Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Ruku-Ruku (Ocimum sanctum L.) dan Formulasi Sediaan Obat Kumur-Kumur

(1)

UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL

DAUN RUKU-RUKU (Ocimum sanctum L.)

DAN FORMULASI SEDIAAN

OBAT KUMUR-KUMUR

SKRIPSI

OLEH: WIDYA AKARINA

NIM 091524042

PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL

DAUN RUKU-RUKU (Ocimum sanctum L.)

DAN FORMULASI SEDIAAN

OBAT KUMUR-KUMUR

Diajukan untuk melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

OLEH: WIDYA AKARINA

NIM 091524042

PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

PENGESAHAN SKRIPSI

UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL

DAUN RUKU-RUKU (Ocimum sanctum L.)

DAN FORMULASI SEDIAAN

OBAT KUMUR-KUMUR

OLEH: WIDYA AKARINA

NIM 091524042

Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara Pada tanggal: Juli 2011

Pembimbing I, Panitia Penguji,

Dr. Kasmirul Ramlan Sinaga, MS., Apt. Prof. Dr. M. Timbul Simanjutak, M.Sc., Apt. NIP 195504241983031003 NIP 195212041980021001

Pembimbing II, Dr. Kasmirul Ramlan Sinaga, MS., Apt. NIP 195504241983031003

Dra. Erly Sitompul, M.Si., Apt. NIP 195006121980032001

Dra. Nazliniwaty, M.Si., Apt. NIP 196005111989022001

Dra. Suwarti Aris, M.Si., Apt. NIP 195107231982032001

Dekan

Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt. NIP 195311281983031002


(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT atas limpahan berkah dan karuniaNya yang luar biasa besar, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi yang berjudul Uji Aktivitas Antibakteri

Ekstrak Etanol Daun Ruku-Ruku (Ocimum sanctum L.) dan Formulasi Sediaan Obat Kumur-Kumur sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Farmasi di Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Daun tumbuhan ruku-ruku (Ocimum sanctum L.) merupakan salah satu bagian tanaman yang perlu dikembangkan manfaatnya. Selama ini masyarakat menggunakan daun ruku-ruku secara tradisional sebagai obat sakit gigi. Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi bahwa daun ruku-ruku dan sediaan obat kumur-kumur dapat digunakan sebagai obat sakit gigi.

Penulis menyampaikan rasa terima kasih yang tiada terhingga kepada Ayahanda Muhammad Jamil Sulaiman, dan Ibunda Rosmawaty, Adinda Dwi Putri Akarina dan Harun Karunia yang senantiasa mendoakan dan memberikan dukungan moril dan materil yang tiada putus-putusnya.

Penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih serta penghargaan kepada: 1. Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan beserta para

Pembantu Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan fasilitas serta sarana.

2. Bapak Dr. Kasmirul Ramlan Sinaga M.S., Apt., sebagai pembimbing, terima kasih atas segala arahan dan nasehat, membimbing serta memberi seluruh fasilitas yang diberikan selama proses penelitian.


(5)

3. Ibu Dra. Erly Sitompul, M.Si., Apt., sebagai pembimbing dan selaku Kepala Laboratorium Mikrobiologi yang telah membimbing dan mengarahkan selama melakukan penelitian hingga selesainya penulisan skripsi ini dan terima kasih atas seluruh fasilitas yang diberikan selama proses penelitian.

4. Bapak dan Ibu staf pengajar Fakultas Farmasi USU yang telah mendidik penulis selama masa perkuliahan dan Ibu Dra. Nazliniwaty, M.Si., Apt., selaku penasehat akademik yang telah memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis selama ini.

5. Bapak Prof. Dr. M. Timbul Simanjutak, M.Sc., Apt., Ibu Dra. Nazliniwaty, M.Si., Apt., Ibu Dra. Suwarti Aris, M.Si., Apt., selaku dosen penguji yang telah memberikan saran, arahan, kritik dan masukan kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

6. Rekan-rekan mahasiswa Ekstensi Farmasi stambuk 2009 atas dukungan, semangat dan bantuan selama ini selama masa perkuliahan sampai penyusunan skripsi ini.

Penulis paham bahwa tulisan ini masih jauh dari titik kesempurnaan, untuk itu sangat diharapkan masukan berupa kritik dan saran yang konstruktif demi penyempurnaannya. Akhir kata, harapan penulis semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua dan dapat menjadi sumbangan yang berarti bagi ilmu pengetahuan

khususnya di bidang farmasi.

Medan, Juli 2011 Penulis,


(6)

UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL DAUN RUKU-RUKU (Ocimum sanctum L.) DAN FORMULASI SEDIAAN OBAT

KUMUR-KUMUR Abstrak

Daun tumbuhan ruku-ruku (Ocimum sanctum L.) merupakan salah satu bagian tanaman yang perlu dikembangkan manfaatnya, misalnya untuk mengobati sakit perut, batuk, pencuci luka dan sakit gigi. Selama ini masyarakat menggunakan daun ruku-ruku sebagai obat sakit gigi, oleh karena itu perlu dilakukan penelitian pemanfaatan daun ruku-ruku.

Pada penelitian ini dilakukan uji aktivitas antibakteri ekstrak etanol daun ruku dan sediaan obat kumur yang mengandung ekstrak etanol daun ruku-ruku terhadap bakteri Staphylococcus aureus, Streptococcus mutans dan Streptococcus sp. (bakteri isolasi dari specimen) yang dilakukan secara invitro memakai metode difusi agar dengan cakram silinder logam. Sampel daun ruku-ruku diambil secara purposif dari jalan Selamat No. 80, Kecamatan Medan Amplas, Medan.

Hasil aktivitas antibakteri dari ekstrak etanol daun ruku-ruku menunjukkan bahwa konsentrasi hambat minimum terhadap bakteri Staphylococcus aureus, Streptococcus mutans dan Streptococcus sp (bakteri isolasi dari specimen) yaitu sebesar 40 mg/ml. Ekstrak etanol daun ruku-ruku memberikan batas daerah hambat yang efektif pada konsentrasi 90 mg/ml terhadap bakteri Staphylococcus aureus dengan diameter 14 mm pada konsentrasi 80 mg/ml terhadap bakteri Streptococcus mutans dengan diameter 14,3 mm pada konsentrasi 90 mg/ml terhadap bakteri Streptococcus sp (bakteri isolasi dari specimen) dengan diameter 14,7 mm. Pengujian sediaan obat kumur-kumur ekstrak etanol daun ruku-ruku pada FI, FII dan FIII memberikan hasil diameter zona hambatan yang memuaskan terhadap ketiga bakteri yaitu lebih besar dari 14 mm terhadap bakteri Streptococcus mutans, Staphylococcus aureus, dan Streptococcus sp. (bakteri isolasi dari specimen).

Kata kunci : Ekstrak daun ruku-ruku, Antibakteri, Staphylococcus, Streptococcus, Obat kumur-kumur.


(7)

TEST OF ANTIBACTERIAL ACTIVITY ON ETHANOL EXTRACT OF RUKU-RUKU LEAVE (Ocimum sanctum L.) AND FORMULATION OF

MOUTHWASH Abstract

Ruku-ruku leave (Ocimum sanctum L.) is part of plant with various use such as for the stomachage, antihistamine, injury wash, and toothache. In the last time, the people use the ruku-ruku leave for treatment of toothache. Therefore it is important to study the useful of the ruku-ruku leave.

This research conduct a test of antibacterial activity on ethanol extract of ruku-ruku leave and the formulation of mouthwash that contain ethanol extract from ruku-ruku leave to the bacteria of Staphylococcus aureus, Streptococcus mutans and Streptococcus sp. (isolated bacteria from specimen) in vitro using agar diffusion method by metal cylinder disk. The sample of ruku-ruku leave took purposively at Jalan Selamat No. 80, Subdistrict of Medan Amplas, Medan.

Antibacterial activity provide of ethanol extract of ruku-ruku leave indicates that the minimum blocked concentration to the Staphylococcus aureus, Streptococcus mutans and Streptococcus sp. bacteria (isolated bacteria from specimen) is 40 mg/ml. The ethanol extract of ruku-ruku leave has an effective blocked to the concentration of 90 mm/ml to the bacteria of staphylococcus aureus in 14 mm in diameter on the concentration 80 mg/ml to the bacteria Streptococcus mutans on 14.3 mm in diameter on concentration 90 mg/ml to the bacteria Streptococcus sp. (isolated bacteria from specimen) with diameter 14.7 mm. The testing on ethanol extract ruku-ruku leave of mouthwash on F1, FII, and FIII provide the block zone diameter that satisfy the three of bacteria with the diameter more than 14 mm to the bacteria Strepotococcus mutans, Staphylococcus aureus, and Streptococcus sp. (Isolated bacteria from specimen).

Keywords : Extract ruku-ruku leave, Antibacterial, Staphylococcus, Streptococcus, Mouthwash.


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Hipotesis ... 4

1.4 Tujuan Penelitian ... 4

1.5 Manfaat Penelitian ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tumbuhan Ruku-ruku... 6

2.1.1 Sinonim ... 6

2.1.2 Klasifikasi ... 6

2.1.3 Morfologi ... 6

2.1.4 Kandungan kimia ... 7


(9)

2.2 Ekstraksi ... 7

2.3 Uraian Bakteri ... 10

2.3.1 Perkembangbiakan bakteri ... 11

2.3.2 Media pertumbuhan bakteri ... 13

2.3.3 Fase pertumbuhan bakteri ... 14

2.4 Bakteri Streptococcus mutans ... 16

2.4.1 Sistematika bakteri Streptococcus mutans ... 16

2.4.2 Uraian bakteri Streptococcus mutans ... 16

2.4.3 Karies gigi ... 16

2.5 Bakteri Staphylococcus aureus ... 17

2.5.1 Sistematika bakteri Staphylococcus aureus ... 17

2.5.2 Uraian bakteri Staphylococcus aureus ... 17

2.6 Uji Aktivitas Antibakteri ... 18

2.7 Obat Kumur ... 19

2.8 Komposisi Obat Kumur ... 20

2.8.1 Saccharin ... 20

2.8.2 Menthol ... 21

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Alat dan Bahan ... 23

3.1.1 Alat-alat ... 23

3.1.2 Bahan-bahan ... 23

3.2 Pengambilan Sampel Tumbuhan ... 24

3.2.1 Determinasi tumbuhan ... 24

3.2.2 Pembuatan simplisia ... 24


(10)

3.3.1 Pembuatan ekstrak etanol daun ruku-ruku secara

maserasi ... 25

3.4 Pembuatan Media ... 25

3.4.1 Pembuatan media nutrient Agar (NA) ... 25

3.4.2 Pembuatan agar miring ... 26

3.5 Isolasi Mikroba Dari Specimen ... 26

3.5.1 Identifikasi Mikroba Specimen dengan pengecatan gram ... 26

3.6 Pembuatan Stok Kultur Bakteri ... 27

3.7 Penyiapan Inokulum Bakteri ... 27

3.8 Pembuatan Larutan Uji Ekstrak Etanol Daun Ruku-ruku (Ocimum sanctum, L.) Dengan Berbagai Konsentrasi ... 27

3.9 Metode Pengujian Efek Antibakteri secara in vitro ... 28

3.10 Pembuatan Formula Sediaan ... 28

3.10.1 Cara pembuatan formula ... 28

3.11 Evaluasi Formula ... 29

3.11.1 Pemeriksaan stabilitas sediaan ... 29

3.11.2 Penentuan pH sediaan ... 29

3.11.3 Uji mikrobiologi ... 30

3.11.4 Metode pengujian efek antibakteri secara in vitro ... 30

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Identifikasi Tumbuhan ... 31

