Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Proses Pengambilan Keputusan Hidup Membiara: Studi Kasus Pada Biarawati Katolik dan Buddha T1 802007079 BAB V

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
Pada bab ini akan diuraikan mengenai kesimpulan dari hasil
pembahasan analisis data, yang telah diperoleh dari hasil wawancara
dan observasi keempat partisipan, pada bab sebelumnya. Beberapa
saran yang ditujukan bagi penelitian selanjutnya, bagi psikolog dan
konselor, dan juga bagi masyarakat umum dan komunitas agama.
A. Kesimpulan
Berdasarkan analisis data, dari hasil wawancara dan observasi yang
telah dilakukan mengenai proses pengambilan keputusan hidup
membiara pada biarawati Katolik dan Buddha, maka diperoleh
kesimpulan sebagai berikut :
1. Ketiga partisipan memiliki ketertarikan pada kehidupan membiara
sejak masih sekolah dasar, ketika mereka bertemu dengan
rohaniawan

(suster

maupun

bhikkhu).


Rasa

kagum

pada

rohaniawan tersebut menjadi awal dari minat mereka pada hidup
membiara. Berbeda pada partisipan keempat, yang ketertarikan
pada kehidupan membiara dirasakan saat duduk di bangku SMA,
yang kemudian diperkuat setelah melihat kakaknya yang gagal
(tidak mendapat ijin) untuk hidup membiara.
2. Pengaruh dari orang lain (significant other), menjadi salah satu
faktor yang mempengaruhi keempat partisipan dalam mengambil
keputusan membiara. Pada partisipan pertama dan keempat, yang
menjadi significant other bagi mereka merupakan anggota keluarga
mereka sendiri. Significant other inilah yang membantu mereka

202


203

dalam menumbuhkan minat mereka pada kehidupan mereka, dan
significant other sekaligus menjadi salah satu inspirasi mereka di
awal-awal

mereka

mengambil

keputusan

hidup

membiara.

Sedangkan pada partisipan kedua dan ketiga mereka yang menjadi
significant other tidak berasal dari keluarganya sendiri. Seperti pada
partisipan kedua yang menjadikan suster yang dilihatnya saat masih
kecil sebagai orang yang dikaguminya dan menjadi inspirasi

baginya untuk mengambil keputusan membiara, dan pimpinan dan
teman sejawat dalam komunitas menjadi orang-orang yang penting
bagi partisipan kedua. Tidak jauh berbeda dengan partisipan kedua,
pada partisipan keempat guru (bhante) dan senior-senior yang sudah
dianggap oleh partisipan sebagai keluarganya, menjadi orang-orang
yang mendukung dirinya untuk mantap mengambil keputusan
membiara.
3. Ketiga partisipan sebelum memutuskan hidup membiara, ada
perasaan hampa pada diri mereka dalam menjalani kehidupan
mereka. Pada partisipan pertama merasakan kehidupan di luar
komunitas biara membuatnya tidak merasa nyaman, sehingga itulah
yang membuatnya mendekatkan diri pada komunitas biara dan
bekerja di sana. Ketika panggilan datang pada dirinya partisipan
merasakan kehidupannya memiliki keamanan dan memiliki tujuan
hidup dengan melayani anak-anak cacat. Sedangkan pada partisipan
ketiga, kehidupan dunia (di luar biara) sudah lama dijalaninya,
hidup berkelebihan, dan pekerjaan yang mapan dengan gaji yang
besar tidak membuatnya merasa hidup. Rasa kesia-sian telah

204


bekerja keras dan memiliki uang yang banyak tanpa kehadiran
keluarga membuat partisipan merasakan hampa pada dirinya.
Kehilangan keluarga karena musibah, membuat dirinya tidak lagi
memiliki tujuan dalam hidupnya. Ketika panggilan membiara itu
datang partisipan merasakan kembali memiliki tujuan hidup dan
yang paling utama baginya adalah, dia menemukan keluarga di
tengah-tengah komunitasnya. Hal yang berbeda terjadi pada
partisipan keempat, rasa putus asa dengan kehidupannya karena
penyakit yang dideritanya dan konflik yang sering terjadi antara dia
dan kedua orang tuanya, membuat dirinya merasakan putus asa, dan
dalam keputusasaannya itu partisipan memiliki kerinduan untuk
menjalani hidup membiara. Saat panggilan itu datang pada dirinya,
partisipan merasakan kembali memiliki tujuan dalam hidupnya,
tujuan untuk dapat menjadi orang yang lebih baik lagi dan inilah
waktu bagi dia untuk mendekat pada Pencipta dan menemukan
kedamaian dalam hidupnya. Partisipan juga memiliki tujuan untuk
membantu kedua orang tuanya agar lebih mendekatkan diri pada
Sang Pencipta, sehingga keluarga mereka pun dapat dipulihkan.
4. Dalam mempertimbangkan keputusan hidup membiara, keempat

partisipan meminta pendapat dari keluarga. Saat panggilan hidup
membiara datang pada mereka, mereka melibatkan keluarga dan
meminta persetujuan dari keluarga sebelum mereka mengambil
keputusan hidup membiara. Keterlibatan keluarga dalam proses
pertimbangan menghasilkan respons-respons yang berbeda dari
masing-masing anggota keluarga. Dalam keluarga keempat

