angka signifikan atau probabilitas yaitu 0,18
Hal ini menunjukkan bahwa Ho diterima , sehingga Ho tidak ada hubungan.
Hal ini sesuai dengan isi pernyataan apabila Ho diterima maka tidak ada
hubungan antar variabel dan H1 yang artinya ada hubungan antar variabel. Dan
syarat yang telah ditetapkan yaitu : jika probabilitas > 0,05 maka Ho diterima dan
jika probabilitas < 0,05 maka Ho ditolak. Dari hasil ini maka tidak ada hubungan
antara kematangan emosi dengan kenakalan remaja di Universitas
Muhammadiyah Malang.
UCAPAN TERIMA KASIH
Alhamdulillahirrabilalamin segala puji bagi Allah SWT atas segala berkat,
rahmat, taufiq, serta hidayahNya, rasa syukur senantiasa penulis panjatkan
kepada Allah SWT Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, karena berkat
karuniaNya dapat melaksanakan dan menyusun serta menyelesaikan karya ilmiah
ini. Pada kesempatan ini peneliti menyampaikan rasa terimakasih sebesarbesarnya kepada Ibu Tri Muji Ingarianti S.Psi, M.Psi selaku dosen pembimbing
yang telah memberikan dukungan, pengarahan, dorongan motivasi, saran sejak
awal rencana penelitian hingga terselesaikannya penulisan laporan ilimah ini.
Kepada Ayah dan Ibu terimakasih untuk kasih sayang yang tak terhingga,
terimakasih untuk doa yang tak pernah putus dan segala dukungan secara moral
maupun materiil. Ucapan terima kasih tak lupa peneliti sampaikan kepada
Misbahun Nazir dan Wening Tyas selaku asisten dosen mata kuliah Metode Riset
Kuantitatif yang sangat membantu dalam proses pembuatan rancangan penelitian
dengan segala kerja keras dan bimbingannya, serta telah sabar memberikan
pengarahan, dukungan dalam pembuatan dan penyusunan laporan ilmiah ini.
Kepada Khabib Supriyono yang selalu memberikan dukungan, semangat,
motivasi, serta kekuatan untuk dapat menyelesaikan tugas penelitian kuantitatif ini
dengan penuh kasih sayang. Kepada sahabat saya Saidah Rakhmawati yang setia
membantu, memotivasi serta memberikan semangat saya dalam menyelesaikan
penulisan laporan artikel ilmiah ini. Selanjutnya kepada semua pihak yang tidak
bisa peneliti sebutkan satu persatu, peneliti mengucapkan banyak terima kasih.
Harapan penulis dengan adanya artikel ilmiah ini dapat memberikan manfaat dan
informasi yang bermanfaat untuk bahan penelitian selanjutnya. Demikian yang
dapat saya sampaikan, apabila ada kurang dan lebihnya mohon maaf dan saya
ucapkan terimakasih untuk perhatiannya.
Daftar Pustaka
Albin, R. S. (1996). Emosi Bagaimana Mengenal,
Menerima dan Mengarahkannya.
Yogyakarta: Kanisius.
Haryono. (1996). Kematangan Emosi, Pemikiran
Moral, dan Kenakalan Remaja. Semarang:
FIP-IKIP Semarang.
Hay, I. (2000). Gender Self-concept Profiles of
Adolescents Suspended from High School.
Journal of Child Psychology and
Psychiatry, 41, 3, 345–352.
Hurlock, E. B. (1996). Psikologi Perkembangan
Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang
Kehidupan Jakarta: Erlangga
Kusumaredi, L.A. (2011). Fenomena kenakalan
remaja di Indonesia.
http://ntb.bkkbn.go.id/rubrik/691/. Unduh
18 Agustus 2011, Pukul 19.30.
Maria, U. (2007). Peran Persepsi Keharmonisan
Keluarga dan Konsep Diri terhadap
Kecenderungan Kenakalan Remaja. Tesis.
Yogyakarta: Sekolah Pascasarjana
Universitas Gadjah Mada.
Partosuwido, S.R. (1992). Penyesuaian Diri Mahasiswa Dalam Kaitanya dengan
Konsep Diri, Pusat Kendali dan Status Perguruan
Laporan Penelitian. Yogyakarta: Fakultas
Psikologi Universitas Gadjah Mada.
Purwanti, M. (1996). Menumbuhkan dan
meningkatkan motif berprestasi remaja,
upaya pembinaan dan pengembangan
generasi muda. Jurnal Atma nan Jaya,
April, 71-84.
Sarwono, S.W. (2001). Psikologi Remaja. Jakarta:
Rajawali Pers.
Sears, D., Freedman, J., Peplau, L. 1994.
Psikologi Sosial. Jakarta: Erlangga.
Shavelson, B.J., & Roger, B. (1982). SelfConcept: The Interplay of Theory
Methods. Journal of Educational
Psychology, 72, 1, 3-17.
Shiffer, N., Layhch-Sanner, J., & Nadelmen, L.
(1997). Relationship Between SelfConcept and Classroom Behavior in Two
Informal Elemantary Classroom. Journal
of Educational Psychology, 72, 1, 349359.
Tambunan, R. (2001). Perkelahian Pelajar.
www.e-psikologi.com. Unduh tanggal 17
Agustus 2011, Pukul 20.20.
Yanti, D. (2005). Ketrampilan Sosial pada Anak
Menengah Akhir yang Mengalami
Gangguan Perilaku. e-USU Repository.
Medan: Program Studi Psikologi Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Stuart, G.W, and Sundeen, S.J. (1998). Buku Saku
Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC.