IMPLEMENTASI TEORI KOHERENSI DALAM SURAT AL-BAQARAH : STUDI PENAFSIRAN MUHAMMAD ABDULLAH DARRAZ DALAM KITAB AL-NABA’ AL-‘AZIM.
IMPLEMENTASI TEORI KOHERENSI
DALAM SURAT AL-BAQARAH
(Studi Penafsiran Muhammad Abdullah Darraz Dalam Kitab al-Naba’ al-‘Az}i>m)
Tesis
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat
Memperoleh Gelar Magister dalam Program Studi Ilmu Keislaman
Konsentrasi Ilmu al-Qur’an dan Tafsir
Oleh: M. Hambali NIM: F15213284
PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA
(2)
iii
PERSETUJUAN
Tesis M" Flanibaii ini telah disetujui
Padatanggal 4 Viei 2015
,tr
(3)
PERNYATAAN KEASLI,A.N
Yang bertandatangan di bawah ini saya:
Nama
NIM Frogram institusi
M. Hambali
F15213284
Magister (S-2)
Pascasarjana UIN SunanAmpel Surabaya
Dengan sungguh-sungguh menyatakan bahwa TESIS ini secara keseluruhan
adalah hasil penelitian atau karya saya sendiri, kecuali pada bagian-bagian yang
dirujuk sumbernya.
Surabaya, 30 April2015
(4)
iv
PENGESAHAN
TIM
PENGUJTTesis M" Harribali initeiah diuji
Fada tanggal -5 iuni20l5
['im penguji:
1, Masda:r [{ilm"v, h,'i"A.. Fh"L].
(Ketua}2"
3.
Surabaya.. 10 Juni 2015
I Pr" H. Flusein Aziz" M^ Ag" NIP" I 9560103 I 98503 1002
K,i
ei/+Y
v(
(5)
vii
M. Hambali, 2015, Implementation of Coherence Theory in Surat al-Baqarah (Study on The Interpretation of Muhammad Abdullah Darraz in
the book al-Naba’ al-‘Az}i>m), Thesis, Study Program The Science
of al-Qur’an and Tafsir, Graduate Program of The State Islamic
University Sunan Ampel Surabaya.
Supervisor: Dr. H. Muh. Fathoni Hashim, M.Ag.
ABSTRACT
Muhammad Abdullah Darraz is one of the muslim scholars who pay attention
to the theory of coherence in the Qur’an. He proved it by written the book al-Naba’ al-‘Az}i>m. In his book, he implement the theory of coherence in the letter al-Baqarah. Some muslim scholars give appreciation to this book, one of them is Muhammad al-Ghazali, he said that Muhammad Abdullah Darraz can make the letter al-Baqarah very coherent and inter-related such as a knot.
Therefore, this thesis focus on two questions: 1, how the rule of munasabah in
Muhammad Abdullah Darraz’s opinion. 2, how Muhammad Abdullah Darraz
implement the theory of coherence in the letter al-Baqarah. This thesis is descriptive, analytical, and critical. So, author will describe the rules of ilmu munasabah and Muhammad Abdullah Darraz implementation, and will be analyzed and criticized by author.
In the end, the rule of munasabah in Muhammad Abdullah Darraz’s opinion
is that every letter in al-Qur’an has a systematization as; Muqaddimah, Central
Theme, and Khatimah. And than, implementation of munasabah who implemented by Muhammad Abdullah Darraz to al-Baqarah result a
systematization as follows: 1. Muqaddimah (1-20) about the Qur’an as guidance.
2. Central theme (21-284) about Iman, Islam, and Ihsan. 3. Khatimah (285-286)
about the followers of al-Qur’an and their expectations in the world and the
hereafter. The followers of the al-Qur’an are Prophet Muhammad and muslim
peoples.
(6)
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Teori koherensi-disebut juga dengan istilah ‘ilm al-muna>saba>t1
-merupakan ilmu yang sangat urgen dalam studi ilmu al-Qur’an dan Tafsir.
Urgensi teori koherensi ini bisa dirasakan-khususnya-ketika mufassir
sedang melakukan penafsiran tematik (maud}u>’iy) terhadap surat-surat
al-Qur’an. penafsiran tematik terhadap surat al-Qur’an menuntut untuk menemukan keterkaitan antar ayat dengan ayat lain sehingga pesan sentral dalam satu surat bisa dihidangkan.
Untuk menangkap pesan sentral dalam satu surat sangat dibutuhkan teori koherensi antar ayat-ayatnya dengan kata lain, apabila koherensi antar ayat-ayat dalam satu surat ditemukan, maka holistisitas makna surat
tersebut akan diketahui. Itu sebabnya Mus}t}afa> Muslim di dalam bukunya
yang berjudul Maba>h}ith Fi al-Tafsi>r al-Maud}u>’iy memasukkan teori
koherensi ini ke dalam prasyarat yang harus dilalui seorang mufassir
dalam proses penafsiran tematik terhadap surat al-Qur’an.2
Teori koherensi (‘ilm al-muna>saba>t) ini pada mulanya dikenalkan
oleh seorang ilmuwan yang bernama Muh}ammad bin ‘Abdu>s bin Ah}mad
bin al-Junaid Abu Bakr al-Muqri’ al-Mufassir al-Wa>’iz} al-Naisa>bu>ry3 atau
1
Mustansir Mir, Coherence in the Qur’a>n (Washington: American Trust Publications, 1986), 32.
2 Mus}t}afa> Muslim, Maba>hith Fi al-Tafsi>r al-Maud}u>’iy (Beirut: Da>r al-Qalam, 1989), 28-29. 3
(7)
2
Lebih dikenal dengan nama Abu Bakr al-Naisabury. 4
Ada sedikit cerita yang terdapat dalam kitab al-Itqa>n dan juga ditulis oleh al-Gharna>t}y dalam “al-Burha>n fi Tarti>b Suwar al-Qur’a>n” mengenai Abu Bakr al-Naisa>bu>ry ini, yaitu ketika dibacakan ayat-ayat al-Qur’an di depannya, beliau bertanya:
“Kenapa ayat ini terletak setelah ayat ini? Apa hikmah diletakkannya surat ini setelah surat ini?”.5
Pertanyaan Abu Bakr al-Naisa>bu>ry ini menunjukkan adanya rasa keingintahuan mengenai hikmah peletakan ayat
serta surat dalam al-Qur‟an. Selain itu, pertanyaan Abu Bakr al-Naisa>bu>ry
ini dirasa telah menuntut adanya ilmu tertentu yang membahas maksud
urutan ayat serta surat al-Qur‟an. Dari sinilah kemudian lahir Teori
koherensi („ilm al-muna>saba>t) yang khusus membahas serta melacak
adanya koherensi antar ayat-ayat serta surat dalam al-Qur‟an. sehingga
dengan ditemukannya koherensi dalam al-Qur‟an ini-paling tidak-telah
menunjukkan bahwa peletakan ayat serta surat di dalam al-Qur‟an benar
-benar mempunyai hikmah.
Para ulama yang berusaha keras mengkaji ilmu munasabah ini telah
menjelaskan bahwa munasabah yang dimaksud dalam al-Qur‟an
setidaknya harus mengenai 6 hal:6
1. Keserasian antar kata dalam satu surat
2. Keserasian antara kandungan ayat dengan penutup ayat.
4
al-Suyu>t}y, al-Itqa>n fi ‘Ulu>m al-Qur’a<n (t.t.: t.p., t.th.), 1837., Ah}mad al-Garna>t}y, al-Burha>n fi Tarti>b Suwar al-Qur’a>n (t.t.: t.p., 1990), 71.
5
Ibid, 1838.
6
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah:pesan, kesan dan keserasian al-Qur’an (Jakarta: Lentera Hati, 2002), 1, xxvi.
(8)
3
3. Keserasian ayat dengan ayat sesudahnya
4. Keserasian muqaddimah surat dengan penutupnya
5. Keserasian penutup surat dengan muqaddimah sesudahnya
6. Keserasian tema surat dengan nama surat
Diantara ulama-ulama tafsir yang memperhatikan ilmu munasabah ini adalah Fakhruddin al-Razi. Boleh jadi al-Razi inilah ulama pertama yang membahas tentang ilmu munasabah di dalam kitab tafsir. Al-Razi
mengatakan bahwa apabila memperhatikan susunan ayat-ayat al-Qur‟an
dalam satu surat, maka akan terlihatlah bahwa al-Qur‟an itu itu benar
-benar mukjizat dari Allah. Semua susunan ayat-ayatnya sangat teratur dan
memiliki tujuan dan tema pokok tertentu.7
Ada juga ulama lain seperti Imam al-Shatiby, ahli tafsir sekaligus ahli ushul fiqh ini mengutarakan adanya tema tertentu yang mencakup
ayat-ayat setiap surat. “satu surat al-Qur‟an walaupun membincangkan
bermacam persoalan namun tetap memiliki satu tema besar”. Selain itu,
Imam al-Shatiby juga pernah mengemukakan bahwa penjelasan yang terdapat dalam satu surat terkadang hanya merupakan satu tema permasalahan saja. Dengan kata lain, penjelasan-penjelasan yang terdapat dalam satu surat tersebut hanya ditujukan untuk satu tema tersebut. selain itu ada juga yang memiliki beberapa tema pokok, seperti; al-Nisa, ali Imra, dan al-Baqarah yang dibahas dalam tesis ini. Teori yang dikemukakan oleh al-Shatiby ini tidak hanya hilang di mulut saja, ia membuktikannya dalam
7
(9)
4
surat al-Mu‟minun, menurutnya, surat al-Mukminun itu memiliki tema
sentral “Pengingkaran kaum kafir terhadap kenabian”.8
Setelah Imam al-Shatiby ini, lahirlah kitab Naz}m al-Durar fi Tana>sub
al-A<ya>t wa al-Suwar yang ditulis oleh Imam al-Biqa>’i kurang lebih selama 14 tahun. Kitab ini terdiri dari delapan jilib besar, menurut pendapat para ulama tafsir, kitab ini merupakan rujukuan utama dalam
bidang ilmu munasabah. Di dalam kitabnya, al-Biqa‟i mengatakan bahwa
ia tidak jarang merujuk kepada al-Zabir, pengarang kitab al-Mu’allim bi
al-Burha>n fi Tarti>b Suwar al-Qur’a>n.9
Penyusunan kitab ini begitu lama,
hal ini wajar karena menurut al-Biqa‟i, ia sering merenung berhari-hari
hingga berbulan-bulan hanya untuk memikirkan dan menyelami surat Ali
Imran dan al-Nisa‟.10
Menerapkan teori koherensi atau ilmu munasabah terhadap al-Qur‟an
bukanlah perkerjaan yang mudah, sangat membutuhkan kajian mendalam
dan ketelitian tingkat tinggi. Memahami ayat-ayat al-Qur‟an kemudian
berusaha mencari keterkaitan di antara ayat-ayatnya tidak semua mufassir
mampu mengerjakannya. Itu sebabnya Imam al-Zarkashy mengatakan
bahwa jumlah para mufassir yang memperhatikan secara serius dan mengimplementasikan teori ini relatif sedikit, karena koherensi di dalam al-Qur‟an itu sangat samar keberadaannya dan nyaris tidak ditemukan
8
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah…, 1, xxvii.
9
Al-Biqa>’i, Naz}m al-Durar fi Tana>sub al-A<ya>t wa al-Suwar, (Kairo: Da>r al-Kutub al-Isla>my, t.th.), 1, 6.
10
(10)
5
apabila tidak diperhatikan dan diperdalam secara berulang-ulang.11
Perkataan ini juga dikutip oleh Imam al-Suyuty dalam kitabnya al-Itqan.12
Ulama modern yang turut memperhatikan ilmu ini adalah Muhammad
Abduh. Menurutnya, dalam menafsirkan ayat-ayat al-Qur‟an tidak
seharusnya terlepas dari kandungan makna ayat sebelumnya, karena ayat-ayat yang terdapat dalam satu surat memiliki keterkaitan. Menurut M. Quraish Shihab prinsip menyatunya ayat-ayat dengan tema pokok suratnya
kini merupakan pandangan jumhur ulama tafsir. Usaha-usaha
membuktikan kebenarannya juga sudah dilakukan oleh banyak ulama, walaupun tingkat keberhasilannya bermacam-macam. Ulama seperti Mahmud Shaltut, Sayyid Qutb, Syaikh Muhammad al-Madani, Muhammad Hijazi, Ahmad Badawi, Syaikh Muhammad Ali al-Sabuny,
Muhammad Sayyid Tantawi, Mutawalli al-Sya‟rawi, dan lain sebagainya,
mereka semua ikut memberi sumbangsih dalam bidang munasabah ini.13
Dari beberapa intelektual muslim modern yang juga memiliki perhatian besar terhadap teori koherensi („ilm al-muna>saba>t) adalah Muhammad Abdullah Darraz-selanjutnya akan ditulis dengan nama
Darraz-. Perhatian Darraz terhadap teori koherensi („ilm al-muna>saba>t)
dituangkan dalam karyanya yang berjudul al-Naba’ al-‘Az{i>m. Kitab ini
memuat beberapa pembahasan seperti; mengenai kebenaran wahyu,
11
Al-Biqa>’i, Naz}m al-Durar…, 1, 6.
