AGAMA SAPTO DARMO DI DESA TURI GEDE BOJONEGORO:STUDI SEJARAH DAN AJARAN.

(1)

AGAMA SAPTO DARMO DI DESA TURI GEDE BOJONEGORO

(Studi Sejarah dan Ajaran)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana dalam Program Strata Satu (S-1) Pada Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam (SKI)

Oleh:

MUHAMMAD AGUS DARMAWAN NIM : A0.22.10.069

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

SURABAYA


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

ABSTRAK

Skripsi ini berjudul ” Aliran Sapto Darmo di desa Turi Gede Bojonegoro (studi sejarah dan ajaran)” adapun fokus pembahasannya adalah 1. bagaimana sejarah ajaran atau ritual Sapto Darmo di desa Turi Gede Bojonegoro Dan 2. Bagaimana pandangan Tokoh-tokoh mengenai ajaran Sapto Darmo di desa Turi Gede Bojonegoro.

Dalam menjawab pertanyaan tersebut, peneliti menggunakan metode kebudayaan dengan pendekatan fenemenologis untuk mengetahui pengalaman tentang kebenaran sebuah ajaran keagamaan Sapto Darmo di desa Turi Gede Bojonegoro. Dengan hal tersebut dapat diketahui sejauh mana aliran Sapto Darmo menurut pandangan tokoh agama baik di Bojonegoro.

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa 1. Sejarah munculnya Sapto Darmo diawali dengan adanya penerimaan oleh seseorang yang bernama Pak Sopoero atau Hardjo Sopoero dari kota Pare Kediri jawa timur, wahyu pertama turun tanggal 27 Desember 1952 yang berupa sujud dan dilanjutkan pada tanggal 13 Februari 1953 berupa wahyu Racut dan pada tanggal 12 Juli 1954 diterima wahyu berupa simbol pribadi manusia. Kemudian ajaran ini disebarluaskan ke daerah–daerah di Jawa oleh Hardjosopoero. 2. Sapto darmo ini menurut pandangan sejumlah tokoh muslim kebanyakan tidak menyetujui dengan adanya aliran tersebut sebagai contoh pendapat tokoh Nu menyatakan bahwa aliran Sapto Darmo ini merupakan aliran sesat karena gerakan ibadah yang sangat menyimpang dari ajaran Islam. Menurut tokoh Muhammadiyah menyatakan bahwa aliran tersebut juga menyimpang karena tata cara ibadah yang salah, pendapat ini hampir sama dengan pendapat tokoh Nu. Sedangkan menurut Ketua MUI Bojonegoro menyatakan bahwa aliran kepercayaan itu bukan agama karena yang dilakukan tidak sesuai dengan ajaran Islam.


(8)

ABSTRACT

This thesis entitled "Flow Sapta Darma in Bojonegoro Turigede village (the study of history and doctrine)" while the focus of the discussion is 1. how history, doctrine or ritual in the village Turi Sapto Darmo Gede Bojonegoro and 2. The Islamic view of the teachings in the village Turi Sapto Darmo Gede Bojonegoro.

In answering this question, the researchers used the method to approach culture fenemenologis to know the experience of the truth of a religious doctrine in the village Turi Sapto Darmo Gede Bojonegoro. With this it can be seen the extent to which the flow Sapto Darmo in the view of religious leaders both in Bojonegoro.

The results of this study indicate that the history of the emergence Sapto 1. Darmo begins with the acceptance by someone named Mr. Sopoero or Hardjo Sopoero of town Pare, East Java, the first revelation to fall on December 27, 1952 in the form of prostration and resumed on February 13, 1953 in the form of Racut revelation and on July 12, 1954 received a revelation in the form of a symbol of the human person. Then this teaching is distributed to areas in Java by Hardjosopoero. 2. This darmo Sapto in the view of a number of prominent Muslim majority does not agree with the flow figures as an example the opinion states that the flow Sapto Nu Darmo is a cult because the movement of worship that deviate from Islamic teachings. According to leaders of Muhammadiyah states that such flows are also turned away by ordinances of worship is wrong, this opinion is almost the same as the opinion of Nu figures. Meanwhile, according to Bojonegoro MUI Chairman stated that it was not a religious cult, because of what is not in accordance with the teachings of Islam.


