LAPORAN PENDAHULUAN TENTANG DEMAM DAN KE

8

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEMAM
1. Pengertian
Demam adalah keadaan suhu tubuh di atas suhu normal, yaitu suhu
tubuh di atas 38º Celsius (Ismoedijanto, 2016). Demam didefinisikan
sebagai

suatu

bentuk

sistem

pertahanan

non


spesifik

yang

menyebabkan perubahan mekanisme pengaturan suhu tubuh yang
mengakibatkan kenaikan suhu tubuh diatas normal sebagai akibat dari
perubahan pusat termoregulasi yang terletak dalam hipotalamus
anterior (Engel, 2008).
Demam

adalah

salah

satu

keluhan

yang


paling

sering

dikemukakan, yang terdapat pada berbagai penyakit baik infeksi
maupun non infeksi. Pada tiap keluhan demam perlu ditanya berapa
lama demam berlangsung.

Demam yang telah berlangsung 5 hari

kemudian menurun mungkin ke demam dengue; demam yang telah
berlangsung 7 hari atau lebih mengingatkan kita pada demam tifoid
(Engel, 2008).
Peningkatan suhu pada bayi dan anak kecil daripada anak-anak
yang lebih besar dan orang dewasa di akibatkan oleh faktor lingkungan
dan infeksi minor relatif. Pada sebagian besar kasus, peningkatan suhu

9

mengakibatkan demam dan merupakan salah satu manifestasi paling

umum penyakit pada anak yang masih kecil (Engel, 2008). Suhu
tubuh adalah suhu visera, hati, otak, yang dapat diukur lewat oral,
rektal, dan aksila.
rendahnya suhu tubuh.

Cara pengukuran suhu menentukan tinggi
Pengukuran suhu melalui mulut dilakukan

dengan mengambil suhu pada mulut (mengulum termometer dilakukan
pada anak yang sudah kooperatif), hasilnya hampir sama dengan suhu
dubur, namun bisa lebih rendah bila frekuensi napas cepat untuk anak
di bawah 2 tahun. Termometer masuk ke dalam dubur sedalam 2 - 3
cm dan kedua pantat dikatupkan, pengukuran dilakukan selama 3
menit. Suhu yang terukur adalah suhu tubuh yang mendekati suhu
yang sesungguhnya (core temperature). Dikatakan demam bila suhu
di atas 38℃ . Pengukuran suhu melalui ketiak (axilar) hanya dapat
dilakukan pada anak besar mempunyai daerah aksila cukup lebar, pada
anak kecil ketiaknya sempit sehingga terpengaruh suhu luar. Pastikan
puncak ujung termometer tepat pada tengah aksila dan pengukuran
dilakukan selama 5 menit. Hasil pengukuran aksila akan lebih rendah

0,5-1,0℃ dibandingkan dengan hasil pengukuran melalui dubur.
Pengukuran suhu dengan cara meraba kulit, daerah yang diraba adalah
daerah yang pembuluh darahnya banyak seperti di daerah pipi, dahi,
tengkuk. Meskipun cara ini kurang akurat (tergantung kondisi tangan
ibu), namun perabaan ibu cukup bisa dipercaya dan digunakan sebagai

10

tanda demam pada program MTBS (Manajemen Terpadu Balita Sakit
) (Ismoedijanto, 2016).
2. Pengaturan suhu tubuh
Suhu adalah hasil produksi metabolisme tubuh yang diperlukan
untuk kelancaran aliran darah dan menjaga agar reaksi kimia tubuh
dapat berjalan baik (enzim hanya bekerja pada suhu tertentu). Sebagai
makhluk yang homeotermik, anak selalu berusaha mengatur suhu
tubuhnya. Suhu tubuh diatur oleh suatu mekanisme yang menyangkut
susunan saraf, biokimia, dan hormonal.