12Abi Ja’far Ah}mad bin Ibrahi>m bin al-Zabi>r al-Garna>t}y,> Al-Burha>n fi> Tarti>b Suwar al-Qur’a>n (t.t.: t.p., 1990), 71.
13
(11)
6
bantahan terhadap yang meragukan otentisitas al-Qur’an, kemudian diakhiri dengan penafsiran surat al-Baqarah. Menurut Muhammad
al-Ghazali dalam muqaddimah kitabnya yang berjudul Nah}wa Tafsi>r
Maud}u’iy, kitab al-Naba’ al-Az}i>m ini merupakan kitab pertama yang
menafsirkan satu surat penuh secara maud{u’iy (tematik) yaitu surat
al-Baqarah serta menjadikan surat terpanjang ini bagaikan seikat simpul yang
utuh.14 Dengan kata lain, Darraz mampu menemukan koherensi yang
terdapat dalam surat al-Baqarah.
Kitab al-Naba’ al-Az}i>m ini berisi penafsiran surat al-Baqarah saja.
Metode yang digunakan dalam penafsiran ini adalah metode tematik surat (maud}u>’iy li al-su>rat). Sebagaimana dijelaskan oleh Mus}t}afa> Muslim
bahwa penafsiran al-Qur‟an menggunakan metode tematik (Tafsi>r
al-Maud}u’iy) memiliki tiga model15, yaitu; pertama, membahas kata dalam al-Qur‟an (tematik kata) seperti kitab yang ditulis oleh Yu>suf al-Qard}a>wy dengan judul ‚al-S{abr fi al-Qur’a>n‛ (sabar dalam al-Qur‟an)16, dan kitab Is}la>h} al-Wuju>h wa al-Naz}a>ir karya al-Da>maga>ny yang berisi pembahasan mengenai kata “khair‛ dalam al-Qur‟an.17 kedua, bukan membahas kata sebagaimana model pertama melainkan membahas judul tertentu seperti
Pendidikan dalam al-Qur’an (al-Tarbiyat fi al-Qur’a>n al-Kari>m) karya
14
Muh}ammad al-Gaza>ly, Nah}wa Tafsi>r Maud}u>’iy li Suwar al-Qur’a>n al-Kari>m (Cairo: Da>r al-Shuru>q, 1995), 5.
15
Mus}t}afa> Muslim, Maba>hith…, 23. 16
Yu>suf al-Qard}a>wy, al-S}abr fi al-Qur’a<n (Cairo: Maktabat Wahbat, 1989), 4. 17
(12)
7
Muh}ammad Shadi>d18. ketiga, membahas satu surat al-Qur’an sehingga bisa menangkap pesan sentral yang terkandung didalamnya. Model yang ketiga inilah yang ditempuh oleh Darraz dalam menafsirkan surat al-Baqarah.
B. Identifikasi dan Batasan Masalah
Teori koherensi yang diimplementasikan Darraz terhadap ayat-ayat dalam surat al-Baqarah dirasa menarik untuk diteliti. Selain relatif tidak
terlalu banyak para mufassir yang membahas ayat-ayat al-Qur‟an dari segi
koherensinya, implementasi koherensi yang dilakukan Darraz terhadap surat al-Baqarah menghasilkan penafsiran tematik surat al-Baqarah pertama yang mampu menjelaskan pesan sentral surat al-Baqarah beserta argumentasinya. Selain itu, Darraz mampu menemukan keterkaitan yang menjadikan surat al-Baqarah ini utuh, sistematis, dan koheren. Sebagaimana yang dikatakan oleh Muhammad Al-Ghazali dalam
kitabnya.19
Dalam konteks teori koherensi („ilm al-muna>saba>t), pemikiran Darraz
cukup menjadi perhatian para ilmuwan al-Qur‟an, seperti Sa>mir ‘Abd al
-Rah}ma>n Rashwa>ny, ilmuwan asal Suriah, penulis kitab Manhaj al-Tafsi>r al-Maud}u>’iy li al-Qur’a>n al-Kari>m, M. Quraish Shihab, Pakar Tafsir asal Indonesia, penulis kitab Tafsir al-Misbah, Muh}ammad al-Gaza>ly, ilmuwan asal Mesir, penulis kitab Nah}wa Tafsi>r Maud}u>’iy, dan Abi Ja’far Ah}mad al-Garna>t}y, penulis kitab al-Burha>n fi Tarti>b Suwar al-Qur’a>n, dan
18
Yu>suf al-Qard}a>wy, al-S}abr…, 5.
(13)
8
Muhammad Rajab al-Bayyu>my penulis kitab al-Nahd}at al-Isla>miayt}. Ijtihad serta ketelitian Darraz dalam mengungkap koherensi dalam surat al-Baqarah ditambah dengan bantahan terhadap orang-orang yang
meragukan otentisitas al-Qur‟an merupakan sumbangan yang sangat
berharga dalam khazanah ilmu al-Qur‟an. Berangkat dari sinilah penelitian
mengenai karya Darraz dirasa menarik untuk dikembangkan.
Pengembangan penelitian yang ingin dilakukan ini hanya berkisar seputar hal ihwal teori koherensi („ilm al-muna>saba>t), khususnya mengenai implementasi teori koherensi („ilm al-muna>saba>t) yang dilakukan Darraz dalam menafsirkan surat Baqarah. Penafsiran surat al-Baqarah yang dimaksud disini adalah penafsiran secara tematik-diuraikan
pada pendahuluan-bukan penafsiran secara tah}li>ly ataupun it}na>by yang
menafsirkan ayat per ayat secara mendetail. Setelah digarisbawahi bahwa penafsiran yang dilakukan Darraz adalah penafsiran secara tematik, maka penelitian ini tidak akan membahas satu per satu pernafsiran ayat-ayat surat al-Baqarah secara rinci, melainkan bagian-bagian pokok saja. Pemilihan bagian-bagian pokok yang terkandung dalam surat al-Baqarah tersebut merujuk kepada sistematisasi yang ditentukan oleh Darraz sendiri.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan fenomena di atas, maka penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana kaidah „ilm al-muna>saba>t (teori koherensi) menurut Muhammad Abdullah Darraz
(14)
9
2. Bagaimana implementasi teori koherensi („ilm al-muna>saba>t) Muhammad Abdullah Darraz terhadap surat al-Baqarah
D. Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan sebagai berikut:
1. Mengetahui bagaimana kaidah „ilm al-muna>saba>t (teori koherensi)
menurut Muhammad Abdullah Darraz
2. Menjelaskan implementasi teori koherensi („ilm al-muna>saba>t)
Muhammad Abdullah Darraz terhadap surat al-Baqarah E. Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan memiliki kegunaan sebagai berikut:
1. Secara Teoritis
Penelitian ini diharapkan bisa menambah wawasan kajian seputar Teori Koherensi („ilm al-muna>saba>t) al-Qur‟an, sehingga pada akhirnya bisa menjelaskan serta membuktikan adanya holistisitas makna dalam surat al-Baqarah.
2. Secara Praktis
Memberi deskripsi singkat mengenai konten kitab al-Naba’ al
-Az}i>m karya Darraz, sehingga pada gilirannya diharapkan menjadi kaca perbandingan bagi peneliti selanjutnya untuk membahasnya dari dimensi yang berbeda.
F. Kerangka Teoritik
Implementasi Teori Koherensi terhadap ayat-ayat al-Qur‟an
(15)
10
khususnya apabila menggunakan metode tematik surat. Karena, idealnya, dalam proses kerja tafsir tematik dituntut untuk menemukan holistisitas
makna yang terkandung dalam surat al-Qur‟an.
Teori Koherensi-dalam kajian ilmu al-Qur‟an dikenal dengan istilah
Ilm Muna>sabat. Kata koherensi merupakan kata serapan yang diadopsi dari bahasa inggris yaitu “coherence” yang berarti pertalian atau
hubungan. Penggunaan kata coherence sebagai Ilm Muna>sabat dikenalkan
oleh Mustansir Mir intelektual asal Pakistan yang menulis buku dengan
judul Coherence In The Qur’an.
Secara etimologi lexicon muna>sabat (ةبس نم) berasal dari kata na>saba,
sedangkan kata na>saba ( س ن) berasal dari kata nasaba ( سن) yang memiliki arti bersambung atau terhubungnya sesuatu dengan sesuatu yang
lain (ءىشب ءىش ل صتا).20 Penambahan alif setelah huruf nun sehingga dari
na>saba ( سن) menjadi na>saba ( س ن) memiliki maksud ةكر شملل yang berarti seseorang melakukan suatu pekerjaan bersama dengan orang lain yang
juga mengerjakan pekerjaan itu )هب رخآا هلعفي م رخآ ب دحاولا لعفي نا(,21
Dengan kata lain kedua orang itu saling mengerjakan suatu pekerjaan yang
sama. Jadi, kata na>saba ( س ن) memiliki arti saling bersambung atau
terhubung antara sesuatu dengan yang lain. Saudara kandung bisa disebut nasab karena memiliki ikatan kuat disebabkan ada hubungan darah.
Kemudian kata muna>saba>t ( بس نم(adalah bentuk plural dari )ةبس نم( yang
20
Ibn Fa>ris, Mu’jam Maqa>yi>s al-Lugat (t.t.: Da>r al-Fikr, t.th.), 5, 423., Ibn Manz}u>r, Lisa>n
al-‘Arab, 1, 889.
21Jami>’ al-H{uqu>q Mah}fu>z}at, al-Munjid al-Wasi>t} fi al-‘Arabiyyat al-Mu’a>s}irat (Beirut: al-Maktabat al-Sharqiyyat, 2003), ـه.
(16)
11
merupakan kata jadian dari na>saba ( س ن) memiliki arti al-Muqa>rabat atau
al-Musha>kalat yaitu memiliki keserupaan atau kedekatan.22. Di dalam kamus bahasa inggris kata berhubungan atau pertalian disebut dengan
istilah coherence.
Secara terminologi pengertian muna>saba>t dapat diartikan sebagai
berikut, yaitu:
1. Menurut Ima>m al-Zarkashy, adalah : 23
ةبس نـملا رمأ لوـقـعم ضرــعاذإ ىلـع لوـقـعـلا هـتــقـلـت لوـبـقـلا ــب .
“Munasabah adalah suatu hal yang dapat dipahami, apabila
dihadapkan kepada akal, akal itu pasti menerimanya”. 2. Menurut Ibn al-‘Araby :24
ط ــبـترإ آ نأرـقـلا ـضـعب ضـعـبـب ىتـح نوكـت ةـملـكل ك ةدـحاوـلا ةــقسـتـم ن ـعملا ةـمـظـتنـم ن ــــبـملا , لـع ـــيـظـع
“Munasabah adalah keterikatan ayat-ayat al-Qur‟an sehingga seolah -olah merupakan suatu ungkapan yang mempunyai kesatuan makna dan keteraturan redaksi. Munasabah merupakan ilmu yang sangat agung”.
3. Menurut Manna>‟ Khali>l al-Qat}t}a>n:25
هـجو إا ط ــبـتر نيـب ةـلـمـجلا ةـلـمـجلاو ىف ةـيأا ةدــحاوـلا نيـبوأ ةـيأا ةــيأاو ـف ةــيأا ةددــعـتـمـلا وأ نيــب ةروــسلا ةروـــسلاو .
22Muh}ammad Murtad}a> al-Zabi>dy, Ta>j al-‘Aru>s(Kuwait: Mat}ba’at H{uku>mat, 1965), 4, 265., al-Suyu>t}y, al-Itqa>n fi ‘Ulu>m al-Qur’a>n (Beirut: Da>r al-Fikr, 2008), 452.
23
Al-Zarkashy, al-Burha>n fi ‘Ulu>m al-Qur’a>n (Kairo: Maktabat Da>r al-Tura>th, t.th.), 1, 35. 24
Sa>mir Rashwa>ny, Manhaj al-Tafsir al-Maud}u>’iy li al-Qur’a>n al-Kari>m (Suriah, Da>r al-Multaqa>, 2009), 333.