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

PERNYATAAN KEASLIAN ... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

PENGESAHAN ... iii

MOTTO ... iv

ABSTRAK ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ...xi

DAFTAR GAMBAR... xii

DAFTAR TRANSLITERASI ... xiii

BAB I: PENDAHULUAN A. Latar Belakang………... 1

B. Rumusan Masalah………... 4

C. Tujuan Penelitian…... 5

D. Kegunaan Penelitian... 5

E. Pendekatan dan Kerangka Teori... 6

F. Penelitian Terdahulu... 10

G. Metode Penelitian... 11

H. Sistematika Bahasan... 14

BAB II: ALIRAN SAPTO DARMO TURI GEDE, BOJONEGORO A. Keadaan Turi Gede 1. Menapak Tilas Alam Turi Gede... 15

2. Sejarah Desa... 17

3. Sejarah Pemerintahan Desa...18

4. Sejarah Pembangunan Desa...19

5. Kondisi Geografis Desa Turi Gede... 22

6. Perekonomian Desa Turi Gede... 23

7. Kalender Musiman... 24

8. Kodisi Demografis... 26

B. Aliran Sapto Darmo 1. Sejarah Masuknya Aliran Sapto Darmo Desa Turi Gede... 29

2. Tokoh-tokoh Yang Berperan Dalam Aliran Sapto Darmo Desa Turi Gede... 35


(10)

BAB III: AJARAN DAN RITUAL SAPTO DARMO TURI GEDE,

BOJONEGORO

A. Organisasi Sapto Darmo... 41 B. Ajaran Pokok Sapto Darmo... 43 C. Ritual Masyarakat Sapto Darmo... 57

BAB IV: PANDANGAN TOKOH-TOKOH MENGENAI SAPTO DAMO TURI GEDE, BOJONEGORO

A. Tanggapan Tokoh NU... 65 B. Tanggapan Tokoh Muhammadiyah... 69 C. Pandangan MUI (Al-Qur’an dan Hadits)... 72

BAB V: PENUTUP

A. Kesimpulan... 76 B. Saran... 77 DAFTAR PUSTAKA


(11)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sapto Darmo diawali dengan tumbuhnya kebudayaan spritual sejak jaman prasejarah dengan adanya kebudayaan animisme dan dinamisme. Masuk jaman sejarah kebudayaan animisme dan dinamisme digantikan dengan kebudayaan baru yaitu Hindu-Budha, Islam dan Kolonial. Arus kebudayaan baru yang masuk sangat cepat diiringi dengan adanya kelelahan dalam revolusi kemerdekaan dan krisis ekonomi yang berkepanjangan maka banyak kelompok masyarakat yang ingin kembali pada budaya asli.1 Salah satu bentuk budaya asli adalah gerakan kebatinan dan salah satunya adalah munculnya kerohanian Sapto Darmo. Pada tanggal 27 Desember 1952, Ajaran Sapto Darmo ini pertama kali berdiri di daerah Mojokuto yang terletak di Pare, Kediri, Jawa Timur. Sapto Darmo merupakan sebuah organisasi aliran kepercayaan yang pokok ajarannya adalah melaksanakan tujuh kewajiban suci yang bertujuan untuk membentuk kerohanian dan budi luhur dan berusaha membina kebahagiaan hidup manusiadi dunia dan akhirat. Aliran kejawèn ini didirikan oleh Hardjo Sopoero. Aliran ini mempunyai banyak pengikut yang berasal dari kalangan rakyat biasa yaitu buruh dan petani, tidak seperti

1As’ad

El Hafid, Aliran-Aliran Kepercayaan Dan Kebatinan di Indonesia (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013), 53.


(12)

2

Pangestu, Sumarah dan lain-lain yang memiliki pengikut terutama dari kelas menengah.2

Sapto Darmo hadir untuk membimbing manusia menuju kesempurnaan hidup, baik mental-spiritual maupun fisik–material melalui ilham-ilham Sapto Darmo yang diterima oleh Panuntun Agung Sri Gautama. Konsep Tuhan dalam Sapto Darmo terlalu sederhana dan abstrak. Konsepsi penyelamatan hidup-isme mementingkan penyelamatan di dunia ini. Dalam hal ini, Sapto Darmo sama dengan Konsep penyelamatan hidup-isme. Dalam konsep penyelamatan Sapto Darmo, pengikutnya mendapat penyelamatan di dunia ini. Sapto Darmo sebetulnya mengabaikan konsep akhirat dan penyelamatan yang diberikan di akhirat. Dipentingkan daya mengobati sakit dan budi luhur yang didapat dengan etika dan moral sehari-hari.3

Hardjosopoero meninggal pada tanggal 16 Desember 1964. Nama Sapto Darmo diambil dari bahasa Jawa: Sapto artinya tujuh dan Darmo artinya kewajiban suci. Jadi, Sapto Darmo artinya tujuh kewajiban suci. Sekarang aliran ini banyak berkembang di Yogya dan Jawa Tengah, bahkan sampai ke luar Jawa. Aliran ini mempunyai pasukan dakwah yang dinamakan Korps Penyebar Sapto Darmo, yang dalam dakwahnya sering dipimpin oleh ketuanya sendiri (Sri Pawenang) yang bergelar juru bicara tuntunan agung.

