Ontologi Hakikat Apa yang Dikaji makalah

Ontologi, Hakikat Apa yang Dikaji: Metafiika,
Aiumii, Peluang, Beberapa aiumii dalam ilmu dan
Batai – batai penjelajahan ilmu

Ontologi, Hakikat Apa yang Dikaji: Metafisika, Asumsi, Peluang,
Beberapa asumsi dalam ilmu dan Batas – batas penjelajahan ilmu
MAKALAH (Revisi)
Tugas Mata Kuliah Filsafat Ilmu

Dosen Pembina :
Dr. H. Munirul Abidin, M.Ag.

Oleh :
ALFIAN YAHYA

Ontologi, Hakikat Apa yang Dikaji: Metafiika,
Aiumii, Peluang, Beberapa aiumii dalam ilmu dan
Batai – batai penjelajahan ilmu

PROGRAM PASCASARJANA
MAGISTER MANAGEMEN PENDIDIKAN

ISLAM
Konsentrasi Supervisi Pendidikan Islam

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
2015

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang telah
memberikan rahmat-Nya yang berupa kesehatan dan keselamatan sehingga
penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “Ontologi,
Hakikat Apa yang Dikaji; Metafisika, Asumsi, Peluang, Beberapa asumsi
dalam Ilmu dan Batas – batas Penjelajahan Ilmu”. Penulisan makalah ini
merupakan salah satu persyaratan untuk mengikuti mata kuliah Filsafat Ilmu pada
Pasca Sarjana Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang Program
Studi Managemen Pendidikan Islam Konsentrasi Supervisi Pendidikan Islam.
Dalam penulisan Makalah ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih
yang tak terhingga kepada pihak – pihak yang membantu dalam menyelesaikan
makalah ini, khususnya kepada:

1. Bapak Dr. H. Munirul Abidin, M.Ag, selaku dosen mata kuliah Filsafat
Ilmu yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam pelaksanaan
bimbingan dan dorongan dalam rangka penyelesaian penyusunan makalah
ini.

Ontologi, Hakikat Apa yang Dikaji: Metafiika,
Aiumii, Peluang, Beberapa aiumii dalam ilmu dan
Batai – batai penjelajahan ilmu

2. Rekan – rekan mahasiswa Program Beasiswa pada Pasca Sarjana
Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang Program Studi
Managemen Pendidikan Islam Konsentrasi Supervisi Pendidikan Islam.
3. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah
memberikan bantuan dalam penulisan makalah ini.
Dalam Penulisan makalah ini, Penulis menyadari betul bahwa masih
terdapat banyak kekurangan baik dari segi isi maupun tata bahasanya, mengingat
akan kemampuan yang dimiliki penulis. Untuk itu penulis mengharapkan kritik
dan saran dari semua pihak guna penyempurnaan pembuatan makalah ini.
Malang, 28 Desember 2014
Penulis

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ………………………………………………………………. i
Daftar Isi …………………………………………………………………….. ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ……………………………………………………… 1
B. Rumusan Masalah …………………………………………………... 1
C. Tujuan Penulisan Makalah ………………………………………….. 2
BAB II PEMBAHASAN
A.
B.
C.
D.
E.
F.

Pengertian Ontologi …………………………………………………
Metafisika …………………………………………………………...
Asumsi ……………………………………………………………....
Peluang ……………………………………………………………...

Beberapa Asumsi dalam Ilmu ………………………………………
Batas – batas Penjelajahan Ilmu …………………………………….

3
4
5
9
9
11

BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan …………………………………………………………. 13
B. Saran ………………………………………………………………… 14

Ontologi, Hakikat Apa yang Dikaji: Metafiika,
Aiumii, Peluang, Beberapa aiumii dalam ilmu dan
Batai – batai penjelajahan ilmu

DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………. 15


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Filsafat itu meliputi berbagai macam permasalahan. Adapun masalah
utama yang harus kita bahas adalah masalah kenyataan, tentang realitas, tentang
yang nyata dari sesuatu. Yang menjadi titik persoalan ialah kita harus
memecahkan permasalahan realitas secara tepat, karena konsepsi kita tentang
realitas mengontrol pertanyaan kita tentang dunia ini. Dan tanpa adanya
pertanyaan, kita jelas tidak akan memperoleh jawaban dari mana kita nantinya
akan membina kumpulan ilmu pengetahuan yang kita miliki dan menetapkan
disiplin tentang masalah – masalah pokoknya.
Ontologi adalah ilmu yang mengkaji apa hakikat ilmu atau pengetahuan
ilmiah yang sering kali secara populer banyak orang menyebutnya dengan ilmu
pengetahuan, apa hakikat kebenaran rasional atau kebenaran deduktif dan
kenyataan empiris yang tidak terlepas dari persepsi ilmu tentang apa dan
bagaimana. Ontologi ilmu membatasi diri pada ruang kajian keilmuan yang dapat
dipikirkan manusia secara rasional dan bisa diamati melalui panca indera manusia.

Ontologi, Hakikat Apa yang Dikaji: Metafiika,
Aiumii, Peluang, Beberapa aiumii dalam ilmu dan

Batai – batai penjelajahan ilmu

Sementara kajian objek penelaahan yang berada dalam batas prapengalaman
(seperti penciptaan manusia) dan pasca-pengalaman (seperti surga dan neraka)
menjadi ontologi dari pengetahuan lainnya di luar ilmu.
Berdasar pada latar belakang inilah, penulis membuat makalah dengan
judul “Ontologi, Hakikat Apa yang Dikaji: Metafisika, Asumsi, Peluang,
Beberapa asumsi dalam ilmu dan Batas – batas penjelajahan ilmu”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pada latar belakang diatas, maka penulis menyusun beberapa
topik pembahasan sebagai berikut;
1. Apakah Pengertian Ontologi?
2. Apakah Pengertian Metafisika?
3. Apakah Pengertian Asumsi?
4. Apakah Pengertian Peluang?
5. Bagaimana Asumsi dalam Ilmu?
6. Di mana Batas – batas penjelajahan dalam Ilmu?
C. Tujuan Penulisan Makalah
Penulisan makalah ini bertujuan ;
1. Untuk mengetahui pengertian Ontologi.

2. Untuk mengetahui pengertian Metafisika.
3. Untuk mengetahui pengertian Asumsi.
4. Untuk mengetahui pengertian Peluang.
5. Untuk mengetahui deskripsi Asumsi dalam Ilmu.
6. Untuk mengetahui Batas – Batas penjelajahan dalam Ilmu.

Ontologi, Hakikat Apa yang Dikaji: Metafiika,
Aiumii, Peluang, Beberapa aiumii dalam ilmu dan
Batai – batai penjelajahan ilmu

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Ontologi
Istilah ontologi berasal dari kata Yunani onta yang berarti sesuatu yang
sunguh-sungguh ada, kenyataan yang sesungguhnya, dan logos yang berarti teori
atau ilmu. Maka ontologi adalah ilmu pengetahuan atau ajaran tentang
keberadaan. Ontologi mempelajari keberadaan dalam bentuknya yang paling
abstrak. Ontologi merupakan cabang filsafat yang membicarakan tatanan dan
struktur kenyataan dalam arti luas.1
Ontologi adalah cabang filsafat yang membicarakan tentang yang ada.

Dalam kaitan ilmu, landasan ontologi mempertanyakan tentang objek apa yang
ditelaah ilmu? Bagaimana wujud yang hakiki dari dari objek tersebut? Bagimana
hubungan antara objek tadi dengan daya tangkap manusia (seperti berpikir,
merasa, dan mengindra) yang membuahkan pengetahuan?2

1

Surajiyo, Ilmu Filsafat Suatu Pengantar (Jakarta: Bumi Aksara, 2005), hlm.118-119
Jujun S. Suriasumantri. 1985. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Sinar
Harapan, Hal. 34
2

Ontologi, Hakikat Apa yang Dikaji: Metafiika,
Aiumii, Peluang, Beberapa aiumii dalam ilmu dan
Batai – batai penjelajahan ilmu

Secara ontologis ilmu membatasi lingkup penelahaan keilmuannya hanya
pada daerah-daerah yang berada dalam jangkauan pengalaman manusia. Objek
penelahaan yang berada dalam batas pra-pengalaman (seperti penciptaan manusia)
dan pasca-pengalaman (seperti surga dan neraka) menjadi ontologi dari

pengetahuan lainnya di luar ilmu. Ilmu hanya merupakan salah satu pengetahuan
dari sekian banyak pengetahuan yang mencoba menelaah kehidupan dalam batas
ontologis tertentu. Penetapan lingkup batas penelahaan keilmuan yang bersifat
empiris ini adalah konsisten dengan asas epistemologi keilmuaan yang
mensyaratkan adanya verifikasi secara empiris dalam proses penemuan dan
penyusunan pernyataan yang bersifat benar secara ilmiah.3