25
(17)
12
“Munasabah adalah sisi keterikatan antara beberapa ungkapan dalam satu ayat, atau antar ayat pada beberapa ayat atau antar surat di dalam al-Qur‟an”.
4. Menurut al-Biqa>’i, yaitu :26
هئازجأ يترت للع هنم فرعت لع نآرقلا تبس نم لعف
Munasabah adalah suatu ilmu yang mencoba mengetahui
alasan-alasan di balik susunan atau urutan bagian-bagian al-Qur‟an.
Dari beberapa definisi di atas bisa diketahui bahwa muna>saba>t berarti
menjelaskan koherensi makna antar ayat atau antar surat, baik koherensi
itu bersifat umum atau khusus; rasional („aqli), persepsi (hassiy), atau
imajinatif (khayali) ; atau relasi berupa sebab akibat, „illat dan ma‟lul,
perbandingan, dan perlawanan.
Pada dasarnya pengetahuan tentang munasabah atau hubungan antara
ayat-ayat itu bukan tauqi>fy (tak dapat diganggu gugat karena telah
ditetapkan Rasul), melainkan ijtiha>dy yaitu didasarkan pada
ijtihad/keseriusan seorang mufassir dan tingkat pemahamannya terhadap
gaya bahasa al-Qur‟an yang kaya dengan makna.
Seperti halnya pengetahuan tentang asba>b al-nuzu>l yang mempunyai
pengaruh dalam memahami makna dan menafsirkan ayat, maka
pengetahuan tentang muna>saba>t atau korelasi antar ayat dengan ayat dan
26 Al-Biqa>’i, Naz}m al-Durar fi Tana>sub al-A<ya>t wa al-Suwar, (Kairo: Da>r al-Kutub al-Isla>my, t.th.), 1, 6.
(18)
13
surat dengan surat juga membantu dalam pentakwilan dan pemahaman ayat dengan baik dan cermat. Oleh sebab itu sebagian ulama mengkhususkan diri untuk menulis buku mengenai pembahasan ini, tetapi dalam pendapat lain dikemukakan atas dasar perbedaan pendapat tentang
sistematika (perbedaan urutan surat dalam al-Qur‟an) adalah wajar jika
„ilm muna>saba>t al-Qur‟an kurang mendapat perhatian dari para ulama
yang menekuni ‘Ulu>m al-Qur’a>n walaupun keadaan sebenarnya
muna>sabat ini masih terus dibahas oleh para mufassir yang menganggap al-Qur‟an adalah mukjizat secara keseluruhan baik redaksi maupun pesan ilahi-Nya.
Ilmu muna>sabat ini dapat berperan mengganti ilmu Asbabun Nuzul,
apabila seseorang tidak dapat mengetahui sebab turunnya suatu ayat, tapi seseorang dapat mengetahui relevansi atau hubungan ayat itu dengan ayat lainnya. Ada beberapa pendapat di kalangan ulama tentang teori muna>sabat ini. Diantanranya ada yang berpendapat, bahwa setiap ayat atau
surat selalu ada koherensinya atau hubungannya dengan ayat atau surat
lain.
Ulama yang lain berpendapat, bahwa hubungan itu tidak selalu ada.
Hanya memang sebagian besar ayat-ayat dan surat-surat ada hubungannya satu sama lain. Selain itu adapula yang berpendapat, bahwa mudah mencari hubungan antara suatu ayat dengan ayat lain, tapi sukar sekali mencari hubungan antara suatu surat dengan surat lain. Hal yang demikian ini tidak berarti bahwa seorang mufassir harus mencari kesesuaian bagi
(19)
14
setiap ayat, karena al-Qur‟an turun secara bertahap sesuai dengan
peristiwa-peristiwa yang terjadi. Oleh karena itu, terkadang seorang mufassir menemukan koherensi suatu ayat dengan yang lainnya dan terkadang tidak. Ketika tidak menemukan koherensi pada ayat yang dibahas, maka tidak diperkenankan memaksakan diri, sebab jika adanya koherensi bersumber dari pemaksaan, maka koherensi yang lahir akan terkesan dibuat-buat dan bisa saja keluar dari tujuan dasar ayat serta surat yang dibahas. Pendapat seperti ini dianut oleh al-‘Izz bin ‘Abd al-Sala>m dan al-Shauka>ny.27
G. Penelitian Terdahulu
Dalam rangka membahas topik penelitian ini, penulis melakukan penelusuran terhadap penelitian-penelitian terdahulu dengan tema yang sama atau mirip sebagai kaca perbandingan terhadap penelitian yang akan dikembangkan. Setelah itu berangkat dari penelitian-penelitian terdahulu tersebut, penulis menentukan posisi penelitiannya diantara penelitian-penelitian terdahulu yang sama atau mirip.
Penelitian terdahulu yang mirip adalah tesis dengan judul “KOHESI
DAN KOHERENSI DALAM SURAT AL-BAQARAH” tesis ini selesai
ditulis pada tahun 2008 oleh Makyun Subuki Mahasiswa Program Studi Linguistik Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia Depok. Penelitian yang dilakukan Makyun Subuki ini berkaitan dengan hubungan kohesi dengan koherensi dalam pemahaman teks surat
27Sa>mir Rashwa>ny, Manhaj …, 334
(20)
15
Baqarah. Pemilihan surat al-Baqarah sebagai objek kajiannya didasarkan pada keterangan yang mengatakan bahwa surat al-Baqarah merupakan puncak al-Qur‟an (Fust}a>t} al-Qur’a>n), yang berarti representasi terbaik dari al-Qur‟an, baik dari segi redaksi maupun kontennya. Tesis ini membahas teori kohesi dan koherensi secara umum. Penelitian yang akan penulis lakukan ini bukan mengenai kohesi ataupun koherensi surat al-Baqarah
secara umum melainkan teori koherensi-dalam hal ini Ilm Muna>sabat
-yang diterapkan oleh Darraz dalam menafsirkan surat al-Baqarah secara maud}u>’iy.
Titik perbedaan tesis ini dengan tesis yang ditulis oleh Makyun Subuki bisa diuraikan sebagaimana berikut;
1. Tesis Makyun Subuki membahas keserasian kata pengulangan,
antonimi, sinonimi, tafsonimi, meronimi sedangkan tesis ini tidak membahas detail tentang keserasian kata tersebut melainkan hanya membahas keserasian ayat-ayat surat al-Baqarah bukan kata-katanya.
2. Tesis Makyun Subuki tidak mengkaji pemikiran tokoh tertentu
melainkan mengkaji surat al-Baqarah menggunakan pendekatan Gramatikal dan Leksikal tanpa ada kaitannya dengan pemikiran seorang tokoh tertentu. Sedangkan tesis ini mengkaji pemikiran tokoh tertentu yaitu Muhammad Abdullah Darraz dengan kata lain tesis ini mengkaji penafsiran tokoh terhadap surat al-Baqarah.
(21)
16
Penelitian yang lain yang memiliki kemiripan adalah tesis dengan judul “al-Muna>sabat baina al-Fawa>s}il al-Qur’a>niyyat wa A<ya>tiha>”. Tesis
ini selesai ditulis pada tahun 2010 oleh Abdullah Sa>lim Sala>mat
mahasiswa jurusan ilmu al-Qur‟an dan Tafsir Fakultas Ushuluddin
Universitas Islam Ghaza. Tesis ini mengelaborasi mengenai (Fawa>s}il
al-Qur’a>niyyat), yaitu kata-kata yang mengakhiri kalimat-kalimat dalam al-Qur‟an, di dalam dunia sastra akrab disebut dengan istilah sajak. Tesis ini
memfokuskan kajiannya terhadap surat al-H{ijr, al-Nah}l, dan surat al-Isra>’.
Tesis ini menyimpulkan bahwasannya ayat-ayat al-Qur‟an merupakan
kesatuan yang utuh (integral holistik). Setelah melakukan kajian
mendalam mengenai koherensitas al-Fawa>s}il al-Qur’a>niyyat dalam surat
al-H{ijr, al-Nah}l, dan surat al-Isra>’, Abdullah Sa>lim Sala>mat-penulis tesis ini-menjelaskan bahwa, secara umum, pesan sentral yang dikandung oleh surat al-H{ijr, al-Nah}l, dan surat al-Isra>’. adalah Ulu>hiyyat, al-Wah}y, dan al-Ba’ath. Sedangkan secara khusus, pesan sentral dari surat al-H{ijr adalah
penjagaan Allah kepada agama Islam dengan al-Qur‟an dan para Ulama.
Surat al-Nah}l mendeskripsikan mengenai rasa syukur kepada nikmat Allah
dan kehati-hatian untuk mengkufuri nikmat-nikmatNya. Sedangkan pesan
yang dikandung surat al-Isra>’ adalah mengenai berharganya kitab suci
al-Qur‟an dalam kehidupan orang-orang beriman.
Titik perbedaan tesis ini dengan tesis yang ditulis oleh Abdullah
(22)
17
1. Tesis ini membahas surat al-Baqarah sedangkan tesis Abdullah
Sa>lim Sala>mat membahasa surat al-Hijr, al-Nahl, dan al-Isra’. 2. Tesis ini membahas keserasian ayat-ayat surat al-Baqarah
sedangkan tesis Abdullah Sa>lim Sala>mat membahas keserasian sajak-sajak dalam ayat.
3. Tesis ini mengkaji penafsiran tokoh tertentu sedangkan tesis Abdullah Sa>lim Sala>mat bukanlah kajian terhadap penafsiran tokoh tertentu.
Apabila memperhatikan penelitian-penelitian terdahulu di atas, maka
Tesis yang ditulis oleh penulis ini merupakan specific research. Dengan
kata lain, penelitian ini bukan memperluas penelitian-penelitian sebelumnya melainkan mempersempit dengan meneliti penafsiran satu tokoh tertentu terhadap surat al-Baqarah.
H. Metode Penelitian 1. Model Penelitian
Apabila dilihat dari model atau jenis penelitiannya, maka penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif. Metode deskriptif adalah cara melukiskan suatu obyek atau peristiwa historis tertentu yang kemudian diikuit dengan pengambilan kesimpulan umum berdasarkan
fakta-fakta historis tersebtu. 28 Oleh karena itu, penelitian ini disebut
deskriptif karena bertujuan mendeskripsikan kaidah ilmu munasabah
28
(23)
18
(teori koherensi) yang kemudian dilanjutkan dengan mendeskripsikan implementasi ilmu munasabah yang dilakukan Darraz.
Kaidah ilmu munasabah (teori koherensi) yang digambarkan dalam tesis ini merupakan kaidah munasabah yang memang menjadi
pegangan para mufassir dalam proses munasabah al-Qur‟an. Hal ini
paling tidak bisa menjadi pijakan pengetahuan atau kaca perbandingan untuk kemudian mendeskripsikan dan menganalisa penerapannya yang dilakukan Darraz terhadap surat al-Baqarah.
Selain itu, implementasi ilmu munasabah (teori koherensi) yang dilakukan Darraz akan dipaparkan apa adanya dalam tesis ini.
Pemaparannya hanya tertuju kepada satu surat al-Qur‟an, karena
implementasi ilmu munasabah yang dilakukan Darraz hanya pada surat al-Baqarah saja. Oleh karena itu, tesis ini memaparkan secara runtut mengenai implementasi munasabah yang dilakukan Darraz terhadap surat al-Baqarah mulai ayat 1 sampai ayat 286.
Selain bersifat deskriptif, penelitian ini juga bersifat kualitatif. disebut dengan penelitian kualitatif, karena sumber data yang dikaji dan diteliti merupakan pernyataan verbal, tertulis dan bukan data-data yang berupa angka. Data yang diteliti adalah kitab yang ditulis sendiri oleh Darraz dan kitab-kitab lain yang masih berkaitan. Berhasil tidaknya pengumpulan data-data tersebut lebih banyak bergantung kepada peneliti, karena dalam penelitian kualitatif, alat pengumpul data utama adalah peneliti itu sendiri.
(24)
19
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif karena penelitian secara kualitatif merupakan metode yang digunakan untuk mengungkapkan pemikiran seseorang ataupun pandangan kelompok
tentang suatu permasalahan.29
2. Sumber Data
Penelitian ini memiliki corak kajian kepustakaan (library
research), Disebut library research, karena sumber data yang menjadi
objek penelitian diambil dari sumber tertulis. Sumber tertulis yang
diambil tentunya yang berkaitan dengan ilmu al-Qur‟an dan Tafsir
khususnya mengenai ilmu munasabah.
