38.Review Daerah Prospek Panas Bumi Bora1

Review Daerah Prospek Panas Bumi Bora - Pulu
Kabupaten Sigi, Provinsi Sulawesi Tengah
Dikdik Risdianto, M. Nurhadi, Arif Munandar, Sri Widodo,
Asep Sugianto, Ahmad Zarkasy, Edi Suhanto, Dahlan
Badan Geologi
Pusat Sumber Daya Geologi
Jalan Soekarno - Hatta 444, Bandung

Kata Kunci : Panas Bumi, Bora, Non vulkanik, Sesar Palu-Koro,Graben Palu

Sari
Secara Administratif Daerah Prospek Panas Bumi Bora-Pulu berada di Kabupaten
Sigi, Provinsi Sulawesi Tengah, berjarak kurang lebih 20 km sebelah selatan Kota
Palu.
Daerah Prospek Panas Bumi Bora- Pulu merupakan salah satu Daerah Prospek
yang berda di daerah Non-Vulkanik yang tersusun atas batuan Metamorf berumur
Pra-Tersier, intrusi Granit berumur Miosen, Sedimen berumur Kuarter dan Endapan
Permukaan.
Struktur utama yang memegang peranan penting dalam pembentukan sistem panas
bumi di daerah ini adalah Jalur Sesar Palu – Koro yang berarah relatif baratlaut –
tenggara dengan pergerakan mengiri (sinistral). Sesar ini bersifat aktif hingga saat

ini.
Manifestasi panas bumi yang ada di daerah prospek berupa tanah panas yang
mempunyai temperatur mencapai 100,6 oC, batuan ubahan yang didominasi dan
sejumlah mata air panas dengan temperatur maksimal mencapai 94 oC dengan pH
netral, tipe air didominasi oleh bikarbonat, beberapa diantaranya klorida dan sulfatbikarbonat. Beberapa air panas termasuk dalam partially hingga fully equilibrium,
dengan temperatur reservoir mencapai 220 oC.
Hasil pengukuran geofisik dengan metode geolistrik, magnetik, gaya berat dan
Magnetotellurik (MT) serta geokimia berupa sebaran Merkuri (Hg) dan gas CO2 udara
tanah diperoleh luas prospek 30 km2.
Hasil pemboran landaian suhu dengan kedalaman 250 m menunjukkan bahwa
temperatur di dasar setelah dilakukan proses perendaman mencapai 73,5 oC.
Dengan asumsi luas prospek 30 km2, tebal reservoir 1 km, recovery factor = 25%
dan efisiensi pembangkit 10% maka potensi panas bumi terduga daerah prospek
panas bumi Bora-Pulu adalah 120 Mwe.

1. Pendahuluan
Secara administratif, wilayah survei
daerah
panas
bumi

Bora-Pulu
termasuk
ke
dalam
wilayah
Kecamatan Sigi Biromaru, Kabupaten
Sigi, Provinsi Sulawesi Tengah
(Gambar 1). Daerah survei dapat

dicapai dari Bandung dengan rute
sebagai berikut : Bandung-Jakarta
melalui darat, dilanjutkan Jakarta –
Palu degan pesawat udara dan dari
Palu – Lokasi Survei melalui
perjalanan darat dengan jarak tempuh
sekitar 20 km. Kondisi jalan darat dari

Kota Palu ke lokasi sangat baik untuk
dilalui kendaraan roda empat.
Kenampakan panas bumi yang

menarik di lokasi ini muncul di satu
lokasi yaitu kelompok mata air panas
yang terletak di desa Bora, Kec Sigi
Biromaru. Temperatur air panas
terukur sebesar 65 – 88,3°C dengan
temperatur udara sebesar 27,6 °C, pH
normal sebesar 7,73 dengan daya
hantar listrik (DHL) yang cukup tinggi
sebesar 862 µS/cm, selain itu
ditemukan juga tanah panas dengan
temperatur mencapai 100 oC.
2. Geologi
2.1. Litologi
Berdasarkan pengamatan bentang
alam serta analisis kemiringan lereng
dari peta topografi, citra landsat dan
DEM
(digital
elevation
model).

