pemeriksaan imunologi semester ii 1

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Selama beberapa waktu, sifilis telah keluar dari pandangan, pikiran, dan memori,
Tetapi insiden di dunia Barat sekarang telah bangkit lagi dan bisa sekali lagi menjadi
masalah kesehatan utama. Perubahan ini telah mengikuti jumlah meningkat pesat manusia
Immunodeficiency Virus (HIV) positif di seluruh dunia, bersama dengan kedatangan
wisatawan kesehatan, ekonomi migran, pencari suaka, dan ketersediaan mudah murah
perjalanan.
Sama seperti sifilis tetapi menghilang sebagai sebuah entitas dalam memori kerja
besar sebagian dokter anestesi, maka tiba-tiba muncul kembali sebagai kondisi yang ada
pada wanita menyajikan operasi untuk SC. Gambar 1 menunjukkan perubahan kejadian
sifilis di Inggris selama 10 tahun terakhir. Tinjauan ulang ini dimaksudkan
menginformasikan untuk dokter anestesi merawat wanita dengansifilis.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1

Apa yang dimaksud dengan sifilis?

1.2.2


Bagaimana etiologi dari sifilis?

1.2.3

Apa patofisiologi dari sifilis?

1.2.4

Bagaimana tanda dan gejala sifilis?

1.2.5

Bagaimana klasifikasi dari sifilis?

1.2.6

Bagaimana cara penularan dari sifilis itu?

1.2.7


Bagaimana diagnosis dari sifilis ?

1.2.8

Apa saja penatalaksanaan dan terapi sifilis?

1. Sifilis

1.3. Tujuan
1.3.1

Untuk mengetahui definisi sifilis

1.3.2

Untuk mengetahui etiologi dari sifilis

1.3.3

Untuk mengetahui patofisiologi dari sifilis


1.3.4

Untuk mengetahui tanda dan gejala sifilis

1.3.5

Untuk mengetahui klasifikasi sifilis

1.3.6

Untuk mengetahui cara penularan dari sifilis

1.3.7

Untuk mengetahui diagnosis dari sifilis

1.3.8

Untuk mengetahui penatalaksanaan dan terapi dari sifilis


2. Sifilis

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Sifilis
Penyakit Sifilis merupakan salah satu penyakit menular seksual (PMS). Lesi sifilis bias
terlihat jelas ataupun tidak terlihat dengan jelas. Penampakan lesi bisa dipastikan hampir
seluruhnya terjadi karena hubungan seksual. Penyakit ini bisa menular jika ia melakukan
hubungan seksual dengan wanita lainnya. Namun tidak hanya sebatas itu, seorang ibu yang
sedang hamil yang telah tertular penyakit ini bisa menularkannya kepada janinnya. Sifilis
juga dapat diartikan sebagai penyakit infeksi yang disebabkan oleh Treponema pallidum,
merupakan peyakit kronis dan dapat menyerang seluruh organ tubuh dan dapat ditularkan
pada bayi di dalam kandungan melalui plasenta.
Efek sipilis pada kehamilan dan janin tergantung pada lamanya infeksi tersebut terjadi,
dan pada pengobatannya. Jika segera diobati dengan baik, maka ibu akan melahirkan bayinya
dengan keadaan sehat. Tetapi sebaliknya jika tidak segera diobati akan menyebabkan abortus
dan partus prematurus dengan bayi meninggal di dalam rahim atau menyebabkan sipilis
kongenital. Sifilis Kongenital terjadi pada bulan ke-4 kehamilan.
Apabila sifilis terjadi pada kehamilan tua, maka plasenta memberi perlindungan terhadap

janin sehingga bayi dapat dilahirkan dengan sehat. Dan apabila infeksi sifilis terjadi sebelum
pembentukan plasenta maka harus dilakukan pengobatan dengan segera, sehingga
kemungkinan infeksi pada janin dapat dicegah.
2.2 Etiologi Sifilis
Penyebab infeksi sifilis yaitu Treponema pallidum. Treponema pallidum merupakan salah
satu bakteri spirochaeta. Bakteri ini berbentuk spiral. Terdapat empat subspecies yang sudah
ditemukan, yaitu Treponema pallidum pallidum, Treponema pallidum pertenue, Treponema
pallidum carateum, dan Treponema pallidum endemicum.
Treponema pallidum pallidum merupakan spirochaeta yang bersifat motile yang
umumnya menginfeksi melalui kontak seksual langsung, masuk ke dalam tubuh inang
melalui celah di antara sel epitel. Organisme ini juga dapat menyebabkan sifilis. ditularkan
kepada janin melalui jalur transplasental selama masa-masa akhir kehamilan.
3. Sifilis

