Bulletin BPKSDM Edisi pertama

(1)

bulletin bpksdm

BADAN PEMBINAAN KONSTRUKSI DAN SUMBER DAYA MANUSIA DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM


(2)

enteri Pekerjaan Umum (PU), Ir. Djoko Kirmanto, minta kepada Badan Pembinaan Konstruksi dan Sumber Daya Manusia (BPKSDM) bersama dengan Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Nasional (LPJKN), membahas dari segi legalnya mengenai Lembaga yang menangani pengembangan jasa konstruksi, hal tersebut disampaikan Menteri pada acara pembukaan Musyawarah Nasional LPJK, di Jakarta (1/ 3).

Namun Menteri PU cenderung setuju kalau hanya satu saja dengan

catatan supaya dikaji sesuai UU Jasa Konstruksi, apa yang menjadi plus dan minusnya. Setelah Menteri PU menerima hasil pembahasan tersebut, baru Menteri akan memutuskan Perpres atau PP. Menteri PU juga meminta BPKSDM membuat Tim Kecil untuk membahas mengenai pangsa pasar untuk Bidang Konstruksi di dalam negeri, tegasnya.

Peran serta Kontraktor besar terutama didalam kontrak internasional sangat diperlukan, bahkan sejak bertugas di Departemen PU, Djoko Kirmanto selalu tidak rela kalau pasar

Indo-Menteri PU Setuju

Hanya Satu Lembaga

Edisi pertama di tahun 2006 ini Bul-letin BPKSDM akan mengetengahkan mengenai segi legalnya Lembaga yang menangani pengembangan jasa konstruksi, dimana Menteri Pekerjaan Umum, Djoko Kirmanto, cenderung setuju hanya terdapat satu lembaga untuk menangani hal tersebut dengan catatan sesuai dengan UU Jasa Konstruksi. Disamping itu Menteri Pekerjaan Umum juga meminta kepada Badan Pembinaan Konstruksi dan Sumber Daya Manusia (BPKSDM) untuk membentuk tim kecil untuk membahas mengenai pangsa pasar untuk Bidang Konstruksi di dalam negeri.

Artikel lain yang juga disajikan dalam Bulletin ini adalah mengenai Sertikat Badan Usaha dan DRP Bidang Jasa Konstruksi, yang membahas mengenai perbedaan pemberian standar kualifikasi pada masing-masing propinsi dan juga kendala yang ada berhubungan dengan lembaga dan asosiasi yang memberikan sertifikasi tersebut. Berita lain yang ditampilkan pada edisi ini adalah mengenai perlunya

pemahaman dan kepatuhan terhadap Perundang-undangan Bidang Jasa Konstruksi, dimana untuk hal ini Departemen Pekerjaan Umum telah mengadakan Konsultansi Regional tahun 2006 yang bertujuan untuk melakukan sinkronisasi dan koordinasi. Dalam acara tersebut ditekankan mengenai telah terbitnya Surat Edaran Menteri PU perihal Pengadaan Jasa Konstruksi Pemerintah Tahun 2006, yang menghimbau agar jasa konstruksi memahami dan mematuhi ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Dan berita lain yang tak kalah menarik dalam Bulletin ini adalah mengenai Perlunya Rekayasa Ulang terhadap Birokrasi, Kawasan Pendukung untuk Rehabilitasi dan Rekonstruksi Aceh, Administrasi Pendidikan dalam Implementasi Kebijakan Pusbiktek, dan mengenai Badan Koordinasi Tata Ruang Nasional.

Selamat membaca edisi pertama di tahun 2006 ini, semoga akan menambah informasi Anda.


(3)

nesia diacak-acak oleh kontraktor asing.

Menurutnya menghadapi hal tersebut tidak bisa hanya dikerjakan dengan kebijakan-kebijakan pemerintah, proteksi-proteksi yang dilakukan oleh pemerintah. Menteri minta dibantu oleh para penyedia jasa agar menunjukan profesionalismenya, seper t i anggota AKI yang anggotanya pemborong yang besar-besar tunjukkan betul-betul bahwa sebagai pemborong besar yang profesional dan memang berani diadu dengan kontraktor-kontraktor besar dari luar negeri, tegasnya.

Menteri PU berjanji akan memperjuangkan dengan cara, dimana saja akan bicara, apakah di bilateral atau multilateral, sampai di sidang Kabinet. Menteri juga akan mengatakan dalam kesempatan-kesempatan tersebut agar diberi kesempatan bagi kontraktor besar di Indonesia untuk menjadi tuan rumah di negeri sendiri, dengan kesempatan sekecil apapun selalu akan diperjuangkan. Tapi para penyedia jasa konstruksi jangan sampai hanya diam-diam saja, menunggu kesempatan dikasih. Menteri mengajak penyedia jasa sepakat antara pemerintah dengan badan usaha

untuk mengambil pangsa pasar dalam negeri, sebagian besar untuk pengusaha dalam negeri tanpa harus mengelompokkan diri seperti orang-orang yang bodoh, seperti membuat pagar pengaman. Ini zamannya terbuka jadi harus tetap membuka pasar.

Djoko Kirmanto menyadari bahwa AD/ ART mengatur mengenai penyelenggaraan Mukernas harus diselenggarakan satu kali dalam satu tahun yang bertujuan untuk melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan program kerja dan anggaran tahun sebelumnya, menyusun dan menetapkan pro-gram kerja dan anggaran tahun berjalan. Dan melakukan inventarisasi serta penetapan

kebijakan pemecahan terhadap permasalahan yang dihadapi. Perpanjangan Sertifikat Menurut Djoko Kirmanto, bahwa akhir-akhir ini Depar temen PU masih menerima penyampaian berbagai masalah berkaitan dengan perpanjangan Sertifikat Badan Usaha (SBU), baik dari LPJKD, Asosiasi maupun Pemerintah Provinsi. Permasalahan tersebut pada umumnya terkait dengan permasalahan internal asosiasi perusahaan, seperti pembentukan asosiasi baru yang belum diakreditasi, perbedaan antara kualifikasi SBU dengan ketentuan pangsa pasar dalam Keppres nomor 80/ 2003, serta penerbitan Daftar Registrasi Perusahaan (DRP) oleh Pemerintah provinsi.

Ketentuan ketentuan tentang perpanjangan masa berlaku SBU sebenarnya telah diatur secara jelas dalam Peraturan LPJKN Nomor 2 dan 3/ LPJK tahun 2005 serta Surat Menteri PU kepada para Gubernur tanggal 30 Desember 2005.

Mengingat hal tersebut Djoko Kirmanto, meminta agar LPJK dapat meningkatkan sosialisasi tentang ketentuan-ketentuan tersebut, sehingga proses pengadaan jasa konstruksi tahun 2006 dapat berjalan dengan lancar. Departemen PU menyambut baik rencana penyempurnaan ketentuan tentang registrasi dan akreditasi yang sedang dipersiapkan oleh LPJK. Berbagai masukan telah disampaikan, khususnya melalui Surat Menteri PU tanggal 30 Nopember 2005, ungkapnya.

Djoko Kirmanto menggaris bawahi mengenai pengelompokan bidang usaha agar mengacu kepada Cen-tral Product Classification (CPC). Namun demikian, perlu kiranya dilakukan penyesuaian dengan kondisi usaha jasa konstruksi di In-donesia agar penerapannya tidak menimbulkan permasalahan. Kiranya penyempurnaan tentang


(4)

ketentuan registrasi dan akreditasi dapat menjadi salah satu program pokok LPJK Tahun 2006 yang harus diselesaikan dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama, sehingga SBU yang baru benar-benar dapat diberlakukan mulai tanggal 1 Januari 2007.

L iberalisasi Perdagangan Bidang Jasa Konstruksi Menurut Menteri PU, proses perundingan dalam rangka liberalisasi perdagangan, termasuk bidang jasa konstruksi, masih terus berjalan, baik melalui WTO, APEC, Coordinating Committee on Ser-vices (CCS)-Asean, maupun Indo-nesia-Japan Economic Par tner-ship Agreements (IJ-EPA). Berkenaan hal tersebut Menteri PU mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada LPJK atas kerjasama serta kontribusinya dalam penyiapan materi dan pelaksanaan perundingan dimaksud.

Menteri PU mengharapkan LPJK dapat ikut aktif dalam mensosialisasikan hasil-hasil yang telah disepakati dalam perudingan, seperti Specific Commitments dari setiap negara Anggota Asean serta Mutual Recognation Agree-ments (MRA) profesi Enggineering. Disamping itu Menteri juga mengharapkan agar LPJK tetap aktif memberikan masukan dan mengikuti perundingan-perundingan lanjutan, seper t i penyiapan MRA profesi

Arsitektur serta materi liberalisasi sektor bisnis dan konstruksi. Menghadapi hal tersebut dan sesuai dengan amanat Undang-Undang Jasa Konstruksi, Menteri menganggap perlu segera dilakukan pengaturan ijin usaha bagi pengusaha asing yang akan melakukan usaha jasa konstruksi di Indonesia. Mengingat penerbitan ijin usaha oleh Pemerintah harus didasarkan pada registrasi badan usaha, maka LPJK diharapkan dapat segera menyusun ketentuan-ketentuan tentang registrasi Badan Usaha Asing serta melaksanakan registrasi dimaksud, tegasnya. Menteri PU mengingatkan kepada LPJK agar meningkatkan perhatian pada tugas-tugas yang diamanatkan oleh Undang-Undang Jasa Konstruksi yang sejauh ini belum mendapat porsi memadai, meskipun telah dimuat dalam Anggaran Dasar LPJK. Tugas-tugas yang dimaksud adalah berkaitan dengan penelitian, pengembangan, pendidikan dan pelatihan serta peran arbitrase, mediasi dan penilaian ahli bidang jasa konstruksi.

Depar temen PU merencanakan akan melaksanakan pelatihan bagi para asesor yang akan melaksanakan penilaian sertifikasi SBU, SKA maupun SKT. Untuk memperluas jangkauan pelatihan tersebut, kiranya diperlukan kerjasama dengan LPJK, ungkapnya.

Dijelaskan oleh Menteri PU bahwa hakekatnya peran arbitase dapat dilakukan oleh pihak ketiga yang dibentuk oleh Pemerintah dan/ atau masyarakat jasa konstruksi. Kurangnya perhatian terhadap peran arbitrase dikhawatirkan dapat mengundang berbagai wacana pembentukan lembaga arbitrase yang tidak sesuai dengan prinsip tersebut diatas.

K enapa I ndustri C ina mempunyai pasar Dunia? Dalam kata sambutannya Ketua Umum LPJKN, Sulistijo, mengatakan bahwa ada dua ilustrasi yang disampaikan dalam Mukernas LPJK yakni, per tama kenapa Industri Cina mempunyai pasar dunia karena Cina mempunyai cost of fund rendah, disamping itu infrastrukturnya tersedia dan efisien jadi tanggung jawab sektor konstruksinya harus mampu membangun infrastruktur yang efisien serta kerja keras. Ilustrasi kedua adalah Jasa Konstruksi Malaysia masuk di 29 pasar internasional karena mempunyai visi dan misi serta strategi dan kebijakan nasional yang jelas untuk pembangunan sektor konstruksi nasionalnya. Menurut Sulistijo, bahwa dua ilustrasi tersebut merupakan pemahaman peluang sektor konstruksi di dunia internasional bisa digarap di dua negara yakni Jepang dan Malaysia. Tapi Cina dapat merajai dunia karena infrastrukturnya efisien dan kerja keras.

Kalau Penyedia Jasa Indonesia ingin berkompetisi maka harus kerja keras, sedangkan kepada seluruh stake holder atau klaster industri konstruksi Indonesia untuk bisa bersama-sama membangun negara, jelasnya.