Suhu diatur di dalam


hipotalamus (Ismoedijanto, 2016).
Beberapa faktor lain yang mempengaruhi suhu tubuh anak
Faktor
Aktivitas berlebihan

Dampak
Dapat meningkatkan suhu tubuh
sementara
Stress, menangis
Meningkatkan suhu tubuh
Variasi dijurnal
Suhu tubuh lebih rendah antara
pukul 1:00 dan 4:00 dini hari, dan
paling tinggi antara pukul 16:00 dan
18:00
Lingkungan, termasuk pakaian, Suhu tubuh dapat bervariasi sesuai
bedong bayi, dan kelambu
suhu ruangan, jumlah dan jenis
pakaian
Agens farmakologik (relaksan Menurunkan suhu tubuh

otot,
agens
vasodilator
anestetik
(Sigalingging, 2012)
3. Penyebab Demam
Demam merupakan akibat kenaikan set point (oleh sebab infeksi)
atau oleh adanya ketidakseimbangan antara produksi panas dan

11

pengeluarannya. Demam pada infeksi terjadi akibat mikro organisme
merangsang makrofag atau PMN membentuk PE (faktor pirogen
endogenik) seperti IL-1, IL-6, TNF (tumuor necrosis factor), dan IFN
(interferon). Zat ini bekerja pada hipotalamus dengan bantuan enzim
cyclooxygenase pembentuk prostaglandin.
Prostaglandin yang meningkatkan set point hipotalamus.

Pada


keadaan lain, misalnya pada tumor, penyakit darah dan keganasaan,
penyakit kolagen, penyakit metabolik, sumber pelepasan PE bukan
dari PMN tapi dari tempat lain.

Kemampuan anak untuk beraksi

terhadap infeksi dengan timbulnya manifestasi klinis demam sangat
tergantung pada umur.

Semakin muda usia bayi, semakin kecil

kemampuan untuk merubah set-point dan memproduksi panas. Bayi
kecil sering terkena infeksi berat tanpa disertai dengan gejala demam
(Ismoedijanto, 2016) .
4. Klasifikasi Demam
a. Menurut Ismoedijanto 2016, Klasifikasi berdasarkan lama demam
pada anak dibagi menjadi:
1) Demam kurang 7 hari (demam pendek) dengan tanda lokal
yang jelas, diagnosis etiologik dapat ditegakkan secara
anamnestik, pemeriksaan fisis, dengan atau tanpa bantuan

laboratorium, misalnya tonsilitis akut.
2) Demam lebih dari 7 hari, tanpa tanda lokal, diagnosis etiologik
tidak dapat ditegakkan dengan amannesis, pemeriksaan fisis,

12

namun dapat ditelusuri dengan tes laboratorium, misalnya
demam tifoid.
3) Demam yang tidak diketahui penyebabnya, sebagian terbesar
adalah sindrom virus.
b. Menurut Nurarif, Huda & Kusuma (2013) mengemukakan
klasifikasi berdasarkan tipe demam adalah
1) Demam septik
Suhu badan berangsur naik ke tingkat yang tinggi sekali pada
malam hari dan turun kembali ke tingkat diatas normal pada
pagi hari. Sering disertai keluhan menggigil dan berkeringat.
Bila demam yang tinggi tersebut turun ke tingkat yang normal
dinamakan juga demam hektik.
2) Demam remiten
Suhu badan dapat turun setiap hari tetapi tidak pernah mencapai

suhu badan normal.

Penyebab suhu yang mungkin tercatat

dapat mencapai dua derajat dan tidak sebesar perbedaan suhu
yang dicatat demam septik.
3) Demam intermiten
Suhu badan turun ke tingkat yang normal selama beberapa jam
dalam satu hari. Bila demam seperti ini terjadi dalam dua hari
sekali disebut tersiana dan bila terjadi dua hari terbebas demam
diantara dua serangan disebut kuartana.
4) Demam kontinyu

13

Variasi suhu sepanjang hari tidak berbeda lebih dari satu
derajat. Pada tingkat demam yang terus menerus tinggi sekali
disebut hiperpireksia.
5) Demam siklik
Terjadi kenaikan suhu badan selam beberapa hari yang

diikuti oleh beberapa periode bebas demam untuk beberapa hari
yang kemudian diikuti oleh kenaikan suhu seperti semula.
Suatu tipe demam kadang-kadang dikaitkan dengan suatu
penyakit tertentu misalnya tipe demam intermiten untuk
malaria.

