AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK DAUN Carica pubescens DARI DATARAN TINGGI DIENG TERHADAP BAKTERI PENYEBAB PENYAKIT DIARE
EL-VIVO
Vol.1, No.1, 2013 (hal 1 – 12), September 2013
ISSN: 2339-1901
http://jurnal.pasca.uns.ac.id
AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK DAUN Carica pubescens
DARI DATARAN TINGGI DIENG TERHADAP BAKTERI PENYEBAB PENYAKIT DIARE
Dhiah Novalina1, Sugiyarto2, Ari Susilowati3
1
2
3
Mahasiswa Prodi Biosain Pascasarjana UNS
Dosen Pembimbing I Program Studi Biosain Pascasarjana UNS
Dosen Pembimbing II Program Studi Biosain Pascasarjana UNS
( e-mail: dhia_novli@yahoo.com )
ABSTRAK - Diare di Indonesia masih merupakan masalah kesehatan masyarakat,
terlihat dari tingginya angka kesakitan, angka kematian serta masih sering terjadinya
kejadian luar biasa (KLB). Diare disebabkan oleh berbagai mikrobia, yaitu bakteri, parasit
dan virus. Carica pubescens merupakan tanaman lokal yang tumbuh di dataran tinggi
Dieng. Daunnya mampu menyembuhkan penyakit disentri akibat amuba. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui potensi daun C. pubescens sebagai antibakteri penyebab
penyakit diare serta untuk mengetahui senyawa fitokimia yang terkandung di dalam
organ tersebut.
Ekstraksi daun dilakukan dengan metode perkolasi, kemudian ekstrak difraksinasi
hingga diperoleh fraksi air, n-heksan dan etil asetat. Selanjutnya fraksi diuji aktivitasnya
terhadap bakteri penyebab diare, yaitu Shigella flexneri, Escherichia coli, Staphyllococcus
aureus dan Bacillus cereus dengan metode sumuran. Konsentrasi fraksi yang digunakan
adalah 50%, 25% dan 12,5%. Aktivitas antibakteri ditunjukkan dengan terbentuknya zona
hambat di sekitar sumuran. Selanjutnya data berupa diameter zona hambat dianalisis
menggunakan ANOVA dua jalan untuk mengetahui signifikansi antar perlakuan.
Pengujian kandungan fitokimia dilakukan dengan metode kromatografi lapis tipis
menggunakan plat silika gel F254.
Fraksi etil asetat dan n-heksan memiliki aktivitas antibakteri terhadap bakteri yang
diujikan, sedangkan fraksi air tidak memiliki aktivitas antibakteri. Berdasarkan
kromatografi lapis tipis daun mengandung senyawa flavonoid, alkaloid, tanin dan fenol.
Ekstrak daun C. pubescens memiliki aktivitas antibakteri terhadap S. flexneri dan B.
cereus dengan kandungan senyawa fitokimia yaitu: flavonoid, alkaloid, tanin dan fenol.
Fraksi etil asetat daun secara signifikan menunjukkan aktivitas antibakteri yang lebih
tinggi dari pada fraksi n-heksan.
Kata Kunci: Carica pubescens, antibakteri, diare, fraksi n-heksan, fraksi etil asetat
PENDAHULUAN
sekitar 4-5 juta orang meninggal karena
Diare adalah buang air besar dengan
diare.
feses berbentuk cair atau setengah cair,
merupakan
kandungan air feses lebih banyak dari
masyarakat, besarnya masalah tersebut
biasanya. Buang air besar encer tersebut
terlihat dari tingginya angka kesakitan,
dapat/tanpa disertai lendir dan darah
angka
(Ciesla et al., 2003; Guerrant et al., 2001).
terjadinya
Diare saat ini masih menjadi salah satu
(Loehoeri dan Nariswanto, 1998).
masalah
kesehatan,
jutaan
kasus
Di
Indonesia
masalah
kematian
serta
kejadian
Tingginya
dilaporkan setiap tahun dan diperkirakan
diare
angka
luar
masih
kesehatan
masih
biasa
kesakitan
sering
(KLB)
diare
disebabkan karena foodborne infection
1
EL-VIVO
Vol.1, No.1, 2013 (hal 1 – 12), September 2013
ISSN: 2339-1901
http://jurnal.pasca.uns.ac.id
dan waterborn infection yang disebabkan
Tanaman ini
karena bakteri Shigella sp., Salmonella
Carica
typhi,
berkerabat dekat dengan pepaya pada
Salmonella
Campylobacter
jejuni
parathypi,
yang
tergolong
memiliki nama sinonim
candamarcensis.
umumnya
(Carica
Tanaman
papaya),
ini
namun
dalam bakteri invasif dan Enteropathogen
mempunyai karakteristik yang berbeda.
Escherichia coli (EPEC), Staphylococcus
Bagian
aureus,
dimanfaatkan adalah buahnya, bagian
Bacillus
prefingens,
cereus,
Vibrio
Clostridium
cholerae
tergolong
dalam
bakteri
(Setiawan,
2006;
Suzanna,
yang
paling
banyak
yang
organ lain dibiarkan begitu saja atau
noninvasif
dibuang. Menurut Hidayat (2000), bagian
1993).
Di
organ
Indonesia pada tahun 1995-2001 dari
lain
juga
dapat
dimanfaatkan
sebagai sumber obat tradisional.
2.812 pasien diare akibat bakteri yang
datang kerumah
Carica
Buah
sakit dari beberapa
Carica
dapat
mempercepat
pencernaan
karbohidrat
provinsi seperti Jakarta, Padang, Medan,
menurunkan
tekanan
Denpasar, Pontianak, Makasar dan Batam
memperlancarkan
penyebab
Vibrio
menyembuhkan radang sendi, epilepsi
cholerae, diikuti dengan Shigella sp.,
dan kencing manis yang muncul karena
Salmonella sp., Vibrio parahaemoliticus,
proses pencernaan makanan yang tidak
Salmonella typhi, Campylobacter jejuni,
sempurna. Biji dapat dimanfaatkan untuk
Vibrio cholera, dan Salmonella paratyphi
mengobati penyakit akibat cacing gelang,
(Tjaniadi et al., 2003).
mengatasi
terbanyak
Dewasa
ini
adalah
penggunaan
dan
lemak,
darah
tinggi,
buang
gangguan
air
besar,
pencernaan,
obat
menyebabkan abortivum, dan mengobati
tradisional sebagai alternatif pengobatan
penyakit kulit. Getahnya dimanfaatkan
mengalami
sebagai obat luka bakar, jerawat, kutil,
peningkatan.
Hal
ini
disebabkan kecenderungan masyarakat
dan
yang menerapkan gaya hidup back to
sebagai obat cacing kremi, obat batu
nature atau kembali ke alam. Hal tersebut
ginjal, obat sakit kandung kemih, obat
juga ditunjang oleh efek samping obat
encok,
tradisional
yang
dan
berbisa.
Daunnya
harganya
yang
oleh
penyakit
akibat
relatif
kecil
terjangkau
eksem.
dan
Akarnya
luka
dimanfaatkan
akibat
gigitan
ular
menyembuhkan
cacing
kremi,
masyarakat luas (Djauhari dan Hermani,
menyembuhkan demam malaria, beri-
2004). Salah satu tanaman yang dijadikan
beri, mengobati sariawan, sembelit, dan
sebagai
disentri amuba (Hidayat, 2000).
sumber
pubescens.
obat
Tanaman
adalah
merupakan
Hingga saat ini belum ada penelitian
tanaman lokal yang tumbuh di dataran
mengenai potensi daun C. pubescens
tinggi
untuk
Dieng,
menyebutnya
ini
Carica
penduduk
dengan
setempat
sebutan
Carica.
menyembuhkan
penyakit
diare
akibat bakteri. Oleh karena itu, perlu
2
EL-VIVO
Vol.1, No.1, 2013 (hal 1 – 12), September 2013
ISSN: 2339-1901
http://jurnal.pasca.uns.ac.id
dilakukan penelitian mengenai daun C.
antibiotik
pubescens sebagai sumber antibakteri
gentamisin, plat silika gel F254, etil asetat,
terhadap
kloroform,
bakteri
penyebab
penyakit
penisilin,
metanol,
ampisilin
n-heksan,
dan
asam
diare. Selain itu, juga perlu dilakukan
asetat, FeCl3, pereaksi semprot Liberman-
penelitian mengenai senyawa fitokimia
burchard, pereaksi semprot Dragendorf
apa saja yang terkandung di dalam daun
(Puspawati, 2011).
yang
memiliki
aktivitas
antibakteri
terhadap bakteri penyebab diare. Bakteri
Persiapan Serbuk Daun
yang
ini
Sampel dicuci bersih dengan air mengalir,
dan
selanjutnya dikeringkan dalam oven pada
Enteropathogen Escherichia coli (EPEC)
suhu 37 °C hingga beratnya stabil dan
yang mewakili kelompok bakteri gram
dibuat serbuk dengan cara diblender.
digunakan
adalah
pada
penelitian
Shigella
negatif,
flexneri
Bacillus
Staphylococcus
cereus
aureus
yang
dan
mewakili
Pembuatan
kelompok bakteri gram positif.
Ekstrak
Etanol
dan
Fraksinasi
Sebanyak 100 g serbuk daun diekstraksi
BAHAN DAN METODE
dengan metode perkolasi. Hasil ekstraksi
Waktu dan Tempat Penelitian
difraksinasi
Penelitian
dilakukan
September
2012
mendapatkan
bulan
golongan
2013.
sekunder, sehingga diperoleh fraksi air,
Pengambilan sampel daun dilakukan di
n-heksan dan etil asetat. Masing-masing
Desa Sembungan Dataran Tinggi Dieng.
fraksi dipekatkan dengan oven pada suhu
Tahap persiapan hingga ekstraksi sampel
40°C
dilakukan di B2P2TOOT Tawangmangu.
(Puspawati, 2011).
Fraksinasi
dan
pada
untuk
hingga
Mei
identifikasi
utama
hingga
senyawa
metabolit
membentuk
pasta
fitokimia
dilakukan di Sublab Kimia Laboratorium
Pembuatan Media
Pusat Uns, sedangkan pengujian aktivitas
Media
antibakteri dilakukan di Sublab Biologi
untuk perbanyakan bakteri, sedangkan
Laboratorium Pusat UNS.
media yang digunakan untuk pengujian
Nutrien
Agar
(NA)
digunakan
aktivitas adalah media Mueller Hinton
Bahan
Daun
Agar (MHA),
Shigella
kisaran 7,4 ± 0,2. Selanjutnya media
Enteropathogen
tersebut disterilkan dengan autoclave
Escherichia coli EPEC 0111, Bacillus cereus
pada tekanan 1,5 atm, suhu 121 °C
NTCC 8055 dan Staphylococcus aureus
selama
ATCC
disterilkan, selanjutnya media disimpan
flexneri
C.
pubescens,
ATCC
25923
25923,
bakteri
pH media diatur pada
diperoleh
dari
Balai
Laboratorium Kesehatan Yogyakarta, disk
3
15
menit.
