BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI - Identifikasi Kain Sutra Murni, Campuran Dan Sintetis Menggunakan Jaringan Syarat Tiruan - UMBY repository

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

2.1 Tinjauan Pustaka

  Dalam penelitiannya yang berjudul Sistem Pengenalan Citra Jenis-Jenis Tekstil, menjelaskan tentang cara untuk mengidentifikasi tekstil berbasis komputer dengan memasukkan informasi dari citra kain ke dalam komputer.

  Selanjutnya komputer menterjemahkan serta mengidentifikasi jenis kain tersebut. Pada pengembangan sistem ini terdiri 2 yaitu tahap penetuan pola standar referensi dan pengujian. Data yang digunakan sebagai standar referensi sebanyak 2 sampel untuk masing-masing jenis kain yaitu blacu dan rajut. Sedangkan untuk pengujian unjuk kerja sistem menggunakan 20 sampel untuk masing-masing jenis kain. Pengujian unjuk kerja sistem dilakukan dengan melakukan variasi ukuran citra dan metode matriks jarak. Hasil pengujian sistem identifikasi citra kain menunjukkan tingkat akurasi yang tinggi sebesar 93% untuk ukuran citra asli 600x800 piksel dengan metode ekstraksi ciri wavelet, Fadlil. A (2012).

  Dalam pnelitian Aplikasi Image Retrieval Berdasarkan Tekstur Dengan Menggunakan Transformasi Haar Wavelet. Pada penelitian tersebut dijelaskan bahwa pengolahan citra dibuat sebagai aplikas pengambilan gambar konten berdasarkan tekstur dengan menggunakan Haar Metode transformasi wavelet. Fokus penelitian ini adalah untuk mengembangkan teknik pengambilan gambar yang memiliki tekstur kesamaan menggunakan metode transformasi wavelet Haar. Percobaan dalam penelitian ini dibagi menjadi dua jenis, percobaan pada citra multi query dan eksperimen pada gambar tunggal query. Hasil penelitian menunjukkan bahwa percobaan pada multi query gambar memiliki presisi 54% dan percobaan pada gambar tunggal query memiliki presisi 33,32% (Sani Muhamad Isa dan Elsa Juwita 2007).

  Membangun sebuah metode pencarian citra dengan menggunakan metode dekomposisi wavelet. Ciri-ciri suatu citra disebut dengan signatur dengan memilih koefisien-koefisien hasil alihgram wavelet yang memiliki magnitude terbesar. sebuah metrik cira multiresolusi. Metrik ini memberikan sebuah nilai yang menyatakan tingkat kemiripan antara citra query dengan citra pustaka. Citra pustaka yang memberikan nilai paling kecil berari citra tersebut paling mirip dengan citra query (Jacob, 1995).

  Dalam penelitianya yang berjudul, Analisis Perbandingan Transformasi

  

Wavelet pada Pengenalan Citra, menyampaikan tentang cara untuk mengetahui

  tingkat keberhasilan sistem identifikasi citra menggunakan transformasi wavelet, mengetahui pengaruh transformasi dengan berbagai metode wavelet citra masukan terhadap unjuk kerja sistem identifikasi citra. Citra untuk pengujian diambil di lapangan menggunakan kamera digital. Pada pengujian awal proses transformasi citra masukan menggunakan wavelet Haar hingga level 3. Pada proses pengujian selanjutnya transformasi citra masukan akan menggunakan keluarga wavelet

  Daubechies (db2) dan Coiflets (coif) (Sutarno, 2010).

  Penerapan Learning Vektor Quantization (LVQ) pada prediksi jurusan di SMA PGRI 1 Banjarmasin. Pada penelitian ini dijelaskan bahwa data nilai siswa selama satu tahun diinputkan terlebih dahulu yang nantinya akan dihitung jarak minimum antar bobot dan vektor inputnya. Nilai jarak paling minim dari ke 4 pola bobot yang nantinya akan dilihat kelas bobot untuk menentukan prediksi jurusan.

