HUBUNGAN RIWAYAT ATOPI DENGAN TINGKAT KEPARAHAN LESI SKABIES PADA SANTRI DI PONDOK PESANTREN AL-AZIZYAH GUNUNGSARI LOMBOK BARAT NTB TAHUN 2015 - Repository UNRAM
ARTIKEL ILMIAH
HUBUNGAN RIWAYAT ATOPI DENGAN TINGKAT KEPARAHAN LESI
SKABIES PADA SANTRI DI PONDOK PESANTREN AL-AZIZYAH GUNUNGSARI
LOMBOK BARAT NTB TAHUN 2015
Diajukan sebagai syarat meraih gelar Sarjana pada Fakultas Kedokteran
Universitas Mataram
Oleh
Martina Rizki Prihartini Gani
H1A212033
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MATARAM
MATARAM
2016
HUBUNGAN RIWAYAT ATOPI DENGAN TINGKAT KEPARAHAN LESI SKABIES PADA SANTRI
YANG TINGGAL DI ASRAMA PONDOK PESANTREN AL-AZIZIYAH KAPEK GUNUNGSARI
LOMBOK BARAT NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2015
Martina Rizki Prihartini Gani, Yunita Hapsari, Wahyu Sulistya Affarah FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM
Abstrack
Background : Scabies is a contagious skin disease caused by the infestation of Sarcoptes scabiei mites and
generally attacks individuals in groups such as in boarding school, dormitory, hospitals , and nursing homes.
Clinical manifestations of scabies are itch at night, rash sometimes with papules or burrow , and excoriation.
Sensitivity to mites and mite products seem to have an important role in the clinical manifestation of scabies, so
people with atopy may experience more severe symptoms .
Methods : This is a cross sectional study that using 100 samples taken by using consecutive sampling.
Samples later was given the questionnaire to score the atopy history and the severity of scabies lesions.
Univariate and bivariate analysis was performed using chi-square test or Kolmogorov - Smirnov as an alternative
to find out the relation between atopy history and the severity of scabies lesions. The software used was SPSS
ver 17.0 for windows.
Results : There were a total of 52 (52%) students with atopy history, while 48 (48%) others didn't have atopy
history. Students with mild severity lesions were 69 students (69%), moderate lesions 26 (26%) and severe
lesions 5 students (5%). The data were analyzed using Kolmogorov-smirnov wich obtained p=0,045 for the
relation between atopy history and the severity of the scabies lesions.
Conclusion : There was a significant relation between the atopy history and the severity levels of scabies
lesions in students in Dormitory Al-Aziziyah Boarding School Gunungsari Keywords : Scabies, atopy history, the severity levels of scabies lesions.Abstrak
Latar belakang : Skabies adalah penyakit kulit menular yang disebabkan oleh infestasi tungau Sarcoptes scabiei
dan umumnya menyerang individu yang hidup berkelompok seperti di pesantren, asrama, rumah sakit, dan
rumah jompo. Manifestasi klinis dari skabies antara lain gatal di malam hari, kemerahan yang kadang disertai
dengan papul, burrow, dan ekskoriasi yang timbul akibat dari garukan pada daerah yang gatal. Sensititivitas
terhadap tungau maupun produk tungau tampaknya memiliki peranan penting dalam manifestasi klinis skabies
sehingga pada orang atopi kemungknan dapat mengalami gejala yang lebih berat.