B. Metafisika
Adapun teman dekat ontologis adalah disiplin metafisika. Dua ungkapan
ini memiliki arti, maksud dan tujuan yang hamper sama. Perbedaan kecil memang
ada, yaitu ontology membahas masalah realitas, sedangkan metafisika merupakan
studi tentang sifat dari ada atau eksistensi. Oleh karena itu apa yang nyata itu
dianggap ada dan apa yang ada sudah tentu nyata. Setidak – tidaknya dalam
masalah ini saja kedua topik ini akan menyangkut daerah yang sama.4
Ontology sering diindetikkan dengan metafisika yang juga disebut protofilsafia atau filsafat yang pertama, atau filsafat ketuhanan yang bahasanya adalah
hakikat sesuatu, keesaan, persekutuan, sebab akibat, realita, atau Tuhan dengan
segala sifatnya.5 Dengan demikian, metafisika umum atau ontology adalah cabang
filsafat yang membicarakan prinsip paling dasar atau dalam dari segala sesuatu
yang ada.
Bidang telaah filsafat yang disebut metafisika merupakan tempat berpijak

dari setiap pemikiran filsafati, termasuk pemikiran ilmiah. Pemikiran di
3
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Buku IA Filsafat Ilmu, Universitas Terbuka,
Jakarta, 1984/1985, Hal. 88
4
Prasetya, Filsafat Pendidikan, Bandung, Pustaka Setia, 2000, hal 91
5
Jalaluddin Abdullah Idi, Filsafat Pendidikan (Jakarta: Gaya Media Pratama, 1997), hlm.
104-105

Ontologi, Hakikat Apa yang Dikaji: Metafiika,
Aiumii, Peluang, Beberapa aiumii dalam ilmu dan
Batai – batai penjelajahan ilmu

ibaratkan roket yang meluncur ke bintang-bintang menembus galaksi , maka
metafisika adalah landasan peluncurannya.
Acuan berfikir : apakah hakekat kenyataan ini sebenar-benarnya?
Beberapa tafsiran metafisika : Di alam ini terdapat ujud – ujud yang bersifat gaib
(supernatural) dan ujud-ujud ini bersifat lebih tinggi atau lebih kuasa bila
dibandingkan dengan alam yang ada.

Contoh pemikiran supernatural :
Kepercayaan “animisme” manusia percaya terhadap roh-roh yang bersifat gaib
yang terdapat di dalam benda-benda seperti batu, pohon-pohonan , air terjun dll.
Pantisme — > serba Tuhan.
Lawan dari “supernaturalisme“ adalah paham “naturalisme” , yang menolak
pendapat bahwa terdapat ujud-ujud yang bersifat supernatural ini. Menurut
naturalisme gejala-gejala alam tidak disebabkan oleh pengaruh kekuatan yang
bersifat gaib , melainkan oleh kekuatan yang terdapat dalam alam itu sendiri.
Naturalisme / materialisme : Dikembangkan oleh Democritos (460-370
SM) mengembangkan teori tentang atom yang di pelajari dari gurunya bernama
Leucippus. Hanya atom dan kehampaan itu bersifat nyata.
Indentik paham naturalisme adalah paham :
1. Mekanistik : gejala alam dapat didekati dari segi proses kimia fisika.
2.

Vitalistik : hidup adalah sesuatu yang unik yang berbeda secara subtantif
dengan proses tersebut.

