Sisem pemerintahan Orde Baru (1)

BAB I
PENDAHULUAN
A.LATAR BELAKANG
Pemberontakan G-30-S/PKI merupakan titik kulminasi dari pertarungan atau tarik
tambang politik antara Soekarno, Angkatan Darat, dan Partai Komunis Indonesia. Sebagaimana
kita ketahui, akibat dari usaha kudeta yang gagal PKI membawa akibat fatal bagi partai itu
sendiri, yakni dengan tersisihnya partai ini dari arena perpolitikan Indonesia. Demikian juga
soekarno yang begitu besar kekuasaannya pada masa Demokrasi terpimpin (1959-1965), sedikit
demi sedikit kekuasaannya dikurangi. Bahkan Soekarno tersingkir dari politik nasional, sampai
meninggal tahun 1971. Akhirnya Angkatan Darat muncul sebagai kekuatan politik yang sangat
menentukan dalam proses politik yang dikenal dengan sebutan dwifungsi ABRI.
Selain itu, Surat Perintah Sebelas maret 1966 atau Supersemar juga merupakan titik awal
lahirnya Orde Baru. Sebab dengan Supersemar itulah soeharto dapat membubarkan PKI dan
dapat mengambil kebijakan-kebijakan politik dan stabilisasi politik. Dan dengan Supersemar
itulah kekuasaan soekarno dengan Demokrasi Terpimpinnya lenyap. Lenyapnya kekuasaan
soekarno diperkuat dengan ketetapan MPRS yang melalui sidang istemewa pada tahun 1967
mengangkat Letjen Soeharto sebagai Pejabat Presiden, sehingga sebagai simbol pun soekarno
tidak diakui sebagai pemegang kekuasaan. Kemudian pada bulan Maret 1968 MPRS mengangkat
dan melantik Letjen soeharto sebagai Presiden. (Marwati Djoenet Poesponegoro dan Nugroho
Notosusanto. 1984: 415).
Dengan beralihnya kekuasan soekarno kepada soeharto, berakibat beralihnya sistem

pemerintahan dan politik. Pengertian sistem politik, sistem adalah suatu kesatuan yang terbentuk
dari beberapa unsur (elemen). Unsur, komponen, atau bagian bagian yang banyak ini satu sama
lain saling berkaitan dan fungsional. Sistem dapat diartikan pula sebagai sesuatu yang lebih
tinggi daripada sekedar merupakan cara, tata, skema, rencana, prosedur, atau metode. Sedangkan
politik berasal dari kata “polis” (negara kota), yang kemudian berkembang menjadi kata dan
pengertian dalam berbagai bahasa. Aristoteles dalam politics mengatakan bahwa “pengamatan
pertama-tama menunjukkan pada kita bahwa setiap polis atau negara tidak lain hanyalah
1

semacam asosiasi. Istilah politik dalam ketatanegaraan berkaitan dengan cara pemerintahan,
dasar-dasar pemerintahan, ataupun dalam hal kekuasaan negara. Politik pada dasarnya
menyangkut tujuan-tujuan masyarakat bukan tujuan pribadi. Dapat disimpulkan bahwa politik
adalah interaksi antara pemerintah dan masyarakat dalam rangka proses pembuatan kebijakan
dan keputusan yang mengikat tentang kebaikan bersama masyarakat yang tinggal dalam suatu
wilayah tertentu.
Pengertian Sistem Politik adalah berbagai macam kegiatan dan proses dari struktur dan
fungsi yang bekerja dalam suatu unit atau kesatuan (masyarakat/negara). Menurut Drs. Sukarno,
sistem politik adalah sekumpulan pendapat, prinsip yang membentuk satu kesatuan yang
berhubungan satu sama lain untuk mengatur pemerintahan serta melaksanakan dan
mempertahankan kekuasasan dengan cara mengatur individu atau kelompok individu satu sama

