BAB IX ASPEK PEMBIAYAAN - DOCRPIJM 1504704471BAB 9 PEMBIAYAAN

BAB IX ASPEK PEMBIAYAAN

9.1. ARAHAN KEBIJAKAN PEMBIAYAAN BIDANG CIPTA KARYA

  Pembiayaan pembangunan bidang Cipta Karya perlu memperhatikan arahan dalampera turan dan perundangan terkait, antara lain:

  1. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah: Pemerintah daerah diberikan hak otonomi daerah, yaitu hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundangundangan. Dalam hal ini, Pemerintah Daerah menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya, kecuali urusan pemerintahan yang keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional, serta agama.

  2. Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah: untuk mendukung penyelenggaraan otonomi daerah, pemerintah daerah didukung sumber-sumber pendanaan meliputi Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, Pendapatan Lain yang Sah, serta Penerimaan Pembiayaan. Penerimaan daerah ini akan digunakan untuk mendanai pengeluaran daerah yang dituangkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang ditetapkan melalui Peraturan Daerah.

  3. Peraturan Pemerintah No. 55 Tahun 2005 Tentang Dana Perimbangan: Dana Perimbangan terdiri dari Dana Alokasi Umum, Dana Bagi Hasil, dan Dana Alokasi Khusus. Pembagian DAU dan DBH ditentukan melalui rumus yang ditentukan Kementerian Keuangan. Sedangkan DAK digunakan untuk mendanai kegiatan khusus yang ditentukan Pemerintah atas dasar prioritas nasional.Penentuan lokasi dan besaran DAK dilakukan berdasarkan kriteria umum, criteria khusus, dan kriteria teknis.

  4. Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, Dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota: Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah, terdiri atas urusan wajib dan urusan pilihan. Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah untuk kabupaten/kota merupakan urusan yang berskala kabupaten/kota meliputi 26 urusan, termasuk bidang pekerjaan umum. Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang bersifat wajib yang berpedoman pada standar pelayanan minimal dilaksanakan secara bertahap dan ditetapkan oleh Pemerintah. Urusan wajib pemerintahan yang merupakan urusan bersama diserahkan kepada daerah disertai dengan sumber pendanaan, pengalihan sarana dan prasarana, serta kepegawaian sesuai dengan urusan yang didesentralisasikan.

  5. Peraturan Pemerintah No. 30 Tahun 2011 tentang Pinjaman Daerah: Sumber pinjaman daerah meliputi Pemerintah, Pemerintah Daerah Lainnya, LembagaKeuangan Bank dan Non-Bank, serta Masyarakat. Pemerintah Daerah tidak dapat melakukan pinjaman langsung kepada pihak luar negeri, tetapi diteruskan melalui pemerintah pusat. Dalam melakukan pinjaman daerah Pemda wajib memenuhi persyaratan: a. total jumlah pinjaman pemerintah daerah tidak lebih dari 75% penerimaan APBD tahun sebelumnya; b. memenuhi ketentuan rasio kemampuan keuangan daerah untuk mengembalikan pinjaman yang ditetapkan pemerintah paling sedikit 2,5; c. persyaratan lain yang ditetapkan calon pemberi pinjaman; d. tidak mempunyai tunggakan atas menengah dan jangka panjang wajib mendapatkan persetujuan DPRD.

  6. Peraturan Presiden No. 67 Tahun 2005 Tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur (dengan perubahan Perpres 13/2010 & Perpres 56/2010): Menteri atau Kepala Daerah dapat bekerjasama dengan badan usaha dalam penyediaan infrastruktur. Jenis infrastruktur permukiman yang dapat dikerjasamakan dengan badan usaha adalah infrastruktur air minum, infrastruktur air limbah permukiman dan prasarana persampahan.

  7. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah (dengan perubahan Permendagri 59/2007 dan Permendagri 21/2011): Struktur APBD terdiri dari: a. Pendapatan daerah yang meliputi: Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, dan Pendapatan Lain yang Sah;.

  b. Belanja Daerah meliputi: Belanja Langsung dan Belanja Tidak Langsung; c. Pembiayaan Daerah meliputi: Pembiayaan Penerimaan dan Pembiayaan Pengeluaran.