Setelah
media
EL-VIVO
Vol.1, No.1, 2013 (hal 1 – 12), September 2013
ISSN: 2339-1901
http://jurnal.pasca.uns.ac.id
pada suhu 8 °C dan siap digunakan
media MHA sampai rata menggunakan
(Kumar and Subrahmanyam, 2013).
kapas
lidi
steril,
selanjutnya
dibuat
sumuran pada media tersebut. Sumuran
Pembuatan Inokulum
diisi ekstrak sebanyak 40 µL dengan
Bakteri uji diinokulasikan (streak plate)
konsentrasi
ke dalam media Mueller Hinton Agar
yang menunjukkan hasil positif dalam
(MHA) dan diinkubasi selama 24 jam
penghambatan, diujikan lagi terhadap
pada suhu 37 °C. Selanjutnya satu ose
biakan bakteri dengan konsentrasi yang
bakteri uji pada media MHA tersebut
lebih
diinokulasikan ke dalam 1,5 ml Larutan
100%).
NaCl
steril
disamakan
0,9
%.
dengan
MacFarland
0,5
Kekeruhannya
Larutan
sehingga
rendah
Fraksi
Standart
100%.
Selanjutnya
(di
yang
bawah
fraksi
konsentrasi
menunjukkan
hasil
positif dalam uji pendahuluan, diujikan
dihasilkan
lagi
8
bakteri dengan jumlah 1,5 x 10 CFU/mL.
metode yang sama pada konsentrasi
Suspensi yang telah disesuaikan harus
12,5%, 25%, 50% (Poeloengan, 2007) dan
digunakan
dibandingkan
dengan
waktu 15 menit (Ahmed et al., 2010;
berupa
antibiotik
EUCAST, 2009).
kontrol
sebagai
inokulum
dalam
terhadap
disk
biakan
negatifnya
bakteri
dengan
kontrol
positif
serta
sebagai
berupa
pelarut
ekstrak (DMSO). Selanjutnya diinkubasi
Uji Aktivitas Antibakteri
Sebelum
antibakteri
selama 24 jam pada suhu 37°C. Daerah
dilakukan
yang
uji
aktivitas
pada
larutan uji diukur diameternya, diameter
penelitian ini dilakukan uji pendahuluan.
tersebut mengindikasikan bahwa ekstrak
Uji
daun Carica pubescens memiliki daya
pendahuluan
sebenarnya,
bening di sekitar sumuran yang berisi
dilakukan
untuk
menentukan aktivitas fraksi ekstrak C.
hambat
pubescens pada konsentrasi 100%. Fraksi
(Ahmed et al., 2010).
terhadap
bakteri
yang
diuji
air, n-heksan dan etil asetat dari sampel
C. pubescens diuji aktivitasnya terhadap
Kromatografi Lapis Tipis
bakteri. Metode yang digunakan adalah
Ekstrak
Agar Well Method berdasarkan metode
komponennya
yang direkomendasikan oleh Clinical and
Kromatografi Lapis Tipis. Bercak pada
Laboratory
(CLSI)
KLT diamati di bawah UV 254 dan 365
dengan beberapa penyesuaian. Metode
nm (Harborne, 1987). Fase gerak yang
tersebut digunakan untuk menentukan
digunakan
diameter
bakteri
alkaloid adalah kloroform dan metanol
(Ahmed et al., 2010). Suspensi bakteri
dengan perbandingan 1:9 (Murtadlo dkk,
yang telah dibuat, dioleskan (swab) pada
2013)
Standards
zona
Institute
hambat
oleh
4
kental
fraksi
dipisahkan
menggunakan
untuk
dengan
teknik
mengidentifikasi
pereaksi
semprot
EL-VIVO
Vol.1, No.1, 2013 (hal 1 – 12), September 2013
ISSN: 2339-1901
http://jurnal.pasca.uns.ac.id
Dragendorf. Fase gerak yang digunakan
konsentrasi suatu ekstrak, maka akan
untuk
semakin besar efek yang ditimbulkannya.
mendeteksi
kloroform
dan
flavonoid
etil
adalah
asetat
dengan
Pada
uji
pendahuluan
diketahui
perbandingan 6:4. Fase gerak untuk tanin
bahwa fraksi n-heksan dan etil asetat
adalah n-heksan dan etil asetat dengan
ekstrak daun pada konsentrasi 100 %
perbandingan 3:7 (Hayati et al., 2012)
menunjukkan
dengan
terhadap semua bakteri yang diujikan,
FeCl3
penampak
1
%
noda.
sebagai
Fase
pereaksi
gerak
aktivitas
penghambatan
yang
sedangkan fraksi air tidak menunjukkan
digunakan untuk mengidenfikasi fenol
aktivitas penghambatan terhadap semua
adalah etil asetat, metanol dan air dengan
bakteri.
perbandingan
penelitian Anibijuwon and Udeze (2009)
10:1,5:1.
FeCl3
1
%
Hal
tersebut
selaras
dengan
digunakan sebagai pereaksi penampak
yang
noda. Selanjutnya setelah fase gerak
organik C. papaya lebih efektif dari pada
sampai pada batas plat KLT bagian atas,
ekstrak air. Hal tersebut dimungkinkan
bercak pada plat diamati di bawah sinar
berkaitan dengan kelarutan kandungan
UV
dilakukan
aktif dalam pelarut organik (de Boer et
penyemprotan dengan reagen penampak
al., 2005). Selanjutnya, setelah diketahui
noda (Puspawati, 2011).
bahwa hanya fraksi n-heksan dan etil
dan
selanjutnya
asetat
menunjukkan
yang
bahwa
ekstrak
menunjukkan
aktivitas
HASIL DAN PEMBAHASAN
antibakteri terhadap bakteri yang diuji,
Uji Aktivitas Antibakteri
kemudian dilakukan pengujian aktivitas
Aktivitas
antibakteri
senyawa
antibakteri pada konsentrasi 50%, 25%
dipengaruhi oleh beberapa faktor antara
dan 12,5%. Masing–masing sumuran diisi
lain kandungan senyawa antibakteri, daya
dengan ekstrak sebanyak 40 µL, dengan
difusi
yang
kontrol positif penisilin untuk S. aureus,
ekstrak
gentamisin untuk B. cereus, ampisilin
(Jawetz et al., 1996). Konsentrasi ekstrak
untuk S. flexneri dan E. coli dan kontrol
yang
negatifnya DMSO sebagai pelarut dari
ekstrak,
dihambat
suatu
jenis
dan
bakteri
konsentrasi
semakin
tinggi
menyebabkan
terbentuknya zona bening yang semakin
masing-masing
besar. Semakin pekat konsentrasi suatu
diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37
ekstrak,
°C. Setelah 24 jam, masing-masing biakan
maka
senyawa
aktif
yang
fraksi.
Selanjutnya
terkandung di dalam ekstrak tersebut
bakteri
difoto
akan
sehingga
bening
yang
memberikan pengaruh terhadap diameter
masing
zona bening yang terbentuk (Ajizah,
(Gambar 1). Kepekaan bakteri uji ditandai
2004).
semakin
Pelczar
menambahkan
banyak,
and
bahwa
hingga
terbentuk
ekstrak
pada
nampak
oleh
tiap
zona
masingsumuran
Chan
(1986)
dengan besar diameter zona bening yang
semakin
tinggi
terbentuk, makin
5
besar
zona
bening
EL-VIVO
Vol.1, No.1, 2013 (hal 1 – 12), September 2013
A.Staphylococcus aures, B.Bacillus cereus
C.Shigella flexneri dan D.Escherichia coli dengan
Waktu Inkubasi Selama 24 Jam pada Suhu 37 °C
makin peka bakteri uji terhadap senyawa
fitokimia pada ekstrak tersebut (Kumala
et al., 2006).
Keterangan Gambar:
H50%= fraksi n-heksan 50%, H25%= fraksi nheksan 25%, H12,5%= fraksi n-heksan 12,5%,
E50%= fraksi etil asetat 50%, E25%= fraksi etil
asetat 25%, E12,5%= fraksi etil asetat 12,5%, K+=
kontrol positif (Staphylococcus aureus =
penisilin, Bacillus cereus = gentamisin, Shigella
flexneri dan Escherichia coli = ampisilin), K=kontrol negatif (DMSO)
Berdasarkan zona bening di sekitar
sumuran, diketahui bahwa ekstrak daun
menunjukkan
aktivitas
penghambatan
terhadap semua biakan bakteri. Pada S.
aureus, fraksi n-heksan ekstrak daun dan
kontrol
negatif
tidak
menunjukkan
Fitrial et al. (2008) juga menyatakan
adanya zona bening. Pada biakan B.
bahwa ekstrak etil asetat memberikan
cereus, S. flexneri dan E. coli, baik fraksi
penghambatan
n-heksan maupun etil asetat ekstrak
yang
lebih
berkaitan dengan sifat senyawa fitokimia
yang diujikan dan juga berkaitan dengan
Selain itu, dapat dilihat juga bahwa zona
sifat struktur dinding sel bakteri yang
bening terbesar terbentuk pada biakan S.
diujikan.
flexneri, yaitu pada fraksi etil asetat
Senyawa
fitokimia
yang
terekstrak ke dalam etil asetat bersifat
dengan konsentrasi 50%. Secara umum
semipolar, senyawa semipolar memiliki
berdasarkan fraksinya, fraksi etil asetat
afinitas
pada konsentrasi 50%, 25% dan 12,5%
aktivitas
tinggi
pada penelitiannya. Hal tersebut terjadi
besar
dibandingkan dengan fraksi n-heksan.
menunjukkan
relatif
terhadap bakteri diare yang diujikan
Fraksi etil asetat daun menunjukkan
bening
yang
dibandingkan dengan ekstrak n-heksan
daun menunjukkan adanya zona bening.
zona
ISSN: 2339-1901
http://jurnal.pasca.uns.ac.id
yang
lebih
tinggi
untuk
berinteraksi dengan dinding sel bakteri
penghambatan
yang
yang lebih tinggi dari pada fraksi n-
bersifat
semipermeabel
(tidak
bersifat absolut hidrofobik dan absolut
heksan pada konsentrasi yang sama.
hidrofilik). Suatu senyawa yang memiliki
afinitas optimum akan memiliki afinitas
antimikrobia
senyawa
yang
optimum
antimikrobia
keseimbangan
antara
karena
membutuhkan
hidrofilik
dan
hidrofobik dengan bakteri yang diujikan
Kanazawa et al. (1995).
