ZIONISME DAN PENJAJAHAN

ZIONISME DAN PENJAJAHAN
Oleh : Radin Pudjangga
Akhir-akhir ini kebrutalan Israel terhadap Palestina, semakin tidak
terkendali.
Terutama terhadap Pemimpin Palestina, Yasser Arafat. Beberapa kali Israel
menembakkan tank-tanknya ke kediaman Yasser Arafat. Alhamdulillah Yasser Arafat
masih selamat. Mengingat keganasan dan kebuasan Israel akhir-akhir ini,
semestinya
negara-negara Islam khususnya Timur Tengah melakukan reaksi keras menentang
tindakan Israel itu. Sayangnya, sampai saat ini reaksi keras dari negara-negara
Islam
terhadap tindakan Israel itu belum terdengar. Termasuk Indonesia. Sungguh sangat
kita sayangkan.
Beberapa negara yang cukup peka terhadap persoalan-persoalan kekerasan,
sampai sekarang masih diam. Sibuk dengan persoalan terorisme yang belum jelas
kebenarannya. Terorisme, untuk sementara ini diidentikkan dengan negara-negara
Islam. Padahal kalau kita lihat, sebenarnya siapa yang paling pantas disebut
sebagai
terorisme. Israel, jelas-jelas telah melakukan pelanggaran hak azasi manusia.
Ratusan
bahkan ---mungkin--- ribuan rakyat Palestina telah menjadi korban kekerasannya.

Israel menggunakan organisasi-organisasinya dan melakukan teror sebagai salah
satu
alat untuk menjajah dan melakukan perluasan (ekspansi) wilayah. Karena pola-pola
ekspansionis bukanlah sesuatu yang asing dalam proyek-proyek zionisme, bahkan
merupakan hal yang substansial dalam setiap proyeknya dalam rangka menyelesaikan
"masalah Yahudi" dengan cara mengumpulkan jutaan orang Yahudi di kawasan
tertentu, kemudian mendirikan negara tersendiri untuk mereka.
Zionisme sebagai salah satu gerakan politik di zaman modern ini, menuntut
penempatan kembali orang-orang Yahudi di Palestina yang dianggap sebagai tanah
yang dijanjikan Tuhan. Kata zionismne sendiri diambil oleh pemikir Yahudi,
Nathan
Bernbaum, dari nama sebuah gunung "zion" yang terletak di Barat Daya Al-Quds.
Bangsa Yahudi berkeyakinan bahwa pada hari akhir, Al-Masih akan datang untuk
menuntun mereka memasuki tanah yang telah dijanjikan Tuhan. Dan ia akan
memerintah dunia dari gunung Zion. Para tokoh zionis telah mengubah makna
religius ini kepada makna politik, sebagaimana mereka juga mengubah simbol dan
slogan-slogan religius menjadi slogan atau simbol-simbol politik. Dan terlepas
dari
beragamnya aliran zionisme (aliran kanan, kiri, religius, komunis, sosialis dan
kapitalis), ada satu pernyataan yang dijadikan landasan oleh semua organisasi

zionisme, yaitu bahwa Yahudi yang terpencar-pencar di dunia ini merupakan suatu
kesatuan bangsa yang utuh tetapi terpencar di mana-mana, di tempat pengasingan,
jauh dari tanah airnya yang hakiki: Palestina.
Kaum zionis berpendapat, bahwa akar gerakan zionisme ---atau nasionalisme
Judaisme, seperti kata mereka--- berasal dari agama Yahudi itu sendiri. Dan
sejarah
Yahudi setelah peristiwa penghancuran Haikal di tangan Romawi merupakan sejarah
bangsa terpilih yang terasing, yang selalu berhubungan dengan tanah airnya yang
selalu menunggu setiap kesempatan untuk melepaskan diri. Namun para pengamat
Judaisme akan mengetahui bahwa keterkaitan Yahudi dengan masalah kembali
pulang ke tanah yang telah dijanjikan merupakan keterkaitan bersyarat yang
disebut
dalam Taurat, karena Judaisme mengharamkan setiap penganutnya untuk kembali ke