  8. Peraturan Menteri PU No. 15 Tahun 2010 Tentang Petunjuk Teknis Penggunaan Dana Alokasi Khusus Bidang Infrastruktur: Kementerian PU menyalurkan DAK untuk pencapaian sasaran nasional bidang Cipta Karya, Adapun ruang lingkup dan kriteria teknis DAK bidang Cipta Karya adalah sebagai berikut: a. Bidang Infrastruktur Air

  Minum DAK Air Minum digunakan untuk memberikan akses pelayanan sistem penyediaan air minum kepada masyarakat berpenghasilan rendah di kawasan kumuh perkotaan dan di perdesaan termasuk daerah pesisir dan permukiman nelayan. Adapun kriteria teknis alokasi DAK diutamakan untuk program percepatan pengentasan kemiskinan dan memenuhi sasaran/ target Millenium Development Goals (MDGs) yang mempertimbangkan: Jumlah masyarakat berpenghasilan rendah; Tingkat kerawanan air minum. b. Bidang Infrastruktur Sanitasi DAK Sanitasi digunakan untuk memberikan akses pelayanan sanitasi (air limbah, persampahan, dan drainase) yang layak skala kawasan kepada masyarakat berpenghasilan rendah di perkotaan yang diselenggarakan melalui proses pemberdayaan masyarakat. DAK Sanitasi diutamakan untuk program peningkatan derajat kesehatan masyarakat dan memenuhi sasaran/target MDGs yang dengan kriteria teknis: kerawanan sanitasi; cakupan pelayanan sanitasi.

  9. Peraturan Menteri PU No. 14 Tahun 2011 tentang Pedoman Pelaksanaan Kegiatan Kementerian Pekerjaan Umum yang Merupakan Kewenanangan Pemerintah dan Dilaksanakan Sendiri: Dalam menyelenggarakan kegiatan yang dibiayai dana APBN, Pelaksana Teknis Pusat, dan Satuan Non Vertikal Tertentu. Rencana program dan usulan kegiatan yang diselenggarakan Satuan Kerja harus mengacu pada RPIJM bidang infrastruktur ke-PU-an yang telah disepakati. Gubernur sebagai wakil Pemerintah mengkoordinasikan penyelenggaraan urusan kementerian yang dilaksanakan di daerah dalam rangka keterpaduan pembangunan wilayah dan pengembangan lintas sektor. Berdasarkan peraturan perundangan tersebut, dapat disimpulkan bahwa lingkup sumber dana kegiatan pembangunan bidang Cipta Karya yang dibahas dalam RPIJM meliputi:

  1. Dana APBN, meliputi dana yang dilimpahkan Ditjen Cipta Karya kepada Satuan Kerja di tingkat provinsi (dana sektoral di daerah) serta Dana Alokasi Khusus bidang Air Minum dan Sanitasi.

  2. Dana APBD Provinsi, meliputi dana daerah untuk urusan bersama (DDUB) dan dana lainnya yang dibelanjakan pemerintah provinsi untuk pembangunan infrastruktur permukiman dengan skala provinsi/regional.

  3. Dana APBD Kabupaten/Kota, meliputi dana daerah untuk urusan bersama (DDUB) dan dana lainnya yang dibelanjakan pemerintah kabupaten untuk pembangunan infrastruktur permukiman dengan skala kabupaten/kota.

  4. Dana Swasta meliputi dana yang berasal dari skema kerjasama pemerintah danswasta (KPS), maupun skema Corporate Social Responsibility (CSR).

  5. Dana Masyarakat melalui program pemberdayaan masyarakat.

  6. Dana Pinjaman, meliputi pinjaman dalam negeri dan pinjaman luar negeri. Dana-dana tersebut digunakan untuk belanja pembangunan, pengoperasian dan pemeliharaan prasarana yang telah terbangun, serta rehabilitasi dan peningkatan prasarana yang telah ada. Oleh karena itu, dana-dana tersebut perlu dikelola dan direncanakan secara terpadu sehingga optimal dan memberi manfaat yang sebesarbesarnya bagi peningkatan pelayanan bidang Cipta Karya.