Setelah zona bening pada semua
biakan difoto, kemudian zona bening
pada tiap perlakuan diukur diameternya
(Tabel 1). Diameter zona bening tersebut
Gambar 1. Ekstrak Daun C.pubescens yang
Menunjukkan Aktivitas Antibakteri terhadap
Bakteri Penyebab Penyakit Diare
menunjukkan
6
besarnya
penghambatan
EL-VIVO
Vol.1, No.1, 2013 (hal 1 – 12), September 2013
ISSN: 2339-1901
http://jurnal.pasca.uns.ac.id
diuji
hambat pada E. coli tidak berbeda dengan
signifikansi pengaruhnya menggunakan
diameter pada S. aureus, namun rata-rata
ANOVA dua jalan dengan dependent
diameter zona hambat keduanya dan B.
variable-nya diameter zona bening atau
cereus berbeda secara signifikan dengan
hambat, sedangkan independent variable-
rata-rata diameter zona hambat pada S.
nya berupa konsentrasi larutan fraksi
flexneri.
yang
terukur
selanjutnya
dengan
Berdasarkan penelitian yang telah
untuk
dilakukan diketahui bahwa ekstrak daun
mengetahui ada atau tidaknya perbedaan
C. pubescens menunjukkan penghambat-
yang signifikan antar perlakuan, selain
an terhadap bakteri yang diujikan, baik
itu juga untuk mengetahui ada atau
bakteri gram positif maupun negatif.
tidaknya
Diantara bakteri gram positif (S. aureus
dan
jenis
ANOVA
bakteri.
dua
Pengujian
jalan
interaksi
dilakukan
antar
independent
variabel-nya.
dan B. cereus) dan gram negatif (S.
Tabel 1: Diameter Zona Hambat Ekstrak Daun
Terhadap Bakteri Uji
Jenis Fraksi
Kontrol
negatif
n-heksan
12,5%
n-heksan
25%
n-heksan 50%
Etilasetat
12,5%
Etil asetat 25%
Etil asetat 50%
Kontrol
positif
X
flexneri dan E. coli) yang diujikan pada
ekstrak, bakteri gram negatif (S. flexneri)
Diameter Zona Hambat (mm)
B. cereus
0
E. coli
0
S. aureus
0
S. flexneri
0
lebih
X
0a
2
6
0
6
3,5b
4
10
0
17
6,25c
d
rentan
terhadap
ekstrak.
Hal
tersebut selaras dengan penelitian yang
dilakukan
oleh
Hema
et
al.,
(2013)
6
8
8
11
0
15
12
22
8,25
14e
terhadap ekstrak daun C. papaya yang
7
8
22
13
16
14
19
21
27
25
29
10
15,92f
18,5g
21,25h
menunjukkan bahwa ekstrak daun C.
7,25x
9,75y
10,25y
16,58z
papaya
mampu
menghambat
pertumbuhan baik bakteri gram positif
Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama
pada kolom yang sama tidak berbeda nyata
pada Uji DMRT two ways anova dengan tingkat
kepercayaan 95%
maupun bakteri gram negatif, dan yang
paling
rentan
adalah
bakteri
gram
negatif.
Berdasarkan
analisis
Menurut Garrod (1995), penghambat-
tersebut
an senyawa fitokimia terhadap bakteri
diketahui bahwa perlakuan (perbedaan
konsentrasi)
memberikan
dan
pengaruh
jenis
yang
terjadi melalui proses tunggal maupun
bakteri
gabungan dari beberapa proses, antara
berbeda
lain senyawa tersebut mengikat molekul
secara signifikan terhadap diameter zona
protein
penghambatan. Rata-rata diamater zona
zona
hambat
ion logam tersebut kehilangan aktivitas
yang
biologinya, mengubah sistem biokimia
terbentuk pada E. coli dan S. aureus serta
S.
flexneri.
Rata-rata
diameter
sebagai
logam oleh senyawa fitokimia sehingga
berbeda secara signifikan dengan ratadiameter
bertindak
khelating yaitu pengikatan selektif ion
hambat yang terbentuk pada B. cereus
rata
bakteri,
bakteri,
zona
7
parampasan
molekul
atau
EL-VIVO
Vol.1, No.1, 2013 (hal 1 – 12), September 2013
mineral
yang
dibutuhkan
ISSN: 2339-1901
http://jurnal.pasca.uns.ac.id
Etil
asetat
untuk
Coklat
tua
Hijau
0,18
0,190,32
0,75
Hitam
0,39
Hijau
0,54
Coklat
kehitama
n
0,78
pertumbuhan bakteri.
Pada penelitian ini juga digunakan
beberapa
macam
antibiotik
Aktivitas
sebagai
penghambatan
pertumbuhan
bakteri
oleh
golongan
kontrol positifnya adalah penisilin untuk
senyawa
S. aureus, gentamisin untuk B. cereus,
mekanisme
ampisilin untuk S. flexneri dan E. coli.
mekanisme penghambatan antara lain
Dari diameter zona hambatnya diketahui
destabilisasi sitoplasma dan membran
ekstrak daun mampu menyamai aktivitas
plasma,
ampisilin dalam menghambat S. flexneri
ekstraseluler
dan E. coli.
metabolisme,
fitokimia
yang
terjadi
dengan
berbeda.
penghambatan
Beberapa
enzim-enzim
dan
enzim-enzim
deprivation
atau
perampasan substrat yang diperlukan
Kandungan
Fitokimia
dalam
Daun
untuk
Carica pubescens
Pengujian
data
bakteri,
penghambatan sintesis DNA dan protein
fitokimia
berupa
pertumbuhan
nilai
juga memperoleh
RF
untuk
senyawa
yang
terdeteksi,
tersebut
bersifat
spesifik
(Bell et al, 1965).
setiap
Alkaloid
merupakan
senyawa
nilai
RF
nitrogen heterosiklik, diketahui memiliki
untuk
tiap
aktivitas antimikrobia. Secara in vivo
senyawa. Noda yang nampak dihitung
menurut Karou et al., (2006) senyawa
nilai RF-nya dan dilihat warna fluoresensi
alkaloid
yang nampak. Setelah itu diukur nilai RF-
pertumbuhan bakteri gram positif dan
nya.
gram
Jumlah
bercak
menggambarkan
dapat
negatif,
menghambat
namun
mekanisme
banyaknya komponen senyawa yang ada
penghambatan
didalamnya, harga RF dan warna bercak
terhadap bakteri belum jelas. Menurut
dicocokkan
penelitian Wink et al. (1998), senyawa
dengan
mengetahui
golongan
Berdasarkan
diketahui
pustaka
senyawanya.
pengujian
bahwa
mengandung
C.
beberapa
untuk
ajmalin,
senyawa
berbamin,
alkaloid
boldin,
sinkonin,
fitokimia
sinkonodin, emetin, harmalin, harmin,
pubescens
lobelin, norharman, quinidin, quinin dan
senyawa
aktif
sanguinarin yang tergolong ke dalam
yang berpotensi sebagai antimikrobia,
alkaloid menghambat DNA polimerase.
antara lain flavonoid, alkaloid, tanin dan
Senyawa-senyawa yang menghambat DNA
fenol (Tabel 2).
polimerase tersebut juga akan mampu
Tabel 2. Senyawa Fitokimia dan Nilai Retention
Factor (RF) yang Terdeteksi pada Daun Carica
pubescens
Jenis
Fraksi
Heksan
Flavonoid
Warna
Noda
Hijau
RF
0,05 0,27
Senyawa Fitokimia
Alkaloid
Tanin
Warna
Noda
Hijau
RF
0,46
Warna
Noda
Hijau
menghambat biosintesis protein pada
proses
menambahkan,
Fenol
RF
0,38
Warna
Noda
Hijau
translasi.
Harborne
alkaloid
dapat
(1987)
meng-
RF
ganggu
0,84
terbentuknya
komponen
penyusun peptidoglikan pada sel bakteri,
8
EL-VIVO
Vol.1, No.1, 2013 (hal 1 – 12), September 2013
ISSN: 2339-1901
http://jurnal.pasca.uns.ac.id
sehingga menyebabkan hilangnya fungsi
senyawa tersebut untuk menonaktifkan
dinding sel sebagai protektor tekanan
adhesin bakteri atau perlekatan bakteri
osmotik. Hal tersebut menyebabkan sel
pada inang, menonaktifkan enzim-enzim
bakteri menjadi peka terhadap tekanan
esensial, transport protein membran sel,
osmotik, adanya tekanan osmotik yang
dan
tinggi
dibutuhkan oleh bakteri (Bell et al., 1965,
dalam
sel
bakteri
akan
perampasan
menyebabkan terjadinya lisis pada sel
Scalbert,
bakteri tersebut.
Penonaktifan
Menurut Fitrial et al. (2008), secara in
vivo
flavonoid
antimikrobia
berfungsi
dengan
1991,
penurunan
membentuk
Min
et
al.,
adhesin
menyebabkan
sebagai
mineral
2003).
bakteri
penghambatan
daya
yang
perlekatan
atau
bakteri
terhadap sel inang, akibatnya terjadi
kompleks dengan protein ekstraseluler
penurunan
yang terdapat pada dinding sel bakteri,
Penonaktifan enzim pada bakteri terjadi
dimungkinkan hal terseut menyebabkan
karena terbentuknya senyawa kompleks
rigiditas dari dinding sel
antara tanin dengan enzim atau substrat
penurunan.
Sehingga
mengalami
mengakibatkan
enzim,
patogenitas
hal
tersebut
dari
bakteri.
mengakibatkan
falvonoid mampu menerobos dinding sel.
enzim inaktif (Brannen dan Davidson,
Selain itu, karena sifat flavonoid yang
1993;
lipofilik atau semakin lipofilik suatu
perampasan
flavonoid
terjadi
menyebabkan
flavonoid
Scalbert,
atau
dengan
1991),
sedangkan
deprivation
pembentukan
mineral
ikatan
sel,
kovalen antara gugus fungsi tanin dengan
mengurangi fluiditas dari membran sel,
mineral esensial yang dibutuhkan oleh
kemudian mendenaturasi protein yang
bakteri,
menyebabkan
metabolisme
mampu
menerobos
membran
aktivitas
metabolisme
sehingga
sel
mengakibatkan
bakteri
terganggu
bakteri terhenti (Chusnie and Andrew,
dengan tereduksinya mineral esensial
2005; Tsuchiya et al., 1996; Trease and
(Scalbert, 1991).