Karena penelitian ini menggunakan sumber data tertulis, maka sumber data tertulis tersebut dibagi menjadi dua, sumber primer dan skunder. Sumber primer yang menjadi objek utama penelitian ini
adalah kitab al-Naba’ al-‘Az}i>m karya Darraz. Sedangkan data
sekundernya diambil dari beberapa kitab-kitab ilmu al-Qur‟an dan
Tafsir khususnya yang berkaitan dengan ilmu munasabah (teori
koherensi) al-Qur‟an.
Metode yang digunakan dalam pengumpulan datanya adalah
metode dokumenter, yaitu cara pengumpulan data dengan
menyelididki benda-benda tertulis. Misalnya data-data yang berkaitan dengan judul tesis ini.
29
(25)
20
3. Analisis Data
Teknik analisis yang dipakai dalam penelitian ini adalah Analitis Kritis. Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, bahwa pertama-tama penulis akan medeskripsikan apa adanya mengenai kaidah-kaidah ilmu munasabah (teori koherensi) beserta implementasinya yang dilakukan Darraz terhadap surat al-Baqarah, kemudian setelah mendeskripsikan dua pembahasan tersebut secara apa adanya selanjutnya paparan tersebut akan dianalisa.
I. Sistematika Pembahasan
Sistematika pembahasan dalam tesis ini terdiri dari lima bab pembahasan. Pertama, adalah pendahuluan yang berisi tentang latar belakang masalah yang membahas alasan penulisan tesis kemudian diikuti dengan penjelasan mengenai identifikasi dan batasan masalah yang akan mengungkap gejala-gejala yang diduga sebagai masalah serta menjelaskan batasan masalah yang akan diteliti sehingga penelitian benar-benar tepat sasaran. Kemudian dilanjutkan dengan rumusan masalah yang memaparkan fokus pembahasan yang menjadi titik tekan tesis. Pada bab ini juga dibahas tentang tujuan dan kegunaan penelitian yang mencakup hal-hal prinsipil penelitian dan manfaat tesis bagi kalangan mahasiswa maupun khalayak umum, lalu dilanjutkan dengan kerangka teoritik kemudian pemaparan mengenai penelitian terdahulu yang mempunyai kemiripan dengan tesis. Setelah itu diteruskan dengan penjelasan tentang metode penelitian yang mengungkap model penelitian, sumber data dan
(26)
21
teknik analisis data yang dipakai dalam penulisan tesis. Pada akhir bab dijelaskan mengenai sistematika pembahasan yang mengungkap alur pembahasan.
Kedua membahas mengenai teori koherensi (ilm muna>saba>t) yang
mencakup pengertian, macam-macam, dan kaidah-kaidah teori koherensi
(ilm muna>saba>t).
Ketiga menjelaskan tentang biografi tokoh yang diteliti yaitu Darraz. Pembahasan mengenai biografi ini akan mencakup beberapa hal, seperti;
riwayat hidup, karya-karnyanya, kitab al-Naba’ al-Az}i>m, dan metode
penafsirannya serta komentar-komentar ulama‟ tentangnya. kemudian
diakhiri dengan data implementasi teori koherensi Darraz dalam surat al-Baqarah.
Keempat membahas mengenai analisa teori koherensi (ilm
muna>saba>t) yang diimplementasikan Darraz terhadap al-Qur‟an surat al -Baqarah. Kemudian diteruskan dengan analisa penafsiran Darraz terhadap surat al-Baqarah.
Kelima merupakan bab terakhir dalam tesis ini. Dalam bab tersebut berisi kesimpulan yang merupakan hasil dari penelitian yang dilakukan. Kemudian dilanjutkan dengan penulisan saran dengan tujuan agar para pembaca memberi masukan demi kesempurnaan tesis ini.
(27)
BAB II
ILM AL-MUNA<SABA<T (TEORI KOHERENSI) A. Pengertian
1. Secara etimologi
Secara etimologi lexicon muna>sabat (ةبس نم) berasal dari kata na>saba, sedangakan kata na>saba ( س ن) berasal dari kata nasaba ( سن) yang memiliki
arti bersambung atau terhubungnya sesuatu dengan sesuatu yang lain ( ل صتا
ءىشب ءىش).1 Penambahan alif setelah huruf nun sehingga dari na>saba ( سن)
menjadi na>saba ( س ن) memiliki maksud ةكر شملل yang berarti seseorang
melakukan suatu pekerjaan bersama dengan orang lain yang juga mengerjakan
pekerjaan itu )هب رخآا هلعفي م رخآ ب دحاولا لعفي نا(,2 Dengan kata lain kedua orang
itu saling mengerjakan suatu pekerjaan yang sama. Jadi, kata na>saba ( س ن)
memiliki arti saling bersambung atau terhubung antara sesuatu dengan yang
lain. Sedangkan kata al-Nasi>b ( سْينلا) memiliki makna “jalan yang terang”
(حضاولا يرطلا)3.
Salah satu kata dalam bahasa Indonesia yang diadopsi dari kata nasaba
( سن) adalah “nasab” yang memiliki arti keturunan atau pertaliankeluarga.4 Jadi, Saudara kandung bisa disebut nasab
1
Ibn Fa>ris, Mu’jam Maqa>yi>s al-Lugat (t.t.: Da>r al-Fikr, t.th.)5, 423., Ibn Manz}u>r, Lisa>n al-‘Arab, 1, 889.
2 Jami>’ al
-H{uqu>q Mah}fu>z}at, al-Munjid al-Wasi>t} fi al-‘Arabiyyat al-Mu’a>s}irat (Beirut: al-Maktabat al-Sharqiyyat, 2003), ـه.
3
Abu Mans}u>r al-Azhary, Taz}hi>b al-Lugat (Cairo: al-Da>r al-Mis}riyyat, t.th.), 13, 14. 4
(28)
23
karena memiliki ikatan keluarga disebabkan adanya hubungan darah. Kata lain
yang juga diambil dari akar kata nasaba ( سن) dan sangat familiar dalam dunia
perbankan adalah nasabah. Kata nasabah ini memiliki arti orang yang biasa berhubungan dan berlangganan dengan bank atau orang yang menjadi tanggungan asuransi.
Kemudian kata muna>saba>t ( بس نم( yang merupakan bentuk plural
(jama’) dari )ةبس نم( adalah kata jadian dari na>saba ( س ن). kata muna>saba>t ( بس نم( ini memiliki arti al-Muqa>rabat (ةبر قملا) atau al-Musha>kalat (ةلك شملا)
yang berarti memiliki keserupaan atau kedekatan.5 Berbeda halnya dengan
pendapat Ulama Us}u>l al-Fiqh, lexicon muna>sabat (ةبس نم) merupakan bagian
dari pembahas qiyas. Adanya ketentuan hukum dalam qiyas tergantung
dengan adanya kedekatan atau keserupaan (ةبس نم) antara dua hal yang
dijadikan objek qiyas. Dalam ilmu balagah, kata (ةبس نم) juga memiliki
kemiripan maksud dengan Mura>’at} al-Naz{i>r (ريظنلا ة عارم) yaitu sesuatu yang
memiliki keterkaitan, baik lafad atau makna.6
2. Secara terminologi
Secara terminologi pengertian muna>saba>tdapat diartikan sebagai berikut, yaitu:
a) Menurut Ima>m al-Zarkashy: 7
ـ
أ
ٌ ـ ـ
ــ
ـ
ـ ـ ـ
ـ ــ ـ ـ
ـ ـ ـ ــ
.
5
Muh}ammad Murtad}a> al-Zabi>dy, Ta>j al-‘Aru>s(Kuwait: Mat}ba’at H{uku>mat, 1965), 484., al -Suyu>t}y, al-Itqa>n fi ‘Ulu>m al-Qur’a>n (Beirut: Da>r al-Fikr, 2008), 452.
6
Al-Suyu>t}y,Sharh} ‘Uqu>d al-Jama>n (Beirut: Da>r al-Fikr, t.th.), 108-109. 7
(29)
24
“Munasabah adalah suatu hal yang dapat dipahami, apabila dihadapkan kepada akal, akal itu pasti menerimanya”.
b) Menurut Ibn al-‘Araby :8
ــ ـ
آ
أ ـ ـ
ـ ـ
ـ ـ ـ
ـ
ـ
ـ ـ
ٌ ـ ـ
ٌــ ـ ـ
ـ
ٌـ ـ ـ ـ
ــــ ـ
,
ٌ ـ
ٌ ـــ ـ ـ
“Munasabah adalah keterikatan ayat-ayat al-Qur‟an sehingga seolah-olah merupakan suatu ungkapan yang mempunyai kesatuan makna dan keteraturan redaksi. Munasabah merupakan ilmu yang sangat agung”.
c) Menurut Manna>’ Khali>l al-Qat}t}a>n:9
ٌـج
ٌ ــ ـ إ
ـ
ٌـ ـ ـ
ٌـ ـ ـ
ف
ٌـ أ
ــ ـ
ـ أ
ـ أ
ــ أ
ـف
ــ أ
ٌد ــ ـ ـ ـ
أ
ٌ ــ
ــ
ـــ
.
“Munasabah adalah sisi keterikatan antara beberapa ungkapan dalam satu
ayat, atau antar ayat pada beberapa ayat atau antar surat di dalam al-Qur‟an”.
d) Menurut al-Biqa>’i:10
ئ جأٌ
ٌ ٌ ٌف ٌ ٌ آ ٌ
ٌ ف
“Munasabah adalah suatu ilmu yang mencoba mengetahui alasan-alasan di
balik susunan atau urutan bagian-bagian al-Qur‟an”.
e) Menurut al-Suyu>t}y:11
8
Sa>mir Rashwa>ny, Manhaj al-Tafsir al-Maud}u>’iy li al-Qur’a>n al-Kari>m (Suriah, Da>r al-Multaqa>, 2009), 333.
9 Manna>’ al
-Qat}t}a>n, Maba>h}ith …, 92.
10 Al-Biqa>’i, Naz}m al-Durar fi Tana>sub al-A<ya>t wa al-Suwar, (Kairo: Da>r al-Kutub al-Isla>my, t.th.), 1, 6.
(30)
25
ٌ
ٌ أٌ
ٌ،
خٌ أٌ ٌ
ٌ
ٌ
ٌ ٌ
ٌ
ٌ فٌ ج
ٌ
ٌ
ٌ
ٌ
ٌ
ٌ ا ٌ أٌ
ا ٌ
أٌ ٌ ٌ غٌ أٌ
خٌ أ
ٌ
ٌ
ٌ،
‚muna>saba>t berarti menjelaskan koherensi makna antar ayat atau antar surat,
baik koherensi itu bersifat umum atau khusus; rasional („aqli), persepsi
(hassiy), atau imajinatif (khayali) ; atau korelasi berupa sebab akibat, „illat dan
ma‟lul, perbandingan, dan perlawanan”.
f) Menurut Mustafa Muslim:12
ٌ ٌ
ٌ
ٌ
ٌهٌ
ٌ ف ٌ، ج ٌ ٌ ج ٌ أ ٌ
شٌ ٌ
ٌ
ٌ ٌ
ٌ ٌ آٌ ٌ فٌ
ا ٌ ج ٌ
ٌ
ٌ ف ٌ
ٌ ٌ
“dua hal yang berkaitan dari berbagai segi, dalam bahasan al-Qur‟an, maka yang dimaksud adalah keterkaitan surat dengan surat sebelum dan sesudahnya. Dalam kajian ayat per ayat maka yang dimaksud adalah keterkaitan ayat
dengan ayat sebelum dan sesudahnya.”
g) Menurut ulama’ balagah:
ٌ ٌ ثٌ ٌ ٌ ٌ أٌ فٌ، أ ٌ فٌ ٌ ٌ فٌ ٌ، ٌ ٌ
ٌ دٌ ٌ ٌ ٌ ا
ٌ ٌ ٌ أٌ فٌ،
.
Munasabah ada dua macam; maknawiyah dan lafdiyah, maknawiyah adalah keserasian dan keterkaitan makna, sedangkan lafdiyah adalah keserasia dan keterkaitan lafad.
12Mus}t}afa> Muslim, Maba>hith Fi al-Tafsi>r al-Maud}u>’iy (Beirut: Da>r al-Qalam, 1989), 58. 13
Ibn Abi al-Is}ba’ al-Mis}ry, Tah{ri>r al-Tah{bi>r (al-Jumhuriyyat} al-‘Arabiyyat} al-Muttah}idat}: Lajnat} Ih}ya>’ al-Tura>th al-Isla>my, 1963), 363., Ibn al-Naqi>b, Muqaddimat Tafsi>r Ibn al-Naqi>b
(Cairo: Maktabat} al-Khanjy, 1995), 178., Ibn Abi al-Is}ba’ al-Mis}ry,Badi>’ al-Qur’a>n (Mesir: Nahd}at} Mis}r, t.th.), 145-146., al-Suyu>t}i, Sharh} ‘Uqu>d…, 109.