9.2. PROFIL APBD KOTA DENPASAR

  Sesuai Peraturan Pemerintah nomor 38 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintah Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Propinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, maka Pemerintah Kabupaten mempunyai kewajiban untuk menyelenggarakan dan melaksanakan urusan pemerintah daerah yang menjadi kewenangannya. Urusan pemerintah daerah dimaksud meliputi : Urusan Wajib dan Urusan Pilihan dalam rangka pelayanan kepada masyarakat dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah telah mendorong Pemerintah Daerah untuk meningkatkan kemampuan dalam mengumpulkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan maksud agar ketergantungan dari Pemerintah Pusat dapat dikurangi. Tekad Pemerintah Pusat untuk meningkatkan peran Pemerintah Daerah dalam mengelola daerahnya sendiri dipertegas dengan lahirnya Undang-undang Otonomi Daerah, yang terdiri dari UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menggantikan UU No. 22 Tahun 1999 dan UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah menggantikan UU No. 25 Tahun 1999. Dengan demikian daerah telah memposisikan dirinya pada posisi yang sangat strategis dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dapat diketahui bahwa kemampuan keuangan daerah dalam membiayai pengeluaran daerah berupa besarnya kontribusi PAD terhadap total penerimaan APBD kabupaten/kota di Provinsi Bali rata-rata sebesar 15 persen. Dari seluruh kabupaten/kota di Bali hanya dua kabupaten/kota yang memiliki angka di atas rata-rata Provinsi yaitu Kabupaten Badung sebesar 55,97 persen dan Kota Denpasar sebesar 24,31 persen. Dilihat dari sebaran kabupaten, Kabupaten Badung memegang peringkat tertinggi sedangkan terendah adalah Kabupaten Bangli dengan perolehan rata-rata 3,43 persen Perkembangan Pendapatan dan Belanja Daerah Kota Denpasar Tahun 2009-2013 dapat dilihat sebagaimana tabel berikut.

Tabel 9.1 Perkembangan Pendapatan Kota Denpasar Tahun 2009-2013

  (Rp.000) 2009 2010 2011 2012 2013 Pendapatan Daerah

  RP. % RP. % RP. % RP. % RP. % 257.899.899 28,53 424.959.413 36,95 511.326.621 37,08 Pendapatan Asli Daerah 215.156.916 26,20

  658.974.707 42,58 499.195.167 55,23 491.014.027 42,69 655.349.185 47,52 Dana Perimbangan 522.496.003 63,63

  661.103.049 42,72 146.739.576 16,24 234.098.255 20,36 212.373.359 15,40 Lain-lain Pdpt Daerah yang sah 83.497.497 10,17

  227.527.456 14,70 Total Penerimaan 821.150.416 100 903.834.642 100 1.150.071.695 100 1.379.049.166 100 1.547.605.213 100 Sumber : BPS Provinsi Bali

Gambar 9.1 Perkembangan Pendapatan Kota Denpasar 2009 - 2013Tabel 9.2 Perkembangan Belanja Kota Denpasar 2009

  A. Belanja Tak Langsung 469.534.859 49,51 605.616.341 53,62 680.575.385 54,18 700.414.759 46,76 800.979.096 45,76 Belanja Daerah Rp % Rp % Rp % Rp % Rp % 2009 2010 2011 2012 2013 – 2013 C Pengeluaran Pembiayaan 159.526.230 16,82 190.928.508 16,90 155.893.597 12,41 188.277.555 12,57 212.643.283 12,15

  B. Belanja Langsung 319.213.280 33,66 332.997.383 29,48 419.553.664 33,40 609.115.073 40,67 736.904.529 42,10 Sumber : BPS Provinsi Bali TOTAL 948.274.369 100 1.129.542.231 100 1.256.022.646 100 1.497.807.387 100 1.750.526.909 100

Gambar 9.2 Pekembangan Belanja Kota Denpasar 2009 - 2013Gambar 9.1 dan Gambar 9.2 menunjukan adanya sedikit perbedaan antara pendapatan dan belanja daerah, dari tahun 2009 s/d 2013 menunjukan adanya defisit anggaran.

  Ditinjau dari proporsi pendapatan daerah (Gambar 9.1), dari tahun 2009 s/d tahu 2013 dana perimbangan mendominasi pendapatan daerah Kota Denpasar. Ditinjau dari proporsi belanja daerah dari tahun 2009 s//d 2013 proporsi belanja tidak langsung selalu mendominasi. Struktur anggaran dengan proporsi belanja langsung lebih kecil dari belanja tidak langsung menunjukan kecilnya anggaran untuk kegiatan pembangunan khususnya terkait dengan pembangunan infrastruktur Bidang Cipta Karya. Rasio kemandirian keuangan daerah, perbandingan antara PAD dengan Dana Perimbangan pada tahun terakhir (2013) menunjukan angka 99,68 %. Angka ini termasuk kemandirian keuangan daerah kategori sangat tinggi atau sangat kecil ketergantungannya dengan pihak eksternal (Pemerintah Pusat, Provinsi). Pendapatan Asli Daerah sebagai salah satu sumber penerimaan daerah yang akan digunakan untuk membiayai pengeluaran guna mewujudkan pembangunan yang lebih merata sejalan dengan potensi yang dimiliki. Kondisi ini akan mampu mendorong untuk menggali potensi yang ada untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah.

