MAKALAH MANAJEMEN BENCANA TOPIK UPAYA UP

MAKALAH MANAJEMEN BENCANA

TOPIK :
UPAYA-UPAYA DALAM PENANGGULANGAN BENCANA
DAN PARADIGMA BARU PENANGGULANGAN BENCANA

DOSEN PEMBIMBING : Hj.ENI FOLENDRA ROSA,SKM.M.PH

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLITEKNIK KESEHATAN PALEMBANG
PRODI KEPERAWATAN BATURAJA
TAHUN 2014

DISUSUN

O
L
E
H
KELOMPOK 1
RIZA PRATAMA

NURRACHMA YAZRI
HAFIS DASUKI
EKI AJI SAPUTRA
FEBI LANATIYANTI
ANDI MUHAMMAD
VETI ANGGRAINI
EVA SUSANTI
EDO MARDIYANSYAH
RENO AGISTA

A. LATAR BELAKANG
Indonesia merupakan satu negara kepulauan yang luas,banyak memiliki
gunung

berapi,terletak

antara

dua


lempengan

geologi

yang

selalu

bergerak,memiliki dua musim yaitu musim hujan dan kemarau serta dihuni oleh
penduduk dari berbagai etnis dan agama yang merupakan potensi sangat
strategis.kondisi tersebut mempunyai sisi positif yang membawa keuntungan
seperti tanah yang subur,sumber daya perairan melimpah,terdapatnya sumber
daya air yang cukup dan kekayaan budaya,tetapi disamping itu juga memiliki sisi
negatif sebagai kerugiannya seperti,seringnya terjadi bencana letusan gunung
berapi,gempa bumi,tanah longsor,banjir dan gelombang tsunami.
BENCANA
Definisi :
Bencana adalah peristiwa atau kejadian pada suatu yang mengakibatkan
ekologi,kerugian kehidupan manusia,serta memburuknya kesehatan dan pelayanan
kesehatan yang bermakna sehingga memerlukan bantuan luar biasa dari pihak luar (

Depkes RI ,2001 )
Bencana merupakan setiap kejadian yang menyebabkan kerusakan,
gangguan ekologis,hilangnya nyawa manusia,atau memburuknya derajat kesehatan
atau pelayanan kesehatan pada skala tertentu yang memerlukan respons dari luar
masyarakat atau pelayanan kesehatan pada skala tertentu yang memerlukan
respons dari luar masyarakat atau wilayah yang terkena (WHO,2001).
Bencana adalah situasi dan kondisi yang terjadi dalam kehidupan
masyarakat. Tergantung pada cakupannya, bencana ini bisa merubah pola
kehidupan dari kondisi kehidupan masyarakat yang normal menjadi rusak,
menghilangkan harta benda dan jiwa manusia, merusak struktur sosial masyarakat,
serta menimbulkan lonjakan kebutuhan dasar (BAKORNAS PBP).
Bencana juga didefinisikan sebagai situasi dan kondisi yang terjadi dalam keh
idupan masyarakat.Tergantung pada cakupannya,

bencana ini bisa\ mengubah

pola kehidupan dari kondisi kehidupan masyarakat yang normal menjadi rusak,
menghilangkan

harta


benda

dan

jiwa

manusia,

masyarakat,serta menimbulkan lonjakan kebutuhan dasar
( Bakornas PBP).

merusak

struktur

sosial

Bencana adalah Suatu gangguan serius terhadap keberfungsian suatu
masyarakat sehingga menyebabkan kerugian yang meluas pada kehidupan manusia

maupun dari segi materi, ekonomi atau lingkungan dan melampaui batas
kemampuan masyarakat yang bersangkutan untuk mengatasi dengan menggunakan
sumberdaya mereka sendiri. ( United Nations International Strategy for Disaster
Reduction – UN ISDR, 2004 )

JENIS BENCANA
Bencana dikelompokkan menjadi 2 jenis, yaitu :
1. Bencana Alam (Natural Disaster)

Kejadian- kejadian alami seperti banjir,genangan ,gempa bumi,gunung
meletus,badai,kekeringan,wabah,serangan serangga dan lainnya
2. Bencana Ulah Manusia (Man-made Disaster)
Kejadian – kejadian karena perbuatan manusia seperti tabrakan pesawat
udara

atau

kendaraan

kebakaran,huru-hara,sabotase,ledakan,gangguan


listrik,gangguan komunikasi,gangguan transportasi dan lainnya.

Sedangkan cakupan bencana berdasarkan wilayah dibagi menjadi 2, yaitu :
1. Bencana Lokal
Bencana ini biasanya memberikan dampak pada wilayah sekitarnya yang
berdekatan.Bencana ini terjadi pada sebuah gedung atau bangunan-bangunan
disekitarnya.biasanya akibat faktor manusia seperti kebakaran, ledakan, terorisme,
kebocoran bahan kimia, dan lainnya.
2. Bencana Regional
Bencana ini memberikan dampak atau pengaruh pada area geografis yang cu
kup

luas,dan

biasanya

disebabkan

oleh


faktor

alam seperti badai,

banjir, letusan gunung, tornado, dan lainnya.

FASE – FASE BENCANA
Fase bencana digolongkan 3 bagian yaitu :
1. Fase Pre-impact
Merupakan warning phase, tahap awal dari bencana. Informasi didapat dari b
adan satelit dan meteorologi cuaca,fase ini seharusnya dilakukan persiapan baik
oleh pemerintah,lembaga dan warga masyarakat.
2. Fase Impact
Merupakan fase terjadinya klimaks dari bencana.Inilah dimana saat manusia
sekuat tenaga mencoba untuk bertahan hidup (survive).

Fase impact ini terus

berlanjut hingga terjadi kerusakan dan bantuan – bantuan darurat dilakukan.


3. Fase Post-impact
Merupakan saat dimulainya perbaikan dan penyyembuhan dari fase darurat, j
uga tahap dimana masyarakat mulai berusaha kembali pada fungsi komunitas
normal. Secara umum dalam fase post-impact ini para korban akan mengalami
tahap

respon

psikologis

mulai

dari

penolakan

(denial),marah(angry),tawar

menawar(bergaining) depresi (depression) hingga penerimaan (acceptance)

1. PARADIGMA PENANGGULANGAN BENCANA

Konsep penanggulangan
( paradigma

bencana telah mengalami pergeseran paradigma

shift) dari konvensional, yakni anggapan bahwa bencana

Merupakan

kejadian yang tidak terelakkan dan korban harus segera mendapatkan pertolongan
(berfokus pada emergency dan

relief),

ke paradigma pendekatan holistic, yakni

menempatkan bencana dalam tata kerangka manajerial yang dikenali dari bahaya
(hazard), kerentanan (vulnerability), serta kemampuan(capacity) masyarakat.

Pada konsep ini dipersepsikan bahwa bencana merupakan kejadian yang
tidak dapat dihindari,namun resiko atau akibat kejadian bencana dapat diminimalisai
dengan

mengurangi kerentanan masyarakat yang ada di lokasi

rawan

serta meningkatkan kapasitas masyarakat dalam pencegahan dan

bencana

penanganan

bencana.