Morfologi daerah Bora terdiri dari
Perbukitan
Terjal,
Perbukitan
Bergelombang dan Dataran.
Sedangkan litologi penyusun daerah
Bora-Pulu terdiri dari batuan sedimen,
beku intrusi dan metamorf, berumur
Pra-Tersier hingga Resen, adapun
susunan stratigrafi batuan dari mulai
yang tertua hingga termuda adalah :
a. Metamorf
Terdiri dari Sekis, Granit Gneis dan filit
yang berumur Trias – Kapur Atas.
Batuan
metamorf
ini
menjadi
komponen
dari

batuan
dasar
(basement) dari tatanan geologi
daerah ini.
b. Batuan Intrusi
Satuan ini didominasi oleh batuan
granit yang menerobos satuan batuan
metamorf. Satuan ini termasuk dalam
satuan Granit Salubi dan Oloboju
yang mempunyai penyebaran yang
luas.
Dari
hasil
pen-tarikh-an
menunjukkan bahwa umur satuan ini
adalah Miosen Atas.
c. Batuan Sedimen
Satuan ini terdiri dari perselingan
batupasir
dengan

konglomerat.
Konglomerat tersusun oleh fragmenfragmen lepas batuan metamorf dan
granit,
berukuran
kerikil-kerakal,

menyudut tanggung sampai dengan
membundar tanggung, terpilah buruk
dengan
massa
dasar
pasir.
Kesebandingan satuan ini pada peta
geologi regional (Sukido, dkk.,1993),
batuan ini merupakan bagian dari
Formasi
Pakuli
yang
berumur
Plistosen.

d. Alluvial
Aluvial
merupakan
endapan
permukaan hasil rombakan batuan di
permukaan yang telah terbentuk
sebelumnya. Endapan terdiri dari
material lepas berupa lempung, pasir,
batuan metamorf dan bongkahan
granit. Penyebaran satuan ini di
sepanjang
zona
depresi
Bora
memanjang dari sebelah utara sampai
selatan Proses pengendapan materialmaterial tersebut masih berlangsung
sampai sekarang (Gambar 2 dan
Gambar 3).
2.2. Struktur Geologi
Daerah prospek panas bumi BoraPulu terletak di zone depresi sesar

Palu Koro yang berarah relatif utaraselatan. Sifat sesar ini masih aktif
dengan pergerakan berarah mengiri
(sinistral).
Beberapa arah sesar yang terbentuk
merupakan akibat dari pergerakan
sesar utama Palu-Koro antara lain
Sesar Bora, Sesar Oloboju, Sesar
Sidera, Sesar Pulu, Sesar Pakuli
dengan arah yang bervariasi dengan
jenis sesar mendatar dan sesar
normal.
Keberadaan struktur-struktur geologi
ini yang mengontrol pemunculan
sejumlah manifestasi panas bumi
permukaan berupa mata air panas dan
tanah panas.
Keberadaan struktur geologi ini juga
menyebabkan terjadinya zone-zone
yang mempunyai permeabilitas tinggi
sehingga memungkinkan terbentuknya

reservoir (Gambar 2 dan Gambar 3).
3. Geokimia
3.1. Manifestasi Panas Bumi
Secara umum manifestasi panas bumi
permukaan di daerah prospek Bora-

Pulu terdiri dari mata air panas, tanah
panas dan batuan ubahan.
Temperatur maksimum mata air panas
mencapai 94oC, yaitu di Mata Air
Panas Mapane, pH netral dan debit
0,9 liter/det.
Selain mata air panas hal yang
menarik lagi adalah manifestasi panas
bumi tanah panas serta batuan
ubahan. Temperatur tanah panas
mencapai 100,6 oC dan tersusun oleh
batuan ubahan dengan komposisi
mineral sekunder lempung (argillic).
3.2. Karakteristik Air Panas

