HUBUNGAN SKABIES DENGAN PRESTASI BELAJAR PADA SANTRI PONDOK PESANTREN DI BANDAR LAMPUNG

(1)

ABSTRACT

RELATIONSHIP SCABIES WITH LEARNING ACHIEVMENT ON SANTRI BOARDING SCHOOL AT BANDAR LAMPUNG

By

LUH GDE INDRANI AYUNING MERTI

Background: Scabies is a skin disease caused by a parasitic mite Sarcoptes scabei. Manifestations of severe itching at night can disturb concentration and affect the learning achievement of students. This condition becomes a background for this study aimed to determine the relationship between scabies and learning achievement in students.

Method: This study used cross sectional method with a total sample of 35 people. Scabies determined by finding two of the four cardinal signs, the concentration levels were assessed using Merk Aufgaben test, and learning achievement seen from the average value of the midterm.

Result: Prevalence of scabies amounted to 60%. Based on data analysis using chi-square test, obtained the relationship between scabies and concentration level with p-value 0,0001 and obtained the relationship between scabies and learning achievement with p-value 0.0001.

Conclusion: There is a significant correlation between scabies and concentration level and significant correlation between scabies and learning achievement.


(2)

ABSTRAK

HUBUNGAN SKABIES DENGAN PRESTASI BELAJAR PADA SANTRI PONDOK PESANTREN DI BANDAR LAMPUNG

Oleh

LUH GDE INDRANI AYUNING MERTI

Latar Belakang: Skabies merupakan penyakit kulit yang disebabkan oleh parasit tungau Sarcoptes scabei. Manifestasi gatal hebat pada malam hari dapat menganggu konsentrasi dan mempengaruhi prestasi belajar santri. Hal ini menjadi latar belakang untuk mengetahui adakah hubungan antara skabies dengan prestasi belajar pada santri. Metode: Penelitian ini menggunakan metode cross sectional dengan jumlah sampel yang diteliti sebanyak 35 orang. Penderita skabies ditegakkan dengan menemukan 2 dari 4 tanda kardinal, tingkat konsentrasi dinilai menggunakan tes Merk Aufgaben, dan prestasi belajar dilihat dari nilai rerata ujian tengah semester.

Hasil: Hasil penelitian menunjukkan prevalensi skabies sebesar 60%. Berdasarkan analisis data menggunakan uji statistik chi square, didapatkan hubungan antara skabies dengan tingkat konsentrasi dengan p-value 0,0001 dan didapatkan hubungan antara skabies dengan prestasi belajar dengan p-value 0,0001.

Kesimpulan: Terdapat hubungan yang bermakna antara skabies dengan tingkat konsentrasi dan terdapat hubungan yang bermakna antara skabies dengan prestasi belajar.


(3)

HUBUNGAN SKABIES DENGAN PRESTASI BELAJAR PADA SANTRI PONDOK PESANTREN DI BANDAR LAMPUNG

(Skripsi)

Oleh :

LUH GDE INDRANI AYUNING MERTI

UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG


(4)

HUBUNGAN SKABIES DENGAN PRESTASI BELAJAR PADA SANTRI PONDOK PESANTREN DI BANDAR LAMPUNG

Oleh

LUH GDE INDRANI AYUNING MERTI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar SARJANA KEDOKTERAN

Pada

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

POGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG


(5)

ABSTRACT

RELATIONSHIP SCABIES WITH LEARNING ACHIEVMENT ON SANTRI BOARDING SCHOOL AT BANDAR LAMPUNG

By

LUH GDE INDRANI AYUNING MERTI

Background: Scabies is a skin disease caused by a parasitic mite Sarcoptes scabei. Manifestations of severe itching at night can disturb concentration and affect the learning achievement of students. This condition becomes a background for this study aimed to determine the relationship between scabies and learning achievement in students.

Method: This study used cross sectional method with a total sample of 35 people. Scabies determined by finding two of the four cardinal signs, the concentration levels were assessed using Merk Aufgaben test, and learning achievement seen from the average value of the midterm.

Result: Prevalence of scabies amounted to 60%. Based on data analysis using chi-square test, obtained the relationship between scabies and concentration level with p-value 0,0001 and obtained the relationship between scabies and learning achievement with p-value 0.0001.

Conclusion: There is a significant correlation between scabies and concentration level and significant correlation between scabies and learning achievement.


(6)

ABSTRAK

HUBUNGAN SKABIES DENGAN PRESTASI BELAJAR PADA SANTRI PONDOK PESANTREN DI BANDAR LAMPUNG

Oleh

LUH GDE INDRANI AYUNING MERTI

Latar Belakang: Skabies merupakan penyakit kulit yang disebabkan oleh parasit tungau Sarcoptes scabei. Manifestasi gatal hebat pada malam hari dapat menganggu konsentrasi dan mempengaruhi prestasi belajar santri. Hal ini menjadi latar belakang untuk mengetahui adakah hubungan antara skabies dengan prestasi belajar pada santri. Metode: Penelitian ini menggunakan metode cross sectional dengan jumlah sampel yang diteliti sebanyak 35 orang. Penderita skabies ditegakkan dengan menemukan 2 dari 4 tanda kardinal, tingkat konsentrasi dinilai menggunakan tes Merk Aufgaben, dan prestasi belajar dilihat dari nilai rerata ujian tengah semester.

Hasil: Hasil penelitian menunjukkan prevalensi skabies sebesar 60%. Berdasarkan analisis data menggunakan uji statistik chi square, didapatkan hubungan antara skabies dengan tingkat konsentrasi dengan p-value 0,0001 dan didapatkan hubungan antara skabies dengan prestasi belajar dengan p-value 0,0001.

Kesimpulan: Terdapat hubungan yang bermakna antara skabies dengan tingkat konsentrasi dan terdapat hubungan yang bermakna antara skabies dengan prestasi belajar.


(7)

(8)

(9)

(10)

RIWAYAT HIDUP

Peneliti dilahirkan di Jakarta pada tanggal 19 Juni 1995, sebagai anak pertama dari tiga bersaudara dari Bapak Ir. I Wayan Sukerata, MT dan Ibu Dra. Luh Udayani.

Pendidikan Taman Kanak-kanak (TK) diselesaikan di TK Strada Nawar Bekasi pada tahun 2001, Sekolah Dasar (SD) diselesaikan di SD Strada Nawar Bekasi pada tahun 2007, Sekolah Menengah Pertama (SMP) diselesaikan di SMPN 81 Jakarta pada tahun 2010, dan Sekolah Menengah Atas (SMA) diselesaikan di SMANU M. H Thamrin Jakarta pada tahun 2013.

Tahun 2013, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN) tertulis.

Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah aktif menjadi anggota divisi eksternal Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) dan menjadi anggota divisi diklat Perhimpunan Mahasiswa Pecinta Alam Tanggap Darurat (PMPATD) PAKIS pada tahun 2014-2015.


(11)

i

SANWACANA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa yang telah melimpahkan karunia-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

Skripsi ini berjudul “Hubungan Skabies dengan Prestasi Belajar pada Santri Pondok Pesantren di Bandar Lampung” adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana kedokteran di Universitas Lampung.

Dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis banyak mendapat masukan, bantuan, dorongan, saran, bimbingan dan kritik dari berbagai pihak. Maka pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati peneliti ingin menyampaikan rasa terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Prof. Dr. Ir. Hasriadi Mat Akin, M.P., selaku Rektor Universitas Lampung; 2. Dr. dr. Muhartono, S.Ked., M.Kes., Sp.PA selaku Dekan Fakultas Kedokteran

Universitas Lampung;

3. dr. Hanna Mutiara, S.Ked., M.Kes selaku Pembimbing I yang telah meluangkan waktu untuk membantu, memberi kritik, saran dan membimbing dalam penyelesaian skripsi ini;


(12)

4. dr. Putu Ristyaning Ayu, S.Ked., M. Kes., Sp.PK selaku Pembimbing II yang telah meluangkan waktu untuk membantu, memberi kritik, saran dan membimbing dalam penyelesaian skripsi ini;

5. Dr. dr. Jhons Fatriyadi Suwandi, S.Ked., M. Kes selaku Pembahas yang telah meluangkan waktu untuk membantu, memberi kritik, saran dan membimbing dalam penyelesaian skripsi ini;

6. dr. Ratna Dewi Puspita Sari, S.Ked., Sp.OG selaku Pembimbing Akademik yang telah memberikan arahan dan motivasi selama masa perkuliahan dan dalam penyusunan skripsi ini;

7. Ayahanda dan ibunda tercinta, Bapak I Wayan Sukerata dan Ibu Luh Udayani, terimakasih atas doa, kasih sayang, bimbingan dan motivasi untuk memberikan semangat dalam penyusunan skripsi ini;

8. Adik-adik tercinta, Rana dan Nyoman, terimakasih atas doa, kasih sayang, bimbingan, dan motivasi untuk memberikan semangat dalam penyusunan skripsi ini;

9. Seluruh saudara saya yang telah memberikan inspirasi, dukungan dan semangat dalam penyusunan skripsi ini;

10.Seluruh Staf Dosen FK Unila atas ilmu yang telah diberikan dalam menambah wawasan yang menjadi landasan untuk mencapai cita-cita;

11.Seluruh Staf Tata Usaha, Administrasi, Akademik, pegawai dan karyawan FK Unila yang telah membantu dalam kegiatan perkuliahan selama ini;

12.Pemilik Pondok Pesantren yang telah memfasilitasi dan membimbing dalam menyelesaikan penelitian ini;


(13)

iii

13.Bina Psikolog Harmoni, Ibu Rini, Mbak Antie dan Kak Hakim yang selalu membimbing dan membantu mengadakan tes konsentrasi;

14.I Made Afryan Susane L dan keluarga yang selalu membantu, menemani dan menghibur saya dalam proses belajar dan dalam keadaan suka dan duka; 15.Keluarga kecil saya, Stevi, Audy, Riska, Nabila, Ulfa (WBTBO) yang selalu

memberikan masukan, semangat, dan bantuan atas kegiatan selama perkuliahan ini;

16. Kelompok penelitian kecil saya, Destika, Mas Agus, Kentung, dan Ica yang selalu membantu dalam mencari informasi dan memberikan semangat dalam menyelesaikan penelitian dalam keadaan suka dan duka di pondok pesantren; 17.Teman-teman satu kost Alysha Home, Tara, Tiffani, Indah, Monic, Intan, Aci,

Widi, Bundo, Salsa, Amal, Novi yang selalu membantu dalam kegiatan perkuliahan selama ini;

18.Teman-teman satu angkatan 2013 (Cerre13ellums) yang tidak bisa saya sebutkan satu-persatu atas kerjasama dan keceriaan yang telah diberikan selama ini;

19.Adik tingkat angkatan 2014, 2015, dan 2016 yang turut mengisi cerita dalam perkuliahan saya.


(14)

Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Akan tetapi, penulis berharap semoga skripsi yang sederhana ini dapat bermanfaat dan berguna bagi kita semua.

Bandar Lampung, Desember 2016


(15)

v

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR SINGKATAN ... x

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.4 Manfaat Penelitian ... 6

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Skabies ... 7

2.1.1 Definisi ... 7

2.1.2 Etiologi ... 7

2.1.3 Manifestasi Klinis ... 11

2.1.4 Diagnosis ... 13

2.2 Pondok Pesantren ... 15

2.2.1 Definisi ... 15

2.2.2 Faktor-Faktor Penyebab Skabies di Pesantren ... 15


(16)

2.3.1 Definisi ... 16

2.3.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Tidur ... 16

2.4 Prestasi Belajar 2.4.1 Definisi ... 17

2.4.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar ... 18

2.4.3 Evaluasi prestasi belajar ... 18

2.4.4 Pengaruh skabies terhadap prestasi belajar ... 18

2.5 Kerangka Teori ... 20

2.6 Kerangka Konsep ... 21

2.7 Hipotesis ... 21

BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian ... 22

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian ... 22

3.2.1 Waktu Penelitian ... 22

3.2.2 Tempat Penelitian ... 22

3.3 Populasi dan Sampel ... 23

3.3.1 Populasi Penelitian ... 23

3.3.2 Sampel Penelitian ... 23

3.3.3 Teknik Pemilihan Sampel ... 24

3.4 Variabel Penelitian ... 24

3.4.1 Variabel Bebas ... 24

3.4.2 Variabel terikat ... 25

3.5 Definisi Operasional ... 25

3.6 Alat dan Bahan Penelitian ... 26

3.6.1 Alat ... 26

3.7 Cara Kerja ... 26

3.8 Alur Penelitian ... 27

3.9 Pengolahan Data ... 28


(17)

vii

3.9.2 Coding ... 28

3.9.3 Entry Data ... 28

3.9.4 Scoring ... 28

3.9.5 Cleaning ... 28

3.10 Analisis Data ... 28

3.10.1 Analisis Univariat... 29

3.10.2 Analisis Bivariat ... 29

3.11 Etika Penelitian ... 30

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil ... 30

4.2 Analisis Univariat ... 30

4.2.1 Karakteristik Subjek Penelitian ... 30

4.2.2 Distribusi Skabies pada Subjek Penelitian ... 31

4.2.3 Distribusi Tingkat Konsentrasi dan Prestasi Belajar ... 32

4.3 Analisis Bivariat ... 32

4.3.1 Hubungan Skabies dengan Tingkat Konsentrasi ... 33

4.3.2 Hubungan Skabies dengan Prestasi Belajar ... 33

4.4 Pembahasan ... 34

4.5 Keterbatasan Penelitian ... 37

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ... 39

5.1 Kesimpulan ... 39

5.2 Saran ... 39

DAFTAR PUSTAKA ... 41


(18)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Definisi Operasional ... 25

2. Karakteristik Subjek Penelitian yang Menderita Skabies ... 31

3. Distribusi Tingkat Konsentrasi dan Prestasi Belajar ... 32

4. Hubungan Skabies dengan Tingkat Konsentrasi ... 33

5. Hubungan Skabies dengan Prestasi Belajar ... 33

6. Hasil Pemeriksaan ... 53


(19)

ix

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Tungau Sarcoptes scabiei (var. Hominis) betina dengan perbesaran 400x ... 9

2. Telur, nimfa, dan skibala (Butiran feses) Sarcoptes scabiei (var. Hominis) pada kerokan kulit yang ditetesi NaOH 10% ... 9

3. Siklus Hidup Sarcoptes Scabiei var. Hominis ... 11

4. Predileksi (area) infestasi tungau Sarcoptes scabiei pada tubuh manusia ... 13

5. Kerangka Teori ... 20

6. Kerangka Konsep ... 21

7. Alur Penelitian ... 26

8. Distribusi Skabies pada Subjek Penelitian ... 31

9. Pembagian Lembar Tes Konsentrasi ... 55

10. Pelaksanaan Tes Konsentrasi ... 55

11. Anamnesis Subjek ... 55

12. Pemeriksaan Fisik Subjek ... 55

13. Lesi Penderita Skabies ... 56

14. Lesi Penderita Skabies ... 56


(20)

DAFTAR SINGKATAN

BIT Burrow Ink Test ME Merk Aufgaben MTs Madrasah Tsanawiyah UTS Ujian Tengah Semester


(21)

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Skabies (kudis) merupakan penyakit kulit yang disebabkan oleh parasit tungau Sarcoptes scabei yang mampu membuat terowongan dibawah kulit dan ditularkan melaui kontak manusia (Boediardja 2015). Parasit ini merupakan parasit obligat yang seluruh siklus hidupnya berlangsung pada manusia. Masa inkubasi pajanan pertama terjadi tiga sampai enam minggu, sedangkan masa inkubasi pajanan selanjutnya dapat berlangsung lebih cepat, yaitu satu sampai tiga hari (Chosidow 2006).

Skabies merupakan penyakit tropis menular yang seringkali diabaikan dan paling umum terjadi di negara berkembang dengan kondisi tingkat penduduk yang tinggi dan kondisi kebersihan yang rendah (Campbell & Campbell 2007). Secara global, skabies dapat mengenai lebih dari 130 juta orang setiap saat dengan tingkat kejadian skabies bervariasi dari 46% (Thomas et al. 2015). Beberapa data prevalensi skabies di negara berkembang adalah sebagai berikut: prevalensi skabies di India adalah 4,4%, di Chile 1-5%, di Kairo 9,26%, di Arab Saudi 27%, dan di Malaysia 46% (Fuller 2013). Menurut Departemen Kesehatan RI 2008


(22)

2

prevalensi skabies di Indonesia sebesar 5,60-12,95 % dan skabies menduduki urutan ketiga dari 12 penyakit kulit tersering. Prevalensi skabies pada Provinsi Lampung di tahun 2012 mengalami peningkatan dua kali lipat dari tahun sebelumnya. Pada tahun 2011, penderita skabies berjumlah 1135 orang dan pada tahun 2012 menjadi 2941 orang (Dinas Kesehatan Provinsi Lampung 2012).

