MAKNA IDEASIONAL KATA ‘CINTA’ DALAM NOVEL LONDON KARYA WINDRY RAMADHINA DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SMA

  

MAKNA IDEASIONAL KATA ‘CINTA’ DALAM NOVEL

LONDON KARYA WINDRY RAMADHINA DAN

  

INDONESIA DI SMA

SKRIPSI

  Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan dalam Menyelesaikan Program Strata Satu (S1) Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah

  

Oleh

  RIRIN WAHYUNINGSIH E1C013037

  

PENDIDIKAN BAHASA, SASTRA INDONESIA DAN DAERAH

PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MATARAM

  

2017

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI

  

UNIVERSITAS MATARAM

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

  Jln. Majapahit Mataram NTB, 83125 Telp. (0370) 623873

  

HALAMAN PENGESAHAN

MAKNA IDEASIONAL KATA ‘CINTA’ DALAM NOVEL LONDON

KARYA WINDRY RAMADHINA DAN IMPLIKASINYA TERHADAP

PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SMA

  Telah Diuji dan Dipertahankan di Depan Panitia Ujian Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Pada, Senin, 17 Juli 2017

  Ketua Penguji Dra. Syamsinas Jafar, M.Hum.

  NIP. 195912311980692001 Anggota, Ratna Yulida Ashriany, M.Hum.

  NIP. 198101082009122002 Anggota, Drs. Khairul Paridi, M.Hum.

  NIP. 196012311987031018 Mengetahui,

  Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Mataram Dr. H. Wildan, M.Pd.

  NIP. 195712311983031037

  MOTTO

“Hidup ini seperti sepeda. Agar tetap seimbang, kau harus

terus bergerak.”

  PERSEMBAHAN

  Dengan segenap kerendahan hati dan rasa syukur kepada Allah SWT, skripsi ini penulis persembahkan untuk:

  1. Kedua pahlawanku, ayahanda tercinta (Bahrudin) dan ibunda tercinta (Sare’ah). Terima kasih yang tiada henti-hentinya karena telah mengajarkanku arti kesabaran dan perjuangan, atas semua pengorbanan yang telah engkau lakukan untukku dan kedua adikku, atas doa yang selalu engkau panjatkan untuk ananda serta dukungan semangat, dorongan-dorongan yang engkau berikan, baik moril maupun materiil.

  2. Adik-adik tersayang (Hazratul Nisa dan Aulia Zahra Firdaus) yang selalu memberi doa dan semangat.

  3. Sahabat-sahabat terbaikku (Zahratun Aini, Nia Sari, Izzatul Hilmi, dan Dian

  Huriatun Husna) yang selalu melukiskan kebahagiaan sebagai motivasi untukku.

  4. Teman terbaikku (Sumiati dan Fardha Ilman) yang tidak pernah henti memberikan semangat serta meluangkan waktu untuk berdiskusi dan memberi masukan dalam proses penulisan skripsi ini.

  Mataram, 2017 (Penulis)

KATA PENGANTAR

  Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat, karunia, serta hidayah-Nya, sehingga skripsi yang berjudul Makna Ideasional Kata ‘Cinta’

  

dalam Novel London Karya Windry Ramadhina dan Implikasinya Terhadap

Pembelajaran Bahasa Indonesia di SMA, dapat terselesaikan. Shalawat serta

  salam semoga senantiasa selalu tercurahkan kepada baginda Muhammad SAW dan sahabat-sahabatnya, serta pengikutnya yang senantiasa istikomah di atas sunah-sunah dan ajaran yang beliau bawa sampai hari kiamat kelak.

  Dalam penulisan skripsi ini, penulis dihadapkan oleh berbagai macam permasalahan, tetapi dengan adanya bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, skripsi ini bisa terselesaikan. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, ucapan terima kasih dan rasa hormat disampaikan kepada:

  1. Dr. H. Wildan, M.Pd., Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Mataram.

  2. Dra. Siti Rohana Hariana Intiana, M.Pd., Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Mataram.

  3. Drs. I Nyoman Sudika, Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia dan Daerah.

  4. Dra. Syamsinas Jafar, M.Hum., Dosen Pembimbing I, yang telah banyak memberikan arahan, serta bimbingan selama proses penyusunan skripsi ini.

  5. Ratna Yulida Ashriany, M.Hum., Dosen Pembimbing II, yang telah banyak memberikan arahan, serta bimbingan selama proses penyusunan skripsi ini.

  6. Dosen-dosen yang tidak dapat disebutkan namanya satu per satu, serta tenaga kependidikan dan administrasi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Mataram.

  7. Semua pihak yang telah membantu dan memberikan dukugan dalam penyelesaian skripsi ini.

  Semoga Allah SWT senantiasa memberikan rahmat dan hidayah-Nya atas semua bantuan dan motivasi yang telah diberikan kepada penulis. Penulis menyadari skripsi ini masih kurang sempuran. Oleh karena itu, dengan senang hati penulis akan menerima kritik dan sara yang bersifat membangun. Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

  Mataram, Juli 2017 Penulis

  

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL………………………………………………………. i HALAMAN PERSETUJUAN……………………………………………. ii MOTTO DAN PERSEMBAHAN………………………………………… iii KATA PENGANTAR…………………………………………………….. iv DAFTAR ISI……………………………………………………………….. vii

  

ABSTRAK………………………………………………………………..... ix

ABSTRACT……………………………………………………………...... x

BAB I PENDAHULUAN……………………………………………..