Hasil plotting pada diagram segi tiga
Cl - SO4 -HCO3, Na-K-Mg, dan Cl-Li-B
yang memperlihatkan bahwa mata air
panas daerah prospek Bora-Pulu
didominasi oleh tipe air panas
bikarbonat, beberapa mata air panas
yang berlokasi di Bora mempunyai tipe
klorida (mature water) dengan tingkat
kesetimbangan partially equilibrium
yang diasumsikan dihasilkan dari
suatu sistem reservoir panas bumi.
Untuk hasil plotting pada diagram ClLi-B semua air panas memiliki
konsentrasi boron yang relatif tinggi
yang umumnya berasosiasi dengan
sistem panas bumi non vulkanik
(Gambar 4).
Isotop deuterium dan Oksigen-18
memperlihatkan
adanya
proses

interaksi antara fluida dari panas bumi
dari reservoir dengan batuan sekeliling
serta pencampuran dengan air
meteorik, hal ini diperlihatkan dengan
adanya shifting Oksigen-18 terhadap
garis air meteorik (Gambar 5).
3.3. Sebaran Merkuri Tanah
Pola penyebaran Merkuri (Hg) dalam
tanah di daerah Bora terkonsentrasi di
sekitar manifestasi panas bumi tanah
panas, sedangkan di daerah Pulu
konsentrasi Hg menyebar memanjang
mengikuti pula struktur Palu-Koro. Hal
ini memperkuat keberadaan struktur
Palu-Koro yang mengontrol sistem
panas bumi di daerah ini (Gambar 6).
3.4. Pendugaan Temperatur Bawah
Permukaan

Perkiraan
temperatur
bawah
permukaan
menggunakan
geotermometer SiO2 (conductivecooling) rata-rata berkisar antara 94 –
161 °C, sedangkan menggunakan
geotermometer Na/K Giggenbach
rata-rata berkisar antara 113 - 239 °C
yang menunjukkan temperatur tinggi.
Mempertimbangkan
karakteristik
kimia dari air panas seperti pH
normal, suhu permukaan yang tinggi
serta kenampakan fisik manifestasi,
maka penggunaan geotermometer
Na/K Giggenbach lebih representatif
untuk pendugaan temperatur bawah
permukaan yaitu sebesar 220 °C.
4. Geofisika
4.1. Gaya berat
Anomali Bouguer struktur seperti
depresi berarah utara-selatan. Pola
kelurusan-kelurusan kontur anomali
Bouguer sisa sangat sesuai dengan
pola sebaran sesar geologi.
Pada sisi barat lineasi gaya berat
hampir utara-selatan selaras dengan
keberadaan Sesar Palu-Koro sisi timur
berarah hampir utara-selatan yang
memotong mata air panas Mantikole.
Pada sisi timur kelurusan gaya berat
hampir utara selatan bersesuaian
Sesar Palu-Koro sisi barat yang juga
berarah sama.
Pola kelurusan anomali Bouguer juga
memperlihatkan bahwa lebar zone
depresi makin menyempit dari utara ke
arah selatan (Gambar 7).
4.2. Geolistrik
Peta
tahanan
jenis
semu
memperlihatkan AB/2=1000 m di
daerah Bora menunjukkan bahwa nilai
tahanan
jenis
semu
rendah
terkonsentrasi di sekitar manifestasi
tanah panas dan di sekitar mata air
panas Bora.
Sedangkan penyebaran nilai tahanan
jenis rendah dengan bentangan
AB/2=1000 m di daerah Pulu tersebar
di sebelah tenggara daerah prospek
dengan luas yang lebih kecil
dibandngkan dengan luas tahanan
jenis rendah di Bora (Gambar 8).