lain. Sedangkan menurut Almond, sistem politik adalah interaksi yang terjadi dalam masyarakat
yang merdeka yang menjalankan fungsi integrasi dan adaptasi. Selain itu Rober A Dahl,
berpendapat bahwa sistem politik adalah pola yang tetap dari hubungan-hubungan antara
manusia yang melibatkan sampai dengan tingkat tertentu, kontrol, pengaruh, kekuasaan, ataupun
wewenang.
Dapat disimpulkan bahwa sistem politik adalah mekanisme seperangkat fungsi atau
peranan dalam struktur politik dalam hubungan sama lain yang menunjukkan suatu proses yang
langsung memandang dimensi waktu (melampaui masa kini dan masa mendatang). Dan bangsa
kita ini telah mengalami beberapa periode dari massa-massa lampaunya, massa orde lama
merupakan massa tumbuhnya nasionalisme bangsa untuk merdeka dan emosi keinginan lebih
unggul dibanding dengan bangsa asing untuk membangu negaranya yang pada saat itu dipimpin
oleh soekarno, namun pada massa orde baru kemauan politik kuat untuk membangun ekonomi
dan membuka ruang bagi modal asing yang kala itu dipimpin oleh Soeharto. Hingga sampai pada
masa revolusi.

2

BAB II
PEMBAHASAN
A. Demokrasi Pancasila

Demokrasi Pancasila pada awal masa Orde Baru belumlah menjadi suatu sistem
Demokrasi yang baku, Demokrasi Pancasila sejatinya masih dalam pencarian bentuk disamping
demokrasi itu masih berjalan dan berproses. Terbukti pada tahun 1968, Herbert Feith menulis
sebuah artikel yang berjudul Soehharto’s search for a political format pada saat awal Demokrasi
Pancasila di perkenalkan. Praktek-praktek dan system-sistem Demokrasi Pancasila masih dapat
berubah dan berkembang pada masa itu, karena memang belum merupakan suatu bentuk yang
optimal.
Namun batu pertama prestasi pertama sistem ini menurut Dr. Rusadi Kontaprawira dalam
bukunya (Sistem Politik Indonesia, 2006, 200), membagi batu prestasi itu kedalam tiga buah
hasil yaitu, pertama, penyaluran tuntutan dalam system Demokrasi Pancasila sudah berlangsung
tiga kali Pemilihan Umum, yaitu pada tahun 1971, 1977, dan 1982. Dengan demikian penyaluran
tuntutan secara formal konstitusian telah (terpenuhi). Kedua, Pemeliharaan dalam mobilisasi
HAM untuk mengatasi segala macam kejahatan-kejahatan HAM dengan gaya pragmatik, dan
Kontiunitas lebih ditunjukan untuk memperkokoh Struktur Pemerintahan UUD 1945, sesuai
dengan jargon Orde Baru, yaitu: melaksanakan UUD 1945 dan Pancasila. Ketiga, Kapabilitas
dalam bidang ekstraktif dan distributif komoditi pokok disesuaikan dengan hukum ekonomi
universal atau bisa disebut ekonomi liberal, yang sangat berbalik dalam kebijakan ekonomi
demokrasi sebelumnya. Sebagai bukti hasil dari ekonomi liberal, kenaikan ekspor Indonesi pada
tahun 1972 terdapat kenaikan ekspor yang signifikan.
B. Kabinet Orde Baru

Kabinet pertama kali yang dibentuk pada masa orde baru adalah Kabinet Ampera.
Kabinet ini diumumkan pada tanggal 25 Juli 1966 jam 19.00 bertempat di Istana Merdeka
Jakarta. Dalam kabinet Ampera (Amanat Penderitaan Rakyat) menurut Prof. Dr. Miftah Thoha,
MPA dalam bukunya (Birokrasi dan Politik di Indonesia, 2012, 132) menjelaskan terdapat 3
unsur dalam Kabinet Ampera, yakni: Unsur pimpinan dijabat oleh presiden. Unsur pembantu
pimpinan dijabat oleh presidium, dan unsur anggota-anggota kabinet dijabat oleh para menteri.
Masih dalam buku yang sama (Thoha, 2012: 132) menjelaskan bahwa Kabinet terdiri dari
24 departemen, masing-masing dipimpin oleh seorang menteri. Masing-masing department
dikelompokkan kedalam 5 bidang antara lain: Bidang Pertahanan dan Keamanan, Bidang Politik,
Bidang Kesejahteraan Rakyat, Bidang Ekonomi dan Keuangan, dan Bidang Industri dan
Pertambangan.
3