Evans, 1978). Pada daun teh, misalnya
Senyawa fenolik merupakan senyawa
katekin merupakan flavonoid yang dapat
yang penting karena merupakan kelas
menerobos membran lipid bilayer dan
besar
mengganggu fluiditasnya yang semula
penyusun
semipermeabel
permeabel,
antimikroba senyawa fenolik secara in
sehingga arus pertukaran molekul dari
vivo adalah dengan mengganggu kerja
dalam keluar sel menjadi terganggu.
membran sitoplasma bakteri, termasuk
Tanin
terdapat
menjadi
berasa
pada
sepat
tumbuhan
dan
diantara
dengan
tanaman.
Mekanisme
diantaranya mengganggu transpor aktif
banyak
dan kekuatan proton (Harborne, 1987).
hijau. Aksi
tanin sebagai antimikrobia secara in vivo
berhubungan
senyawa-senyawa
KESIMPULAN
kemampuan
9
EL-VIVO
Vol.1, No.1, 2013 (hal 1 – 12), September 2013
1. Fraksi etil asetat dan n-heksan ekstrak
daun
secara
signifikan
Djauhariya, E., dan Hermani. 2004. Gulma
Berkhasiat Obat. Jakarta: Penerbit
Penebar Swadaya. Hal. 4.
EUCAST.
2009.
Antimicrobial
Susceptibility Testing: EUCAST Disk
Diffusion
Method.
Version
1.0,
December
18,
2009.
European
Committee
on
Antimicrobial
Susceptibility Testing.
Fitrial,Y., M. Astawan, S.S. Soekarto, K.G.
Wiryawan, T. Wresdiyati, R. Khairina.
2008. Aktivitas Antibakteri Ekstrak
Biji Teratai Terhadap Bakteri Patogen
Penyebab Diare. J. Teknol. dan
Industri Pangan. 19 (2): 158-164.
Garrod, L. P., Lambert, H. P. and O’Gray, F.
1995. Antibiotics and Chemotherapy,
4th Ed. New York. p. 501-512.
Guerrant RL, Gilder TV, Steiner TS, et al.
2001. Practice Guidelines for the
Management of Infectious Diarrhea.
Clinical Infectious Diseases. 32: 33151.
Harborne, J.B. 1987. Metode Fitokimia,
Penuntun Cara Modern Menganalisis
Tumbuhan.
Terbitan
Kedua.
Diterjemahkan
oleh
Kosasih
Padmawinata dan Iwang Soediro.
Penerbit ITB Bandung. Bandung.
Hayati, E.K.., A. Jannah, R. Ningsih. 2012.
Identifikasi Senyawa dan Aktivitas
Antimalaria in vivo Ekstrak Etil
Asetat
Tanaman
Anting-anting
(Acalypha indica L.). Molekul. 7 (1):
20–32.
memiliki
aktivitas antibakteri terhadap Shigella
flexneri dan Bacillus cereus.
2. Fraksi etil asetat secara signifikan
menunjukkan
aktivitas
ISSN: 2339-1901
http://jurnal.pasca.uns.ac.id
antibakteri
yang lebih tinggi dari pada fraksi nheksan.
3. Senyawa fitokimia memiliki aktivitas
antibakteri terhadap bakteri penyebab
diare dengan kandungan fitokimianya
yaitu flavonoid, alkaloid, tanin dan
fenol.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmed, D., A. Waheed, M. A. Chaudhary,
S. R. Khan, A. Hannan and M. Barkaat.
2010. Nutritional and Antimicrobial
Studies on Leaves and Fruit of
Carissa Opaca Stapf Ex Haines.
EJEAFChe. 9 (10): 1631-1640.
Ajizah, A.. 2004. Sensitivitas Salmonella
thypimurium Terhadap kstrak Daun
Psidium guajava L.. J. Bioscientiae. 1
(1): 31-38.
Anibijuwon, I.I., and A.O. Udeze. 2009.
Antimicrobial Activity of Carica
Papaya (Pawpaw Leaf) on Some
Pathogenic Organisms of Clinical
Origin from South-Western Nigeria.
Ethnobotanical Leaflets, 13: 850-64.
Bell TA, John L, Smart WWG. 1965.
Pectinase and cellulose enzyme
inhibitor from sericea and certain
other plants. Botanical Gazette. 126:
40-45.
de Boer, H. J., Kool, A., Broberg, A.,
Mziray, W. R., Hedberg, I. and
Levenfors, J. J. 2005. Antifungal and
antibacterial activity of some herbal
remedies
from
Tanzania.
J.
Etnopharm. 96: 461-469.
Hema, T.A., Arya A.S., S Suseelan, John
Celetinal R.K and Divya P.V. 2013.
Antimicrobial Activity of Five South
Indian Medicinal Plants Againts
Clinical Pathogens. Int J Pharm Bio
Sci. 4 (1): 70–80.
Hidayat, S. 2000. Prospek Pepaya Gunung
(Carica pubescens Lenne & K. Koch)
dari Sikunang, Pegunungan Dieng,
Wonosobo. UPT Balai Pengembangan
Kebun Raya-LIPI. Bogor.
Jawetz, E.; Melnick, J.L. dan Adelberg,
E.A. 1996. Mikrobiologi Kedokteran,
Ed ke-20, penerjemah: Edi Nugroho
dan R.F. Maulany, Buku Kedokteran,
EGC, Jakarta.
Kanazawa, A., T. Ikeda and T. Endo. 1995.
A novel Approach to Mode of Action
10
EL-VIVO
Vol.1, No.1, 2013 (hal 1 – 12), September 2013
ISSN: 2339-1901
http://jurnal.pasca.uns.ac.id
of Cationic Biocides Morphological
Effect on Bacterial Activity. J. Appl.
Bacterial. 78: 55-60.
Kar, A and S.K. Borthakur. 2007. Medical
Plants
Used
Againt
Dysentery,
Diarrhoea and Cholera by The Tribes
of Erstwhile Kameng District of
Arunachal Pradesh. Natural Product
Radiance. 7 (2): 176-18.
Karou, D. 2006. Antibacterial activity of
alkaloids from Sida acuta. African J.
of Biotechnology. 5 (2): 195-200.
Kumala, S., F. Shanny dan P. Wahyudi.
2006.
Aktivitas
Aantimikroba
Metabolit Bioaktif Mikroba Endofitik
Tanaman Trengguli (Cassia fistula L.).
Jurnal Farmasi Indonesia. 3 (2): 97–
102.
Kumar, G. V. P and S. N. Subrahmanyam.
2013. Phytochemical analysis, in-vitro
screening for antimicrobial and
anthelmintic activity of combined
hydroalcoholic seed extracts of four
selected folklore indian medicinal
plants. Der Pharmacia Lettre. 5 (1):
168-176.
Loeheri S dan Nariswanto H. 1998.
Mikrobiologi Penyebab gastroenteritis
akut pada orang dewasa yang
dirawat di bangsal Penyakit Dalam
RSUP Dr Sardjito Yogyakarta: Acta
Medica Indonesiana.
Poeloengan, M., Andriyani, I. Komala and
M. Hasnita. 2007. Uji Antibakteri
Ekstrak Etanol Kulit Batang Bungur
(Largerstoremia
speciosa
Pers)
Terhadap Staphylococcus aureus dan
Escherichia coli Secara In Vitro.
Seminar
Nasional
Teknologi
Perternakan dan Veteriner.
Pratiwi, S. I. 2008. Aktivitas Antibakteri
Tepung Daun Jarak (Jatropha curcas
L.) pada Berbagai Bakteri Saluran
Pencernaan Ayam Broiler secara in
vitro. Skripsi. Program Studi Ilmu
Nutrisi
dan
Makanan
Ternak.
Fakultas
Peternakan.
Institut
Pertanian Bogor.
Puspawati,
N.
2011.
Aktivitas
Antimikrobia dan Profil Kromatografi
Lapis Tipis dari Ekstrak Meniran
Merah (Phyllanthus urinaria) dan
Hasil
Fraksinasinya
terhadap
Staphylococcus aureus ATCC 25923.
Tesis.
Program
Pascasarjana.
Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
Scalbert
A.
1991.
Antimicrobial
properties of tannin. Phytochem. 30:
3875-3883.
Simajuntak, C.H. 1991. Epidemiologi
Disentri. Pusat Penelitian Penyakit
Menular, Rattan Penelitian dan
Pengembangan
Kesehatan,
Departemen Kesehatan R.I., Jakarta.
Min BR, Barry TN, Attwood GT, McNabb
WC. 2003. The effect of condensed
tannins on the nutrition and health
of ruminants fed fresh temperate
forages: a review. Anim. Feed Sci.
Technol. 106: 3-19.
Murtadlo,Y., D. Kusrini, dan E. Fachriyah.
2013. Isolasi, Identifikasi Senyawa
Alkaloid Total Daun Tempuyung
(Sonchus arvensis Linn) dan Uji
Sitotoksik dengan Metode BSLT
(Brine Shrimp Lethality Test). Chem
Info. 1(1): 379 – 385.
Pelczar, M.J. dan Chan, E.C.S. 1986.
Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jilid ke-1,
Penerjemah : Hadioetomo, R.S., Imas,
T., Tjitrosomo, S.S., dan Angka, S.L.
Universitas Indonesia Press. Jakarta.
Trease, G.E. and Evans, W.C.,. 1978. A
Textbook of Pharmacognosy. 11th Ed,
Bailliere-Tindal. London.
Tsuchiya,H., M. Sato, T. Miyazaki, S.
Fujiwara, S. Tanigaki, M. Ohyama, T.
Tanaka and M. Iinuma, J. 1996.
Ethnopharmacol. 50: 27–34.
Wink, M., T. Schmeler and B. LatzBruning. 1998. Modes of Action of
Allelochemical Alcaloids: Interaction
with Neuroreceptors, DNA and Other
Molecular Targets. Jour. Chem. Ecol.
24 (11): 1881-1936.
Zein, U., K.H Sagala dan D. Ginting. 2004.
Diare Akut Disebabkan Bakteri.