  Rendahnya kemandirian keuangan daerah adalah akibat rendahnya pendapatan asli daerah dan ini merupakan cerminan kemampuan daerah untuk membiayai pengeluaran dalam rangka mewujudkan pembangunan yang lebih merata di daerah tidak atau belum terlaksana seperti yang diharapkan. Untuk meningkatkan kemampuan keuangan daerah dalam membiayai pengeluaran daerah Kota Denpasar maka variabel yang digunakan sebagai dasar estimasi pengeluaran daerah yaitu penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah yang berasal dari jasa makanan, minuman, dan jasa perhotelan. Maka kedua komponen tersebut perlu mendapatkan perhatian lebih serius, hal ini karena pajak dan retribusi sangat dominan dalam meningkatkan kemampuan keuangan daerah dalam membiayai pengeluaran daerah Kota Denpasar. Tantangan ke depan yang mesti diatasi dalam rangka meningkatkan pendapatan daerah adalah meningkatkan PAD dari sumber-sumber yang menjadi beban ekonomi biaya tinggi bagi masyarakat. Dengan diberlakukannya UU No 28 tahun 2010 tentang Pajak dan Retribusi Daerah membuka peluang peningkatan pajak daerah yang berasal dari Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). Dituntut kesigapan Pemerintah Kota

  Denpasar dalam menyiapkan perangkat regulasinya, memperkuat basis daya wajib pajak, dan memperbaiki manajemen pajak daerah. Di samping itu, penyerahan pengelolaan pajak air bawah tanah dari Pemerintah Provinsi ke Pemerintah Kabupaten/Kota juga membuka peluang yang sama dan menuntut prasyarat dan perbaikan kinerja aparat yang menangani pajak daerah.

9.3. PROFIL INVESTASI PEMBANGUNAN BIDANG CIPTA KARYA 9.3.1. Perkembangan Investasi Pembangunan Cipta Karya Bersumber Dari APBN dalam 4 Tahun Terakhir

  Perkembangan Investasi Pembangunan Cipta Karya Bersumber dari APBN yang dilaksanakan di Kota Denpasar dalam 4 tahun terakhir yaitu 2011-2014 adalah sebagai berikut:

Tabel 9.3 APBN Cipta Karya di Kota Denpasar 2011 – 2014

  (Rp.000) SEKTOR 2011 2012 2013 2014 Rata-rata Bangkim 4.931.900 4.705.107 1.878.400 2.230.000 3.436.352

  PBL 1.865.000 8.521.651 5.437.500 2.000.000 4.456.038 PKPAM 242.438.396 6.585.840 5.082.026 15.350.000 67.364.066 PPLP 230.844.280 116.407.689 141.392.203 135.540.392 156.046.141

Total 480.079.576 136.220.287 153.790.129 155.120.392 231.302.596

9.3.2.

   Perkembangan Investasi Pembangunan Cipta Karya Bersumber dari APBD dalam 4 tahun terakhir

  Perkembangan Investasi Pembangunan Cipta Karya Bersumber dari APBD yang dilaksanakan di Kota Denpasar dalam 4 tahun terakhir yaitu 2011-2014 adalah sebagai berikut.