2. KOORDINASI LEMBAGA PENANGANAN BENCANA

Tk Nasional


Tk provinsi

Tk kabupaten

Bakornas PBP

Satkorlak PBP

Satlak PBP

=

Badan koordinasi nasional
penanganan bencana dan
penanganan pengungsi

=

Satuan koordinasi
pelaksana penanggulangan
bencana & penanganan
pengungsi

=

Satuan pelaksana
penanggulangan bencana &
penanganan pengungsi

Satgas

Tk kecamatan

=

Hansip / KMPB

Tk kelurahan

Satuan tenaga
penanggulangan bencana &
penanganan pengungsi

=

Pertahanan sipil / Kelompok
masyarakat
penanggulangan bencana

3. PENGURANGAN RESIKO BENCANA

Tahapan penyelenggaraan penanggulangan bencana meliputi pra bencana, tanggap
darurat,dan pasca bencana.
1. Tahap Pra bencana;
yang terbagi menjadi saat tidak terjadi bencana dan potensi terjadi bencana
dilakukan kegiatan perencanaan penggulangan bencana, pengurangan resiko
bencana, pencegahan, pemaduan dalam perencanaan pembangunan, persyaratan
analisis resiko bencana,penegakan rencana tata ruang,
serta penentuan persyaratan standar

pendidikan dan pelatihan,

teknis penanggulangan bencana

(kesiapsiagaan, peringatan dini, dan mitigasi bencana).
2. Tahap Tanggap Darurat;
Kegiatannya
sumber daya;

mencakup

pengkajian

penentuan

status

dan evakuasi korban; pemenuhan

terhadap

lokasi,

kerusakan,

keadaan darurat;

kebutuhan

dan sanitasi,pangan,sandang,pelayanan kesehatan ,

dasar
pelayanan

danpenampungan tempat hunian); perlindungan kelompok

dan

penyelamatan
(air bersih
psikososial,

rentan (prioritas bagi

kelompok rentan) serta pemulihan prasarana dan sarana vital.
3. Tahap Pasca Bencana;
mencakup kegiatan rehabilitasi (pemulihan daerah bencana, prasarana
dan sarana umum, bantuan perbaikan rumah,sosial psikologis,pelayanan kesehata
rekonsiliasi
ketertiban,

dan resolusi konflik,sosial
fungsi

pemerintahan

dan

ekonomi dan budaya,keamanan dan
pelayanan public)

dan rekontruksi

pembangunan, pembangkitan, dan p eningkatan berbagai sarana dan prasarana
termasuk fungsi pelayanan public).

4. SAFE COMMUNITY
Safe community adalah keadaan aman dan sehat dalam seluruh siklus kehidu
pan sejak

dalam kandungan sampai dengan lanjut usia .

merupakan

nilai hakiki kemanuasiaan

(dari – oleh – dan untuk masyaarakat)

Safe

community

dimana peran masyarakat

merupakan unsur utama yang

didukung

Pemerintah dan seluruh unsur terkait. Pemerintah berperan sebagai fasilitator yang
m emberdayakan seluruh masyarakat untuk menciptakan safe community. Namun
dalam penyelamatan nyawa (life and limb saving) yang merupakan situasi.
Kritis dan membutuhkan pertolongan segera pada saat masyarakat tak
berdaya, hal tersebut adalah tugas pemerintah atau secara teknis disebut sebagai
kebutuhan masyarakat (public goods).
Safe community dapat terwujud di desa siaga, jika pada aspek care yang
terdiri atas kesiagaan (community preparedness), pencegahan (prevention), dan
upaya penanggulangan (mitigation) dikembangkan secara lintas sektoral, seiring
dengan aspek cure yang terdiri atas respons yang cepat (quick respons) untuk life
and limb saving serta rehabilitasi.
5. PERMASALAHAN DALAM PENANGGULANGAN BENCANA
Permasalahan

secara umum dan khusus pada bidang kesehatan dalam

penanggulangan bencana di Indonesia sebagian besar mempunyai permasalahan
sebagai berikut :
1. Permasalahan secara umum
 Kurangnya pemahaman terhadap karakteristik bahaya (hazard)
 Sikap atau perilaku yang mengakibatkan menurunnya
kualitas SDA (vulnerability)
 Kurangnya informasi atau peringatan dini yang me nyebabkan ketidaksiapan

2. Permasalahan di bidang kesehatan
 Korban jiwa, luka dan sakit (berkaitan dengan angka kematian dan kesakitan)
 Adanya pengungsi yang pada umumnya akan menjadi rentan dan
beresiko mengalami kurang gizi tertular penyakit,dan menderita stress.
 Kerusakan lingkungan sehingga kondisi menjadi darurat dan menyebabkan
keterbatasan air dan sanitasi serta menjadi tempat perindukan vector
penyakit.
 Seringkali system pelayanan kesehatan terhenti, selain karena rusak, bes
ar kemungkinan tenaga kesehatan setempat juga menjadi korban bencana.
 Bila tidak diatasi segera, maka derajat kesehatan semakin menurun dan
berpotensi menyebabkan terjadinya KLB

Penanggulangan bencana di bidang kesehatan
a. Sanitasi darurat
Kegiatannya adalah penyediaan serta pengawasan air bersih dan jamban;
kualitas tempat pengungsian; serta pengaturan limbah sesuai dengan standar.
Kekurangan jumlah maupun

kualitas sanitasi ini akan meningkatkan

resiko

penularan penyakit.
b. Pengendalian vector
Bila tempat pengungsian dikategorikan tidak ramah,maka kemungkinan terdapat
nyamuk dan vector lain.Maka kegiatan pengendalian vector terbatas sangat
diperlukan baik dalam bentuk spraying atau fogging,larva siding,
maupun manipulasi lingkungan.
c. Pengendalian penyakit
Bila terdapat laporan diketahui terdapat peningkatan kasus penyakit, terutama
yang berpotensi KLB, maka harus dilakukan pengendalian melalui intensifikasi

penatalaksanaan kasus serta penanggulangan faktor resikonya umumnya penyakit
yang memerlukan perhatian adalah diare dan ISPA.
d. Surveillances epidemiologi
Survey epidemiologi yang harus diperoleh dalam hal ini adalah
 Reaksi sosial
 Penyakit menular
 Perpindahan penduduk
 Pengaruh cuaca
 Makanan dan gizi
 Persediaan air dan sanitasi
 Kesehatan jiwa
 Kerusakan infrastruktur kesehatan

B.

UPAYA PENANGGULANGAN DAMPAK BENCANA

1. TAHAPAN PENANGGULANGAN DAMPAK BENCANA
Upaya penanggulangan dampak bencana dilakukan melalui pelaksanaan
tanggap darurat dan pemulihan kondisi masyarakat di wilayah Kabupaten Alor.
Upaya penanggulangan dampak bencana tersebut dilakukan secara sistematis,
menyeluruh, efisien dalam penggunaan sumberdaya dan efektif dalam memberikan
bantuan kepada kelompok korban. Upaya penanggulangan dan pemulihan tersebut
dilakukan dengan pendekatan secara utuh dan terpadu melalui tiga tahapan, yaitu
tanggap darurat, rehabilitasi dan rekonstruksi dalam pelaksanaan penanggulangan
dampak bencana, yaitu:
1)

Tahap Tanggap Darurat
Tahap ini telah selesai dilaksanakan oleh Pemerintah melalui Bakornas PBP,

Propinsi Nusa Tenggara Timur Kabupaten Alor, serta LSM dan masyarakat baik

lokal maupun internasional juga beberapa instansi terkait di pusat. Tahap ini
bertujuan membantu masyarakat yang terkena bencana langsung untuk segera
dipenuhi kebutuhan dasarnya yang paling minimal. Sasaran utama dari tahap
tanggap darurat ini adalah penyelamatan dan pertolongan kemanusiaan. Dalam
tahap tanggap darurat ini, diupayakan pula penyelesaian tempat penampungan
sementara yang layak, serta pengaturan dan pembagian logistik yang cepat dan
tepat sasaran kepada seluruh korban bencana.
2) Tahap Rehabilitasi
Tahap ini bertujuan mengembalikan dan memulihkan fungsi bangunan dan
infrastruktur yang mendesak dilakukan untuk menindaklanjuti tahap tanggap darurat,
seperti rehabilitasi bangunan ibadah, bangunan sekolah, infrastruktur sosial dasar,
serta prasarana dan sarana perekonomian yang sangat diperlukan. Sasaran utama
dari tahap rehabilitasi ini adalah untuk memperbaiki pelayanan publik hingga pada
tingkat yang memadai. Dalam tahap rehabilitasi ini, juga diupayakan penyelesaian
berbagai permasalahan yang terkait dengan aspek psikologis melalui penanganan
trauma korban bencana.
3. Tahap Rekonstruksi
Tahap ini bertujuan membangun kembali kawasan Alor dengan melibatkan
semua masyarakat, perwakilan lembaga swadaya masyarakat, dan dunia usaha.
Pembangunan prasarana dan sarana haruslah dimulai dari sejak selesainya
penyesuaian tata ruang (apabila diperlukan) di tingkat kabupaten terutama di
wilayah rawan gempa(daerah patahan aktif)Sasaran utama dari tahap ini adalah
terbangunnya kembali masyarakat dan kawasan di wilayah Alor

C.