Pada tanggal 11 Oktober 1967 berdasarkan Surat Keputusan Presiden no. 171 tahun 1967
Kabinet Ampera disempurnakan. Pada Kabient Ampera Pertama pimpinan kabinet masih dijabat
oleh Presiden Soekarno, sedangkan pada Kabinet Ampera yang disempurnakan, langsung dijabat
oleh Jenderal TNI Soeharto. Kabinet Soeharto ini terdiri dari 23 departemen dan para menterinya
banyak yang dijabat oleh jenderal-jenderal TNI. Kabinet ini berakhir pada 6 Juli 1968, dan
diteruskan dengan Kabinet Pembangunan I dengan Soeharto sebagai Presidennya.
Pada Kabinet Pembanungan , pemilihan umum presiden diselenggarakan selama 5 tahun

sekali, uniknya, Soeharto selalu dikukuhkan sebagai presiden dan yang memimpin Kabinet.
Menurut (Thoha, 2012) Sebenarnya Kabinet ini juga dikenal dengan Kabinet Pemerintahan
Golkar, bagaimana tidak, Golkar selalu memenangkan setiap Pemilu dengan mayoritas tunggal.
Hal unik mewarnai birokrasi pemerintahan rezim orde baru, khususnya dalam
pengangkatan jabatan menteri Negara. Yang sebelumnya jabatan ini dijalankan oleh kalangan
partai politik dan berilmu luas. Namun, pada masa ini jabatan menteri dikuasai oleh kalangan
teknorat bukan politisi. Dengan beralasan kekaryaan, partai ini mengangkat menterinya dari
orang-orang professional dari kalangan teknorat. Otomatis, peranan partai politik masa itu sudah
tidak ada nyawanya lagi. Mereka sama sekali tidak bisa meyentuh kursi kepemerintahan. Maka
dua partai PDI dan PPP hanya bisa duduk manis menyaksikan pemerintahan berbasiskan
kalangan teknorat, konglomerat, dan yang dekat istana. Mengapa dua partai politik? Karena saat
itu meskipun ikut berpartisipasi dalam pemilihan umum, Golkar. Partai ini tidak menamakan
dirinya sebagai partai politik, melainkan hanya sebagai peserta kontestan peimilu, dan lagi-lagi
selalu berhasil memenangkan pemilu dengan suara terbanyak tunggal. Rekayasa demokrasi ini
berjalan terus hingga akhir masa reformasi muncul menggantikan rezim orde baru yang sudah
kehilangan taringnya.
C. KEKUASAAN DIANTARA LEGISLATIF DAN EKSEKUTIF PADA ZAMAN
ORDE BARU
Pada periode keempat antara tahun 1966 – pertengahan tahun 1999 lembaga pemerintah
lebih memihak kepada kekuatan politik yang dominan. Menurut (Thoha, 2012:38) salah satu

faktor yang menentukan kemenangan Golkar dalam beberapa kali pemilu selama pemerintahan
Orde Baru adalah karena peranan lembaga pemerintah ini ditambah kekuatan ABRI yang sangat
solid mendukung Golkar sebagai tulang punggung pemerintahan.
Sejak masa ini supremasi kekuatan sipil tidak bisa berbicara banyak tentang dunia
kepemerintahan Indonesia. Sistem pemerintahan bukan lagi dihiasai dari kalangan politik
melainkan telah didominasi oleh militer.
Bukan sampai kalangan eksekutif saja yang dikuasai oleh kalangan Golkar dan militer,
bahkan pada kalangan legislatif juga demikian. Sehingga teranglah pemerintahan Indonesia pada
masa Orde Baru benar-benar dikuasai oleh rezim militer. Terdapat hubungan mesra vertikal
antara kalangan karya dengan militer. Sebagai bukti, hirarki ABRI pun mempunyai hirarki
4