  1 1.1 Latar Belakang…………………………………………...

  1 1.2 Rumusan Masalah………………………………………..

  5

  1.3 Tujuan Penelitian…………………………………………

  5 1.4 Manfaat Penelitian………………………………………..

  6 BAB II KAJIAN PUSTAKA…………………………………………...

  7 2.1 Penelitian Relevan……………………………………….

  7 2.2 Landasan Teori…………………………………………..

  11 2.2.1 Semantik………………………………………….

  11 2.2.2 Teori Makna……………………………………...

  13 2.2.3 Jenis-jenis Makna………………………………..

  16 2.2.4 Makna Ideasional………………………………...

  18

  2.2.5 Bentuk Kebahasaan………………………………

  22 2.2.6 Implikasi………………………………………….

  37 BAB III METODE PENELITIAN……………………………………..

  38 3.1 Jenis Penelitian…………………………………………..

  38

  3.2 Metode Pengumpulan Data………………………………

  38 3.3 Metode Analisis Data…………………………………….

  39 3.4 Metode Penyajian Hasil Analisis Data…………………..

  40 BAB IV PEMBAHASAN………………………………………………..

  42

  4.1 Bentuk Lingual Kata Cinta………………………………

  42 4.2 Makna Ideasional Kata Cinta…………………………….

  56 4.3 Implikasi………………………………………………….

  78 BAB V PENUTUP………………………………………………………

  80 5.1 Kesimpulan……………………………………………….

  80 5.2 Saran-saran……………………………………………….

  81 DAFTAR PUSTAKA

  LAMPIRAN-LAMPIRAN

  

ABSTRAK

  Rumusan masalah dalam penelitian ini (1) bagaimanakah bentuk lingual kata

  

cinta yang memiliki makna ideasional dalam novel London karya Windry

  Ramadhina, (2) bagaimanakah makna ideasional kata cinta dalam novel London karya Windry Ramadhina, dan (3) bagaimanakah implikasi makna ideasional kata

  

cinta dalam novel London karya Windry Ramadhina dengan pembelajaran bahasa

  Indonesia di SMA. Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mendeskripsikan bentuk lingual kata cinta yang memiliki makna ideasional dalam novel London karya Windry Ramadhina, (2) menafsirkan makna ideasional kata cinta dalam novel

  

London karya Windry Ramadhina, dan (3) mendeskripsikan implikasi makna

  ideasional kata cinta dalam novel London karya Windry Ramadhina dengan pembelajaran Bahasa Indonesia di SMA. Data dalam penelitian ini berupa kata. Data diperoleh dengan menggunakan metode simak dan dengan teknik catat. Analisis data yang digunakan adalah deskripsi kualitatif. Data disajikan dalam bentuk formal dan informal. Hasil analisis data dalam penelitian ini ditemukan dalam bentuk morfologi dan sintaksis. Bentuk morfologi ditemukan bentuk dasar dan bentuk turunan. Bentuk kata dasar yang ditemukan hanya kategori sifat dan bentuk kata turunan yang ditemukan adalah kata berafiksasi dan kata majemuk. Kata berafiksasi yang ditemukan yaitu kata cinta berprefiks, bersufiks, dan berkonfiks. Kemudian bentuk sintaksis yang ditemukan adalah kata cinta dalam bentuk frasa dan kalimat. Kemudian pemaknaan ideasional dianalisis sesuai dengan makna leksikal dan kotekstualnya. Makna ideasional berupa makna leksikal ditemukan kata cinta bermakna kasih sayang, menaruh kasih sayang,

  

ketertarikan terhadap suatu objek, rasa sayang yang sebenar-benarnya, dan

hubungan romantic yang melibatkan tiga orang. Lalu, makna ideasional berupa

  makna kontekstual ditemukan kata cinta bermakna kecenderungan terhadap

  

sesuatu, cairan, kesedihan, imajinasi, dan harapan. Adapun implikasi makna

  ideasional terhadap pembelajaran bahasa Indonesia di SMA adalah dalam kurikulum 2013 (K13), sesuai dengan silabus K13 kelas XII pada kompetensi dasar (KD) 4.1, yaitu “Menginterpretasi makna teks novel baik secara lisan maupun tulisan”.

  Kata Kunci : Kata, Makna Ideasional, Novel

  

ABSTRACT

  The research question of this study are (1) what is a lingual form of word love which has ideational meaning in the novel London by Windry Ramadhina, (2) what the ideational meaning of word love in the novel London by Windry Ramadhina, and (3) what is the implication of the ideational meaning of word love in the novel London by Windry Ramadhina in teaching and learning Bahasa Indonesia in Senior High School. This research is aimed, (1) to describe lingual form of word love which has ideational meaning in the novel London by Windry Ramadhina, (2) to describe ideational meaning of word love in the novel London by Windry Ramadhina, and (3) to describe the implication of the ideational meaning of word love in the novel London by Windry Ramadhina in teaching and learning Bahasa Indonesia in Senior High School. The data of this study is in form of words. The data is collected by using simak method and catat technique. The method of analysis is using qualitative description. The data is presented in formal and informal. The result of this study is in form of morphology and syntactics. In morphology form has found that there are basic form and root form. In basic form has found adjective category only and in derivation form has found affixation and compound form. Kinds of affixation words found are in form of prefix, suffix, confix. Therefore, in syntactics form has found word of love in phrase and sentences form. Morefore, the analysis of meaning based on the lexical and contextual meaning. In the part of ideational meaning, which related to it’s lexical meaning has found word of love means affection, giving affection, anxiety of