(5)

ubernur Provinsi Gorontalo, Fadel Muhammad, optimis masa yang akan datang Pemerintah Daerah akan menghadapi perubahan yang berasal dari tekanan eksternal maupun internal masyarakatnya. Momentum otonomi daerah akan dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk mengoptimalkan pembangunan daerahnya. Upaya pertama yang akan dilakukan adalah melakukan perbaikan lembaga, perbaikan sistem manajemen keuangan dan reformasi manajemen publik. Disamping itu Fadel mengatakan, bahwa paradigma baru yang dikenal dengan new public mana-gement menimbulkan beberapa konsekuensi bagi pemerintah diantaranya tuntutan untuk melakukan efisiensi, pemangkasan biaya (cost cutting) dan kompetensi tender dalam pengadaan barang dan jasa. New public management berfokus pada perbaikan kinerja organisasi. Oleh karena itu perlu dilakukan perubahan managerial terutama menyangkut perubahan SDMnya dan penataan struktur organisasi.

Dijelaskan pula bahwa dalam usianya yang ke 5, Provinsi Gorontalo telah menunjukkan perubahan pesat di berbagai sektor pembangunan yang ditunjang oleh anggaran pembangunan yang begitu besar sehingga perlu didukung oleh kinerja aparatur pemerintah yang professional. Secara umum pengadaan barang dan jasa selama ini masih menghasilkan harga yang kompetitif aku Fadel. Harga barang dan jasa yang diperoleh melalui

proses pengadaan cenderung lebih tinggi bila dibandingkan pembelian langsung oleh swasta.

Hal ini menjadi indikator bahwa proses pengadaan barang dan jasa cenderung menciptakan ekonomi biaya tinggi sehingga pada akhirnya akan merugikan keuangan daerah dan masyarakat. SDM pengelola barang dan jasa pada umumnya tidak memiliki kapasitas yang memadai untuk dapat melaksanakan tugas dengan baik. Kondisi tersebut disebabkan kurangnya skema manajemen proyek karena masih banyak para pengguna anggaran dan panitia pengadaan barang dan jasa belum memiliki sertifikat sebagaimana yang diamanatkan oleh Keppres 80 tahun 2003 dan

K e p m e n

Permukiman dan Prasarana Wilayah No. 339/ KPTS/ M/

2003 yang

diberlakukan mulai 1 Januari 2006. Lebih lanjut dikatakan bahwa

Pemerintah Perlu Rekayasa Ulang

Terhadap Birokrasi

inefisiensi semakin bertambah besar apabila proses pelelangan tidak jujur. Perilaku ini menciptakan nilai proyek yang menggelembung karena adanya unsur KKN. Dalam rangka menciptakan manfaat sebesar-besarnya bagi perekonomian, peran pemerintah daerah semakin besar dalam melaksanakan belanja melalui pengadaan barang dan jasa secara efisien dan efektif.

Pada akhirnya Fadel mengharapkan dukungan dan bantuan Badan Pembinaan Konstruksi dan SDM untuk memfasilitasi pelaksanaan Sosialisasi dan Diseminasi Terpadu Produk Peraturan Jasa Konstruksi serta Ujian Keahlian Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah secara berkelanjutan bekerjasama dengan Pusat Pengembangan Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Publik - Bappenas.

Peserta Sosialisasi dan Diseminasi tersebut diikuti sebanyak 103 orang terdiri dari utusan instansi terkait, Pemda dan Pemkab/ Pemkot Provinsi Gorontalo.


(6)

ebagai upaya penyusunan Program Tahunan atau Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2007, Departemen PU menyelenggarakan Konsultasi Regional Tahun 2006 yang diselenggarakan di dua wilayah yakni, Wilayah Barat diselenggarakan di Padang Sumatera Barat, tanggal 8 9 Maret 2006. Sedangkan untuk Wilayah Timur diselenggarakan di Denpasar, Bali, tanggal 14 15 Maret 2006.

Konsultasi Regional Tahun 2006 tersebut diselenggarakan dalam rangka peningkatan peran serta dan sharing Pemerintah Provinsi sebagaimana diamanatkan UU No. 32 Tahun 2004. Disamping itu dimaksudkan pula sebagai sinkronisasi dan koordinasi perencanaan dan penganggaran serta dapat menyerap berbagai usulan dan aspirasi Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/ Kota di bidang pembangunan prasarana dan sarana Pekerjaan Umum. Dalam Konsultasi tersebut masing-masing Eselon I di lingkungan Departemen PU menyampaikan presentasi yang isinya meliputi Visi,

Menteri PU Minta Ketentuan

Perundang-undangan Bidang Jasa

Konstruksi Dipahami dan Dipatuhi

Misi serta Tupoksinya.

Berkenaan dengan itu Kepala Badan Pembinaan Konstruksi dan Sumber Daya Manusia (BPKSDM), Iwan Nursyirwan pada paparannya menjelaskan mengenai Visi, Misi ser ta Tupoksi dari BPKSDM.

BPKSDM mempunyai tugas Melaksanakan pembinaan di bidang konstruksi dan sumber daya manusia serta mempunyai fungsi antara lain:

Pelaksanaan pembinaan usaha konstruksi meliputi pengembangan usaha konstruksi, sarana usaha, kelembagaan dan regulasi usaha.

Pelaksanaan pembinaan penyelenggaraan konstruksi, manajemen mutu serta keselamatan kerja dan kesehatan kerja konstruksi serta pengembangan administrasi kontrak.

Pembinaan keahlian dan teknik konstruksi meliputi pengembangan kompetensi keahlian konstruksi dan pengembangan pendidikan keahlian konstruksi.

Pembinaan kompetensi dan pelatihan konstruksi, meliputi pelatihan manajemen teknik konstruksi, kompetensi keterampilan konstruksi dan pelatihan ketrampilan konstruksi.

Sedangkan visi dari BPKSDM adalah terwujudnya pembinaan di bidang konstruksi dan sumber daya manusia untuk mendukung tersedianya infrastruktur nasional yang handal, bermanfaat dan berkelanjutan. Disamping itu BPKSDM mempunyai misi sebagai berikut :

Mendorong berkembangnya industri konstruksi yang kompetitif.

Meningkatkan Kapasitas Pemerintah Daerah dan

Masyarakat dalam

pembangunan infrastruktur. Mengembangkan teknologi konstruksi yang tepat guna dan kompetitif serta meningkatkan keandalan mutu konstruksi. Menerapkan organisasi yang efisien, tata laksana yang efektif dan terpadu dengan prinsip good governance ser ta mengembangkan SDM yang professional.

Iwan Nursyirwan pada paparannya juga menjelaskan bahwa telah terbit Surat Edaran Menteri PU nomor : 08/ SE/ M/ 2006, tanggal 13 Maret 2006 perihal, Pengadaan Jasa Konstruksi Pemerintah Tahun Anggaran 2006.

Surat Edaran Menteri PU, nomor : 08/ SE/ M/ 2006 tersebut menyatakan kepada setiap p e n a n g g u n g j a w a b penyelenggaraan pekerjaan jasa konstruksi hendaknya memahami dan mematuhi berbagai ketentuan


(7)

perundang-undangan yang berlaku terutama :

UU nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi beserta aturan pelaksanaannya, yaitu PP nomor : 28, 29 dan 30 Tahun 2000.

Keppres RI nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah dan perubahannya yaitu, Perpres Nomor 32 Tahun 2005 tentang Perubahan Kedua atas Keppres RI nomor : 80 Tahun 2003 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah dan Perpres nomor 70 Tahun 2005 tentang perubahan Ketiga atas Keppres RI nomor 80 tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah.

Kepmen Kimpraswil Nomor : 339/ KPTS/ M/ 2003 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengadaan Jasa Konstruksi oleh Instansi Pemerintah. Kepmen PU Nomor : 448/ KPTS/ M/ 1995 tentang Klasifikasi dan Kualifikasi Laboratorium Pengujian Bidang Pekerjaan Umum.

Sedangkan menurut Iwan Nursyirwan upaya untuk mencegah kebocoran dan pemborosan penggunaan keuangan Negara dikatakan bahwa telah terbit, Inpres nomor 5 Tahun 2004 dimana butir ke enam mengatakan, melaksanakan Keppres RI nomor 80 tahun 2003, tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah secara konsisten untuk mencegah macam kebocoran dan pemborosan penggunaan keuangan negara baik yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Dijelaskan lebih lanjut bahwa kepada Kasatker/ Satker Sementara, Satker Ver t ikal Tertentu (SNVT), PK dan Panitia Pengadaan dalam melaksanakan tugas tahunannya wajib memenuhi ketentuan Kepmen Kimpraswil nomor : 339/ KPTS/ M/ 2003 dan menggunakan standar dan pedoman pengadaan jasa konstruksi sesuai Kepmen Kimpraswil nomor : 257/ KPTS/ M/ 2003.

Disamping itu juga diminta perhatiannya atas pemenuhan hal-hal sebagai berikut :

Pengguna jasa diawali tahun anggaran harus mengumumkan rencana pengadaan jasa konstruksi secara terbuka melalui media cetak, papan pengumuman resmi untuk penerangan umum dan media

elektronik.

Sesuai dengan SE Sekjen Departemen PU nomor 01/ SJ/ 2006 tanggal 19 Januari 2006 perihal Penerapan pengadaan barang/ jasa secara elektronik dilingkungan Departemen PU tahun anggaran 2006 mutlak harus dilaksanakan.

Dalam menentukan paket pekerjaan jasa konstruksi agar memperhatikan ketentuan yakni, memperluas kesempatan bagi usaha kecil, m e m p e r t i m b a n g k a n k em am p u an / k o m p et en si penyedia jasa, besaran nilai paket pekerjaan sampai dengan Rp. 1 milyar diperuntukkan bagi usaha kecil, lebih besar dari Rp. 1 milyar diperuntukkan bagi usaha bukan kecil dan nilai paket pekerjaan diatas Rp. 3 milyar diutamakan bagi usaha besar pekerjaan komplek dimaksudkan sebagai pekerjaan yang pelaksanaannya memerlukan dukungan keahlian.

Bagi Pejabat pembuat komitmen dan panitia/ pejabat pengadaan yang belum memiliki sertifikat pengadaan keahlian barang/ jasa pemerintah sampai dengan batas waktu yang ditetapkan sebagai dimaksud dalam pasal 52 ayat 1 Keppres 80 2003, maka panitia/ pejabat pengadaan tetap dapat melakukan pengadaan barang/ jasa pemerintah sampai dengan tanggal 31 Desember 2007, sepanjang telah lulus ujian nasional pengadaan barang/ jasa pemerintah yang diadakan oleh Pusat Pengembangan Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Publik - Bappenas atau memiliki bukti keikut sertaan dalam Pelatihan Pengadaan Barang tersebut.

Bagi Penyedia Jasa Konstruksi harus memiliki : Izin Usaha Jasa Konstruksi (IUJK), Sertifikat Badan Usaha (SBU), Sertifikat Keahlian Kerja (SKA) dan Sertifikat Ketrampilan Kerja (SKT). Bagi Penyedia Jasa yang belum memiliki SKT dapat menggunakan Sertifikat Pelatihan dari Lembaga


(8)

P e l a t i h a n / P e n d i d i k a n Ketrampilan Instansi Pemerintah dalam bidang yang sesuai, seperti Pusat Pembinaan Kompetensi dan Pelatihan Konstruksi BPKSDM Departemen PU serta BLK Depnakertrans.

Untuk pekerjaan khusus/ spesifik/ teknologi tinggi/ kompleks Pejabat Eselon I dapat menambah persyaratan kepemilikan Sertifikat Manage-ment Mutu ISO dan Sertifikat Management Keselamatan Kerja (K3) atau OHSAS kepada Badan Usaha Jasa Konstruksi Besar.

Metode pemilihan penyedia jasa harus dilakukan dengan pelelangan umum, apabila pemilihan penyedia jasa dengan pelelangan umum dianggap tidak efisien dari segi biaya maka dapat dilakukan dengan seleksi langsung, sedangkan untuk penunjukan langsung yang ditetapkan sendiri oleh pengguna jasa hanya dapat dilaksanakan dalam hal :

Pekerjaan jasa pelaksanaan konstruksi yang memenuhi kriteria penunjukan langsung

Pekerjaan jasa pelaksanaan dan pengawasan konstruksi yang memenuhi kriteria penunjukan langsung. Penunjukan langsung penyedia jasa untuk penanganan darurat bencana alam.