UPAYA

YANG

TELAH

DILAKUKAN

DALAM

TAHAP

TANGGAP

DARURAT
Sejak terjadi bencana alam gempa bumi pada tanggal 12 November 2004,
Pemerintah

telah

mengambil

langkah-langkah

penanggulangan

dengan

memobilisasi sumber daya nasional dan daerah untuk upaya-upaya yang biasa
dilakukan

dalam

penanganan

darurat.

Dalam

rangka

mengkoordinasikan

pengendalian dan penanggulangan bencana dan segala upaya tanggap darurat,
pada

tahap

awal

mengkoordinasikan

Gubernur
dan

NTT

dan

mengendalikan

Bupati

Alor

penanggulangan

secara

langsung

bencana

dengan

pembentukan dan pelayanan posko Satlak PBP di Alor. Secara operasional, pada
tahap tanggap darurat ini diarahkan pada kegiatan:
(1) Penanganan korban bencana termasuk mengubur korban meninggal dan
menangani korban yang luka-luka.
(2) Penanganan pengungsi
(3) Pemberian bantuan darurat
(4) Pelayanan kesehatan, sanitasi dan air bersih
(5) Penyiapan penampungan sementara
(6) Pembangunan fasilitas sosial dan fasilitas umum sementara serta
memperbaiki sarana dan prasarana dasar agar mampu memberikan
pelayanan yang memadai untuk para korban;

Kegiatan tanggap darurat yang telah dilakukan di Alor adalah pelaksanaan
Kerja Bakti terpadu yang melibatkan 750 orang personil dari TNI AD, Polri, Pol PP,
Linmas, PNS, Pramuka dan organisasi pemuda pada 36 Desa/Kelurahan dalam
wilayah di 4 Kecamatan yaitu Alor Timur Laut, Alor Selatan, Alor Tengah Utara dan
Teluk Mutiara. Kegiatan ini berhasil membangun 86 buah rumah sangat darurat
serta melakukan pembersihan puing-puing bangunan yang rusak total maupun berat
pada wilayah-wilayah tersebut. Pelaksanaan pelayanan medis terhadap korban
dilakukan sebagian besar melalui posko kesehatan. Selain itu, di RSUD Kalabahi
terdapat jumlah pasien yang dilayani adalah sebanyak 27 orang, terdiri dari 10 orang
dinyatakan sembuh, 3 orang meninggal dan 14 orang dipulangkan dengan status
rawat jalan. Di samping itu juga diadakan dapur umum di Posko Satlak PBP dan
Kecamatan Alor Timur Laut.
Kemudian,

sebagai

salah

satu

upaya

yang

telah

dilakukan

dalam

menanggulangi kekurangan air bersih akibat adanya kerusakan jaringan air bersih,
Satlak memberikan pelayanan air bersih kepada masyarakat. Pelayanan tersebut

dilakukan dengan mobil tanki yang setiap hari mendistribusikan air bersih kepada
masyarakat.

D. UPAYA YANG DILAKUKAN DALAM TAHAP REHABILITASI
Pemerintah melalui Departemen PU mengupayakan secara simultan kegiatan
rehabilitasi melanjutkan tahap tanggap darurat untuk segera memperbaiki fasilitas
umum yang rusak melalui program penanggulangan bencana alam Alor tahun 2004.
Kegiatan tersebut didanai melalui Dana Cadangan Umum Dengan Keputusan
Menteri Keuangan Nomor 1305/KM3-43/SKOR/2004 kepada Bupati Alor sebesar
Rp.6,58 miliar dan Nomor 1306/KM3-43/SKOR/2004 kepada Gubernur NTT sebesar
Rp53,42 miliar, pada tanggal 21 Desember 2004 tentang Otorisasi Anggaran
Belanja Rutin (SKOR) tahun 2004 untuk keperluan bantuan dana penanggulangan
bencana alam gempa bumi di Kabupaten Alor, sehingga total dana dari Pemerintah
Pusat adalah Rp.60 miliar. Proses asistensi Lembaran Kerja (LK) dari Dinas
Kimpraswil Propinsi NTT ke Departemen PU dan Ditjen Anggaran Keuangan
dilaksanakan sejak tanggal 13 sampai dengan 20 Desember 2004. Dana SKOR
tahun 2004 tersebut disalurkan melalui Rekening Khusus (RK) pada tanggal 24
Desember 2004 untuk kegiatan sebagai berikut:
1) pembangunan/rehabilitasi

perumahan

tipe

36

tanpa

dinding

dan

pintu/jendela (bangunan fondasi, lantai, atap dan struktur);
2) rehabilitasi prasarana dan sarana air bersih;
3) pembangunan/rehabilitasi prasarana/sarana irigasi;
4) pembangunan/ rehabilitasi jalan dan jembatan;
5) pembangunan/rehabilitasi sekolah, pasar, perkantoran, rumah ibadah serta
sarana kesehatan dan lainnya. Laporan pelaksanaan secara rinci terdapat
di lampiran II.
Dalam rangka pengendalian program penanggulangan bencana alam gempa bumi
di Kabupaten Alor dibentuk Tim Bidang PU berjenjang sebagai berikut:
1. Pengendali Program Bidang PU Tingkat Pusat melalui Keputusan Menteri PU
Nomor 24/KPTS/M/2005 dengan Pedoman Pelaksanaannya.

2. Pelaksana Program Tingkat Propinsi melalui Keputusan Gubernur Nusa
Tenggara Timur.
3. Satgas untuk Koordinasi Pelaksanaan dan Supervisi Kegiatan Fisik Tingkat
Kabupaten melalui Keputusan Kepala Dinas Kimpraswil Propinsi NTT Nomor
KPW/TU05.01/360/19/KPTS/XII/2004 tanggal 24 Desember 2004.
Secara lebih rinci upaya-upaya yang telah dilakukan dalam tahap rehabilitasi adalah
sebagai berikut:


Bidang Sosial Budaya

(1) Sub Bidang Agama
Dalam pembangunan sarana ibadah telah dialokasikan dana sebesar
Rp.580.000.000,- untuk membantu 39 rumah ibadah di Alor. Perincian jumlah
bantuan per unit Rp. 14.871.795 dengan sebaran lokasi berada di 6 wilayah
kecamatan antara lain Kecamatan Alor Timur, Alor Timur Laut, Alor Selatan, Alor
Tengah Utara, Teluk Mutiara, Alor Barat Daya.