Metode : Penelitian ini menggunakan desain rancangan cross sectional dengan jumlah sampel 100 orang yang
diambil secara consecutive sampling. Sampel kemudian diberikan kuesioner yang telah diuji validitas dan
reliabilitas untuk menilai riwayat atopi dan tingkat keparahan lesi skabies. Selanjutnya dilakukan analisis univariat
dan bivariat menggunakan kolmogorov-smirnov untuk menilai hubungan riwayat atopi dengan tingkat keparahan
lesi skabies menggunakan software SPSS 17.0 for Windows.Hasil : Didapatkan sebanyak 52 (52%) santri memiliki riwayat atopi sedangkan 48 (48%) lainnya tidak memiliki
riwayat atopi. Santri dengan derajat keparahan lesi ringan sebanyak 69 santri (69%), sedang 26 (26%) dan berat
5 santri (5%). Analisis data menggunakan uji Kolmogorov-smirnov diperoleh p=0,045 pada hubungan riwayat
atopi dengan tingkat keparahan lesi skabies.Kesimpulan : Terdapat hubungan antara riwayat atopi dengan tingkat keparahan lesi skabies pada santri di
Pondok Pesantren Al-Aziziyah Gunungsari Kata kunci : Skabies, riwayat atopi, tingkat keparahan lesi skabiesPENDAHULUAN ditemukan sebesar 86.5%, prevalensi skabies
di India sebesar 20,4%, sementara prevalensi Skabies atau kudis adalah 2,12,13 skabies di Nigeria 28,6% . Sementara itu, penyakit kulit menular yang disebabkan oleh skabies di Indonesia menduduki urutan ketiga infestasi tungau Sarcoptes scabiei. Skabies dari 12 penyakit kulit tersering dan dapat menjangkiti semua orang pada semua 13 prevalensinya menurut Depkes RI umur, ras dan level sosial ekonomi . berdasarkan data dari puskesmas seluruh
Prevalensi skabies di seluruh dunia dilaporkan 15 4 Indonesia tahun 2008 adalah 5,6%-12,95 . sekitar 300 juta kasus per tahun . Di Pakistan,
Faktor-faktor yang mempengaruhi prevalensi scabies pada usia 17-49 tahun keadaan sosial ekonomi yang rendah, imunitas yang menurun, kepadatan penduduk dan hubungan seksual yang bersifat promiskuitas 17 . Penyakit skabies pada umumnya menyerang individu yang hidup berkelompok salah satunya di pondok pesantren 19 . Kasus skabies di pondok pesantren berlangsung terus menerus dan prevalensinya masih sangat tinggi. Dalam penelitian yang dilakukan di Kabupaten lamongan prevalensi skabies pada pondok pesantren mencapai 64,2%, dan berdasarkan penelitian di Pasuruan prevalensi skabies di pondok pesantren adalah 70% 10,15 . Gejala atau manifestasi klinis dari skabies antara lain pruritus atau gatal terutama di malam hari, kemerahan yang kadang disertai dengan papul, burrow, dan ekskoriasi yang timbul akibat dari garukan pada daerah yang gatal 21 . Reaksi hipersensitivitas tipe cepat yang diperantarai oleh IgE terhadap tungau maupun produk tungau tampaknya memiliki peranan penting dalam manifestasi klinis skabies sehingga orang dengan riwayat atopi yang juga memiliki fungsi sawar kulit yang terganggu cenderung akan menderita skabies yang lebih parah. Hal ini dapat memicu rasa gatal yang lebih dan munculnya gejala sekunder semisal dermatitis dan infeksi sekunder 1 . Orang dengan riwayat atopi memiliki predisposisi herediter untuk menghasilkan antibodi IgE melawan alergen yang berasal dari lingkungan sekitarnya seperti
METODELOGI PENELITIAN
Dermatophagoides (tungau debu rumah) yang
merupakan alergen kuat pencetus alergi pada banyak orang. Secara tidak langsung terdapat bukti yang meningkatkan kemungkinan adanya cross reactivity antara tungau skabies dengan tungau debu rumah yang menyebabkan alergi 5,16 . Selain itu orang dengan riwayat atopi juga dapat memiliki satu atau lebih penyakit yang berkaitan dengan atopi seperti dermatitis atopik, rinitis alergi dan asma 16 .
Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimental yang dirancang secara analitik menggunakan metode survei dengan pendekatan cross sectional, yaitu ditujukan untuk melihat hubungan riwayat atopi dengan tingkat keparahan lesi skabies 11 . Penelitian ini dilakukan di Pondok Pesantren Al-Aziziyah
Kapek Gunung Sari, Nusa Tenggara Barat pada tanggal 4 November 2015. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh santri yang tinggal di Pondok Pesantren Al-Aziziyah Kapek Gunungsari yang menderita skabies. Sampel yang digunakan sebesar 100 santri dengan metode pengambilan sampel yaitu
consecutive sampling yaitu subjek yang
memenuhi kriteria dimasukkan sampai memenuhi jumlah sampel yang telah ditetapkan 6 . Variabel terikat (dependent) dalam penelitian ini adalah tingkat keparahan lesi pada santri yang menderita skabies. Variabel bebas (independent) dalam penelitian ini adalah riwayat atopi diri yang menyangkut empat kondisi atopik yang potensial yaitu rinitis alergi, asma, dernatitis atopik, alergi makanan serta riwayat alergi pada keluarga.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner dan cara pengambilan data dilakukan dengan pengisian mandiri serta observasi langsung oleh peneliti.
Prosedur penelitian terdiri dari beberapa tahap yakni menentukan jumlah sampel, memilih sampel dengan kriteria inklusi dan eksklusi dengan teknik consecutive sampling, observasi mengenai gejala skabies pada santridan pengisian kuesioner oleh santri. pengolahan data dengan analisis univariat dan bivariat, uji statistik dengan kolmogorov-
smirrnov untuk menguji hubungan antar
variabel 6 .
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian
Karakteristik subjek penelitian berdasarkan tingkat pendidikan didapatkan lebih banyak pada santri MTs/SMP yaitu sebanyak 75 (75%) santri dan untuk tingkat pendidikan MA/SMA sebanyak 25 (25%) santri.
4 Total 100 100
4
11 XI
11
A. Karakteristik Responden
16 3 3%
12 25 25%
Dari kelima kriteria tersebut dapat
Riwayat atopi pada santri diidentifkasi berdasarkan kriteria gejala alergi yang merupakan manifestasi klinis atopi yaitu rinitis alergi, dermatitis atopik, asma, alergi makanan, dan riwayat keluarga yang memiliki gejala alergi.
48 48% Total 100 100%
Riwayat Atopi Frekuensi Persentase Ada 52 52% Tidak
Tabel 4.3 Riwayat AtopiRiwayat atopi santri dalam penelitian ini digolongkan menjadi santri yang memiliki riwayat atopi dan tidak memiliki riwayat atopi yang disesuaikan dengan parameter yang telah dijelaskan dalam definisi operasional. Hasil penelitian menunjukkan dari 100 santri, sebanyak 52 santri memiliki riwayat atopi sedangkan 48 lainnya tidak memiliki riwayat atopi.
1. Riwayat Atopi
Analisis univariat dilakukan untuk melihat distribusi dari variabel atau besarnya proporsi masing-masing variabel yang diteliti.
B. Analisa Univariat
Tabel 4.1 Karakteristik Subjek Penelitian Berdasarkan Umur Umur (Tahun) Subjek Penelitian Jumlah Persentase11 1 1%
13 34 34%
17 1 1% Total 100 100%
14 25 25%
25 X
25
15 11 11%
34 alergi keluarga adalah yang terbanyak yaitu 31 Hubungan Riwayat Atopi dengan Tingkat orang, kemudian alergi makanan dan rinitis Keparahan Lesi Skabies alergi sebanyak 27 dan 26 santri. Santri yang
26 VIII
26
VII
Pendidikan Kelas Subyek Penelitian Jumlah Persentase
Tabel 4.2 Karakteristik Subjek Penelitian Berdasarkan TingkatHasil penelitian menunjukka dari 100 santri yang didapatkan diketahui rentang umurnya adalah 11 sampai 17 tahun dengan rata-rata umur santri 13,33 tahun dengan santri terbanyak pada umur 13 tahun sejumlah 34 santri.
34 IX
Data yang telah didapatkan setelah memiliki gejala asma sejumlah 25 orang, dan diolah secara deskriptif kemudian dicari 11 orang memiliki gejala dermatitis atopik. hubungan kedua variabel yaitu riwayat atopi dengan tingkat keparahan lesi skabies.