Faktor yang berpengaruh terhadap prevalensi skabies diantaranya adalah usia, jenis kelamin, higenitas pribadi yang buruk, pengetahuan yang rendah, kontak dengan penderita, kelembaban dan kepadatan hunian yang tinggi (Imartha 2016; Audhah 2012; Hilma & Ghazali 2014). Skabies umumnya terjadi pada usia 12-14 tahun dan lebih sering menginfeksi anak laki-laki daripada perempuan, hal ini dikarenakan perempuan lebih memperhatikan kebersihan diri (Audhah 2012; Fauziah 2013; Ratnasari & Sungkar 2014).

Skabies identik dengan penyakit pada pondok pesantren. Pondok pesantren merupakan salah satu sarana pendidikan dengan kepadatan hunian yang tinggi. Kondisi pondok pesantren yang kurang terjaga, memiliki sanitasi buruk, dan ruangan terlalu lembab serta kurangnya paparan sinar matahari secara langsung menyebabkan tingginya angka prevalensi skabies pada pondok pesantren (Djuanda 2010). Kebanyakan santri yang terkena skabies adalah santri baru yang belum dapat beradaptasi dengan lingkungan, sehingga santri tersebut masih sering mandi secara bersama-sama, saling bertukar pakaian, handuk, dan sebagainya yang dapat menyebabkan tertularnya skabies (Badri 2007). Terdapat 14.798


(23)

3

pondok pesantren dengan prevalensi skabies cukup tinggi di Indonesia (Departemen Kesehatan RI 2007). Pada tahun 2008, jumlah penderita skabies di salah satu Pesantren Magelang adalah 43% (Saad 2008). Pada tahun 2012, jumlah penderita skabies di salah satu Pesantren Jakarta Timur adalah 51,6% (Ratnasari & Sungkar 2014).

Manifestasi klinis dari skabies yang langsung dirasakan oleh penderita adalah gatal. Gatal dapat berlangsung lama (kronis) dan melibatkan seluruh permukaan kulit atau hanya sebagian, seperti pada kulit kepala, lengan, punggung bagian atas maupun selangkangan (Ständer et al. 2010). Gatal yang diikuti oleh garukan dapat menyebabkan komplikasi berupa infeksi bakteri sekunder seperti impetigo, abses dan selulitis yang dapat menyebabkan septikemia maupun kematian (Heukelbach J 2006). Gatal terjadi karena adanya akumulasi kotoran dan material sekresi lainnya dari tungau ketika membuat terowongan sehingga menyebabkan iritasi dan aktivasi reaksi hipersensitifitas (Chosidow 2006). Gatal biasanya semakin hebat pada malam hari atau bila cuaca panas serta penderita berkeringat. Hal ini terjadi karena meningkatnya aktivitas tungau saat suhu tubuh meningkat. Keluhan/gejala tersebut dapat menyebabkan gangguan tidur sehingga pada pagi harinya penderita tampak lelah dan lesu (Patel et al. 2007).

Gangguan tidur tersebut dapat menurunkan kualitas tidur penderita. Kurangnya kebutuhan tidur akan berdampak pada menurunnya kemampuan untuk berkonsentrasi, membuat keputusan dan berpartisipasi dalam aktivitas sehari-hari.


(24)

4

Hal ini perlu mendapatkan perhatian yang serius karena gangguan tidur dapat mempengaruhi proses belajar, gangguan memori dan kesehatan emosi (Susanto 2006). Berdasarkan studi yang dilakukan di Fakultas Kedokteran Universitas Andalas, terdapat 56 mahasiswa (57%) dari 177 mahasiswa yang mengalami kualitas tidur yang buruk dan prestasi akademik yang kurang baik (Nilifda et al. 2016). Studi lain yang dilakukan di SMA BINSUS Manado mengatakan bahwa kualitas tidur yang cukup (6-7 jam) menghasilkan prestasi yang memuaskan bagi pelajar (Manurung et al. 2013).

Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai hubungan skabies dengan prestasi belajar pada santri pondok pesantren di Bandar Lampung.

1.2. Rumusan Masalah

1.2.1 Berapakah angka kejadian skabies pada santri pondok pesantren di Bandar Lampung?

1.2.2 Apakah skabies berhubungan dengan tingkat konsentrasi pada santri pondok pesantren di Bandar Lampung?

1.2.3 Apakah skabies berhubungan dengan prestasi belajar pada santri pondok pesantren di Bandar Lampung?


(25)

5

1.3. Tujuan

1.3.1.Mengetahui angka kejadian skabies pada santri pondok pesantren di Bandar Lampung.

1.3.2.Mengetahui hubungan skabies dengan tingkat konsentrasi pada santri pondok pesantren di Bandar Lampung.

1.3.3.Mengetahui hubungan skabies dengan prestasi belajar pada santri pondok pesantren di Bandar Lampung.

1.4. Manfaat 1.4.1. Penulis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang hubungan skabies dengan prestasi belajar dan menambah pengalaman dalam mengaplikasikan teori-teori yang didapat.

1.4.2. Masyarakat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan masyarakat dan dapat menyadarkan masyarakat terutama pemilik pesantren agar dapat melakukan tindakan pencegahan dan pengobatan yang efektif terhadap santrinya.

1.4.3. Peneliti Selanjutnya

Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi dasar dan bahan untuk melakukan penelitian lanjutan yang berhubungan dengan penelitian saat ini.


(26)

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Skabies 2.1.1 Definisi

Skabies adalah penyakit infeksi parasit pada kulit yang disebabkan oleh tungau Sarcoptes scabiei varietas Hominis, arthropoda dari ordo Acarina (Chosidow 2006). Kata skabies sendiri berasal dari bahasa Latin, yaitu scabere yang berarti menggaruk. Sedangkan nama Sarcoptes scabiei berasal dari bahasa Yunani yaitu sarx (daging) dan koptein (menancap/memotong). Secara harfiah skabies berarti gatal pada kulit sehingga muncul aktivitas menggaruk kulit yang gatal (Griana 2013; Celcus 2014).

2.1.2 Etiologi

Penyebab skabies pada manusia adalah Sarcoptes scabiei varietas hominis, yang merupakan tungau dimana seluruh siklus hidupnya berada di kulit. Tungau ini termasuk filum Arthropoda, kelas Arachnida, ordo Acari, famili Sarcoptidae, dan genus Sarcoptes (Sungkar 1995). Tungau berwarna putih-krem dan tubuhnya simetris bilateral berbentuk oval yang cembung pada bagian dorsal dan pipih pada bagian ventral. Warna tungau jantan lebih gelap daripada betina. Permukaan tubuhnya bersisik dan dilengkapi dengan


(27)

7

kutikula serta banyak dijumpai garis-garis paralel yang berjalan transversal (Griana 2013).

Tungau dewasa mempunyai empat pasang tungkai berwarna coklat yang mengeras dan terletak pada thoraks. Thoraks dan abdomen menyatu membentuk idiosoma, segmen abdomen tidak ada atau tidak jelas. Ukuran tungau betina berkisar antara 330-450 x 250-350 μm, sedangkan tungau jantan berukuran lebih kecil yakni 200-240 x 150-200 μm. Baik jantan maupun betina memiliki bentuk seperti cakar yang berguna untuk mencengkeram kulit inang yang ditinggalinya (Sudarsono 2012; Centers for Disease Control and Prevention 2010; Griana 2013).

Larva memiliki enam kaki sedangkan nimfa dan dewasa memiliki delapan kaki. Perbedaan nimfa dan tungau dewasa adalah ukuran nimfa yang lebih kecil. Ujung sepasang kaki pertama dan kedua pada jantan dewasa didapatkan alat penghisap (pulvilli) sedangkan pada betina didapatkan setae yang panjang. Telur Sarcoptes scabiei berbentuk oval berukuran panjang 0.1 – 0.15mm. Sekitar 10 - 25 buah telur diletakkan memanjang membentuk garis horizontal sesuai jalur terowongan yang digali oleh tungau betina. (Centers for Disease Control and Prevention 2010).