Fakultas Kedokteran, Divisi Penyakit
Tropik dan Infeksi, Bagian Ilmu
Penyakit
Dalam,
Universitas
Sumatera Utara
11
Vol.1, No.1, 2013 (hal 1 – 12), September 2013
ISSN: 2339-1901
http://jurnal.pasca.uns.ac.id
AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK DAUN Carica pubescens
DARI DATARAN TINGGI DIENG TERHADAP BAKTERI PENYEBAB PENYAKIT DIARE
Dhiah Novalina1, Sugiyarto2, Ari Susilowati3
1
2
3
Mahasiswa Prodi Biosain Pascasarjana UNS
Dosen Pembimbing I Program Studi Biosain Pascasarjana UNS
Dosen Pembimbing II Program Studi Biosain Pascasarjana UNS
( e-mail: dhia_novli@yahoo.com )
ABSTRAK - Diare di Indonesia masih merupakan masalah kesehatan masyarakat,
terlihat dari tingginya angka kesakitan, angka kematian serta masih sering terjadinya
kejadian luar biasa (KLB). Diare disebabkan oleh berbagai mikrobia, yaitu bakteri, parasit
dan virus. Carica pubescens merupakan tanaman lokal yang tumbuh di dataran tinggi
Dieng. Daunnya mampu menyembuhkan penyakit disentri akibat amuba. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui potensi daun C. pubescens sebagai antibakteri penyebab
penyakit diare serta untuk mengetahui senyawa fitokimia yang terkandung di dalam
organ tersebut.
Ekstraksi daun dilakukan dengan metode perkolasi, kemudian ekstrak difraksinasi
hingga diperoleh fraksi air, n-heksan dan etil asetat. Selanjutnya fraksi diuji aktivitasnya
terhadap bakteri penyebab diare, yaitu Shigella flexneri, Escherichia coli, Staphyllococcus
aureus dan Bacillus cereus dengan metode sumuran. Konsentrasi fraksi yang digunakan
adalah 50%, 25% dan 12,5%. Aktivitas antibakteri ditunjukkan dengan terbentuknya zona
hambat di sekitar sumuran. Selanjutnya data berupa diameter zona hambat dianalisis
menggunakan ANOVA dua jalan untuk mengetahui signifikansi antar perlakuan.
Pengujian kandungan fitokimia dilakukan dengan metode kromatografi lapis tipis
menggunakan plat silika gel F254.
Fraksi etil asetat dan n-heksan memiliki aktivitas antibakteri terhadap bakteri yang
diujikan, sedangkan fraksi air tidak memiliki aktivitas antibakteri. Berdasarkan
kromatografi lapis tipis daun mengandung senyawa flavonoid, alkaloid, tanin dan fenol.
Ekstrak daun C. pubescens memiliki aktivitas antibakteri terhadap S. flexneri dan B.
cereus dengan kandungan senyawa fitokimia yaitu: flavonoid, alkaloid, tanin dan fenol.
Fraksi etil asetat daun secara signifikan menunjukkan aktivitas antibakteri yang lebih
tinggi dari pada fraksi n-heksan.
Kata Kunci: Carica pubescens, antibakteri, diare, fraksi n-heksan, fraksi etil asetat
PENDAHULUAN
sekitar 4-5 juta orang meninggal karena
Diare adalah buang air besar dengan
diare.
feses berbentuk cair atau setengah cair,
merupakan
kandungan air feses lebih banyak dari
masyarakat, besarnya masalah tersebut
biasanya. Buang air besar encer tersebut
terlihat dari tingginya angka kesakitan,
dapat/tanpa disertai lendir dan darah
angka
(Ciesla et al., 2003; Guerrant et al., 2001).
terjadinya
Diare saat ini masih menjadi salah satu
(Loehoeri dan Nariswanto, 1998).
masalah
kesehatan,
jutaan
kasus
Di
Indonesia
masalah
kematian
serta
kejadian
Tingginya
dilaporkan setiap tahun dan diperkirakan
diare
angka
luar
masih
kesehatan
masih
biasa
kesakitan
sering
(KLB)
diare
disebabkan karena foodborne infection
1
EL-VIVO
Vol.1, No.1, 2013 (hal 1 – 12), September 2013
ISSN: 2339-1901
http://jurnal.pasca.uns.ac.id
dan waterborn infection yang disebabkan
Tanaman ini
karena bakteri Shigella sp., Salmonella
Carica
typhi,
berkerabat dekat dengan pepaya pada
Salmonella
Campylobacter
jejuni
parathypi,
yang
tergolong
memiliki nama sinonim
candamarcensis.
umumnya
(Carica
Tanaman
papaya),
ini
namun
dalam bakteri invasif dan Enteropathogen
mempunyai karakteristik yang berbeda.
Escherichia coli (EPEC), Staphylococcus
Bagian
aureus,
dimanfaatkan adalah buahnya, bagian
Bacillus
prefingens,
cereus,
Vibrio
Clostridium
cholerae
tergolong
dalam
bakteri
(Setiawan,
2006;
Suzanna,
yang
paling
banyak
yang
organ lain dibiarkan begitu saja atau
noninvasif
dibuang. Menurut Hidayat (2000), bagian
1993).
Di
organ
Indonesia pada tahun 1995-2001 dari
lain
juga
dapat
dimanfaatkan
sebagai sumber obat tradisional.
2.812 pasien diare akibat bakteri yang
datang kerumah
Carica
Buah
sakit dari beberapa
Carica
dapat
mempercepat
pencernaan
karbohidrat
provinsi seperti Jakarta, Padang, Medan,
menurunkan
tekanan
Denpasar, Pontianak, Makasar dan Batam
memperlancarkan
penyebab
Vibrio
menyembuhkan radang sendi, epilepsi
cholerae, diikuti dengan Shigella sp.,
dan kencing manis yang muncul karena
Salmonella sp., Vibrio parahaemoliticus,
proses pencernaan makanan yang tidak
Salmonella typhi, Campylobacter jejuni,
sempurna. Biji dapat dimanfaatkan untuk
Vibrio cholera, dan Salmonella paratyphi
mengobati penyakit akibat cacing gelang,
(Tjaniadi et al., 2003).
mengatasi
terbanyak
Dewasa
ini
adalah
penggunaan
dan
lemak,
darah
tinggi,
buang
gangguan
air
besar,
pencernaan,
obat
menyebabkan abortivum, dan mengobati
tradisional sebagai alternatif pengobatan
penyakit kulit. Getahnya dimanfaatkan
mengalami
sebagai obat luka bakar, jerawat, kutil,
peningkatan.
Hal
ini
disebabkan kecenderungan masyarakat
dan
yang menerapkan gaya hidup back to
sebagai obat cacing kremi, obat batu
nature atau kembali ke alam. Hal tersebut
ginjal, obat sakit kandung kemih, obat
juga ditunjang oleh efek samping obat
encok,
tradisional
yang
dan
berbisa.
Daunnya
harganya
yang
oleh
penyakit
akibat
relatif
kecil
terjangkau
eksem.
dan
Akarnya
luka
dimanfaatkan
akibat
gigitan
ular
menyembuhkan
cacing
kremi,
masyarakat luas (Djauhari dan Hermani,
menyembuhkan demam malaria, beri-
2004). Salah satu tanaman yang dijadikan
beri, mengobati sariawan, sembelit, dan
sebagai
disentri amuba (Hidayat, 2000).
sumber
pubescens.
obat
Tanaman
adalah
merupakan
Hingga saat ini belum ada penelitian
tanaman lokal yang tumbuh di dataran
mengenai potensi daun C. pubescens
tinggi
untuk
Dieng,
menyebutnya
ini
Carica
penduduk
dengan
setempat
sebutan
Carica.
menyembuhkan
penyakit
diare
akibat bakteri. Oleh karena itu, perlu
2
EL-VIVO
Vol.1, No.1, 2013 (hal 1 – 12), September 2013
ISSN: 2339-1901
http://jurnal.pasca.uns.ac.id
dilakukan penelitian mengenai daun C.
antibiotik
pubescens sebagai sumber antibakteri
gentamisin, plat silika gel F254, etil asetat,
terhadap
kloroform,
bakteri
penyebab
penyakit
penisilin,
metanol,
ampisilin
n-heksan,
dan
asam
diare. Selain itu, juga perlu dilakukan
asetat, FeCl3, pereaksi semprot Liberman-
penelitian mengenai senyawa fitokimia
burchard, pereaksi semprot Dragendorf
apa saja yang terkandung di dalam daun
(Puspawati, 2011).
yang
memiliki
aktivitas
antibakteri
terhadap bakteri penyebab diare. Bakteri
Persiapan Serbuk Daun
yang
ini
Sampel dicuci bersih dengan air mengalir,
dan
selanjutnya dikeringkan dalam oven pada
Enteropathogen Escherichia coli (EPEC)
suhu 37 °C hingga beratnya stabil dan
yang mewakili kelompok bakteri gram
dibuat serbuk dengan cara diblender.
digunakan
adalah
pada
penelitian
Shigella
negatif,
flexneri
Bacillus
Staphylococcus
cereus
aureus
yang
dan
mewakili
Pembuatan
kelompok bakteri gram positif.
Ekstrak
Etanol
dan
Fraksinasi
Sebanyak 100 g serbuk daun diekstraksi
BAHAN DAN METODE
dengan metode perkolasi. Hasil ekstraksi
Waktu dan Tempat Penelitian
difraksinasi
Penelitian
dilakukan
September
2012
mendapatkan
bulan
golongan
2013.
sekunder, sehingga diperoleh fraksi air,
Pengambilan sampel daun dilakukan di
n-heksan dan etil asetat. Masing-masing
Desa Sembungan Dataran Tinggi Dieng.
fraksi dipekatkan dengan oven pada suhu
Tahap persiapan hingga ekstraksi sampel
40°C
dilakukan di B2P2TOOT Tawangmangu.
(Puspawati, 2011).
Fraksinasi
dan
pada
untuk
hingga
Mei
identifikasi
utama
hingga
senyawa
metabolit
membentuk
pasta
fitokimia
dilakukan di Sublab Kimia Laboratorium
Pembuatan Media
Pusat Uns, sedangkan pengujian aktivitas
Media
antibakteri dilakukan di Sublab Biologi
untuk perbanyakan bakteri, sedangkan
Laboratorium Pusat UNS.
media yang digunakan untuk pengujian
Nutrien
Agar
(NA)
digunakan
aktivitas adalah media Mueller Hinton
Bahan
Daun
Agar (MHA),
Shigella
kisaran 7,4 ± 0,2. Selanjutnya media
Enteropathogen
tersebut disterilkan dengan autoclave
Escherichia coli EPEC 0111, Bacillus cereus
pada tekanan 1,5 atm, suhu 121 °C
NTCC 8055 dan Staphylococcus aureus
selama
ATCC
disterilkan, selanjutnya media disimpan
flexneri
C.
pubescens,
ATCC
25923
25923,
bakteri
pH media diatur pada
diperoleh
dari
Balai
Laboratorium Kesehatan Yogyakarta, disk
3
15
menit.