3. Monistik : tidak ada perbedaan antara pikiran dengan zat , mereka hanya
berbeda dalam gejala disebabkan yang berlainan namun mempunyai
subtansi yang sama.
4. Demokritos adalah seorang filsuf yang termasuk di dalam Mazhab
Atomisme. Ia adalah murid dari leukippos, pendiri mazhab tersebut

Ontologi, Hakikat Apa yang Dikaji: Metafiika,
Aiumii, Peluang, Beberapa aiumii dalam ilmu dan
Batai – batai penjelajahan ilmu

Demokritos mengembangkan pemikiran tentang atom sehingga justru
pemikiran Demokritos yang lebih dikenal di dalam sejarah filsafat
C. Asumsi
Apakah suatu hipotesis merupakan asumsi? Ya, jika diperiksa ke belakang
(backward) maka hipotesis merupakan asumsi. Jika diperiksa ke depan (forward)
maka hipotesis merupakan kesimpulan. Untuk memahami hal ini dapat dibuat
suatu pernyataan: “Bawalah payung agar pakaianmu tidak basah waktu sampai ke
sekolah”. Asumsi yang digunakan adalah hujan akan jatuh di tengah perjalanan ke
sekolah. Implikasinya, memakai payung akan menghindarkan pakaian dari
kebasahan karena hujan.
Dengan demikian, asumsi menjadi masalah yang penting dalam setiap
bidang ilmu pengetahuan. Kesalahan menggunakan asumsi akan berakibat
kesalahan

dalam

pengambilan

kesimpulan.

Asumsi

yang

benar

akan

menjembatani tujuan penelitian sampai penarikan kesimpulan dari hasil pengujian
hipotesis. Bahkan asumsi berguna sebagai jembatan untuk melompati suatu
bagian jalur penalaran yang sedikit atau bahkan hampa fakta atau data.
Asumsi adalah praduga anggapan sementara (yang kebenarannya masih
dibuktikan). timbulnya asumsi karena adanya permasalahan yang belum jelas,
seperti belum jelasnya hakekat alam ini, yakni apakah gejala alam ini tunduk
kepada determinisme , yakni hukum alam yang bersifat universal ataukah hukum
semacam itu tidak terdapat sebab setiap gejala merupakan akibat pilihan bebas
ataukah keumuman memang ada namun berupa peluang , sekedar tangkapan
probalistik (kemungkinan sesuatu hal untuk terjadi). Paham determinisme
dikembangkan oleh William Hamilton (1788-1856) dari doktrin Tomas Hubes
(1588-1679) yang menyimpulkan bahwa pengetahuan adalah bersifat empiris
yang dicerminkan oleh zat dan gerak universal.

Ontologi, Hakikat Apa yang Dikaji: Metafiika,
Aiumii, Peluang, Beberapa aiumii dalam ilmu dan
Batai – batai penjelajahan ilmu

Sifat asumsi : Tidak muthlak atau pasti sebagaimana ilmu yang tidak
pernah ingin dan tidak pernah berpretensi untuk mendapatkan ilmu pengetahuan
yang bersifat muthlak. Jadi asumsi bukanlah suatu keputusan muthlak.
Kedudukan ilmu dalam asumsi: Ilmu memberikan pengetahuan sebagai
dasar untuk mengambil keputusan, karena keputusan harus didasarkan pada
penafsiran kesimpulan ilmiah yang bersifat relatif.
Resiko asumsi : Apa yang diasumsikan akan mengandung resiko secara
menyeluruh. Seseorang yang mengasumsikan usahanya akan berhasil maka
direncanakan akan diadakan pesta keberhasilannya. Secara tiba- tiba usahanya
dinyatakan tidak berhasil. Resikonya menggagalkan pelaksanaan pestanya.

Kesimpulan :
1. Sebuah asumsi adalah sebuah ketidakpastian.
2. Asumsi perlu dirumuskan berdasarkan ilmu pengetahuan.
3. Timbulnya asumsi karena adanya sesuatu kejadian / kenyataan.
Beberapa asumsi dalam ilmu Akan terjadi perbedaan pandang suatu
masalah bila ditinjau dari berbagai kacamata ilmu begitu juga asumsi. Ilmu
sekedar merupakan pengetahuan yang mempunyai kegunaan praktis yang dapat
membantu kehidupan manusia secara pragmtis.Pragmatis : sesuatu yang
mengandung manfaat.
Asumsi-asumsi dalam ilmu contohnya ilmu fisika yakni ilmu yang paling
maju bila di bandingkan dengan ilmu-ilmu lain. Fisika merupakan ilmu teoritis
yang di bangun atas system penalaran deduktif yang meyakinkan serta
pembutktian induktif yang sangat mengesankan. Fisika terdapat celah-celah
perbedaan yang terletak di dalam pondasi dimana dibangun teori ilmiah diatas
yakni dalam asumsi tentang dunia fisiknya.(zat,gerak,ruang dan waktu).