(28)

8

Gambar 1. Tungau Sarcoptes scabiei (var. Hominis) betina dengan perbesaran 400x (Walton & Currie 2007).

Gambar 2. Telur, nimfa, dan skibala (Butiran feses) Sarcoptes scabiei (var. Hominis) pada kerokan kulit yang ditetesi NaOH 10% (Hengge et al. 2006).

Tungau tinggal di dalam stratum korneum (lapisan tanduk) kulit dan memakan cairan sel. Tungau menggali hanya dilapisan bagian atas kulit dan tidak pernah sampai di bawah stratum korneum. Tungau jantan akan mati setelah melakukan kopulasi sedangankan tungau betina yang telah dibuahi akan menggali terowongan untuk meletakkan telur dalam terowongan


(29)

9

sampai mencapai jumlah 40-50 butir (Sudarsono 2012; Centers for Disease Control and Prevention 2010; Griana 2013; Leone 2008).

Telur akan menetas menjadi larva dalam waktu 2-4 hari. Sebagian larva tinggal di dalam terowongan dan sebagian lain keluar dari terowongan menuju permukaan kulit membentuk kantung kecil di stratum korneum. Larva mendapat makanan dan berkembang dalam kantung, setelah 2-3 hari larva keluar dari kantung menjadi nimfa. Selanjutnya nimfa akan berkembang menjadi bentuk tungau dewasa jantan atau betina dalam 3-6 hari. Siklus hidup dari telur sampai bentuk dewasa berlangsung antara 10-14 hari. Pada kasus skabies klasik dapat ditemukan 5-10 tungau betina yang hidup, sedangkan pada kasus skabies yang sudah membentuk krusta, akan ditemukan ratusan bahkan jutaan tungau betina (Sudarsono 2012; Griana 2013; Leone 2008; Centers for Disease Control and Prevention 2010).

Tungau tidak dapat terbang ataupun lompat tetapi dapat berjalan dengan kecepatan 2,5 cm per menit pada kulit yang hangat (Sudarsono 2012). Tungau dapat bertahan 24-36 jam pada suhu ruangan (21°C) dan dengan kelembaban 40% - 80%. Pada suhu yang lebih rendah (10-15°C) dengan kelembaban yang lebih tinggi, tungau Sarcoptes scabiei dapat bertahan hidup lebih lama (Griana 2013). Transmisi tungau dapat terjadi secara langsung (kulit dengan kulit) maupun tidak langsung (kontak dengan


(30)

10

tempat tidur, pakaian atau handuk dari orang yang terinfeksi) (Chosidow 2006).

Gambar 3. Siklus Hidup Sarcoptes Scabiei var. Hominis (Centers for Disease Control and Prevention 2010).

2.1.3 Manifestasi Klinis

Gatal merupakan manifestasi klinis utama dan terjadi lebih hebat pada malam hari atau bila cuaca panas serta berkeringat. Hal ini karena meningkatnya aktivitas tungau saat suhu tubuh meningkat (Patel et al. 2007). Gatal terjadi karena adanya akumulasi kotoran dan material sekresi lainnya dari tungau ketika membuat terowongan sehingga menyebabkan iritasi dan aktivasi reaksi hipersensitifitas. Terkadang hal ini juga menyebabkan terjadinya kerontokan rambut pada area yang terinfeksi (Garcia 2007).


(31)

11

Itch-selective unmyelinated C fibers tersensitisasi sehingga terjadinya interaksi yang kompleks antara sel T, sel mast, neutrofil, eosinofil, keratinosit, dan sel-sel syaraf (bersama dengan peningkatan pelepasan sitokin, protease, dan neuropeptida) menyebabkan eksaserbasi gatal pada kulit yang ditransmisikan oleh thalamus (Yosipovitch & Bernhard 2013). Gatal yang menetap dapat menyebabkan garukan yang kuat sehingga membuka lapisan stratum korenum. Hal ini memudahkan terjadinya infeksi sekunder dari bakteri lain, contohnya Streptococcus pyogenes dan Staphylococcus aureus (Engelman et al. 2013). Manifestasi kulit lain berupa papul, vesikel atau nodul yang timbul pada ujung terowongan (Sudarsono 2012).

Lesi kulit skabies yang patognomonik yaitu berupa terowongan linier dengan panjang 1-10 mm. Terowongan tersebut dapat terlihat jelas di sela jari tangan dan kaki, pergelangan tangan, siku bagian luar, lipatan ketiak bagian depan, dada, periareolar, punggung, pinggang, pusar, bokong, selangkangan, sekitar alat kelamin, dan penis. Pada bayi dan anak-anak dapat juga ditemukan ruam pada kulit kepala, wajah, leher telapak tangan, dan kaki (Centers for Disease Control and Prevention 2010).


(32)

12

Gambar 4. Predileksi (area) infestasi tungau Sarcoptes scabiei pada tubuh manusia (Centers for Disease Control and Prevention 2010). 2.1.4. Diagnosis

Penegakan diagnosis dilakukan melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik. Anamnesis yang dilakukan harus dapat menggali informasi mengenai keluhan utama berupa gatal dan riwayat kontak dengan orang yang telah terinfeksi (Chosidow 2006). Pemeriksaan fisik yang dilakukan adalah untuk menemukan 2 dari 4 tanda kardinal, yaitu: (1) gatal terutama malam hari, (2) ditemukan lesi kulit yang khas pada tempat predileksi, (3) adanya riwayat anggota keluarga yang menderita kelainan yang sama, serta (4) ditemukan Sarcoptes scabiei dalam berbagai stadium atau skibala pada pemeriksaan mikroskopis (Sudarsono 2012).


(33)

13

Pemeriksaan penunjang juga dapat dilakukan untuk mengidentifikasi terdapatnya tungau, telur, fragmen cangkang telur maupun skibala dari tungau (Chosidow 2006). Beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan yaitu dengan dermatoscopy, skin-scraping technique, dan Burrow Ink Tested (BIT) (Leung & Miller 2011).

Dermatoscopy merupakan cara mengidentifikasi struktur triangular pada tungau khususnya pada bagian anterior, mulut, dan dua buah tungkai depan tungau menggunakan dermatoskop. Cara ini merupakan cara yang paling akurat untuk mendiagnosis, namun harus menggunakan peralatan yang canggih dan kemampuan tenaga medis yang handal. Skin-scraping technique merupakan cara untuk mengidentifikais tungau yang invasif. Skalpel digunakan untuk mengambil bagian kulit yang diduga terdapat tungau, telur, maupun skibala dibawahnya lalu diamati dibawah mikroskop. BIT merupakan cara mengidentifikasi tungau yang paling sederhana, cepat, dan non-invasif yang dapat mengidentifikasi penderita dalam jumlah besar. BIT dilakukan dengan cara meneteskan tinta pada terowongan dan menghapuskannya dengan alkohol. Tinta akan membuat terowongan terisi penuh sehingga terlihat bentuk terowongan pada stratum korneum penderita (Leung & Miller 2011).


(34)

14

2.2. Pondok Pesantren 2.2.1 Definisi

Pondok pesantren adalah sekolah Islam dengan sistem asrama dan pelajarnya disebut santri. Pelajaran yang diberikan adalah pengetahuan umum dan agama tetapi dititikberatkan pada agama Islam (Haningsih 2008). Terdapat 14.798 pondok pesantren dengan prevalensi skabies cukup tinggi di Indonesia, sebagai negara dengan jumlah penduduk muslim terbanyak di dunia (Ratnasari & Sungkar 2014).

2.2.2 Faktor-Faktor Penyebab Skabies di Pesantren

Faktor yang berpengaruh terhadap prevalensi skabies diantaranya adalah usia, jenis kelamin, higienitas pribadi yang buruk, pengetahuan yang rendah, kontak dengan penderita, kelembaban dan kepadatan hunian yang tinggi (Imartha 2016; Audhah 2012; Hilma & Ghazali 2014).