2

Ibid., 54. 3


(13)

3

Sepeninggalan Hardjosopoero aliran Sapto Darmo ini mulai tumbuh dan berkembang diberbagai wilayah. Dimulai dari desa plosok atau terpencil dahulu. Seiring berjalanya waktu Sapto Darmo telah memasuki perkotaan. Secara Sembunyi-sembunyi. Penganut aliran kebatinan Sapto Darmo dalam laku spiritual maupun laku ritualnya, telah menjadi aset nilai budaya bangsa yang tidak ternilai harganya. Namun pada kenyataannya, ada beberapa kelompok masyarakat penganut agama tertentu tidak menginginkan keberadaanya bahkan menghalangi legalitasnya karena menganggap penganut aliran kebatinan Sapto Darmo adalah penganut aliran sesat. Sebenarnya, bagaimanakah laku spiritual maupun laku ritual yang dilaksanakan oleh penganut aliran kebatinan Sapto Darmo yang berperan sebagai pelestari budaya spiritual dengan mengangkat kearifan lokal yang diajarkan para leluhur nenek moyang sehingga ada beberapa kelompok masyarakat yang mengatakan penganut aliran sesat.

Sedangkan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa masih dianggap sebagai kekayaan kebudayaan nasional karena merupakan warisan spiritual nenek moyang yang eksistensinya masih di pandang sebelah mata oleh sebagian orang maupun oleh pemerintah sendiri. Di dalam keadaan yang demikian, para penghayat kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa tetap berjuang untuk mempertahankan eksistensinya. Agama-agama negara memang telah masuk dan memberikan pengaruh yang berarti pada religi asli Jawa (terlepas dari banyak sedikitnya masing-masing saling mempengaruhi). Dapat dikatakan bahwa sifat dari religi asli Jawa memang terbuka, mudah untuk dimasuki oleh nilai-nilai dari luar,


(14)

4

sejauh nilai-nilai luar itu cocok dan mau beradaptasi dengan religi Jawa. Di pihak lain, dikatakan bahwa agama-agama negara dari luar yang datang ke wilayah orang Jawa juga adalah agama-agama yang yang memiliki unsur-unsur terbuka untuk dimasuki, dipengaruhi, dan diolah oleh spiritualisme Jawa.

Dengan demikian, Sapto Darmo merupakan aliran kejawen yang memiliki organisasi sendiri, tumbuh dan berkembangnya aliran Sapto Darmo ini tidak lepas dari tuntunan Hardjo Sopoero. Sapto Darmo ini masih mempercayai hal-hal yang spiritual dengan mengangkat kearifan lokal yang diajarkan para leluhur nenek moyang mereka.4

Hal diatas merupakan alasan-alasan yang melatar belakangi penulis memilih judul: “Aliran Sapto Darmo di desa Turi Gede Bojonegoro. Penulis menganggap bahwa penelitian ini sangat penting untuk dilakukan karena aliran Sapto Darmo ini mempunyai pengaruh penting dalam kehidupan masyarakat, sehingga banyak orang-orang terjerumus masuk kedalam aliran ini. Dengan pokok ajaran dan kitab sucinya sehingga banyak aliran-aliran kerohanian yang menganggap dan menyatakan bahwa aliran kerohanian datang berdasarkan pemberitahuan dari Tuhan.

B. Rumusan Masalah

Dari uraian latar belakang masalah di atas, maka masalah yang hendak dikaji disini dapat diidentifikasi sebagai berikut:

4


(15)

5

1. Bagaimana sejarah dan ajaran/ ritual Sapto Darmo di desa Turi Gede , Bojonegoro?

2. Bagaimana pandangan Tokoh Islam mengenai ajaran Sapto Darmo di desa Turi Gede, Bojonegoro ?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah pada bab sebelumnya, penelitian ini bertujuan antara lain untuk:

1. Untuk mengetahui bagaimana sejarah dan ajaran serta ritual yang dilakukan Aliran sapto Darmo didesa Turigede Bojonegoro.

2. Untuk mengetahui Pandangan Tokoh-tokoh islam mengenai ajaran yang diajarkan oleh aliran sapto darmo tersebut khususnya di desa Turi Gede bojonegoro

D. Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini di harapkan dapat menambah kajian di Perpustakaan dan juga dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun secara praktis.