(2) Sub Bidang Kesehatan
Pada tahun 2004 Departemen Kesehatan mengalokasikan dana rehabilitasi
sarana kesehatan bantuan bencana alam untuk merehabilitasi 5 puskesmas, 2
puskesmas pembantu, 1 rumah dokter dan 1 rumah dinas paramedis dengan total
anggaran Rp.1,6 miliar termasuk penyediaan peralatan kesehatan dengan dana
Rp.1,0 miliar.
Selain itu Dinas Kimpraswil Kabupaten Alor melalui dana SKOR Bupati juga telah
mengalokasikan dana sebesar Rp.2,1 miliar untuk membangun 9 unit sarana
kesehatan yang terdiri dari 6 puskesmas dan 3 puskesmas pembantu. Sedang
Dinas PU melalui SKOR Gubernur, telah pula membangun 5 Puskesmas.

(3) Sub Bidang Pendidikan

Di bidang pendidikan, berbagai upaya telah dilaksanakan untuk menjaga agar
proses belajar mengajar dapat tetap berjalan dengan membantu penyediaan sarana
dan prasarana termasuk rehabilitasi fasilitas pendidikan. Pada tahun 2004,
Departemen Pendidikan Nasional telah mengalokasikan dana untuk merehabilitasi
sarana dan prasarana sekolah di Kabupaten Alor yang meliputi 8 SD/MI dan 1 SMP
dengan total anggaran sebesar Rp.1,33 miliar. Selain itu telah dialokasikan pula
sebesar Rp.1,195 miliar melalui dana SKOR Bupati yang digunakan untuk
membangun 10 unit SD dan 3 unit SMP yang tersebar di kecamatan Kecamatan
Teluk Mutiara, Alor Barat Daya, Alor Barat Laut, dan Pantar.
Pemerintah pusat melalui Departemen Pekerjaan Umum juga mengalokasikan
dana sebesar Rp.8,4 miliar untuk membangun 28 unit bangunan sekolah tahan
gempa (3 ruang per sekolah) dengan rincian 15 sekolah dikelola oleh pemerintah
Provinsi (Rp 4,5 miliar) dan 13 sekolah dikelola oleh pemerintah Kabupaten Alor
(Rp. 3,9 miliar). Sekolah-sekolah tersebut tersebar di 6 kecamatan yaitu Kecamatan
Teluk Mutiara, Alor Barat Laut, Alor Barat Daya, Alor Tengah Utara, Alor Timur Laut,
Alor Selatan.
Dalam

rangka

menjalankan

upaya

tanggap-Darurat

rehabilitasi

dan

rekonstruksi Kabupaten Alor secara sistematis dan menyeluruh, pemerintah
melakukan koordinasi penanganan dengan pembentukan Satgas Penanggulangan
Bencana Alam Gempa Bumi Sektor ke PU-an oleh Kepala Dinas Kimpraswil
Propinsi Nusa Tenggara Timur melalui SK No. Kpw/TU/05.01/360/19/XII/KPTS/2004
tanggal 24 Desember 2004.
 Bidang Infrastruktur
(1) Sub Bidang Transportasi
a) Prasarana Jalan.
Dalam aspek transportasi, pada pelaksanaan tahap tanggap darurat kegiatan
yang dilakukan adalah memperbaiki prasarana jalan dan menfungsikan kembali ruas
jalan nasional, propinsi dan kabupaten pada ruas jalan, sbb:
Jenis kerusakan jalan yang terjadi pada umumnya berupa longsoran tebing
yang menutup badan jalan, terjadi patahan/penurunan badan jalan, retaknya tembok

penahan badan jalan. Kerusakan pada jembatan selain adanya jembatan yang
runtuh, juga secara umum terjadi kerusakan pada abutmem, pasangan penahan
oprit dan pada stuktur jembatan lainnya. Rincian kerusakan prasarana jalan pada
ruas jalan nasional, propinsi dan kabupaten antara lain sebagai berikut:

• Ruas Jalan Nasional :
. Jalan Kalabahi-Taramana-Lantoka-Maritaing
. 13 buah jembatan
• Ruas Jalan Propinsi
. Jalan Watatuku (Sp.Moru)-Mataraben
. Satu buah jembatan
• Ruas Jalan Kabupaten
. Jalan Taraman – Alata
. Jalan Likuatang – Atimelang
. Jalan Bukapiting – Apui
. Jalan Mebung – Mainang
. Jalan Mainang – Apui
. Jalan Tulta – Mali
b) Transportasi Laut.
Pada bidang transportasi laut terjadi kerusakan ringan di dermaga perintis
Kalabahi. Namun demikian gempa juga menyebabkan kerusakan pada beberapa
fasilitas Pelabuhan Maritaing yang berlokasi 34 km dari pusat gempa. Kerusakan
terjadi pada fasilitas terminal, causeway dan trestle. Sampai saat ini kedua
prasarana transportasi laut tersebut sudah bisa digunakan dengan baik namun pada
fasilitas yang mengalami kerusakan akan dilakukan rehabilitasi dan rekonstruksi
pada tahun 2006.
c) Transportasi Udara.
Pada kegiatan tanggap darurat telah dilakukan upaya rehabilitasi landasan
pacu di Bandar Udara Mali Kabupaten Alor yang mengalami kerusakan ringan
Landasan pacu mengalami keretakan sepanjang 1.400 m dan penurunan
permukaan sedalam 40 cm. Bagian sisi landas pacu dan gedung terminal juga

mengalami keretakan. Bandar Udara Mali saat ini sudah dapat digunakan kembali
untuk

pendaratan

pesawat.

Fasilitas

yang

masih

mengalami

kerusakan

direncanakan akan diperbaiki pada tahun 2005 – 2006.

(2) Sub Bidang Sumber Daya Air
Kerusakan pada prasarana sumber daya air akibat gempa bumi umumnya
terjadi pada bendung, pintu air, saluran pasangan batu yang pecah, dan bangunan
air yang pecah/retak. Kerusakan tersebut tersebar pada tujuh Daerah Irigasi sebagai
berikut :
• Daerah Irigasi Waisika
• Daerah Irigasi Bukapiting
• Daerah Irigasi Kamot
• Daerah Irigasi Benlelang
• Daerah Irigasi Pailelang I
• Daerah Irigasi Pailelang II
• Daerah Irigasi Padang Panjang
Selain kerusakan pada prasarana irigasi terjadi kerusakan pada jaringan
irigasi air tanah sebanyak 16 sumur pompa dan embung irigasi sejumlah 2 buah.
Pada tahun anggaran 2004 telah diperbaiki sebanyak tujuh daerah irigasi, yaitu: DI
Waisika, Bukapiting, Kamot, Benlelang, Pailelang I, Pailelang II, dan Padang
Panjang. Biaya yang digunakan untuk kegiatan tersebut sebesar Rp.12,5 miliar.
Pelaksanaan penanganan pembangunan/rehabilitasi Daerah Irigasi dan
Pengembangan Pengelolaan Air Tanah dilakukan dengan penunjukan langsung oleh
Menteri PU kepada PT Adhi Karya sebagai kontraktor pelaksana dengan Surat
Perintah Mulai Kerja (SPMK) Nomor KV.03.03-4a/10 tanggal 20 Desember 2004
(3) Sub Bidang Perumahan
Gempa bumi menyebabkan 2.517 unit rumah mengalami rusak total, 5.579
unit rumah mengalami rusak berat, dan 7.724 unit rumah mengalami rusak ringan.
Pada tahun anggaran 2004 melalui dana Cadangan Umum, Pemerintah telah

membantu pembangunan pondasi, struktur dan atap rumah penduduk yang terkena
gempa sebanyak 1.300 unit rumah type 36. Untuk kelengkapan atap dan dindingnya
diharapkan akan dilengkapi oleh masyarakat sendiri. Biaya yang telah dikeluarkan
untuk kegiatan tersebut mencapai Rp.13 miliar.
Disamping itu juga dilakukan pembangunan 70 unit rumah oleh TNI yaitu 35
unit plus 1 TK 3 ruang di Desa Waisika, 20 unit di Desa Air Mancur, dan 15 unit di
Desa Taramana. Kegiatan pembangunan dilaksanakan pada tanggal 8 Januari s/d 3
Maret 2005. Rumah yang dibangun adalah tipe rumah 36 dengan konstruksi fondasi,
lantai, dinding dan atap (penghuni langsung bisa menempati).
Pelaksanaan pembangunan dilakukan dengan penunjukan langsung dengan
sistem konsorsium kontraktor lokal 500 unit (11 paket kontrak untuk 145 kontraktor)
dan kontraktor kecil & menengah 800 unit (11 kontraktor dari Kabupaten Alor & luar
Kabupaten Alor).
Dengan demikian jumlah rusak total pada aspek perumahan yang dikerjakan adalah
sebanyak 1.370 unit (Lampiran II.9), sisa 905 unit yang akan dikerjakan pada tahap
berikutnya.