Skabies umumnya terjadi pada usia 12-14 tahun dan pada laki-laki dibandingkan perempuan karena perempuan lebih memperhatikan kebersihan diri (Audhah 2012; Fauziah 2013; Ratnasari & Sungkar 2014). Kebersihan kulit, kebersihan jari dan kuku, kebersihan pakaian, kebersihan handuk, tempat tidur, dan sprei merupakan beberapa faktor yang harus dijaga higenitasnya. Kriteria higenitas pribadi yang baik meliputi mandi dua kali sehari, mengganti pakaian dan pakaian dalam dua kali sehari, tidak menggunakan handuk secara bergantian, dan membersihkan tangan maupun


(35)

15

kuku (Syafni 2013). Padatnya hunian kamar tidur dalam satu ruangan menyebabkan kontak langsung antar santri menjadi tinggi sehingga memudahkan penularan skabies (Ratnasari & Sungkar 2014; Audhah 2012).

2.3 Kualitas Tidur 2.3.1 Definisi

Tidur merupakan keadaan bawah sadar dimana seseorang dapat dibangunkan dengan diberikan rangsangan sensorik. Tidur merupakan kebutuhan dan proses yang diperlukan untuk membentuk sel tubuh yang baru, memperbaiki sel tubuh yang rusak serta memberi waktu bagi organ untuk istirahat dan menjaga keseimbangan metabolisme dan biokimiawi (Guyton & Hall 2008). Kebutuhan tidur yang cukup ditentukan oleh jumlah faktor jam tidur (kuantitas tidur) dan kedalaman tidur (kualitas tidur) (Wicaksono 2012). Kualitas tidur yang cukup adalah kepuasan seseorang terhadap tidur, sehingga seseorang tersebut tidak terlihat lelah, gelisah, lesu, apatis, kehilangan konsentrasi, kehitaman di sekitar mata, kelopak mata bengkak, konjungtiva merah, sakit kepala, sering menguap atau mengantuk (Hidayat 2006).

2.3.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Tidur

Kualitas tidur dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu, kondisi medis, kondisi lingkungan, kondisi fisik (kelelahan), kerja shift, stres emosional, gaya hidup dan kebiasaan, obat-obatan dan zat kimia, serta diet dan kalori (Agustin 2012). Gangguan kualitas tidur yang disebabkan oleh kondisi medis salah


(36)

16

satunya adalah infeksi skabies. Gangguan kualitas tidur dapat menyebabkan penurunan konsentrasi serta produktivitas di siang hari, sehingga pada usia sekolah dapat memengaruhi kegiatan belajar siswa (Kusumastuti 2015)

2.4 Prestasi Belajar 2.4.1 Definisi

Belajar merupakan sebuah proses yang terdiri atas masukan (input), proses (process), dan keluaran (output). Masukan (input) berupa perilaku individu sebelum belajar, proses (process) berupa kegiatan belajar yang terdiri dari pengalaman, praktik, dan latihan; sedangkan keluaran (output) berupa perubahan perilaku yang dihasilkan setelah proses belajar dilaksanakan (Latipah 2010).

Prestasi belajar menunjukkan pada kinerja belajar seseorang yang umumnya ditunjukkan dalam bentuk nilai rata‐rata yang diperoleh. Prestasi belajar terwujud karena adanya perubahan selama beberapa waktu yang tidak disebabkan oleh pertumbuhan, tetapi karena adanya situasi belajar (Latipah 2010). Perwujudan ini dapat berupa perbuatan verbal maupun tulisan dan keterampilan yang langsung dapat diukur atau dinilai dengan menggunakan suatu tes (Munandar et al. 2009).


(37)

17

2.4.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar

Prestasi belajar dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu faktor internal maupun eksternal. Faktor internal terdiri dari faktor fisiologis, yaitu keadaan fisik tubuh siswa/mahasiswa dan faktor psikologis, yaitu intelegensi, minat, bakat, motivasi, dan perhatian. Adapun faktor eksternal meliputi lingkungan belajar, pola asuh orang tua, gaya/pendekatan yang digunakan siswa dalam belajar, fasilitas belajar, dan profesionalisme pendidik (Latipah 2010; Sudarsono 2012).

2.4.3 Evaluasi prestasi belajar

Evaluasi prestasi belajar dilakukan dengan cara mengukur menggunakan sebuah tes atau sering disebut dengan ulangan. Tes dibagi dua yaitu tes formatif dan tes sumatif. Tes formatif adalah tes yang diadakan sebelum atau selama pelajaran berlangsung, sedangkan tes sumatif (ujian akhir semester) adalah tes yang diadakan pada saat keseluruhan kegiatan belajar mengajar. Hasil dari tes yang dilakukan dapat dioperasionalkan dalam bentuk indikator yang berupa nilai raport, indeks prestasi studi, angka kelulusan, dan predikat keberhasilan (Sudarsono 2012).

2.4.4 Pengaruh skabies terhadap prestasi belajar

Gatal merupakan manifestasi utama pada penyakit skabies. Gatal yang terjadi dapat berlangsung lama (kronis) dan melibatkan seluruh permukaan kulit atau hanya sebagian, seperti pada kulit kepala, lengan, punggung


(38)

18

bagian atas maupun selangkangan (Ständer et al. 2010). Gatal terjadi karena adanya akumulasi kotoran dan material sekresi lainnya dari tungau ketika membuat terowongan sehingga menyebabkan iritasi dan aktivasi reaksi hipersensitifitas (Garcia 2007). Gatal biasanya semakin hebat terjadi pada malam hari dan menyebabkan gangguan tidur, sehingga menyebabkan penderita merasakan lelah dan lesu ketika terbangun (Patel et al. 2007).

Gangguan tidur menyebabkan kebutuhan tidur berkurang dan berdampak pada penurunan kemampuan untuk berkonsentrasi, membuat keputusan dan berpartisipasi dalam aktivitas sehari-hari (Susanto 2006). Menurunnya kemampuan tersebut tentunya juga akan berdampak langsung dalam memproses, mengelola, menginterpretasikan dan mengorganisasi materi pelajaran sehingga dapat menurunkan prestasi belajar (Astuti 2007).


(39)

19

2.5 Kerangka Teori

Keterangan :

: Variabel yang diteliti

Gambar 5. Kerangka Teori (Sudarsono, 2012) dengan modifikasi Skabies

Sensitisasi itch-selective

unmyelinated C fibers Iritasi

Reaksi hipersensitivitas

Gatal hebat terutama pada malam hari dan berkeringat

Gangguan tidur Gangguan

konsentrasi belajar

Gangguan kondisi fisiologis

Prestasi Belajar


(40)

20

2.5 Kerangka Konsep

Variabel bebas Variabel antara Variabel terikat Gambar 6. Kerangka Konsep

2.6 Hipotesis

H0 : Skabies tidak berhubungan dengan tingkat konsentrasi pada santri pondok pesantren di Bandar Lampung.

H1 : Skabies berhubungan dengan tingkat konsentrasi pada santri pondok pesantren di Bandar Lampung.

H0 : Skabies tidak berhubungan dengan prestasi belajar pada santri pondok pesantren di Bandar Lampung.

H1 : Skabies berhubungan dengan prestasi belajar pada santri pondok pesantren di Bandar Lampung.

Skabies Prestasi

Belajar Gangguan


(41)

21

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian analytic observational dengan pendekatan cross sectional, yaitu suatu penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi dengan cara pendekatan observasi atau pegumpulan data sekaligus pada suatu saat (point, time, and approach).

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2.1 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober hingga bulan November 2016. 3.2.2 Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Pondok Pesantren Madarijul ‘Ulum di Jl. WA Rahman Gg. Putuk, Kecamatan Teluk Betung Utara, Bandar Lampung.


(42)

22

3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi Penelitian

Populasi yang diteliti dalam penelitian ini adalah santri Madrasah Tsanawiyah (MTs) di Pondok Pesantren Madarijul Ulum.

3.3.2 Sampel Penelitian

Sampel pada penelitian ini adalah santri MTs di Pondok Pesantren Madarijul ‘Ulum yang memenuhi kriteria inklusi. Adapun kriteria sampel dalam penelitian adalah sebagai berikut:

1. Kriteria Inklusi

1. Santri yang bersedia mengikuti penelitian dan menandatangani informed consent.

2. Santri yang bersedia mengisi kuesioner.

3. Santri yang bersedia mengikuti tes konsentrasi Merk Aufgaben (ME). 4. Santri yang sudah menetap di Pondok Pesantren Madarijul ‘Ulum

selama minimal 6 minggu.