Struktur tubuhnya yang berupa heliks memungkinkan Treponema pallidum pallidum
bergerak dengan pola gerakan yang khas untuk bergerak di dalam medium kental seperti
lender (mucus). Dengan demikian organisme ini dapat mengakses sampai ke sistem
peredaran darah dan getah bening inang melalui jaringan dan membran mucosa.
2.3 Patofisiologi Sifilis
Perjalanan penyakit ini cenderung kronis dan bersifat sistemik. Hampir semua alat tubuh

dapat diserang, termasuk sistem kardiovaskuler dan saraf. Selain itu wanita hamil yang
menderita sifilis dapat menularkan penyakitnya ke janin sehingga menyebabkan sifilis
kongenital yang dapat menyababkan kelainan bawaan atau bahkan kematian. Jika cepat
terdeteksi dan diobati, sifilis dapat disembuhkan dengan antibiotika. Tetapi jika tidak diobati,
sifilis dapat berkembang ke fase selanjutnya dan meluas ke bagian tubuh lain di luar alat
kelamin.
2.4 Tanda dan Gejala Sifilis
Gejala biasanya mulai timbul dalam waktu 1-13 minggu setelah terinfeksi rata-rata 3-4
minggu. Infeksi bisa menetap selama bertahun-tahun dan jarang menyebabkan kerusakan
jantung, kerusakan otak maupun kematian. Infeksi oleh Treponema pallidum berkembang
melalui 4 tahapan:
a. Fase Primer.
Terbentuk luka atau ulkus yang tidak nyeri (cangker) pada tempat yang terinfeksi;
yang tersering adalah pada penis, vulva atau vagina. Cangker juga bisa ditemukan di
anus, rektum, bibir, lidah, tenggorokan, leher rahim, jari-jari tangan atau bagian tubuh
lainnya. Biasanya penderita hanya memiliki1 ulkus, tetapi kadang-kadang terbentuk
beberapa ulkus. Cangker berawal sebagai suatu daerah penonjolan kecil yang dengan
segera akan berubah menjadi suatu ulkus (luka terbuka), tanpa disertai nyeri. Luka
tersebut tidak mengeluarkan darah, tetapi jika digaruk akan mengeluarkan cairan jernih
yang sangat menular. Kelenjar getah bening terdekat biasanya akan membesar, juga tanpa

disertai nyeri. Luka tersebut hanya menyebabkan sedikit gejala sehingga seringkali tidak

4. Sifilis

dihiraukan. Luka biasanya membaik dalam waktu 3-12 minggu dan sesudahnya penderita
tampak sehat secara keseluruhan.
b. Fase Sekunder.
Fase sekunder biasanya dimulai dengan suatu ruam kulit, yang muncul dalam
waktu 6-12 minggu setelah terinfeksi. Ruam ini bisa berlangsung hanya sebentar atau
selama beberapa bulan. Meskipun tidak diobati, ruam ini akan menghilang. Tetapi
beberapa minggu atau bulan kemudian akan muncul ruam yang baru.
Pada fase sekunder sering ditemukan luka di mulut. Sekitar 50% penderita
memiliki pembesaran kelenjar getah bening di seluruh tubuhnya dan sekitar 10%
menderita peradangan mata. Peradangan mata biasanya tidak menimbulkan gejala, tetapi
kadang terjadi pembengkakan saraf mata sehingga penglihatan menjadi kabur.
Sekitar 10% penderita mengalami peradangan pada tulang dan sendi yang disertai nyeri.
Peradangan ginjal bisa menyebabkan bocornya protein ke dalam air kemih. Peradangan
hati bisa menyebabkan sakit kuning (jaundice). Sejumlah kecil penderita mengalami
peradangan pada selaput otak (meningitis sifilitik akut), yang menyebabkan sakit kepala,
kaku kuduk dan ketulian.