4.2 Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Ruku-ruku terhadap Staphylococcus aureus, Streptococcus mutans dan Streptococcus sp. (Bakteri Isolasi Dari Specimen) ... 31

4.3 Hasil Evaluasi Formula ... 35


(11)

4.3.2 Hasil Penentuan pH sediaan ... 36 4.3.3 Hasil Uji Mikrobiologi Sediaan ... 37 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan ... 38 5.2 Saran ... 38 DAFTAR PUSTAKA


(12)

DAFTAR TABEL

Halaman Table 2.1 Penggunaan Mentol Dalam Berbagai Sediaan Farmasi …….. 22 Tabel 3.1 Komposisi Formula Sediaan Obat Kumur-kumur ... 28 Tabel 4.1 Hasil Pengukuran Diameter Daerah Hambatan Pertumbuhan

Eschericia coli, Streptococcus mutans dan Streptococcus sp. (bakteri isolasi dari specimen) oleh Ekstrak Etanol daun

ruku-ruku ... 32 Tabel 4.2 Data Pengamatan Perubahan Bentuk, Warna, dan Bau

Sediaan ... 35 Tabel 4.3 Data Pengukuran pH Sediaan ... ... 36 Tabel 4.4 Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Obat kumur-kumur Ekstrak

Etanol Daun Ruku-ruku Terhadap Bakteri Eschericia coli, Streptococcus mutans dan Streptococcus sp. (bakteri isolasi


(13)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 2.1 Grafik Pertumbuhan Bakteri ... 15


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Hasil Determinasi Tumbuhan Ruku-ruku ... 42 Lampiran 2. Gambar Tumbuhan Ruku-ruku (Ocimum sanctum L.) ... 43 Lampiran 3. Gambar Daun Ruku-ruku Dan Serbuk Daun Ruku-ruku .... 44 Lampiran 4. Bagan Penelitian ... 45 Lampiran 5. Bagan Pengolahan Sampel ... ... 46 Lampiran 6. Bagan Pembuatan Ekstrak Etanol Daun Ruku-ruku ... 47 Lampiran 7. Bagan uji aktivitas antibakteri ekstrak etanol daun

ruku-ruku... 48 Lampiran 8. Bagan uji aktivitas antibakteri obat kumur-kumur ekstrak

etanol daun ruku-ruku ……….……….... 49 Lampiran 9. Tabel Hasil uji aktivitas antibakteri ekstrak etanol daun

ruku-ruku ... 50 Lampiran 10. Tabel Hasil uji aktivitas antibakteri obat kumur-kumur

ekstrak etanol daun ruku-ruku ... 51 Lampiran 11. Gambar Bakteri Streptococcus mutans dan Streptococcus sp.

(bakteri isolasi dari specimen) Dari Hasil Pengecatan

Gram ……….. 52

Lampiran 12. Gambar Daya Hambat Ekstrak Etanol Daun Ruku-ruku

Terhadap Bakteri Staphylococcus aureus ……….……. 53 Lampiran 13. Gambar Daya Hambat Ekstrak Etanol Daun Ruku-ruku

Terhadap Bakteri Streptococcus mutans ……… 55 Lampiran 14. Gambar Daya Hambat Ekstrak Etanol Daun Ruku-ruku

Terhadap Bakteri Streptococcus sp. (bakteri isolasi dari

specimen) ………... 58

Lampiran 15 . Gambar Obat Kumur-kumur Ekstrak Etanol Daun


(15)

Lampiran 16. Gambar Daya Hambat Obat Kumur-kumur Ekstrak Etanol Daun Ruku-ruku Terhadap Bakteri Staphylococcus

aureus ………. 61

Lampiran 17. Gambar Daya Hambat Obat Kumur-kumur Ekstrak Etanol Daun Ruku-ruku Terhadap Bakteri Streptococcus

mutans ………. 62

Lampiran 18. Gambar Daya Hambat Obat Kumur-kumur Ekstrak Etanol Daun Ruku-ruku Terhadap Bakteri Streptococcus sp.


(16)

UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL DAUN RUKU-RUKU (Ocimum sanctum L.) DAN FORMULASI SEDIAAN OBAT

KUMUR-KUMUR Abstrak

Daun tumbuhan ruku-ruku (Ocimum sanctum L.) merupakan salah satu bagian tanaman yang perlu dikembangkan manfaatnya, misalnya untuk mengobati sakit perut, batuk, pencuci luka dan sakit gigi. Selama ini masyarakat menggunakan daun ruku-ruku sebagai obat sakit gigi, oleh karena itu perlu dilakukan penelitian pemanfaatan daun ruku-ruku.

Pada penelitian ini dilakukan uji aktivitas antibakteri ekstrak etanol daun ruku dan sediaan obat kumur yang mengandung ekstrak etanol daun ruku-ruku terhadap bakteri Staphylococcus aureus, Streptococcus mutans dan Streptococcus sp. (bakteri isolasi dari specimen) yang dilakukan secara invitro memakai metode difusi agar dengan cakram silinder logam. Sampel daun ruku-ruku diambil secara purposif dari jalan Selamat No. 80, Kecamatan Medan Amplas, Medan.

Hasil aktivitas antibakteri dari ekstrak etanol daun ruku-ruku menunjukkan bahwa konsentrasi hambat minimum terhadap bakteri Staphylococcus aureus, Streptococcus mutans dan Streptococcus sp (bakteri isolasi dari specimen) yaitu sebesar 40 mg/ml. Ekstrak etanol daun ruku-ruku memberikan batas daerah hambat yang efektif pada konsentrasi 90 mg/ml terhadap bakteri Staphylococcus aureus dengan diameter 14 mm pada konsentrasi 80 mg/ml terhadap bakteri Streptococcus mutans dengan diameter 14,3 mm pada konsentrasi 90 mg/ml terhadap bakteri Streptococcus sp (bakteri isolasi dari specimen) dengan diameter 14,7 mm. Pengujian sediaan obat kumur-kumur ekstrak etanol daun ruku-ruku pada FI, FII dan FIII memberikan hasil diameter zona hambatan yang memuaskan terhadap ketiga bakteri yaitu lebih besar dari 14 mm terhadap bakteri Streptococcus mutans, Staphylococcus aureus, dan Streptococcus sp. (bakteri isolasi dari specimen).

Kata kunci : Ekstrak daun ruku-ruku, Antibakteri, Staphylococcus, Streptococcus, Obat kumur-kumur.


(17)

TEST OF ANTIBACTERIAL ACTIVITY ON ETHANOL EXTRACT OF RUKU-RUKU LEAVE (Ocimum sanctum L.) AND FORMULATION OF

MOUTHWASH Abstract

Ruku-ruku leave (Ocimum sanctum L.) is part of plant with various use such as for the stomachage, antihistamine, injury wash, and toothache. In the last time, the people use the ruku-ruku leave for treatment of toothache. Therefore it is important to study the useful of the ruku-ruku leave.

This research conduct a test of antibacterial activity on ethanol extract of ruku-ruku leave and the formulation of mouthwash that contain ethanol extract from ruku-ruku leave to the bacteria of Staphylococcus aureus, Streptococcus mutans and Streptococcus sp. (isolated bacteria from specimen) in vitro using agar diffusion method by metal cylinder disk. The sample of ruku-ruku leave took purposively at Jalan Selamat No. 80, Subdistrict of Medan Amplas, Medan.

Antibacterial activity provide of ethanol extract of ruku-ruku leave indicates that the minimum blocked concentration to the Staphylococcus aureus, Streptococcus mutans and Streptococcus sp. bacteria (isolated bacteria from specimen) is 40 mg/ml. The ethanol extract of ruku-ruku leave has an effective blocked to the concentration of 90 mm/ml to the bacteria of staphylococcus aureus in 14 mm in diameter on the concentration 80 mg/ml to the bacteria Streptococcus mutans on 14.3 mm in diameter on concentration 90 mg/ml to the bacteria Streptococcus sp. (isolated bacteria from specimen) with diameter 14.7 mm. The testing on ethanol extract ruku-ruku leave of mouthwash on F1, FII, and FIII provide the block zone diameter that satisfy the three of bacteria with the diameter more than 14 mm to the bacteria Strepotococcus mutans, Staphylococcus aureus, and Streptococcus sp. (Isolated bacteria from specimen).

Keywords : Extract ruku-ruku leave, Antibacterial, Staphylococcus, Streptococcus, Mouthwash.


(18)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Saat ini Indonesia merupakan salah satu negara penghasil tanaman obat yang potensial, dimana hasil alam yang paling banyak digunakan sebagai bahan obat adalah tanaman, dan telah digunakan dalam kurun waktu cukup lama. Walaupun obat-obatan modern berkembang cukup pesat, namun potensi dari tanaman obat tetap tinggi karena dapat diperoleh tanpa resep dokter, dapat diramu sendiri, dan tanaman obat dapat ditanam sendiri oleh pemakainya (Djauhariya dan Hermani, 2004).

Salah satu tanaman yang banyak digunakan sabagai obat adalah ruku-ruku (Ocimum sanctum L.), suku Labiatae, merupakan tanaman perdu dengan tinggi 1,5 m, tumbuh tegak, sering bercabang banyak dan berbentuk taji. Tanaman ini dikenal dengan nama daerah kemangi hutan, uku-uku (Bali), ko-roko (Madura), lufe-lufe (Ternate) (Pitojo, 1996).

Daun ruku-ruku (Ocimum sanctum L.) memiliki kandungan kimia yang sudah diuji sebelumnya, seperti minyak atsiri, alkaloid, glikosida, saponin, flavonoid, triterpenoid, steroid dan tanin (Darmiati, 2007). Beberapa golongan kandungan kimia tersebut dapat menghambat pertumbuhan bakteri seperti senyawa alkohol, minyak atsiri dan fenol. Sifat ini bisa sebagai bakteriostatik dan bakteriosida (Ayress, Munt dan Sandine, 1988).

Secara tradisional rebusan dari daun tanaman ruku-ruku (Ocimum sanctum L.) ini digunakan untuk mengobati sakit perut, sakit gigi, batuk dan pencuci luka. Sari dari daun tumbuhan digunakan sebagai peluruh dahak, peluruh haid, peluruh


(19)

angin, pencegah mual, penambah nafsu makan, pengobatan pasca persalinan, pereda kejang, laksatif, dan secara eksternal digunakan untuk reumatik. Sedangkan biji digunakan sebagai pelembut kulit, peluruh air seni, peluruh keringat dan pereda kejang (Christine, 1985); karminatif, dan antipiretik (Ditjen POM. 1989).

Staphylococcus aureus merupakan patogen utama bagi manusia. Hampir setiap orang akan mengalami beberapa tipe infeksi Staphylococcus aureus sepanjang hidupnya, bervariasi dalam beratnya mulai dari keracunan makanan atau infeksi kulit ringan sampai infeksi berat yang mengancam jiwa. Staphylococcus aureus merupakan bakteri gram positif, yang terdapat pada kulit, hidung, mulut, selaput lendir, bisul dan luka (Jawetz, 1996).

Karies merupakan suatu penyakit pada jaringan keras gigi, yaitu email, dentin dan sementum yang disebabkan aktivitas jasad renik yang ada dalam suatu karbohidrat yang diragikan. Proses karies ditandai dengan terjadinya demineralisasi pada jaringan keras gigi, diikuti dengan kerusakan bahan organiknya (Pitauli dan Hamidah, 2008).

Pada umumnya, plak gigi dapat menyebabkan penyakit karies gigi dan jaringan pendukung gigi (periodontal). Bakteri yang berperan penting dalam pembentukan plak gigi adalah bakteri yang mempunyai kemampuan untuk membentuk polisakarida ekstraseluler, yaitu jenis Streptococcus. Bakteri Streptococcus yang ditemukan dalam jumlah besar pada plak penderita karies adalah Streptococcus mutans (Roeslan, 1996).