Seorang pasien dengan keluhan demam mungkin

dapat dihubungkan segera dengan suatu sebab yang jelas
seperti: abses, pneumonia, infeksi saluran kencing, malaria,
tetapi kadang sama sekali tidak dapat dihubungkan segera
dengan suatu sebab yang jelas. Dalam praktek 90% dari pasien
dengan demam yang baru saja dialami, pada dasarnya
merupakan suatu penyakit yang self-limiting seperti influenza
atau penyakit virus sejenis lainnya. Namun hal ini tidak berarti
kita tidak harus tetap waspada terhadap infeksi bakterial.
5. Menurut Nurarif, Huda & Kusuma (2013) mengemukakan Tanda
Gejala Demam
a. Anak rewel (suhu lebih tinggi dari 37,5-40 ℃ )
b. Kulit kemerahan

c. Hangat pada sentuhan

14

d. Peningkatan frekuensi pernafasan
e. Menggigil
f. Dehidrasi
g. Kehilangan nafsu makan
6. Patofisiologi Demam
Sebagai respons terhadap rangsangan pirogenik, maka monosit,
makrofag, dan sel-sel kupffer mengeluarkan suatu zat kimia yang
dikenal sebagai pirogen endogen (IL-1, IL-6, TNFα, dan interferon)
yang

bekerja

pada

pusat

termoregulasi

hipotalamus

untuk

meningkatkan patokan termostat. Hipotalamus mempertahankan suhu
di titik patokan yang baru dan bukan di suhui tubuh normal. Sebagai
contoh, pirogen endogen meningkatkan titik patokan menjadi 38,9 ℃ ,
hipotalamus merasa bahwa suhu normal prademam sebesar 37 ℃
terlalu dingin, dan organ ini memicu mekanisme –mekanisme respon
dingin untuk meningkatkan suhu tubuh (Atiq, 2009).
Berbagai laporan penelitian memperlihatkan bahwa peningkatan suhu
tubuh berhubungan langsung dengan tingkat sitokin pirogen yang
diproduksi untuk mengatasi berbagai rangsang. Rangsangan eksogen
seperti eksotoksin dan endotoksin menginduksi leukosit untuk
mengeluarkan pirogen endogen, dan yang poten diantaranya adalah IL1 dan TNFα, selain IL-6 dan interferon (IFN). Pirogen endogen ini
akan bekerja pada sistem syaraf pusat pada tingkar Organum
Vasculosum Laminae Terminalis (OVLT) yang dikelilingi oleh bagian

15

medial dan lateral nucleus preoptik, hipotalamu anterior dan septum
polusolum. Sebagai respons terhadap sitokin tersebut maka pada
OVLT terjadi sintesis prostaglandin, terutama prostaglandin E2
melalui metabolisme asam arakidonat jalur siklooksigenase 2 (COX2), dan menimbulkan peningkatan suhu tubuh terutama demam (Atiq,
2009)
B. Konsep Penyakit Kejang Demam
1. Pengertian
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan
suhu tubuh (suhu mencapai >380C).

Kejang demam dapat terjadi

karena proses intracranial maupun ekstrakranial.