Di daerah perbatasan kulit dan selaput lendir serta di daerah kulit yang lembab,
bisa terbentuk daerah yang menonjol (kondiloma lata). Daerah ini sangat infeksius
(menular) dan bisa kembali mendatar serta berubah menjadi pink kusam atau abuabu. Rambut mengalami kerontokan dengan pola tertentu, sehingga pada kulit kepala
tampak gambaran seperti digigit ngengat. Gejala lainnya adalah merasa tidak enak badan
(malaise), kehilangan nafsu makan, mual, lelah, demam dan anemia.
c. Fase Laten
Setelah penderita sembuh dari fase sekunder, penyakit akan memasuki fase laten
dimana tidak nampak gejala sama sekali. Fase ini bisa berlangsung bertahun-tahun atau
berpuluh-puluh tahun atau bahkan sepanjang hidup penderita. Pada awal fase laten
kadang luka yang infeksi kembali muncul .

5. Sifilis

d. Fase Tersier
Pada fase tersier penderita tidak lagi menularkan penyakitnya. Gejala bervariasi
mulai ringan sampai sangat parah. Gejala ini terbagi menjadi 3 kelompok utama :
1) Sifilis tersier jinak
Pada saat ini jarang ditemukan. Benjolan yang disebut gumma muncul di
berbagai organ; tumbuhnya perlahan, menyembuh secara bertahap dan
meninggalkan jaringan parut. Benjolan ini bisa ditemukan di hampir semua

bagian tubuh, tetapi yang paling sering adalah pada kaki dibawah lutut, batang
tubuh bagian atas, wajah dan kulit kepala. Tulang juga bisa terkena,
menyebabkan nyeri menusuk yang sangat dalam yang biasanya semakin
memburuk di malam hari.
2) Sifilis kardiovaskuler
Biasanya muncul 10-25 tahun setelah infeksi awal. Bisa terjadi aneurisma
aorta atau kebocoran katup aorta. Hal ini bisa menyebabkan nyeri dada, gagal
jantung atau kematian.
3) Neurosifilis
Sifilis pada sistem saraf terjadi pada sekitar 5% penderita yang tidak diobati. 3
jenis utama dari neurosifilis adalah neurosifilis meningovaskuler, neurosifilis
paretik dan neurosifilis tabetik.
a. Neurosifilis meningovaskuler.
Merupakan suatu bentuk meningitis kronis. Gejala yang terjadi tergantung
kepada bagian yang terkena, apakah otak saja atau otak dengan medulla
spinalis:
- Jika hanya otak yang terkena akan timbul sakit kepala, pusing,
konsentrasi yang buruk, kelelahan dan kurang tenaga, sulit tidur, kaku
6. Sifilis


kuduk, pandangan kabur, kelainan mental, kejang, pembengkakan saraf
mata (papiledema), kelainan pupil, gangguan berbicara (afasia) dan
kelumpuhan anggota gerak pada separuh badan.
- Jika menyerang otak dan medulla spinalis gejala berupa kesulitan
dalam mengunyah, menelan dan berbicara; kelemahan dan penciutan otot
bahu dan lengan; kelumpuhan disertai kejang otot (paralisa spastis);
ketidakmampuan untuk mengosongkan kandung kemih dan peradangan
sebagian dari medulla spinalis yang menyebabkan hilangnya pengendalian
terhadap kandung kemih serta kelumpuhan mendadak yang terjadi ketika
otot dalam keadaan kendur (paralisa flasid).

b. Neurosifilis paretik.
Juga disebut kelumpuhan menyeluruh pada orang gila. Berawal
secara bertahap sebagai perubahan perilaku pada usia 40-50 tahun. Secara
perlahan mereka mulai mengalami demensia. Gejalanya berupa kejang,
kesulitan dalam berbicara, kelumpuhan separuh badan yang bersifat
sementara, mudah tersinggung, kesulitan dalam berkonsentrasi, kehilangan
ingatan, sakit kepala, sulit tidur, lelah, letargi, kemunduran dalam
kebersihan diri dan kebiasaan berpakaian, perubahan suasana hati, lemah
dan kurang tenaga, depresi, khayalan akan kebesaran dan penurunan

persepsi.
c. Neurosifilis tabetik.
Disebut juga tabes dorsalis. Merupakan suatu penyakit medulla
spinalis yang progresif, yang timbul secara bertahap. Gejala awalnya
berupa nyeri menusuk yang sangat hebat pada tungkai yang hilang-timbul
secara tidak teratur. Penderita berjalan dengan goyah, terutama dalam
7. Sifilis