Ketentuan dalam PP No. 70 tahun 2005 tentang perubahan ketiga atas keputusan Presiden No. 80 tahun 2003 tentang pelaksanaan pengadaan barang/ jasa pemerintah : pasal 10 ayat (1) menyatakan panitia pengadaan wajib dibentuk, pasal 10 ayat (2) untuk pengadaan sampai dengan nilai Rp. 50 juta dapat dilaksanakan

oleh panitia atau pejabat pengadaan.

Untuk pekerjaan lanjutan yang secara teknis merupakan kesatuan konstruksi yang sifat pertanggungannya terhadap kegagalan bangunan tidak dapat di pecah-pecah dari pekerjaan yang sudah dilaksanakan sebelumnya, dapat dilaksanakan penunjukan langsung dengan persetujuan Menteri.

Penandatanganan kontrak dapat dilakukan apabila dana telah cukup tersedia dalam DIPA. Pelaksanaan pekerjaan konstruksi yang berdasarkan pertimbangan teknis tidak dapat diselesaikan dalam satu tahun anggaran harus diprogramkan sebagai kontrak tahun jamak.

Untuk penyelenggaraan Sistem Manajemen Mutu (SMM) segera setelah menerima DIPA Kasatker wajib membuat Rencana Mutu Proyek (RMP), Penyedia Jasa wajib membuat Rencana Mutu Kontrak (RMK), dalam membuat RMP dan RMK berpedoman pada Kepmen Kimpraswil No. 362/ KPTS/ M/ 2004 tentang Sistem Manajemen Mutu Konstruksi Departemen Kimpraswil. Dalam penerapan SMM konstruski harus mengikuti manual mutu yang ditetapkan Ditjen yang bersangkutan.

Untuk penyelenggaraan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) pengguna dan penyedia jasa

dalam kegiatan pekerjaan konstruksi wajib memenuhi ketentuan peraturan perundangan tentang K3, pengguna jasa mempunyai kewajiban memberi penjelasan tentang resiko pekerjaan, melaksanakan pengawasan terhadap penyelenggaraan K3, menghentikan pekerjaan apabila pekerjaan tersebut dilaksanakan menyimpang, melaporkan segera apabila terjadi kecelakaan kerja. Penyedia jasa bertanggung jawab apabila terjadi kecelakaan dan gangguan kesehatan para pekerja ditempat kerja selama kegiatan pekerjaan konstruksi berlangsung. Pengguna jasa bertanggung jawab atas terjadinya kecelakaan kerja. Untuk menjamin produk konstruksi yang handal wajib memenuhi ketentuan yakni kegiatan penyelidikan untuk menunjang pekerjaan studi/ design dan pengujian mutu pekerjaan konstruksi dilingkungan Departemen PU harus dilakukan oleh laboratorium pengujian yang telah memiliki sertifikat laboratorium pengujian, menerapkan standar nasional Indo-nesia (SNI).

Selain itu Iwan Nursyirwan menyatakan dengan tegas hal-hal yang sudah ditetapkan menjadi acuan atau dasar hukum yang harus diterapkan sesuai aturan yang berlaku.


(9)

PENDAHULUAN

Dengan terbitnya UU no 18 tahun 1999 yang juga telah dilengkapi dengan 3 (tiga) Peraturan Pemerin-tah yakni PP 28/ 2000 tentang Usaha dan Peran Masyarakat Jasa Konstruksi, PP 29 / 2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi serta PP 30/ 2000 tentang Penyelenggaraan Pembinaan Jasa Konstruksi maka haruslah ada perubahan yang nyata dalam tata niaga jasa konstruksi di Indonesia. Apakah ini bisa dideteksi???? Kalau zaman dahulu kita kenal dengan DRM yakni Daftar Rekanan Mampu yang dikeluarkan oleh Panitia Prakualifikasi di setiap propinsi, maka gambaran yang didapat adalah kondisi waktu itu yakni antar propinsi standarnya tidak sama, walaupun aturannya sama misalnya perusahaan kontraktor kuaifikasi Besar di Jakarta akan berbeda dengan Kontraktor kualifikasi Besar yang ada di Jawatimur, ini dikarenakan berbagai sebab misalnya Panitia Prakualifkasi menghendaki agar di daerahnya ada Kontraktor Besar atau Konsultan Besar sedangkan

Sertifikat

Badan Usaha (SBU) dan DRP

Bidang Jasa Konstruksi

kemampuan Badan Usahanya sendiri belum mencapai taraf itu, sehingga akibatnya BU didorong-dorong atau diberikan tanpa melihat persyaratan yang ditetapkan dan dokumen yang dimilikinya yang akhirnya waktu itu ada 3500 perusahaan kualifikasi Besar.

Adanya UU yang kemudian menyerahkan pelaksanaannya ke LPJK maka kebijakan di LPJK perusahaan besar ditangani oleh LPJK Nasional, maka dampaknya jelas kelihatan sebagian besar perusahaan tersebut rontok saat dilakukan sertifikasi, saat ini kurang lebih ada 1000 Badan Usaha yang mengaku besar dan tersebar di seluruh Indonesia, sehingga campur tangan pihak luar yang berkepentinganpun menurun tajam apalagi pelaksanaannya diserahkan ke asosiasi sehingga Asosiasi tersebut menjadi sasaran berbagai kepentingan.

LPJK Nasional pun tidak kalah akal menghadapi mereka semua, yakni pengalaman semua perusahaan dilakukan pemeriksaan kembali, walaupun banyak yang diragukan

dan itu tinggal menunggu waktu untuk dipaparkan kepada masyarakat, dan polanya harus dilibatkan masyarakat untuk ikut melakukan pengawasan.

Umumnya jika ketahuan maka alasan klasik yang disampaikan adalah ini kan tinggal sebentar, nanti akan diubah lagi, mohon kebijakan LPJK, demikian seterusnya, apalagi saat perpanjangan registrasi, banyak ditemui kesalahan-kesalahan namun asosiasi dan badan usahanyapun banyak berkelit untuk mengajukan penawaran dengan alasan menunggu peraturan baru tersebut sehingga kondisi ini banyak dan syarat dengan kepentingan.

Kalau dahulu DRM dibuat dulu dan kemudian dikutip menjadikan TDR (Tanda Daftar Rekanan) maka sekarang DRP (Daftar Registrasi Perusahaan) yakni SBU dikumpulkan dan dikompilasi pada setiap daerah dan seluruhnya ditayangkan di www.pu.go.id/ bpksdm.

Sebenarnya banyak para panitia lelang yang awam akan hal ini, karena umumnya rekaman SBU yang dibawa ke panitia lelang adalah rekamannya, kalau diminta aslinya belum tentu punya maka yang dikeluarkan rekaman SBU yang telah dilegalisasi oleh asosiasi, padahal asosiasi dilarang melakukan legalisasi, dalam kasus ini seharusnya panitia lelang tegas untuk menggugurkan bila tidak memperlihatkan aslinya. Apalagi tidak ada di tayangan internet, ini jurus yang jitu, karena nantinya akan menuntut asosiasi guna menayangkan miliknya. Kalau tidak maka asosiasi akan malas-malasan untuk menayangkan data anggotanya.

Perlu diketahui sangatlah sedikit perusahaan yang mempunyai kelengkapan sub bidang misalnya punya sub bidang jalan, sub bidang jembatan, juga punya sub bidang pengairan atau sub bidang gedung dan pabrik sehingga kondisi inilah Oleh : Ir.Edy Rahenjantono.MM


(10)

yang dimanfaatkan, padahal sudah diketahui tidak mungkin seorang pengusaha mempunyai banyak sub bidang.

DRM (Daftar Rekanan Mampu) Praktek yang sering dilakukan adalah Badan Usaha berupaya melakukan copy SBU lebih dahulu kemudian di ubah dan disesuaikan klasifikasi dan kualifikasinya kemudian di copy lagi dan dimintakan legalisasi ke asosiasinya sedangkan yang diajukan ke panitia lelang adalah fotocopy yang sudah diubah, padahal Asosiasi dilarang keras melakukan legalisasi, memang masalah-masalah ini sulit terungkap oleh panitia lelang dikarenakan DRP pun jarang ditemukan didaerah, karena siapa yang harus mencetak DRP masih diperdebatkan, disisi lain ada yang berpendapat pemerintah propinsilah yang mengesahkan, Sedangkan LPJK sendiri dengan dana yang amat minim sulit untuk menyebar luaskan informasi, sementara penghasilan LPJK relatif sangat kecil dibandingkan Asosiasi. Lalu bagaimana sirkulasinya kedaerah-daerah maka tidak ada jalan lain kecuali dilihat di situs www.lpjk.or.id atau www.lpjk.org atau www.pu.go.id/ bpksdm Bahkan pada situs www.lpjk.or.id dapat diprint bukti bahwa kebenaran SBU nya telah diregistrasi, hal tersebut dijamin dengan dikeluarkannya surat keterangannya bernomor khusus yang apabila diinginkan kebenarannya maka nomer tersebut dimasukkan ke situs kembali maka akan keluar nama perusahaan tersebut sehingga panitia lelang tidak tertipu sistem ini adalah efektif dan membantu banyak pihak hanya banyak yang belum tahu dan perlu disosialisasikan.

Lalu bagaimana sebenarnya kompetensi Badan Usaha yang diinginkan. LPJK sudah menetapkan jika perusahaan kontraktor kualifikasi K2 maka pengalamannya selama 8 tahun

jumlahnya kumulatifnya harus 200 juta atau K1 pengalamannya 600 juta dan M pengalamannya 2 M serta B2 pengalamannya 7 milyar dan B1 sebanyak 25 M Jika ditemukan bahwa perusahaan tersebut tidak punya pengalaman selama ini namun diberi M1 misalnya maka SBU nya tidak sah dan ini dapat dilaporkan ke LPJK namun yang terjadi tidak satupun laporan dari masyarakat jasa konstruksi atau masyarakat umum, melaporkan hal ini Hal ini mencerminkan ket idak pedulian terhadap kondisi ini, selain itu dalam Keppres 80/ 2003 dikatakan usaha kecil dan non kecil, maka banyak penyedia jasa kebingungan karena yang yang ada di pasaran adalah K1, K2 dan K3, akibatnya proyek nilai dengan 900 juta dikerjakan K3 karena itu kecil belanya dan panitia lelang merasa tidak bersalah lalu bagaimana mensosialisasi, sebenarnya dalam Keppres 80/ 2003 sudah cukup baik karena semua perusahaan sebagai peserta lelang pasti mengisi Lampiran II Keppres dan ada pakta integritas sehingga apabila perusahaan mengaku K1 maka harus dapat dibuktikan pengalamannya yang dipunyainya jumlahnya 600 juta, kalau tidak maka SBU nya dapat digugurkan. Sebaliknya dengan pola diatas maka nilai proyek 80 juta dapat diikuti oleh K3, K2 dan K1 lalu muncul pemikiran bahwa kalau gitu K3 selalu kalah dalam bertarung, apa iya.

BA G A I M A N A M EM BA N T U MENGATASINYA ?

Ini pertanyaan yang menyesakkan, hingar bingar LPJK adalah tidak lain adalah pelaksanaan klasifikasi dan kualifikasi Badan Usaha, yang kurang akurat sementara disisi masyarakat umum berpendapat kalau asosiasi yang melakukan klasifikasi dan kualifikasi maka Asosiasilah yang berhak menetapkan, padahal mekanismenya dibuat bahwa LPJK lah yang berwenang menetapkan klasifikasi dan kualifiaksi bukan asosiasi yang selama ini seakan telah berjalan.

Melihat kondisi ini maka sudah saatnya pemerintah dengan suatu sistem melakukan evaluasi terhadap data Badan Usaha yang mengikuti pelelangan proyek-proyek pemerintah dan melakukan evaluasi serta memberitahukan ke LPJK atau Instansi Pembina untuk dilakukan tindak lanjut. Pemerintah saat ini merupakan pangsa pasar terbesar, sehingga bila diam saja maka Lampiran II yang disampaikan pada saat pelelangan-pelelangan, lalu apa artinya. Di Lampiran II tersebut sebenarnya control bagi SBU, kemudian pada panitia lelang tinggal melakukan klarifikasi data pada Lampiran II dengan meminta atau melihat kontrak, kemudian SPT PPN dan PPh nya dan menginputkan dalam suatu sistem. Mestinya Departemen Pekerjaan Umum dapat mempelopori ini untuk setiap


(11)

Satuan Kerja dengan mengumpulkan judul-judul proyek, dan yang dilaksanakan oleh siapa dan kemudian dihimpun yang akhirnya merupakan database nasional maka kondisi akan berangsur-angsur reda karena semuanya sudah menjadi suatu sistem.