  

certain object, the real affection, and romantic relation which involve three

humans. After that, ideational meaning in form of it’s contextual meaning words

love which mean tendency of secrtain thing, fluid, sadness, imagination, and hope

  are found. Meanwhile, the implication of ideational meaning towards teaching and learning Bahasa Indonesia in Senior High School is in the curriculum of 2013, based on it’s syllabus in third grade of SMA in standar competency 4.1, is

  “Interpretation of text meaning in novel both in oral and written form.” Keywords : Word, Ideational Meaning, Novel

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

  Bahasa merupakan kumpulan gagasan yang memiliki makna. Bahasa hidup di dalam masyarakat dan dipakai oleh warganya untuk berkomunikasi. Saat berkomunikasi menggunakan bahasa, gagasan memiliki potensi makna yang bermacam-macam. Artinya, saat kita berkomunikasi menggunakan perangkat bentuk bahasa dengan berbagai macam karakteristik individu, maka akan semakin beragam makna yang ditangkap oleh individu-individu yang terlibat dalam komunikasi tersebut.

  Seperangkat bentuk bahasa memiliki makna, tidak hanya kata, frasa, dan kalimat, wacana pun mengandung makna. Bentuk-bentuk kebahasaan tersebut memiliki makna yang berfungsi untuk mengungkapkan gagasan atau ide. Seseorang menyampaikan ide dan gagasannya dengan berbahasa, sehingga bahasa dan gagasan memiliki keterkaitan yang sangat erat, bahkan tidak dapat dipisahkan. Karena itulah, sebuah gagasan juga erat kaitannya dengan makna. Gagasan yang disampikan oleh seorang partisipan dalam tuturan tentu saja memiliki makna, baik tuturan lisan maupun tulisan.

  Seperti yang telah dikatakan sebelumnya bahwa gagasan memiliki potensi makna yang bermacam-macam saat berada dalam komunikasi. Dari satu kalimat yang dituturkan oleh seorang penutur, setiap pendengar memiliki pemahaman masing-masing. Mungkin saja sama, tapi tidak menutup kemungkinan makna yang mereka tangkap dari satu kalimat tersebut berbeda-beda. Sehingga makna dapat dikatakan datang dari ungkapan gagasan seseorang.

  Begitupun dengan kata, setiap kata atau leksem memiliki arti atau makna. Ketika sebuah kata memiliki acuan yang pasti atau konkret, kata tersebut akan lebih mudah dimengerti oleh individu. Namun, tidak semua kata memiliki acuan yang konkret dan tidak sedikit pula kata yang tidak memiliki acuan yang konkret. Pertanyaannya adalah, bagaimana setiap individu dapat memahami kata yang tidak memiliki acuan yang pasti? Penutur atau penulis dan pendengar atau pembaca dapat memahami setiap kata yang diucapkan atau ditulis meskipun kata tersebut tidak memiliki acuan yang konkret. Hal ini dapat kita buktikan dalam berinteraksi pada kehidupan sehari-hari. Contohnya, kata cinta tidak memiliki acuan yang konkret, namun memiliki ide, gagasan atau konsep yang terkandung di dalamnya, yakni istilah cinta: (1) terpikat (antara laki-laki dan perempuan); (2) perasaan yang dimiliki oleh seorang manusia untuk saling memiliki. Jadi, cinta memiliki konsep, sebuah perasaan terpikat (antara laki-laki dan perempuan) untuk saling memiliki satu sama lain.

  Dalam ilmu semantik, kata cinta termasuk dalam kata yang memiliki makna ideasional atau makna konsep. Kata yang dapat dicari konsepnya atau ide yang terkandung dalam satuan kata-kata, baik bentuk dasar maupun turunan. Oleh karena itu, penelitian ini berfokus pada pemaknaan kata ‘cinta’ saja.

  Pemaknaan bukan hanya terjadi dalam tuturan lisan, tetapi juga dalam tulisan, contohnya pemaknaan dalam karya sastra. Sebagaimana yang kita ketahui bahwa karya sastra merupakan bentuk dari ungkapan perasaan atau kritik terhadap kehidupan. Salah satunya adalah novel. Sehingga, tidak heran jika banyak peneliti yang meneliti makna dalam karya sastra, khususnya novel.

  Salah satu novel yang dapat dijadikan objek penelitian adalah novel karya Windry Ramadhina yang berjudul “London”. Novel ini merupakan salah satu novel roman yang sangat digemari para remaja, sehingga diduga dalam novel tersebut terdapat banyak kata cinta yang akan menjadi fokus permasalahan dalam penelitian ini.