(4) Sub Bidang Air Bersih dan Sanitasi
Pada beberapa daerah sumur gali penduduk mengalami kekeringan akibat
adanya gempa bumi padahal sumur tersebut rata-rata tidak pernah mengalami
kekeringan meskipun di musim kemarau.
Pada tahun anggaran 2004, dilakukan rehabilitasi prasarana dan sarana air
bersih sistem perpipaan di Kota Kalabahi dan sarana air bersih untuk tujuh desa,
yaitu: Desa Taramana, Desa Kamot, Desa Nailang, Desa Waisika/Bukapiting, Desa
Nur Benlelang/Lembur Barat, Desa Likuatang, dan Desa Lembur Timur/Desa Luba
(Lampiran II.11) Biaya yang telah dikeluarkan untuk kegiatan tersebut sebesar
Rp.5,36 miliar.
Pelaksanaan pembangunan prasarana dan sarana Air Bersih, Sanitasi, Pasar
dan Sampah dilakukan dengan penunjukan langsung kepada PT. Hutama Karya
sebagai kontraktor pelaksana sesuai persetujuan Surat Perintah Mulai Kerja (SPMK)
dari Menteri Pekerjaan Umum Nomor : KV.03.03-4a/11 tanggal 30 Desember 2004.
Untuk pengembangan dan pengelolaan air tanah, Departemen Pekerjaan
Umum melalui bidang permukiman dan prasarana wilayah mengalokasikan dana

Rp.2,5 miliar untuk membangun sarana penyediaan air bersih dengan sebaran
lokasi di 3 kecamatan yaitu kecamatan Alor Barat Laut, Teluk Mutiara, dan Alor
Tengah Utara. Penanganannya dilakukan oleh Dinas Kimpraswil Provinsi NTT


Bidang Ekonomi
Untuk bidang ekonomi, kegiatan yang dilakukan adalah merehabilitasi dan

memulihkan sarana pasar di Kabupaten Alor. Terdapat tiga pasar yang dibangun
kembali yaitu Pasar Nailang, Pasar Lola dan Pasar Mebung.


Bidang Pemerintahan
Pada bidang pemerintahan, berdasarkan laporan fisik dan keuangan

penanggulangan bencana alam gempa bumi di Kabupaten Alor, Provinsi NTT pada
tahun anggaran 2004, maka beberapa pembangunan kantor pemerintahan yang
telah dilaksanakan oleh PT Adhi Karya sebagai konsultan dari Departemen
Permukiman dan Prasarana Wilayah adalah seperti tersebut.
Sumber : Hasil Survey Lapangan Bappenas dan tim, Juni-Juli 2005

Gambar Kantor Desa Tuleng Setelah Pembangunan

Gambar 4.2 Rumah Dinas Camat Alor Tengah Utara Setelah Pembangunan

E.

UPAYA YANG AKAN DILAKUKAN PADA TAHAP REKONSTRUKSI
Tahap rekonstruksi merupakan tahap lanjutan dari tahapan rehabilitasi yang

bertujuan untuk memperbaiki kembali dan membangun pelayanan publik pada tahap
yang memadai dan membangun masyarakat serta wilayahnya dalam tatanan
kehidupan sosial, ekonomi, budaya dan politik yang sesuai dengan aspirasi dan
tuntutan masyarakat, sehingga minimal dapat berfungsi seperti semula dan bahkan
menjadi lebih baik lagi baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya.
Pendekatan pada tahap ini sedapat mungkin melibatkan masyarakat dalam
setiap proses. Pembangunan fisik hanya merupakan salah satu sarana untuk
mencapai tujuan yaitu semakin kuatnya modal sosial dan masyarkat yang lebih
berdaya.

Di lapangan, secara simultan kegiatan tahap rehabilitasi akan dilanjutkan
dengan tahap rekonstruksi. Sejalan dengan hal tersebut Kantor Menteri Negara
Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan
Nasional bekerjasama dengan Kabupaten Alor dan Propinsi Nusa Tenggara Timur,
dengan masukan dari berbagai instansi/lembaga pemerintah serta berbagai pihak,
menyusun rencana rehabilitasi dan rekonstruksi wilayah Alor, yang dijabarkan dalam
arahan kebijakan, strategi, kegiatan pokok dan kerangka waktu pelaksanaannya.
Rencana yang disusun oleh Pemerintah ini akan dijadikan pedoman umum
dan acuan operasional bagi Pemerintah Provinsi NTT dan Kabupaten Alor dalam
pengelolaan dan pelaksanaan kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi dalam kurun
waktu 2005 – 2007 tahun ke depan, sesuai dengan kebutuhan.

F.

MEKANISME KESIAPAN DAN PENANGGULANGAN DAMPAK BENCANA

Dalam melaksanakan penanggulangan bencana, maka penyelenggaraan
penanggulangan bencana meliputi :
• tahap prabencana,
• saat tanggap darurat, dan
• pascabencana.
A. Pada Pra Bencana
Pada tahap pra bencana ini meliputi dua keadaan yaitu :
• Dalam situasi tidak terjadi bencana
• Dalam situasi terdapat potensi bencana
1. Situasi Tidak Terjadi Bencana
Situasi tidak ada potensi bencana yaitu kondisi suatu wilayah yang
berdasarkan analisis kerawanan bencana pada periode waktu tertentu tidak
menghadapi ancaman bencana yang nyata. Penyelenggaraan penanggulangan
bencana dalam situasi tidak terjadi bencana meliputi :

a. perencanaan penanggulangan bencana;
b. pengurangan risiko bencana;
c. pencegahan;
d. pemaduan dalam perencanaan pembangunan;
e. persyaratan analisis risiko bencana;
f. pelaksanaan dan penegakan rencana tata ruang;
g. pendidikan dan pelatihan; dan
h. persyaratan standar teknis penanggulangan bencana.

2. Situasi Terdapat Potensi Bencana
Pada situasi ini perlu adanya kegiatan-kegiatan kesiap siagaan, peringatan
dini dan mitigasi bencana dalam penanggulangan bencana.
a. Kesiapsiagaan
b. Peringatan Dini
c. Mitigasi Bencana
Kegiatan-kegiatan pra-bencana ini dilakukan secara lintas sector dan multi
stakeholder,oleh karena itu fungsi BNPB/BPBD adalah fungsi koordinasi.
B. Saat Tanggap Darurat
Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada saat tanggap darurat
meliputi:
1. pengkajian secara cepat dan tepat terhadap lokasi, kerusakan, dan sumber daya;
2. penentuan status keadaan darurat bencana;
3. penyelamatan dan evakuasi masyarakat terkena bencana;
4. pemenuhan kebutuhan dasar;

5. perlindungan terhadap kelompok rentan; dan
6. pemulihan dengan segera prasarana dan sarana vital.