Semua orang sudah bisa mengetahui kemampuan orang lain maka akan tidak bergejolak. Bukan lalu artinya karena K3 maka dia akan selalu kalah dari K1.

Diatas adalah berdasarkan pengalaman belum tenaga kerjanya khususnya tenaga ahlinya atau PJT (Penanggung jawab Teknis) dimana K3 pengalaman 2 tahun sedangkan

K1 pengalaman 10 tahun, yang dalam prakteknya belum menjadikan acuan yang benar. Bagaimana jalan keluar dari masalah ini? Apa solusinya, maka yang harus dilakukan adalah semua pihak terutama masyarakat jasa konstruksi dan terutama Departemen Pekerjaan Umum membantu menyebar luaskan nilai-nilai kompetensi setiap badan usaha dan selalu mengecek kebenarannya melalui satu tangan misalnya penayangan di website selanjutnya LPJK melakukan pengetatan aturan siapa yang salah, ya dikenakan sanksi dan juga termasuk asosiasinya sehingga sedikit dari sedikit pastilah akan mempengaruhi iklim usaha,

masalah sekarang adalah di LPJK belum banyak database sehingga untuk disebarluaskan menjadi kesulitan. Maka langkah LPJK juga mengharuskan semua datanya asosiasi dalam database nasional dan tertayangkan ke masyakat adalah tepat sekali sehingga biar masyarakatlah yang melakukan seleksi . Jika hal ini dapat dilakukan maka dalam waktu 5 tahun kondisi jasa konstruksi di Indoensia dapat dilakukan pengendalian, saat ini pertumbuhan perusahaan jasa konstruksi seperti jamur dimusim hujan lantaran semua orang mudah mendirikan perusahaan sedangkan pekerjaan konstruksi umumnya adalah sub kontrak. (edr )

Latar Belakang

Sekitar 500.000 warga Aceh yang selamat dari bencana gempa tsunami 26 Desember 2004 masih hidup di pengungsian. Termasuk di dalamnya yang tinggal di tenda darurat yang sudah berusia setahun dan mulai lapuk.

Dalam empat tahun mendatang, Badan Pelaksana Rehabilitasi dan Rekonstruksi Aceh akan mengimplementasikan investasi sekitar Rp 70 trilyun. Untuk tahun 2006, Pemerintah Indonesia merencanakan akan membangun 40.000 unit rumah dengan biaya Rp 2,- trilyun. Di samping itu, pada

Support Zone for Aceh Rehabilitation and

Reconstruction.

(Kawasan Pendukung untuk Rehabilitasi dan

Rekonstruksi Aceh)

Oleh: Doedoeng Z. Arifin dan Andang Kasriadi

tahun yang sama, aktivitas non pemerintah akan membangun sekitar 38.000 rumah, sehingga total rumah yang akan dibangun menjadi 78.000 unit.

Tentu saja, yang harus direhabilitasi dan direkonstruksi bukan cuma rumah. Berbagai bangunan lainnya, seperti prasarana pendidikan, prasarana umum, termasuk jalan, pelabuhan, terminal, pasar, air minum, listrik dan sebagainya, memerlukan penanganan yang tidak kalah level-nya dengan pembangunan rumah. Dengan memperhitungkan keseluruhan rumah dan prasarana pemukiman yang harus dibangun

pada 2006, maka investasi lebih dari Rp 5 , - trilyun akan dilaksanakan dalam waktu satu tahun di Aceh. Sementara itu, kegiatan perekonomian lainnya, baik untuk melengkapi infrastruktur yang dibangun, maupun untuk menjaga kehidupan di Aceh, akan mengakibatkan terjadinya kegiatan perekonomian yang jauh lebih besar lagi.

Lebih dari 100.000 orang yang terlibat untuk kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi Aceh ini, tersebar di beberapa kota utama. Hampir semuanya adalah tenaga pendatang. Sekitar sepertiganya akan berada di Kota Banda Aceh.

Penulis : Kepala Bidang Kelembagaan dan Regulasi, Pusat Pembinaan Usaha Konstruksi, BPKSDM. Dep.PU


(12)

profesional berprinsip one stop shopping dan tidak terkait dengan anggaran pemerintah. Setiap pemberian jasa/ pelayanan akan dikenakan suatu biaya tertentu untuk mendukung biaya operasional Support Zone.

Sebagai perintisan, diusulkan dibangun suatu Pilot Support Zone di Banda Aceh, dengan konsep kegiatan terkoordinasi secara mandiri, dimana setiap bagian pendukungan dibangun, dibiayai, dan dioperasikan oleh inst itusi yang benar-benar memiliki kompetensi integral di bidangnya. Rincian dari konsep ini, diuraikan berikut ini. Support Zone ini perlu dibuat juga untuk area lain di Aceh, dengan magnitude yang berbeda-beda.

Rincian prasarana fisik konsep Support Zone for Aceh Rehabilitation and Reconstruction antara lain sebagai berikut ini.

I.1. Lokasi

Untuk tahap pertama, lokasi diusulkan di Banda Aceh, dengan area seluas kurang lebih 10 hektar, milik Pemerintah Daerah Kota Banda Aceh, dengan izin penempatan selama kurang lebih 5 tahun.

I.2 . Bangunan di Support Zone.

Bangunan Support Zone di Banda Aceh ini akan memiliki lantai seluas kurang lebih 30.000 m2, untuk berbagai fasilitas. Bangunan ini dibangun oleh suatu perusahaan pengembang atau kontraktor yang kemudian disewakan kepada para pemakai dengan konsep Building Management . Termasuk di dalamnya unit untuk perkantoran atau perwakilan perusahaan dengan prinsip facilities sharing .

Jadi di Banda Aceh saja pada tahun 2006 akan ada sekitar 35.000 tenaga kerja temporer dari segala tingkatan. Di samping itu, di Aceh juga hadir lebih dari 300 kelompok tenaga bantuan, baik NGO maupun dari satuan tugas negara pemberi bantuan.

Keberadaan personil untuk pembangunan dan rekonstruksi Aceh ini merupakan suatu masalah tersendiri, karena mereka harus ditempatkan pada situasi yang mendukung kesiapan mereka untuk bekerja. Padahal penyediaan prasarana pemukiman untuk 100.000 orang, merupakan masalah yang luar biasa, yang sulit untuk disediakan dalam waktu pendek. Seperti biasanya, penyiapan prasarana untuk para personil temporer ini t idak disertakan dalam anggaran khusus, namun diserahkan kepada manajemen pengembang masing-masing. Tuntutan sarana dan prasarana untuk tenaga asing, ataupun tenaga dengan kualifikasi lebih tinggi dari dalam dan luar negeri, baik yang berasal dari aparat pemerintah, NGO ataupun satuan tugas bilateral maupun multilateral, merupakan persoalan yang tidak kalah rumitnya. Melaksanakan proyek besar dalam waktu pendek, tidak berarti tertib administrasi dapat diabaikan. Manajemen Proyek yang benar, tidak saja menuntut kualifikasi tenaga administrasi pendukung yang handal, tapi juga kelengkapan

sarana penunjangnya yang memadai.

Untuk mengelola tenaga kerja dan pencatatan prestasi (kinerja) untuk 100.000 orang, akan dibutuhkan setidaknya 4.000 tenaga administrasi, dengan minimal 1.000 unit komputer. Belum lagi kebutuhan pendukung untuk kegiatan teknis perencanaan, komunikasi dan sebagainya. Analisis mengenai penyiapan bagi dukungan program besar ini tampaknya belum dibuat secara tajam, dan dengan sendirinya penyiapan kondisi lapangan juga akan jauh dari memadai.

Hal inilah yang tampaknya akan menjadi salah satu kunci terpenting di satu sisi, namun menjadi blind spot yang luput dari pengamatan para perencana program. Kebutuhan pendukungan inilah yang menjadi titik perhatian kami, dengan mengusulkan konsep K awasan Pendukung bagi Rehabilitasi dan Rekonstruksi Aceh (Support Zone for Aceh

Rehabilitation and

Reconstruction).

I. Konsep Support Zone. Support Zone atau Kawasan Pendukung, merupakan suatu kawasan yang dilengkapi dengan berbagai fasilitas untuk mendukung program besar yang dikelola sepenuhnya berdasarkan konsep pelayanan


(13)

I.3 . Pusat D okumentasi Tsunami.

Unit ini berisi kumpulan informasi tentang peristiwa gempa dan tsunami 26 Desember 2004 beserta berbagai peristiwa sesudahnya yang terdokumentasi dalam bentuk film, video, gambar, ceritera, klipping koran dan sebagainya. Unit ini menyediakan pameran tetap dan fasilitas pemberian informasi tsunami untuk setiap pihak yang membutuhkan. Setiap orang yang berkunjung ke Aceh, akan memulai lawatannya dengan mengunjungi fasilitas ini.

I.4 . Restoran & Catering. Setidaknya 5.000 orang akan membutuhkan pelayanan setaraf restoran di Kota Banda Aceh. Sedangkan untuk para pekerja, dibutuhkan catering untuk sekitar 30.000 orang. Fasilitas di Support Zone pada tahap awal hanya akan mengantisipasi sekitar 10 % sampai 20% dari kebutuhan. I.5 . M otel & Rumah

Singgah.

Fasilitas ini hanya untuk melayani pengunjung yang tinggal dalam jangka pendek atau untuk transit sebelum meneruskan perjalanan ke tempat tujuannya. Fasilitas motel tahap awal disediakan untuk 200 300 kamar dan rumah singgah untuk melayani 500 1.000 orang.

I.6 . K omunikasi & Warung Internet

Jaringan wartel dan jasa pelayanan pemasangan telepon untuk lokasi proyek dipersiapkan dari Support Zone. War tel di Suppor t Zone minimal memiliki 20 KBU dan Warnet dengan minimal 40 komputer.

I.7 . Bursa Tenaga Kerja. Kebutuhan tenaga kerja yang sangat tinggi dan turn over-nya akan sangat membebani para pengusaha yang berkiprah di Banda Aceh. Dukungan jaringan yang menyediakan tenaga kerja ini, dalam bentuk suatu Bursa Tenaga Kerja , akan sangat dibutuhkan, sekaligus sebagai suatu lahan usaha yang cukup menjanjikan. I.8 . P e n y e w a a n

Komputer

Setidaknya 300 unit komputer harus selalu siaga untuk melayani permintaan rental atau digunakan di tempat yang disediakan oleh Support Zone.

I. 9 . O ffice Supplies & Service.

Peralatan dan supplies kebutuhan alat tulis kantor (ATK), termasuk unit percetakan, foto copy, penjilidan disediakan di Support Zone.

I. 1 0 . C onsultancy & Report Services.

Konsultan yang membantu menyusun Progress Report, Survey, dokumentasi, studi dan kajian perencanaan maupun pengawasan rehabilitasi dan rekonstruksi Aceh, dsb.

I. 1 1 . Recreation, H ealth & Fitness Facilities. Area rekreasi ringan bercorak olahraga, seperti bilyar, tennis meja, badminton, tennis, dsb. I. 1 2 . M edical Service &

P3 K.

Sarana kesehatan untuk pengobatan tahap awal dan rescue services set ingkat poliklinik.

I. 1 3 . T ransport, T ravel & Guide.

Sarana transportasi dan travel agent serta tour guide dalam mendukung

mobilitas pekerja level atas dan menengah.

I.1 4 . Data & Informasi. Unit ini menyediakan berbagai data dan informasi dalam bentuk cetak dan digital, termasuk peta, citra satelit, maupun data statistik. I.1 5 . L ayanan Prasarana

Pendukung

Unit ini menyediakan kebutuhan prasarana pendukung di setiap lokasi proyek, seperti air bersih, telepon, listrik, ruang istirahat dsb.

I.1 6 . Persewaan Peralatan Konstruksi.