Kejang demam

terjadi pada 2-4% populasi anak berumur 6 bulan sampai dengan 5
tahun (Nurarif, Huda & Kusuma, 2013). Fishman (2007) beragumen
bahwa kejang demam terjadi pada 2 - 4% anak usia di bawah 6 tahun.
Kriteria diagnostik mencakup : kejang pertama yang dialami oleh anak
berkaitan dengan suhu yang lebih tinggi dari pada 38°C; anak berusia
kurang dari 6 tahun; tidak ada tanda infeksi atau peradangan susunan
saraf pusat; anak tidak menderita gangguan metabolik sistemik akut.
Kejang demam bersifat dependen usia, biasanya terjadi pada anak
berusia antara 9 dan 20 bulan; kejang jarang dimulai sebelum usia 6
bulan.

Kejang demam ditimbulkan oleh demam dan cenderung

muncul pada saat awal-awal demam. Penyebab yang paling sering
adalah ispa. Kejang ini akan kejang umum dengan pergerakan klonik

16

selama kurang dari 10 menit. Sistem syaraf pusat normal dan tidak
ada tanda-tanda defisit neurologis pada saat serangan telah
menghilang. Sekitar 1/3 anak akan mengalami kejang demam kembali
jika terjadi demam, tetapi sangat jarang yang mengalami kejang
demam setelah usia 6 tahun
Jadi kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada
kenaikan suhu tubuh (suhu mencapai >380C) karena proses intracranial
maupun ekstrakranial pada 2 - 4% anak usia di bawah 6 tahun yang di
sebabkan paling sering adalah ISPA dan kejang ini adalah kejang
umum dengan pergerakan klonik selama kurang dari 10 menit.
2. Penyebab
Penyebab kejang demam belum dapat dipastikan. Pada sebagian
besar anak, tingginya suhu tubuh, bukan kecepatan kenaikan suhu
tubuh, menjadi faktor pencetus serangan kejang demam. Biasanya
suhu demam lebih dari 38°C dan terjadi saat suhu tubuh naik dan
bukan pada saat setelah terjadinya kenaikan suhu yang lama. (Wong,
2008).
Penyebab demam itu sendiri disebabkan oleh:
a. Demam yang disebabkan oleh infeksi saluran pernapasan atas,
otitis media, pneumonia, gastroentritis, dan infeksi saluran kemih,
kejang tidak selalu timbul pada suhu yang tinggi.
b. Efek produk toksik pada mikroorganisme
c. Respon alergik atau keadaan umum yang abnormal oleh infeksi.

17

d. Perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit.
e. Ensefalitis viral ( radang otak akibat virus ) yang ringan, yang tidak
diketahui atau enselofali toksik sepintas.
3. Klasifikasi Kejang Demam
Kejang yang merupakan pergerakan abnormal atau perubahan
tonus badan dan tungkai dapat diklasifikasikan menjadi 2 bagian yaitu;
kejang parsial sederhana dan kejang parsial kompleks.
a.

Kejang parsial sederhana
Kesadaran tidak terganggu dapat mencakup satu atau dua hal
sebagai berikut;
1) Tanda-tanda motoris; kedutan pada wajah, tangan atau salah
satu sisi tubuh; umumnya gerakan setiap kejang sama
2) Tanda atau gejala otonomik; muntah, berkeringat, muka
merah, dilatasi pupil.
3)

Gejala sematosensoris atau sensoris khusus; mendengar
musik, merasa seakan jatuh dari udara, parestesia.

4) Gejala psikik; dejavu, rasa takut, visi panoramik.
b. Kejang parsial kompleks
Terdapat gangguan kesadaran, walaupun pada awalnya
sebagai kejang parsial simpleks. Dapat mencangkup otomatisme
atau gerakan otomatik; mengecap-ecapkan bibir, mengunyah,
gerakan mencongkel yang berulang-ulang pada tangan, dan

18

gerakan tangan lainnya. Dapat tanpa otomatisme tatapan terpaku
(Betz & Sowden, 2002)
4. Patofisiologis
Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi
dipecah menjadi CO2 dan air.

Sel dikelilingi oleh membran yang

terdiri dari permukaan dalam yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu
ionik.

Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui

dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion
natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl–).
Akibatnya konsentrasi ion K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi
Na+ rendah, sedang di luar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya.
Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel,
maka terdapat perbedaan potensial membran yang disebut potensial
membran dari neuron.

Untuk menjaga keseimbangan potensial

membran diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K ATP-ase yang
terdapat pada permukaan sel. Keseimbangan potensial membran ini
dapat diubah oleh :
a. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraselular
b. Rangsangan yang datang mendadak misalnya mekanisme, kimiawi
atau aliran listrik dari sekitarnya
c. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau
keturunan

19

Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan
kenaikan metabolisme basal 10-15 % dan kebutuhan oksigen akan
meningkat 20%. Pada anak 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65 % dari
seluruh tubuh dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15 %.
Oleh karena itu kenaikan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan
dari membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi
dari ion kalium maupun ion natrium akibat terjadinya lepas muatan
listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat
meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel sekitarnya dengan
bantuan “neurotransmitter” dan terjadi kejang. Kejang demam yang
berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai apnea,
meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot
skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat
disebabkan oleh metabolisme anerobik, hipotensi artenal disertai
denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh meningkat yang
disebabkan makin meningkatnya aktifitas otot dan mengakibatkan
metabolisme otak meningkat.
5. Komplikasi
Gangguan-gangguan yang dapat terjadi akibat dari kejang demam anak
antara lain :

20

a. Kejang Demam Berulang.
Kejang demam berulang adalah kejang demam yang timbul pada
lebih dari satu episode demam. Beberapa hal yang merupakan
faktor risiko berulangnya kejang demam yaitu :
1) Usia anak < 15 bulan pada saat kejang demam pertama
2) Riwayat kejang demam dalam keluarga
3) Kejang demam terjadi segera setelah mulai demam
4) Riwayat demam yang sering
5) Kejang demam pertama merupakan kejang demam kompleks.
Berdasarkan penelitian kohort prospektif yang dilakukan Bahtera,
T., dkk (2009) di RSUP dr. Kariadi Semarang, dimana subjek
penelitian adalah penderita kejang demam pertama yang berusia 2
bulan - 6 tahun, kemudian selama 18 bulan diamati.

Subjek

penelitian berjumlah 148 orang. Lima puluh enam anak (37,84%)
mengalami bangkitan kejang demam berulang.
b. Kerusakan Neuron Otak.
Kejang yang berlangsung lama (>15 menit) biasanya disertai
dengan apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk
kontraksi

otot

yang

akhirnya

menyebabkan

hipoksemia,

hiperkapnia, asidosis laktat karena metabolisme anaerobik,
hipotensi arterial, denyut jantung yang tak teratur, serta suhu
tubuh yang makin meningkat sejalan dengan meningkatnya
aktivitas otot sehingga meningkatkan metabolisme otak. Proses

21

di atas merupakan faktor penyebab terjadinya kerusakan neuron
otak selama berlangsung kejang lama. Faktor terpenting adalah
gangguan peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia sehingga
meningkatkan permeabilitas kapiler dan timbul edema otak
yang mengakibatkan kerusakan neuron otak.
c. Retardasi Mental, terjadi akibat kerusakan otak yang parah dan
tidak mendapatkan pengobatan yang adekuat.
d. Epilepsi, terjadi karena kerusakan pada daerah medial lobus
temporalis setelah mendapat serangan kejang yang berlangsung
lama. Ada 3 faktor risiko yang menyebabkan kejang demam
menjadi epilepsi dikemudian hari, yaitu :
1) Riwayat epilepsi pada orangtua atau saudara kandung.
2) Kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas sebelum
kejang demam pertama.
3) Kejang demam pertama merupakan kejang demam kompleks.
Menurut American National Collaborative Perinatal Project,
1,6% dari semua anak yang menderita kejang demam akan
berkembang menjadi epilepsi, 10% dari semua anak yang
menderita kejang demam yang mempunyai dua atau tiga faktor
risiko di atas akan berkembang menjadi epilepsi.
e. Hemiparesis, yaitu kelumpuhan atau kelemahan otot-otot lengan,
tungkai serta wajah pada salah satu sisi tubuh. Biasanya terjadi
pada penderita yang mengalami kejang lama (kejang demam