tanah yang telah dijanjikan, dan menganggap tindakan tersebut sebagai kufur
nikmat
dan lupa diri.
Dan karena kembalinya bangsa Yahudi ke tanah yang telah dijanjikan Tuhan
ini ---menurut keyakinan agama Yahudi tidak dapat dilaksanakan kecuali jika
dipimpin oleh Al-Masih sang juru selamat dan bukan dipimpin oleh gerakan

politik,
seperti organisasi zionisme internasional. Oleh karena itu, ketika organisasi
zionisme
muncul ke permukaan, langsung mendapatkan penentangan dari organisasi-organisasi
beraliran Judaisme. Dan karena itu, perlu dipelajari kembali akar historis yang
sebenarnya dari gerakan zionisme di Eropa, khususnya pada paruh kedua abad ke-19
Masehi. Kondisi masyarakat Eropa waktu itu tengah mengalami perubahan yang
sangat cepat dari bentuk feodalisme kepada kapitalisme, yang disertai ledakan
jumlah
penduduk, diantaranya ditandai dengan semakin meningkatnya jumlah populasi orang
Yahudi yang menjadi beban perekonomian kapitalis industri yang baru lahir ini.
Hal
ini menimbulkan permasalahan yang dikenal dengan "Problem Yahudi."
Visi zionisme bertemu dengan kepentingan imperialisme dalam menangani
masalah ini. Imperialisme adalah jalan untuk menguasai Palestina. Dan berdirinya
kekuatan Yahudi imperialis ini bergantung pada, pertama, keberadaan penjajahan
imperialisme di tanah tersebut, dan kedua, perlindungan kekuatan penjajah serta
pembentukan pemerintahan penjajahan yang baru untuk melaksanakan proyek zionis
ini, baik pada tahapan persiapan maupun tahapan setelahnya.
Pada mulanya, sebagai negara imperialis besar, Inggerislah yang

melaksanakan misi ini. Kemudian zionisme dan keturunannya, Israel, mulai
menyandarkan diri pada Amerika Serikat yang menjadi pelindung Israel, sumber
kekuatan dan penyokong perekonomian serta keuangan serta pelindung setiap aksi
terorisme dan pendudukannya.
Pada paruh kedua abad ke-19, negara-negara kapitalis internasional,
terutama
di Eropa Barat, telah mencapai tahapan imperialisme. Negara-negara ini
membtuhkan
sumber-sumber daya akam yang besar yang dapat menjamin kelangsungan industri
mereka yang tengah berkembang pesat. Mereka juga membutuhkan berbagai kawasan
strategis dalam jalur transportasi dunia, terutama yang menghubungkan Eropa,
Asia
dan Afrika untuk mereka kuasai. Dan waktunya sangat tepat untuk mencari pasarpasar baru bagi hasil produksi industri mereka yang berjumlah besar.
Dalam situasi ini, kekuatan imperialis, mulai menyusun rencana untuk
menguasai tiga benua, yaitu Asia, Afrika dan Amerika Latin. Negara-negara di
tiga
benua ini, kemudian dikuasai, dipecah belah dan dikuras semua kekayaan alamnya.
Dan untuk menjamin pengaruhnya terhadap negeri-negeri terjajah, kekuatan
imperialis menciptakan wilayah-wilayah tertentu sebagai wilayah jajahan tetap,
terutama di kawasan-kawasan yang berpotensi paling besar dan paling sensitif.

Dan
berdasarkan hal ini, muncullah ide imperialisme pendudukan. Dan jika Perancis
gagal
melakukan hal ini di Al-Jazair, maka rencana Anglo-Saxon telah meraih sukses di
Palestina, Afrika Selatan dan Rodesia.
Imperialisme Pendudukan merupakan bentuk imperialisme yang
memindahkan penduduk negara imperialis ke wilayah jajahan mereka dan
membangun koloni-koloni di tempat baru teresebut tanpa memperhatikan hak-hak
penduduk asli. Rencana imperialis ini membuat para penduduk asli rentan terhadap
tindakan terorisme, terutama pembantaian massal dan pengusiran. Dan jika mereka

tetap tinggal di koloni tersebut, maka mereka akan menerima perlakuan
diskriminatif
dan rasis tanpa mempedulikan hak-hak mereka untuk menentukan nasib sendiri. Hal
inilah yang terjadi di Palestina dan terhadap bangsa Palestina ketika zionisme
menyerang dan merampas tanah mereka.***
Sumber:
Suara Muhammadiyah
Edisi 08 2002