kekuasaan yang mengikuti sistem hirarki birokrasi pemerintahan. sebagaimana di tuliskan
(Thoha, 2012:39) bahwa, Di tingkat Nasional ada Panglima ABRI sebagai pembantu Presiden
dan diberi jabatan setingkat dengan Menteri. Seterusnya di Provinsi ada Panglima Kodam
(Komando Daerah Militer). Di Kecamatan ada Koramil (Komando Rayon Militer), dan di Desa
ada Babinsa (Bintara Bina Desa).
Dengan demikian sudah jelas bahwa peranan partai politik sebagai simbol dari lembaga
supremasi sipil, yang seharusnya bisa mewakili rakyat sipil dalam percaturan politik
pemerintahan ternyata banyak tergusur oleh peranan angkatan bersenjata yang mewakili aspirasi

kekuasaan yang memerintah (Golkar).
Sistem Demokrasi Pancasila yang diterapkan pada masa ini tidak seperti tujuan utama
sebuah kosnep demokrasi, yakni: kekuasaan ditangan rakyat. Buktinya kedaulatan rakyat tidak
banyak dipraktekan dalam system demokrasi ini. Sementara itu demokrasi menurut perspektif
kekuasaan yang bernuansa rekasa untuk kepentingan penguasa amat jelas dilakukan selama
pemerintahan orde baru. Orang-orang militer banyak menguasai lembaga sipil (penduduk atau
rakyat), sehingga selama periode ini lebih banyak dikenal sebagai pemerintahan sipil yang
dikuasai oleh militer.
D. Menteri Zaman Orde Baru
Jaman orde baru ini jaman malaise bagi partai politik. Pada jaman ini kemarin, jabatan
menteri dicapai salah banyaknya melalui tentara, dan melalui golongan politik yang tidak mau
disebut partai politik akan tetapi bermain politik, Golkar. Adapun cara lain untuk menduduki
jabatan menteri menurut (Thoha, 2012) bisa saja menjadi konglomerat, dan orang-orang dekat
istana atau cendana. Tamatlah riwayat dua gelintir partai politik PDI dan PPP saat itu.
Seperti dikatakan didepan, jaman pemerintahan orde baru ini reputasi partai politik dibuat
amat tercela. Dengan partai politik dianggap rakyat terpecah belah menjadi keeping-keping anak
bangsa yang mebahayakan persatuan, sebagaimana jalannya demokrasi dan system politik
sebelum masa orde baru. Dengan partai politik kesejahteraan rakyat tidak sempat diratakan dan
keadilan tidak pernah diwujudkan. Pendeknya partai politik tidak ada jasanya bagi bangsa ini.
Maka sekianlah riwayat partai politik pada masa itu. Sehingga banyak anak bangsa yang dulu,

cita-citanya ingin menjadi tentara, supaya bisa memasuki lapangan kerja dipemerintahan, dan
syukur-syukur menjadi menteri atau presiden.
Peran partai politik diganti dengan kerja keras mereka dalam slogan kekaryaan. Mereka
meyakini dan bersikeras bahwa pembangunan negara dan bangsa ini bisa dilakukan dengan
karya yang besar melalui Golongan Karya. Tampillah menggelar pemilu setiap lima tahun sekali
dengan penuh rekayasa untuk selalu menang, maka setiap lima tahun sekali yang bisa menjadi
menteri adalah bukan lagi dari golongan partai politik melainkan dari golongan kekaryaan
mereka itu dikenal dengan sebutan para teknorat (cendikiawan yang berliprah dibidang
pemerintahan).
5