keadaan gelap dan berjalan dengan kedua tungkai yang terpisah jauh,
kadang sambil mengentakkan kakinya. Penderita tidak dapat merasa ketika
kandung kemihnya penuh sehingga pengendalian terhadap kandung kemih
hilang dan sering mengalami infeksi saluran kemih.
Bisa terjadi impotensi. Bibir, lidah, tangan dan seluruh tubuh
penderita gemetaran. Tulisan tangannya miring dan tidak terbaca. Sebagian
besar penderita berperawakan kurus dengan wajah yang memelas. Mereka
mengalami kejang disertai nyeri di berbagai bagian tubuh, terutama
lambung. Kejang lambung bisa menyebabkan muntah. Kejang yang sama
juga terjadi pada rektum, kandung kemih dan pita suara. Rasa di kaki
penderita berkurang, sehingga bisa terbentuk luka di telapak kakinya. Luka
ini bisa menembus sangat dalam dan pada akhirnya sampai ke tulang di
bawahnya. Karena rasa nyeri sudah hilang, maka sendi penderita bisa
mengalami cedera.

2.5 Klasifikasi Sifilis
Penyakit sifilis memiliki empat stadium yaitu primer, sekunder, laten dan tersier. Tiap
stadium perkembangan memiliki gejala penyakit yang berbeda-beda dan menyerang organ
tubuh yang berbeda-beda pula.
a. Stadium Dini atau I (Primer)
Tiga minggu setelah infeksi, timbul lesi pada tempat masuknya Treponema
pallidum. Lesi pada umumnya hanya satu. Terjadi afek primer berupa penonjolanpenonjolan kecil yang erosif, berkuran 1-2 cm, berbentuk bulat, dasarnya bersih, merah,
kulit disekitarnya tampak meradang, dan bila diraba ada pengerasan. Kelainan ini tidak
nyeri. Dalam beberapa hari, erosi dapat berubah menjadi ulkus berdinding tegak lurus,

8. Sifilis

sedangkan sifat lainnya seperti pada afek primer. Keadaan ini dikenal sebagai ulkus
durum.
Sekitar tiga minggu kemudian terjadi penjalaran ke kelenjar getah bening di
daerah lipat paha. Kelenjar tersebut membesar, padat, kenyal pada perabaan, tidak nyeri,
tunggal dan dapat digerakkan bebas dari sekitarnya. Keadaan ini disebut sebagai sifilis
stadium 1 kompleks primer. Lesi umumnya terdapat pada alat kelamin, dapat pula di
bibir, lidah, tonsil, putting susu, jari dan anus. Tanpa pengobatan, lesi dapat hilang
spontan dalam 4-6 minggu, cepat atau lambatnya bergantung pada besar kecilnya lesi
b. Stadium II (Sekunder)
Pada umumnya bila gejala sifilis stadium II muncul, sifilis stadium I sudah
sembuh. Waktu antara sifilis I dan II umumnya antara 6-8 minggu. Kadang-kadang terjadi
masa transisi, yakni sifilis I masih ada saat timbul gejala stadium II. Sifat yang khas pada
sifilis adalah jarang ada rasa gatal. Gejala konstitusi seperti nyeri kepala, demam,
anoreksia, nyeri pada tulang, dan leher biasanya mendahului, kadang-kadang bersamaan
dengan kelainan pada kulit. Kelainan kulit yang timbul berupa bercak-bercak atau
tonjolan-tonjolan kecil. Tidak terdapat gelembung bernanah. Sifilis stadium II seringkali
disebut sebagai The Greatest Immitator of All Skin Diseases karena bentuk klinisnya
menyerupai banyak sekali kelainan kulit lain. Selain pada kulit, stadium ini juga dapat
mengenai selaput lendir dan kelenjar getah bening di seluruh tubuh.

c. Sifilis Stadium III
Lesi yang khas adalah guma yang dapat terjadi 3-7 tahun setelah infeksi. Guma
umumnya satu, dapat multipel, ukuran milier sampai berdiameter beberapa sentimeter.
Guma dapat timbul pada semua jaringan dan organ, termasuk tulang rawan pada hidung
dan dasar mulut. Guma juga dapat ditemukan pada organ dalam seperti lambung, hati,