C. Pasca Bencana
Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada tahap pasca bencana meliputi:
1. rehabilitasi; dan
2. rekonstruksi.
D. Mekanisme Penanggulangan Bencana
Mekanisme penanggulangan bencana yang akan dianut dalam hal ini adalah
mengacu pada UU No 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana dan
Peraturan

Pemerintah

No

21

Tahun

2008

tentang

Penyelenggaraan

Penanggulangan Bencana.
Dari peraturan perundangundangan tersebut di atas, dinyatakan bahwa
mekanismetersebut dibagi ke dalam tiga tahapan yaitu :
1. Pada pra bencana maka fungsi BPBD bersifat koordinasi dan pelaksana,
2. Pada saat Darurat bersifat koordinasi, komando dan pelaksana
3. Pada pasca bencana bersifat koordinasi dan pelaksana.

 Upaya Penanggulangan Bencana
Upaya-upaya yang dilakukan untuk penanggulangan bencana bidang kesehatan :
1. Bantuan pelayanan medik.
o

Mobilisasi tenaga kesehatan untuk membantu pelayanan medis
spesialistik yang tidak tersedia di lokasi bencana.

o

Mobilisasi obat dan alat kesehatan.

o

Mendirikan alat kesehatan yang statis dan mobile.

o

Pengobatan gratis bagi semua pelayanan kesehatan.

o

Mendirikan rumah sakit lapangan jika fasilitas RS di lokasi bencana
terkena dampak bencana.

2. Bantuan Pelayanan Gizi
o

Promotif yaitu dengan cara menurunkan tim konselor, seperti
memberikan dukungan kepada para ibu agar tetap care pada anaknya,
dengan tetap memberikan ASI sebagai sebagai sumber gizi paling
optimal bagi bayi dan BADUTA (Bawah Dua Tahun).

o

Kuratif yaitu dengan memberikan bantuan pangan terhadap korban
bencana umumnya populasi berisiko yaitu pada bayi dan Balita,
dengan memberikan MP.ASI.

3. Upaya Penyehatan Lingkungan
o

Penyediaan, pengawasan dan perbaikan kualitas air.

o

Tempat penampungan pengungsi

o

Pembuangan kotoran

o

Pembuangan sampah

o

Pembuangan limbah

o

Pengendalian Vektor

o

Sanitasi makanan.

4. Upaya Surveilans Epidemiologi
5. Upaya Imunisasi
o

Tetap melaksanakan program imunisasi di lokasi bencana.

o

melaksanakan imunisasi terhadap penyakit yang berisiko terjadinya
KLB. seperti Tetanus Toxoid dan Campak.

6. Bantuan pelayanan Obat dan Alat Kesehatan.
o

Memegang prinsip cepat, tepat dan sesuai kebutuhan.

 Pengurangan Resiko Bencana
Tahapan penyelenggaraan penanggulangan bencana meliputi pra bencana, t
anggapdarurat,dan pasca bencana.
1. Tahap Pra bencana;
yang terbagi menjadi saat tidak terjadi bencana dan potensi terjadi bencana
dilakukan kegiatan perencanaan penggulangan bencana, pengurangan resikobenca
na,

pencegahan,

analisis resiko bencana,

pemaduan dalam perencanaan pembangunan, persyaratan
penegakan rencana tata ruang, pendidikan dan pelatihan,

serta penentuan persyaratan standar

teknis penanggulangan bencana

(kesiapsiagaan, peringatan dini, dan mitigasi bencana)
2. Tahap Tanggap Darurat;

kegiatannya mencakup pengkajian terhadap lokasi, kerusakan,dan

sumber

daya; penentuan status keadaan darurat; penyelamatan dan evakuasi korban;
pemenuhan kebutuhan dasar (air bersih dan sanitasi, pangan, sandang, pelayanan
kesehatan, pelayanan psikososial, dan penampungan tempat hunian); perlindungan
kelompok rentan (prioritas bagi kelompok rentan) serta pemulihan prasarana dan
sarana vital.

3. Tahap Pasca Bencana;

mencakup kegiatan rehabilitasi (pemulihan daerah bencana, prasarana
dan sarana umum, bantuan perbaikan rumah,sosial psikologis,pelayanan kesehatan,
rekonsiliasi

dan resolusi konflik,sosial

ketertiban,fungsi pemerintahan

ekonomi dan budaya,keamanan dan
dan pelayanan public) dan rekontruksi

pembangunan, pembangkitan, dan p eningkatan berbagai

sarana

prasarana termasuk fungsi pelayanan public).

Secara umum kegiatan manajemen bencana dapat dibagi dalam kedalam tiga
kegiatan utama, yaitu:
1. Kegiatan pra bencana yang mencakup kegiatan pencegahan, mitigasi,
kesiapsiagaan, serta peringatan dini;
2. Kegiatan saat terjadi bencana yang mencakup kegiatan tanggap darurat
untuk meringankan penderitaan sementara, seperti kegiatan search and
rescue (SAR), bantuan darurat dan pengungsian;
3. Kegiatan pasca bencana yang mencakup kegiatan pemulihan, rehabilitasi,
dan rekonstruksi.

dan

Kegiatan pada tahap pra bencana ini selama ini banyak dilupakan, padahal justru
kegiatan pada tahap pra bencana ini sangatlah penting karena apa yang sudah
dipersiapkan pada tahap ini merupakan modal dalam menghadapi bencana dan
pasca bencana. Sedikit sekali pemerintah bersama masyarakat maupun swasta
memikirkan tentang langkah-langkah atau kegiatan-kegiatan apa yang perlu
dilakukan didalam menghadapi bencana atau bagaimana memperkecil dampak
bencana.
Kegiatan saat terjadi bencana yang dilakukan segera pada saat kejadian
bencana, untuk menanggulangi dampak yang ditimbulkan, terutama berupa
penyelamatan korban dan harta benda, evakuasi dan pengungsian, akan
mendapatkan perhatian penuh baik dari pemerintah bersama swasta maupun
masyarakatnya. Pada saat terjadinya bencana biasanya begitu banyak pihak yang
menaruh perhatian dan mengulurkan tangan memberikan bantuan tenaga, moril
maupun material. Banyaknya bantuan yang datang sebenarnya merupakan sebuah
keuntungan yang harus dikelola dengan baik, agar setiap bantuan yang masuk
dapat tepat guna, tepat sasaran, tepat manfaat, dan terjadi efisiensi.
Kegiatan pada tahap pasca bencana, terjadi proses perbaikan kondisi
masyarakat yang terkena bencana, dengan memfungsikan kembali prasarana dan
sarana pada keadaan semula. Pada tahap ini yang perlu diperhatikan adalah bahwa
rehabilitasi dan rekonstruksi yang akan dilaksanakan harus memenuhi kaidahkaidah kebencanaan serta tidak hanya melakukan rehabilitasi fisik saja, tetapi juga
perlu diperhatikan juga rehabilitasi psikis yang terjadi seperti ketakutan, trauma atau
depresi.
Dari uraian di atas, terlihat bahwa titik lemah dalam Siklus Manajemen
Bencana adalah pada tahapan sebelum/pra bencana, sehingga hal inilah yang perlu
diperbaiki dan ditingkatkan untuk menghindari atau meminimalisasi dampak
bencana yang terjadi.