Setelah
media
EL-VIVO
Vol.1, No.1, 2013 (hal 1 – 12), September 2013
ISSN: 2339-1901
http://jurnal.pasca.uns.ac.id
pada suhu 8 °C dan siap digunakan
media MHA sampai rata menggunakan
(Kumar and Subrahmanyam, 2013).
kapas
lidi
steril,
selanjutnya
dibuat
sumuran pada media tersebut. Sumuran
Pembuatan Inokulum
diisi ekstrak sebanyak 40 µL dengan
Bakteri uji diinokulasikan (streak plate)
konsentrasi
ke dalam media Mueller Hinton Agar
yang menunjukkan hasil positif dalam
(MHA) dan diinkubasi selama 24 jam
penghambatan, diujikan lagi terhadap
pada suhu 37 °C. Selanjutnya satu ose
biakan bakteri dengan konsentrasi yang
bakteri uji pada media MHA tersebut
lebih
diinokulasikan ke dalam 1,5 ml Larutan
100%).
NaCl
steril
disamakan
0,9
%.
dengan
MacFarland
0,5
Kekeruhannya
Larutan
sehingga
rendah
Fraksi
Standart
100%.
Selanjutnya
(di
yang
bawah
fraksi
konsentrasi
menunjukkan
hasil
positif dalam uji pendahuluan, diujikan
dihasilkan
lagi
8
bakteri dengan jumlah 1,5 x 10 CFU/mL.
metode yang sama pada konsentrasi
Suspensi yang telah disesuaikan harus
12,5%, 25%, 50% (Poeloengan, 2007) dan
digunakan
dibandingkan
dengan
waktu 15 menit (Ahmed et al., 2010;
berupa
antibiotik
EUCAST, 2009).
kontrol
sebagai
inokulum
dalam
terhadap
disk
biakan
negatifnya
bakteri
dengan
kontrol
positif
serta
sebagai
berupa
pelarut
ekstrak (DMSO). Selanjutnya diinkubasi
Uji Aktivitas Antibakteri
Sebelum
antibakteri
selama 24 jam pada suhu 37°C. Daerah
dilakukan
yang
uji
aktivitas
pada
larutan uji diukur diameternya, diameter
penelitian ini dilakukan uji pendahuluan.
tersebut mengindikasikan bahwa ekstrak
Uji
daun Carica pubescens memiliki daya
pendahuluan
sebenarnya,
bening di sekitar sumuran yang berisi
dilakukan
untuk
menentukan aktivitas fraksi ekstrak C.
hambat
pubescens pada konsentrasi 100%. Fraksi
(Ahmed et al., 2010).
terhadap
bakteri
yang
diuji
air, n-heksan dan etil asetat dari sampel
C. pubescens diuji aktivitasnya terhadap
Kromatografi Lapis Tipis
bakteri. Metode yang digunakan adalah
Ekstrak
Agar Well Method berdasarkan metode
komponennya
yang direkomendasikan oleh Clinical and
Kromatografi Lapis Tipis. Bercak pada
Laboratory
(CLSI)
KLT diamati di bawah UV 254 dan 365
dengan beberapa penyesuaian. Metode
nm (Harborne, 1987). Fase gerak yang
tersebut digunakan untuk menentukan
digunakan
diameter
bakteri
alkaloid adalah kloroform dan metanol
(Ahmed et al., 2010). Suspensi bakteri
dengan perbandingan 1:9 (Murtadlo dkk,
yang telah dibuat, dioleskan (swab) pada
2013)
Standards
zona
Institute
hambat
oleh
4
kental
fraksi
dipisahkan
menggunakan
untuk
dengan
teknik
mengidentifikasi
pereaksi
semprot
EL-VIVO
Vol.1, No.1, 2013 (hal 1 – 12), September 2013
ISSN: 2339-1901
http://jurnal.pasca.uns.ac.id
Dragendorf. Fase gerak yang digunakan
konsentrasi suatu ekstrak, maka akan
untuk
semakin besar efek yang ditimbulkannya.
mendeteksi
kloroform
dan
flavonoid
etil
adalah
asetat
dengan
Pada
uji
pendahuluan
diketahui
perbandingan 6:4. Fase gerak untuk tanin
bahwa fraksi n-heksan dan etil asetat
adalah n-heksan dan etil asetat dengan
ekstrak daun pada konsentrasi 100 %
perbandingan 3:7 (Hayati et al., 2012)
menunjukkan
dengan
terhadap semua bakteri yang diujikan,
FeCl3
penampak
1
%
noda.
sebagai
Fase
pereaksi
gerak
aktivitas
penghambatan
yang
sedangkan fraksi air tidak menunjukkan
digunakan untuk mengidenfikasi fenol
aktivitas penghambatan terhadap semua
adalah etil asetat, metanol dan air dengan
bakteri.
perbandingan
penelitian Anibijuwon and Udeze (2009)
10:1,5:1.
FeCl3
1
%
Hal
tersebut
selaras
dengan
digunakan sebagai pereaksi penampak
yang
noda. Selanjutnya setelah fase gerak
organik C. papaya lebih efektif dari pada
sampai pada batas plat KLT bagian atas,
ekstrak air. Hal tersebut dimungkinkan
bercak pada plat diamati di bawah sinar
berkaitan dengan kelarutan kandungan
UV
dilakukan
aktif dalam pelarut organik (de Boer et
penyemprotan dengan reagen penampak
al., 2005). Selanjutnya, setelah diketahui
noda (Puspawati, 2011).
bahwa hanya fraksi n-heksan dan etil
dan
selanjutnya
asetat
menunjukkan
yang
bahwa
ekstrak
menunjukkan
aktivitas
HASIL DAN PEMBAHASAN
antibakteri terhadap bakteri yang diuji,
Uji Aktivitas Antibakteri
kemudian dilakukan pengujian aktivitas
Aktivitas
antibakteri
senyawa
antibakteri pada konsentrasi 50%, 25%
dipengaruhi oleh beberapa faktor antara
dan 12,5%. Masing–masing sumuran diisi
lain kandungan senyawa antibakteri, daya
dengan ekstrak sebanyak 40 µL, dengan
difusi
yang
kontrol positif penisilin untuk S. aureus,
ekstrak
gentamisin untuk B. cereus, ampisilin
(Jawetz et al., 1996). Konsentrasi ekstrak
untuk S. flexneri dan E. coli dan kontrol
yang
negatifnya DMSO sebagai pelarut dari
ekstrak,
dihambat
suatu
jenis
dan
bakteri
konsentrasi
semakin
tinggi
menyebabkan
terbentuknya zona bening yang semakin
masing-masing
besar. Semakin pekat konsentrasi suatu
diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37
ekstrak,
°C. Setelah 24 jam, masing-masing biakan
maka
senyawa
aktif
yang
fraksi.
Selanjutnya
terkandung di dalam ekstrak tersebut
bakteri
difoto
akan
sehingga
bening
yang
memberikan pengaruh terhadap diameter
masing
zona bening yang terbentuk (Ajizah,
(Gambar 1). Kepekaan bakteri uji ditandai
2004).
semakin
Pelczar
menambahkan
banyak,
and
bahwa
hingga
terbentuk
ekstrak
pada
nampak
oleh
tiap
zona
masingsumuran
Chan
(1986)
dengan besar diameter zona bening yang
semakin
tinggi
terbentuk, makin
5
besar
zona
bening
EL-VIVO
Vol.1, No.1, 2013 (hal 1 – 12), September 2013
A.Staphylococcus aures, B.Bacillus cereus
C.Shigella flexneri dan D.Escherichia coli dengan
Waktu Inkubasi Selama 24 Jam pada Suhu 37 °C
makin peka bakteri uji terhadap senyawa
fitokimia pada ekstrak tersebut (Kumala
et al., 2006).
Keterangan Gambar:
H50%= fraksi n-heksan 50%, H25%= fraksi nheksan 25%, H12,5%= fraksi n-heksan 12,5%,
E50%= fraksi etil asetat 50%, E25%= fraksi etil
asetat 25%, E12,5%= fraksi etil asetat 12,5%, K+=
kontrol positif (Staphylococcus aureus =
penisilin, Bacillus cereus = gentamisin, Shigella
flexneri dan Escherichia coli = ampisilin), K=kontrol negatif (DMSO)
Berdasarkan zona bening di sekitar
sumuran, diketahui bahwa ekstrak daun
menunjukkan
aktivitas
penghambatan
terhadap semua biakan bakteri. Pada S.
aureus, fraksi n-heksan ekstrak daun dan
kontrol
negatif
tidak
menunjukkan
Fitrial et al. (2008) juga menyatakan
adanya zona bening. Pada biakan B.
bahwa ekstrak etil asetat memberikan
cereus, S. flexneri dan E. coli, baik fraksi
penghambatan
n-heksan maupun etil asetat ekstrak
yang
lebih
berkaitan dengan sifat senyawa fitokimia
yang diujikan dan juga berkaitan dengan
Selain itu, dapat dilihat juga bahwa zona
sifat struktur dinding sel bakteri yang
bening terbesar terbentuk pada biakan S.
diujikan.
flexneri, yaitu pada fraksi etil asetat
Senyawa
fitokimia
yang
terekstrak ke dalam etil asetat bersifat
dengan konsentrasi 50%. Secara umum
semipolar, senyawa semipolar memiliki
berdasarkan fraksinya, fraksi etil asetat
afinitas
pada konsentrasi 50%, 25% dan 12,5%
aktivitas
tinggi
pada penelitiannya. Hal tersebut terjadi
besar
dibandingkan dengan fraksi n-heksan.
menunjukkan
relatif
terhadap bakteri diare yang diujikan
Fraksi etil asetat daun menunjukkan
bening
yang
dibandingkan dengan ekstrak n-heksan
daun menunjukkan adanya zona bening.
zona
ISSN: 2339-1901
http://jurnal.pasca.uns.ac.id
yang
lebih
tinggi
untuk
berinteraksi dengan dinding sel bakteri
penghambatan
yang
yang lebih tinggi dari pada fraksi n-
bersifat
semipermeabel
(tidak
bersifat absolut hidrofobik dan absolut
heksan pada konsentrasi yang sama.
hidrofilik). Suatu senyawa yang memiliki
afinitas optimum akan memiliki afinitas
antimikrobia
senyawa
yang
optimum
antimikrobia
keseimbangan
antara
karena
membutuhkan
hidrofilik
dan
hidrofobik dengan bakteri yang diujikan
Kanazawa et al. (1995).