9. Sifilis

limpa, paru-paru, testis dll. Kelainan lain berupa nodus di bawah kulit, kemerahan dan
nyeri.
d. Sifilis Tersier
Termasuk dalam kelompok penyakit ini adalah sifilis kardiovaskuler dan
neurosifilis (pada jaringan saraf). Umumnya timbul 10-20 tahun setelah infeksi primer.
Sejumlah 10% penderita sifilis akan mengalami stadium ini. Pria dan orang kulit
berwarna lebih banyak terkena. Kematian karena sifilis terutama disebabkan oleh stadium
ini. Diagnosis pasti sifilis ditegakkan apabila dapat ditemukan Treponema pallidum.
Pemeriksaan dilakukan dengan mikroskop lapangan gelap sampai 3 kali (selama 3 hari
berturut-turut).
Tes serologik untuk sifilis yang klasik umumnya masih negatif pada lesi primer,
dan menjadi positif setelah 1-4 minggu. TSS (tes serologik sifilis) dibagi dua, yaitu
treponemal dan non treponemal. Sebagai antigen pada TSS non spesifik digunakan
ekstrak jaringan, misalnya VDRL, RPR, dan ikatan komplemen Wasserman/Kolmer. TSS
nonspesifik akan menjadi negatif dalam 3-8 bulan setelah pengobatan berhasil sehingga
dapat digunakan untuk menilai keberhasilan pengobatan. Pada TSS spesifik, sebagai
antigen digunakan treponema atau ekstraknya, misalnya Treponema pallidum
hemagglutination assay (TPHA) dan TPI. Walaupun pengobatan diberikan pada stadium
dini, TSS spesifik akan tetap positif, bahkan dapat seumur hidup sehingga lebih
bermakna dalam membantu diagnosis.

2.6 Penularan Sifilis
Sifilis bisa ditularkan atau diturunkan dari seorang ibu kepada anak dalam
kandungannya. Sipilis kongenital, melalui infeksi transplasental terjadi pada saat janin berada
di dalam kandungan ibu yang menderita sifilis. Penularan karena mencium atau pada saat
menimang bayi dengan sifilis kongenital jarang sekali terjadi. Cara penularan sifilis lainnya
antara lain melalui transmisi darah. Hal ini bisa terjadi jika pendonor darah menderita sifilis
pada stadium awal. Ada lagi kemungkinan penularan cara lain, yaitu penularan melalui

10. Sifilis

barang-barang yang tercemar bakteri penyebab sifilis, Treponema pallidum, walaupun itu
baru secara teoritis saja, karena kenyataannya boleh dikatakan tidak pernah terjadi.
Jadi dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa resiko penularan penyakit syphilis
dapat terjadi jika:
1. Melakukan hubungan seksual dengan seseorang yang mengidap penyakit sifilis, jika
tidak (pernah) melakukan hubungan seksual aktif dengan penderita sifilis maka dia tidak
akan punya resiko terkena penyakit ini.
2. Ibu menderita sifilis saat sedang mengandung kepada janinnya lewat transplasental
3. Lewat transfusi darah dari darah penderita sifilis.
2.7 Diagnosis Sifilis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala-gejalanya. Diagnosis pasti ditegakkan
berdasarkan hasil pemeriskaan laboratorium dan pemeriksaan fisik. Infeksi pada janin terjadi
minggu 16 kehamilan dapat terjadi; partus prematurus, kelahiran mati, cacat bawaan pada
janin.
Diagnosis pada ibu hamil agak sulit di tegakkan karena pada ibu hamil terjadi perubahan
hormon. Diagnosis dapat ditegakkan :
a.Pemeriksaan serologik: VDRL (veneral diesses research laboratory).
b. Dengan mempergunakan lapangan gelap, untuk membuktikan langsung terdapat
spirokaeta treponea palidum.
c.Fungsi lumbal untuk membuktikan neurosifilis.
2.8 Penatalaksanaan dan Terapi Sifilis
Wanita hamil dengan sifilis harus diobati sedini mungkin, sebaiknya sebelum hamil atau
pada triwulan I untuk mencegah penularan terhadap janin. Suami harus diperiksa dengan
menggunakan tes reaksi wasserman dan VDRL, bila perlu diobati dangan terapi penisilin G
injeksi. Penting untuk diketahui dalam pemilihan obat-obatan untuk ibu hamil perlu
memperhatikan pengaruh buruk yang akan terjadi pada janinya. Sedangkan jenis pinisilin dan
eritrosin merupakan obat untuk ibu hamil yang tidak memberikan efek atau pengaruh buruk
terhadap janinnya. Berikut ini adalah table terapi atau pengobatan Sifilis pada ibu yang
sedang hamil.
11. Sifilis