5. Santri yang memiliki salinan nilai Ujian Tengah Semester (UTS) genap tahun ajaran 2015/2016.

2. Kriteria Eksklusi

1. Santri yang memiliki penyakit kulit lainnya (dermatitis kontak alergi, dermatitis kontak iritan, dan panu)

Jumlah sampel dihitung dengan rumus:


(43)

23

Keterangan:

n = jumlah sampel

(deviasi baku alfa) = 1,64 P = proporsi penyakit

Q = (1-P)

d (ketetapan absolut) = 0,1

Berdasarkan rumus tersebut didapatkan jumlah sampel minimal sejumlah 30 sampel. Kerusakan sampel diantisipasi dengan menambahakan jumlah sampel sebanyak 10% sehingga didapatkan total sampel sebesar 35 sampel. 3.3.3 Teknik Pemilihan Sampling

Teknik yang digunakan untuk pengambilan sampel pada penelitian adalah teknik simple random sampling. Sampel diambil secara acak oleh peneliti sejumlah sampel yang dibutuhkan selama penelitian.

3.4 Variabel Penelitian 3.4.1 Variabel bebas

Adapun variabel bebas dalam penelitian ini adalah skabies. 3.4.2 Variabel terikat


(44)

24

3.5 Definisi Operasional

Tabel 1. Definisi Operasional

3.6 Alat Penelitian 3.6.1. Alat

1. Data identitas responden 2. Kuesioner persepsi santri 3. Lembar tes ME

4. Salinan nilai UTS genap santri kelas 7,8, dan 9 pada tahun ajaran 2015/2016

5. Lup

No Variabel Definisi Operasional Cara Pengukuran Alat Ukur Hasil Pengukuran Skala 1 Penderita

Skabies

Santri yang terinfeksi oleh

S. scabiei

ditandai dengan ditemukannya 2 dari 4 gejala kardinal yang positif.

Anamnesis dan

pemeriksaan fisik.

Lup 0: Negatif

1: Positif

Nominal

2 Tingkat

Konsentrasi

Nilai tingkat konsentrasi siswa

Mengisi lembar tes ME

Lembar tes ME >100: Kuat ≤100: Lemah Ordinal

3 Prestasi Belajar

Nilai rerata UTS.

Menghitung nilai rata-rata UTS

Salinan nilai UTS

>74: Baik

≤74: Kurang Baik


(45)

25

3.7 Cara Kerja

1. Subjek mengisi data identitas, informed consent, dan lembar kuesioner persepsi santri yang diberikan.

2. Subjek mengerjakan lembar tes konsentrasi ME yang dipandu oleh psikolog. 3. Peneliti menjelaskan cara mendiagnosis skabies dengan melakukan anamnesis

dan pemeriksaan fisik.

4. Peneliti melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik dengan bantuan dokter umum.


(46)

26

3.8 Alur Penelitian

Gambar 7. Alur Penelitian Seminar Proposal

Pengajuan Ethical Clearance

Membuat surat izin penelitian dari Fakultas Kedokteran Unila untuk melakukan penelitian kepada santri di Pondok Pesantren Madarijul 'Ulum, Teluk Betung Utara, Bandar Lampung

Mendapatkan izin penelitian

Memberikan kertas identitas, informed consent, lembar kuesioner persepsi santri dan lembar tes ME kepada calon subjek penelitian

Setelah santri bersedia menjadi subjek penelitian, pengisian lembar tes konsentrasi dilakukan setelah diberikan penjelasan oleh peneliti dan psikolog

Melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik untuk menegakkan diagnosis skabies pada subjek penelitian dengan bantuan dokter umum.

Mendapatkan hasil kuesioner dan nilai UTS genap subjek penelitian

Pengolahan dan analisis data


(47)

27

3.9 Pengolahan Data 3.9.1 Editing

Penyempurnaan data yang kurang atau tidak sesuai, belum lengkap, tentang kejelasan data, konsistensi data, dan kesesuaian respondensi (mengkoreksi data yang telah diperoleh).

3.9.2 Coding

Setelah dilakukan editing, peneliti memberikan kode variable untuk memudahkan dalam tahap analisis data.

3.9.3 Entry Data

Memasukkan data ke dalam program komputer untuk selanjutnya dapat dianalisis menggunakan software statistik.

3.9.4 Scoring

Memberikan skor pada setiap jawaban. 3.9.5 Cleaning

Mengecek kembali data yang sudah di-entry, apakah ada kesalahan atau tidak.

3.10 Analisis Data

Analisis data dalam penelitian dilakukan dengan menggunakan program komputer. Analisis data yang dilakukan adalah analisis univariat dan bivariat.


(48)

28

3.10.1 Analisis Univariat

Tujuan analisis univariat adalah untuk menerangkan karakteristik masing–masing variabel, baik variabel bebas maupun terikat. Dengan melihat distribusi frekuensi masing-masing variabel.

3.10.2 Analisis Bivariat

Tujuan analisis bivariat adalah untuk melihat ada tidaknya hubungan antara dua variabel, yaitu variabel terikat dengan variabel bebas. Analisis ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui hubungan skabies dengan tingkat konsentrasi pada santri pondok pesantren di Bandar Lampung.

2. Mengetahui hubungan skabies dengan prestasi belajar pada santri pondok pesantren di Bandar Lampung.

Dalam analisis bivariat ini dilakukan uji statistik dengan variabel bebas dan variabel terikat berupa kategorik dan tidak berpasangan, sehingga dilakukan uji chi square.

Uji signifikan antara data yang diobservasi dengan data yang diharapkan dilakukan dengan batas kemaknaan (α=0,05) yang artinya apabila diperoleh p<α, berarti ada hubungan yang signifikan antara variabel bebas dengan variabel terikat dan bila nilai p>α, berarti tidak adahubungan yang signifikan antara variabel bebas dengan variabel terikat.


(49)

29

3.11 Etika Penelitian

Penelitian ini telah mendapatkan persetujuan dari komite etik. Etika penelitian dalam penelitian ini mencakup informed consent (lembar persetujuan), anonymity (tanpa nama), confidently (kerahasiaan), dan protection from discomfort. Penelitian ini dilakukan oleh tenaga ahli dan tidak melakukan kegiatan invasif sehingga menurunkan terjadinya faktor resiko gangguan kesehatan terhadap subjek penelitian. Pada penelitian ini tidak terdapat unsur paksaaan sehingga subjek penelitian dapat mengundurkan diri dalam situasi apapun.


(50)

39

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat dibuat kesimpulan sebagai berikut :

1. Angka kejadian skabies pada santri pondok pesantren di Bandar Lampung adalah sebanyak 60%.

2. Terdapat hubungan yang bermakna pada skabies dengan tingkat konsentrasi. 3. Terdapat hubungan yang bermakna pada skabies dengan prestasi belajar santri.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian ini, peneliti menyarankan beberapa hal yaitu kepada : 1. Kepala Sekolah dan Pondok Pesantren Madarijul ‘Ulum

Hasil dari penelitian diharapkan dapat menjadi dasar untuk pemilik pesantren dalam memberikan tindakan pencegahan untuk menurunkan angka kejadian skabies. Selain itu hasil dari nilai tingkat konsentrasi santri dapat dijadikan bahan dalam memotivasi santri untuk dapat lebih berkonsentrasi saat belajar dan sebagai pengetahuan guru dalam meningkatkkan kualitas dalam memberikan materi pelajaran.


(51)

40

2. Peneliti Lain

Dapat meneliti prestasi belajar santri menggunakan nilai rapot sehingga dapat lebih baik dalam menggambarkan prestasi santri.


(52)

(53)

41

DAFTAR PUSTAKA

Agustin D. 2012. Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas tidur pada pekerja shift di PT Krakatau Tirta Industri Cilegon [Skripsi]. Jakarta: Universitas Indonesia Akmal S C, Semiarty R & Gayatri G. 2013. Hubungan personal hygiene dengan

kejadian skabies Pendidikan Islam Darul Ulum Palarik Air Pacah, kecamatan Koto Tangah, Padang tahun 2013. Jurnal Kesehatan Andalas. 2(3): 164-7

Astuti E. 2007. Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar mata pelajaran pengetahuan sosial-ekonomi pada siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Padamara Kabupaten Purbalingga tahun pelajaran 2005/2006 [Tesis]. Semarang: Universitas Negri Semarang.