  Nilai bobot yang didapat dari proses data training akan digunakan untuk menghitung prediksi penjurusan dengan menggunakan metode LVQ (Riski Meliawati, Oni Soesanto dan Dwi Kartini, 2016 ).

2.2 Landasan Teori

2.2.1 Teori Kain Sutra Sutra merupakan serat protein alami yang dapat ditenun menjadi tekstil.

  Jenis sutra yang paling umum didapat dari kepompong yang dihasilkan dari larva sutra murbei yang diternak. Sutra memiliki serat yang mulus lembuat akan tetapi tidak licin. Rupa berkilaunya yang menjadi daya tarik sutra yang berstrukstur seperti prisma segitiga dalam srat tersebut yang membuat kain sutra dapat diperlukan ulat yang sehat serta bahan makanan yang mendukung yakni berupa daun murbai.

  Induk sutra dapat menelurkan hingga 500 butir telur ulat sutra seukuran kepala jarum pentul. Setelah sekitar 20 hari, telur tersebut menetas menjadi larva ulat yang sangat kecil. Larva ulat ini akan memakan daun murbei dengan agresif. Sekitar 18 hari kemudian, ukuran badan larva tersebut membesar hingga 70 kali ukuran tubuh semula serta 4 kali mengganti cangkangnya. Kemudian larva ulat tersebut akan membesar hingga mencapai 10.000 kali berat semula. Pada saat itulah ulat sutra akan berwarna kekuningan dan akan lebih padat. Itulah tanda ulat sutra akan memulai membungkus dirinya dengan kepompong. Kemudian kepompong direbus agar larva ulat didalamnya mati. Setelah ulat mati, serat di kepompong dapat diurakan menjadi serat sutra yang halus. Satu buah kepompong sutra dapat menghasilkan uraian serat sepanjang 300 meter hingga 900 meter dengan diameter 10 mikron (1/1000MM). Kemudian serat sutra yang halus tersebut di pintal. Serat sutra dipintal dengan proses yang menyerupai proses pada ulat sutra memintal kepompongnya. Proses itulah yang kemudian dibuat menjadi kain sutra yang indah. Bahan kain dari sutra inilah yang kemudian dibuat menjadi berbagai produk pakain maupun produk lainnya.

  Berdasar pembuatannya kain sutra sendiri dapat dibedakan kedalam dua golongan. Perama kain sutra dibuat dengan alat tenun mesin (ATM) dan kain sutra yang dibuat menggunakan alat tenun bukan mesin (ATBM). Kain sutra yang dibuat dengan ATBM jatuhnya lebih terasa agak kasar, tebal, cepat kusut meski tetap lembut, dan teknik pewarnannya juga terbilang lebih alami. Dari segi harga kain sutra ATBM ini juga cenderung lebih mahal karena diproduksi dalam jumlah terbatas. Selain itu ukuran pun lebih kecil. Sementara untuk kain sutra dibuat dengan ATM tekstur akan terasa lebih halus, lembut dan rapat. Karena diproduksi secara masal coraknya pun cenderung banyak yang sama. Jenis sutra ATM yang cukup popular yaitu sutra buatan Tiongkok.

2.2.2 Citra Digital

  Citra digital adalah gambar dua dimensi yang bisa ditampilkan pada layar komputer sebagai himpunan atau diskrit nilai digital yang disebut pixel atau

  picture

  elements. Dalam tinjauan matematis, citra merupakan fungsi kontinyu dari intensitas cahaya pada bidang dua dimensi. Pengolahan digitalisasi terdiri dari dua proses, yaitu pencuplikan (sampling) posisi, dan kuantisasi intensitas.

  Citra digital merupakan fungsi intensitas cahaya f(x,y), dimana harga x dan y merupakan koordinat spasial dan harga fungsi tersebut pada setiap titik (x,y) merupakan tingkat kecemerlangan atau intensias cahaya citra pada titik tersebut. Citra digital merupakan suatu matriks dimana indeks baris dan kolomnya menyatakan suatu titik pada citra tersebut dan elemen matriksnya yang disebut sebagai elemen gambar atau piksel menyatakan keabuan pada titik tersebut.