Setelah zona bening pada semua
biakan difoto, kemudian zona bening
pada tiap perlakuan diukur diameternya
(Tabel 1). Diameter zona bening tersebut
Gambar 1. Ekstrak Daun C.pubescens yang
Menunjukkan Aktivitas Antibakteri terhadap
Bakteri Penyebab Penyakit Diare
menunjukkan
6
besarnya
penghambatan
EL-VIVO
Vol.1, No.1, 2013 (hal 1 – 12), September 2013
ISSN: 2339-1901
http://jurnal.pasca.uns.ac.id
diuji
hambat pada E. coli tidak berbeda dengan
signifikansi pengaruhnya menggunakan
diameter pada S. aureus, namun rata-rata
ANOVA dua jalan dengan dependent
diameter zona hambat keduanya dan B.
variable-nya diameter zona bening atau
cereus berbeda secara signifikan dengan
hambat, sedangkan independent variable-
rata-rata diameter zona hambat pada S.
nya berupa konsentrasi larutan fraksi
flexneri.
yang
terukur
selanjutnya
dengan
Berdasarkan penelitian yang telah
untuk
dilakukan diketahui bahwa ekstrak daun
mengetahui ada atau tidaknya perbedaan
C. pubescens menunjukkan penghambat-
yang signifikan antar perlakuan, selain
an terhadap bakteri yang diujikan, baik
itu juga untuk mengetahui ada atau
bakteri gram positif maupun negatif.
tidaknya
Diantara bakteri gram positif (S. aureus
dan
jenis
ANOVA
bakteri.
dua
Pengujian
jalan
interaksi
dilakukan
antar
independent
variabel-nya.
dan B. cereus) dan gram negatif (S.
Tabel 1: Diameter Zona Hambat Ekstrak Daun
Terhadap Bakteri Uji
Jenis Fraksi
Kontrol
negatif
n-heksan
12,5%
n-heksan
25%
n-heksan 50%
Etilasetat
12,5%
Etil asetat 25%
Etil asetat 50%
Kontrol
positif
X
flexneri dan E. coli) yang diujikan pada
ekstrak, bakteri gram negatif (S. flexneri)
Diameter Zona Hambat (mm)
B. cereus
0
E. coli
0
S. aureus
0
S. flexneri
0
lebih
X
0a
2
6
0
6
3,5b
4
10
0
17
6,25c
d
rentan
terhadap
ekstrak.
Hal
tersebut selaras dengan penelitian yang
dilakukan
oleh
Hema
et
al.,
(2013)
6
8
8
11
0
15
12
22
8,25
14e
terhadap ekstrak daun C. papaya yang
7
8
22
13
16
14
19
21
27
25
29
10
15,92f
18,5g
21,25h
menunjukkan bahwa ekstrak daun C.
7,25x
9,75y
10,25y
16,58z
papaya
mampu
menghambat
pertumbuhan baik bakteri gram positif
Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama
pada kolom yang sama tidak berbeda nyata
pada Uji DMRT two ways anova dengan tingkat
kepercayaan 95%
maupun bakteri gram negatif, dan yang
paling
rentan
adalah
bakteri
gram
negatif.
Berdasarkan
analisis
Menurut Garrod (1995), penghambat-
tersebut
an senyawa fitokimia terhadap bakteri
diketahui bahwa perlakuan (perbedaan
konsentrasi)
memberikan
dan
pengaruh
jenis
yang
terjadi melalui proses tunggal maupun
bakteri
gabungan dari beberapa proses, antara
berbeda
lain senyawa tersebut mengikat molekul
secara signifikan terhadap diameter zona
protein
penghambatan. Rata-rata diamater zona
zona
hambat
ion logam tersebut kehilangan aktivitas
yang
biologinya, mengubah sistem biokimia
terbentuk pada E. coli dan S. aureus serta
S.
flexneri.
Rata-rata
diameter
sebagai
logam oleh senyawa fitokimia sehingga
berbeda secara signifikan dengan ratadiameter
bertindak
khelating yaitu pengikatan selektif ion
hambat yang terbentuk pada B. cereus
rata
bakteri,
bakteri,
zona
7
parampasan
molekul
atau
EL-VIVO
Vol.1, No.1, 2013 (hal 1 – 12), September 2013
mineral
yang
dibutuhkan
ISSN: 2339-1901
http://jurnal.pasca.uns.ac.id
Etil
asetat
untuk
Coklat
tua
Hijau
0,18
0,190,32
0,75
Hitam
0,39
Hijau
0,54
Coklat
kehitama
n
0,78
pertumbuhan bakteri.
Pada penelitian ini juga digunakan
beberapa
macam
antibiotik
Aktivitas
sebagai
penghambatan
pertumbuhan
bakteri
oleh
golongan
kontrol positifnya adalah penisilin untuk
senyawa
S. aureus, gentamisin untuk B. cereus,
mekanisme
ampisilin untuk S. flexneri dan E. coli.
mekanisme penghambatan antara lain
Dari diameter zona hambatnya diketahui
destabilisasi sitoplasma dan membran
ekstrak daun mampu menyamai aktivitas
plasma,
ampisilin dalam menghambat S. flexneri
ekstraseluler
dan E. coli.
metabolisme,
fitokimia
yang
terjadi
dengan
berbeda.
penghambatan
Beberapa
enzim-enzim
dan
enzim-enzim
deprivation
atau
perampasan substrat yang diperlukan
Kandungan
Fitokimia
dalam
Daun
untuk
Carica pubescens
Pengujian
data
bakteri,
penghambatan sintesis DNA dan protein
fitokimia
berupa
pertumbuhan
nilai
juga memperoleh
RF
untuk
senyawa
yang
terdeteksi,
tersebut
bersifat
spesifik
(Bell et al, 1965).
setiap
Alkaloid
merupakan
senyawa
nilai
RF
nitrogen heterosiklik, diketahui memiliki
untuk
tiap
aktivitas antimikrobia. Secara in vivo
senyawa. Noda yang nampak dihitung
menurut Karou et al., (2006) senyawa
nilai RF-nya dan dilihat warna fluoresensi
alkaloid
yang nampak. Setelah itu diukur nilai RF-
pertumbuhan bakteri gram positif dan
nya.
gram
Jumlah
bercak
menggambarkan
dapat
negatif,
menghambat
namun
mekanisme
banyaknya komponen senyawa yang ada
penghambatan
didalamnya, harga RF dan warna bercak
terhadap bakteri belum jelas. Menurut
dicocokkan
penelitian Wink et al. (1998), senyawa
dengan
mengetahui
golongan
Berdasarkan
diketahui
pustaka
senyawanya.
pengujian
bahwa
mengandung
C.
beberapa
untuk
ajmalin,
senyawa
berbamin,
alkaloid
boldin,
sinkonin,
fitokimia
sinkonodin, emetin, harmalin, harmin,
pubescens
lobelin, norharman, quinidin, quinin dan
senyawa
aktif
sanguinarin yang tergolong ke dalam
yang berpotensi sebagai antimikrobia,
alkaloid menghambat DNA polimerase.
antara lain flavonoid, alkaloid, tanin dan
Senyawa-senyawa yang menghambat DNA
fenol (Tabel 2).
polimerase tersebut juga akan mampu
Tabel 2. Senyawa Fitokimia dan Nilai Retention
Factor (RF) yang Terdeteksi pada Daun Carica
pubescens
Jenis
Fraksi
Heksan
Flavonoid
Warna
Noda
Hijau
RF
0,05 0,27
Senyawa Fitokimia
Alkaloid
Tanin
Warna
Noda
Hijau
RF
0,46
Warna
Noda
Hijau
menghambat biosintesis protein pada
proses
menambahkan,
Fenol
RF
0,38
Warna
Noda
Hijau
translasi.
Harborne
alkaloid
dapat
(1987)
meng-
RF
ganggu
0,84
terbentuknya
komponen
penyusun peptidoglikan pada sel bakteri,
8
EL-VIVO
Vol.1, No.1, 2013 (hal 1 – 12), September 2013
ISSN: 2339-1901
http://jurnal.pasca.uns.ac.id
sehingga menyebabkan hilangnya fungsi
senyawa tersebut untuk menonaktifkan
dinding sel sebagai protektor tekanan
adhesin bakteri atau perlekatan bakteri
osmotik. Hal tersebut menyebabkan sel
pada inang, menonaktifkan enzim-enzim
bakteri menjadi peka terhadap tekanan
esensial, transport protein membran sel,
osmotik, adanya tekanan osmotik yang
dan
tinggi
dibutuhkan oleh bakteri (Bell et al., 1965,
dalam
sel
bakteri
akan
perampasan
menyebabkan terjadinya lisis pada sel
Scalbert,
bakteri tersebut.
Penonaktifan
Menurut Fitrial et al. (2008), secara in
vivo
flavonoid
antimikrobia
berfungsi
dengan
1991,
penurunan
membentuk
Min
et
al.,
adhesin
menyebabkan
sebagai
mineral
2003).
bakteri
penghambatan
daya
yang
perlekatan
atau
bakteri
terhadap sel inang, akibatnya terjadi
kompleks dengan protein ekstraseluler
penurunan
yang terdapat pada dinding sel bakteri,
Penonaktifan enzim pada bakteri terjadi
dimungkinkan hal terseut menyebabkan
karena terbentuknya senyawa kompleks
rigiditas dari dinding sel
antara tanin dengan enzim atau substrat
penurunan.
Sehingga
mengalami
mengakibatkan
enzim,
patogenitas
hal
tersebut
dari
bakteri.
mengakibatkan
falvonoid mampu menerobos dinding sel.
enzim inaktif (Brannen dan Davidson,
Selain itu, karena sifat flavonoid yang
1993;
lipofilik atau semakin lipofilik suatu
perampasan
flavonoid
terjadi
menyebabkan
flavonoid
Scalbert,
atau
dengan
1991),
sedangkan
deprivation
pembentukan
mineral
ikatan
sel,
kovalen antara gugus fungsi tanin dengan
mengurangi fluiditas dari membran sel,
mineral esensial yang dibutuhkan oleh
kemudian mendenaturasi protein yang
bakteri,
menyebabkan
metabolisme
mampu
menerobos
membran
aktivitas
metabolisme
sehingga
sel
mengakibatkan
bakteri
terganggu
bakteri terhenti (Chusnie and Andrew,
dengan tereduksinya mineral esensial
2005; Tsuchiya et al., 1996; Trease and
(Scalbert, 1991).