Ontologi, Hakikat Apa yang Dikaji: Metafiika,
Aiumii, Peluang, Beberapa aiumii dalam ilmu dan
Batai – batai penjelajahan ilmu

Terdapat beberapa jenis asumsi yang dikenal, antara lain; Aksioma.
Pernyataan yang disetujui umum tanpa memerlukan pembuktian karena
kebenaran sudah membuktikan sendiri.Postulat. Pernyataan yang dimintakan
persetujuan umum tanpa pembuktian, atau suatu fakta yang hendaknya diterima
saja sebagaimana adanya Premise. Pangkal pendapat dalam suatu entimen .
Pertanyaan penting yang terkait dengan asumsi adalah bagaimana penggunaan
asumsi secara tepat? Untuk menjawab permasalahan ini, perlu tinjauan dari awal
bahwa gejala alam tunduk pada tiga karakteristik (Junjung, 2005)
Deterministik
Paham determinisme dikembangkan oleh William Hamilton (1788-1856)
dari doktrin Thomas Hobbes (1588-1679) yang menyimpulkan bahwa
pengetahuan adalah bersifat empiris yang dicerminkan oleh zat dan gerak
universal. Aliran filsafat ini merupakan lawan dari paham fatalisme yang
berpendapat bahwa segala kejadian ditentukan oleh nasib yang telah ditetapkan
lebih dahulu.
Pilihan Bebas
Manusia memiliki kebebasan dalam menentukan pilihannya, tidak terikat
pada hukum alam yang tidak memberikan alternatif. Karakteristik ini banyak
ditemukan pada bidang ilmu sosial. Sebagai misal, tidak ada tolak ukur yang
tepat dalam melambangkan arti kebahagiaan. Masyarakat materialistik
menunjukkan semakin banyak harta semakin bahagia, tetapi di belahan dunia
lain, kebahagiaan suatu suku primitif bisa jadi diartikan jika mampu
melestarikan budaya animismenya. Sebagai mana pula masyarakat brahmana di
India mengartikan bahagia jika mampu membendung hasrat keduniawiannya.
Tidak ada ukuran yang pasti dalam pilihan bebas, semua tergantung ruang dan
waktu.
Probabilistik

Ontologi, Hakikat Apa yang Dikaji: Metafiika,
Aiumii, Peluang, Beberapa aiumii dalam ilmu dan
Batai – batai penjelajahan ilmu

Pada sifat probabilstik, kecenderungan keumuman dikenal memang ada
namun sifatnya berupa peluang. Sesuatu akan berlaku deterministik dengan
peluang tertentu. Probabilistik menunjukkan sesuatu memiliki kesempatan untuk
memiliki sifat deterministik dengan menolerir sifat pilihan bebas. Pada ilmu
pengetahuan modern, karakteristik probabilitas ini lebih banyak dipergunakan.
Dalam ilmu ekonomi misalnya, kebenaran suatu hubungan variabel diukur
dengan metode statistik dengan derajat kesalahan ukur sebesar 5%. Pernyataan
ini berarti suatu variable dicoba diukur kondisi deterministiknya hanya sebesar
95%, sisanya adalah kesalahan yang bisa ditoleransi. Jika kebenaran statistiknya
kurang dari 95% berarti hubungan variabel tesebut tidak mencapai sifat-sifat
deterministik menurut kriteria ilmu ekonomi.
Dalam menentukan suatu asumsi dalam perspektif filsafat, permasalahan
utamanya adalah mempertanyakan pada pada diri sendiri (peneliti) apakah
sebenarnya yang ingin dipelajari dari ilmu. Terdapat kecenderungan, sekiranya
menyangkut hukum kejadian yang berlaku bagi seluruh manusia, maka harus
bertitik tolak pada paham deterministik. Sekiranya yang dipilih adalah hukum
kejadian yang bersifat khas bagi tiap individu manusia maka akan digunakan
asumsi pilihan bebas. Di antara kutub deterministik dan pilihan bebas,
penafsiran probabilistic merupakan jalan tengahnya.
Ilmuwan melakukan kompromi sebagai landasan ilmu. Sebab ilmu sebagai
pengetahuan yang berfungsi membantu manusia dalam memecahkan masalah
praktis sehari-hari, tidak perlu memiliki kemutlakan seperti agama yang
berfungsi memberikan pedoman terhadap hal-hal hakiki dalam kehidupan.
Karena itu; Harus disadari bahwa ilmu tidak pernah ingin dan tidak pernah
berpretensi untuk mendapatkan pengetahuan yang bersifat mutlak. Ilmu
memberikan pengetahuan sebagai dasar untuk mengambil keputusan, dimana
keputusan itu harus didasarkan pada penafsiran kesimpulan ilmiah yang bersifat
relative.Jadi, berdasarkan teori-teori keilmuan, tidak akan pernah didapatkan hal
pasti mengenai suatu kejadian. Yang didapatkan adalah kesimpulan yang
probabilistik, atau bersifat peluang.