Beberapa cara dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya karies pada gigi karena aktifitas Streptococcus mutans, seperti terapi flour atau memakai obat kumur untuk mencegah berkembangnya bakteri penyebab karies pada gigi tersebut. Penggunaan daun ruku-ruku (Ocimum sanctum L.) sebagai sediaan obat


(20)

kumur merupakan salah satu usaha dalam mengeksplorasi manfaat ruku-ruku (Ocimum sanctum L.). Obat kumur ruku-ruku akan dapat menggantikan obat kumur komersial dengan kandungan alkohol yang cukup tinggi. Penggunaan obat kumur yang mengandung alkohol sebesar 25% atau lebih, akan meningkatkan resiko timbulnya kanker mulut, tenggorokan dan faring sekitar 50% (McDowel, 1993).

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti efek antibakteri dari daun ruku-ruku (Ocimum sanctum L.) menggunakan bakteri Streptococcus mutans, Streptococcus sp. (bakteri isolasi dari specimen) dan Staphylococcus aureus karena bakteri ini merupakan bakteri gram positif dan penyebab penyakit pada gigi.

Penelitian ini mencakup pembuatan ekstrak etanol daun ruku-ruku (Ocimum sanctum L.) secara maserasi kemudian diformulasikan sebagai sediaan obat kumur-kumur dan dievaluasi secara fisik. Selanjutnya ekstrak etanol daun ruku-ruku (Ocimum sanctum L.) dan sediaan obat kumur-kumur diuji aktivitas antimikroba dengan metode difusi agar menggunakan cakram silinder logam.

1.2 Perumusan Masalah

a. Apakah ekstrak etanol daun ruku-ruku (Ocimum sanctum L.) mempunyai aktivitas antibakteri terhadap Staphylococcus aureus, Streptococcus mutans dan Streptococcus sp. (bakteri isolasi dari specimen).

b. Apakah sediaan obat kumur-kumur yang mengandung ekstrak etanol daun ruku-ruku (Ocimum sanctum L.) mempunyai aktivitas antibakteri terhadap Staphylococcus aureus, Streptococcus mutans dan Streptococcus sp. (bakteri isolasi dari specimen).


(21)

1.3 Hipotesis

a. Ekstrak etanol daun ruku-ruku (Ocimum sanctum L.)mempunyai aktivitas antibakteri terhadap Staphylococcus aureus, Streptococcus mutans dan Streptococcus sp. (bakteri isolasi dari specimen).

b. Sediaan obat kumur-kumur yang mengandung ekstrak etanol daun ruku-ruku (Ocimum sanctum L.) mempunyai aktivitas antibakteri terhadap Staphylococcus aureus, Streptococcus mutans dan Streptococcus sp. (bakteri isolasi dari specimen).

1.4 Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui adanya aktivitas antibakteri dari ekstrak etanol daun ruku-ruku (Ocimum sanctum L.) terhadap bakteri Staphylococcus aureus, Streptococcus mutans dan Streptococcus sp. (bakteri isolasi dari specimen). b. Untuk mengetahui adanya aktivitas antibakteri dari sediaan obat

kumur-kumur yang mengandung ekstrak etanol daun ruku-ruku (Ocimum sanctum L.) terhadap bakteri Staphylococcus aureus, Streptococcus mutans dan Streptococcus sp. (bakteri isolasi dari specimen).

1.5 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang efek antibakteri dari ekstrak etanol daun ruku-ruku (Ocimum sanctum L.) dan sediaan obat kumur-kumur yang mengandung ekstrak etanol daun ruku-ruku (Ocimum sanctum L.) terhadap bakteri Staphylococcus aureus, Streptococcus mutans dan Streptococcus sp. (bakteri isolasi dari specimen).


(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Ruku-ruku 2.1.1 Sinonim

Sinonim dari tanaman ruku-ruku (Ocimum sanctum L.) adalah: Ocimum

tenuiflorum L., dengan nama daerah: Ruku-ruku, ruruku (Sumatera), kemangeni, ko-roko (Jawa), Uku-uku (Nusa Tenggara), balakama (Sulawesi), lufe-lufe, kemangi utan (Maluku) (Ditjen POM, 1989).

2.1.2 Klasifikasi

Menurut Sharma (1993) dan Tjitrosoepomo (2002), tanaman ruku-ruku dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Subkelas : Sympetalae Bangsa : Tubiflorae Suku : Labiatae Marga : Ocimum

Jenis : Ocimum sanctum L.

2.1.3 Morfologi

Tanaman ini biasanya bercabang banyak dan mempunyai bau khas aromatis, rasa agak pedas dan warnanya hijau sampai hijau kecoklatan. Helaian daun bentuk jorong memanjang, ujung runcing, pangkal daun runcing/tumpul,


(23)

tulang daun menyirip, tepi bergerigi dangkal, daging daun tipis, dan permukaan daun berambut halus (Ditjen POM, 1989).

2.1.4 Kandungan kimia

Daun ruku-ruku mengandung minyak atsiri 2%, tanin 4,6%, flavonoid, streoid/triterpenoid (Ditjen POM, 1989). Hasil skrining fitokimia serbuk simplisia dari daun ruku-ruku diperoleh adanya senyawa golongan alkaloida, flavonoida, glikosida, triterpenoida/steroida, tanin, dan saponin (Darmiati, 2007).

2.1.5 Khasiat

Secara tradisional rebusan dari daun tanaman ruku-ruku ini digunakan untuk mengobati sakit perut, sakit gigi, batuk dan pencuci luka. Sari dari daun tanaman digunakan sebagai peluruh dahak, peluruh haid, peluruh angin, pencegah mual, penambah nafsu makan, pengobatan pasca persalinan, pereda kejang, laksatif, dan secara eksternal digunakan untuk reumatik. Sedangkan biji digunakan sebagai pelembut kulit, peluruh air seni, peluruh keringat dan pereda kejang (Christine, 1985); karminatif, dan antipiretik (Ditjen POM, 1989).

2.2 Ekstraksi

Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. Simplisia yang diekstrak mengandung senyawa aktif yang dapat larut dan senyawa yang tidak larut seperti serat, karbohidrat, protein dan lain-lain. Senyawa aktif yang terdapat dalam berbagai simplisia dapat digolongkan ke dalam golongan minyak atsiri, alkaloida, dan flavonoida, dengan diketahuinya golongan senyawa aktif yang dikandung simplisia maka akan mempermudah pemisahan pelarut dan cara ekstraksi yang tepat (Ditjen POM, 2000).


(24)

Berdasarkan atas sifatnya eksrak dikelompokkan sebagai berikut (Voigt, 1995):

1. Ekstrak encer (Extractum tenue). Sediaan ini memiliki konsistensi semacam madu dan dapat dituang.

2. Ekstrak kental (Extractum spissum). Sediaan ini liat dalam keadaan dingin dan tidak dapat dituang.

3. Ekstrak kering (Extractum siccum). Sediaan ini memiliki konsistensi kering dan mudah digosokkan.

4. Ekstrak cair (Ectractum fluidum). Dalam hal ini diartikan sebagai ekstrak cair, yang dibuat sedemikian rupa sehingga 1 bagian simplisia sesuai dengan 2 bagian (kadang-kadang satu bagian) ekstrak cair.

Beberapa metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut, yaitu : 1. Maserasi

Maserasi berasal dari kata ”macerare” artinya melunakkan. Maserat adalah hasil penarikan simplisia dengan cara maserasi, sedangkan maserasi adalah cara penarikan simplisia dengan merendam simplisia tersebut dalam cairan penyari (Syamsuni, 2006). Maserasi adalah proses pengekstrakan dengan menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan. Remaserasi berarti dilakukan pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat pertama dan seterusnya (Ditjen POM, 2000).

2. Perkolasi

Perkolasi berasal dari kata ”percolare” yang artinya penetesan (Voigt, 1995). Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan. Serbuk simplisia yang akan diperkolasi tidak langsung dimasukkan kedalam bejana perkolator,


(25)

tetapi dibasahi atau dimaserasi terlebih dahulu dengan cairan penyari sekurang-kurangnya selama 3 jam. Maserasi ini penting terutama pada serbuk simplisia yang keras dan mengandung bahan yang mudah mengembang. Bila serbuk simplisia tersebut langsung dialiri dengan penyari, maka cairan penyari tidak dapat menembus ke seluruh sel dengan sempurna (Depkes, 1979; Ditjen POM, 2000).

3. Refluks

Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik (Ditjen POM, 2000).

4. Sokletasi

Sokletasi adalah ekstraksi dengan menggunakan pelarut yang selalu baru yang umumnya dilakukan dengan menggunakan alat soklet sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik (Ditjen POM, 2000).

5. Digesti

Digesti adalah maserasi kinetik dengan pengadukan kontinu pada temperatur yang tinggi dari temperatur ruangan, yaitu secara umum dilakukan pada temperatur 40-50oC (Ditjen POM, 2000). Dengan cara ini perolehan bahan aktif agak lebih banyak meskipun pada saat pendinginannya pada suhu kamar bahan ekstraktif dalam skala besar mengendap (Voigt, 1995).

2.3 Uraian Bakteri

Nama bakteri berasal dari kata “bakterion” (bahasa Yunani) yang berarti tongkat atau batang. Sekarang nama itu dipakai untuk menyebut sekelompok mikroorganisme yang bersel satu, tidak berklorofil, berbiak dengan pembelahan


(26)

diri, serta demikian kecilnya sehingga hanya dapat dilihat dengan menggunakan mikroskop (Dwijoseputro, 1982).

Ukuran bakteri bervariasi baik penampang maupun panjangnya, tetapi pada umumnya diameter bakteri adalah sekitar 0,2-2,0 mm dan panjang berkisar 2-8 mm (Pratiwi, 2008).

Tubuh bakteri yang terdiri dari satu sel mempunyai bentuk yang beranekaragam. Ada yang berbentuk peluru atau bola (kokus), berbentuk batang (basil), berbentuk koma dan spiral (Tjitrosoepomo, 1994).

Berdasarkan perbedaannya di dalam menyerap zat warna gram bakteri dibagi atas dua golongan yaitu bakteri gram positif dan bakteri gram negatif. Bakteri gram positif menyerap zat warna pertama yaitu kristal violet yang menyebabkan berwarna ungu, sedangkan bakteri gram negatif menyerap zat warna kedua yaitu safranin dan menyebabkannya berwarna merah (Dwijoseputro, 1982).

Bakteri gram positif memiliki kandungan peptidoglikan yang tinggi (dapat mencapai 50%) dibandingkan bakteri gram negatif (sekitar 10%). Sebaliknya kandungan lipida dinding sel bakteri gram positif rendah sedangkan pada dinding sel bakteri gram negatif tinggi yaitu sekitar 11-22% (Lay, 1992).

2.3.1 Perkembangbiakan bakteri

Pertumbuhan dan perkembangbiakan bakteri dipengaruhi oleh: 1. Suhu

Setiap spesies bakteri tumbuh pada suatu kisaran suhu tertentu. Atas dasar ini maka bakteri diklasifikasikan menjadi (Dwijoseputro,1982):

a. Bakteri psikrofil (oligotermik) yaitu bakteri yang dapat hidup antara suhu 0-30oC, sedangkan suhu ptimumnya antara 10-20oC.


(27)

b. Bakteri mesofil (mesotermik), yaitu bakteri yang tumbuh pada suhu antara 5-60oC, sedangkan suhu optimumnya antara 25-40oC.

c. Bakteri termofil (politermik), yaitu bakteri yang tumbuh dengan baik pada suhu 50-60oC, meskipun demikian bakteri ini juga dapat berbiak pada temperatur lebih rendah atau lebih tinggi dari pada itu, yaitu dengan batas-batas 40-80oC.