Keberadaan nilai tahanan jenis rendah
ini dapat disebabkan oleh ubahan
hidrotermal atau akibat adanya lapisan
batuan sedimen di kedalaman.
4.3. Magnetotellurik
Metode
magnetotellurik
hanya
dilakukan di daerah prospek panas
bumi Bora saja, mengingat manifestasi
di daerah Bora lebih menarik
dibandingkan dengan Daerah Pulu.
Pada kedalaman 750 meter hingga
2000 meter, di sekitar mata air panas
Bora dan mata air panas Lompio
terlihat adanya sebaran tahanan jenis
sedang (20 – 100 Ohm-m). Tahanan
jenis
sedang
ini
diperkirakan
berasosiasi dengan batuan yang
berfungsi sebagai reservoir panas
bumi.
Pada kedalaman 1500 meter, tahanan
jenis
sedang
ini
cenderung
membentuk suatu tutupan yang
dibatasi oleh sebaran tahanan jenis
tinggi di sebelah timur dan tenggara
serta dibatasi oleh sebaran tahanan
jenis rendah di sebelah barat,
baratlaut, dan utara. Tutupan tersebut
menggambarkan luas dan dimensi dari
reservoir panas bumi di daerah Bora.
Dari hasil pemodelan tahanan jenis 2D
data MT, sebaran tahanan jenis
rendah yang diinterpretasikan sebagai
respon dari batuan ubahan (batuan
penudung) tersebar di sekitar mata air
panas Bora dan mata air panas
Lompio, melebar ke arah barat dan
baratlaut. Tahanan jenis rendah ini
tersebar dari mulai permukaan tanah
hingga kedalaman sekitar 600 meter
dengan ketebalan antara 500 meter
hingga 600 meter. Reservoir panas
bumi di daerah ini diperkirakan berada
di bawah batuan penudung yang
ditandai dengan sebaran tahanan jenis
sedang – yang tersebar di sekitar
mata air panas Bora dan melebar ke
arah baratdaya, barat dan baratlaut.
Puncak dari reservoir ini berada di
sekitar mata air panas Bora dengan
kedalaman sekitar 600 meter di bawah
permukaan tanah. Puncak reservoir ini
cenderung semakin mendalam ke

arah utara dan baratlaut (Gambar 9
dan 10).
5. Pemboran Landaian Suhu
Terdapat dua sumur landaian suhu di
lokasi prospek panas bumi Bora-Pulu
yaitu BRA-1 dan BRA-2 masingmasing berkedalaman 188,35 m dan
250 m. Keduanya berada di zone
depresi Palu.
Dari hasil pengeboran landaian suhu
tersebut sumur BRA-2 menunjukkan
hasil yang lebih menarik yaitu pada
kedalaman 250 m temperatur dasar
sumur sebesar 73,5 oC, dengan
asumsi temperatur permukaan adalah
29 oC, maka landaian suhu di Sumur
BRA-2 adalah 17,8 oC/100 m, atau
hampir 6 kali landaian suhu normal.
6. Sistem panas bumi Bora-Pulu
Sistem
panas
bumi
Bora-Pulu
dikontrol oleh aktivitas sesar PaluKoro yang bergerak mengiri dengan
arah relatif utara-selatan.
Akibat aktivitas sesar ini membentuk
suatu zone yang sangat permeabel
yang memungkinkan terbentuknya
zone reservoir di kedalaman.
Sistem yang terbentuk berasosiasi
dengan panas yang masih terkandung
dalam tubuh batuan intrusi yang
menerobos
batuan
basement
metamorf dan sedimen.
Batuan
penudung
diasumsikan
terbentuk mulai di permukaan hingga
kedalaman 600 m, dicirikan dengan
terbentuknya lapisan yang sangat
konduktif.
Reservoir terletak berpisah antara
sistem Bora dan Pulu, dengan
kedalam puncak reservoir yang hampir
sama yaitu pada kedalaman sekitar
600 m (Gambar 11).
7. Areal Prospek Bora – Pulu
Dari hasil survei geologi, geokimia dan
geofisika ditambah dengan metode
magnetotellurik (MT) diperoleh lokasi
areal prospek Bora Pulu.
Dibatasi oleh kompilasi zone anomali
dari semua metode survei diperoleh
areal prospek di daerah Bora seluas