22

kompleks). Mula-mula kelumpuhan bersifat flaksid, setelah 2
minggu timbul spasitas.
6. Pemeriksaan Penunjang
Beberapa pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien dengan
kejang demam adalah meliputi:
a. Elektro encephalograft (EEG)
Untuk pemeriksaan ini dirasa kurang mempunyai nilai prognostik.v
EEG

abnormal

tidak

dapat

digunakan

untuk

menduga

kemungkinan terjadinya epilepsi atau kejang demam yang berulang
dikemudian hari. Saat ini pemeriksaan EEG tidak lagi dianjurkan
untuk pasien kejang demam yang sederhana.

Pemeriksaan

laboratorium rutin tidak dianjurkan dan dikerjakan untuk
mengevaluasi sumber infeksi.
b.

Pemeriksaan cairan cerebrospinal
Hal ini dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan adanya
meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang pertama.
Pada bayi yang masih kecil seringkali gejala meningitis tidak jelas
sehingga harus dilakukan lumbal pungsi pada bayi yang berumur
kurang dari 6 bulan dan dianjurkan untuk yang berumur kurang
dari 18 bulan.

c. Darah
1) Glukosa Darah : Hipoglikemia merupakan predisposisi kejang
(N < 200 mq/dl)

23

2) BUN : Peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan
merupakan indikasi nepro toksik akibat dari pemberian obat.
3)

Elektrolit : K, Na
Ketidakseimbangan elektrolit merupakan predisposisi kejang
Kalium ( N 3,80 – 5,00 meq/dl )
Natrium ( N 135 – 144 meq/dl )

d. Cairan Cerebo Spinal : Mendeteksi tekanan abnormal dari CCS
tanda infeksi, pendarahan penyebab kejang.
e. Skull Ray :Untuk mengidentifikasi adanya proses desak ruang dan
adanya lesi
f. Tansiluminasi

: Suatu cara yang dikerjakan pada bayi dengan

UUB masih terbuka (di bawah 2 tahun) di kamar gelap dengan
lampu khusus untuk transiluminasi kepala.
7. Penatalaksanaan
Pada penatalaksanaan kejang demam ada 3 hal yang perlu dilakukan
yaitu :
a. Pengobatan fase akut
Sering kali kejang berhenti sendiri.

Pada waktu kejang anak

dimiringkan untuk mencegah inspirasi ludah atau muntahan. Jalan
nafas harus bebas agar oksigenasi terjamin. Perhatikan keadaan
vital seperti kesadaran, tekanan darah, suhu, pernafasan dan fungsi
jantung. Suhu tubuh tinggi diturunkan dengan kompres air hangat
dan pemberian antipiretik.

24

Obat yang paling cepat menghentikan kejang adalah diazepam
yang diberikan intravena atau intrarektal. Dosis diazepam intravena
0,3-0,5 mg/kg/BB dengan kecepatan 1-2 mg/menit dengan dosis
maksimal 20mg, bila kejang berhenti sebelum diazepam habis,
hentikan penyuntikan, tunggu sebentar, dan bila tidak timbul
kejang lagi jarum dicabut. Bila diazepam intravena tidak tersedia
atau pemberiannya sulit digunakan diazepam intrarektal 5mg
(BB 10 kg).
b. Mencari dan mengobati penyebab
Penyebab kejang demam adalah infeksi respiratorius bagian atas
dan ostitis media akut. Pemberian antibiotik yang adekuat untuk
mengobati penyakit tersebut. Pada pasien yang diketahui kejang
lama pemeriksaan lebih intensif seperti fungsi lumbal, kalium,
magnesium, kalsium, natrium dan faal hati. Bila perlu rontgen foto
tengkorak, EEG, ensefalografi, dll.
c. Pengobatan dirumah
Pengobatan dirumah dibagi menjadi 2 golongan yaitu :\
1) Profilaksis intermitten
Untuk mencegah terulangnya kejang kemudian hari diberikan
obat campuran anti konvulsi dan antipiretik yang harus
diberikan pada anak bila menderita demam lagi. Profilaksis ini
diberikan sampai kemungkinan sangat kecil saat mendapat