205

partisipan ada yang menyetujui dengan keinginan partisipan untuk
membiara, tetapi ada pula yang menentang minat partisipan untuk
hidup membiara. Pada partisipan pertama keterlibatan keluarga
menjadi hal yang sangat penting bagi dirinya karena bagi partisipan
keluarganya tahu mana yang terbaik bagi dirinya, dan partisipan
pertama pun mendapatkan respon yang baik dari keluarganya,
keluarganya memberikan dukungan dan kebebasan pada keputusan
yang diambil oleh partisipan. Sedangkan pada partisipan kedua,
ketiga, dan keempat ketika keluarga mengetahui minat mereka,
keluarga memberikan respon menentang dengan keras dan tidak
memberika ijin pada mereka untuk menjalani hidup membiara. Pada

partisipan keempat dan kedua pertentangan yang diberikan oleh
keluarga membuat mereka nekat untuk menjalani kehidupan
membiara walaupun tanpa persetujuan keluarga.
5. Pada umumnya, ketika dihadapkan pada persoalan mengambil
keputusan hidup membiara, masing-masing partisipan melakukan
pola coping yang berbeda-beda dalam mengatasinya. Pada
partisipan pertama pola coping yang digunakan adalah vigilance,
yaitu sebelum mengambil keputusan partisipan menggali informasi
secara

mendalam,

menyeluruh,

dan

menganalisisnya

untuk


memperoleh keputusan dengan kualitas yang tinggi. Sedangkan
pada partisipan kedua dan keempat menggunakan pola unconflicted
intertia, yaitu partisipan melanjutkan saja kepercayaan atau
tindakan yang sebelumnya dilakukan. Pada partisipan ketiga

206

melakukan defensive avoidance, yaitu partisipan melakukan
penundaan dalam mengambil keputusan.
6. Dukungan keluarga menjadi hal yang penting dalam mengambil
keputusan hidup membiara, karena dengan adanya dukungan dari
keluarga kehidupan membiara pun dapat dengan mudah dijalani.
Seperti pada partisipan pertama ketika mengalami fase pasang surut
pada panggilannya, dia mendapatkan kembali motivasi dan
dukungan dari seluruh keluarga untuk terus kuat pada panggilannya.
Pada partisipan keempat, kakaknya yang terus mendukung dan
memberikan

motivasi


saat

menghadapi

persoalan

dalam

panggilannya. Sedangkan pada partisipan kedua dan ketiga ketika
menghadapi pasang surut panggilan mereka, komunitaslah yang
membantu mereka dalam menghadapi persoalan mereka. Adapun
upaya dari keempat partisipan sendiri dalam mengatasi fase pasang
surut dalam kehidupan membiaranya, berbeda-beda. Partisipan
pertama dan keempat akan datang pada Tuhan dengan berdoa jika
menghadapi masalah pada hidup membiaranya, sedangkan pada
partisipan kedua dia akan mengingat anak-anak asuhnya jika
keinginan untuk meninggalkan panggilannya karena persoalan
hidup membiara yang berat dihadapinya
7. Keempat partisian akan mengingat kembali motivasi awal mereka
untuk hidup membiara ketika mereka merasakan keraguan saat

dalam hidup membiara. Keempat partisipan mengingat perjuangan
mereka, kesulitan-kesulitan, dan tantangan yang telah mereka lewati
saat proses mengambil keputusan membiara. Hal tersebut membuat

207

mereka kembali kuat dan teguh untuk tetap setia pada
panggilannya.