Ontologi, Hakikat Apa yang Dikaji: Metafiika,
Aiumii, Peluang, Beberapa aiumii dalam ilmu dan
Batai – batai penjelajahan ilmu

D. Peluang
Peluang secara sederhana diartikan sebagai probabilitas. Peluang 0.8
secara sederhana dapat diartikan bahwa probabilitas untuk suatu kejadian tertentu
adalah 8 dari 10 (yang merupakan kepastian). Dari sudut keilmuan hal tersebut
memberikan suatu penjelasan bahwa ilmu tidak pernah ingin dan tidak pernah
berpretensi untuk mendapatkan pengetahuan yang bersifat mutlak. Tetapi ilmu
memberikan pengetahuan sebagai dasar bagi manusia untuk mengambil
keputusan, dimana keputusan itu harus didasarkan kepada kesimpulan ilmiah yang
bersifat relatif. Dengan demikan maka kata akhir dari suatu keputusan terletak
ditangan manusia pengambil keputusan itu dan bukan pada teori-teori keilmuan.

E. Beberapa Asumsi dalam Ilmu
Waktu kecil segalanya kelihatan besar, pohon terasa begitu tinggi, orangorang tampak seperti raksasa Pandangan itu berubah setelah kita berangkat
dewasa, dunia ternyata tidak sebesar yang kita kira, wujud yang penuh dengan
misteri ternyata hanya begitu saja. Kesemestaan pun menciut, bahkan dunia bisa
sebesar daun kelor, bagi orang yang putus asa. Katakanlah kita sekarang sedang
mempelajari ilmu ukur bidang datar (planimetri). Dengan ilmu itu kita membuat
kontruksi kayu bagi atap rumah kita. Sekarang dalam bidang datar yang sama
bayangkan para amuba mau bikin rumah juga. Bagi amuba bidang datar itu tidak
rata dan mulus melainkan bergelombang, penuh dengan lekukan yang kurang
mempesona. Permukaan yang rata berubah menjadi kumpulan berjuta kurva.
Ilmu-ilmu ini bersifat otonom dalam bidang pengkajiannya masing-masing dan
“berfederasi” dalam suatu pendekatan multidisipliner. Hal – hal yang harus
diperhatikan dalam pengembangan asumsi;
1. Asumsi ini harus relevan dengan bidang dan tujuan pengkajian
disipin keilmuan.

Ontologi, Hakikat Apa yang Dikaji: Metafiika,
Aiumii, Peluang, Beberapa aiumii dalam ilmu dan
Batai – batai penjelajahan ilmu

Asumsi ini harus operasional dan merupakan dasar bagi pengkajian
teoretis.. Asumsi manusia dalam administrasi yang bersifat operasional adalah
makhluk ekonomis, makhluk sosial, makhluk aktualisasi diri atau makhluk yang
kompleks. Berdasarkan asumsi-asumsi ini maka dapat dikembangkan berbagai
model, strategi, dan praktek administrasi.
2. Asumsi ini harus disimpulkan dari ‘keadaan sebagaimana adanya’
bukan ‘bagaimana keadaan yang seharusnya’.
Sekiranya dalam kegiatan ekonomis maka manusia yang berperan adalah
manusia ‘yang mencari keuntungan sebesar-besarnya dengan pengorbanan
sekecil-kecilnya’ maka itu sajalah yang kita jadikan sebagai pegangan tidak usah
ditambah dengan sebaiknya begini, atau seharusnya begitu. Sekiranya asumsi
semacam ini dipakai dalam penyusunan kebijaksanaan (policy), atau strategi, serta
penjabaran peraturan lainnya, maka hal ini bisa saja dilakukan, asalkan semua itu
membantu kita dalam menganalisis permasalahan. Namun penetapan asumsi yang
berdasarkan keadaan yang seharusnya ini seyogyanya tidak dilakukan dalam
analisis teori keilmuan sebab metafisika keilmuan berdasarkan kenyataan
sesungguhnya sebagaimana adanya.
Seseorang