  Agar dapat diolah dengan komputer digital, maka suatu citra harus direpresentasikan secara numerik dengan nilai-nilai diskrit. Representasi citra dari fungsi malar (kontinu) menjadi nilai-nilai diskrit disebut digitalisasi (Munir, 2004). Ada beberapa tahapan yang dilakukan dalam pembentukan citra digital yaitu akuisisi citra, sampling dan kuantisasi. Tahapan pertama yaitu proses akuisisi citra adalah pemetaan suatu pandangan (scene) menjadi citra kontinu dengan menggunakan sensor. Ada beberapa macam sensor untuk akuisisi citra, yaitu sensor tunggal, sensor garis dan sensor larik.

  2.2.3 Pra-Proses

  Pra-proses adalah proses dimana peningkatan kualitas citra dilakukan guna keberhasilan tahap pengolahan citra digital berikutnya. Beberapa pra-proses yang sering digunakan adalah proses cropping dan proses grayscale (aras keabuan).

  Cropping adalah proses pemotongan citra guna menentukan koordinat

  yang ingin. Proses ini dilakukan untuk mengambil bagian yang dirasa penting atau bagian yang mempunyai paling banyak informasi untuk diolah. Proses cropping menjadikan ukuran citra menjadi lebih kecil, dengan begitu proses komputasi akan lebih cepat.

  Selain cropping guna mempercepat proses komputasi dapat dilakukan juga proses grayscale. Citra grayscale adalah citra yang nilai intensitas pikselnya berdasarkan derajat keabuan. Proses grayscale dilakukan dengan mengubah citra 3 layer citra red, green dan blue (R,G,B) menjadi citra 1 layer gray.

  Untuk memperbaiki kualitas dan memperhalus citra dapat dilakukan beberapa cara, salah satunya adalah dengan menggunakan masking dengan filter

  median. Pada filter

  median, suatu “jendela” (windows) memuat sejumlah piksel (ganjil). Jendela digeser titik demi titik pada seluruh daerah citra. Pada setiap pergeseran dibuat jendela baru. Titik tengah dari jendela ini diubah dengan nilai median dari jendela tersebut (Munir, 2004).

  2.2.4 Wavelet

  Alihgram gelombang singkat (wavelet) merupakan alihgram yang membawa citra (signal) ke versi pergeseran (shifted) dan penskalaan (scale) dari gelombang singkat asli (mother wavelet). Alihgram gelombang singkat diskrit dapat dilakukan dengan pentapisan bertingkat (cascading filter), yang diikuti dengan cuplikan (subsampling) dengan pembagian 2 bagan alihgram gelombang singkat diskrit dapat dilihat pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2 Alihgram Wavelet Diskrit pada citra 2 Dimens (Putra, 2009)

  H dan L berturut-turut menyatakan tapis yang meneruskan frekuensi tinggi

  (high pass)

  dan tapis yang meneruskan frekuensi rendah (low pass). ↓2 menyatakan pencuplikan dengan pembagian 2. Pada Gambar 2.2 LL menyatakan bagian koefisien yang diperoleh melalui proses tapis low pass dilanjutkan dengan

  

low pass . Citra bagian ini mirip dan merupakan versi lebih halus dari citra aslinya

sehingga koefisien pasa bagian LL sering disebut dengan komponen aproksimasi.

  LH menyatakan bagian koefisien yang diperoleh melalui proses tapis low pass kemudian dilanjutkan dengan high pass. Koefisien pada bagian ini menunjukkan citra tepi dalam arah horisontal. Bagian HL diperoleh dari proses tapis high pass kemudian dilanjutkan dengan low pass. Koefisien pada bagian ini menunjukkan citra tepi dalam arah vertikal. Bagian HH menunjukkan proses tapis yang diawal dengan high pass kemudian dilanjutkan dengan high pass. Koefisien pada bagian ini menunjukkan citra tepi dalam arah diagonal. Ketiga komponen LH, HL dan HH disebut juga komponen detail. Hasil transformasi wavelet level 1, sering dibuat dalam bentuk skema seperti pada Gambar 2.3.