Tabel 9.4 Alokasi APBD untuk Pembangunan Cipta Karya Tahun 2010-2013

  PBL 2.744.375 0,29 2.878.000 0,25 1.220.000 0,10 4.017.070 0,27 13.431.600 0,77 0,34 Bangkim 8.156.150 0,86 4.915.806 0,44 7.315.211 0,58 13.673.210 0,91 27.631.795 1,58 0,87 SEKT OR Rp.000 % Rp.000 % Rp.000 % Rp.000 % Rp.000 % Rata-rata T ahun 2009 T ahun 2010 T ahun 2011 T ahun 2012 T ahun 2013 Proporsi T OT AL BLNJ APBD 948.274.369 1.129.542.231 1.256.022.646 1.497.807.387 1.750.526.909 T otal Belanja CK 16.351.500 1,72 7.892.306 0,70 9.835.211 0,78 23.484.380 1,57 46.113.395 2,63 1,48 PPLP 296.475 0,03 98.500 0,01 1.300.000 0,10 5.282.100 0,35 5.050.000 0,29 0,16 - PKPAM 5.154.500 0,54 0,00 0,00 512.000 - 0,03 0,00 0,12

  Secara visual rata-rata proporsi belanja Bidang Cipta Karya terhadap Total APBD Kota Denpasar sebagaimana ditampilkan pada Gambar berikut.

Gambar 9.3 Proporsi Belanja Bidang Cipta Karya terhadap APBD

9.4. PROYEKSI DAN RENCANA INVESTASI BIDANG CIPTA KARYA 9.4.1. Proyeksi APBD 5 tahun ke depan

  Proyeksi APBD dalam lima tahun ke depan dilakukan dengan melakukan perhitungan regresi terhadap kecenderungan APBD dalam lima tahun terakhir menggunakan asumsi atas dasar trend historis. Setelah diketahui pendapatan dan belanja maka diperkirakan alokasi APBD terhadap bidang Cipta Karya dalam lima tahun ke depan dengan asumsi proporsinya sama dengan rata-rata proporsi tahun-tahun sebelumnya. Pada Tabel 9.1 Perkembangan Pendapatan Daerah Kota Denpasar ditentukan persentase pertumbuhannya, sebagai berikut:  Laju Pertumbuhan Pendapatan Asli Daerah = 33,46 % per tahun;  Laju pertumbuhan Dana Perimbangan = 7,06 % per tahun;

  = 33,28 % per tahun  Laju pertumbuhan lain-lain pendapatan yang sah Berdasarkan kecenderungan atau rata-rata pertumbuhan pendapatan daerah maka proyeksi dengan perhitungan regresi pendapatan daearh Kota Denpasar 2015

  • – 2019 sebagai berikut:

Tabel 9.5 Proyeksi Pendapatan Kota Denpasar 2015-2019

  (Rp.000) Proyeksi Pendapatan Pendapatan Daerah

  2015 2016 2017 2018 2019 1.173.746.185 1.566.487.442 Pendapatan Asli Daerah 2.090.641.858 2.790.180.925 3.723.789.210 757.774.713 811.288.991 Dana Perimbangan 868.582.464 929.922.019 995.593.392 404.184.546 538.707.039 Lain-lain Pdpt Daerah yang sah 718.001.905 956.970.484 1.275.473.645 2.335.705.444 2.916.483.472 3.677.226.228 4.677.073.428 5.994.856.247 Total Penerimaan 9.4.2.

   Kapasitas Pendanaan Bidang Cipta Karya Kota Denpasar

  Apabila diasumsikan bahwa proyeksi pendapatan daerah sama dengan belanja daerah dan proporsi belanja Bidang Cipta Karya terhadap APBD tetap sebagaimana pada Gambar Grafik 9.3, maka kapasitas daerah Kota Denpasar dalam pendanaan Bidang Cipta Karya 5 tahun kedepan sebagai berikut.

Tabel 9.6 Proyeksi ABBD Cipta Karya 5 tahun kedepan

  SEKTOR 2015 2016 2017 2018 2019 Bangkim 20.409.790 25.484.727 32.132.226 40.869.060 52.384.070 PBL 7.833.108 9.780.827 12.332.082 15.685.206 20.104.571 PKPAM 2.698.906 3.369.994 4.249.032 5.404.355 6.927.052 PPLP 3.665.312 4.576.700 5.770.498 7.339.511 9.407.445 Total Belanja CK 34.607.116 43.212.248 54.483.837 69.298.132 88.823.138 9.4.3.

   Rencana Pembiayaan Perusahaan Daerah

  PDAM Kota Denpasar sebagai Perusahaan daerah di Kota Denpasar yang bergerak dalam pelayanan bidang Cipta Karya khususnya sektor air minum. Rencana pembiayaan dari perusahaan daerah dibutuhkan untuk mengetahui kontribusi perusahaan daerah untuk pendanaan pembangunan bidang Cipta Karya dalam lima tahun ke depan. dapat menjadi salah satu alternatif dalam mengembangkan infrastruktur Cipta Karya.