Mulai peralatan berat, seper t i crane, bulldozer, back hoe, front end loader, concrete mixing sampai peralatan kecil seperti stumper, generator lapangan, tenda dan sebagainya.

II. Gambaran Kelayakan. Kelompok Kerja Support Zone (KKSZ) adalah organisasi Proyek, dengan sasaran kegiatan sekitar 5 tahun. Investasi KKZS tidak menjangkau investasi untuk operasional Support Zone, namun dibatasi hanya pada investasi untuk kegiatan KKSZ saja, yaitu untuk proses penyusunan rencana, pengkoordinasian, pemasaran dan administrasi perikatan dengan semua pihak yang terlibat.

Support Zone Management (SuZMan) akan menarik pendapatan dari persewaan fasilitas yang dibangun, jasa pengelolaan kawasan dan bagi hasil dari transaksi tertentu. II.1 . Penyewaan Tempat

Bangunan seluas 30.000 m2 ini adalah milik dari mitra yang disewakan sekitar Rp. 70.000,-/ m2/ bulan, atau total Rp. 2,- milyar per


(14)

ugas pokok Pusat Pembinaan Keahlian dan Teknik Konstruksi (Pusbiktek) adalah merumuskan dan melaksanakan pembinaan Keahlian dan Teknik Konstruksi bidang Pekerjaan Umum. Pusbiktek mempunyai visi sebagai pusat pembinaan keahlian dan teknik konstruksi bidang PU yang handal dan profesional untuk mendukung peningkatan kualitas penyelenggaraan pembangunan infrastruktur di seluruh Indonesia. Dalam menjalankan visinya, Pusbiktek telah menetapkan beberapa misi yang akan dilaksanakan :

1. Mengembangkan bakuan kompetensi keahlian dan kurikulum pendidikan bidang keahlian dan teknik konstruksi 2. Mengembangkan dan

memberdayakan penerapan teknik konstruksi

3. Mengembangkan konsep

Administrasi Pendidikan

Dalam Implementasi Kebijakan

PUSBIKTEK

Oleh: Yudhi Triana Dewi

pendidikan keahlian dan teknik konstruksi bidang pekerjaan umum

4. Mengembangkan jejaring kemitraan dengan perguruan tinggi, Pemda dan stakeholders lainnya

5. Mengembangkan piranti lunak dan keras untuk mendukung penyelenggara pendidikan keahlian teknik dan pendukung spesifik bidang Pekerjaan Umum

Dalam perjalanannya Pusbiktek mengamati adanya kebutuhan kualitas SDM dalam penyelenggaraan pembangunan bidang pekerjaan umum di berbagai daerah. Dewasa ini ada perubahan paradigma dalam penyelenggaraan pendidikan kedinasan. Pusbiktek dituntut untuk memperbaiki kinerja sesuai dengan paradigma baru tersebut. Respon dari pihak terkait pun semakin baik. Pemda Propinsi, bulan. SuZMan menarik

10% dari nilai ini, atau sekitar Rp. 200,- juta per bulan.

II.2 . Bagi H asil Public U tility.

Public Utility seperti air minum, listrik, pemasangan telepon, jasa kebersihan dan parkir dikelola oleh pihak ketiga dan SuZMan memperoleh bagian tertentu dari hasilnya. Diperkirakan bagi hasil ini akan dapat memberikan pendapatan sekitar Rp. 100,- juta per bulan bagi SuZMan. II.3 . Pendapatan Lain-lain.

SuZMan dapat memilih usaha tertentu untuk menjadi bagian dari usahanya, antara lain bertindak sebagai perantara. Ini merupakan penghasilan tambahan yang dapat dikembangkan sesuai dengan keadaan, yang nilainya bisa jauh lebih besar dari penyewaan tempat ataupun bagi hasil prasarana.

Hampir semua komponen fasilitas pendukung di Support Zone dapat dibentuk menjadi suatu kegiatan bagi hasil, seperti dari bursa tenaga kerja., restoran, rumah singgah, travel, penyewaan alat-alat dan sebagainya.

Asumsi dan perkiraan di atas tentu saja masih sangat kasar dan membutuhkan penajaman. Yang paling pent ing adalah bahwa gagasan dan ide-ide segar seperti ini mendapat respon dari para pemegang kebijakan, khususnya di badan pembina sektor konstruksi dan terlebih lagi Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Aceh dan Pulau Nias agar diperoleh manfaat yang maksimal.

Penulis : Kepala Sub Bagian Program, Bagian Perencanaan, Sekretariat BPKSDM


(15)

Pemda Kabupaten dan Asosiasi profesi menuntut untuk dapat berperan aktif dalam penyelenggaraan pendidikan kedinasan yang diselenggarakan Pusbiktek bekerja sama dengan Perguruan Tinggi Nasional Mitra. Pusbiktek memiliki peluang yang masih terbentang luas untuk menjawab tantangan tersebut. Departemen PU hingga saat ini masih berkomitmen terhadap peningkatan kualitas SDM nya. Kesadaran dari Pemda akan pentingnya SDM pun perlu ditindaklanjuti dengan seksama. Kebijakan Departemen PU kini memberi peluang yang lebih besar kepada Pusbiktek dalam mengembangkan pendidikan keahlian dan teknik konstruksi. Oleh karena itu, Pusbiktek perlu meningkatkan hubungan yang lebih intensif dengan unit kerja internal Depar temen maupun Perguruan Tinggi Nasional mitra di seluruh Indonesia.

Pusbiktek telah memiliki banyak peran dalam peningkatan kualitas SDM Departemen PU, namun melihat kondisi sekarang dengan berbagai tantangannya perlu kiranya Pusbiktek terus meningkatkan kinerjanya dalam menjalankan program-programnya. Untuk itu perlu

disusun kebijakan yang tepat dalam menjalankan Tupoksinya, antara lain :

Meningkatkan kualitas net-working (kemitraan) dengan Pemda Propinsi, Pemda Kabupaten serta Asosiasi Profesi.

Meningkatkan peran Pusbiktek dalam peningkatan kualitas pemrograman kegiatan kerjasama, pengembangan kurikulum, pengembangan teknologi pembelajaran, dan seleksi peserta didik serta evaluasi tenaga pengajar. Mengembangkan mekanisme yang lebih jelas dalam pembukaan program studi dengan mengacu pada hasil need assesment dengan melibatkan unsur Departemen, Pemda Propinsi, Pemda Kota dan Pemda Kabupaten, Perguruan tinggi dan Asosiasi profesi.

Dalam menjalankan kebijakannya sebagai pusat pembinaan SDM dengan corebusiness-nya yaitu pendidikan, Pusbiktek diharapkan untuk lebih profesional dalam penyelenggaraan administrasi pendidikan. Administrasi pendidikan itu sendiri adalah suatu proses keseluruhan, kegiatan bersama dalam bidang pendidikan yang meliput i: perencanaan,

p en go r gan i sasi an , pengawasan dan pembiayaan dengan menggunakan atau memanfaatkan fasilitas yang tersedia, baik personel, materiil, maupun spirituil untuk mencapai tujuan pendidikan secara efektif dan efisien. Dengan adanya administrasi pendidikan yang baik diharapkan sistem administrasi yang akan datang dapat berperan dalam

menata dan

memanfaatkan serta m e n g o p t i m a l k a n sumber daya institusi pendidikan dalam penyelenggaraan pelayanan pendidikan untuk mencapai produkt ivitas pendidikan dalam suasana menyenangkan dan saling mempercayai.

Sebenarnya istilah lain yang hampir sama dengan administrasi adalah manajemen. Hanya dewasa ini, istilah manajemen lebih terkenal dan umum dipakai didalam dunia perusahaan/ ekonomi daripada di dalam dunia pendidikan.

Namun menurut beberapa pakar disebutkan bahwa administrasi mengandung pengertian yang lebih luas daripada manajemen. Dikemukakan bahwa manajemen adalah inti dari administrasi. Oleh karena itu, administrasi pendidikan bukan hanya urusan material tetapi juga personal dan spiritual. Kebijakan administrasi pendidikan Pusbiktek mengikat kedalam dan keluar instansi. Pusbiktek diharapkan mempunyai kebijakan yang jelas dalam tata kerja inter-nal, sedangkan keluar instansi, Pusbiktek perlu merumuskan kebijakan yang jelas dalam melibatkan lembaga lain.

Upaya penataan, pemanfaatan dan optimalisasi sumber daya Pusbiktek

ke depan perlu


(16)

aspek pendukung transformasi kelembagaan antara lain:

1. Organizat ion Structure : Struktur mengikuti fungsi. 2. Learning organizat ion:

Transformasi kapabilitas individu menjadi kapabilitas institusi

3. Self-renewal capacit y : Penelitian, Monitoring dan Evaluasi.

4. Parameter kinerja dan audit Kinerja

5. Sistem insentif : kompetisi, apresiasi dan penghargaan. Kelima aspek pendukung tersebut masih sangat perlu ditindaklanjuti lebih serius. Saat ini baru beberapa aspek yang terpenuhi di Pusbiktek itu pun belum maksimal, beberapa parameter lain seperti parameter kerja, audit kinerja dan sistem insentif belum dibahas lebih khusus, padahal poin tersebut sangat penting dalam implementasi Tupoksi Pusbiktek karena menyangkut hubungan langsung antara individu dan instansi. Begitu pula proses Learning Organiza-tion, yaitu transformasi kapabilitas individu menjadi kapabilitas institusi belum sepenuhnya terjadi. Hal ini sebenarnya permasalahan yang kompleks dan perlu dikaji lebih lanjut, mengingat masih banyak potensi pegawai yang belum di-ex-plore- secara optimal (entah karena sistem insentif atau karena tidak sesuai dengan minat dan kompetensinya).

Adanya optimalisasi komponen kelembagaan tersebut diharapkan akan tercapai penyelenggaraan pendidikan keahlian konstruksi yang lebih bermutu. Sampai dengan saat ini Pusbiktek masih

t e r u s - m e n e r u s m e n i n g k a t k a n kinerjanya untuk meningkatkan mutu pendidikan yang dihasilkan. Gambaran mengenai analisis mutu penyeleng-garaan pendidikan keahlian konstruksi yang diselenggarakan Pusbiktek adalah sebagai berikut :

MP = ( PM,KD,FP, BL)

MP = Mutu Penyelenggaraan pendidikan

PM = Potensi Mahasiswa FP = Fasilitas pendidikan KD = Kompetensi profesional

Dosen

BL = Budaya lembaga penyelenggara Pendidikan.

Unsur-unsur tersebut merupakan faktor utama yang harus diselenggarakan secara sinergis dalam mencapai penyelenggaraaan pendidikan yang berkualitas. Namun kenyataanya banyak permasalahan yang masih menjadi pro- kontra menegenai kelima komponen tersebut.

Potensi Mahasiswa, ada sebagian kalangan yang berpendapat bahwa raw material yang masuk dalam pendidikan Pusbiktek kurang berkualitas jika dibanding mahasiswa reguler, sehingga dibutuhkan special treatment . Tentu saja pendapat ini belum bisa dibuktikan keabsahannya, mengingat ada beberapa karyasiswa (karyawan yang menjadi mahasiswa) dapat meraih prestasi cukup gemilang. Dalam hal ini perlu diadakan kajian lebih lanjut. Fasilitas pendidikan, dari segi fasilitas, Pusbiktek dan mitranya telah memiliki fasilitas yang memadai, namun seiring arus modernisasi ada tuntutan yang harus segera dijawab yaitu perkembangan dunia teknologi informasi yang melaju kencang yang menuntut segera adanya perubahan, yaitu konsep e-learn-ing. Walaupun konsep pendidikan

ini terdengar sangat utopia karena membutuhkan biaya dan SDM bermutu tinggi namun jika tidak segera dimulai kita akan terus tertinggal.

Kompetensi profesional Dosen, ini sangat erat kaitannya dengan sistem pendidikan nasional yang telah ada, selama ini kita telah memepercayakan karyasiswa untuk dididik oleh tenaga-tenaga dosen dari PTN mitra ditambah dengan dosen praktisi yang berasal dari Departemen PU dan juga instansi lain yang berkaitan.