Teknorat yang diejelaskan oleh Prof. Dr. Miftah Thoha, MPA dalam bukunya adalah
orang-orang yang professional, berilmu luas, ahli, zaken, dan mengetahui seluk-beluk pekerjaan
kementriannya (Thoha, 2012). Maka para menteri Pembantu Presiden ini tidak lagi berasal dari
kalangan partai politik, melainkan dari para teknorat, militer, dan pengusaha konglomerat.
Jabatan menteri pada saat itu pun tidak lagi disebut sebagai jabatan politik, melainkan jabatan
Negara atau pejabat Negara.
Syarat menjadi menteri pada jaman Bung Karno dan Bung Hatta, yaitu: dari partai politik
dan berilmu luas, hanya dipakai yang berilmu saja. Mulailah kedudukan partai politik sebagai
pengisi jabatan penting pada zaman Bung Karno dan Bung Hatta, tinggal menjadi auman macan

ompong pada rezim orde baru. Maka eksistensi partai politik akar dasar masyaratkat sipil dan
pemerintahan yang demokratis pudar tidak ada tempatnya lagi.

E. Birokrasi Masa Orde Baru
Pada masa Orde Baru Terjadi suatu kejadian yang cukup menarik, yaitu proses
pemerintahan yang ditopang oleh ABRI. Proses Pemerintahan yang dilakukan secara dealiranisasi tersebut dilakukan dengan berbagai cara. Salah satu cara adalah dengan depolitisasi
secara sistematik, melalui beberapa kebijakan. Dengan demikian, rakyat tidak terkotak-kotak
kedalam aliran ideologi yang mengikuti aliran ideologi
Kedua, dengan melakukan floatin mass atau masa mengambang. Artinya,individu
memiliki ikatan tertentu dengan partai politik. Namun kebijakan ini hanya diberlakukan bagi
partai-partai politik bukan partai pemerintah, sedangkan partai Golkar dapat melakukan
rekruitment hingga tingkatan yang paling bawah, melalui jaringan pemerintahan desa. Hal ini
merupakan mesin politik yang sangat efisiendan efektif dalam memobilisasi dukungan buat
Golkar dalam setiap pemilihan Orde Baru.(Affan Gaffar, Politik Indonesia, 2005)
Didalam buku yang sama milik Affan Gaffar juga mengatakan bahwa dalam format
politik pada masa Orde Baru, yaitu pada masa pemerintahan Presiden Suharto, sangatlah baik
dalam memelihara hubungan dengan kaum kristen/katolik ataupun kaum Abangan, sedangkan
kaum muslim berada dalam oposisi pinggiran diluar kekuatan sistem, dan hanya dijadikan
sebagai alat untuk menetralisir munculnya kekuatan Islam yang pemerintah secara kritis.
Lembaga birokrasi pemerintah pada masa orde baru yang dilaksanakan secara depolitisasi

dan floatin mass, yang juga sangat dominan dengan peranan ABRI dan partai Golkar, selain
memiliki tingakatan Hierarki hingga tingkat golongan masyarakat pedesaan. Birokrasi
6

pemerintahan Orde Baru juga menguasai banyak lembaga sipil. Hingga pada masa Orde Baru
juga disebut dengan masa Orde Golkar ataupun Orde ABRI.
Sebagaimana yang telah diuraikan pada tulisan sebelumnya bahwa pada pemerintahan
Orde Baru sangatlah didominasi oleh ABRI dan anggota partai Golkar, dan menjadi malaise bagi
selain golongan ABRI ataupun partai Golkar. Apabila orang dari partai lain, selain partai Golkar
atau golongan ABRI, sangatlah susah untuk menjadi pejabat pemerintahan, dan apabila menjadi
pejabat pemerintahan hanyalah menjadi kroco. Walaupun pada saat itu masih banyak dari
golongan profesional yang mengisi kabinet, namun semua itu tak lepas dari kendali Orde Baru.
Maka tidak heran pada saat itu banyak orangtua yang menginginkan anaknya menjadi ABRI agar
kedepannya bisa menjadi menteri ataupun orang yang dekat dengan pemerintahan.
Demikianlah perkembangan kelembagaan birokrasi pemerintahan yang lebih cenderung
menjadi sasaran kekuasaan, yang pada akhirnya di masa menjelang akhir periode mulai
dirasakan kebutuhan akan reformasi. Upaya melakukan reformasi melahirkan paradigma
masyarakat madani dan pemerintahan yang baik.