  Kata cinta, sering kita dengar dan baca. Bahkan karya sastra tidak bisa terlepas dari kata tersebut. Tetapi, pernahkah kita berpikir bagaimanakah wujud konkret dari cinta? Kita tidak akan tahu bagaimana wujud nyata dari cinta karena cinta memang abstrak, tidak memiliki wujud konkret. Tetaapi, saat kita mendengar atau membaca kata tersebut, kita akan memberikan respon positif ataupun negatif terhadap cinta. Pada kenyataannya, cinta tidak memiliki acuan yang konkret, tapi masih dapat dimengerti oleh pendengar maupun pembaca.

  Kata cinta dapat kita lihat dalam kamus, dan kita perhatikan pula hubungannya dengan unsur lain dalam pemakaian kata tersebut, lalu kita tentukan konsep yang menjadi ide kata tersebut. Dengan mencari makna ideasional yang terkandung dalam kata tersebut, kita dapat melihat paham yang terkandung dalam makna suatu kata.

  Banyak kita temukan dalam berbagai macam kasus, suatu kata yang berada dalam beberapa kalimat yang berbeda memiliki makna yang sama. Hal ini disebabkan oleh kata yang memiliki konsep yang sama namun dalam redaksi yang berbeda. Contohnya,

  (1) “Demi cinta.” (38). (2) “Maka atas nama cinta yang membebaskan, aku membiarkan gadisku terbang mengejar mimpinya.” (87).

  Cinta dalam dua kalimat di atas memiliki konsep yang sama, yaitu cinta diumpamakan sebagai sesuatu yang memiliki kedudukan tertinggi, sehingga orang berani bersumpah dengan kata cinta.

  Dalam kasus yang berbeda, cinta dapat saja memiliki makna yang berbeda dalam kalimat yang berbeda pula. Ketika seorang pembaca membaca novel, beberapa di antara mereka terkadang menyimpulkan makna suatu kalimat ketika mereka baru membaca satu kalimat saja, sebelum membaca kalimat selanjutnya.

  Hal ini seringkali membuat para pembaca kurang tepat dalam memberikan makna suatu kalimat. Contohnya,

  (1) “Rupanya, bukan hanya aku lelaki di Fitzrovia yang tengah kehilangan akal sehat karena dimabuk cinta.” (121).

  (2) “Ilusi, itulah cinta.” (132).

  Cinta dalam kalimat pertama memiliki konsep bahwa cinta itu seperti narkotika yang dapat membuat orang mabuk dan kehilangan akal. Namun, pada kalimat kedua, cinta memiliki konsep bahwa cinta itu hanyalah ilusi atau imajinasi.

  Seperti yang sudah diungkapkan pada paragraf sebelumnya, semua kata memiliki makna, tidak terkecuali kata cinta. Kata cinta mengandung makna dan makna yang terkandung dalam ungkapan-ungkapan itu dapat dipahami oleh adanya kerja pikir, benak, atau hasil gagasan atau ide seseorang atau penutur bahasa pemilik bahasa yang bersangkutan. Kata cinta tidak memiliki acuan yang pasti atau minus (-) acuan. Mereka tidak dapat diukur, tidak dapat dipegang, namun hanya bisa dirasakan. Mereka ada dan dimengerti oleh penutur maupun pendengarnya tanpa melihat wujud nyatanya. Hal inilah yang kemudian melatarbelakangi penulis untuk mengangkat masalah ini sebagai bahan kajian.

  Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis mengangkat judul “Makna Ideasional Kata ‘Cinta’ dalam Novel “London” Karya Windry Ramadhina dan Implikasinya Terhadap Pembelajaran Bahasa Indonesia di SMA”.

  1.2 Rumusan Masalah

  Berdasarkan latar belakang di atas, maka penelitian ini akan meneliti makna ideasional kata ‘cinta’ dalam novel “London” karya Windry Ramadhina. Berikut rumusan masalahnya. 1) Bagaimanakah bentuk lingual kata cinta yang memiliki makna ideasional dalam novel “London” karya Windry Ramadhina? 2) Bagaimanakah makna ideasional kata cinta dalam novel “London” karya

  Windry Ramadhina? 3) Bagaimanakah implikasi makna ideasional kata cinta dalam novel “London” karya Windry Ramadhina terhadap pembelajaran bahasa Indonesia di SMA?

  1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah.

  1) Mendeskripsikan bentuk lingual kata cinta yang memiliki makna ideasional dalam novel “London” karya Windry Ramadhina.

  2) Menafsirkan makna ideasional kata cinta dalam novel “London” karya Windry Ramadhina.

  3) Mendeskripsikan implikasi makna ideasional kata cinta dalam novel “London” karya Windry Ramadhina terhadap pembelajaran Bahasa Indonesia di SMA.

1.4 Manfaat Penelitian

  1) Manfaat Teoritis Adapun manfaat penelitian ini secara teoritis yaitu, dapat dijadikan referensi pada kajian semantik selanjutnya agar lebih maksimal dan dapat menambah wawasan tentang makna ideasional. 2) Manfaat Praktis

  Secara praktis, penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pembelajaran dalam bidang semantik.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Relevan

  Penelitian yang relevan dengan penelitian ini di antaranya adalah penelitian yang dilakukan oleh Yulia Sani Wulandari (2012) yang berjudul “Analisis Makna

  

Denotasi dan Konotasi dalam Ungkapan Bahasa Sasak Dialek Meno-Mene

Masyarakat Bagik Polak dan Hubungannya dengan Pembelajaran Bahasa

Indonesia di SMP” Universitas Mataram. Dalam penelitiannya, peneliti mengkaji

  tentang makna denotasi dan konotasi dalam ungkapan bahasa sasak dialek meno- mene serta bagaimana hubungannya dengan pembelajaran bahasa Indonesia di SMP yang merupakan jenis penilitan kualitatif dengan menggunakan teori bahasa secara umum, fungsi bahasa, bahasa sasak, macam-macam dialek di Lombok, pengertian semantik, denotasi, konotasi, makna ungkapan bahasa sasak, pembelajaran bahasa Indonesia di SMP, dan dengan menggunakan metode wawancara, pencatatan, dan kajian perpustakaan sebagai metode pengumpulan data.