25

kejang demam sederhana yaitu kira-kira sampai anak umur 4
tahun.
2) Profilaksis jangka panjang
Profilaksis

jangka panajng digunakan untuk mencegah

berulangnya

kejang

demam

yang

dapat

menyebabkan

kerusakan otak tapi tidak dapat mencegah epilepsy dikemudian
hari (Mansjoer, 2000)
C. Konsep Masalah Keperawatan Hipertermi
1. Pengertian
Menurut Potter & Perry (2010), Hipertermi adalah peningkatan
suhu tubuh yang berhubungan dengan ketidakmampuan tubuh
menghilangkan panas ataupun mengurangi produksi panas. Hipertermi
terjadi karena adanya ketidakmampuan mekanisme kehilangan panas
yang berlebihan sehingga terjadi peningkatan suhu tubuh.
Menurut Herdman (2012), Hipertermi adalah peningkatan suhu
tubuh diatas kisaran normal.
2. Batasan Karakteristik
Menurut Herdman ( 2012), Batasan karakteristik hipertermi adalah
a. Konvulsi
b. Kulit kemerahan
c. Peningkatan suhu tubuh di atas kisaran normal
d. Kejang
e. Takikardia

26

f. Takipnea
g. Kulit terasa hangat
3. Faktor yang berhubungan
Menurut Herdman (2012), faktor yang berhubungan dengan masalah
hipertermi yaitu
a.

Anestesia

b.

Penurunan perspirasi

c.

Dehidrasi

d.

Pemajanan lingkungan yang panas

e.

Penyakit

f.

Pemakaian pakaian yang tidak sesuai dengan suhu lingkungan

g.

Peningkatan laju metabolisme

h.

Medikasi

i.

Trauma

j.

Aktivitas berlebihan

4. Perencanaan masalah hipertermia
Menurut Bulechek, Butcher, Dochterman, & Wagner (2016), Rencana
Asuhan Keperawatan pada Masalah Hipertermi yaitu

27

N
o
1.

Diagnosa
keperawata
n
Hipertermia

NOC
Termoregulasi
Indikator
IR ER
a. Temperatur
tubuh sesuai
yang
di
harapkan
b. Tidak ada
sakit kepala
c. Berkeringat
saat
kepanasan
d. Menggigil
saat
kedinginan
e. Denyut nadi
sesuai yang
diharapkan
f. Pernafasan
sesuai yang
diharapkan
g. Melaporkan
kenyamanan
suhu tubuh
Keterangan :
1. Keluhan ekstrim
2. Keluhan berat
3. Keluhan sedang
4. Keluhan ringan
5. Tidak ada keluhan

NIC
Fever Treatment
1) Monitor suhu paling
tidak setiap 2 jam,
sesuai kebutuhan
2) Monitor suhu dan
warna kulit
3) Informasikan pasien
mengenai
indikasi
adanya
kelelahan
akibat panas dan
penanganan
emergensi yang tepat,
sesuai kebutuhan
4) Berikan
medikasi
yang tepat untuk
mencegah
atau
mengkontrol
menggigil
5) Berikan pengobatan
antipiretik,
sesuai
kebutuhan
6) Lakukan water tapid
sponge
7) Selimuti pasien
8) Kompres pasien pada
lipat paha dan aksila