ilmuwan

harus

benar-benar

mengenal

asumsi

yang

dipergunakan dalam analisis keilmuannya, sebab mempergunakan asumsi yang
berbeda, maka berarti berbeda pula konsep pemikiran yang dipergunakan. Sesuatu
yang belum tersurat (atau terucap) dianggap belum diketahui atau belum
mendapat kesamaan pendapat.
F. Batas – batas Penjelajahan Ilmu
Memulai penjelajahannnya pada pengalaman manusia dan berhenti di
batas pengalaman manusia. Apakah ilmu mempelajari hal ihwal surga dan neraka?
Jawabnya adalah tidak; sebab surga dan neraka berada di luar jangkauan
pengalaman manusia. Baik hal-hal yang terjadi sebelum hidup kita, maupun apa –

Ontologi, Hakikat Apa yang Dikaji: Metafiika,
Aiumii, Peluang, Beberapa aiumii dalam ilmu dan
Batai – batai penjelajahan ilmu

apa yang terjadi sesudah kematian kita, semua itu berada di luar penjelajahan
ilmu.
Mengapa ilmu hanya membatasi daripada hal-hal yang berbeda dalam
batas pengalaman kita? jawabnya terletak pada fungsi ilmu itu sendiri dalam
kehidupan manusia: yakni sebagai alat pembantu manusia dalam menanggulangi
masalah-masalah yang dihadapinya sehari-hari. Persoalan mengenai hari
kemudian tidak akan kita nyatakan kepada ilmu, melainkan kepada agama, sebab
agamalah pengetahuan yang mengkaji masalah-masalah seperti itu.
Ilmu membatasi lingkup penjelajahannya pada batas pengalaman manusia
juga disebabkan metode yang dipergunakan dalam menyusun yang telah teruji
kebenarannya secara empiris. Sekiranya ilmu memasukkan daerah di luar batas
pengalaman

empirisnya,

bagaimana

kita

melakukan

pembuktian

secara

metodologis? bukankah hal ini merupakan suatu kontradiksi yang menghilangkan
keahlian metode ilmiah?
Kalau begitu maka sempit sekali batas jelajahan ilmu, kata seorang, Cuma
sepotong dari sekian permasalahan kehidupan. Memang demikian, jawab filsuf
ilmu, bahkan dalam batas pengalaman manusia pun, ilmu hanya berwenang dalam
menentukan benar atau salahnya suatu pernyataan. Tentang baik dan buruk,
semua (termasuk ilmu) berpaling kepada sumber-sumber moral; tentang indah dan
jelek, semua (termasuk ilmu) berpaling kepada pengkajian estetik. Ilmu tanpa
(bimbingan moral) agama adalah buta, demikian kata Einstein.
Dengan makin sempitnya daerah penjelajahan suatu bidang keilmuan
maka sering sekali diperlukan “pandangan” dari disiplin-disiplin lain. Saling
pandang-memandang ini, atau dalam bahasa protokolnya pendekatan multidisipliner, membutuhkan pengetahuan tentang tetangga tetangga yang berdekatan.
Artinya harus jelas bagi semua: di mana disiplin seseorang berhenti dan di mana
disiplin orang lain mulai. Tanpa kejelasan batas-batas ini maka pendekatan
multidisipliner tidak akan bersifat konstruktif melainkan berubah menjadi
sengketa kapling (yang sering terjadi akhir-akhir ini).