Budaya Lembaga penyelenggara pendidikan, menyangkut sistem kelembagaan, etos kerja dari penyelenggara pendidikan. Dibutuhkan pembinaan yang terus-menerus terhadap segenap komponen penyelenggara baik dari Pusbiktek, balai-balai, juga PTN mitra. Komunikasi sangat diperlukan dalam sistem pengambilan keputusan, transparansi dalam penentuan kebijakan juga tidak kalah penting sebab akan sangat berpengaruh terhadap kepercayaan masing-masing pihak dalam menjalankan tugasnya.

Permasalahan dalam

penyelenggaraan pendidikan Pusbiktek diharapkan dapat segera dibenahi, mengingat instansi ini sudah mempunyai cukup banyak pengalaman dalam dunia administrasi pendidikan, namun tanpa dukungan dan masukan dari pihak-pihak terkait hal ini tidak akan terwujud.

Daftar referensi:

Arifin Abdurrachman, Prof.Dr.,H., Teori Pengembangan dan Filosofi Kepemimpinan Kerja, Bhratara, th.1971, Jakarta.

Dep.P dan K, Kurikulum, Usaha-usaha Perbaikan dalam bidang pendidikan dan administrasi pendidikan

Djam an Satori, Prof.Dr. MA, Pelatihan administrasi Pendidikan Pusbiktek


(17)

Badan Koordinasi Tata Ruang Nasional

Mengapa Tidak Menjadi Badan Tata Ruang

Nasional?

Oleh: Ir. Cakra Nagara, M.T.

erawal dari m e l i h a t pembangunan infrastruktur Indonesia yang sangat lambat, tidak merata, bersifat sendiri-sendiri dan kurang terintegrasi menjadi suatu pertanyaan besar akan dibawa kemana arah

pengembangan infrastruktur Indonesia ini. Berbagai permasalahan yang menimpa bangsa ini menjadi pertanyaan besar mengapa penanganannya begitu lambat, bersifat lokal, situasional dan tidak adanya kontrol dan arahan penanganan dan pembangunan yang jelas.

Permasalahan yang sering terjadi pada umumnya selalu menyalahkan tata ruang kewilayahan dari suatu sistem yang katanya tidak dipatuhi. Padahal seharusnya kita introspeksi diri apakah bangsa ini pernah membuat tata ruang nasional 30 tahun yang lalu yang bisa menjadi guideline bangsa ini hingga saat ini. Kadang kita lupa betapa besarnya Indonesia sehingga permasalahan kewilayahannya pun pastinya semakin kompleks pula. Berikut ini adalah beberapa rekaman kejadian baik yang sifatnya insidental maupun kondisi yang menerus/ berlangsung lama yang menjadi dasar pemikiran mengapa diperlukan Badan Tata Ruang Nasional, antara lain: 1. Awal penanganan bencana

alam di Aceh dan Nias yang cukup lambat. Saat itu bantuan dari luar negeri terus bergulir namun belum tersedianya

lembaga khusus yang secara proaktif

d a p a t

menghadirkan data-data yang akurat mengenai rencana p e g e m b a n g a n penataan kawasan seperti apa yang s e b a i k n y a / s e h a r u s n y a dilakukan untuk Aceh dan Nias sampai dibentuknya Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) NAD-Nias.

2. Tidak adanya lembaga khusus yang ditugaskan melakukan pengendalian gangguan samping jalan sebagai penataan kawasan untuk koridor jalan baik untuk Jalan Nasional, Jalan Propinsi, Jalan Kabupaten maupun Jalan Kota yang selalu menyumbang kemacetan terbesar yang menyebabkan milliaran rupiah uang terbuang di jalan. Hal ini menyebabkan pemanfaatan energi yang tidak efisien dan bertentangan dengan program pemerintah tentang hemat energi.

3. Lambatnya pembangunan infrastruktur wilayah timur Indonesia. Walaupun pernah dibentuk kementerian yang menangani pembangunan infrastruktur wilayah timur Indonesia akan

tetapi sampai dengan saat ini belum didapat secara rinci tentang perencanaan dan pembuatan koridor p e m b a n g u n a n p e n g e m b a n g a n i n f r a s t r u k t u r

wilayah timur Indonesia. Belum ditentukan lembaga mana yang berhak melakukan kontrol pembangunannya yang bersifat menyeluruh dan terintegrasi. 4. Perkembangan kota yang liar

akibat tidak dipatuhinya koridor tata ruang kewilayahan. Permasalahan ini telah berlangsung sangat lama dan sudah menjadi penyakit yang akut. Contoh yang nyata adalah saat ini Indonesia memiliki gelar Kota Terpanjang di Dunia yaitu di sepanjang pantura pulau Jawa, hal ini disebabkan karena tidak ada pengendalian pembangunan infrastruktur yang terintegrasi. Tidak ada lembaga khusus yang ditunjuk untuk mengontrol dan mengendalikan pembangunan urban dan inter-unban di seluruh Indonesia.

5. Sering ditemukan produk hukum berupa kebijakan daerah yang bertentangan dengan koridor kebijakan pemanfaatan dari tata ruang nasional. Memang dirasakan bahwa produk tata ruang yang dikeluarkan oleh Departemen manapun masih bersifat langitan sehingga terasa sulit diimplementasikan. Selama ini produk tersebut hanya menjadi buku saja karena t idak tersosialisasikan dengan baik. Seharusnya setiap perumusan tata ruang manapun harus selalu melalui konvensi nasional yang dirumuskan oleh Policy Maker, diketahui bersama oleh seluruh stakeholders, dirumuskan bersama dan akhirnya akan dipatuhi bersama oleh seluruh komponen bangsa ini. Dari sini secara otomatis segala macam produk tata ruang akan tersosialisasi dengan sendirinya.


(18)

Saat ini pembangunan Indonesia baik yang dilakukan oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah dirasakan seperti musik pop yang booming, penanganannya dilakukan ketika ada demand saja, tidak sepenuhnya bersifat futuristik dan terintegrasi. Saat ini sepertinya belum pernah ada suatu Master Plan Pembangunan Tata Ruang Nasional yang disepakati secara bersama antara seluruh stakeholders sebagai koridor pembangunan tata ruang infrastruktur kewilayahan yang terarah untuk jangka panjang. Pernah ada beberapa riset/ studi tentang pengembangan koridor infrastruktur Indonesia yang dilakukan oleh beberapa Perguruan Tinggi namun sifatnya parsial, perwilayah atau perunit kasus saja. Apakah tidak sebaiknya riset-riset seperti ini dilakukan lebih besar lagi sehingga pembangunan koridor Infrastruktur Indonesia dilakukan secara terintegrasi baik dari awal perencanaan, pelaksanaan, dan pengendaliannya sehingga terciptalah apa yang disebut dengan pembangunan koridor Infrastruktur Indonesia yang berkelanjutan.

BKT RN , M engapa Bukan BT RN (Badan T ata Ruang Nasional)?

Suatu kemajuan besar bahwa bangsa ini telah membentuk Badan Koordinasi Tata Ruang Nasional

yang saat ini di bawah kendali Menkoekuin. Namun mengapa tidak menjadi Badan Tata Ruang Nasional saja?

Perlu disadari bahwa Indonesia memerlukan suatu lembaga yang independen dalam hal penataan ruang, yang memiliki wewenang yang sangat besar yang dipatuhi secara nasional, bersifat mengikat dan memaksa terhadap seluruh sistem kelembagaan yang terkait kepada tata ruang nasional. Dalam konteks kelembagaan perlu dicermat i bahwa Badan Koordinasi dalam struktur organisasinya t idak memiliki pasukan yang kuat yang secara struktural bisa bertanggung jawab langsung terhadap pimpinan di atasnya karena sifatnya adalah koordinasi antar kementerian. Padahal permasalahan bangsa ini sudah pada taraf yang sangat serius dalam pelanggaran tata ruang. Bangsa ini tidak memiliki guideline koridor pengembangan pembangunan yang bersifat jangka panjang. Mengapa tidak secara tegas dibentuk saja Badan Tata Ruang Nasional setingkat Kementerian yang secara organsisasi memiliki pasukan untuk merumuskan secara lebih serius tentang masalah Tata Ruang Nasional Indonesia.

Departemen Pekerjaan Umum telah memiliki Direktorat Jenderal Penataan Ruang yang dipimpin setingkat eselon 1. Namun karena

kedudukannya setara dengan Direktorat Jenderal lainnya sehingga masalah tata ruang kedudukannya tidak dianggap lebih tinggi. Padahal seharusnya dalam segala konteks perencanaan pembangunan dinyatakan bahwa segala kegiatan perencanaan pembangunan harus mengacu kepada tata ruang baik nasional maupun daerah. Secara logika hal ini menjelaskan bahwa kedudukan tata ruang adalah lebih tinggi dari Direktorat Jenderal manapun. Saat ini apa yang telah dilakukan oleh Dirjen Penataan Ruang Dep.PU dan unit-unit Tata Ruang lainnya seperti pada Kementerian Lingkungan Hidup, Depdagri dan Bappenas sudah sesuai dengan koridor tupoksinya masing-masing namun untuk melakukan kontrol/ pengendalian tata ruang kewilayahan belum ada lembaga khusus yang melakukannya. Masalah Tata Ruang sudah harus menjadi masalah Nasional yang bukan lagi dipegang oleh Direktorat Jendral, tapi harus menjadi Kementerian tersendiri. Bukan pula Badan Koordinasi yang tupoksinya bersifat koordinatif saja dan non struktural, namun harus lebih serius menjadi suatu Badan Tata Ruang Nasional yang dipimpin oleh seorang menteri.


(19)

Penulis : Staff Pusbin KPK - BPKSDM - Dep. PU Alumni Peneliti Lab. Jalan Raya dan Lalu Lintas ITB Kelompok Kepakaran Transportasi ITB

ini harus dapat melaksanakan konvensi dalam penetapan Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi yang disepakati secara bersama antar seluruh Policy Maker. Badan koordinasi t idak dapat melakukan konvensi seperti ini. Meskipun bisa namun pada akhirnya akan terkesan dipaksakan dan produk akhir dari hasil konvensi adalah milik kementerian bersama yang tergabung dalam Badan Koordinasi ini. Jika menjadi milik kementerian bersama maka harus ada yang menjaga dan memeliharanya. Masalah menjaga dan memelihara barang bersama tentunya sangat sulit, dimana jika terjadi suatu permasalah bersama ujung ujungnya akan saling melempar tanggung jawab yang pemecahannya belum tentu dalam satu garis komando.

Tentunya akan sangat sulit mencari pasukan yang sudah terbiasa dalam pekerjaan tata ruang. Namun hambatan ini bisa atasi dengan menjadikan Direktorat Jendral Penataan Ruang Departemen Pekerjaan Umum menjadi lembaga tersendiri setingkat menteri yaitu menjadi

Badan Tata Ruang Nasional yang di dalamnya tergabung pula beberapa pasukan dari lembaga lain seperti Kementerian Lingkungan Hidup, Departemen Dalam Negeri dan Bappenas. Jadi tidak dibalik, setiap kementerian memiliki unit-unit tata ruang yang apabila produk dari unit-unit tersebut bertentangan dengan kepentingan diatasnya maka unit tersebut bisa diabaikan/ tidak dipergunakan, tetapi sekarang harus dibalik, harus dibentuk Badan Tata Ruang Nasional yang unit-unitnya merupakan resume dari kebutuhan setiap kementerian yang berkaitan dengan tata ruang. Diharapkan Badan Tata Ruang Nasional ini dapat menjalankan tugas, antara lain:

1. Merencanakan konsep tata ruang kewilayahan Indonesia jangka menengah dan jangka panjang.

2. Mengevaluasi rencana pengembangan tata ruang Indonesia jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang.

3. Mengendali kan/ mengont rol tata ruang Indonesia sesuai

koridor pembangunan Infrastruktur Indonesia jangka panjang.

4. Melakukan pembinaan terhadap penataan, perencanaan dan pengendalian tata ruang daerah.

Sebenarnya filosofi dari ilmu tata ruang adalah overlaying dari berbagai sumber daya/ potensi yang ada terhadap kebutuhan, kepentingan dan pemanfaatannya untuk kepentingan bangsa dalam penentuan Strategic Developing Regions/ National. Namun karena berbagai alasan/ kepentingan sehingga penentuan Strategic Developing Regions/ National ini dirasakan lebih sulit yang pada akhirnya menyebabkan semakin berlarut-larutnya permasalahan tata ruang bangsa ini.