Suhu terendah dimana bakteri dapat tumbuh disebut minimum growth temperature. Sedangkan suhu tertinggi dimana bakteri dapat tumbuh dengan baik disebut maximum growth temperature. Suhu dimana bakteri dapat tumbuh dengan sempurna di antara kedua suhu tersebut disebut suhu optimum (Pratiwi, 2008).

2. pH

Pertumbuhan bakteri pada pH optimal antara 6,5 dan 7,5. Namun, beberapa spesies dapat tumbuh dalam keadaan sangat asam atau sangat alkali. Bagi kebanyakan spesies, nilai pH minimum dan maksimum ialah antara 4 dan 9. Bila bakteri dibiakan dalam suatu medium, yang mula-mula disesuaikan adalah pHnya maka mungkin sekali pH ini berubah karena adanya senyawa asam atau basa yang dihasilkan selama pertumbuhan (Pelczar dan Chan, 1988).

3. Oksigen

Berdasarkan akan kebutuhan terhadap oksigen, bakteri dapat digolongkan menjadi (Pratiwi, 2008):

a. Bakteri aerob mutlak, yaitu bakteri yang untuk pertumbuhannya memerlukan adanya oksigen.

b. Bakteri anaerob fakultatif, yaitu bakteri yang dapat tumbuh, baik ada oksigen maupun tanpa adanya oksigen.


(28)

c. Bakteri anaerob aerotoleran, yaitu bakteri yang tidak mati dengan adanya oksigen.

d. Bakteri anaerob mutlak, yaitu bakteri yang hidup bila tidak ada oksigen.

e. Bakteri mikroaerofilik, yaitu bakteri yang kebutuhan oksigennya rendah.

4. Nutrisi

Sumber zat makanan (nutrisi) bagi bakteri diperoleh dari senyawa karbon, nitrogen, sulfur, fosfor, unsur logam (natrium, kalsium, magnesium, mangan, besi, tembaga dan kobalt), vitamin dan air untuk fungsi-fungsi metabolik dan pertumbuhannya (Dwijoseputro, 1982).

5. Pengaruh Kebasahan dan Kekeringan

Bakteri sebenarnya adalah makhluk yang suka akan keadaan basah, bahkan dapat hidup di dalam air, hanya di dalam air yang tertutup mereka tidak dapat hidup subur, hal ini disebabkan karena kurangnya udara. Tanah yang basah baik untuk kehidupan bakteri. Banyak bakteri yang mati, jika terkena udara kering (Dwijoseputro, 1982).

6. Tekanan Osmosa.

Medium yang paling cocok untuk kehidupan bakteri ialah medium yang isotonik terhadap isi sel bakteri (Dwijoseputro, 1982).

2.3.2 Media pertumbuhan bakteri

Pembiakan mikroorganisme membutuhkan media yang berisi zat hara serta lingkungan pertumbuhan yang sesuai bagi mikroorganisme. Media dapat dibagi berdasarkan (Lay, 1994):


(29)

1. Konsistensinya, media dapat dibagi menjadi tiga macam, yaitu: a. Media padat

b. Media cair c. Media semi padat

Media padat diperoleh dengan menambahkan agar. Agar berasal dari ganggang merah. Agar digunakan sebagai bahan pemadat karena tidak diuraikan oleh mikroorganisme dan membeku pada suhu diatas 45oC. Kandungan agar sebagai bahan pemadat dalam media adalah 1,5-2%. 2. Sumber bahan baku yang digunakan, media dapat dibagi menjadi dua

macam:

a. Media sintetik, bahan baku yang digunakan merupakan bahan kimia atau bahan yang bukan berasal dari alam. Pada media sintetik, kandungan dan isi bahan yang ditambahkan diketahui secara terperinci.

b. Media nonsintetik, menggunakan bahan yang terdapat di alam, biasanya tidak diketahui kandungan kimianya secara terperinci. Contoh: ekstrak daging, pepton, ekstrak ragi dan kaldu daging.

2.3.3 Fase pertumbuhan bakteri

Bila bakteri ditanam dalam perbenihan yang sesuai dan pada waktu-waktu tertentu diobservasi (dihitung jumlah bakteri yang hidup), pertumbuhan dan perkembangbiakan bakteri tersebut dapat digambarkan dengan sebuah grafik. Pertumbuhan bakteri tersebut dapat dibagi menjadi 4 fase yaitu:

1. Fase Penyesuaian Diri (Lag phase)

Fase penyesuaian merupakan periode waktu dari bakteri yang ditanam pada media perbenihan yang sesuai atau waktu yang diperlukan untuk beradaptasi


(30)

terhadap lingkungan yang baru. Rentang waktu fase penyesuaian tersebut tergantung dari fase pertumbuhan bakteri saat dipindahkan untuk diinokulasikan pada media perbenihan yang baru dan tergantung pula pada adanya bahan toksis atau bahan yang dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangbiakan bakteri. Waktu penyesuaiaan ini umumnya berlangsung selama 2 jam. Pada fase ini belum terjadi pertumbuhan dan perkembangbiakan, tetapi aktivitas metabolismenya sangat tinggi (Pratiwi, 2008).

2. Fase Pembelahan (Log phase)

Pada fase ini bakteri berkembang biak dengan cepat, jumlah bakteri meningkat secara eksponensial. Untuk kebanyakan bakteri, fase ini berlangsung 18 – 24 jam. Pada fase ini pertumbuhan sangat ideal, pembelahan terjadi secara teratur, semua bahan dalam sel berada dalam seimbang (balanced growth) (Pratiwi, 2008).

3. Fase Stasioner (Stationary phase)

Dengan meningkatnya jumlah bakteri, meningkat juga hasil metabolisme yang toksik. Bakteri mulai ada yang mati, pembelahan terhambat, pada suatu saat terjadi jumlah bakteri yang hidup sama dengan bakteri yang mati (Pratiwi, 2008).

4. Fase Kematian (Death phase)

Pada fase ini terjadi akumulasi bahan toksik, zat hara yang diperlukan oleh bakteri berkurang sehingga bakteri akan memasuki fase kematian. Fase ini merupakan kebalikan dari fase logaritmik. Jumlah sel menurun terus sampai didapatkan jumlah sel yang konstan untuk beberapa waktu (Lay, 1992).


(31)

Gambar 2.1 Grafik Pertumbuhan bakteri

Keterangan: a : Lag phase b : Log phase c : Stationary phase d : Death phase

2.4 Bakteri Streptococcus mutans

2.4.1 Sistematika bakteri Streptococcus mutans

Sistematika bakteri (Tjitrosoepomo, 1994): Divisi : Schizophyta

Kelas : Schizomycetes Bangsa : Eubacteriales Suku : Lactobacillaceae Marga : Streptococcus

Spesies : Streptococcus mutans

2.4.2 Uraian bakteri Streptococcus mutans

Streptococcus mutans merupakan bakteri gram positif, bersifat nonmotil (tidak bergerak), bakteri anaerob fakultatif. Berbentuk kokus dan tersusun dalam bentuk rantai. Bakteri ini tumbuh secara optimal pada suhu sekitar 18-40oC. Streptococcus mutans biasanya ditemukan pada rongga gigi manusia dan menjadi bakteri yang paling kondusif menyebabkan karies untuk email gigi (Nugraha, 2008).

a b

c


(32)

2.4.3 Karies Gigi

Pada permukaan rongga mulut terdapat banyak koloni mikroorganisme. Salah satu penyakit yang umum pada rongga mulut akibat kolonisasi mikroorganisme adalah karies gigi. Karies gigi diawali akibat pertumbuhan Streptococcus mutans dan spesies Streptococcus lainnya pada permukaan gigi. Spesies Streptococcus ini mampu menempel pada permukaan gigi. Hasil fermentasi metabolismenya menghidrolisis sukrosa menjadi komponen monosakarida, fruktosa dan glukosa. Enzim glukosiltransferase selanjutnya merakit glukosa menjadi dekstran. Residu fruktosa adalah gula utama yang difermentasi menjadi asam laktat. Akumulasi bakteri dan dekstran menempel pada permukaan gigi dan membentuk plak gigi (Pratiwi, 2008).

2.5 Bakteri Staphylococcus aureus

2.5.1 Sistematika Bakteri Staphylococcus aureus

Sistematika bakteri (Tjitrosoepomo, 1994): Divisio : Schizophyta

Kelas : Schizomycetes Bangsa : Eubacteriales Suku : Micrococcaceae Marga : Staphylococcus

Jenis : Staphylococcus aureus

2.5.2 Uraian Bakteri Staphylococcus aureus

Staphylococcus adalah sel-sel berbentuk bola dengan garis tengah sekitar 1 µ m dan tersusun dalam kelompok-kelompok tak beraturan seperti anggur. Bakteri ini mudah tumbuh pada berbagai perbenihan dan mempunyai metabolisme


(33)

aktif, meragikan karohidrat serta membentuk koloni berwarna abu-abu sampai kuning emas tua.

Staphylococcus aureus merupakan patogen utama bagi manusia. Hampir setiap orang akan mengalami berbagai tipe infeksi Staphylococcus aureus sepanjang hidupnya, bervariasi dalam beratnya mulai dari keracunan makan atau infeksi kulit ringan sampai infeksi berat yang megancam jiwa. Staphylococcus aureus merupakan bakteri gram positif, yang terdapat pada kulit, hidung, mulut, selaput lender, bisul dan luka yang menyebabkan pernanahan, abses dan berbagai infeksi piogen. Pernanahan fokal (abses) adalah sifat khas infeksi Staphylococcus. Dari setiap fokus, organisme menyebar melalui saluran getah bening dan aliran darah ke bagian tubuh lainnya. Pernanahan dalam vena, yang disertai thrombosis, sering terjadi pada penyebaran tersebut. Staphylococcus aureus dapat menyebabkan pneumonia, meningitis, atau sepsis dengan parnanahan pada bagian tubuh mana pun (Jawetz, 1996).

2.6 Uji Aktivitas Antibakteri

Pengukuran aktivitas antibakteri dapat dilakukan dengan metode dilusi (pengenceran) atau dengan metode difusi (Jawetz, 1982).

a. Metode dilusi

Zat antibakteri dengan konsentrasi yang berbeda-beda dimasukkan pada media cair. Media tersebut langsung diinokulasi dengan bakteri dan diinkubasi. Tujuan dari percobaan ini adalah menentukan konsentrasi terkecil suatu zat antibakteri dapat menghambat pertumbuhan atau membunuh bakteri uji. Metode dilusi agar membutuhkan waktu yang lama dalam pengerjaannya sehingga jarang digunakan.


(34)

b. Metode difusi

Metode yang paling sering digunakan adalah metode difusi agar dengan menggunakan cakram kertas, cakram kaca, pencetak lubang. Prinsip metode ini adalah mengukur zona hambatan pertumbuhan bakteri yang terjadi akibat difusi zat yang bersifat sebagai antibakteri di dalam media padat melalui pencadang. Daerah hambatan pertumbuhan bakteri adalah daerah jernih di sekitar cakram. Luas daerah berbanding lurus dengan aktivitas antibateri, semakin kuat daya aktivitas antibakteri maka semakin luas daerah hambatnya.

2.7 Obat Kumur

Definisi obat kumur (gargarisma/gargle) menurut Farmakope Indonesia III adalah sediaan berupa larutan, umumnya pekat yang harus diencerkan dahulu sebelum digunakan, dimaksudkan untuk digunakan sebagai pencegahan atau pengobatan infeksi tenggorokan.