Terapi Infeksi Sifilis Pada Kehamilan



Tingkat Penyakit Alternatif Terapi Dasar Terapi



Infeksi Primer



Infeksi Sekunder



Fase Laten kurang dari 1 tahun



Penisilin G Benzathine 2,4 juta unit IM • Eritromisin PO 500 mg/ 4 kali/ selama 15
hari.



Cefriaxone IM 250 mg/ 4 kali selama 15 hari Sifilis laten lebih dari 1 tahun



Penisilin G Benzathin 2,4 juta IM/ 3 kali dalm seminggu Eritromisin 500 mg/ 4
kali/ hari selama 30 hari Kardiovasculer atau neuro sifilis



Pinisilin cristal G 2,4 juta unit setiap 4 hari selama 10 sampai 14 hari diikuti
pinisilin G Benzathin secara IM 2,4 juta unit



Penisilin procain G secara IM setiap hari 2,4 juta unit ditambah probenecid 500 mg
sebanyak 4 kali/ hari selama 10-14 hari kemudian diikuti penisilin G Benzatin
sebanyak 2,4 juta unit secara IM Sebenarnya penisilin merupakan obat pilihan

BAB III
PENUTUP
12. Sifilis

3.1 Kesimpulan
Penyakit Sifilis merupakan salah satu penyakit menular seksual (PMS). Lesi
sifilis bisa terlihat jelas ataupun tidak terlihat dengan jelas. Penampakan lesi bisa
dipastikan hampir seluruhnya terjadi karena hubungan seksual.
Dapat menyerang seluruh organ tubuh dan dapat ditularkan pada bayi di dalam
kandungan melalui plasenta. Pada Sifilis Kongenital terjadi pada bulan ke-4 kehamilan.
Penyebab infeksi sifilis yaitu Treponema pallidum. Treponema pallidum merupakan salah
satu bakteri spirochaeta.
Gejala biasanya mulai timbul dalam waktu 1-13 minggu setelah terinfeksi; ratarata 3-4 minggu. Infeksi bisa menetap selama bertahun-tahun dan jarang menyebabkan
kerusakan jantung, kerusakan otak maupun kematian. Infeksi oleh Treponema pallidum
berkembang melalui 4 tahapan yaitu fase primer, sekunder, laten dan tersier.
Penularan karena mencium atau pada saat menimang bayi dengan sifilis kongenital
jarang sekali terjadi, transfusi darah dari darah penderita sifilis, transplasenta, melakukan
hubungan

seksual

dengan

seseorang

yang

mengidap

penyakit

sifilis.

Pengobatannya dapat diberikan antibiotik pilihan yaitu Penisilin selain itu juga diberikan
eritromisin kerena tidak mempengaruhi janinnya.
3.2 Saran
Kami sadar bahwa makalah yang kami susun masih banyak terdapat kesalahan.
Oleh karena itu kami mengharapkan saran dan kritik dari pembaca yang positif dan
membangun, guna penyusunan makalah kami berikutnya agar dapat tersusun lebih baik
lagi.

DAFTAR PUSTAKA
Muchtar, Rustam. 1989. Sinopsis Obstetri. Jakarta : EGC

13. Sifilis

Manuaba, Ida Bagus. 2007. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta : EGC
Varney, Helen, dkk. 2006. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Edisi 4. Jakarta : EGC
Pawiroharjo, Sarwono.1998. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
Syaifudin, A.B. 2002. Buku Acuan Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal. Jakarata :
Yayasan Bina Pustaka
Ratna, Eni, dkk. 2009. Asuhan Kebidanan Komuitas. Yogyakarta : Nuha Medika
Wiknjosastro, Hanifa. 2007. Ilmu Kandungan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
Rabe, Thomas. 2002. Buku Saku Ilmu Kandungan. Jakarta : Hipokrates

14. Sifilis