  Penelitian yang mengkaji tentang makna denotasi dan konotasi ini sudah sangat jelas berbeda dengan penelitian yang diteliti dalam penelitian ini.

  Perbedaannya juga terletak pada teori yang digunakan, di antaranya adalah fungsi bahasa, bahasa sasak, macam-macam dialek di Lombok, denotasi, konotasi, dan makna ungkapan bahasa sasak. Di samping pengertian semantik yang sama dengan teori yang digunakan dalam penelitian ini. Hal yang berbeda dari penelitian yang dilakukan oleh Yulia dengan penelitian ini terletak pada metode pengumpulan data yang juga menggunakan metode wawancara di samping metode pencatatan dan kajian perpustakan yang sama dengan penelitian dalam proposal ini.

  Kemudian, penelitian yang dilakukan oleh Indah Purnamasari (2014) yang berjudul “Makna Cerita Rakyat Bima ‘Oi Mbora’ dan Kaitannya Terhadap

  

Pembelajaran Sastra di SMP”. Penelitian ini meneliti tentang sebuah cerita rakyat

  dari Bima yang berjudul “Oi Mbora” yang memiliki keindahan makna yang tersimpan di dalamnya. Objek dari penelitian ini adalah tentu saja cerita rakyat Bima yang berjudul “Oi Mbora”. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan makna yang terkandung dalam cerita rakyat Bima “Oi Mbora” dan mendeskripsikan kaitan cerita “Oi Mbora” dengan pembelajaran sastra di SMP.

  Dikarenakan penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif, maka data dalam penelitian ini berwujud informasi tentang makna cerita rakyat Bima Oi Mbora di Desa Oi Mbo, kelurahan Kumbe. Data yang menunjang penelitian ini didapatkan dari narasumber, yaitu masyarakat Oi Mbo kaum tua (berumur 35 tahun ke atas) dan kaum muda (berumur 14-25 tahun) berjumlah sepuluh orang yang menjadi informan, peristiwa, dan tingkah laku, dokumen atau arsip-arsip benda lain. Data yang didapatkan dari informan-informan tersebut dikumpulkan dengan menggunakan metode observasi, wawancara, dan dokumentasi. Kemudian, data yang sudah dikumpulkan untuk menunjang penelitian tersebut dianalisis dengan menggunakan metode analisis data kualitatif. Lalu, data tersebut disajikan dengan menggunakan metode informal.

  Selanjutnya, penelitian yang dilakukan oleh Lindri Agustiani (2015) yang berjudul “Makna Kontekstual Kata dalam Wacana Rubrik Berita Utama Surat

  

Kabar Lombok Post dan Implikasinya Terhadap Pembelajaran Bahasa Indonesia

Berbasis Teks di SMP/SMA” Universitas Mataram. Penelitian ini bertujuan untuk

  mendeskripsikan bentuk kata yang memiliki makna kontekstual dalam wacana rubrik berita utama surat kabar Lombok Post, kemudian menafsirkannya serta mendeskripsikan implikasinya.

  Penelitian ini membahas bagaimana suatu kata yang sama dalam wacana yang berbeda memiliki makna yang berbeda (sesuai dengan konteksnya).

  Dikarenakan penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif, maka data dalam penelitian ini berupa kata, klausa, kalimat, maupun paragraf atau penggalan wacana yang memuat makna kontekstual. Kemudian, sumber datanya adalah wacana tulis yang terdapat dalam rubrik berita utama surat kabar Lombok Post edisi April dan September 2014, khususnya pada tanggal 2, 11, 13, 14, 17, 20, 21, 23, 25, 28 April 2014 dan tanggal 10, 16, 18, 27, 29 September 2014.

  Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah metode observasi dan dokumentasi. Dalam menganalisis data yang didapatkan, penelitian ini menggunakan metode analisis wacana bersifat kualitatif. Metode analisis wacana bersifat kualitatif ini merujuk pada pendekatan kualitatif yang proses penelitian dan pemahamannya berdasarkan pada metodelogi yang menyelidiki suatu fenomena. Dengan pendekatan tersebut, penelitian ini membuat suatu gambaran kompleks dalam meneliti wacana khususnya pada aspek penggunaan kata yang terdapat pada wacana surat kabar Lombok Post edisi April dan September 2014. Metode penyajian data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode informal dan formal.