F. Akhir Massa Orde Baru

Krisis moneter yang melanda seluruh negara Asia, menyebabkan nilai mata uang menjadi
merosot drastis. Salah satunya mata uang rupiah juga mengalami dampak penurunan nilai tukar
rupiah terhadap dolar. Namun pemerintah menyatakan masih sanggup untuk mengatasi krisis
moneter tersebut.
Presiden Suharto melakukan penyelamatan dengan meminta bantuan pinjaman pada IMF
(International Monetary Fund), yang menyebabkan Indonesia harus meminjam dana sebesar US
$43miliar, sehingga pemerintah harus melakukan banyak kebijakan salah satunya penghentian
subsidi. Namun hal ini tak bisa menjadi solusi untuk pemecahan masalah.
Pada saat krisis yang bertepatan pada bulan Mei 1998, rakyat Indonesia mengalami
kerusuhan yang luar biasa. Demi terwujudnya suatu reformasi bagi negara Indonesia seluruh
rakyat dari berbagai kalangan, mulai dari kalangan rakyat kecil hingga kalangan pejabat menteri
pun menuntut adanya suatu reformasi.
Namun Presiden Suharto masih beranggapan krisis ini dapat diatasi. Namun disaat
presiden Suharto berencana membubarkan kabinet baru, para menteri yang sebelumnya selalu
setia mendampingi Presiden Suharto pun juga memintanya untuk turun dari kursi jabatan
presiden. Hingga seorang ketua DPR juga meminta Presiden Suharto untuk turun dari
jabatannya.

7

Pada pagi hari tanggal 21 Mei 1998 pukul 09.00 WIB, presiden membacakan pidato
pengunduran dirinya sebagai Presiden RI di Istana Merdeka. Presiden Suharto mengumumkan,
sesuai Pasal 8 UUD 1945, yang selanjutnya Wapres B.J Habibie akan meneruskan sisa masa
jabatan Presiden Mandataris MPR 1998-2003.
Setelah peristiwa Reformasi yang menyebabkan Presiden Suharto turun meninggalkan
jabatannya. Pemerintahan Republik Indonesia mulai melakukan banyak pembenahan, mengambil
evaluasi dari pemerintahan yang sebelumnya yang penuh dengan KKN (Korupsi, Kolusi,
Nepotisme) dan segala kegiatan yang banyak mengakibatkan kezhaliman bagi rakyat mulai
segera di canangkan. Salah satunya Undang-Undang yang mengatur lama masa jabatan Presiden,
yang mana seorang Presiden tidak boleh memimpin lebih dari dua periode kepemimpinan, dan
masih banyak Undang-Undang lainnya yang dibuat agar bisa mengembalikan hakikat Pancasila
sebagai filsafat hidup bangsa Indonesia.
G. Indonesia Pasca Orde Baru
Pada tahun 1998, Indonesia terjerumus kedalam sebuah krisis yang tidak dapat dipahami
dengan alat-alat yang simplitis. Demonstrasi besar-besaran, ditengah krisis ekonomi yang dipicu
oleh nilai tukar rupiah anjlok, memaksa Presiden Soeharto untuk mengundurkan diri. Setelah 32
tahun stabilitas yang dipaksakan, Orde Baru akhirnya berakhir. Berbagai hal akhirnnya mulai
terjadi, terutama desentralisasi besar-besaran yang terjadi menyeluruh di daerah Indonesia pasca
pengunduran diri Presiden Sohearto.
H. Peninggalan Dari Massa Orde Baru
Berakhirnya massa orde baru meniggalkan banyak sejarah yang kelam dan belum
terungkap serta memberikan banyak kekurangan dan kelebihan yang perlu dievaluasi pada massa
reformasi ini diantara kelebihanya adalah naiknya GDP perkapita indonesia yang pada tahun
1968 hanya AS$70 dan pada 1996 talah mencapai AS$1.000, Persatuan dan kesatuan dari
transmigrasi, Berjalannya KB, Berkurangnya buta huruf, Pengangguran, Berjalannya REPELITA
(Rencana pembangunan Lima Tahun), Sukses dalam Gerakan Wajib Belajar, Keamanan dalam
negri, dan sukses menanamkan nasionalisme dan cinta pada produk negri. Sejarah juga membuka
kekurangan dari massa orde baru diantaranya semaraknya KKN(Kolusi,Korupsi,Nepotisme)
yang menjadi harta abadi sampai saat ini, Pembangunan Indonesaia yang tidak merata dan
timbulnya kesenjangan antara pusat dan daerah yang akar permasalahannya adalah kekayaan
yang disedot oleh pusat, Bertambahnya kesenjangan sosial bagi yang kaya dan yang miskin,
serata kebebasan pers yang sangat terbatas, diwarnai oleh banyak koran yang dibreidel, dan tidak
memiliki rencana suksesi (Penurunan kekuasaan kepemerintahan selanjutnya). Hingga
berakhirlah 32 tahun opemerintahan ditangan orde baru.
8