B. Saran
1. Bagi penelitian selanjutnya
Pada penelitian ini, peneliti berfokus pada proses pengambilan
keputusan hidup membiara, tantangan yang dihadapi dari keluarga
dan diri sendiri, fase pasang surut dalam hidup membiara, hingga
pada menemukan kedamaian dalam hidup membiara. Banyak hal
yang perlu untuk dipahami dalam topik ini yang dapat dimanfaatkan
bagi penelitian selanjutnya, seperti dari segi peraturan dalam hidup
membiara (hidup kaul) dapat dibahas lebih dalam lagi dan juga
perbedaan kebudayaan dalam keluarga dan masyarakat membuat
perbedaan pendapat mengenai kehidupan membiara seperti

penelitian yang dilakukan oleh Tomalin (2006) di Thailand, yang
mengungkapkan

bahwa

status

bhikkuni

(biarwati

Buddha)

merupakan status yang dapat mengangkat martabat wanita. Dapat
juga melihat persamaan dari segi peraturan dari kedua latar
belakang agama tersebut untuk dikembangkan bagi penelitian
teologi. Hal tersebut menjadi menarik untuk diteliti sehingga
pengetahuan akan hidup membiara bagi masyarakat awam pun
dapat terpenuhi. Dapat juga meneliti untuk komunitas agama lain
yang mempunyai ciri serupa dengan jenis yang lebih besar atau

dengan biara yang berbeda aliran ataupun berbeda peraturannya.
2. Bagi calon biarawati

208

Setiap calon biarawati yang mengambil keputusan hidup
membiara, mengalami proses yang panjang dalam hidupnya.
Persoalan dan tantangan yang datang dari dalam diri indivdu dan
dari orang lain menjadi hal yang sewajarnya terjadi dalam proses
memutuskan hidup membiara. Maka dari itu bagi para calon
biarawati hendaknya selalu mengingat panggilannya dan juga
mengingat motivasi awal, sehingga saat menghadapi tantangan
dalam proses mengambil keputusan, calon biarawati akan dapat
mengatasi dengan baik. Beberapa cara yang dapat partisipan
lakukan ketika menghadapi fase pasang surut hidup membiara,
yaitu dengan membuat jurnal (catatan harian) sebagai cara
merefeleksikan kehidupan membiaranya. Karena panggilan adalah
proses

yang

tidak

pernah

berhenti

untuk

terus-menerus

mendapatkan respons dari pribadi yang menjalaninya. Inilah yang
juga membedakannya dengan profesi lain. Oleh karena itu
bimbingan dan pendampingan rohani pun menjadi sangat penting
bagi orang yang hidup dalam biara.
3. Bagi komunitas dan masyarakat
Hendaknya

bagi

masyarakat

dapat

menghormati

setiap

keputusan yang diambil oleh calon biarawati dan dapat berpikir
terbuka akan panggilan mereka akan kehidupan membiara
(memiliki sikap netral) dan bagi komunitas dan pimpinan biara,
kiranya dapat mendukung dan memberi perhatian lebih pada calon
biarawati di masa-masa awal masuk dalam hidup membiara karena
pada masa itukah calon biarawati sering mengalami fase pasang

209

surut dalam hidupnya dan bantulah para calon biarawati untuk tetap
kuat pada panggilannya, karena menjadi sangat penting calon
biarawati mendapatkan bimbingan dan pendampingan dari superior
maupun secara kolektif. Hal ini dapat dilakukan dengan melakukan
dialog dengan pimpinan atau guru dan rekan-rekan sebagai cara
untuk memotivasi satu sama lain agar tetap kuat dalam menjalani
hidup membiara meski banyak tantangan.

Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengambilan Keputusan Kiper pada Robot Humanoid Menggunakan Decision Tree T1 612011016 BAB V

0 0 3

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Alasan Petani Dalam Pengambilan Keputusan Menanam Suatu Jenis Varietas Padi T1 522000601 BAB V

0 0 8

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Proses Pengambilan Keputusan Hidup Membiara: Studi Kasus Pada Biarawati Katolik dan Buddha T1 802007079 BAB I

0 0 10

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Proses Pengambilan Keputusan Hidup Membiara: Studi Kasus Pada Biarawati Katolik dan Buddha T1 802007079 BAB II

0 0 25

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Proses Pengambilan Keputusan Hidup Membiara: Studi Kasus Pada Biarawati Katolik dan Buddha T1 802007079 BAB IV

0 0 158

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Proses Pengambilan Keputusan Hidup Membiara: Studi Kasus Pada Biarawati Katolik dan Buddha

0 0 15

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Proses Pengambilan Keputusan Hidup Membiara: Studi Kasus Pada Biarawati Katolik dan Buddha

0 0 97

T1__BAB V Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Destilasi Menggunakan Tenaga Surya T1 BAB V

0 0 2

T1__BAB V Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: FaktorFaktor yang Konsumen dalam Pengambilan Keputusan Pembelian Produk Larissa Skin Care di Salatiga T1 BAB V

0 0 2

T1__BAB V Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peran Perangkat Desa terhadap Pengambilan Keputusan Terkait Kesehatan Maternal di Desa Binaus, Nusa Tenggara Timur T1 BAB V

0 0 2