Menurut definisi yang lain, obat kumur adalah larutan yang biasanya mengandung bahan penyegar nafas, astringen, demulsen, atau surfaktan, atau antibakteri untuk menyegarkan dan membersihkan saluran pernafasan yang pemakaiannya dengan berkumur (Backer, 1990). Selain bahan aktif yang umumnya sebagai antibakteri, dalam formulasi obat kumur, bahan tambahan lain yang digunakan adalah (Sagarin dan Gershon, 2001): dapar, surfaktan, dan aroma.

Secara garis besar, obat kumur dalam penggunaannya dibedakan menjadi tiga macam, yaitu (Sagarin dan Gershon, 2001) :

1) Sebagai kosmetik; hanya membersihkan, menyegarkan, dan/atau penghilang bau mulut.


(35)

2) Sebagai terapeutik; untuk perawatan penyakit pada mukosa atau ginggiva, pencegahan karies gigi atau pengobatan infeksi saluran pernafasan.

3) Sebagai kosmetik dan terapeutik.

Berdasarkan komposisinya, Sagarin dan Gershon (2001) menggolongkan obat kumur dalam berbagai jenis, yaitu:

1) Obat kumur untuk kosmetik; terdiri dari air (dan biasanya alkohol), flavor, dan zat pewarna. Biasanya juga mengandung surfaktan dengan tujuan meningkatkan kelarutan minyak atsiri.

2) Obat kumur yang mempunyai tujuan utama untuk menghilangkan atau membunuh bakteri yang biasanya terdapat dalam jumlah besar di saluran nafas. Komponen antiseptik dari obat kumur ini memegang peranan utama untuk mencapai tujuan tersebut.

3) Obat kumur yang bersifat sebagai astringent, dengan maksud memberi efek langsung pada mukosa mulut, juga untuk mengurangi flokulasi dan presipitasi protein ludah sehingga dapat dihilangkan secara mekanis.

4) Obat kumur yang pekat, pada penggunaannya perlu diencerkan terlebih dahulu. 5) Obat kumur yang didapar, aktivitasnya tergantung pada pH larutan. Pada suasana alkali dapat mengurangi mucinous deposits dengan dispersi dari protein. 6) Obat kumur untuk deodoran, tergantung dari aktivitas antibakteri atau dengan mekanisme lain untuk mendapatkan efek tersebut.

7) Obat kumur untuk terapeutik, diformulasi untuk meringankan infeksi, mencegah karies gigi, atau untuk meringankan beberapa kondisi patologis pada mulut, gigi, atau tenggorokan.


(36)

2.8 Komposisi Obat Kumur 2.8.1 Saccharin

Sakarin adalah salah satu bahan pemanis yang digunakan dalam minuman, produk makanan, pemanis atau gula meja, dan produk kesehatan mulut lainnya seperti pasta gigi dan obat kumur. Dalam formulasi farmasi oral, digunakan pada konsentrasi 0,02-0,5% w/w. Dapat juga digunakan dalam formulasi tablet yang dapat dikunyah sebagai bahan pemanis. Sakarin dapat digunakan untuk melapisi berbagai karakteristik rasa yang kurang menyenangkan atau meningkatkan system aroma. Daya pemanisnya mencapai 300-600 kali sukrosa.

Sakarin terdapat dalam kristal putih tidak berwarna atau serbuk kristal putih. Sakarin memiliki rasa manis yang cukup tinggi dengan rasa metalik atau menggigit setelah dirasakan yang pada tingkat penggunaan normal dapat terdeteksi hingga 25% dari populasi. Sisa rasa dapat ditutupi dengan mencampurkan sakarin dengan pemanis lainnya.

2.8.2 Menthol

Menthol banyak digunakan dalam produk farmasi sebagai zat pemberi aroma atau peningkat bau. Disamping karakteristiknya berupa aroma peppermint yang mempunyai bau alami juga memberikan rasa dingin atau segar yang dieksploitasikan dalam berbagai obat topikal. Menhol telah diteliti sebagai peningkat penetrasi kulit dan digunakan dalam parfum, permen karet dan sebagai zat terapi. Ketika diberikan pada kulit, menthol akan mendilatasi pembuluh darah, menyebabkan sensasi dingin yang diikuti oleh efek analgesik. Ketika diberikan secara oral dalam dosis kecil memiliki aksi sebagai karminatif.

Menthol terjadi dialam sebagai l-menthol dan merupakan komponen utama dari peppermint dan minyak cornmit yang diperoleh dari Mentha piperita dan


(37)

Mentha arvensis species. Secara komersial, l-menthol adalah masih dihasilkan oleh ekstraksi dari minyak volatile. Penggunaan menthol dalam berbagai sediaan farmasi dapat dapat dilihat pada table dibawah ini:

Tabel 2.1 Penggunaan Menthol Dalam Berbagai Sediaan Farmasi (Rowe, 2009):

Penggunaan Konsentrasi (%) Produk farmasi

Inhalasi 0,02-0,05

Suspensi oral 0,003

Sirup oral 0,005-0,015

Tablet 0,2-0,4

Formulasi topikal 0,05-10,0 Produk kosmetik

Pasta gigi 0,4

Obat kumur 0,1-2,0


(38)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang dilakukan adalah metode eksperimental. Tahap penelitian meliputi penyiapan bahan, pembuatan ekstrak dan pembuatan sediaan obat kumur-kumur. Selanjutnya pengujian aktivitas antimikroba dengan metode difusi agar menggunakan cakram silinder logam. Parameter yang dilihat adalah besarnya diameter hambat pertumbuhan bakteri. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

3.1 Alat dan Bahan 3.1.1 Alat–alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat-alat gelas, autoklaf (Fisons), blender (Philips), freeze dryer (Modulio), inkubator (Fiber Scientific), jangka sorong, jarum ose, kompor (Sharp), Laminar Air Flow Cabinet (Astec HLF 1200L), lemari pendingin (Toshiba), mikroskop (Olympus cx31), neraca kasar (Sun), neraca listrik (Vibra AJ), oven (Memmert), penangas air (Yenaco), pinset, pipet mikro (Eppendorf), rotary evaporator (Haake D), cakram silinder logam, alat maserasi, kertas perkamen, tissu, pH meter (Tran Instrumen), spektrofotometer visibel (Dynamic) dan kapas steril.

3.1.2 Bahan–bahan

Bahan yang digunakan untuk penelitian ini adalah daun ruku-ruku (Ocimum sanctum L.), nutrient agar, Staphylococcus aureus (ATCC 25923), Streptococcus mutans (Lab. Mikrobiologi FMIPA USU) dan Streptococcus sp. (bakteri isolasi dari specimen), aquades, etanol 80%, NaCl 0,9%, etanol 96%, sakarin, peppermint oil.


(39)

3.2 Pengambilan Sampel Tanaman

Pengambilan sampel dilakukan secara purposif tanpa membandingkan dengan tanaman yang sama dari daerah lain. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun ruku-ruku (Ocimum sanctum, L.) yang masih segar berwarna hijau tua (tidak terlau tua dan tidak terlalu muda), yang diambil dari Jalan Selamat No.80, Kecamatan Medan Amplas, Kota madya Medan, Sumatera Utara.

3.2.1 Determinasi tanaman

Identifikasi tanaman daun ruku-ruku dilakukan oleh Frans, (2007) di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Pusat Penelitian dan Pengembangan Biologi-Bogor.

3.2.2 Pembuatan simplisia

Daun ruku-ruku (Ocimum sanctum, L.) yang telah dikumpulkan sebanyak 3 kg, dicuci bersih dengan air mengalir, kemudian ditiriskan lalu disebarkan diatas kertas perkamen hingga airnya terserap, setelah itu bahan ditimbang. Kemudian dimasukkan kedalam lemari pengering dengan suhu 40-500C. Proses pengeringan dilakukan sampai daun ruku-ruku mudah diremukkan. Simplisia yang telah kering disortasi kering yaitu memisahkan dengan benda-benda asing. Simplisia diserbuk dengan menggunakan blender. Serbuk disimpan dalam kantung plasik untuk mencegah pengaruh lembab dan pengotoran lainnya.

3.3 Sterilisasi Alat

Alat–alat yang digunakan dalam uji aktivitas antibakteri ini, disterilkan terlebih dahulu sebelum dipakai. Alat–alat gelas disterilkan didalam oven pada


(40)

suhu 170°C selama 2 jam. Media disterilkan di autoklaf pada suhu 121°C selama 15 menit. Jarum ose dan pinset dengan lampu Bunsen (Lay,1994).

3.3.1 Pembuatan ekstrak etanol daun ruku-ruku (Ocimum sanctum, L.) secara maserasi

Sebanyak 500 g simplisia yang telah diserbukkan dimasukkan kedalam wadah tertutup, lalu dimaserasi dengan 3750 ml pelarut etanol 80% selama 5 hari terlindung dari cahaya matahari sambil sering diaduk, lalu diserkai, diperas dengan kain flanel. Lalu ampas ditambahkan cairan penyari secukupnya sehingga diperoleh seluruh sari sebanyak 5000 ml, kemudian didiamkan selama 2 hari dan dienap tuang. Maserat diuapkan dengan bantuan alat penguap rotary evaporator pada temperatur tidak lebih 40°C dan dikeringkan dengan freeze dryer pada suhu - 40°C sampai diperoleh ekstrak kental (Ditjen POM, 1979).

3.4 Pembuatan Media

3.4.1 Pembuatan media nutrient agar (NA)

Komposisi : Bacto – Beef extract 3 g Bacto peptone 5 g

Bacto – Agar 15 g

Cara Pembuatan:

Sebanyak 23 g nutrient agar (NA) ditimbang, disuspensikan kedalam air suling 1000 ml, lalu dipanaskan sampai larut sempurna. Lalu media dimasukkan dalam labu dan disterilkan di dalam autoklaf pada suhu 121°C selama 15 menit (Difco Laboratories,1977).


(41)

3.4.2 Pembuatan agar miring

Ke dalam tabung reaksi yang steril dimasukkan 3 ml media nutrient agar steril, didiamkan pada temperatur kamar sampai membeku pada posisi miring membentuk sudut 450. Kemudian disimpan dalam lemari pendingin pada suhu 50C.

3.5 Isolasi Mikroba Specimen

Pasien dari Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Sumatera Utara yang menderita penyakit gigi diambil salivanya dengan berkumur menggunakan aquades. Kemudian cairan tersebut ditampung diwadah. Diambil 0,1 ml cairan tersebut dan dimasukkan ke dalam cawan petri steril, setelah itu dituang media nutrient agar sebanyak 15 ml yang telah dicairkan dan ditunggu hingga suhu mencapai 45oC, dihomogenkan dan dibiarkan sampai media memadat. Kemudian diinkubasi pada suhu 36-37oC selama 18-24 jam.

3.5.1 Identifikasi mikroba dari specimen dengan pengecatan gram

Objek glass dicuci dengan alkohol lalu difiksasi. Teteskan satu tetes aquadest pada objek glass lalu satu ose biakan koloni dihomogenkan atau disuspensikan, ratakan dan keringkan dengan fiksasi. Kemudian tambahkan satu tetes gentian violet lalu tambahkan satu tetes larutan lugol, ratakan lalu keringkan dengan cara fiksasi. Dicuci objek glass dengan alkohol 70% sampai tetesan terakhir tidak berwarna, keringkan. Kemudian tetesi satu tetes safranin, biarkan 15-30 detik, cuci larutan safranin dengan aquadest steril, keringkan. Tetesi minyak emersi (Imersi oil). Lihat pada mikroskop dengan perbesaran 100 kali. Lihat warna dan bentuk dari bakteri (Pratiwi, 2008).


(42)

3.6 Pembuatan Stok Kultur Bakteri

Satu koloni bakteri diambil dengan menggunakan jarum ose steril, lalu ditanam pada media nutrient agar miring dengan cara menggores. Kemudian diinkubasi dalam inkubator pada suhu 36-37oC selama 18-24 jam (Ditjen POM, 1995).