(31)
26
Dari beberapa definisi di atas, bisa dijelaskan bahwa munasabah itu
merupakan usaha menemukan keterkaitan antar ayat-ayat dalam al-Qur‟an
seluruhnya. Karena pada hakikatnya, al-Qur‟an dan peletakan ayat-ayatnya
merupakan hal yang tauqifi berasal dari Allah dan pasti semua susunannya
memiliki sistematika yang logis. Namun, apabila ada beberapa ayat yang mungkin belum ditemukan keterkaitannya maka, hal itu karena otak manusia belum mampu menemukannya. Sebagaimana pendapat yang dianut oleh beberapa ulama tafsir, mereka menyakini bahwa tidak semua ayat-ayat al-Qur‟an memiliki keterkaitan. Pendapat ini sebenarnya menjadi bukti bahwa otak manusia memang terbatas bukan memastikan bahwa susunan ayat-ayat al-Qur‟an tidak sistematis melainkan karena belum mampunya mengungkap
keseluruhan munasabah di dalam al-Qur‟an.
B. Urgensi Ilmu Munasabah dan Karya-Karya Tentang Munasabah
Ilmu munasabah memiliki peran penting untuk memahami makna
al-Qur‟an. Darraz sependapat dengan ulama sebelumnya yang menjelaskan
bahwa keberagamana masalah yang dihidangkan al-Qur‟an pada hakikatnya
semua itu adalah satu kesatuan dari awal sampai akhirnya, memiliki keserasian. Jadi bagi siapa saja yang ingin mengerti dan memahami
sistematika susunan ayat-ayat al-Qur‟an hendaklah memperhatikan
keseluruhannya.14
Menurut Imam al-Suyuty, munasabah al-Qur‟an ini merupakan bagian
dari mukjizat al-Qur‟an. Keteraturan ayat-ayatnya menjadikan al-Qur‟an itu
14
(32)
27
utuh. Selain itu, menurut al-Biqa‟i, dengan memahami munasabah ini,
menguatkan iman dalam hati dan membuat pikiran tenang.15
Akal pasti akan menerima munasabah ini, itu sebabnya ilmu munasabah ini sangat membantu memahami teks secara mendalam, seperti yang dialami
oleh al-Asma‟iy dan al-A‟raby. Ketika al-Asma‟iy membaca ayat yang
berbunyi;
ٌ ٌ ه ٌهٌ ٌ ًا ٌ ٌ ٌ ًء جٌ أٌ فٌ
ٌ
ٌ
ٌ
ٌ: ئ (
3
)ٌ
“Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya sebagai pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”16
Ayat di atas, oleh al-Asma‟iy di baca di depan al-A‟raby dengan demikian;
ٌه ٌهٌ ٌ ًا ٌ ٌ ًٌء جٌ أٌ فٌ
ٌ
ٌ غ
ٌ
(
3
)
Lalu al-A‟raby berkata, “ungkapan siapa ini?, al-Asma‟iy menjawab,
“kalamullah”. A‟raby melanjutkan, “bukan! Ini bukanlah kalamullah.
Kemudian al-Asma‟iy mengerti lalu mengulangi bacaannya tersebut dan
diakhiri dengan ٌ ٌ ٌه . Al-Asma‟iy heran, lalu bertanya “kenapa kamu
bisa tahu padahal engkau tidak sedang membaca al-Qur‟an”. al-A‟raby
menjawab “ ya, sangat jelas sudah, kalau Allah Maha Bijaksana, Arif, dan adil maka pantaslah Allah memerintah untuk memotong tangan bagi para pencuri.
15
Al-Biqa>’iy, Naz}m al-Durar, (Cairo: Da>r al-Kutub al-Isla>my, t.th.), 1, 11. 16
DEPARTEMEN AGAMA REPUBLIK INDONESIA, al-Qur‟an dan Terjemahannya, (Semarang: CV. Toha Putra, 1989),165.
(33)
28
Tapi kalau kamu membacanya dengan Maha Pengampun dan Penyayang pasti Allah tidak akan memerintah untuk memotong tangan karena sudah
diampuni.17
Beberapa karya para ulama yang membahas munasabah, yaitu:
a) al-Mu’allim bi al-Burha>n fi Tarti>b Suwar al-Qur’an karya Abi Ja’far Ahmad
bin Ibrahim bin al-Zabir al-Thaqafy al-‘A<s{imy al-Andalusy.
b) Al-Burha>n fi ‘Ulu>m al-Qur’a>n karya al-Zarkashy
c) Tafsir Ahka>m Al-Qur’a>n karyaIbn ‘Araby.
d) Mafa>tih} al-Gaib karya al-Ra>zy.
e) Naz}m al-Durar fi Tana>sub al-A<ya>t wa al-Suwar karya al-Biqa>’i. f) Tana>suq al-Durar fi Tana>sub al-Suwar karya al-imam al-Suyu>t}y g) Al-Itqa>n fi ‘Ulu>m al-Qur’a>n karya al-Suyu>t}y
h) Al-Naba’ al-Az}i>m karya Darraz
i) Jawa>hir al-Baya>n fi Tana>sub Suwar al-Qur’a>n karya Muhammad Sadiq al-Gamary.
C. Macam-Macam Munasabah
1. Munasabah Dalam Satu Surat
a) Munasabah Antar Ayat Dalam Satu Surat
Contoh dari model ini adalah surat al-Nahl ayat 1sampai 4;
(ٌ
ٌ ٌ ٌ ٌ
ٌ ا فٌ هٌ أٌ أ
ٌ ئ ا ٌ ٌ )
(ٌ
فٌ أٌا ٌ ٌ اٌ أٌ
أٌ أٌ د ٌ ٌء ٌ ٌ ٌ أٌ ٌ
ٌ)
17 Ibn ‘A<shu>r, al-Tah}ri>r wa al-Tanwi>r, (Tunisia: al-Da>r al-Tu>nisiyyat li al-Nashr, 1984), 2, 281.
(34)
29
ٌ ٌ خ
ٌ
(ٌ
ٌ ٌ ٌ ٌ
أ
ٌٍ ٌ ٌ إ ٌ خٌ)
(ٌ ٌ
خٌ ٌ ف
)
“Telah pasti datangnya ketetapan Allah maka janganlah kamu meminta agar disegerakan datangnya. Maha Suci Allah dan Maha Tinggi dari apa yang mereka persekutukan (1) Dia menurunkan para malaikat dengan membawa wahyu dengan perintahNya kepada siapa yang Dia kehendaki di antara hamba-hambaNya, yaitu: Peringatkanlah olehmu sekalian, bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan Aku, maka hendaklah kamu bertakwa kepadaKu (2) Dia menciptakan langit dan bumi dengan hak. Maha Tinggi Allah daripada apa yang mereka persekutukan (3) Dia telah menciptakan manusia dari mani, tiba-tiba ia menjadi pembantah yang nyata (4).”18
Surat al-Nahl ayat 2 ini merupakan respon atas ejekan-ejekan orang kafir Makkah terhadap nabi Muhammad. Sebelum ayat ini turun, orang-orang kafir
Makkah selalu menjadikan ayat-ayat al-Qur‟an sebagai bahan celaan, bahkan
diantara mereka ada yang berani menanyakan kepada Nabi Muhammad
dengan pertanyaan “Kapan azabnya turun?” dengan maksud meremehkan
kebenaran al-Qur‟an. Oleh karena itu ayat 2 dan 3 al-nahl ini memaparkan
bahwa tidak ada yang pantas disembah kecuali Allah. Kepantasan Allah sebagai Tuhan ini diperkuat dengan kekuasaanNya dalam menciptakan segala sesuatu seperti langit dan bumi, dengan kata lain tidak ada yang patut menjadi
Tuhan kecuali yang mampu meng-ada-kan alam semesta ini.19
Kemudian, dilanjutkan dengan ayat 4 surat al-Nahl, ayat ini menurut sejarah, pada mulanya ditujukan kepada Ubai bin Kalaf al-Juhmi seorang kafir Makkah. Suatu hari Ubai al-Juhmi ini mendatangi Nabi Muhammad dengan
membawa tulang yang telah lapuk kemudia Ubai al-Juhmi berkata, “Apa
18
DEPARTEMEN AGAMA REPUBLIK INDONESIA, …402.
(35)
30
Allah bisa menghidupkan tulang yang telah lapuk ini?”. Ungkapan Ubai al-Juhmi ini direspon dengan turunnya ayat tersebut, yaitu:
:
(ٌ
ٌ
خٌ ٌ فٌ
ٌ ٌ
إ ٌ خ
)
Dia telah menciptakan manusia dari mani, tiba-tiba ia menjadi pembantah yang nyata (4).”20
Ayat di atas menjadi bukti yang sangat ilmiyah. Dalam dunia modern, statemen ayat ini tidak pernah dibantah oleh para peneliti. Oleh karena itu, jelaslah bahwa Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. Tidaklah mungkin seorangpun selain Allah yang mampu menciptakan manusia dari air hina dengan melalui beberapa fase di dalam Rahim wanita, mulai dari janin hingga menghirup nafas di dunia. Ayat ini awalnya menggambarkan Ubai al-Juhmi yang bisa hidup di dunia, merasakan makanan-makanan yang dikaruniakan Allah akan tetapi dia malah melupakan nikmat-nikmat tersebut bahkan berani memusuhi Allah.
Tiga ayat yang terdapat dalam surat al-Nahl tersebut jelas memiliki
keterkaitan. Keterkaitannya adalah sama-sama menunjukkan dan
menggambarkan keesaan dan kekuasaan Allah. Pembahasan ayat-ayat tersebut mengajak manusia untuk memikirkan dan merenungkan penciptaan langit dan bumi yang sangat ta‟at terhadap ketentuan Allah. selain itu, yang perlu direnungkan adalah bahwa penciptaan langit dan bumi itu lebih dahsyat daripada penciptaan manusia. Sehingga jelaslah bahwa tiada yang bisa menciptakan semua itu kecuali Tuhan Yang Maha Kuasa.
20
(36)
31
b) Munasabah Antar Awal Surat Dan Akhirnya
Munasabah antar pembuka atau awal surat dan penutupnya dapat dilihat dalam surat al-Nahl. Pada pembukaan surat al-Nahl Allah menyuruh Nabi Muhammad agar tidak terburu-buru untuk menunggu keputusan Allah terhadap orang-orang kafir.
ٌ ٌ ٌ
ٌ ا فٌهٌ أٌ أ
(ٌ
ٌ ٌ
)
“Telah pasti datangnya ketetapan Allah maka janganlah kamu meminta agar disegerakan datangnya. Maha Suci Allah dan Maha Tinggi dari apa yang mereka persekutukan (1)
Kemudian ayat ini diakhiri dengan perintah untuk bersabar dan terus meningkatkan ketaqwaan, seakan dikatakan kepada Nabi Muhammad “bersabarlah jangan bersedih biar Kami nanti yang akan mengatasi orang -orang kafir itu”.21
ٌ ٌ ٌٍ ٌ فٌ ٌ ا ٌ ٌ ٌ ا ٌَ ٌا ٌ صٌ ٌ ص
ٌ
(
1
(ٌ
ٌ ٌ
ٌ ٌ
ٌ ٌ هٌ ٌ)
3
)ٌ
)
(
“Bersabarlah dan tiadalah kesabaranmu itu melainkan dengan pertolongan Allah dan janganlah kamu bersedih hati terhadap kekafiran mereka dan janganlah kamu bersempit dada terhadap apa yang mereka tipu dayakan (127) Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan (128)”22
21
Al-Biqa>’iy, Naz}m al-Durar, (Cairo: Da>r al-Kutub al-Isla>my, t.th.), 11, 102. 22
(37)
32
2. Munasabah Antar Surat-Surat Al-Qur’an
a) Munasabah Antar Pembuka Dan Penutup Surat Sebelumnya
Model munasabah seperti ini boleh jadi bisa dari segi lafadnya saja ataupun bisa dari segi makna dan kandungannya. Salah satu contohnya adalah awal surat al-Nahl dengan akhir surat sebelumnya yaitu surat al-Hijr.