  Penelitian ini memiliki kesimpulan bahwa bentuk kata bermakna kontekstual yang ditemukan dalam wacana rubrik berita utama surat kabar Lombok Post edisi April dan September 2014 ialah kata dasar dan kata turunan. Kata dasar dalam wacana rubric berita utama yang ditemukan dalam surat kabar Lombok Post tersebut yaitu makna dukungan, pemimpin, anggota, bagian, calon, tersebar,

  

bergabung, kecurangan, dan malu. Kata turunan dalam wacana rubrik berita

  utama yang ditemukan dalam surat kabar Lombok Post tersebut yaitu pada kata berimbuhan ialah makna menjadi, mencapai, mengalahkan, dikalahkan,

  

memerlukan, edaran, perbedaan, banyaknya, tersebarnya, dan kecurangan. Kata

  keturunan yang ditemukan dalam surat kabar Lombok Post yaitu makna menyuap,

  

kecurangan, berharap, kekayaan lain, club kuat, tanggapan negative, korupsi,

dan strategi permainan.

  Berdasarkan gambaran penelitian yang pernah dilakukan di atas, belum ada yang mengangkat tentang makna ideasional, itulah alasan mengapa penelitian ini penting. Banyak karya sastra yang mengungkapkan ungkapan-ungkapan yang tidak memiliki acuan yang konkret atau minus (-) acuan, namun kemungkinan besar pembaca serta penulisnya tidak mengetahui, mengapa mereka bisa sama- sama saling mengerti. Itu sebabnya para linguis menggali dan menemukan teori makna ideasional.

2.2 Landasan Teori

  2.2.1 Semantik Verhaar mengungkapkan bahwa semantik adalah cabang linguistik yang membahas arti atau makna. Senada dengan pengertian yang dikemukakan oleh Verhaar, Palmer (dalam Aminuddin, 2015: 15) menjelaskan bahwa semantik yang semula berasal dari bahasa Yunani mengandung makna to signify atau memaknai. Sebagai istilah teknis, semantik mengandung pengertian “studi tentang makna”. Dengan anggapan bahwa makna menjadi bagian dari bahasa, maka semantik merupakan bagian dari linguistik.

  Seperti halnya bunyi dan tata bahasa, komponen makna dalam hal ini juga menduduki tingkatan tertentu. Apabila komponen bunyi umumnya menduduki tingkat pertama, tata bahasa pada tingkat kedua, maka komponen makna menduduki tingkatan paling akhir. Hubungan ketiga komponen itu sesuai dengan kenyataan bahwa, (a) bahasa pada awalnya merupakan bunyi- bunyi abstrak yang mengacu pada adanya lambang-lambang tertentu, (b) lambang-lambang merupakan seperangkat sistem memiliki tataan dan hubungan tertentu, dan (c) seperangkat lambang yang memiliki bentuk dan hubungan itu mengasosiasikan adanya makna tertentu.

  Suhardi (2015: 19) mengatakan bahwa ada dua istilah yang sangat esensial berkaitan dengan makna. Kedua istilah tersebut adalah (1) bermakna (being meaningful) dan (2) mempunyai makna (having a meaning). Keuda istilah tersebut jelas memilki konteks yang berbeda tentunya. Bermakna dapat diterjemahkan sesuatu yang memberikan efek berupa makna, sementara mempunyai makna dapat diterjemahkan sesuatu yang mengandung mana.

  Lahirnya kedua istilah ini tidak lepas dari perbedaan pandangan antara para linguis dan tokoh filsafat. Menurut para filsuf, kata-kata adalah sesuatu yang sudah semestinya. Sementara menurut para linguis tidaklah demikian, kata- kata dan kalimat tercipta tidak lepas dari adanya proses gramatikal atau sebuah gramatikal. Terlepas dari perbedaan pandangan kedua ahli tersebut, kajian tentang makna merupakan kajian yang sangat menarik. Terutama di kalangan dunia linguistik dan filsafat.

  Berbagai pendekatan yang dikemukakan banyak yang membingungkan. Contohnya saja pendekatan yang membedakan antara makna emotif dan kognitif; antara significance (berarti) dan signification (penandaan); antara makna performatif dan deskriptif; antara arti (sense) dan acuan (reference); antara denotasi dan konotasi; antara tanda dan lambang; antara ekstensi dan intensi; antara implikasi, perikutan (entailment) dan pengandaian (presupposition); antara analitik dan sintetik; dan lain sebagainya. Dari satu sisi, teori yang dikemukakan para ahli tersebut kaya dengan istilah, tetapi dari sisi lain membingungkan karena beragamnya teori yang dikemukakan dan digunakan para linguis.

  Dalam Tata Bahasa Tradisional, kata (leksem) adalah satuan dasar Sintaksis dan Semantik. Kata adalah tanda yang terdiri dari dua bagian, yaitu (1) bentuk dan (2) makna. Adapun hubungan kedua bentuk tersebut bersifat hubungan penamaan saja.

  2.2.2 Teori Makna Aminuddin (2015: 50) mengatakan bahwa dalam pemakaian sehari- hari, kata makna digunakan dalam berbagai bidang maupun konteks pemakaian. Apakah pengertian khusus kata makna tersebut serta perbedaannya dengan ide, misalnya, tidak begitu diperhatikan. Sebab itu, sudah sewajarnya bila makna juga disejajarkan pengertiannya dengan arti,

  

gagasan, konsep, pernyataan, pesan, informasi, maksud, firasat, isi, dan

pikiran. Berbagai pengertian itu disejajarkan begitu saja dengan kata makna

  karena keberadaannya memang tidak pernah dikenali secara cermat dan dipilahkan secara tepat.