3.7 Penyiapan Inokulum Bakteri

Koloni bakteri diambil dari stok kultur dengan jarum ose steril lalu disuspensikan dalam tabung reaksi yang berisi 10 ml larutan NaCl 0,9%. Kemudian diukur kekeruhan larutan pada panjang gelombang 580 nm sampai diperoleh transmitan 25% (Ditjen POM, 1995).

3.8 Pembuatan Larutan Uji Ekstrak Etanol Daun Ruku-ruku (Ocimum

sanctum, L.) Dengan Berbagai Konsentrasi

Ekstrak etanol ditimbang 5 g dilarutkan dengan etanol 96% hingga 10 ml maka konsentrasi ekstrak adalah 500 mg/ml kemudian dibuat pengenceran selanjutnya sampai diperoleh ekstrak dengan konsentrasi 400 mg/ml; 300 mg/ml; 200 mg/ml; 100 mg/ml; 90 mg/ml; 80 mg/ml; 70 mg/ml; 60 mg/ml; 50 mg/ml ; 40 mg/ml; 30 mg/ml; 20 mg/ml; dan 10 mg/ml.

3.9 Metode Pengujian Efek Antibakteri Secara In Vitro

Cawan petri dimasukkan 0,1 ml inokulum, kemudian ditambahkan 15 ml media nutrient agar steril yang telah dicairkan dan ditunggu hingga suhu mencapai 45oC, dihomogenkan dan dibiarkan sampai media memadat. Setelah itu ditanamkan cakram silinder logam. Selanjutnya masing-masing cakram silinder


(43)

logam dimasukkan ekstrak etanol sebanyak 0,1 ml dengan berbagai konsentasi. Kemudian diinkubasi pada suhu 36-37oC selama 18-24 jam. Selanjutnya diameter daerah hambat di sekitar silinder logam diukur dengan menggunakan jangka sorong. Pengujian dilakukan sebanyak 3 kali. Dilakukan blanko dengan menggunakan etanol 96% (Ditjen POM, 1995).

3.10 Pembuatan Formula Sediaan

Formula sediaan obat kumur-kumur menurut (Sagarin dan Gershon, 2001) adalah sebagai berikut:

R/ Bahan aktif Flavoring agent Pelarut

Tabel 3.1 Komposisi formula sediaan obat kumur-kumur.

Bahan Blanko FI FII FIII

Ekstrak etanol daun ruku-ruku 0% 9% 10% 20%

Sakarin 0,1% 0,1% 0,1% 0,1%

Peppermint Oil 1% 1% 1% 1%

Aquades ad 50 ml 50 ml 50 ml 50 ml

Keterangan F = Formula

3.10.1. Cara pembuatan sediaan

Dikalibrasi wadah. Ekstrak etanol daun ruku-ruku dilarutkan terlebih dahulu dengan aquadest sampai semua ekstrak larut sempurna. Kemudian ditambahkan sakarin dan diaduk hingga homogen lalu tambahkan peppermint oil dan tambahkan aquades sampai volume sediaan 50 ml.


(44)

3.11 Evaluasi Formula

Meliputi evaluasi fisik dan biologi. Evaluasi fisik meliputi pemeriksaan stabilitas sediaan dan penentuan pH. Evaluasi biologi meliputi penentuan aktivitas antibakteri sediaan obat kumur-kumur ekstrak etanol daun ruku-ruku terhadap bakteri Staphylococcus aureus, Streptococcus mutans dan Streptococcus sp. (bakteri isolasi dari specimen) dengan metode difusi agar.

3.11.1 Pemeriksaan stabilitas sediaan

Meliputi bentuk, warna dan bau yang diamati secara visual (Ditjen POM, 1995).

Sediaan dinyatakan stabil apabila warna, bau, dan penampilan tidak berubah secara visual selama penyimpanan. Pengamatan dilakukan pada suhu kamar pada minggu ke 0, 1, 2, 3, dan minggu ke 4.

3.11.2 Penentuan pH sediaan

Penentuan pH sediaan dilakukan dengan menggunakan pH meter

Cara : alat terlebih dahulu dikalibrasi dengan menggunakan larutan dapar standar pH netral (pH 7,0) dan larutan dapar pH asam (pH 4,0) hingga alat menunjukkan harga pH tersebut. Kemudian elektroda dicuci dengan air suling, lalu dikeringkan dengan kertas tissue. Elektroda dicelupkan dalam larutan obat kumur tersebut. Dibiarkan alat menunjukkan harga pH konstan. Angka yang ditunjukkan pH meter merupakan harga pH sediaan (Rawlins, 2003).

Pengamatan dilakukan pada suhu kamar pada minggu ke 0, 1, 2, 3, dan minggu ke 4.

3.11.3 Uji mikrobiologi

Uji ini digunakan untuk mengetahui aktivitas antibakteri sediaan obat kumur-kumur ekstrak etanol daun ruku-ruku dilakukan dengan metode difusi agar,


(45)

dengan cara mengukur diameter hambatan pertumbuhan bakteri terhadap bakteri Staphylococcus aureus, Streptococcus mutans dan Streptococcus sp. (bakteri isolasi dari specimen).

3.11.4 Metode pengujian efek antibakteri secara in vitro

Cawan petri dimasukkan 0,1 ml inokulum, kemudian ditambahkan 15 ml media nutrient agar steril yang telah dicairkan dan ditunggu hingga suhu mencapai 45oC, dihomogenkan dan dibiarkan sampai media memadat. Setelah itu ditanamkan cakram silinder logam. Selanjutnya masing-masing cakram silinder logam dimasukkan obat kumur-kumur sebanyak 0,1 ml dengan berbagai konsentasi. Kemudian diinkubasi pada suhu 36-37oC selama 18-24 jam. Selanjutnya diameter daerah hambat di sekitar silinder logam diukur dengan menggunakan jangka sorong. Pengujian dilakukan sebanyak 3 kali. Dilakukan pengujian terhadap blanko (Ditjen POM, 1995).


(46)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1Identifikasi Tumbuhan

Hasil identifikasi tanaman dilakukan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) adalah tanaman ruku-ruku (Ocimum sanctum L.) dari suku Labiateae (Frans, 2007). Hasil dapat dilihat pada lampiran 1.

Penyarian terhadap daun ruku-ruku dilakukan secara maserasi dengan pelarut etanol 80%, dimana diharapkan senyawa kimia yang terkandung di dalamnya dapat tersari. Hasil pengumpulan daun ruku-ruku segar sebanyak 3 kg menghasilkan 500 g serbuk simplisia dan diperoleh ekstrak kental sebanyak 50 g.

4.2 Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Ruku-ruku Terhadap

Staphylococcus aureus, Streptococcus mutans dan Streptococcus sp.

(Bakteri Isolasi Dari Specimen)

Dari hasil pengecatan gram dan dilihat pada mikroskop dengan pembesaran 100 kali diketahui bahwa bakteri Specimen memiliki bentuk bulat seperti rantai (streptococcus) dan berwarna ungu/violet.


(47)

Bakteri Streptococcus mutans

Hasil uji aktivitas antibakteri menunjukkan bahwa ekstrak etanol dapat menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus, Streptococcus mutans dan Streptococcus sp. (bakteri isolasi dari specimen). Semakin tinggi konsentrasi ekstrak akan menghasilkan diameter daerah hambat yang semakin besar.

Hasil pengukuran diameter daerah hambat ekstrak etanol daun ruku-ruku dapat dilihat pada tabel 4.1 berikut ini:

Tabel 4.1 Hasil Pengukuran Diameter Daerah Hambatan Pertumbuhan Staphylococcus aureus, Streptococcus mutans dan Streptococcus sp. (bakteri isolasi dari specimen) oleh Ekstrak Etanol daun ruku-ruku

Konsentrasi Ekstrak etanol

(mg/ml)

Diameter daerah hambatan (mm)* Staphylococcus aureus Streptococcus mutans Streptococcus sp. (bakteri isolasi dari specimen)

500 19,6 18,5 17,7

400 18,8 17,3 16,9

300 17,8 16,8 15,8

200 16,2 16,5 15,6

100 15,1 15,8 14,8

90 14,0 15,5 14,7

80 12,0 14,3 13,8

70 11,4 12,6 12,5

60 10,6 11,3 11,4

50 9,0 9,3 10,2

40 7,1 7,1 8,1

30 - - -

20 - - -

10 - - -


(48)

Keterangan: * = hasil rata-rata tiga kali pengukuran - = tidak ada hambatan

Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah menentukan diameter zona hambat, dimana diameter zona hambat semakin meningkat dengan kenaikan konsentrasi. Hal ini membuktikan bahwa peningkatan konsentrasi terhadap ekstrak etanol daun ruku-ruku memiliki korelasi positif terhadap peningkatan diameter zona hambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus, Streptococcus mutans dan Streptococcus sp. (bakteri isolasi dari specimen). Dari data di atas menunjukkan bahwa ekstrak daun ruku-ruku dapat menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus, Streptococcus mutans dan Streptococcus sp (bakteri isolasi dari specimen) sedangkan pada blanko menggunakan etanol 96% tidak menunjukkan aktivitas antibakteri terhadap ketiga bakteri yang digunakan.

Aktivitas antibakteri dapat disebabkan adanya kandungan senyawa kimia yaitu tanin dan flavonoida. Tanin dan flavonoida merupakan golongan senyawa fenol. Golongan fenol diketahui memiliki aktivitas antimikroba yang bersifat bakterisidal namun tidak bersifat sporisidal (Pratiwi, 2008). Senyawa fenol bekerja dengan cara mendenaturasi protein sel dan merusak dinding sel bakteri sehingga bakteri mati, juga dapat mempresipitasikan protein secara aktif dan merusak lipid pada membran sel melalui mekanisme penurunan tegangan permukaan membran sel (Pelczar dan Chan, 1988).

Flavonoida bekerja pada bakteri dengan cara merusak membran sitoplasma. Membran sitoplasma bakteri sendiri berfungsi mengatur masuknya bahan-bahan makanan atau nutrisi, apabila membran sitoplasma rusak maka metabolit penting dalam bakteri akan keluar dan bahan makanan untuk menghasilkan energi tidak dapat masuk sehingga terjadi ketidakmampuan sel


(49)

bakteri untuk tumbuh dan pada akhirnya terjadi kematian. Tanin dapat mengkerutkan dan merusak dinding sel bakteri, sehingga mengganggu permeabilitas sel itu sendiri, akibatnya sel tidak dapat melakukan aktivitas hidup dan pertumbuhannya terhambat atau bahkan mati. Senyawa astringent tanin dapat menginduksi pembentukan suatu ikatan kompleks terhadap protein, enzim atau substrat mikroba dan pembentukan suatu ikatan kompleks tanin terhadap ion logam yang dapat menambah daya toksisitas tanin itu sendiri (Puspitasari, 2011).

Pada bakteri Streptococcus sp. (bakteri isolasi dari specimen) diperoleh diameter hambat yang lebih kecil dibanding pada bakteri Staphylococcus aureus dan Streptococcus mutans ini mungkin disebabkan karena bakteri Streptococcus sp. (bakteri isolasi dari specimen) kurang peka terhadap antibiotik tertentu sehingga memiliki daya tahan tubuh lebih rentan daripada bakteri Staphylococcus aureus dan Streptococcus mutans yang diperoleh dari stok kultur yang masih sensitif, sehingga bakteri Streptococcus sp. (bakteri isolasi dari specimen) mempunyai diameter hambat yang lebih kecil.