Ontologi, Hakikat Apa yang Dikaji: Metafiika,
Aiumii, Peluang, Beberapa aiumii dalam ilmu dan
Batai – batai penjelajahan ilmu

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari Pembahasan yang telah dilakukan diperoleh beberapa kesimpulan :
1. Ontologi merupakan suatu teori tentang makna dari suatu objek, property
dari suatu objek, serta relasi objek tersebut yang mungkin terjadi pada
suatu domain pengetahuan. Ringkasnya, pada tinjauan filsafat, ontologi
adalah studi tentang sesuatu yang ada.
2. Pembahasan ontologi terkait dengan pembahasan mengenai metafisika.
Mengapa ontologi terkait dengan metafisika? Ontologi membahas hakikat
yang “ada”, metafisika merupakan bagian dari ontologi, tetapi pada
pembahasan lain, ontologi merupakan salah satu dimensi saja dari
metafisika. Karena itu, metafisika dan ontologi merupakan dua hal yang
saling terkait. Bidang metafisika merupakan tempat berpijak dari setiap
pemikiran filsafati, termasuk pemikiran ilmiah. Metafisika berusaha
menggagas jawaban tentang apakah alam ini.

Ontologi, Hakikat Apa yang Dikaji: Metafiika,
Aiumii, Peluang, Beberapa aiumii dalam ilmu dan
Batai – batai penjelajahan ilmu

3. Asumsi diperlukan untuk mengatasi penelaahan suatu permasalahan
menjadi lebar. Semakin terfokus obyek telaah suatu bidang kajian,
semakin memerlukan asumsi yang lebih banyak. Asumsi dapat dikatakan
merupakan latar belakang intelektal suatu jalur pemikiran. Asumsi dapat
diartikan pula sebagai merupakan gagasan primitif, atau gagasan tanpa
penumpu yang diperlukan untuk menumpu gagasan lain yang akan muncul
kemudian. Asumsi diperlukan untuk menyuratkan segala hal yang tersirat.
McMullin (2002) menyatakan hal yang mendasar yang harus ada dalam
ontologi suatu ilmu pengetahuan adalah menentukan asumsi pokok (the
standard presumption) keberadaan suatu obyek sebelum melakukan
penelitian.
4. Dasar teori keilmuan di dunia ini tidak akan pernah terdapat hal yang pasti
mengenai satu kejadian, hanya kesimpulan yang probabilistik. Ilmu
memberikan pengetahuan sebagai dasar pengambilan keputusan di mana
didasarkan pada penafsiran kesimpulan ilmiah yang bersifat relatif.
5. Seseorang

ilmuwan

harus

benar-benar

mengenal

asumsi

yang

dipergunakan dalam analisis keilmuannya, sebab mempergunakan asumsi
yang berbeda, maka berarti berbeda pula konsep pemikiran yang
dipergunakan.
6. Ilmu membatasi lingkup penjelajahannya pada batas pengalaman manusia
juga disebabkan metode yang dipergunakan dalam menyusun yang telah
teruji kebenarannya secara empiris. Jika tanpa kejelasan batas-batas ini
maka pendekatan multidisipliner tidak akan bersifat konstruktif melainkan
berubah menjadi sengketa kapling
B. Saran
Berdasar pada pembahasan diatas tentang “Ontologi, Hakikat Apa yang
Dikaji: Metafisika, Asumsi, Peluang, Beberapa asumsi dalam ilmu dan Batas –
batas penjelaqjahan ilmu”, maka penulis memberikan saran sebagai berikut :
1. Memperluas cakupan materi yang berkaitan dengan obyek bahasan.

Ontologi, Hakikat Apa yang Dikaji: Metafiika,
Aiumii, Peluang, Beberapa aiumii dalam ilmu dan
Batai – batai penjelajahan ilmu

2. Membuat peta konsep dari pembahasan ini yang bertujuan untuk
memudahkan para pembaca memahami secara singkat.

DAFTAR PUSTAKA
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Buku IA Filsafat Ilmu, Universitas
Terbuka, Jakarta, 1984/1985
Prasetya, Filsafat Pendidikan, Pustaka Setia, Bandung, 2000
Surajiyo, Ilmu Filsafat Suatu Pengantar, Jakarta: Bumi Aksara, 2005
Jalaluddin Abdullah Idi, Filsafat Pendidikan Jakarta: Gaya Media Pratama, 1997
Kattsoff, Louis O. Pengantar Filsafat, penerjemah Seojono Soemargono ,Tiara
Wacana, Yogyakarta 1995.
Suriasumantri, Jujun, Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer, PT Pancaraintan
Indahgraha, Jakarta, 2007
Menguak Cakrawala Keilmuan. 2010. Program Pascasarjana, Universitas Negeri
Jakarta, 2010
http://jorjoran.wordpress.com/2011/01/11/beberapa-asumsi-dalam-ilmu/