25 km2 sedangkan di daerah Pulu
seluas 8 km2 (Gambar 12).
8. Potensi Panas Bumi Bora –Pulu
Penghitungan
potensi
cadangan
terduga daerah panas bumi Bora
menggunakan asumsi tebal reservoar
1 km, luas daerah prospek 25 km2,
pendugaan
temperatur
bawah
permukaan adalah 220 °C dengan
temperatur cut off 180°C recovery
factor 25 %, porositas 10%, efisiensi
pembangkit 10% dan jangka waktu
pembangkitan
30
tahun,
maka
diperoleh potensi :
Q Potensi = Q initial – Qfinal
~ 90 MWe
Sedangkan potensi cadangan terduga
daerah
panas
bumi
Pulu
menggunakan asumsi tebal reservoar
1 km, luas daerah prospek 8 km2,
pendugaan
temperatur
bawah
permukaan sebesar 220 °C dengan
temperatur cut off 180°C. Recovery
factor 25 %, porositas 10%, efisiensi
pembangkit 10% dan jangka waktu
pembangkitan
30
tahun,
maka
diperoleh :
Qpotensi = Q initial – Qfinal
~ 30 Mwe
dengan demikian potensi cadangan
terduga Bora – Pulu adalah 120 MWe.
9. Aspek Kebencanaan
Aspek kebencanaan merupakan salah
satu parameter yang sangat penting
dalam asesmen atau penilaian suatu
proyek, termasuk pengembangan
energi panas bumi. Parameter potensi
kebencaan ini sebaiknya dilakukan
pada tahap awal kegiatan proyek.
Berdasarkan
kondisi
geologinya
terdapat beberapa potensi bencana
yang sangat potensial terjadi di daerah
prospek
panas bumi Bora-Palu,
antara lain :
1.
Gempa Bumi
Daerah prospek panas bumi Bora –
Palu secara geologi berada di depresi
Palu, yang memanjang arah hapir
utara-selatan. Pembentukan depresi
ini
berkaitan
dengan
aktivitas

pergerakan sesar Palu Koro yang
bergerak
mengiri.
Dari
hasil
pengukuran geodetik yang terpasang
di kedua sisi blok yang bergerak
diketahui bahwa sesar ini masih aktif
dengan pergerakan mencapai 6,3
cm/tahun (Walpersdorf, A. dkk., 1998).
2. Gerakan Tanah
Gerakan tanah terutama longsor
sangat potensial terjadi di daerah
prospek panas bumi Bora – Pulu,
terutama di sepanjang dinding depresi
Paru yang mempunyai kemiringan
lereng mencapai 80o.
Terdapat
tiga klasifikasi potensi gerakan tanah
yaitu Tinggi, Menengah dan Rendah.
Daerah dengan potensi gerakan tanah
tinggi mempunyai potensi yang tinggi
untuk terjadi gerakan tanah, zona ini
dapat terjadi gerakan tanah jika curah
hujan diatas normal, sedangkan
gerakan tanah lama dapat aktif
kembali. Daerah dengan potensi
gerakan tanah menengah mempunyai
potensi menengah untuk terjadi
Gerakan Tanah. Pada Zona ini dapat
terjadi gerakan tanah jika curah hujan
diatas normal, terutama pada daerah
yang berbatasan dengan lembah
sungai, gawir, tebing jalan atau jika
lereng mengalami gangguan.
10. Daftar Pustaka
Apandi. T., N. Ratman dan Y. Yusuf.
1982,
Laporan
Geologi
Lembar Mamuju, Sulawesi
Selatan, Skala 1 : 250.000.
Pro. G. I. F. Bid. Geo. Reg.
Puslitbang Geologi.
Djuri dan Sujatmiko, 1979, Peta
Geologi Bersistem, Lembar
Mamuju-Palopa,
Sulawesi
Selatan, Skala ! : 250.000.
Direktorat Geologi.
Dobrin, M.b, 1960, Introduction to
Geophysical
Prospecting,
publisher
Fournier, R.O., 1981, Application of
Water
Geochemistry
to
Geothermal Exploration and
Reservoir
Engineering,
“Geothermal
System
:
Principles and Case Histories”,
John Willey & Sons, New York.