Akhir-akhir ini diindonesia terjadi bencana alam seperti :

1. banjir

2. gunung meletus

3. gempa bumi

4.tanah longsor

5.tsunami

Sesuai dengan keadaan tersebut,sampai saat ini kita telah mempunyai
berbagai pengalaman untuk memberikan pelayanan medik dalam rangka
penanggulangan bencana,seperti bencana alam tsunami di maumere,gempa bumi
dijambi,tenggelamnya kapal ampomas,letusan gunung berapi didaerah istimewa
yogyakarta,dll
Dalam memberikan pelayanan medik pada berbagai bencana nasional terseb
ut jajaran kesehatan telah berhasil dengan baik dan mendapat pujian dan berbagai
sektor yang terkait dan dari berbagai pengalaman,kita juga telah berhasil menyusun
konsep pelayanan medik dalam penanggulangan bencana.tetapi konsep tersebut
belum disusun dalam suatu prosedur tetap yang dapat dipelajari oleh saluran jajaran
kesehatan di semua tingkatan,agar pelaksanaannya dapat dilaksanakan dengan
baik,cepat yang didukung oleh kerjasama semua unit terkait.

Oleh karena itu,agar pelayanan medik dalam penanggulangan bencana dapat
dilaksanakan terkoordinasi dengan baik, cepat dan tepat,seluruh unit di semua
tingkatan jajaran kesehatan perlu disusun prosedur tetap pelayanan medik
penanggulangan bencana
 DASAR
1. Undang-Undang Kesehatan No. 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan.
Keputusan Presiden RI No.43 Tahun 1990 Tentang Badan Koordinasi Nasi
onal Penanggulangan Bencana di Indonesia.
2. Keputusan Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat / Ketua Badan
Koordinasi nasional penanggulangan bencana No.11 /KEP/Kesra/IX/1997,
Tentang Sekretariat BadanKoordinasi Nasional Penanggulangan Bencana.
3. Keputusan MenKes RI No.448/Menkes/SK/VI/1993Tentang PembentukanTim
4. Kesehatan Penanggulangan Korban Bencana di Setiap Rumah Sakit.
5. Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 28/Menkes/S K/I/I 99 Tentang Petunjuk
PelaksanaanUmum Penanggulangan Medik Korban Bencana.
6. Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 594/Menkes/SK/VI/1995 Tentang
Pembentukan Pusat penanggulangan krisis akibat bencana (crisis center ) di
lingkungan departement kesehatan
7. Undang – undang No. 24 Tahun 2007 Tentang penanggulangan bencana
 TUJUAN
Prosedur tetap pelayanan medik penanggulangan bencana ini disusun deng
an tujuan sebagai pegangan semua unit dan semua tingkatan jajaran kesehatan
sehingga semua unit dan jajaran tersebut dapat mempelajari dan melaksanakan
tugas dan peran masing-masing dalam memberikan pelayanan medik
penanggulangan bencana

 KEBIJAKSANAAN UMUM

Berbagai kebijaksanaan umum yang ditetapkan dalam pelayanan medik
penanggulangan bencana
adalah:
A. Dalam pelayanan medik penanggulangan bencana kita gunakan sarana dan
prasarana pelayanan yang ada, hanya intensitas kerja ditingkatkan.
B. Pelayanan medik penanggulangan bencana dilaksanakan
dalam 3 (tiga) tahap :
1.Tahap persiapan/tahap pra-bencana. Pada tahap ini dilaksanakan :
 Inventarisasi lokasi kemungkinan terjadinya bencana.
 Inventarisasi sumber daya yang tersedia.
 Penyusunan Prosedur Tetap
 Pelatihan setiap petugas yang kemungkinan
terlibat (gladi posko, gladi lapangan)
 Koordinasi sektor lain terkait.
Mempersiapkan sarana/prasarana sesuai Prosedur Tetap.
2. Tahap Terjadinya Bencana
Pada tahap ini kegiatan yang dilaksanakan adalah:
 Eskalasi Pelayanan Gawat Darurat sehari -hari menjadi Pelayanan Gawat
Darurat Bencana.
 Melaksanakan Penilaian Kebutuhan dan dampak kesehatan secara cepat,
sebagai data dasar
untuk program bantuan kesehatan, monitoring, dan evaluasi.
Daerah bencana dibagi 3 (tiga) lingkaran, yaitu :
 Daerah lingkaran I melakukan pertolongan medik secara cepat, tepat, dan
melalui Rapid Health and Need Assessment untuk meminta dan Lingkaran II
dan III,jika diperlukan.

 Daerah lingkaran II mencegah meluasnya dampak bencana (man made
disaster:kebakaran/ industri), memberikan bantuan medik dan menerima
korban bencana.
 Daerah lingkaran III menyiapkan dan memberikan bantuan medik (jika diper lukan) dan melakukan evakuasi korban bencana ke daerah lingkaran II dan
atau III

3.Tahap Pasca Bencana
Kegiatan yang dilaksanakan :
 Upaya pemantauan dan pencegahan : dampak bencana sekunder (KLB)
kualitas lingkungan hidup.
 Penyediaan kebutuhan pokok bagi penduduk di penampungan
sementara (air bersih,makanan, dan pelayanan kesehatan dasar)

Pelayanan medik bencana dibagi 3 (tiga) tahap:
1. Pra-Rumah Sakit
2. Antar Rumah Sakit
3. Di Rumah Sakit

Di daerah terjadinya bencana,didirikan triage Dalam pelayanan medik
penanggulangan bencana,Indonesia dibagi menjadi 5 (lima) wilayah:
1. Wilayah tanggung jawab RSUP H. Adam Malik,Medan,meliputi
Provinsi Sumatera Utara, Riau,aceh dan Jambi.
2. Wilayah tanggungjawab RSUP Dr. Ciptomangunkusumo,meliputi DKI Jakarta
,Lampung,Bengkulu, Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah.
3. Wilayah tanggungjawab RSUD Dr. Soetomo,Surabaya, meliputi Jawa Ti
mur Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Nusa Tenggara Barat,Nusa
Tenggara Timur, dan Timor Timur.

4. Wilayah tanggung jawab RSUP Dr.Wahidin Sudirohusodo,Ujung Pandang,me
liputi Sulawesi Selatan,
Sulawesi Tengah,Sulawesi Tenggara,Maluku dan Irian Jaya.
Provinsi lain,seperti Sumatera Barat,JawaBarat,JawaTengah,Yogyakarta
Bali dan Sulawesi Utara berdiri sendiri
Organisasi
1. Di tingkat Pusat :Penanggungjawab Sekretaris Jenderal Depkes RI selaku K
etua Crisis Center,dibantu oleh Dirjen Pelayanan Medik dan P2MPLP.
2. Dalam melaksanakan tugas konsultasi dengan BAKORNAS PB, di bawah
Menko Kesra dan sektor lain terkait.
3. Di tingkat Propinsi :Penanggungjawab adalah Kepala Kantor Wilayah
Depkes RI,dibantu olehKepala Dinas Kesehatan Dati I dan Direktur RS Rujuk
an Wilayah.Dalammelaksanakan tugas
dibawah koordinasi SATKORLAK PB yang diketahui oleh Gubernur.
4. Di tingkat Kabupaten :Penanggung jawab adalah Kepala Dinas
Kesehatan Dati II, DibantuDirektur RS rujukan Dati II.Dalam melaksanakan tu
gas dibawah koordinasi SATLAK PB yang diketuai oleh Bupati KDH Tk. II.