ٌ صٌ
ٌ أٌ ٌ
(ٌ
ٌ ٌ
71
ٌ ٌ ٌ ٌ فٌ)
(ٌ ج ٌ
73
(ٌ ٌ أ ٌ ٌ ٌ
ٌ)
77
)ٌ
)
(
ٌ
“Dan Kami sungguh-sungguh mengetahui, bahwa dadamu menjadi sempit
disebabkan apa yang mereka ucapkan (97) maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan jadilah kamu di antara orang-orang yang bersujud (98) dan
sembahlah Tuhanmu sampai dating kepadamu yang diyakini (99)”23
(ٌ
ٌ ٌ ٌ ٌ
ٌ ا فٌهٌ أٌ أ
:
ٌ)
“Telah pasti datangnya ketetapan Allah maka janganlah kamu meminta agar disegerakan datangnya. Maha Suci Allah dan Maha Tinggi dari apa yang mereka persekutukan (1)
Pada akhir surat al-Hijr ini, digambarkan mengenai celaan serat cemo‟oh
yang dilakukan oleh orang-orang kafir Makkah kepada Nabi Muhammad bahkan pada akhir surat al-Hijr ini, Allah menggambarkan rasa kecil hati Nabi Muhammad sehingga ingin segera melihat pembalasan Allah terhadap ulah para kafir Makkah tersebut.
Itu sebabnya pada awal surat al-Nahl, Allah menyuruh Nabi Muhammad untuk tidak terburu-buru dan jangan kecil hati karena Allah pasti akan membalas perbuatan-perbuatan orang-orang kafir tersebut pada waktu yang
(38)
33
sudah ditentukan. Kemudian, kalau dilanjutkan lagi maka akhir surat al-Nahl
juga memiliki keterkaitan dengan awal surat selanjutnya yaitu surat al-Isra‟.
Akhir surat al-Nahl ini nampaknya mirip dengan akhir surat al-Hijr sebelumnya yang menceritakan rasa sedih Nabi Muhammad. Oleh karena itu, pada akhir surat al-Nahl ini Allah lagi-lagi menyuruh Nabi Muhammad untuk bersabar dan jangan bersedir dan tetap bertaqwa kepada Allah. Karena Allah akan selalu bersama orang-orang yang bertaqwa dan orang-orang yang senantiasa berbuat baik.
Untuk membuktikan keterkaitan dengan surat selanjutnya coba perhatikan
awal surat al-Isra‟. Surat al-Isra‟ ini diawali dengan “subhana” Maha Suci
Allah dari segala sesuatu yang telah diungkapkan oleh orang-orang kafir
Makkah kepada Nabi Muhammad. Lanjutnya, awal surat al-Isra‟ ini
menceritakan tentang kejadian Isra‟ dan Mi‟raj yang sangat menakjubkan manusia. Dengan kejadian Isra‟ dan Mi‟raj ini, kesabaran dan ketabahan Nabi
Muhammad semakin kokoh. Kejadian Isra‟ Mi‟raj menjadi bukti bahwa Nabi
Muhammad adalah termasuk orang-orang yang bertaqwa bahkan pemimpin dari orang-orang yang berbuat baik. Di akhir surat al-Nahl ada ungkapan bahwa Allah akan bersama dengan orang-orang yang bertaqwa dan di awal
surat al-Isra‟ Nabi Muhammad diangkat ke langit untuk menerima langsung
perintah Allah. Ini bukti akan kedekatan dan kebersamaan Allah dengan Nabi Muhammad fiqur orang-orang yang bertaqwa dan orang-orang yang berbuat baik.
(39)
34
Inilah salah satu keajaiban al-Qur‟an, keteraturan redaksinya dan
munasabahnya tidak dibatasi dengan surat makkiyah ataupun madaniyah. Padahal kalau ditelusuri, Surat al-Nahl dan surat al-Isra diturunkan tidak pada waktu dan tempat yang sama. Akan tetapi kalau melihat munasabah dan keterkaitan antar satu dan yang lainnya seakan dua surat tersebut turun sekaligus. Sehingga redaksinya sangat kronologis dan sistematis.
Imam al-Suyuty menambahkan bahwa setiap surat dalam al-Qur‟an yang
masih global akan dijelaskan oleh surat selanjutnya. Itu sebabnya al-Suyuty menganjurkan untuk melihat setiap surat dengan kandungan yang terdapat pada surat sebelum dan sesudahnya karena akan memberi tambahan informasi untuk memahami surat yang dikaji. Imam al-Suyuty memberi contoh dengan dua penutup surat al-Hijr dan al-Nahl.
ٌ صٌ
ٌ أٌ ٌ
ٌ
(ٌ
ٌ
71
ٌ ٌ ٌ ٌ فٌ)
(ٌ ج ٌ
73
(ٌ ٌ أ ٌ ٌ ٌ
ٌ)
77
)
(ٌ)
“Dan Kami sungguh-sungguh mengetahui, bahwa dadamu menjadi sempit
disebabkan apa yang mereka ucapkan (97) maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan jadilah kamu di antara orang-orang yang bersujud (98) dan sembahlah Tuhanmu sampai dating kepadamu yang diyakini (99)
ٌ ٌٍ ٌ فٌ ٌ ا ٌ ٌ ٌ ا ٌَ ٌا ٌ صٌ ٌ ص
ٌ
(ٌ
1
(ٌ
ٌ ٌ
ٌ ٌ
ٌ ٌ هٌ ٌ)
3
ٌ)
)
(
“Bersabarlah dan tiadalah kesabaranmu itu melainkan dengan pertolongan Allah dan janganlah kamu bersedih hati terhadap kekafiran mereka dan janganlah kamu bersempit dada terhadap apa yang mereka tipu dayakan (127) Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan (128)
Pada akhir surat al-Hijr Allah mengetahui apa yang dirasakan Nabi Muhammad disebabkan oleh ungkapan orang-orang kafir Makkah. Kemudian
(40)
35
Allah menganjurkan Nabi Muhammad untuk memperbanyak zikir dan ibadah kepada Allah sampai tiba waktu yang tidak diragukan yaitu kematian.
Dan pada akhir surat al-Nahl juga menjelaskan agar Nabi Muhammad tetap sabar dalam jangan bersedih, lalu tetap menganjurkan Nabi Muhammad untuk tetap taat dan bertaqwa, karena taqwa itu jalan menuju kecintaan Allah. Sehingga ketaqwaan Nabi Muhammad itu membuahkan kecintaan Allah
kepadanya dan pada akhirnya Allah mengangkatnya ke sidrat al-muntaha
sebagaimana yang dijelaskan kemudian dalam surat al-Isra‟.
Ada juga contoh lain, yaitu penutup surat al-Waqi‟ah dengan awal surat
al-Hadid. Penutup surat al-Waqi‟ah menyebutkan;
(ٌ ٌ ٌ ٌ ف
7
)
“Maka bertasbihlah dengan menyebut nama Tuhanmu Yang Maha Besar”24
Dan awal surat al-Hadid menyebutkan;
(ٌ ٌ ٌ ٌ
أ ٌ ٌ فٌ ٌٌَ
)
“Semua yang berada di langit dan yang berada di bumi bertasbih kepada
Allah. Dan Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”25
Pada penutup berisi perintah untuk bertasbih dengan menyebut Nama Allah Yang Maha Agung. Nabi Muhammad diperintah bertasbih oleh Allah karena memang sudah sepatutnya bagi Allah karena semua yang ada di langit dan di bumi juga bertabih kepada Allah Yang Maha Arif lagi Bijaksana, demikianlah apabila akhir ayat al-Waqiah dimunasabahkan dengan awal surat al-Hadid.
24
DEPARTEMEN AGAMA REPUBLIK INDONESIA, …,898.
25
(41)
36
c) Munasabah Antar Surat Dengan Surat Sebelumnya
Al-Suyuty menyimpulkan bahwa munasabah antar satu surat dengan surat
sebelumnya bisa menjelaskan statemen pada surat sebelumnya.26 Contohnya
dalam surat al-Fatihah ayat 1 ada pernyataan al-hamdulillah. Ungkapan ini memiliki keterkaitan dengan surat al-Baqarah ayat 152 dan 186 yang berbunyi:
ٌا ٌ
ش ٌ
ٌ
ف
ٌ
ٌ:
(
)
ٌ
“ingatlah kepadaKu niscaya Aku akan mengingatmu dan bersyukurlah
kepadaKu dan janganlah kamu mengingkari nikmatKu”27
ٌ
ٌ فٌ
ٌ د ٌ أ ٌ
ٌ دٌ ٌ
ٌ
دٌ ج
ش ٌ
ٌ ٌ
ٌ
ف
ٌ
ٌ:
(
3
)
“dan apabila hambaKu bertanya tentang Aku, maka jawablah bahwasannya Aku dekat. Aku akan mengabulkan doa orang-orang yang berdoa kepadaKu. Maka hendaklah mereka itu memenuhi segala perintahku dan hendaklah mereka beriman kepadaKu agar mereka selalu berada dalam kebenaran”28
Kalimat “rab al-„alamin” dalam surat al-fatihah memiliki keterikatan
dengan surat al-Baqarah ayat 21-22:
ٌ ٌ
ٌ
خٌ
ٌ
ٌ
ٌ
ٌ
ٌ
ٌ
(
)
ٌ
ٌ ٌ
ٌ ء ٌ ء
ٌ ش فٌ
ٌ ٌ جٌ
26
Rosihon Anwar, Ulum al-Qur’an (Bandung: Pustaka Setia, 2007), 84.
27
DEPARTEMEN AGAMA REPUBLIK INDONESIA, …,38.
28
(42)
37
ٌ
ٌ د ٌٌَ
ٌافٌ
ٌ
ٌ ٌ ٌ خ فٌء ٌء
(
)
ٌ
“hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang -orang sebelummu, agar kamu bertakwa. Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan dia menurunkan air dari langit, lalu Dia menghasilakan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezeki untukmu, karena itu janganlah kamu mengadakan
sekutu-sekutu bagi Allah padahal kamu mengetahui”29
Di dalam surat al-baqarah juga terdapat ungkapan “zalika al-kitab la raiba
fih” yang berkaitan dengan surat ali Imran ayat 3;
ٌ
ٌ
ٌ ٌ ٌ ٌ
ٌ
ٌ
ٌ
ٌ
ا
ٌ
ٌ:
ٌ آ(
)
ٌ
“Dia menurunkan al-Kitab kepadamu dengan sebenarnya, membenarkan kitab
yang telah diturunkan sebelumnya, dan menurunkan Taurat dan Injil”.30
Nasr Abu Zaid pernah berkomentar menyangkut munasabah semacam ini. Menurutnya, hubungan khusus surat al-Fatihah dengan surat al-Baqarah adalah hubungan stilistika kebahasaan. Dan hubungan-hubungan umum lebih berkaitan dengan konten. Hubungan ini bisa dibuktikan bahwa surat al-Fatihah diakhiri dengan doa memohon petunjuk jalan yang lurus. Dan jawaban dari doa itu terdapat pada awal surat al-Baqarah yaitu, alif lam mim zalika al-kitab la raiba fih. Doa meminta petunjuk yang terdapat dalam surat
29
DEPARTEMEN AGAMA REPUBLIK INDONESIA, …,11.
30
(43)
38
al-fatihah seakan dijawab bahwa petunjuk yang kalian minta itu adalah kitab ini.
d) Munasabah antar penutup surat
Pada penutup surat al-Fatihah dijelaskan bahwa orang-orang beriman tidak menginginkan jalan/petunjuk orang yang dimurkai dan orang-orang yang sesat. Dan pada akhir surat setelahnya, yaitu surat al-Baqarah dijelaskan bahwa orang-orang beriman selalu berdoa kepada Allah agar senantiasa ditolong dari kejahatan orang-orang kafir yaitu orang-orang yang dimurkai dan sesat.
ٌ ص
ٌ
ٌ
ٌ
ٌ أ
ٌ
ٌ غٌ
ٌ
ٌ
غ
ٌ
ٌ
ٌ
ٌ ا
ٌ
ٌ ٌ
(
1
)ٌ
)
(
“Yaitu jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahkan ni‟mat kepada mereka, bukan jalan mereka yang dimurkai dan bukan pulan jalan mereka yang sesat.”31
ٌف
ٌ
ٌ
ٌ غ
ٌ
ٌ
ٌ
ٌ أ
ٌ
ا
ٌ
ف
ٌ
ٌ
ٌ
ٌ
ٌ ف
ٌ(
3
)ٌ
(
)“beri maaflah kami ampunilah kami, dan rahmatilah kami. Engkaulah Penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir”32
D. Kaidah Ilm Munasabah
Kaidah ilm munasabah yang cukup terkenal di kalangan ulama tafsir
adalah sebagaimana yang ditempuh oleh al-Biqa‟i yang mana kaidah tersebut
31
DEPARTEMEN AGAMA REPUBLIK INDONESIA, …,6.