Tabel 4.4 Gejala Alergi pada SantriPengujian dilakukan dengan uji Chi Square
dengan Riwayat Atopi
untuk melihat apakah riwayat atopi pada santri
Riway yang terkena skabies mempunyai hubungan Alergi Rinitis at
dengan tingkat keparahan lesi skabies yang
DA Asma Maka Alergi Keluar nan
diderita. Langkah pertama yang dilakukan
ga
adalah dengan membuat tabulasi silang
Ya
26
11
25
27
31 (crosstab) antara riwayat atopi dengan tingkat
Tidak
74
89
75
73
69 keparahan lesi skabies.
Total 100 100 100 100 100 Tabel 4.6 Tabulasi Silang Riwayat Atopi engan Tingkat Keparahan Lesi
Skabies
2. Tingkat Keparahan Lesi Skabies
Jumlah lesi diukur berdasarkan lokasi Tingkat Keparahan
Ringan Sedang Berat Total
terdapatnya papul, atau burrow yang
Ya disebabkan oleh infeksi skabies.
29
19
4 (expected
52 (35,9) (13,5) (2,6)
Keparahannya dibagi menjadi tiga tingkatan, Atopi
) Tidak
yaitu ringan, sedang, dan berat. Berdasarkan
40
7
1 (expected
48 (33,1) (12,5) (2,4)
data yang telah dikumpulkan diketahui bahwa
)
terdapat 69 santri menderita skabies dengan
Total
69
26 5 100
tingkat keparahan lesi ringan, 26 santri dengan Dari hasil tabulasi silang dilihat bahwa lesi sedang dan 5 santri dengan tingkat terdapat 2 dari 6 sel yang memiliki nilai keparahan lesi berat.
expected < 5 atau sebesar 33,3%. Hal ini
Tabel 4.5 Tingkat Keparahan Lesimembuat persyaratan untuk melakukan uji Chi
Ssquare tidak terpenuhi. Selanjutnya adalah Tingkat Frekuensi Persentase
melakukan pengujian dengan uji alternatif
keparahan
lainnya yaitu uji Kolmogorov-Smirnov. Uji ini
Ringan 69 69%
digunakan untuk melihat hubungan antara dua variabel independen data nonparametrik
Sedang 26 26%
dengan skala pengukuran nominal dan
Berat 5 5% 6
ordinal . Hasil yang didapatkan adalah sebagai
Total 100 100%
berikut
3. Analisa Bivariat
Tabel 4.7 Output SPSS Uji Kolmogorov- Tingkat Keparahan Most Extreme DifferencesAbsolute 0,276 Positive 0,000 Negative -0,276 Kolmogorov-
Smirnov Z 1,377 Asymp. Sig. (2- Tailed)
0,045
Dari hasil output uji Kolmogorov- Smirnov dapat dilihat dari nilai Asymp. Sig. (2-
Tailed) sebesar 0,045 atau nilai p value <
0,05. Hasil tersebut bermakna bahwa dengan tingkat kepercayaan 95%, dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara riwayat atopi dengan tingkat keparahan lesi skabies yang diderita oleh santri yang terkena skabies di Pondok Pesantren Al-Aziziyah, Kapek, Gunungsari, Lombok Barat.
Pembahasan Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi terhadap Sarcoptes scabiei var hominis dan produknya 22 . Penyakit skabies pada umumnya menyerang individu yang hidup berkelompok seperti di asrama, pesantren, lembaga pemasyarakatan, rumah sakit, perkampungan padat, dan rumah jompo 19 . Penelitian ini dilakukan di Pondok Pesantren Al-Aziziyah,
Kapek, Gunungsari, Lombok Barat
Atopi adalah kecenderungan seseorang dan, atau keluarga terutama anak dan remaja menjadi tersensitisasi dan memproduksi IgE sebagai respons terhadap paparan alergen 9 . Hasil penelitian menunjukkan dari 100 riwayat atopi sedangkan 48 lainnya tidak memiliki riwayat atopi. Orang dengan riwayat atopi yang diidentifikasi melalui kondisi alergi belum tentu memiliki kadar IgE yang tinggi (atopi) karena peningkatan kadar IgE tidak bisa dikatakan sebagai satu-satunya mekanisme yang menyebabkan penyakit alergi. Terdapat dua jenis atopi yaitu atopi endogen dan atopi eksogen. Pada atopi eksogen sensitisasi terhadap IgE terjadi sebagai akibat dari faktor paparan lingkungan sementara pada atopi endogen tidak diperantarai oleh IgE. Sekitar 20% dari pasien dengan gejala alergi tidak tersensitisasi terhadap alergen apa pun 14 .