  Grice dan Bolinger (dalam Aminuddin, 2015: 52-53) mengungkapkan bahwa kata makna sebagai istilah mengacu pada pengertian yang sangat luas.

  Sebab itu, tidak mengeherankan bila Ogden & Richard dalam bukunya The

  

Meaning of Meaning (1923), mendaftar enam belas rumusan pengertian

  makna yang berbeda-beda antara yang satu dengan lainnya. Adapun batasan pengertian makna dalam pembahasan ini, makna ialah hubungan antara bahasa dengan dunia luar yang telah disepakati bersama oleh para pemakai bahasa sehingga dapat saling dimengerti. Dari batasan itu dapat diketahui adanya tiga unsur pokok yang tercakup di dalamnya, yakni (1) makna adalah hasil hubungan antara bahasa dengan dunia luar, (2) penentuan hubungan terjadi karena kesepakatan para pemakai, serta (3) perwujudan makna itu dapat digunakan untuk menyampaikan informasi sehingga dapat saling dimengerti.

  Ada tiga pandangan mengenai bentuk hubungan antara makna dengan dunia luar, yakni (1) realisme, (2) nominalisme, dan (3) konseptualisme.

  

Realisme beranggapan bahwa terhadap wujud dunia luar, manusia selalu

  memiliki jalan pikiran tertentu. Misalnya, kata mendung selain dapat diacukan pada benda, juga dapat diacukan ke dalam suasana sedih.

  Dalam nasionalisme, hubungan antara makna kata dengan dunia luar semata-mata bersifat arbitrer meskipun sewenang-wenang, penentuan hubungannya oleh para pemakai dilatari oleh adanya konvensi. Sebab itulah penunjukkan makna kata bukan bersifat perseorangan, melainkan memiliki kebersamaan. Bagi konseptualisme, pemaknaan sepenuhnya ditentukan oleh adanya asosiasi dan konseptualisasi pemakai bahasa, lepas dari dunia luar yang diacunya.

  Ada tiga bentuk pendekatan dalam teori makna yang memiliki dasar pusat pandang berbeda-beda. Aminuddin (2015: 55) mengatakan bahwa tiga bentuk pendekatan yang oleh Harman (1968) dianggap lebih tepat disikapi sebagai tiga tataran makna, menurut Alston meliputi pendekatan (1) referensial, (2) ideasional, dan (3) behavioral.

  a. Pendekatan Referensial Menurut Aminuddin (2015: 55) dalam pendekatan referensial, makna diartikan sebagai label yang berada dalam kesadaran manusia untuk menunjuk dunia luar. Sebagai label atau julukan, makna itu hadir karena adanya kesadaran pengamatan terhadap fakta dan penarikan kesimpulan yang keseluruhannya berlangsung secara subjektif. Terdapatnya julukan simbolik dalam kesadaran individual itu, lebih lanjut memungkinkan manusia untuk menyusun dan mengembangkan skema konsep.

  Suhardi (2015: 22) menjelaskan bahwa teori referensial adalah teori yang menyatakan hubungan antara reference, referent, dan symbol sebagaimana yang dikemukakan Odgen dan Richard dalam bentuk segitiga sama sisi. Menurut teori ini, makna adalah sesuatu yang terbentuk dari hasil hubungan antara reference dengan referent sehingga membentuk simbol bunyi bahasa (berupa kata, frasa, dan kalimat).

  b. Pendekatan Ideasional Dalam pendekatan ideasional, makna adalah gambaran gagasan dari suatu bentuk kebahasaan yang bersifat sewenang-wenang tetapi memiliki konvensi sehingga dapat saling dimengerti (Aminuddin, 2015: 58). Kemudian, menurut Sarwiji (2011: 87), makna ideasional merupakan makna yang muncul sebagai akibat penggunaan leksem yang mempunyai konsep. Jadi, kata yang tidak memiliki acuan yang konkret dapat dipahami oleh pengguna bahasa, itu disebabkan oleh kata tersebut memiliki konsep yang sudah dipahami oleh masing-masing pengguna bahasa. Hal tersebut erat kaitannya dengan segitiga semantik Odgen & Richard, yaitu hubungan antara simbol, konsep, dan acuan. Simbol merupakan semua bentuk kebahasaan (kata, frasa, klausa, dan kalimat), tetapi tidak semua bentuk kebahasaan memiliki acuan yang konkret.

  Ketika bentuk kebahasaan tidak memiliki acuan yang konkret, maka dia memiliki konsep yang sudah dipahami oleh pengguna bahasa sehingga komunikasi tetap berjalan dengan lancar. c. Pendekatan Behavioral Dalam dua pendekatan yang telah diuraikan di depan, dapat diketahui bahwa (1) pendekatan referensial dalam mengkaji makna lebih menekankan pada fakta sebagai objek kesadaran pengamatan dan penarikan kesimpulan secara individual, dan (2) pendekatan ideasional lebih menekankan pada keberadaan bahasa sebagai media dalam mengolah pesan dan menyampaikan informasi. Keberatan dari pendekatan behavioral terhadap kedua pendekatan tersebut, salah satunya adalah, kedua pendekatan itu telah mengabaikan konteks sosial dan situsional yang oleh kaum behavioral dianggap berperanan penting dalam menentukan makna.