(44)
39
didapatkan dari gurunya yang bernama Abu al-Fadl Muhammad bin Abi
‘Abdillah Muhammad bin Abi al-Qa>sim Muhammad al-Mishda>li al-Magriby. Kaidah itu adalah:
ٌ ٌ ،ٌ آ ٌ جٌ فٌ
ٌ
ٌ ف ٌ
ٌ
ٌ أ
ٌ أ
ٌ
ٌ ٌ
ٌ
ٌ
غ
ٌ
ٌ ،
ٌ ٌ
غ ٌ
ٌ ٌ
ٌ ٌ
ٌ
ٌ،
ٌ ٌ
ٌ
ٌ فٌ
ٌ ٌ
ٌ ٌ
ٌ
ٌ،
ٌ ٌ ٌ
ٌ فٌ ا ٌ
ٌ ٌ
ٌ ٌ ف
ٌ ٌ
ٌ
ٌ ٌ،ٌ ٌ
ٌ
ٌ
أ ٌ ٌ
ٌ ف ٌ غ ٌ ء شٌ غا
ٌ ف
ٌ ٌ ف
ا ٌ ء
.
ٌ ٌ
ٌ
ٌ
ٌ أ ٌ ٌ ف
ٌ
ٌ ج ٌ
ٌهٌء شٌ ٌ ٌ ٌ فٌ فٌ،ٌ آ ٌء جأٌ جٌ ٌ
د ٌه ٌ.
ٌ
ٌ ٌ فٌ،ٌ آ ٌ آٌ ٌ ًٌا
.
ٌ
Dari kaidah di atas bisa disimpulkan bahwa untuk mencari dan mengetahui
munasabah (koherensi) dalam al-Qur‟an harus melewati beberapa langkah
sebagai berikut:
1. Memperhatikan tujuan (tema) yang dimaksud oleh surat tersebut.
2. Memikirkan dan memperhatikan apa yang dibutuhkan oleh tujuan tersebut
dalam muqaddimahnya.
3. Memperhatikan susunan muqaddimah tersebut untuk mendapatkan keterkaitan
dengan tema, baik keterkaitan itu bersifat jauh ataupun dekat.
4. Membahas hal-hal yang mungkin dipertanyakan oleh pendengar/pembaca
menyangkut kandungan ayat. dengan kata lain, Ketika membahas keterkaitan
33
al-Biqa>’i,Naz}m al-Durar (Cairo: Da>r al-kutub, t.th.), 1, 18., al-Suyu>t}y, al-Itqa>n fi ‘Ulu>m al
(45)
40
ayat dalam muqaddimah tersebut, hendaknya memperhatikan hal-hal yang mungkin dipertanyakan oleh pendengar mengenai hukum-hukum atau hal-hal
penting yang berkaitan dengan ayat itu sehingga tepenuhilah balagah
(kesempurnaan penjelasan), hilanglah dahaga, sehingga pendengar tidak lagi membutuhkan pertanyaan karena uraiannya sudah jelas.
(46)
BAB V PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Kaidah „ilm al-muna>saba>t (teori koherensi) menurut Muhammad Abdullah
Darraz adalah bahwa di dalam surat al-Qur‟an pasti memiliki sistematika
jelas yang berupa; Pendahuluan, Tujuan Pokok, Penutup.
2. Implementasi teori koherensi („ilm al-muna>saba>t) Muhammad Abdullah
Darraz terhadap surat al-Baqarah menghasilkan sistematisasi sebagai
berikut; Pendahuluan (ayat 1-20) yang berisi tentang “al-Qur‟an sebagai
petunjuk”, Tujuan Pokok (ayat 21-284) yang berisi tentang pokok Iman, Islam, dan Ihsan., Penutup (285-286) yang berisi tentang pengikut
petunjuk al-Qur‟an yaitu Rasul dan Umatnya yang beriman beserta
harapan-harapan mereka kepada Allah. Pada Pendahuluan disebutkan
secara implisit adanya pengikut petunjuk al-Qur‟an. Lalu, penutupnya
menyebutkan secara eksplisit bahwa para pengikut itu adalah Rasulullah dan Umat Islam. Akhirnya, Surat terpanjang ini menjadi bagaikan satu simpul bunga yang bermacam-macam warnanya namun tetap dalam satu ikatan.
(47)
109
B. SARAN
Setelah penulis menyelesaikan tesis ini, maka saatnya penulis mengembalikan kepada para pembaca untuk merespon dan mengkritik guna menjadikan tesis ini lebih baik dan lebih berkualitas. Pada hakikatnya tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan, karena pengetahuan penulis sangat terbatas apabila dihadapkan dengan keluasaan ilmu yang ada di Dunia ini. Di atas orang yang berpengetahuan masih ada Yang Lebih berpengetahuan sebagaimana firman Allah dalam surat Yusuf ayat 76 yang berbunyi;
ٍمْلِع يِذ ِلُك َقْوَ فَو ُءاَشَن ْنَم ٍتاَجَرَد ُعَفْرَ ن
“Kami tinggikan derajat orang yang Kami kehendaki, dan di atas orang yang berpengetahuan itu ada lagi Yang Maha Mengetahui”
Semua yang telah ditulis dalam tesis ini merupakan kerja maksimal dari penulis. Apabila para pembaca mendapati kesalahan-kesalahan dalam penulis ini, maka itu bukanlah atas unsur kesengajaan penulis melainkan karena kebodohan dan kecerobohan penulis. Akan tetapi, terlepas dari itu semua, mudah-mudahan tulisan ini bisa bermanfaat, khususnya bagi penulis dan bagi para pembaca pada umumnya.
(48)
BIBLIOGRAFI
Azhary (al),Abu Mans}u>r. Taz}hi>b al-Lugat. Cairo: al-Da>r al-Mis}riyyat, t.th.
‘A<shu>r, Ibn. al-Tahri>r wa al-Tanwi>r. Tunisia: al-Da>r al-Tu>nisiyyat li al-Nashr, 1984.
Alu>sy (al). Ru>h al-Ma’a>ny. Beirut: Da>r Ih}ya>’ al-Tura>th al-‘Araby, t.th.
‘Aji>bat, Ibn.Tafsi>r Ibn ‘Ajibat. t.t.: t.p., t.th.
Abu Muhammad bin Hanbal al-Shaiba>ny, Musnad Ah}mad (t.t.: t.p., t.th.,).
Anwar, Rosihon. Ulum al-Qur’an. Bandung: Pustaka Setia, 2007.
Baid}a>wy (al). Anwa>r al-Tanzi>l wa Asra>r al-Ta’wi>l. t.t.: t.p., t.th.
Bayyu>my (al), Muhammad Rajab. al-Nahd{at al-Isla>miyat fi Siyar A’la>miha al
-Mu’a>s}iri>n. Beirut: al-Da>r al-Sha>miyat, 1995.
Bukha>ry (al),Muhammad bin Isma>’il. al-Ja>mi’ al-S}ahi>h. t.t.: t.p., t.th.
Biqa>’i (al), Naz}m al-Durar fi Tana>sub al-A<ya>t wa al-Suwar. Cairo: Da>r al-Kutub
al-Isla>my, t.th.
Da>wu>dy (al), Muh}ammad. T{abaqa>t Mufassiri>n. Beirut: Da>r Kutub
al-‘Ilmiyyat, t.th.
Darra>z, Abdullah. al-Naba’ al-‘Azi}>m. Qatar: Da>r al-Thaqa>fat, 1985.
DEPAG RI, al-Qur’an dan terjemahnya, Semarang: CV. Toha Putra, 1989.
Fa>ris, Ibn. Mu’jam Maqa>yi>s al-Lugat, t.t.: Da>r al-Fikr, 1979.
Garna>t}y (al), Abi Ja’far Ah}mad bin Ibrahi>m bin al-Zabi>r. Al-Burha>n fi> Tarti>b Suwar al-Qur’a>n. t.t.: t.p., 1990.
Gaza>ly (al),Muh}ammad. Nah}wa Tafsi>r Maud}u>’iy li Suwar al-Qur’a>n al-Kari>m. Cairo: Da>r al-Shuru>q, 1995.
(49)
111
Hadari Nawawi, Penelitian Terapan, Yogyakarta: Gajah Mada University Press,
Hibba>n (Ibn), Muhammad bin Ahmad. Sah}i>h Ibn Hibba>n bi Tarti>b ibn Bilba>n. Madinah: Muassasat} al-Risa>lat}, t.th.
‘Iwadulla>h, ‘Abba>s. Muh}a>dara>t fi al-Tafsi>r al-Maud{u>’I, Damaskus: Da>r al-Fikr, 2007.
Ibn Manz}u>r, Lisa>n al-‘Arab. Beirut: Da>r S}a>dir, t.th.
Jami>’ al-H{uqu>q Mah}fu>z}at, al-Munjid al-Wasi>t} fi al-‘Arabiyyat al-Mu’a>s}irat .Beirut: al-Maktabat al-Sharqiyyat, 2003.
Jami>’ al-H{uqu>q Mah}fu>z}at, al-Munjid al-Wasi>t} fi al-‘Arabiyyat al-Mu’a>s}irat. Beirut: al-Maktabat al-Sharqiyyat, 2003.
Khuzaimat} (Ibn), Muhammad bin Isha>q. Sah}i>h Ibn Khuzaimat}. Beirut: al-Maktab al-Isla>my, 1980.
Khalwaty (al),Isma’i>l. Ru>h al-Baya>n. Beirut: Da>r Ih}ya>’ al-Tura>th al-‘Araby, t.th. Mis}ry (al), Ibn Abi al-Is}ba’. Tah{ri>r al-Tah{bi>r. al-Jumhuriyyat} al-‘Arabiyyat} al
-Muttah}idat}: Lajnat} Ih}ya>’ al-Tura>th al-Isla>my, 1963.
__________________. Badi>’ al-Qur’a>n. Mesir: Nahd}at} Mis}r, t.th.
Ma>wardy (al). al-Nakt wa al-‘Uyu>n. t.t.: t.p., t.th.
Muhadjir, Neong. Metodologi Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Rakesarasin,
2000.
Muslim, Mus}t}afa>. Maba>hith Fi al-Tafsi>r al-Maud}u>’iy. Beirut: Da>r al-Qalam. 1989.
Munawwir, Ahmad Warson. al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia, Surabaya:
Pustaka Progresif, 1997.
Mir, Mustansir. Coherence in the Qur’a>n. Washington: American Trust
Publications, 1986.
Ma>jat}, Ibn. Sunan Ibn Ma>jat}. t.t.: t.p., t.th.
Nawa>wy (al). Minha>j fi Sharh} Muslim Hajja>j. t.t.: Bait Ifka>r al-Dauliyyat}, t.th.
(50)
112
Nawawi, Hadari . Penelitian Terapan. Yogyakarta: Gajah Mada University Press,
1994.
Naqi>b (al), Ibn. Muqaddimat Tafsi>r Ibn al-Naqi>b. Cairo: Maktabat} al-Khanjy, 1995.
Nasa>iy (al), Abu ‘Abdillah Ahmad. Sunan al-Nasa>’iy. t.t.: t.p., t.th. Naisa>bury (al-),Muslim bin al-Hajjaj. S}ahi>h Muslim. t.t.: t.p., t.th.
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
Jakarta: Pusat Bahasa, 2008.
Quraish Shihab, M. Tafsir al-Misbah:pesan, kesan dan keserasian al-Qur’an
.Jakarta: Lentera Hati, 2002.
Qard}a>wy (al),Yu>suf. al-S}abr fi al-Qur’a<n. Cairo: Maktabat Wahbat, 1989. Qat}t}a>n (al), Manna>’. Maba>h}ith fi ‘Ulu>m al-Qur’a>n. Cairo: Maktabat Wahbat,
2000.
Qut}uby (al) al-Ja>mi’ li Ah}ka>m al-Qur’a>n. Riya>d}: Da>r A<lam al-Kutub, 2003. Rashi>d Rid}a>, Muhammad. Tafsi>r al-Manna>r li Muhammad ‘Abduh. Cairo: Da>r
al-Manna>r, 1947.
Rashwa>ny, Sa>mir. Manhaj al-Tafsir al-Maud}u>’iy li al-Qur’a>n al-Kari>m. Suriah, Da>r al-Multaqa>, 2009.