2.2.5 Jaringan Syaraf Tiruan

  Jaringan syaraf tiruan (neural network) adalah sebuah alat pemodelan data statistik nonlinier. Neural network dapat digunakan untuk memodelkan hubungan yang kompleks antara input dan output untuk menemukan pola- pola pada data (Widodo, 2005).

  Neural network sebenarnya mengadopsi dari kemampuan otak manusia

  yang mampu memberikan stimulasi/rangsangan, melakukan proses, dan memberikan output. Output diperoleh dari variasi stimulasi dan proses yang terjadi di dalam otak manusia. Kemampuan manusia dalam memproses informasi merupakan hasil kompleksitas proses di dalam otak. Misalnya, yang terjadi pada anak-anak, mereka mampu belajar untuk melakukan pengenalan meskipun mereka tidak mengetahui algoritma apa yang digunakan. Kekuatan komputasi yang luar biasa dari otak manusia ini merupakan sebuah keunggulan di dalam kajian ilmu pengetahuan.

  Di dalam jaringan syaraf tiruan terdapat two layer network, yang disebut sebagai perceptron (Siang, 2005). Perceptron memungkinkan untuk pekerjaan klasifikasi pembelajaran tertentu dengan penambahan bobot pada setiap koneksi antar network. Untuk lebih jelasnya ditunjukkan pada Gambar 2.4.

Gambar 2.4 Perceptron (Siang, 2005)

  Keberhasilan perceptron dalam pengklasifikasian pola tertentu ini tidak sepenuhnya sempurna, masih ditemukan juga beberapa keterbatasan di dalamnya.

  

Perceptron tidak mampu untuk menyelesaikan permasalahan XOR (exclusive-

  OR). Namun demikian, perceptron berhasil menjadi sebuah dasar untuk

  

network dapat diterapkan pada beberapa task, diantaranya classification,

recognition , approximation, prediction, clusterization, memory simulation dan

  banyak task-task berbeda yang lainnya, dimana jumlahnya semakin bertambah seiring berjalannya waktu.

  Learning vektor Quantization (LVQ) merupakan salah satu terapan dari

neural network . LVQ melakukan proses pemetaan vektor yang berjumlah

  banyak menjadi vektor dengan jumlah tertentu (Kusumadewi, 2004). Pada pengenalan citra, berupa vektor ciri dari masing-masing citra, yang diperoleh dari proses ekstraksi ciri. Untuk lebih jelasnya ditunjukkan pada Gambar 2.5.

Gambar 2.5 Jaringan Syaraf Tiruan (Kusumadewi, 2004)

2.2.6 Algoritma Learning Vektor Quantization

  Learning Vector Quantization adalah suatu metode untuk melakukan

  pembelajaran pada lapisan kompetitif yang terawasi. Suatu lapisan kompetitif akan secara otomatis belajar untuk mengklasifikasikan vector input. Kelas-kelas yang didapatkan sebagai hasil dari lapisan kompetitif ini hanya tergantung pada jarak antara vector input (Kusumadewi, 2004).

  Dalam hal ini diberikan sehimpunan pola yang klasifikasinya diketahui diberikan bersama distribusi awal vector referensi. Setelah pelatihan jaringan LVQ mengklasifikasikan vector masukan dalam kelas yang sama dengan unit keluaran yang memiliki vector bobot (referensi) yang paling dekat dengan

  

vector masukan. Arsitektur dari LVQ ditunjukkan pada Gambar 2.6.

Gambar 2.6 Arsitektur Learning Vector Quantization (Kusumadewi, 2004)

  Keterangan: X = Vector masukan (X1,X2,...,Xn) F = Lapisan Kompetitif y_in = Masukan lapisan kompetitif y = Keluaran W = Vector bobot untuk unit keluaran ||X-W|| = Selisih nilai jarak Euclidean antara vector input