  2.2.3 Jenis-jenis Makna Fatimah menjelaskan berbagai jenis makna dalam bukunya (2013:7- 20). Makna-makna tersebut adalah sebagai berikut.

  1. Makna Sempit Makna sempit (narrowed meaning) adalah makna yang lebih sempit dari keseluruhan ujaran.

  2. Makna Luas Makna luas (widened meaning atau extended meaning) adalah makna yang terkandung pada sebuah kata lebih luas dari yang diperkirakan.

  3. Makna Kognitif Makna kognitif juga disebut dengan makna deskriptif atau denotatif yang memiliki pengertian sebagai makna yang menunjukkan adanya hubungan antara konsep dengan dunia kenyataan (bandingkanlah dengan makna konotatif dan emotif).

  4. Makna Konotatif dan Emotif Makna konotatif adalah makna yang muncul dari makna kognitif

  (lewat makna kognitif), ke dalam makna kognitif tersebut ditambahkan komponen makna lain. Kemudian, makna emotif (emotive meaning) adalah makna yang melibatkan perasaan (pembicara dan pendengar; penulis dan pembaca) ke arah yang positif.

  5. Makna Referensial Makna referensial adalah makna yang berhubungan langsung dengan kenyataan atau referent (acuan), makna referen juga disebut makna kognitif, karena memiliki acuan.

  6. Makna Konstruksi Makna konstruksi (construction meaning) adalah makna yang terdapat di dalam konstruksi, misalnya makna milik yang diungkapkan dengan urutan kata di dalam bahasa Indonesia.

  7. Makna Leksikal dan Makna Gramatikal Makna leksikal (lexical meaning, semantic meaning, external meaning) adalah makna unsur-unsur bahasa sebagai lambang benda, peristiwa, dan lain- lain. Kemudian makna gramatikal (grammatical meaning, functional meaning,

  

structural meaning, internal meaning) adalah makna yang menyangkut

  hubungan intra-bahasa, atau makna yang muncul sebagai akibat berfungsinya sebuah kata di dalam kalimat.

  8. Makna Ideasional Makna idesional (ideational meaning) adalah makna yang muncul sebagai akibat penggunaan kata yang berkonsep.

  9. Makna Proposisi Makna proposisi (propositional meaning) adalah makna yang muncul bila kita membatasi pengertian tentang sesuatu.

  10. Makna Pusat Makna pusat (central meaning) adalah makna yang dimiliki setiap kata yang menjadi inti ujaran.

  11. Makna Piktoral Makna piktoral adalah makna suatu kata yang berhubungan dengan perasaan pendengar atau pembaca.

  12. Makna Idiomatik Makna idiomatik adalah makna leksikal terbentuk dari beberapa kata.

  2.2.4 Makna Ideasional Makna ideasional merupakan salah satu jenis makna. Dalam pendekatan ideasional, makna adalah gambaran gagasan dari suatu bentuk kebahasaan yang bersifat sewenang-wenang, tetapi memiliki konvensi sehingga dapat saling dimengerti (Aminuddin, 2015: 58). Artinya, teori ini menganggap bahwa makna terjadi oleh kerja pikir, benak, atau hasil gagasan atau ide seseorang atau penutur bahasa, pemilik bahasa yang bersangkutan.

  Ada banyak kata-kata yang tidak memiliki acuan yang konkret atau dengan kata lain minus (-) acuan tetapi masih dapat dimengerti oleh orang lain atau lawan bicara penutur. Kenapa bisa seperti itu? Inilah yang dibahas oleh cara pandang teori ideasional mengenai makna.

  Sarwiji (2011: 87) mengatakan bahwa makna ideasional adalah makna yang muncul sebagai akibat penggunaan leksem yang memiliki konsep. Kita tidak saja perlu mencari makna leksem tersebut di dalam kamus, tetapi kita juga perlu mengetahui penggunaannya dalam masyarakat bahasa, konsep, dan idenya. Contohnya pada leksem partisipasi mengandung ide “aktivitas maksimal seseorang untuk ikut dalam suatu kegiatan”.

  Teori-teori baru dari para ahli itu berawal dari segitiga semantik yang dikemukakan oleh Odgen & Richard, yaitu hubungan antara simbol, konsep, dan acuan. Simbol berupa semua bentuk kebahasaan (kata, frasa, klausa, kalimat). Konsep berupa gagasan, ide, atau pikiran. Kemudian acuan berupa wujud konkret dari simbol dan konsep. Tetapi tidak semua leksem memiliki wujud yang konkret. Ada banyak leksem yang tidak memiliki wujud konkret, tetapi memiliki konsep. Inilah yang kemudian melahirkan teori ideasional dan makna konseptual.

  Makna konseptual juga disebut sebagai makna denotasi. Denotasi makna kata yang dihasilkan dari koseptual para pemakainya. Ketika seorang penutur menuturkan leksem /mobil/, yang dibenak pendengar adalah sebuah benda yang memiliki roda empat. Ini merupakan konsep dari makna referensial yang langsung mengacu pada referennya. Sebaliknya, dalam makna konseptual, pendengar (di dalam pikirannya) memiliki konsep bahwa mobil adalah alat angkutan atau transportasi.