Giggenbach, W.F., 1988, Geothermal
Solute Equilibria Deviation of
Na – K Mg – Ca Geo –
Indicators, Geochemical Acta
52, 2749 – 2765.
Hochstein M.P, 1982, Introduction to
Geophysical
Prospecting,
publisher
Irianto dkk., 2001, Penyelidikan
Geologi Rinci Daerah Panas
Bumi Mamasa, Kabupaten
Polmas, Sulawesi Selatan,
unpublish.
Koga,
A.,
1978,
Hydrothermal
Geochemistry, A Text for The
9th International Group Training
Course on Geothermal Energy
Heald at Kyushu University.
Lawless, J., 1995, Guidebook an
Introduction to Geothermal
System, Short Course, Unocal
Ltd., Jakarta.
Mahon K., Ellis, A.J., 1977, Chemistry
and
Geothermal
System,
Academic Press, Inc. Orlando.
Murtolo., 1993, Geomorfologi Lembah
Palu dan Sekitarnya, Sulawesi
Tengah, Jurnal Geologi dan
Sumberdaya Mineral, Vol- III.
N. Ratman dan S. Atmawinata 1993 :
Pemetaan Geologi Regional
Lembar Mamuju, Sulawesi
Selatan.
Parasnis D.S, 1971, Principle of
Applied Geophysics, publisher
Saefudin I., 1994, Umur Apatit dan
Zirkon
Batuan
Granitik
daerah
Palu
dan
sekitarnya, Sulawesi Tengah,
Jurnal
Geologi
dan
Sumberdaya Mineral, Vol-IV.
Seksi Mineral Vulkanogenik, 1980,
Laporan Penyelidikan Geologi
dan Geokimia tinjau regional
daerah basin S.Ranosi dan
S.Sadan,
Kecamatan
Walerang, Kabupaten Tana
Toraja, Sulawesi Selatan, Sub
Dit. Eksp. Mineral logam DSM.

Sjaiful Bachri dkk 1975, Inventarisasi
Kenampakan Gejala Panas
Bumi di Daerah Sulawesi
Selatan. Direktorat Geologi,
Bandung.
Simanjuntak T.O, Rusmana, Surono
dan J.B. Supanjono 1991, Peta
Geologi Bersistem Lembar
Malili, Skala
1 : 250.000,
Puslitbang Geologi.
Simanjuntak T.O, Surono dan J.B.
Supanjono 1991, Peta Geologi
Bersistem Lembar Poso, Skala
1
:
250.000,
Puslitbang
Geologi.
Sukido, D.Sukarna dan K.Sutisna,
1993, Laporan Geologi Lembar
Pasangkayu,
Sulawesi
Tengah.
Sumadirdja,
H.,
Suptandar,
T.,
Hardjoprawiro, S. dan Sudana,
D.,
1993,
Peta
Geologi
Bersistem Lembar Palu, Skala
1
:
250.000,
Puslitbang
Geologi.
Tim Survei Terpadu, 2003, Laporan
Survei Terpadu Daerah Panas
Bumi
Pulu,
Kabupaten
Donggala, Sulawesi Tengah,
Subdt Panas Bumi, Direktorat
Inventarisasi Sumber Daya
Mineral.
Tim Survei Terpadu, 2010, Laporan
Survei Terpadu Daerah Panas
Bumi Bora, Kabupaten Sigi,
Sulawesi
Tengah,
Pusat
Sumber Daya Geologi.
Telford W.M., Geldart L.P., Sherif
R.E.,
Keys
D.A.,
1982,
Cambridge
Geophysics
University Press.
Walpersdorf, A., Vigny,C., Subarya, C
dan Manurung, P. 1998,
Monitoring of The Palu-Koro
Fault (Sulawesi) by GPS,
Geophysical Research Letters,
Vol. 25. No.13, Pages 2313 –
2316.
Situs Internet :
http://www.usgs.gov/
http://www.vsi.esdm.go.id/

Gambar 1 Peta lokasi prospek Panas Bumi Bora Pulu

Gambar 2 Peta geologi daerah Panas Bumi Bora