Resistensi sekunder (dapatan) diperoleh akibat kontak dengan agen antimikroba dalam waktu yang cukup lama dengan frekuensi yang tinggi, sehingga memungkinkan terjadinya mutasi pada mikroorganisme. Terbentuknya mutan yang resisten terhadap obat antimikroba dapat terjadi secara cepat (resistensi satu tingkat) dan dapat pula terjadi dalam kurun waktu yang lama (resistensi multi tingkat). Terbentuknya mutan mikroorganisme yang resisten terhadap antimikroba ini dapat menimbulkan adanya ketergantungan (dependensi) mikroorganisme mutan terhadap agen antimikroba (Pratiwi, 2008).


(50)

Hasil uji aktivitas dari ekstrak tersebut diperoleh konsentrasi terkecil terhadap bakteri Staphylococcus aureus, Streptococcus mutans dan Streptococcus sp (bakteri isolasi dari specimen) yaitu sebesar 40 mg/ml.

Dari data di atas dapat dilihat bahwa ekstrak etanol daun ruku-ruku memberikan batas daerah hambat yang efektif pada konsentrasi 90 mg/ml terhadap bakteri Staphylococcus aureus dengan diameter 14 mm pada konsentrasi 80 mg/ml terhadap bakteri Streptococcus mutans dengan diameter 14,3 mm pada konsentrasi 90 mg/ml terhadap bakteri Streptococcus sp (bakteri isolasi dari specimen) dengan diameter 14,7 mm. Batas daerah hambat dinilai efektif apabila memiliki diameter daya hambat lebih kurang 14 mm sampai 16 mm (Ditjen POM, 1995).

4.3 Hasil Evaluasi Formula

4.3.1 Hasil pemeriksaan stabilitas sediaan

Tabel 4.2 Data pengamatan perubahan bentuk, warna, dan bau sediaan

Pengamatan Sediaan Lama pengamatan (hari)

0 7 14 21 28

Bentuk

FI b b b b b

FII b b b b b

FIII b b b b b

Warna

FI cm cm cm cm cm

FII cm cm cm cm cm

FIII ct ct ct ct ct

Bau

FI bk bk bk bk bk

FII bk bk bk bk bk

FIII bk bk bk bk bk

Keterangan: b : baik

cm : coklat muda ct : coklat tua bk : bau

Hasil uji stabilitas sediaan obat kumur-kumur menunjukkan bahwa seluruh sediaan yang dibuat tetap stabil dalam penyimpanan pada suhu kamar selama 28 hari pengamatan. Parameter yang diamati dalam uji kestabilan fisik ini meliputi


(51)

perubahan bentuk, warna dan bau sediaan. Dari hasil pengamatan bentuk, didapatkan hasil bahwa seluruh sediaan obat kumur-kumur yang dibuat memiliki bentuk dan konsistensi yang baik. Bertambahnya konsentrasi ekstrak daun ruku-ruku yang digunakan maka bertambah pekat warna obat kumur-kumur yang dihasilkan. Obat kumur-kumur dengan konsentrasi ekstrak ruku-ruku 9% dan 10% memberikan warna coklat muda, sedangkan konsentrasi 20% memberikan warna coklat tua. Sedangkan bau yang dihasilkan dari seluruh sediaan obat kumur-kumur adalah bau khas dari daun ruku-ruku dan flavouring agent yang digunakan yaitu peppermint oil. Bau sediaan tetap stabil dalam penyimpanan selama 28 hari pengamatan pada suhu kamar.

4.3.2 Hasil penentuan pH sediaan Tabel 4.3 Data Pengukuran pH Sediaan

Pengamatan Sediaan Lama pengamatan (hari)

0 7 14 21 28

pH

FI 4,6 4,6 4,5 4,5 4,5

FII 4,6 4,6 4,5 4,5 4,5

FIII 4,5 4,5 4,4 4,4 4,4

Blanko 5,0 5,0 5,0 4,8 4,8

Hasil pemeriksaan pH menunjukkan bahwa sediaan blanko tanpa ekstrak daun ruku-ruku adalah 4,8-5,0 sedangkan sediaan yang dibuat dengan menggunakan ekstrak daun ruku-ruku dengan konsentrasi 9% dan 10% tidak jauh berbeda memiliki pH berkisar antara 4,5-4,6 dan sediaan yang dibuat dengan menggunakan ekstrak daun ruku-ruku dengan konsentrasi 20% memiliki pH berkisar antara 4,4-4,5. Semakin tinggi konsentrasi ekstrak yang digunakan maka akan semakin rendah pH sediaan. Oleh karena itu pH sediaan obat kumur-kumur yang dapat diterima yaitu berkisar 4,0-6,5 (Tranggono dan Latifah, 2007).


(52)

4.3.3 Hasil uji mikrobiologi sediaan

Uji mikrobiologi sediaan obat kumur-kumur ekstrak daun ruku-ruku dilakukan terhadap tiga formula: FI, FII dan FIII dengan metode difusi agar terhadap bakteri Staphylococcus aureus, Streptococcus mutans dan Streptococcus sp. (bakteri isolasi dari specimen). Hasil dapat dilihat pada tabel 4.4 berikut ini:

Tabel 4.4 Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Obat kumur-kumur Ekstrak Etanol

Daun Ruku-ruku Terhadap Bakteri Staphylococcus aureus, Streptococcus mutans dan Streptococcus sp. (bakteri isolasi dari specimen).

Keterangan: * = hasil rata-rata tiga kali pengukuran - = tidak ada hambatan

Pengujian sediaan obat kumur-kumur ekstrak etanol daun ruku-ruku pada FI, FII dan FIII memberikan hasil diameter zona hambatan yang memuaskan terhadap ketiga bakteri yaitu lebih besar dari 14 mm terhadap bakteri Streptococcus mutans, Staphylococcus aureus, dan Streptococcus sp. (bakteri isolasi dari specimen).

Menurut Ditjen POM (1995), suatu zat dikatakan memiliki daya hambat yang memuaskan dengan diameter daerah hambatan lebih kurang 14 sampai 16 mm. Jadi sediaan obat kumur-kumur pada FI, FII dan FIII yang mengandung ekstrak etanol 9%, 10% dan 20% memenuhi persyaratan tersebut.

Sediaan

Diameter daerah hambatan (mm)* Staphylococcus aureus Streptococcus mutans Streptococcus sp (bakteri isolasi dari specimen)

FI 14,2 15,6 14,0

FII 15,1 14,8 15,5

FIII 16,2 16,7 16,3


(53)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Hasil uji aktivitas antimikroba ekstrak etanol daun ruku-ruku memiliki kemampuan menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus, Streptococcus mutans dan Streptococcus sp. (bakteri isolasi dari specimen). Hasil uji aktivitas dari ekstrak tersebut diperoleh konsentrasi hambat minimum pada ketiga bakteri yaitu sebesar 40 mg/ml.

2. Hasil uji aktivitas antimikroba sediaan obat kumur-kumur dari ekstrak etanol daun ruku-ruku memiliki kemampuan menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus, Streptococcus mutans dan Streptococcus sp. (bakteri isolasi dari specimen). Hasil uji aktivitas antibakteri dari obat kumur-kumur tersebut sudah memberikan konsentrasi efektif pada ketiga bakteri yaitu sebesar 9%.

5.2 Saran

Diharapkan peneliti selanjutnya dapat membandingkan aktivitas antibakteri sediaan obat kumur dari ekstrak etanol daun ruku-ruku dengan obat kumur-kumur yang ada dipasaran.


(54)

DAFTAR PUSTAKA

Ayreess, J.C, J. Munt and W.E. Sandine. (1988). Microbiology of Food. San Fransisco: W.H. Free Man and Company. Pages 35-36.

Backer, A.K. (1990). Handbook of Nonpresciption Drugs. 9th Edition. Washington: American Pharmaceutical. Pages 435-437.

Christine. (1985). Penggunaan Tanaman Obat, Agromedika Pustaka, Jakarta. Halaman 5.

Darmiati, I., (2007), Pemeriksaan Kandungan Kimia dan Uji Efek Antiinflamasi dari Ekstrak Etanol Daun Ruku-ruku (Ocimum sanctum L.)., Skripsi. Fakultas Farmasi. Universitas Sumatera Utara, Medan.

Difco Laboratories. (1977). Difco Manual of Dehydrated Culture Media and

Raegent for Microbiology and Clinical Laboratory Procedures. 9th

edition. Michigan Detroit: Difco Laboratories Pages 32-33.

Ditjen POM. (1989). Materia Medika Indonesia. Jilid VI. Jakarta: Depkes RI. Halaman 182−185.

Ditjen POM. (1979). Farmakope Indonesia. Edisi III. Jakarta: Depkes RI. Halaman 33.

Ditjen POM. (1995). Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Depkes RI. Halaman 7, 854-855.

Ditjen POM. (2000). Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Cetakan pertama. Jakarta: Departemen Kesehatan RJ. Hal. 10−17.

Djauhariya, E. dan Hermani. (2004). Gulma Berkhasiat Obat. Jakarta: Penebar Swadaya. Halaman 1-4.

Dwidjoseputro. (1982). Dasar-dasar Mikrobiologi. Jakarta: Penerbit. Djambatan. Hal. 102, 118-134.

Frans, M. (2003). Pengujian Antiinflamasi Ekstrak n-Heksan Daun Ruku-ruku (Ocimum sanctum L.) Dan Pemerangkapannya Dalam Matriks Nata De Coco Pada Tikus Putih., Skripsi. Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, Medan.

Ganong, W.F. (1995). Buku ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi XXVII. Jakarta: Buku Kedokteran EGC. Halaman 52.


(55)

Jawetz, Melnick dan Adelberg. (1982). Microbiologi Untuk Profesi Kesehatan. Penerjemah: dr.Gerarbonang. Edisi XIV. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran. Halaman 256, 319, 423.

Jawetz, Melnick dan Adelberg. (1996). Mikrobiologi Kedokteran. Edisi 20. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran. Halaman 211-217.

Lay, W.B. (1994). Analisis Mikrobiologi di Laboratorium. Jakarta : Penerbit PT. Raja Grafindo Persada. Halaman 32-34, 71-73.

Lay, W.B. (1992). Mikrobiologi. Jakarta: Rajawali Press. Hal 32. McDowell. (2011). Menangkis Bau Mulut oleh James Johnson.

Nugraha, A.W. (2008). Streptococcus mutans, Si Plak Dimana-mana. Fakultas Farmasi USD. Yogyakarta.

Pelczar, J.R., dan Chan, E.C.S. (1988). Dasar-Dasar Mikrobiologi. Penerjemah: Hadioetomo,R.S., Imas, T., Tjitrosomoso, S., dan Lestari, S.Jakarta. Penerbit UI Press. Halaman 132, 138-140, 144.

Pintauli, S dan Hamidah, T. (2008). Menuju Gigi dan Mulut Sehat: Pencegahan dan Pemeliharaan. Medan: USU Press. Halaman 1-18.

Pitojo, S. (1996). Kemangi dan Selasih. Ungaran: Trubus Agriwidya. Halaman 5, 13.

Pratiwi, S. (2008). Mikrobiologi Farmasi. Jakarta: Penerbit Erlangga. Halaman 17-18, 24, 111-113, 142, 165.

Puspitasari. Online (2011). Zat-Zat Yang Terdapat Pada Sirih Merah.

Rawlins, E. A., (2003). Bentley’s Textbook of Pharmaceutics. 18th ed. London. Bailierre Tindall. Pages 22, 355.

Roeslan, B.O. (1996). Karakteristik Streptococcus mutans Penyebab Karies Gigi. Majalah Ilmiah Kedokteran Gigi FKG Usakti 10:112-113.

Rowe, R.C., P.J. Sheskey dan M.E. Quinn. (2009). Handbook of Pharmaceutical Excipients.Sixth Edition. London: Pharmaceutical Press. Pages 433-435, 605-607.