BAB III
PENUTUP
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa sistem politik orde baru merupakan
mekanisme seperangkat fungsi atau peranan dalam struktur politik dalam hubungan satu sama
lain yang menunjukkan suatu proses yang langsung dengan tatanan kenegaraan dalam kekuasaan
soeharto. Orde baru merupakan suatu tatanan kehidupan rakyat, bangsa dan suatu struktur yang
mempunyai landasan-landasan pancasila dan Landasan konstitusional UUD 1945.
Orde baru lahir karena buruknya kondisi politik dan perekonomian pada massa orde
lama, juga adanaya PKI yang mengganggu aspek kehidupan di Indonesia sehingga banyak
memuai protes dan kritik dikalangan masyarakat, sehingga masyarakat menuntut agar PKI
dibubarkan dan menilai soekarno gagal menyelesaikan masalah PKI.
Kabinet pertama kali yang dibentuk pada masa orde baru adalah kabinet AMPERA
( Amanat Penderitaan Rakyat ) yang memiliki 3 unsur: Unsur pimpinan dijabat oleh presiden.
Unsur pembantu pimpinan dijabat oleh presidium, dan unsur anggota-anggota kabinet dijabat
oleh para menteri. Lembaga pemerintahan baik eksekutif maupun legislatif dikuasai oleh militer.
Dimasa orde baru pula birokrasi dijadikan sebagai instrumen kekuasaan terhadap lembaga sipil
atau Orde baru sering disebut Orde Golkar ataupun Orde ABRI. Dikeluarkannya
SUPERSEMAR maka dimulainya Orde Baru yang membentuk ciri-ciri pokok baik dalam bidang
politik maupun ekonomi. Dalam bidang politik diantaranya: Lembaga presiden terlalu dominan,
Rendahnya kesetaraan diantara lembaga tinggi negara, Rekrutmen politik yang tertutup,
Briokrasi seabagai instrumen kekuasaan, Sentralisasi kekuasaan, Kebijakan publik yang tidak
transparan, dan Implementasi hak asasi yang masih rendah. Sedangkan dalam bidang ekonomi:
Kebijakan mengutamakan pertumbuhan ekonomi, Pinjaman luar negri, Konglomerat dwifungsi
ABRI, dan politik luar negri bebas aktif.

Referensi:

9