Mari lebih serius kita membangun bangsa ini dengan membenahi bersama Tata Ruang Nasional Indonesia yang dapat membawa Indonesia pada pembangunan nasional yang berkelanjutan.

enurut penilaian Staf Khusus Menteri PU Shaleh Latukonsina Provinsi Jawa Tengah sebagai provinsi yang telah siap mensinergikan program-program pembangunan yang berada di wilayahnya dengan pro-gram propro-gram Depar temen PU. Sedangkan provinsi-provinsi lain masih belum bisa, karena mereka masih menginginkan

keinginan-Diperlukan Sinergi Program

Pusat dan Daerah

keinginan mereka sendiri, sehingga belum sinergi dengan program pusat.

Oleh karena itu sebelum mengadakan konsultasi regional (konreg), Depar temen PU harus melakukan sosialisasi ke daerah dengan memberikan penjelasan apa yang diperlukan dalam melakukan sikronisasi program tersebut. Diakuinya memang masih

ada beberapa provinsi karena keterbatasan sarana dan sumber daya manusia pelaksanaan sinkronisasi program masih agak tersendat. Namun diharapkan dengan sosialisasi dahulu sebelum konreg kendala itu bisa diatasi. Secara umum Shaleh menilai kegiatan ini sudah berjalan cukup baik, ia berharap dalam pelaksanaan konreg yang akan datang akan jauh lebih baik. Kalau sebelum melakukan konreg dilakukan sosialisasi terlebih dahulu ke daerah, maka pelaksanaan konreg akan berjalan lancar, sehingga diharapkan program yang disampaikan pusat dapat sinergi dengan program di provinsi. Provinsipun programnya dapat sinergi dengan program kabupaten


(1)

aspek pendukung transformasi kelembagaan antara lain:

1. Organizat ion Structure : Struktur mengikuti fungsi. 2. Learning organizat ion:

Transformasi kapabilitas individu menjadi kapabilitas institusi

3. Self-renewal capacit y : Penelitian, Monitoring dan Evaluasi.

4. Parameter kinerja dan audit Kinerja

5. Sistem insentif : kompetisi, apresiasi dan penghargaan. Kelima aspek pendukung tersebut masih sangat perlu ditindaklanjuti lebih serius. Saat ini baru beberapa aspek yang terpenuhi di Pusbiktek itu pun belum maksimal, beberapa parameter lain seperti parameter kerja, audit kinerja dan sistem insentif belum dibahas lebih khusus, padahal poin tersebut sangat penting dalam implementasi Tupoksi Pusbiktek karena menyangkut hubungan langsung antara individu dan instansi. Begitu pula proses Learning Organiza-tion, yaitu transformasi kapabilitas individu menjadi kapabilitas institusi belum sepenuhnya terjadi. Hal ini sebenarnya permasalahan yang kompleks dan perlu dikaji lebih lanjut, mengingat masih banyak potensi pegawai yang belum di-ex-plore- secara optimal (entah karena sistem insentif atau karena tidak sesuai dengan minat dan kompetensinya).

Adanya optimalisasi komponen kelembagaan tersebut diharapkan akan tercapai penyelenggaraan pendidikan keahlian konstruksi yang lebih bermutu. Sampai dengan saat ini Pusbiktek masih

t e r u s - m e n e r u s m e n i n g k a t k a n kinerjanya untuk meningkatkan mutu pendidikan yang dihasilkan. Gambaran mengenai analisis mutu penyeleng-garaan pendidikan keahlian konstruksi yang diselenggarakan Pusbiktek adalah sebagai berikut :

MP = ( PM,KD,FP, BL)

MP = Mutu Penyelenggaraan pendidikan

PM = Potensi Mahasiswa FP = Fasilitas pendidikan KD = Kompetensi profesional

Dosen

BL = Budaya lembaga penyelenggara Pendidikan.

Unsur-unsur tersebut merupakan faktor utama yang harus diselenggarakan secara sinergis dalam mencapai penyelenggaraaan pendidikan yang berkualitas. Namun kenyataanya banyak permasalahan yang masih menjadi pro- kontra menegenai kelima komponen tersebut.

Potensi Mahasiswa, ada sebagian kalangan yang berpendapat bahwa raw material yang masuk dalam pendidikan Pusbiktek kurang berkualitas jika dibanding mahasiswa reguler, sehingga dibutuhkan special treatment . Tentu saja pendapat ini belum bisa dibuktikan keabsahannya, mengingat ada beberapa karyasiswa (karyawan yang menjadi mahasiswa) dapat meraih prestasi cukup gemilang. Dalam hal ini perlu diadakan kajian lebih lanjut. Fasilitas pendidikan, dari segi fasilitas, Pusbiktek dan mitranya telah memiliki fasilitas yang memadai, namun seiring arus modernisasi ada tuntutan yang harus segera dijawab yaitu perkembangan dunia teknologi informasi yang melaju kencang yang menuntut segera adanya perubahan, yaitu konsep e-learn-ing. Walaupun konsep pendidikan

ini terdengar sangat utopia karena membutuhkan biaya dan SDM bermutu tinggi namun jika tidak segera dimulai kita akan terus tertinggal.

Kompetensi profesional Dosen, ini sangat erat kaitannya dengan sistem pendidikan nasional yang telah ada, selama ini kita telah memepercayakan karyasiswa untuk dididik oleh tenaga-tenaga dosen dari PTN mitra ditambah dengan dosen praktisi yang berasal dari Departemen PU dan juga instansi lain yang berkaitan.

Budaya Lembaga penyelenggara pendidikan, menyangkut sistem kelembagaan, etos kerja dari penyelenggara pendidikan. Dibutuhkan pembinaan yang terus-menerus terhadap segenap komponen penyelenggara baik dari Pusbiktek, balai-balai, juga PTN mitra. Komunikasi sangat diperlukan dalam sistem pengambilan keputusan, transparansi dalam penentuan kebijakan juga tidak kalah penting sebab akan sangat berpengaruh terhadap kepercayaan masing-masing pihak dalam menjalankan tugasnya.

Permasalahan dalam

penyelenggaraan pendidikan Pusbiktek diharapkan dapat segera dibenahi, mengingat instansi ini sudah mempunyai cukup banyak pengalaman dalam dunia administrasi pendidikan, namun tanpa dukungan dan masukan dari pihak-pihak terkait hal ini tidak akan terwujud.

Daftar referensi:

Arifin Abdurrachman, Prof.Dr.,H., Teori Pengembangan dan Filosofi Kepemimpinan Kerja, Bhratara, th.1971, Jakarta.

Dep.P dan K, Kurikulum, Usaha-usaha Perbaikan dalam bidang pendidikan dan administrasi pendidikan

Djam an Satori, Prof.Dr. MA, Pelatihan administrasi Pendidikan Pusbiktek


(2)

Badan Koordinasi Tata Ruang Nasional

Mengapa Tidak Menjadi Badan Tata Ruang

Nasional?

Oleh: Ir. Cakra Nagara, M.T.

erawal dari m e l i h a t pembangunan infrastruktur Indonesia yang sangat lambat, tidak merata, bersifat sendiri-sendiri dan kurang terintegrasi menjadi suatu pertanyaan besar

akan dibawa

kemana arah

pengembangan infrastruktur Indonesia ini. Berbagai permasalahan yang menimpa bangsa ini menjadi pertanyaan besar mengapa penanganannya begitu lambat, bersifat lokal, situasional dan tidak adanya kontrol dan arahan penanganan dan pembangunan yang jelas.

Permasalahan yang sering terjadi pada umumnya selalu menyalahkan tata ruang kewilayahan dari suatu sistem yang katanya tidak dipatuhi. Padahal seharusnya kita introspeksi diri apakah bangsa ini pernah membuat tata ruang nasional 30 tahun yang lalu yang bisa menjadi guideline bangsa ini hingga saat ini. Kadang kita lupa betapa besarnya Indonesia sehingga permasalahan kewilayahannya pun pastinya semakin kompleks pula. Berikut ini adalah beberapa rekaman kejadian baik yang sifatnya insidental maupun kondisi yang menerus/ berlangsung lama yang menjadi dasar pemikiran mengapa diperlukan Badan Tata Ruang Nasional, antara lain: 1. Awal penanganan bencana

alam di Aceh dan Nias yang cukup lambat. Saat itu bantuan dari luar negeri terus bergulir namun belum tersedianya

lembaga khusus yang secara proaktif

d a p a t

menghadirkan data-data yang akurat mengenai rencana p e g e m b a n g a n penataan kawasan seperti apa yang s e b a i k n y a / s e h a r u s n y a dilakukan untuk Aceh dan Nias sampai dibentuknya Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) NAD-Nias.

2. Tidak adanya lembaga khusus yang ditugaskan melakukan pengendalian gangguan samping jalan sebagai penataan kawasan untuk koridor jalan baik untuk Jalan Nasional, Jalan Propinsi, Jalan Kabupaten maupun Jalan Kota yang selalu menyumbang kemacetan terbesar yang menyebabkan

milliaran rupiah uang

terbuang di jalan. Hal ini

menyebabkan pemanfaatan energi yang tidak efisien dan bertentangan dengan program pemerintah tentang hemat energi.

3. Lambatnya pembangunan infrastruktur wilayah timur Indonesia. Walaupun pernah dibentuk kementerian yang menangani pembangunan infrastruktur wilayah timur Indonesia akan

tetapi sampai dengan saat ini belum didapat secara rinci tentang perencanaan dan pembuatan koridor p e m b a n g u n a n p e n g e m b a n g a n i n f r a s t r u k t u r

wilayah timur Indonesia. Belum ditentukan lembaga mana yang berhak melakukan kontrol pembangunannya yang bersifat menyeluruh dan terintegrasi. 4. Perkembangan kota yang liar

akibat tidak dipatuhinya koridor tata ruang kewilayahan. Permasalahan ini telah berlangsung sangat lama dan sudah menjadi penyakit yang akut. Contoh yang nyata adalah saat ini Indonesia memiliki gelar

Kota Terpanjang di Dunia

yaitu di sepanjang pantura pulau Jawa, hal ini disebabkan karena tidak ada pengendalian pembangunan infrastruktur yang terintegrasi. Tidak ada lembaga khusus yang ditunjuk untuk mengontrol dan mengendalikan pembangunan urban dan inter-unban di seluruh Indonesia.

5. Sering ditemukan produk hukum berupa kebijakan daerah yang bertentangan dengan koridor kebijakan pemanfaatan dari tata ruang nasional. Memang dirasakan bahwa produk tata ruang yang dikeluarkan oleh Departemen manapun masih bersifat langitan sehingga terasa sulit diimplementasikan. Selama ini produk tersebut hanya menjadi buku saja karena t idak tersosialisasikan dengan baik. Seharusnya setiap perumusan tata ruang manapun harus selalu melalui konvensi nasional yang dirumuskan oleh Policy Maker, diketahui bersama oleh seluruh stakeholders, dirumuskan bersama dan akhirnya akan dipatuhi bersama oleh seluruh komponen bangsa ini. Dari sini secara otomatis segala macam produk tata ruang akan tersosialisasi dengan sendirinya.


(3)

Saat ini pembangunan Indonesia baik yang dilakukan oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah dirasakan seperti musik pop yang booming, penanganannya dilakukan ketika ada demand saja, tidak sepenuhnya bersifat futuristik dan terintegrasi. Saat ini sepertinya belum pernah ada suatu Master Plan Pembangunan Tata Ruang Nasional yang disepakati secara bersama antara seluruh stakeholders sebagai koridor pembangunan tata ruang infrastruktur kewilayahan yang terarah untuk jangka panjang. Pernah ada beberapa riset/ studi tentang pengembangan koridor infrastruktur Indonesia yang dilakukan oleh beberapa Perguruan Tinggi namun sifatnya parsial, perwilayah atau perunit kasus saja. Apakah tidak sebaiknya riset-riset seperti ini dilakukan lebih besar lagi sehingga pembangunan koridor Infrastruktur Indonesia dilakukan secara terintegrasi baik dari awal perencanaan, pelaksanaan, dan pengendaliannya sehingga terciptalah apa yang disebut dengan pembangunan koridor Infrastruktur Indonesia yang berkelanjutan.