9.4.4. Rencana Kerjasama Pemerintah dan Swasta Bidang Cipta Karya

  Dalam rangka meningkatkan pembiayaan dan investasi di Bidang Cipta karya diperlukan beberapa terobosan dengan memanfaatkan sumber-sumber pembiayaan yang tidak mengikat dan tidak menjadi beban ekonomi biaya tinggi bagi masyarakat. Peluang tersebut dapat dilakukan melalui peningkatan kerjasama antara pemerintah dan swasta khususnya untuk menangani pembiayaan bidang Cipta Karya. Rencana Kerjasama Pemerintah dan swasta yang dapat dilakukan adalah dalam bentuk Bangun Kelola dan Alih Milik ataupun outsourcing. Bentuk kerjasama ini dapat dituangkan dalam bentuk perjanjian atau kontrak antara pemerintah daerah dengan pihak swasta dengan memaksimalkan keahlian dan asset kedua belah pihak dalam menyediakan pelayanan kepada masyarakat. Dalam hal ini resiko dan manfaat potensial dalam menyediakan pelayanan ataupun fasilitas dipilah/dibagi kepada pemerintah dan swasta. Berbagai resiko yang mungkin ditimbulkan dari pola kemitraan ini juga harus diperhitungkan secara matang mulai dari segi pasar yang dihadapi, kemungkinan permintaan yang menyimpang dari perjanjian atau rencana, pengoperasian infrastruktur, biaya konstruksi yang membengkak dan kurang telitinya dalam pencantuman hak dan kewajiban serta sanksi dalam hal pelaksanaan pekerjaan. Berbagai peluang kerjasama pemerintah dan swasta ini dapat dilakukan dalam hal penyediaan infrastruktur dan pengelolaan infrastruktur. Beberapa area yang dapat diterapkan ke dalam bentuk pola kerjasama pemerintah dan swasta ini dapat meliputi proyek air minum dan persampahan.

  1. Air Minum

  Arah kebijakan dalam penyediaan air minum dengan skema KPS adalah mengembangkan inovasi pendanaan yang disesuaikan dengan modalitas proyek. Strategi yang ditempuh untuk meningkatkan peran aktif masyarakat dan dunia usaha/swasta sebagai mitra penyediaan air minum adalah :  Memperbaharui perangkat peraturan yang mendukung pelaksanaan KPS dalam penyediaan air minum  Mengembangkan inovasi sumber pendanaan dalam pembiayaan air minum  Memperkuat koordinasi kerjasama antar pemerintah daerah dalam konteks pelayanan regional; serta,  Mengembangkan bundling untuk system penyediaan air minum, seperti instalasi pengolahan air (IPA), transmisi, dan distribusi khususnya dalam skala kawasan komersial, dan unbundling untuk penyediaan air minum yang paling komersial seperti water meter.

  2. Persampahan

  Arah kebijakan dalam persampahan yang dikembangkan dengan skema KPS adalah meningkatkan peran aktif masyarakat dan dunia usaha/swasta sebagai mitra pengelolaan. Strategi yang ditempuh untuk bidang persampahan adalah :  Upaya pengurangan timbulan sampah mulai dari sumbernya melalui penerapan prinsip

  3 R (reuse, reduse and recycle), dan mendorong swasta untuk menggunakan kemasan pembungkus yang ramah lingkungan;  Pengelolaan persampahan secara professional, melalui pemasaran bisnis persamapahan pada masyarakat dan swasta;

   Perkuatan lembaga pengelolaan sampah untuk peningkatan pelayanan persampahan dalam satu wilayah;  Pemberian jaminan kepastian hukum kerjasama pengelolaan sampah antar pemda dalam pengelolaan akhir sampah bersama dan antara pemda dan swasta;  Memperkuat koordinasi kerjasama antar pemda dalam konteks pelayanan regional.  Mengembangkan system tarif (tipping fee) yang mempertimbangkan pemulihan biaya dan kemampuan APBD dan masyarakat di daerah;  Mengembangkan bundling untuk system pengelolaan sampah, seperti pengumpulan, pengangkutan dan pengolahan akhir sampah, khususnya dalam skala kawasan komersial. Pembiayaan melalui kerjasama pemerintah dan swasta ini sedang dalam proses oleh Pemerintah Kota Denpasar melalui kerjasama dengan Perbankan, namun belum terealisasi dikarenakan beberapa persyaratan belum terpenuhi. Pembiayaan melalui kerjasama pemerintah dan swasta ini akan terus dilanjutkan guna dapat memenuhi pelayanan kepada masyarakat khususnya di bidang Cipta Karya.