2. Tingkat Keparahan Lesi Skabies
Dari hasil pengamatan, diperoleh 69 (69%) santri memiliki lesi dengan tingkat keparahan ringan, 26 (26%) santri memiliki lesi dengan tingkat keparahan sedang, dan 5 (5%) santri yang memiliki lesi dengan tingkat keparaha berat.
Sementara itu, berdasarkan penelitian Sudarsono diperoleh hasil santri yang memiliki derajat keparahan lesi ringan sebanyak 8 santri, derajat keparahan lesi sedang sebanyak 22 santri, dan derajat keparahan lesi berat sebanyak 20 santri. Banyaknya santri yang memiliki derajat keparahan lesi berat dalam penelitian Sudarsono dapat dipengaruhi beberapa hal yaitu perilaku kebersihan pribadi santri yang tidak baik, adanya riwayat skabies sebelumnya, dan adanya riwayat atopi 18 .
1. Riwayat Atopi
3. Hubungan Riwayat Atopi dengan Tingkat Keparahan Lesi Skabies
Berdasarkan hasil analisis hubungan riwayat atopi dengan tingkat keparahan lesi pada santri yang menderita skabies. Didapatkan bahwa nilai p=0,045 (p<0,05) yang memiliki arti terdapat hubungan yang bermakna antara riwayat atopi dengan tingkat keparahan lesi skabies yang ditandai dari jumlah lesinya. Hal tersebut sejalan dengan teori yang menyatakan bahwa orang dengan riwayat atopi atau hipersensitivitas dapat mengalami gejala yang lebih berat dibandingkan dengan yang tidak. Hal tersebut akan memicu rasa gatal yang lebih dan munculnya gejala sekunder semisal dermatitis dan infeksi 20,21 .
Berdasarkan penelitian Husam dikatakan bahwa kemungkinan riwayat atopi tidak mempengaruhi jumlah lesi. Dalam penelitian ini, peneliti telah berusaha untuk menggunakan kuesioner berbeda yang telah diuji validitas secara isi dan juga telah diuji reliabilitas 8 . Pada penelitian ini dari 52 santri yang memiliki riwayat atopi, lebih banyak yang mengalami tingkat keparahan lesi ringan yaitu sebanyak 29 orang (55% dari yang memiliki riwayat atopi). Hal Ini Dapat Disebabkan Oleh Beberapa Faktor Yaitu:
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara riwayat atopi dengan tingkat keparahan lesi skabies pada santri yang tinggal di Asrama Pondok Pesantren Al-Aziziyah Kapek Gunungsari.
DAFTAR PUSTAKA
3. Status Pengobatan Lesi skabies akan menjadi sangat banyak bila pasien dalam pengobatan kortikosteroid dan akan menjadi sangat jarang bila pasien telah menerima terapi anti skabies 3 .
Csiro Publishing
Available from:
9. Johansson SGO, Haahtela T. (2004), World Allergy Organization Guidelines for Preventrion of Allergy and Allergic Asthma. Int Arch Allergy Immunol,
8. Husam, K. (2013), Hubungan Kebersihan Pribadi dengan Manifesasi Klinis Skabies pada Santri di Asrama Putra Pondok Pesantren Al Husain, Krakitan Kabupaten Magelang. Skripsi.