BKT RN , M engapa Bukan BT RN (Badan T ata Ruang Nasional)?

Suatu kemajuan besar bahwa bangsa ini telah membentuk Badan Koordinasi Tata Ruang Nasional

yang saat ini di bawah kendali Menkoekuin. Namun mengapa tidak menjadi Badan Tata Ruang Nasional saja?

Perlu disadari bahwa Indonesia memerlukan suatu lembaga yang independen dalam hal penataan ruang, yang memiliki wewenang yang sangat besar yang dipatuhi secara nasional, bersifat mengikat dan memaksa terhadap seluruh sistem kelembagaan yang terkait kepada tata ruang nasional. Dalam konteks kelembagaan perlu dicermat i bahwa Badan Koordinasi dalam struktur organisasinya t idak memiliki pasukan yang kuat yang secara struktural bisa bertanggung jawab langsung terhadap pimpinan di atasnya karena sifatnya adalah

koordinasi antar kementerian.

Padahal permasalahan bangsa ini sudah pada taraf yang sangat serius dalam pelanggaran tata ruang. Bangsa ini tidak memiliki guideline koridor pengembangan pembangunan yang bersifat jangka panjang. Mengapa tidak secara

tegas dibentuk saja Badan Tata

Ruang Nasional setingkat Kementerian yang secara organsisasi memiliki pasukan untuk merumuskan secara lebih serius tentang masalah Tata Ruang Nasional Indonesia.

Departemen Pekerjaan Umum telah memiliki Direktorat Jenderal Penataan Ruang yang dipimpin setingkat eselon 1. Namun karena

kedudukannya setara dengan Direktorat Jenderal lainnya sehingga masalah tata ruang kedudukannya tidak dianggap

lebih tinggi. Padahal seharusnya

dalam segala konteks perencanaan pembangunan dinyatakan bahwa segala kegiatan perencanaan pembangunan harus mengacu kepada tata ruang baik nasional maupun daerah. Secara logika hal ini menjelaskan bahwa kedudukan tata ruang adalah lebih tinggi dari Direktorat Jenderal manapun. Saat ini apa yang telah dilakukan oleh Dirjen Penataan Ruang Dep.PU dan unit-unit Tata Ruang lainnya seperti pada Kementerian Lingkungan Hidup, Depdagri dan Bappenas sudah sesuai dengan koridor tupoksinya masing-masing namun untuk melakukan kontrol/ pengendalian tata ruang kewilayahan belum ada lembaga khusus yang melakukannya. Masalah Tata Ruang sudah harus menjadi masalah Nasional yang bukan lagi dipegang oleh Direktorat Jendral, tapi harus menjadi Kementerian tersendiri. Bukan pula Badan Koordinasi yang tupoksinya bersifat koordinatif saja dan non struktural, namun harus lebih serius menjadi suatu Badan Tata Ruang Nasional yang dipimpin oleh seorang menteri.


(4)

Penulis : Staff Pusbin KPK - BPKSDM - Dep. PU Alumni Peneliti Lab. Jalan Raya dan Lalu Lintas ITB Kelompok Kepakaran Transportasi ITB

ini harus dapat melaksanakan konvensi dalam penetapan Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi yang disepakati secara bersama antar seluruh Policy Maker. Badan koordinasi t idak dapat melakukan konvensi seperti ini. Meskipun bisa namun pada akhirnya akan terkesan dipaksakan dan produk akhir dari hasil konvensi adalah milik kementerian bersama yang tergabung dalam Badan Koordinasi ini. Jika menjadi milik kementerian bersama maka harus ada yang menjaga dan memeliharanya. Masalah menjaga dan memelihara barang bersama tentunya sangat sulit, dimana jika terjadi suatu permasalah bersama ujung ujungnya akan saling melempar tanggung jawab yang pemecahannya belum tentu dalam satu garis komando.

Tentunya akan sangat sulit mencari pasukan yang sudah terbiasa dalam pekerjaan tata ruang. Namun hambatan ini bisa atasi dengan menjadikan Direktorat Jendral Penataan Ruang Departemen Pekerjaan Umum menjadi lembaga tersendiri setingkat menteri yaitu menjadi

Badan Tata Ruang Nasional yang di dalamnya tergabung pula beberapa pasukan dari lembaga lain seperti Kementerian Lingkungan Hidup, Departemen Dalam Negeri dan Bappenas. Jadi

tidak dibalik, setiap kementerian memiliki unit-unit tata ruang yang apabila produk dari unit-unit tersebut bertentangan dengan kepentingan diatasnya maka unit tersebut bisa diabaikan/ tidak dipergunakan, tetapi sekarang harus dibalik, harus dibentuk Badan Tata Ruang Nasional yang unit-unitnya merupakan resume dari kebutuhan setiap kementerian yang berkaitan dengan tata ruang. Diharapkan Badan Tata Ruang Nasional ini dapat menjalankan tugas, antara lain:

1. Merencanakan konsep tata ruang kewilayahan Indonesia jangka menengah dan jangka panjang.

2. Mengevaluasi rencana pengembangan tata ruang Indonesia jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang.

3. Mengendali kan/ mengont rol tata ruang Indonesia sesuai

koridor pembangunan Infrastruktur Indonesia jangka panjang.

4. Melakukan pembinaan terhadap penataan, perencanaan dan pengendalian tata ruang daerah.

Sebenarnya filosofi dari ilmu tata ruang adalah overlaying dari berbagai sumber daya/ potensi yang ada terhadap kebutuhan, kepentingan dan pemanfaatannya untuk kepentingan bangsa dalam penentuan Strategic Developing Regions/ National. Namun karena berbagai alasan/ kepentingan sehingga penentuan Strategic Developing Regions/ National ini dirasakan lebih sulit yang pada akhirnya menyebabkan semakin berlarut-larutnya permasalahan tata ruang bangsa ini.

Mari lebih serius kita membangun bangsa ini dengan membenahi bersama Tata Ruang Nasional Indonesia yang dapat membawa Indonesia pada pembangunan nasional yang berkelanjutan.

enurut penilaian Staf Khusus Menteri PU Shaleh Latukonsina Provinsi Jawa Tengah sebagai provinsi yang telah siap mensinergikan program-program pembangunan yang berada di wilayahnya dengan pro-gram propro-gram Depar temen PU. Sedangkan provinsi-provinsi lain masih belum bisa, karena mereka masih menginginkan

keinginan-Diperlukan Sinergi Program

Pusat dan Daerah

keinginan mereka sendiri, sehingga belum sinergi dengan program pusat.

Oleh karena itu sebelum mengadakan konsultasi regional (konreg), Depar temen PU harus melakukan sosialisasi ke daerah dengan memberikan penjelasan apa yang diperlukan dalam melakukan sikronisasi program tersebut. Diakuinya memang masih

ada beberapa provinsi karena keterbatasan sarana dan sumber daya manusia pelaksanaan sinkronisasi program masih agak tersendat. Namun diharapkan dengan sosialisasi dahulu sebelum konreg kendala itu bisa diatasi. Secara umum Shaleh menilai kegiatan ini sudah berjalan cukup baik, ia berharap dalam pelaksanaan konreg yang akan datang akan jauh lebih baik. Kalau sebelum melakukan konreg dilakukan sosialisasi terlebih dahulu ke daerah, maka pelaksanaan konreg akan berjalan lancar, sehingga diharapkan program yang disampaikan pusat dapat sinergi dengan program di provinsi. Provinsipun programnya dapat sinergi dengan program kabupaten


(5)

Sekarang ini antara satu Kabupaten/ Kota dengan Kabupaten/ Kota yang lain berbeda. Sebagai mantan pejabat PU ia sangat paham betul apa itu tata ruang. Dan juga perlu diketahui bahwa di banyak daerah yang or-ang PU jadi pejabat, umumnya tata ruangnya baik. Tetapi bagi yang lain masih perlu sosialisasi tentang pentingnya tata ruang.

Pengalaman yang lalu menurutnya tata ruang itu hanya punya PU atau Bappeda. Badan Petanahan Nasional (BPN) pun sebagai instansi yang mestinya sangat memahami tata ruang tidak banyak yang diketahui. Inilah fotonya. Kalau memang tata ruang yang telah diundangkan, sudah disosialisasikan dan aspek pengendalian dengan perda dan semua instansi mengerti akan pentingnya tata ruang maka di waktu yang akan dating akan lebih baik. Kalau itu tidak dilaksankaan maka banyak inefisiensi.

Sekali lagi perlunya sosialisasi ke daerah agar mereka sudah siap dengan apa yang dibutuhkan dan program-program yang sudah disusun dapat cepat disinergikan dengan program-program pusat.

(Sr - PUSKOMPU)

dengan rencana-rencana detail, sehingga menimbulkan multi tafsir. Dianggap ini sebagai indikasi saja, sehingga akan sulit dalam pengendalian perijinan. Tetapi kalau tata ruang ini ditindaklanjuti dengan rencana detail, dan ditindaklanjuti dengan Perda, maka pengendalian penggunaan lahan dapat control.

Sampai saat ini tata ruang yang mestinya sebagai pedoman yang harus ditaati dan dilaksanakan, tetapi hanya dianggap sebagai gantungan saja. Pokoknya kita sudah mempunyai tata ruang katanya. Padahal dengan adanya tata ruang wilayah provinsi misalnya sudah ada indicator-indikator proyek, program-pro-gram yang harus diturunkan dan struktur suatu wilayah provinsi, jalan, perumahan harus bagaimana dan sebagaimnya.

Menyinggung tentang sulitnya penerapan penataan ruang, Shlaeh yang pernah menjabat Kanwil di Provinsi Maluku itu menjelaskan bahwa bagi sebagian orang tidak mengerti apa itu tata ruang. Dianggap sesuatu yang tidak penting, asal dibikin saja untuk memenuhi kewajiban. Padahal ini merupakan inti dan suatu petunjuk awal untuk sinkronisasi program bagi pelaksana pembangunan. maupun kota. Dengan demikian

tidak ada lagi setiap hari Menteri PU harus menerima Bupati atau Walikota hanya untuk menyampaikan program-program mereka.

Shaleh Latukonsina menegaskan komandan dari semua program itu adalah penataan ruang. Program yang baru harus mengacu pada tata ruang. Kabupaten/ kota harus mengacu pada tata ruang provinsi, sedangkan provinsi harus mengacu pada tata ruang nasional. Dengan itu program-program provinsi, kabupaten/ kota dapat sinergi dengan program pusat. Ia berharap dengan suatu sinergi program tidak ada lagi proyek-proyek mercusuar. Hal ini juga sejalan dengan appa yang disampaikan Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto. Menteri PU menegaskan bahwa masalah yang harus mendapat perhatian khusus dalam penataan ruang adalah masalah pengendalian, yang pelaksananya adalah institusi perijinan. Kalau sudah ada Peraturan Daerah (Perda) tentang peruntukan suatu lahan (tata ruang), maka Perda tersebut harus dipegang secara konsisten. Kita tidak boleh tergiur oleh iming-iming adanya retribusi sebagai PAD . Institusi perijinan sebagai institusi pengendali, bukan lembaga yang digunakan untuk mendapatkan PAD, tegas Menteri PU.

Untuk itu Djoko berharap kepada Gubernur, Bupat i dan Walikota Perda mengenai penataan ruang dapat ditegakkan, maka pelanggaran terus berjalan. Lahan resapan dibangun real estat, penggunaan lahan tidak sesuai dengan peruntukan. Pola pikir kita harus dirubah akalu kita ingin lingkungan dan konservasi alam berjalan baik , tegas Djoko Kirmanto.

Lebih jauh Shaleh Latukonsina mengatakan orang bikin tata ruang provinsi yang skalanya sangat kecil misalnya 1 : 25.000 dalam suatu lokasi yang tidak ditindaklanjuti


(6)

This document was created with Win2PDF available at http://www.daneprairie.com.