Ra>d}y (al),T{a>ha>. ‚al-Naba’ al-‘Az}i>m Nad}ra>t Jadi>dat fi al-Qur’a> al-Kari>m‛, dalam http://www.alquran.ma/Article.aspx?C=5793 (3 April 2015).
Ridlwan Nasir, M. Teknik Pengembangan Metode Tafsir Muqarin Dalam
Perspektif Pemahaman Al-Qur’an. t.t.: t.p., 1997.
Sabh}a>ny, Muhammad ‘Ina>yatullah Asad. Im’a>n al-Naz}r fi Niz}a>m A<y wa al-Suwar. t.t.: Da>r ‘Amma>r, t.th.
Shatiby (Al), al-Muwafaqa>t. t.t.: Da>r Ibn ‘Affa>n, t.th. Sharbi>ny (al), Muhammad. al-Sira>j al-Muni>r. t.t.: t.p., t.th.
Sam’a>ny (al), Abu Mans}u>r. Tafsi>r al-Qur’a>n. Riyad}: Da>r al-Wat}n, 1997. Suyu>t}y (al), Jala>luddi>n. al-Itqa>n fi ‘Ulu>m al-Qur’a<n. t.t.: t.p., t.th.
(1)
BAB V PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Kaidah „ilm al-muna>saba>t (teori koherensi) menurut Muhammad Abdullah Darraz adalah bahwa di dalam surat al-Qur‟an pasti memiliki sistematika jelas yang berupa; Pendahuluan, Tujuan Pokok, Penutup.
2. Implementasi teori koherensi („ilm al-muna>saba>t) Muhammad Abdullah Darraz terhadap surat al-Baqarah menghasilkan sistematisasi sebagai berikut; Pendahuluan (ayat 1-20) yang berisi tentang “al-Qur‟an sebagai petunjuk”, Tujuan Pokok (ayat 21-284) yang berisi tentang pokok Iman, Islam, dan Ihsan., Penutup (285-286) yang berisi tentang pengikut petunjuk al-Qur‟an yaitu Rasul dan Umatnya yang beriman beserta harapan-harapan mereka kepada Allah. Pada Pendahuluan disebutkan secara implisit adanya pengikut petunjuk al-Qur‟an. Lalu, penutupnya menyebutkan secara eksplisit bahwa para pengikut itu adalah Rasulullah dan Umat Islam. Akhirnya, Surat terpanjang ini menjadi bagaikan satu simpul bunga yang bermacam-macam warnanya namun tetap dalam satu ikatan.
(2)
109
B. SARAN
Setelah penulis menyelesaikan tesis ini, maka saatnya penulis mengembalikan kepada para pembaca untuk merespon dan mengkritik guna menjadikan tesis ini lebih baik dan lebih berkualitas. Pada hakikatnya tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan, karena pengetahuan penulis sangat terbatas apabila dihadapkan dengan keluasaan ilmu yang ada di Dunia ini. Di atas orang yang berpengetahuan masih ada Yang Lebih berpengetahuan sebagaimana firman Allah dalam surat Yusuf ayat 76 yang berbunyi;
ٍمْلِع يِذ ِلُك َقْوَ فَو ُءاَشَن ْنَم ٍتاَجَرَد ُعَفْرَ ن
“Kami tinggikan derajat orang yang Kami kehendaki, dan di atas orang yang berpengetahuan itu ada lagi Yang Maha Mengetahui”Semua yang telah ditulis dalam tesis ini merupakan kerja maksimal dari penulis. Apabila para pembaca mendapati kesalahan-kesalahan dalam penulis ini, maka itu bukanlah atas unsur kesengajaan penulis melainkan karena kebodohan dan kecerobohan penulis. Akan tetapi, terlepas dari itu semua, mudah-mudahan tulisan ini bisa bermanfaat, khususnya bagi penulis dan bagi para pembaca pada umumnya.
(3)
BIBLIOGRAFI
Azhary (al),Abu Mans}u>r. Taz}hi>b al-Lugat. Cairo: al-Da>r al-Mis}riyyat, t.th. ‘A<shu>r, Ibn. al-Tahri>r wa al-Tanwi>r. Tunisia: al-Da>r al-Tu>nisiyyat li al-Nashr,
1984.
Alu>sy (al). Ru>h al-Ma’a>ny. Beirut: Da>r Ih}ya>’ al-Tura>th al-‘Araby, t.th. ‘Aji>bat, Ibn.Tafsi>r Ibn ‘Ajibat. t.t.: t.p., t.th.
Abu Muhammad bin Hanbal al-Shaiba>ny, Musnad Ah}mad (t.t.: t.p., t.th.,). Anwar, Rosihon. Ulum al-Qur’an. Bandung: Pustaka Setia, 2007.
Baid}a>wy (al). Anwa>r al-Tanzi>l wa Asra>r al-Ta’wi>l. t.t.: t.p., t.th.
Bayyu>my (al), Muhammad Rajab. al-Nahd{at al-Isla>miyat fi Siyar A’la>miha al
-Mu’a>s}iri>n. Beirut: al-Da>r al-Sha>miyat, 1995.
Bukha>ry (al),Muhammad bin Isma>’il. al-Ja>mi’ al-S}ahi>h. t.t.: t.p., t.th.
Biqa>’i (al), Naz}m al-Durar fi Tana>sub al-A<ya>t wa al-Suwar. Cairo: Da>r al-Kutub al-Isla>my, t.th.
Da>wu>dy (al), Muh}ammad. T{abaqa>t Mufassiri>n. Beirut: Da>r Kutub al-‘Ilmiyyat, t.th.
Darra>z, Abdullah. al-Naba’ al-‘Azi}>m. Qatar: Da>r al-Thaqa>fat, 1985.
DEPAG RI, al-Qur’an dan terjemahnya, Semarang: CV. Toha Putra, 1989. Fa>ris, Ibn. Mu’jam Maqa>yi>s al-Lugat, t.t.: Da>r al-Fikr, 1979.
Garna>t}y (al), Abi Ja’far Ah}mad bin Ibrahi>m bin al-Zabi>r. Al-Burha>n fi> Tarti>b Suwar al-Qur’a>n. t.t.: t.p., 1990.
Gaza>ly (al),Muh}ammad. Nah}wa Tafsi>r Maud}u>’iy li Suwar al-Qur’a>n al-Kari>m. Cairo: Da>r al-Shuru>q, 1995.
(4)
111
Hadari Nawawi, Penelitian Terapan, Yogyakarta: Gajah Mada University Press,
Hibba>n (Ibn), Muhammad bin Ahmad. Sah}i>h Ibn Hibba>n bi Tarti>b ibn Bilba>n. Madinah: Muassasat} al-Risa>lat}, t.th.
‘Iwadulla>h, ‘Abba>s. Muh}a>dara>t fi al-Tafsi>r al-Maud{u>’I, Damaskus: Da>r al-Fikr, 2007.
Ibn Manz}u>r, Lisa>n al-‘Arab. Beirut: Da>r S}a>dir, t.th.
Jami>’ al-H{uqu>q Mah}fu>z}at, al-Munjid al-Wasi>t} fi al-‘Arabiyyat al-Mu’a>s}irat .Beirut: al-Maktabat al-Sharqiyyat, 2003.
Jami>’ al-H{uqu>q Mah}fu>z}at, al-Munjid al-Wasi>t} fi al-‘Arabiyyat al-Mu’a>s}irat. Beirut: al-Maktabat al-Sharqiyyat, 2003.
Khuzaimat} (Ibn), Muhammad bin Isha>q. Sah}i>h Ibn Khuzaimat}. Beirut: al-Maktab al-Isla>my, 1980.
Khalwaty (al),Isma’i>l. Ru>h al-Baya>n. Beirut: Da>r Ih}ya>’ al-Tura>th al-‘Araby, t.th. Mis}ry (al), Ibn Abi al-Is}ba’. Tah{ri>r al-Tah{bi>r. al-Jumhuriyyat} al-‘Arabiyyat} al
-Muttah}idat}: Lajnat} Ih}ya>’ al-Tura>th al-Isla>my, 1963.
__________________. Badi>’ al-Qur’a>n. Mesir: Nahd}at} Mis}r, t.th. Ma>wardy (al). al-Nakt wa al-‘Uyu>n. t.t.: t.p., t.th.
Muhadjir, Neong. Metodologi Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Rakesarasin, 2000.
Muslim, Mus}t}afa>. Maba>hith Fi al-Tafsi>r al-Maud}u>’iy. Beirut: Da>r al-Qalam. 1989.
Munawwir, Ahmad Warson. al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia, Surabaya: Pustaka Progresif, 1997.
Mir, Mustansir. Coherence in the Qur’a>n. Washington: American Trust Publications, 1986.
Ma>jat}, Ibn. Sunan Ibn Ma>jat}. t.t.: t.p., t.th.
Nawa>wy (al). Minha>j fi Sharh} Muslim Hajja>j. t.t.: Bait Ifka>r al-Dauliyyat}, t.th.
(5)
112
Nawawi, Hadari . Penelitian Terapan. Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1994.
Naqi>b (al), Ibn. Muqaddimat Tafsi>r Ibn al-Naqi>b. Cairo: Maktabat} al-Khanjy, 1995.
Nasa>iy (al), Abu ‘Abdillah Ahmad. Sunan al-Nasa>’iy. t.t.: t.p., t.th. Naisa>bury (al-),Muslim bin al-Hajjaj. S}ahi>h Muslim. t.t.: t.p., t.th.
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Pusat Bahasa, 2008.
Quraish Shihab, M. Tafsir al-Misbah:pesan, kesan dan keserasian al-Qur’an .Jakarta: Lentera Hati, 2002.
Qard}a>wy (al),Yu>suf. al-S}abr fi al-Qur’a<n. Cairo: Maktabat Wahbat, 1989. Qat}t}a>n (al), Manna>’. Maba>h}ith fi ‘Ulu>m al-Qur’a>n. Cairo: Maktabat Wahbat,
2000.
Qut}uby (al) al-Ja>mi’ li Ah}ka>m al-Qur’a>n. Riya>d}: Da>r A<lam al-Kutub, 2003. Rashi>d Rid}a>, Muhammad. Tafsi>r al-Manna>r li Muhammad ‘Abduh. Cairo: Da>r
al-Manna>r, 1947.
Rashwa>ny, Sa>mir. Manhaj al-Tafsir al-Maud}u>’iy li al-Qur’a>n al-Kari>m. Suriah, Da>r al-Multaqa>, 2009.
Ra>d}y (al),T{a>ha>. ‚al-Naba’ al-‘Az}i>m Nad}ra>t Jadi>dat fi al-Qur’a> al-Kari>m‛, dalam http://www.alquran.ma/Article.aspx?C=5793 (3 April 2015).
Ridlwan Nasir, M. Teknik Pengembangan Metode Tafsir Muqarin Dalam Perspektif Pemahaman Al-Qur’an. t.t.: t.p., 1997.
Sabh}a>ny, Muhammad ‘Ina>yatullah Asad. Im’a>n al-Naz}r fi Niz}a>m A<y wa al-Suwar. t.t.: Da>r ‘Amma>r, t.th.
Shatiby (Al), al-Muwafaqa>t. t.t.: Da>r Ibn ‘Affa>n, t.th. Sharbi>ny (al), Muhammad. al-Sira>j al-Muni>r. t.t.: t.p., t.th.
Sam’a>ny (al), Abu Mans}u>r. Tafsi>r al-Qur’a>n. Riyad}: Da>r al-Wat}n, 1997. Suyu>t}y (al), Jala>luddi>n. al-Itqa>n fi ‘Ulu>m al-Qur’a<n. t.t.: t.p., t.th.
(6)
113
__________________. al-Itqa>n fi ‘Ulu>m al-Qur’a>n. Beirut: Da>r al-Fikr, 2008. __________________.Sharh} ‘Uqu>d al-Jama>n. Beirut: Da>r al-Fikr, t.th.
Tabary (al), Ja>mi’ al-Baya>n fi Ta’wi>l A<y al-Qur’a<n. t.p.: t.t., t.th.
Tha’laby (al), Abu Ish}aq. al-Kashf wa al-Baya>n. Beirut: Da>r Ih}ya>’ al-Tura>th al-‘Araby, 2002.
Zabi>dy (al), Muh}ammad Murtad}a>. Ta>j al-‘Aru>s. Kuwait: Mat}ba’at H{uku>mat, 1965.
Zarkashy (al), al-Burha>n fi ‘Ulu>m al-Qur’a>n. Cairo: Maktabat Da>r al-Tura>th, t.th. Zirikly (al), Khairuddin. al-A’la>m. Beirut: Da>r al-‘Ilm li al-Mala>yi>n, 2002.