American Journal of Epidemiology Advance Access, Available from:
Questionnaire Predictors Of Atopy In A US Population Sample: Findings From The National Health And Nutrition Examination Survey, 2005-2006,
Sandler, D.P., Stephanie J, et al. (2011),
7. Hoppin, J.A., Jaramillo, R., Salo, P.,
Evidence Based Medicine 2. Edisi ke-3, Jakarta: Salemba
6. Dahlan, M.S. (2010), Besar Sampel dan Cara Pengambilan Sampel. Seri
5. Colloff, MJ. (2009), Dust Mites. Australia:
2. Personal Hiegene orang yang bersih atau yang melakukan mandi secara teratur dapat menghilangkan tungau skabies sehingga tungau tersebut tidak menyebar atau membuat lesi di daerah lainnya 18 .
from:
1. Sensitivitas dan spesivitas kuesioner riwayat atopi Kuesioner riwayat atopi yang digunakan memiliki sensitivitas yang rendah
Tim. (2008), Dermatology Dasar untuk Praktek Klinik. Jakarta: EGC.
3. Brown, R. G, Bourke, Johny, Cunliffe,
Dental and Medical Sciences
Dermatological Disorders among Patients Attending the Skin O.P.D of A Tertiary Care Hospital in Kolkata, India. Journal of
Bandyopadhyay L. (2013), The Pattern of
2. Baur B., Sarkar J.,Manna N., &
53:86-93.
1. Abramovits, W. (2005), Atopic Dermatitis, Journal American Academy Dermatology.
(2-42%) untuk menilai atopi 7 .
4. Chowsidow O. (2006), Skabies. The new england journal of medicine. Available
10. Ma’rufi I, Keman S, & Notobroto HB.
22. Handoko, R.P. (2010), Skabies, editor:
(2005), Faktor sanitasi lingkungan yang Adhi Djuanda, Ilmu Penyakit Kulit dan
berperan terhadap prevalensi penyakit Kelamin. Edisi ke-5, Jakarta: FKUI skabies studi pada santri di pondok pesantren kabupaten Lamongan. Jurnal
Kesehatan Lingkungan, Available from:
11. Notoatmodjo, S. (2007), Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta :
Rineka Cipta 12. Onayemi O., Isezuo S.A. & Njoku C.H. (2005), Prevalence of different skin
conditions in an outpatients’ setting in north-western Nigeria. International Journal of Dermatology
13. Raza N,. Qadir S. N. R., Agna H. (2009), Risk faktor for scabies among male soldier in Pakistan: case-control study.
Eastern Mediterranean Health Journal, Available from:
14. Rossentreich, DL., Fried, MP., Vos, Gs.,
Jackman AH. (2016), Mannual of Allergy
and Clinical Immunology for Otolaryngologist.
15. Setyaningrum, Yahmi Ira. (2014), Skabies Penyakit Kulit Yang Terabaikan: Prevalensi, Tantangan Dan Pendidikan Sebagai Solusi Pencegahan, Available
from:
16. Siregar, B. (2012), Hubungan Reaktivitas Uji Tusuk Kulit pada Anak Atopi dengan Jumlah Saudara Kandung, Available
from:
17. Stone, S.P., Goldfarb, J.N., Bacelieri,
R.E. (2008), Scabies, Other Mites, and
Pediculosis. Dalam: Wolff K, Goldsmith
LA< Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, editor: Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. Edisi ke-7. New York: McGraw-Hll
18. Sudarsono. (2011), Pengaruh Skabies Terhadap Prestasi Belajar Santri di Sebuah Pesantren di Kota Medan.
Skripsi, Available from:
19. Sudirman. T. (2006), Scabies : Masalah Diagmosis dan Pengobatan. Majalah
Kesehatan Damianus. Vol.5, No.3. September 2006, Available from:
20. Walton, et al. (2010), Increased Allergic Immune Response to Sarcoptes scabiei Antigens in Crusted versus Ordinary Scabies. Vol. 17 No. 9, Available from:
21. Wolff, Klaus., & Johnson, R. A. (2009), Fitzpatrick’s Color Atlas & Synopsis of Clinical Dermatology. New York: McGraw Hill.