Sagarin, E. dan S.D. Gershon. (2001). Cosmetics, Science and Technology, 2nd Edition, Volume I. John Wiley and Sons, Inc, New York. Pages 630-642. Sharma, O.P., (1993). Plant Taxonomy. New Delhi. McGrawhill Publishing


(56)

Syamsuni, H. A. (2006). Ilmu Resep, editor, Ella E.,Winny R., Syarief, EGC, Jakarta. Halaman172-1745, 249.

Tjitrosoepomo, G. (1994). Taksonomi Tumbuhan (Spermatophyta). Cetakan VII. Yogyakarta. Gadjah Mada University Press. Halaman 4-20, 352,374-377. Tranggono, R.I. dan Latifah, F. (2007). Buku Pegangan Ilmu Pengetahuan

Kosmetik, Editor: Joshita Djajadisastra, Pharm., MS, Ph.D. Jakarta: Penerbit Pustaka Utama. Halaman 3, 6-8, 11, 19-20, 90.

Voigt, R. (1995). Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Cetakan Pertama. Penerjemah: Soendani Noerono S. Yogyakarta: UGM Press. Hal 157−222.


(57)

(58)

(59)

Lampiran 3. Gambar Daun ruku dan Serbuk Simplisia Daun Ruku-ruku

Daun ruku-ruku (Ocimum sanctum, L.)


(60)

Lampiran 4. Bagan Penelitian

Dicuci dari pengotor sampai bersih Ditiriskan dan ditimbang

Dikeringkan didalam lemari pengering

Dihaluskan

Dimaserasi dengan etanol 80% Dipisahkan dan maserasi diulangi

Dipekatkan dengan rotary evaporator Dipekatkan dengan freeze dryer

Simplisia serbuk

Maserat Ampas

Ekstrak etanol

diuji aktivitas antibakterinya

Sediaan obat kumur-kumur

diuji aktivitas antibakterinya

diuji stabilitas fisiknya Daun ruku-ruku

Daun ruku-ruku


(61)

Lampiran 5 . Bagan Pengolahan Sampel

Ditimbang

Diblender

Dicuci dengan air hingga bersih

Dikeringkan didalam lemari pengering pada suhu 40-50 oC Simplisia Daun

Ruku-ruku Daun Ruku-ruku

3 kg

Daun Ruku-ruku

Ditimbang Ditiriskan

Serbuk Simplisia Daun Ruku-ruku 500 g


(62)

Lampiran 6. Bagan Pembuatan Ekstrak Etanol Daun Ruku-ruku

dimasukkan ke dalam wadah

ditambahkan etanol 80% sampai serbuk terendam sempurna

dibiarkan selama 5 hari terlindung dari cahaya, sambil sesekali diaduk

disaring

dimaserasi kembali dengan pelarut etanol 80%

dienap tuang

diuapkan dengan penguap rotary evaporator pada 40ºC di freeze dryer

Serbuk simplisia

Maserat

Ampas Maserat

Ekstrak etanol kental


(63)

Lampiran 7. Bagan Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Ruku- ruku

Diambil 1 ose

Disuspensikan ke dalam 10 ml NaCl 0,9 % Diukur kekeruhan pada panjang gelombang 580 nm sampai diperoleh transmitan 25%

Dimasukkan 0,1 ml inokulum ke dalam cawan petri

Ditambahkan 20 ml media nutrient agar ke dalam cawan petri

Dihomogenkan dan dibiarkan hingga memadat

Ditanamkan silinder logam

Dimasukkan 0,1 ml ekstrak dengan berbagai konsentrasi

Diinkubasi pada suhu 36-37oC selama 18-24 jam

Diukur diameter daerah hambatan di sekitar silinder logam

Inokulum bakteri

Media padat

Hasil Stok kultur


(64)

Lampiran 8. Bagan Uji Aktivitas Antibakteri Obat Kumur-kumur Ekstrak Etanol Daun Ruku-ruku

Diambil 1 ose

Disuspensikan ke dalam 10 ml NaCl 0,9 %

Diukur kekeruhan pada panjang gelombang 580 nm sampai diperoleh transmitan 25%

Dimasukkan kedalam cawan petri Ditambahkan 15 ml media nutrient agar steril yang telah dicairkan

Dihomogenkan Dibiarkan memadat

Ditanamkan silinder logam

Dimasukkan obat kumur-kumur ekstrak etanol sebanyak 0,1 ml dengan berbagai konsentasi

Diinkubasi pada suhu 36-37oC selama 18-24 jam

0,1 ml inokulum bakteri

Mikroba pada media

Diukur diameter daerah hambat dengan menggunakan jangka sorong


(65)

Lampiran 9. Tabel Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Ruku-ruku

Konsentrasi ekstrak etanol mg/ml

Diameter Hambatan Minimum (mm)

Staphylococcus aureus Streptococcus mutans Streptococcus sp. (bakteri

isolasi dari specimen) I II III rata 2 I II III rata 2 I II III rata 2 500 19,7 19,7 19,5 19,6 18,5 18,6 18,5 18,5 17,7 17,9 17,6 17,7 400 18,8 18,8 18,7 18,8 17,4 17,1 17,3 17,3 16,8 17,1 16,8 16,9 300 17,8 17,8 17,8 17,8 16,9 16,8 16,8 16,8 15,9 15,8 15,8 15,8 200 16,1 16,1 16,3 16,2 16,6 16,4 16,4 16,5 15,7 15,6 15,5 15,6 100 15,1 15,1 15,2 15,1 15,8 15,7 15,8 15,8 14,9 14,8 14,8 14,8 90 14,1 13,8 14,1 14,0 15,6 15,5 15,4 15,5 14,7 14,7 14,6 14,7 80 12,1 12,1 11,8 12,0 14,3 14,4 14,3 14,3 13,8 13,9 13,7 13,8 70 11,5 11,5 11,1 11,4 12,5 12,6 12,6 12,6 12,6 12,6 12,4 12,5 60 10,7 10,5 10,5 10,6 11,4 11,3 11,1 11,3 11,6 11,5 11,1 11,4 50 9,1 9,1 8,8 9,0 9,5 9,4 9,1 9,3 10,3 10,1 10,1 10,2 40 7,1 7,1 7,1 7,1 7,1 7,2 7,1 7,1 8,1 8,1 8,1 8,1

30 - - - -

20 - - - -

10 - - - -

5 - - - -

Blanko - - - -

Keterangan:


(66)

Lampiran 10. Tabel Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Obat Kumur-kumur Ekstrak Etanol Daun Ruku-ruku

Sediaan

Diameter hambatan Minimum (mm)

Escherichia coli Streptococcus mutans Streptococcus sp. (bakteri

isolasi dari specimen) I II III rata 2 I II III rata 2 I II III rata 2 FI 14,2 14,3 14,1 14,2 14,9 14,7 14,8 14,8 13,9 14,1 14,1 14,0 FII 15,3 15,1 14,9 15,1 15,9 15,8 15,2 15,6 15,4 15,5 15,7 15,5 FIII 16,2 16,1 16,3 16,2 16,7 17,1 16,2 16,7 16,7 16,1 16,1 16,3

Blanko - - - -

Keterangan:

FI = Ekstrak etanol daun ruku-ruku 9% FII = Ekstrak etanol daun ruku-ruku 10% FIII = Ekstrak etanol daun ruku-ruku 20% - = Tidak ada hambatan


(67)

Lampiran 11. Gambar Bakteri Streptococcus mutans dan Streptococcus sp. (bakteri isolasi dari specimen) Dari Hasil Pengecatan Gram

Bakteri Streptococcus sp. (bakteri isolasi dari specimen)


(68)

Lampiran 12. Gambar Daya Hambat Ekstrak Etanol Daun Ruku-ruku Terhadap Bakteri Staphylococcus aureus

400 mg/ml

Staphylococcus aureus

500 mg/ml

300 mg/ml

200 mg/ml Staphylococcus aureus


(69)

Lampiran 12. Lanjutan

80 mg/ml

100 mg/ml

90 mg/ml

Staphylococcus aureus

60 mg/ml

40 mg/ml

70 mg/ml

50 mg/ml Staphylococcus


(70)

Lampiran 13. Gambar Daya Hambat Ekstrak Etanol Daun Ruku-ruku Terhadap Bakteri Streptococcus mutans

Streptococcus mutans 500 mg/ml

400 mg/ml

Streptococcus mutans 300 mg/ml


(71)

Lampiran 13. Lanjutan

Streptococcus mutans 100 mg/ml

90 mg/ml

Streptococcus mutans


(72)

Lampiran 13. Lanjutan

50 mg/ml 40 mg/ml

60 mg/ml


(73)

Lampiran 14. Gambar Daya Hambat Ekstrak Etanol Daun Ruku-ruku Terhadap Bakteri Streptococcus sp. (bakteri isolasi dari

specimen)

Streptococcus sp.

400 mg/ml 500 mg/ml

Streptococcus sp.

200 mg/ml 300 mg/ml


(74)

Lampiran 14. Lanjutan

Streptococcus sp.

100 mg/ml

90 mg/ml

80 mg/ml

70 mg/ml

Streptococcus sp. 50 mg/ml


(75)

Lampiran 15. Gambar Obat Kumur-kumur Ekstrak Etanol Daun Ruku-ruku

Keterangan : A = Obat kumur yang mengandung 9% ekstrak etanol daun ruku-ruku

B = Obat kumur yang mengandung 10% ekstrak etanol daun ruku-ruku

C = Obat kumur yang mengandung 20% ekstrak etanol daun ruku-ruku


(76)

Lampiran 16. Gambar Daya Hambat Obat Kumur-kumur Ekstrak Etanol Daun Ruku-ruku Terhadap Bakteri Staphylococcus aureus

10%

20% 9%


(77)

Lampiran 17. Gambar Daya Hambat Obat Kumur-kumur Ekstrak Etanol Daun Ruku-ruku Terhadap Bakteri Streptococcus mutans

Streptococcus mutans 20%

10%


(78)

Lampiran 18. Gambar Daya Hambat Obat Kumur-kumur Ekstrak Etanol Daun Ruku-ruku Terhadap Streptococcus sp.

(bakteri isolasi dari specimen)

Streptococcus sp.

9% 10%


(1)

Lampiran 14. Gambar Daya Hambat Ekstrak Etanol Daun Ruku-ruku Terhadap Bakteri Streptococcus sp. (bakteri isolasi dari

specimen)

Streptococcus sp.

400 mg/ml 500 mg/ml

Streptococcus sp.

200 mg/ml 300 mg/ml


(2)

Lampiran 14. Lanjutan

Streptococcus sp.

100 mg/ml

90 mg/ml

80 mg/ml

70 mg/ml

Streptococcus sp. 50 mg/ml


(3)

Lampiran 15. Gambar Obat Kumur-kumur Ekstrak Etanol Daun Ruku-ruku

Keterangan : A = Obat kumur yang mengandung 9% ekstrak etanol daun ruku-ruku

B = Obat kumur yang mengandung 10% ekstrak etanol daun ruku-ruku

C = Obat kumur yang mengandung 20% ekstrak etanol daun ruku-ruku


(4)

Lampiran 16. Gambar Daya Hambat Obat Kumur-kumur Ekstrak Etanol Daun Ruku-ruku Terhadap Bakteri Staphylococcus aureus

10%

20% 9%


(5)

Lampiran 17. Gambar Daya Hambat Obat Kumur-kumur Ekstrak Etanol Daun Ruku-ruku Terhadap Bakteri Streptococcus mutans

Streptococcus mutans 20%

10%


(6)

Lampiran 18. Gambar Daya Hambat Obat Kumur-kumur Ekstrak Etanol Daun Ruku-ruku Terhadap Streptococcus sp.

(bakteri isolasi dari specimen)

Streptococcus sp.

9% 10%