Audhah N. 2012. Faktor risiko skabies pada siswa pondok pesantren. Jurnal Penyakit Bersumber Binatang. 4 (1): 14–22.

Badri M. 2007. Hygiene perseorangan santri Pondok Pesantren Wali Songo Ngabar Ponorogo. Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 17: 20–27.

Campbell T. & Campbell A. 2007. Emerging disease burdens and the poor in cities in the developing world. J Urban Health. 84: i54–i63.

Celcus A. 2014. Celsus De Medicina. Loeb Classical Library edition. [Online Journal] [diakses pada Mei 25, 2016]. Tersedia dari: http://penelope.uchicago.edu/Thayer/. Centers for Disease Control and Prevention, 2010. Parasites-Scabies. [Online Journal]

[Diunduh pada 23 Mei 2016]. Tersedia dari:

http://www.cdc.gov/parasites/scabies/gen_info/faq_workplace.html Chosidow O. 2006. Scabies. N Engl J Med. 354(16): 1718–28.

Departemen Kesehatan RI. 2007. Pedoman penyelenggaraan dan pembinaan pos kesehatan pesantren. [Jurnal Online] [Diunduh pada 25 Mei 2016]. Tersedia dari: http://perpustakaan.depkes.go.id.


(54)

42

Dinas Kesehatan Provinsi Lampung. 2012. Profil Kesehatan Provinsi Lampung Tahun 2012. Bandar Lampung.

Djuanda A. 2010. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Jilid III. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Engelman D, Kiang K, Chosidow O, McCarthy J, Fuller C, Lammie P, et al. 2013. Toward the global control of human scabies: introducing the international alliance for the control of scabies. PLoS Neglected Tropical Diseases. 7(8): 1–4.

Fauziah, Djajakusumah T S, Susanti Y. 2013. Angka Kejadian dan Karakteristik Pasien Skabies di Rumah Sakit Al-Islam Bandung. ISSN: 1023-28.

Fuller C. 2013. Epidemiology of scabies. PMID. 26(2): 123–6.

Garcia LS. 2007. Diagnostic Medical Parasitology 5th ed. ASM Press.Washington DC. Griana TP. 2013. Scabies: Penyebab, Penanganan, Pencegahannya. Jurnal El-Hayah.

4(1): 37–46.

Guyton & Hall. 2008. Aktivitas otak tidur,gelombang otak, epilepsi, psikosis. Dalam: Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. EGC. Jakarta. Hal 777

Haningsih S. 2008. Peran strategis pesantren, madrasah, dan sekokah Islam di Indonesia. Jurnal El Tarbawi. 1(1).

Hengge U, Currie BJ, Jager G, Lupi O, & Schwartz RA. 2006. Scabies : a ubiquitous neglected skin disease. Lancet Infect Dis. 6: 769–79.

Heukelbach J. 2006. Scabies. PMID. 367: 1767–74.

Hidayat A. 2006. Pengantar kebutuhan dasar manusia. Jakarta: Salemba Medika. Hilma U & Ghazali L. 2014. Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian skabies di

Pondok Pesantren Mlangi Nogotirto Gamping Sleman Yogyakarta. JKKI. 6(3):148–57.

Imartha AG. 2016. Faktor-Faktor yang berhubungan dengan kejadian skabies di Pondok Pesantren Jabal An-Nur Al-Islami Kecamatan Teluk Betung Barat Kota Bandar Lampung [Skripsi]. Bandar Lampung: Universitas Lampung

Jackson A, Heukelbach J, Filho A, Junior E, & Feldmeier H. 2007. Clinical features and associated morbidity of scabies in a rural community in Alagoas, Brazil. Trop Med In Health. 12(4):493-502.


(55)

43

Kusumastuti RA. 2015. Hubungan antara skabies dengan kualitas tidur di Pondok Pesantren Miftakhurrosyidin [Skripsi]. Surakarta: Universitas Sebelas Maret Latipah E. 2010. Strategi self regulated learning dan prestasi belajar. Psi. 37(1): 110–

29.

Lizar E N, 2016. Hubungan infeksi soil transmitted helminth (sth) dengan tingkat kecerdasan dan prestasi akademik pada siswa sd negeri 1 krawangsari kecamatan natar [Skripsi]. Bandar Lampung: Universitas Lampung.

Leone P. 2008. Pubic lice and scabies. McGrawHill. 1: 839–51.

Leung V & Miller M. 2011. A systematic review of diagnostic methods. 22(4): 143– 46.

Manurung PP, Supit S, & Nancy J. 2013. Gambaran lama tidur terhadap prestasi belajar siswa. eBM. 1(1): 543–49.

Ma'rufi I, Keman S, & Notobroto HB. 2005. Faktor sanitasi lingkungan yang berperan terhadap prevalensi penyakit skabies studi pada santri di Pondok Pesantren Kabupaten Lamongan. Jurnal Kesehatan Lingkungan. 2: 11-8

Munandar U, Herkusumo AP, & Bonang E. 2009. Hubungan antara pengaturan diri dalam belajar, self efficacy, lingkungan belajar di rumah, dan inteligensi dengan prestasi belajar. Gifted Rivewed, Jurnal Keberbakatan dan Kreativitas. 3(1): 13– 25.

Nilifda H, Nadjmir, & Hardisman. 2016. Hubungan kualitas tidur dengan prestasi akademik mahasiswa program studi pendidikan dokter angkatan 2010 FK Universitas Andalas. Jurnal Kesehatan Andalas. 4(1): 243–49.

Patel T, Ishiuji Y, & Yosipovitch G. 2007. Nocturnal Itch : why do we itch at night? PMID. 87(4): 295–8.

Ratnasari AF & Sungkar S. 2014. Prevalensi Skabies dan Faktor-faktor yang Berhubungan di Pesantren X , Jakarta Timur. MJI. 2(1): 7-12.

Raharnie AD, Amirudi MD & Adam AM. 2011. Study of retrospective in scabies patient in Jaury akademis hospital Makassar. IJDV. 1: 1-6.

Saad. 2008. Pengaruh faktor higiene perorangan terhadap kejadian skabies di Pesantran An-Najach Magelang [Skripsi]. Semarang: Fk Undip.


(56)

44

Siswono. 2008. Pedoman umum Program Pemberantasan Penyakit Lingkungan. Jakarta : Dep.Kes. RI

Ständer S, Schäfer I, Phan NQ, Blome C, Herberger K, Heigel H, et al. 2010. Prevalence of chronic pruritus in Germany: results of a cross-sectional study in a sample working population of 11,730. Epub. 221(3): 229–35.

Sudarsono. 2012. Pengaruh skabies terhadap prestasi belajar santri di sebuah pesantren di Kota Medan. MDVI. 39(3): 108-12

Sungkar S. 1995. Skabies, Jakarta.

Susanto H. 2006. Meningkatkan konsentrasi siswa melalui optimalisasi modalitas belajar siswa. Jurnal Pendidikan Penabur. 5(6): 46–51.

Syafni S. 2013. Hubungan personal hygiene dengan kejadian skabies di pondok pesantren as-salam surakarta [Skripsi]. Surakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Thomas J, Peterson GM, Walton SF, Carson CF, Naunton M, & Baby KE. 2015. Scabies: an ancient global disease with a need for new therapies. BMC Infectious Diseases. 15(1): 250.

Walton S & Currie B. 2007. Problem in diagnosing scabies, a global disease in human and animal populations. CMR. 20(2): 268–79.

Wicaksono DW. 2012. Analisis faktor dominan yang berhubungan dengan kualitas tidur pada mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga [Skripsi]. Surabaya: Universitas Airlangga.

Yosipovitch G. & Bernhard JD. 2013. Chronic pruritus. N Engl J Med. 17368(25): 1625–34.


(1)

40

2. Peneliti Lain

Dapat meneliti prestasi belajar santri menggunakan nilai rapot sehingga dapat lebih baik dalam menggambarkan prestasi santri.