 PELAKSANAAN PELAYANAN MEDIK

Fase pra-musibah masal/pra-bencana, tugas penanggungjawah Dati I/Dati II:
1. Menyusun Jadwal Rumah Sakit Siaga/Jaga setiap hari dandibuat untuk masa
siaga/jaga selama I(satu) bulan,diikuti bulan berikutnya.
2. Menyusun prosedur tetap Penanggulangan Musibah Masal/Bencana
(Rencana Operasional)sesuai kondisi setempat.
3. Mempersiapkan "Dana Khusus" Penanggulangan Musibah Masal/ Bencana

sesuai musibah masal/bencana potensial di wilayahnya.
4. Membentuk Pusat Siaga Bantuan Kesehatan (Pusbankes) 118 sebagai pusat
komunikasi dan koordinasi PB (sebaiknya di IRD RS) dan menyediakan
rumah sakit lapangan yang bisa melakukan tindakan operasi semi definitif
di lokasi bencana.
5. Mengidentifikasi dan mengkatagorikan jenis- jenis Ambulans yang ada
(milik Rumah Sakit, Pemda,ABRI,Swasta,dan lain-lain)
6. Menyusun Rencana Operasional (Contigency Plan) penanggulangan musibah
masal dan bencana yang ada di cakupan wilayahnya (Hazard mapping).
7. Mengidentifikasi potensi saran pelayanan kesehatan yang ada, yaitu: jumlah
RSU Pemerintah, RS ABRI,RS Swasta,Puskesrnas dengan
perawatan,Puskesmas, dan Puskesmas Pembantu.
8. Menunjuk Rumah Sakit kelas tertinggi sesuai kemampuan pelayanannya
untuk dijadikan rujukan utama di wilayah cakupan.
9. Menghitung jumlah tempat tidur yang tersedia di setiap rumahsakit
(bekerja sama dengan PERSI).
10. Mencatat jumlah dokter umum dan spesialis di masing -masing rumah sakit
dan Puskesmas.
11. Mencatat jumlah tenaga perawat lapangan yang terlatih
(perawat PPGD/ Basic Trauma Life Support).
12. Mengadakan kerjasama dengan apotek Kimia Farma
di wilayahnya dan apabila tidak ada,dapat menghubungi apotek Kimia Farma
terdekat di luar wilayah untuk memperoleh bantuan obat -obatan life saving
dan obat-obatan lainnya.
13. Menyediakan kantong plastik hitam (ukuran 2m) untuk pembungkus korban
Meninggal.
14. Mengembangkan Bank Darah di rumah sakit atau Unit Tranfusi Darah.
15. Mengadakan latihan/simulasi penanggulangan musibah masal/bencana
secara teratur (paling tidak 6 bulan sekali) secara lintas sektor.
16. Selalu memperbaharui dan memuktahirkan rencana operasional yang ada

Mitigasi Bencana
Kegiatan-kegiatan pada tahap pra bencana erat kaitannya dengan istilah mitigasi
bencana yang merupakan upaya untuk meminimalkan dampak yang ditimbulkan
oleh bencana. Mitigasi bencana mencakup baik perencanaan dan pelaksanaan
tindakan-tindakan untuk mengurangi resiko-resiko dampak dari suatu bencana yang
dilakukan sebelum bencana itu terjadi, termasuk kesiapan dan tindakan-tindakan
pengurangan resiko jangka panjang.
Upaya mitigasi dapat dilakukan dalam bentuk mitigasi struktur dengan
memperkuat bangunan dan infrastruktur yang berpotensi terkena bencana, seperti
membuat kode bangunan, desain rekayasa, dan konstruksi untuk menahan serta
memperkokoh struktur ataupun membangun struktur bangunan penahan longsor,
penahan dinding pantai, dan lain-lain. Selain itu upaya mitigasi juga dapat dilakukan
dalam bentuk non struktural, diantaranya seperti menghindari wilayah bencana
dengan cara membangun menjauhi lokasi bencana yang dapat diketahui melalui
perencanaan tata ruang dan wilayah serta dengan memberdayakan masyarakat dan
peme Sementara itu upaya untuk memperkuat pemerintah daerah dalam kegiatan
sebelum/pra bencana dapat dilakukan melalui perkuatan unit/lembaga yang telah
ada dan pelatihan kepada aparatnya serta melakukan koordinasi dengan lembaga
antar daerah maupun dengan tingkat nasional, mengingat bencana tidak mengenal
wilayah administrasi, sehingga setiap daerah memiliki rencana penanggulangan
bencana yang potensial di wilayahnya.
Hal yang perlu dipersiapkan, diperhatikan dan dilakukan bersama-sama oleh
pemerintahan, swasta maupun masyarakat dalam mitigasi bencana, antara lain:
1. Kebijakan yang mengatur tentang pengelolaan kebencanaan atau
mendukung usaha preventif kebencanaan seperti kebijakan tataguna tanah
agar tidak membangun di lokasi yang rawan bencana;
2. Kelembagaan pemerintah yang menangani kebencanaan, yang kegiatannya
mulai dari identifikasi daerah rawan bencana, penghitungan perkiraan
dampak yang ditimbulkan oleh bencana, perencanaan penanggulangan
bencana, hingga penyelenggaraan kegiatan-kegiatan yang sifatnya preventif
kebencanaan;

3. Indentifikasi lembaga-lembaga yang muncul dari inisiatif masyarakat yang
sifatnya menangani kebencanaan, agar dapat terwujud koordinasi kerja yang
baik;
4. Pelaksanaan program atau tindakan ril dari pemerintah yang merupakan
pelaksanaan dari kebijakan yang ada, yang bersifat preventif kebencanaan;
5. Meningkatkan pengetahuan pada masyarakat tentang ciri-ciri alam setempat
yang memberikan indikasi akan adanya ancaman bencana.


Upaya penanggulangan bencana tanah longsor

Upaya menghindari dan menanggulangi bencana tanah longsor dapat
dilakukan dengan dua tahap, yaitu tahap preventif dan tahapbencana.
1) Tahap preventif
Tahap preventif atau tahap awal merupakan langkah
u t a m a dalam mengurangi kerugian yang diakibatkan oleh bencana
t a n a h longsor.
Upaya-upaya tersebut antara lain sebagai berikut.
a. Mengidentifikasi daerah rawan tanah longsor.
b. P e n y u l u h a n p e n c e g a h a n d a n p e n a n g g u l a n g a n b e n c a n a
a l a m terutama mengenai tanah longsor.
c. Melakukan pemantauan terhadap daerah rawan longsor untuk
mengidentifikasi gejala kemungkinan terjadinya longsor.
d. P e n g e m b a n g a n d a n p e n y e m p u r n a a n p e n g e l o l a a n d a l a m
u p a y a penanggulangan bencana tanah longsor.
e. Perencanaan pengembangan sistem peringatan dini.
f. Mengembangkan pola pengelolaan lahan yang baik.
g. H i n d a r i b e r m u k i m d a n m e n d i r i k a n b a n g u n a n d i t e p i
l e m b a h sungai yang terjal.

2). Tahap bencana

Bencana terjadi tidak dapat diprediksi secara tepat.
T i n d a k a n yang harus dilakukan ketika bencana tanah longsor terjadi,
antaralain sebagai berikut
a) Menyelamatkan warga yang tertimpa musibah.
b) Mendirikan pusat pengendalian terutama bagi korban
t a n a h longsor.
c) Evakuasi korban ke tempat yang lebih aman.
d) Dirikan dapur umum, pos kesehatan, dan penyediaan air bersih.
e) Pencegahan terjadinya wabah penyakit.
f) Evaluasi, konsultasi, dan penyuluhan.

Daftar pustaka

PROSEDUR TETAP PELAYANAN MEDIK PENANGGULANGAN BENCANA
Disusun Oleh : Ahmad Kholid, S.Kep., Ns
Tinjauan Penanggulangan Krisis Kesehatan Akibat bencana PPK Kemenkes RI.
iwandahnial.les.wordpress.com/03/06/2009)
www.anneahira.com
Hasil Survey Lapangan Bappenas dan tim, Juni-Juli 2005