Evans, 1978). Pada daun teh, misalnya
Senyawa fenolik merupakan senyawa
katekin merupakan flavonoid yang dapat
yang penting karena merupakan kelas
menerobos membran lipid bilayer dan
besar
mengganggu fluiditasnya yang semula
penyusun
semipermeabel
permeabel,
antimikroba senyawa fenolik secara in
sehingga arus pertukaran molekul dari
vivo adalah dengan mengganggu kerja
dalam keluar sel menjadi terganggu.
membran sitoplasma bakteri, termasuk
Tanin
terdapat
menjadi
berasa
pada
sepat
tumbuhan
dan
diantara
dengan
tanaman.
Mekanisme
diantaranya mengganggu transpor aktif
banyak
dan kekuatan proton (Harborne, 1987).
hijau. Aksi
tanin sebagai antimikrobia secara in vivo
berhubungan
senyawa-senyawa
KESIMPULAN
kemampuan
9
EL-VIVO
Vol.1, No.1, 2013 (hal 1 – 12), September 2013
1. Fraksi etil asetat dan n-heksan ekstrak
daun
secara
signifikan
Djauhariya, E., dan Hermani. 2004. Gulma
Berkhasiat Obat. Jakarta: Penerbit
Penebar Swadaya. Hal. 4.
EUCAST.
2009.
Antimicrobial
Susceptibility Testing: EUCAST Disk
Diffusion
Method.
Version
1.0,
December
18,
2009.
European
Committee
on
Antimicrobial
Susceptibility Testing.
Fitrial,Y., M. Astawan, S.S. Soekarto, K.G.
Wiryawan, T. Wresdiyati, R. Khairina.
2008. Aktivitas Antibakteri Ekstrak
Biji Teratai Terhadap Bakteri Patogen
Penyebab Diare. J. Teknol. dan
Industri Pangan. 19 (2): 158-164.
Garrod, L. P., Lambert, H. P. and O’Gray, F.
1995. Antibiotics and Chemotherapy,
4th Ed. New York. p. 501-512.
Guerrant RL, Gilder TV, Steiner TS, et al.
2001. Practice Guidelines for the
Management of Infectious Diarrhea.
Clinical Infectious Diseases. 32: 33151.
Harborne, J.B. 1987. Metode Fitokimia,
Penuntun Cara Modern Menganalisis
Tumbuhan.
Terbitan
Kedua.
Diterjemahkan
oleh
Kosasih
Padmawinata dan Iwang Soediro.
Penerbit ITB Bandung. Bandung.
Hayati, E.K.., A. Jannah, R. Ningsih. 2012.
Identifikasi Senyawa dan Aktivitas
Antimalaria in vivo Ekstrak Etil
Asetat
Tanaman
Anting-anting
(Acalypha indica L.). Molekul. 7 (1):
20–32.
memiliki
aktivitas antibakteri terhadap Shigella
flexneri dan Bacillus cereus.
2. Fraksi etil asetat secara signifikan
menunjukkan
aktivitas
ISSN: 2339-1901
http://jurnal.pasca.uns.ac.id
antibakteri
yang lebih tinggi dari pada fraksi nheksan.
3. Senyawa fitokimia memiliki aktivitas
antibakteri terhadap bakteri penyebab
diare dengan kandungan fitokimianya
yaitu flavonoid, alkaloid, tanin dan
fenol.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmed, D., A. Waheed, M. A. Chaudhary,
S. R. Khan, A. Hannan and M. Barkaat.
2010. Nutritional and Antimicrobial
Studies on Leaves and Fruit of
Carissa Opaca Stapf Ex Haines.
EJEAFChe. 9 (10): 1631-1640.
Ajizah, A.. 2004. Sensitivitas Salmonella
thypimurium Terhadap kstrak Daun
Psidium guajava L.. J. Bioscientiae. 1
(1): 31-38.
Anibijuwon, I.I., and A.O. Udeze. 2009.
Antimicrobial Activity of Carica
Papaya (Pawpaw Leaf) on Some
Pathogenic Organisms of Clinical
Origin from South-Western Nigeria.
Ethnobotanical Leaflets, 13: 850-64.
Bell TA, John L, Smart WWG. 1965.
Pectinase and cellulose enzyme
inhibitor from sericea and certain
other plants. Botanical Gazette. 126:
40-45.
de Boer, H. J., Kool, A., Broberg, A.,
Mziray, W. R., Hedberg, I. and
Levenfors, J. J. 2005. Antifungal and
antibacterial activity of some herbal
remedies
from
Tanzania.
J.
Etnopharm. 96: 461-469.
Hema, T.A., Arya A.S., S Suseelan, John
Celetinal R.K and Divya P.V. 2013.
Antimicrobial Activity of Five South
Indian Medicinal Plants Againts
Clinical Pathogens. Int J Pharm Bio
Sci. 4 (1): 70–80.
Hidayat, S. 2000. Prospek Pepaya Gunung
(Carica pubescens Lenne & K. Koch)
dari Sikunang, Pegunungan Dieng,
Wonosobo. UPT Balai Pengembangan
Kebun Raya-LIPI. Bogor.
Jawetz, E.; Melnick, J.L. dan Adelberg,
E.A. 1996. Mikrobiologi Kedokteran,
Ed ke-20, penerjemah: Edi Nugroho
dan R.F. Maulany, Buku Kedokteran,
EGC, Jakarta.
Kanazawa, A., T. Ikeda and T. Endo. 1995.
A novel Approach to Mode of Action
10
EL-VIVO
Vol.1, No.1, 2013 (hal 1 – 12), September 2013
ISSN: 2339-1901
http://jurnal.pasca.uns.ac.id
of Cationic Biocides Morphological
Effect on Bacterial Activity. J. Appl.
Bacterial. 78: 55-60.
Kar, A and S.K. Borthakur. 2007. Medical
Plants
Used
Againt
Dysentery,
Diarrhoea and Cholera by The Tribes
of Erstwhile Kameng District of
Arunachal Pradesh. Natural Product
Radiance. 7 (2): 176-18.
Karou, D. 2006. Antibacterial activity of
alkaloids from Sida acuta. African J.
of Biotechnology. 5 (2): 195-200.
Kumala, S., F. Shanny dan P. Wahyudi.
2006.
Aktivitas
Aantimikroba
Metabolit Bioaktif Mikroba Endofitik
Tanaman Trengguli (Cassia fistula L.).
Jurnal Farmasi Indonesia. 3 (2): 97–
102.
Kumar, G. V. P and S. N. Subrahmanyam.
2013. Phytochemical analysis, in-vitro
screening for antimicrobial and
anthelmintic activity of combined
hydroalcoholic seed extracts of four
selected folklore indian medicinal
plants. Der Pharmacia Lettre. 5 (1):
168-176.
Loeheri S dan Nariswanto H. 1998.
Mikrobiologi Penyebab gastroenteritis
akut pada orang dewasa yang
dirawat di bangsal Penyakit Dalam
RSUP Dr Sardjito Yogyakarta: Acta
Medica Indonesiana.
Poeloengan, M., Andriyani, I. Komala and
M. Hasnita. 2007. Uji Antibakteri
Ekstrak Etanol Kulit Batang Bungur
(Largerstoremia
speciosa
Pers)
Terhadap Staphylococcus aureus dan
Escherichia coli Secara In Vitro.
Seminar
Nasional
Teknologi
Perternakan dan Veteriner.
Pratiwi, S. I. 2008. Aktivitas Antibakteri
Tepung Daun Jarak (Jatropha curcas
L.) pada Berbagai Bakteri Saluran
Pencernaan Ayam Broiler secara in
vitro. Skripsi. Program Studi Ilmu
Nutrisi
dan
Makanan
Ternak.
Fakultas
Peternakan.
Institut
Pertanian Bogor.
Puspawati,
N.
2011.
Aktivitas
Antimikrobia dan Profil Kromatografi
Lapis Tipis dari Ekstrak Meniran
Merah (Phyllanthus urinaria) dan
Hasil
Fraksinasinya
terhadap
Staphylococcus aureus ATCC 25923.
Tesis.
Program
Pascasarjana.
Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
Scalbert
A.
1991.
Antimicrobial
properties of tannin. Phytochem. 30:
3875-3883.
Simajuntak, C.H. 1991. Epidemiologi
Disentri. Pusat Penelitian Penyakit
Menular, Rattan Penelitian dan
Pengembangan
Kesehatan,
Departemen Kesehatan R.I., Jakarta.
Min BR, Barry TN, Attwood GT, McNabb
WC. 2003. The effect of condensed
tannins on the nutrition and health
of ruminants fed fresh temperate
forages: a review. Anim. Feed Sci.
Technol. 106: 3-19.
Murtadlo,Y., D. Kusrini, dan E. Fachriyah.
2013. Isolasi, Identifikasi Senyawa
Alkaloid Total Daun Tempuyung
(Sonchus arvensis Linn) dan Uji
Sitotoksik dengan Metode BSLT
(Brine Shrimp Lethality Test). Chem
Info. 1(1): 379 – 385.
Pelczar, M.J. dan Chan, E.C.S. 1986.
Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jilid ke-1,
Penerjemah : Hadioetomo, R.S., Imas,
T., Tjitrosomo, S.S., dan Angka, S.L.
Universitas Indonesia Press. Jakarta.
Trease, G.E. and Evans, W.C.,. 1978. A
Textbook of Pharmacognosy. 11th Ed,
Bailliere-Tindal. London.
Tsuchiya,H., M. Sato, T. Miyazaki, S.
Fujiwara, S. Tanigaki, M. Ohyama, T.
Tanaka and M. Iinuma, J. 1996.
Ethnopharmacol. 50: 27–34.
Wink, M., T. Schmeler and B. LatzBruning. 1998. Modes of Action of
Allelochemical Alcaloids: Interaction
with Neuroreceptors, DNA and Other
Molecular Targets. Jour. Chem. Ecol.
24 (11): 1881-1936.
Zein, U., K.H Sagala dan D. Ginting. 2004.
Diare Akut Disebabkan Bakteri.
Fakultas Kedokteran, Divisi Penyakit
Tropik dan Infeksi, Bagian Ilmu
Penyakit
Dalam,
Universitas
Sumatera Utara
11