(2)

(3)

41

DAFTAR PUSTAKA

Agustin D. 2012. Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas tidur pada pekerja shift di PT Krakatau Tirta Industri Cilegon [Skripsi]. Jakarta: Universitas Indonesia Akmal S C, Semiarty R & Gayatri G. 2013. Hubungan personal hygiene dengan

kejadian skabies Pendidikan Islam Darul Ulum Palarik Air Pacah, kecamatan Koto Tangah, Padang tahun 2013. Jurnal Kesehatan Andalas. 2(3): 164-7

Astuti E. 2007. Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar mata pelajaran pengetahuan sosial-ekonomi pada siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Padamara Kabupaten Purbalingga tahun pelajaran 2005/2006 [Tesis]. Semarang: Universitas Negri Semarang.

Audhah N. 2012. Faktor risiko skabies pada siswa pondok pesantren. Jurnal Penyakit Bersumber Binatang. 4 (1): 14–22.

Badri M. 2007. Hygiene perseorangan santri Pondok Pesantren Wali Songo Ngabar Ponorogo. Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 17: 20–27.

Campbell T. & Campbell A. 2007. Emerging disease burdens and the poor in cities in the developing world. J Urban Health. 84: i54–i63.

Celcus A. 2014. Celsus De Medicina. Loeb Classical Library edition. [Online Journal] [diakses pada Mei 25, 2016]. Tersedia dari: http://penelope.uchicago.edu/Thayer/. Centers for Disease Control and Prevention, 2010. Parasites-Scabies. [Online Journal]

[Diunduh pada 23 Mei 2016]. Tersedia dari:

http://www.cdc.gov/parasites/scabies/gen_info/faq_workplace.html Chosidow O. 2006. Scabies. N Engl J Med. 354(16): 1718–28.

Departemen Kesehatan RI. 2007. Pedoman penyelenggaraan dan pembinaan pos kesehatan pesantren. [Jurnal Online] [Diunduh pada 25 Mei 2016]. Tersedia dari: http://perpustakaan.depkes.go.id.


(4)

Dinas Kesehatan Provinsi Lampung. 2012. Profil Kesehatan Provinsi Lampung Tahun 2012. Bandar Lampung.

Djuanda A. 2010. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Jilid III. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Engelman D, Kiang K, Chosidow O, McCarthy J, Fuller C, Lammie P, et al. 2013. Toward the global control of human scabies: introducing the international alliance for the control of scabies. PLoS Neglected Tropical Diseases. 7(8): 1–4.

Fauziah, Djajakusumah T S, Susanti Y. 2013. Angka Kejadian dan Karakteristik Pasien Skabies di Rumah Sakit Al-Islam Bandung. ISSN: 1023-28.

Fuller C. 2013. Epidemiology of scabies. PMID. 26(2): 123–6.

Garcia LS. 2007. Diagnostic Medical Parasitology 5th ed. ASM Press.Washington DC. Griana TP. 2013. Scabies: Penyebab, Penanganan, Pencegahannya. Jurnal El-Hayah.

4(1): 37–46.

Guyton & Hall. 2008. Aktivitas otak tidur,gelombang otak, epilepsi, psikosis. Dalam: Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. EGC. Jakarta. Hal 777

Haningsih S. 2008. Peran strategis pesantren, madrasah, dan sekokah Islam di Indonesia. Jurnal El Tarbawi. 1(1).

Hengge U, Currie BJ, Jager G, Lupi O, & Schwartz RA. 2006. Scabies : a ubiquitous neglected skin disease. Lancet Infect Dis. 6: 769–79.

Heukelbach J. 2006. Scabies. PMID. 367: 1767–74.

Hidayat A. 2006. Pengantar kebutuhan dasar manusia. Jakarta: Salemba Medika. Hilma U & Ghazali L. 2014. Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian skabies di

Pondok Pesantren Mlangi Nogotirto Gamping Sleman Yogyakarta. JKKI. 6(3):148–57.

Imartha AG. 2016. Faktor-Faktor yang berhubungan dengan kejadian skabies di Pondok Pesantren Jabal An-Nur Al-Islami Kecamatan Teluk Betung Barat Kota Bandar Lampung [Skripsi]. Bandar Lampung: Universitas Lampung

Jackson A, Heukelbach J, Filho A, Junior E, & Feldmeier H. 2007. Clinical features and associated morbidity of scabies in a rural community in Alagoas, Brazil. Trop Med In Health. 12(4):493-502.


(5)

43

Kusumastuti RA. 2015. Hubungan antara skabies dengan kualitas tidur di Pondok Pesantren Miftakhurrosyidin [Skripsi]. Surakarta: Universitas Sebelas Maret Latipah E. 2010. Strategi self regulated learning dan prestasi belajar. Psi. 37(1): 110–

29.

Lizar E N, 2016. Hubungan infeksi soil transmitted helminth (sth) dengan tingkat kecerdasan dan prestasi akademik pada siswa sd negeri 1 krawangsari kecamatan natar [Skripsi]. Bandar Lampung: Universitas Lampung.

Leone P. 2008. Pubic lice and scabies. McGrawHill. 1: 839–51.

Leung V & Miller M. 2011. A systematic review of diagnostic methods. 22(4): 143– 46.

Manurung PP, Supit S, & Nancy J. 2013. Gambaran lama tidur terhadap prestasi belajar siswa. eBM. 1(1): 543–49.

Ma'rufi I, Keman S, & Notobroto HB. 2005. Faktor sanitasi lingkungan yang berperan terhadap prevalensi penyakit skabies studi pada santri di Pondok Pesantren Kabupaten Lamongan. Jurnal Kesehatan Lingkungan. 2: 11-8

Munandar U, Herkusumo AP, & Bonang E. 2009. Hubungan antara pengaturan diri dalam belajar, self efficacy, lingkungan belajar di rumah, dan inteligensi dengan prestasi belajar. Gifted Rivewed, Jurnal Keberbakatan dan Kreativitas. 3(1): 13– 25.

Nilifda H, Nadjmir, & Hardisman. 2016. Hubungan kualitas tidur dengan prestasi akademik mahasiswa program studi pendidikan dokter angkatan 2010 FK Universitas Andalas. Jurnal Kesehatan Andalas. 4(1): 243–49.

Patel T, Ishiuji Y, & Yosipovitch G. 2007. Nocturnal Itch : why do we itch at night? PMID. 87(4): 295–8.

Ratnasari AF & Sungkar S. 2014. Prevalensi Skabies dan Faktor-faktor yang Berhubungan di Pesantren X , Jakarta Timur. MJI. 2(1): 7-12.

Raharnie AD, Amirudi MD & Adam AM. 2011. Study of retrospective in scabies patient in Jaury akademis hospital Makassar. IJDV. 1: 1-6.

Saad. 2008. Pengaruh faktor higiene perorangan terhadap kejadian skabies di Pesantran An-Najach Magelang [Skripsi]. Semarang: Fk Undip.


(6)

Siswono. 2008. Pedoman umum Program Pemberantasan Penyakit Lingkungan. Jakarta : Dep.Kes. RI

Ständer S, Schäfer I, Phan NQ, Blome C, Herberger K, Heigel H, et al. 2010. Prevalence of chronic pruritus in Germany: results of a cross-sectional study in a sample working population of 11,730. Epub. 221(3): 229–35.

Sudarsono. 2012. Pengaruh skabies terhadap prestasi belajar santri di sebuah pesantren di Kota Medan. MDVI. 39(3): 108-12

Sungkar S. 1995. Skabies, Jakarta.

Susanto H. 2006. Meningkatkan konsentrasi siswa melalui optimalisasi modalitas belajar siswa. Jurnal Pendidikan Penabur. 5(6): 46–51.

Syafni S. 2013. Hubungan personal hygiene dengan kejadian skabies di pondok pesantren as-salam surakarta [Skripsi]. Surakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Thomas J, Peterson GM, Walton SF, Carson CF, Naunton M, & Baby KE. 2015. Scabies: an ancient global disease with a need for new therapies. BMC Infectious Diseases. 15(1): 250.

Walton S & Currie B. 2007. Problem in diagnosing scabies, a global disease in human and animal populations. CMR. 20(2): 268–79.

Wicaksono DW. 2012. Analisis faktor dominan yang berhubungan dengan kualitas tidur pada mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga [Skripsi]. Surabaya: Universitas Airlangga.

Yosipovitch G. & Bernhard JD. 2013. Chronic pruritus. N Engl J Med. 17368(25): 1625–34.