  

9.5. ANALISIS KETERPADUAN STRATEGI PENINGKATAN INVESTASI

PEMBANGUNAN BIDANG CIPTA KARYA

9.5.1. Analisis Kemampuan Keuangan Bidang Cipta Karya di Daerah

  Ketersediaan dana yang dapat digunakan untuk membiayai usulan program dan kegiatan yang ada dalam RPI2-JM bidang Cipta Karya dapat dihitung melalui hasil analisis yang telah dilakukan. Realisasi kegiatan dari sumber dana APBN di Kota Denpasar jumlahnya berfluktuatif seperti disajikan pada Tabel 9.3 sebelumnya, sehingga proyeksi ketersediaan dana dari APBN dengan menggunakan asumsi baseline adalah rata-rata pendanaan 4 tahun terakhir dengan trend sesesar 10 % per tahun. Berdasarkan asumsi tersebut maka proyeksi ketersediaan dana APBN Bidang Cipta Karya di Kota Denpasar sebagai berikut.

Tabel 9.7 Proyeksi APBN Cipta Karya 5 tahun kedepan

  (Rp.000) SEKTOR 2015 2016 2017 2018 2019 Bangkim 3.779.987 4.157.986 4.573.784 5.031.163 5.534.279

  PBL 4.901.642 5.391.806 5.930.986 6.524.085 7.176.493 PKPAM 74.100.472 81.510.519 89.661.571 98.627.728 108.490.501 PPLP 171.650.755 188.815.831 207.697.414 228.467.155 251.313.871

Total 254.432.856 279.876.141 307.863.755 338.650.131 372.515.144

  Rekapitulasi ketersediaan dana Bidang Cipta Karya di Kota Denpasar sebagaimana disajikan pada Tabel berikut

Tabel 9.8 Rekapitulasi Ketersediaan dana Bidang Cipta Karya di Kota Denpasar

  (Rp.000)

SUMBER DANA 2015 2017 2018 2019

  2016

APBN 254.432.856 279.876.141 307.863.755 338.650.131 372.515.144

APBD Kota Denpasar 34.607.116 43.212.248 54.483.837 69.298.132 88.823.138

PDAM JUMLAH 289.039.972 323.088.389 362.347.592 407.948.262 461.338.282 9.5.2.

   Strategi Peningkatan Investasi Bidang Cipta Karya

  Strategi Peningkatan Investasi Bidang Cipta Karya DI Kota Denpasar dilakukan dengan beberapa hal yaitu :

  1. Mengoptimalkan potensi pendapatan daerah. Pengembangan potensi PAD dilakukan

  dengan cara:

   Intensifikasi dan ekstensifikasi pemungutan pajak, retribusi dan lain-lain

  pendapatan daerah. Ekstensifikasi pajak tetap mengacu pada UU No. 34 tahun 2000 dan peraturan perundangan lainnya dengan memperhatikan kriteria: (a) Bersifat pajak bukan retribusi (b) Dasar pengenaan pajak tak bertentangan dengan kepentingan umum (c) Obyek pajak bukan merupakan obyek pajak provinsi/pusat (d) Potensinya memadai (e) Tak memberikan dampak ekonomi negatif (f) Memperhatikan aspek keadilan dan kemampuan masyarakat (g) Menjaga kelestarian lingkungan.

   Pengembangan penerimaan dari perusahaan milik daerah, melalui pengelolaan BUMD yang lebih efisien dan profesional.  Pengembangan upaya peningkatan investasi di Kota Denpasar melalui: (a)

  Penyederhanaan perijinan dan penataan pelayanan investasi melalui pelayanan satu pintu (b) Peningkatan promosi potensi dan peluang investasi daerah (c) Pengembangan sistem informasi penanaman modal daerah.

  2. Memperbaiki struktur anggaran dengan meningkatkan proporsi belanja langsung.

  3. Pemanfaatan dana hibah untuk bidang Cipta Karya.

  4. Kerjasama pemerintah dan swasta (KPS) 5.

  Pemanfaatan Dana CSR.