1. Secara Akademik (Praktis)

Hasil penelitian ini dapat menjadi bahan bacaan di Perpustakaan Fakultas Adab dan Humaniora dan Perpustakaan Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya.


(16)

6

Penelitian ini diharapkan dapat memperluas khazanah keilmuan Sejarah dan Kebudayaan Islam agar menjadi bacaan yang berguna bagi masyarakat, terutama bagi mereka yang ingin mengetahui pandangan Islam (Al-Qur’an dan al-Sunnah) tentang aliran Sapto Darmo di desa Turi Gede Bojonegoro.

E. Pendekatan Dan Kerangka Teoritik

Metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.5 Perilaku ini diarahkan pada latar belakang dan individu tersebut secara utuh. Dalam suatu penelitian, untuk mendapatkan hasil yang optimal harus menggunakan metode penelitian yang tepat. Ditinjau dari permasalahan dalam penelitian ini, yaitu tentang persepsi masyarakat terhadap hak dan kebebasan meyakini kepercayaan mengenai ajaran Sapto Darmo di desa Turi gede kecamatan Kepuh Baru Bojonegoro. Maka penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif.

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan sejarah. Karena dalam kaidah sejarah itu bersifat Diakronis, Ideografis dan unik.6 Pembahasan pada sejarah lebih menekankan pada alur waktu, dengan kata lain bahasan sejarah itu memanjang dalam waktu. Dalam sejarah, membicarakan satu tempat dari waktu A sampai waktu B, melalui pendekatan sejarah akan dilihat tentang perubahan, kesinambungan, ketertingalan, dan loncat-loncatan. Pendekatan ini digunakan agar bisa mengungkapkan kebenaran sejarah ajaran Sapto Darmo di desa Turi Gede

5

Moh Nazir, Metode Penelitian (Bogor: Ghalia Indonesia, 2005), 63. 6


(17)

7

kecamatan Kepuh Baru Bojonegoro hingga memperoleh hasil yang lebih spesifik dan sesuai dengan judul penelitian ini yakni “Aliran Sapto Darmo Di desa Turi Gede Bojonegoro.7

Untuk memperoleh hasil yang lebih spesifik dan sesuai dengan judul peneliti, maka peneliti ini juga meminjam penerapan teori dalam ilmu sosial. Karena institusi sosial juga merupakan garapan sejarah sosial, sepanjang ia tetap merupakan dari unit sebuah masyarakat dengan ruang lingkup dan waktu tertentu dapat digolongkan sebagai sejarah sosial. Seperti dalam penerapan teori “Perubahan Sosial”. Teori perubahan sosial ini berguna untuk menunjukan dan melukiskan perkembangan sebuah lembaga/kelompok sosial itu dari berdiri sampai menjadi sebuah lembaga yang kompleks.

Dalam kelompok Sapto Darmo di desa Turi Gede kecamatan Kepuh Baru Bojonegoro, memiliki sejarah perkembangan yang bertingkat dan lebih kompleks seiring dengan memanjangnya waktu. Dimulai dari berdirinya ajaran Sapto Darmo didesa Turi Gede kecamatan Kepuh Baru Bojonegoro sebagai bentuk keprihatian Hardjosapuro terhadap dunia yang ada. Pada awalnya hanya memiliki kelompok tradisional yang kemudian dengan berjalannya waktu mengubah menjadi ajaran yang diikuti banyak orang.8

Teori perubahan sosial August Comte (1798-1857 M) yang mengangkat konsep Social Dinamics (dinamika struktural). Dinamika sosial merupakan hal-hal yang berubah dari suatu waktu kewaktu yang lain, yang dibahas adalah dinamika

7

Ibid., 32. 8


(18)

8

sosial dari struktur yang berubah dari waktu kewaktu.9 Dinamika sosial adalah daya gerak dari sejarah tersebut, yang pada setiap tahapan evolusi manusia mendorong ke arah tercapainya keseimbangan baru yang tinggi dari satu masa (generasi) kemasa berikutnya. Struktur dapat digambarkan sebagai hierarchy masyarakat yang memuat pengelompokan masyarakat berdasarkan kelas-kelas tertentu (elit, middle, dan class). Sedangkan dinamika sosial adalah proses perubahan kelas-kelas masyarakat itu dari satu masa kemasa yang lain.

Perubahan sosial ada pada dinamika struktural (social dynamic), yaitu perubahan atau isu perubahan sosial yang meliputi bagaimana kecepatannya, arahnya, bentuk, agennya (perantara).10 Proses perubahan dilihat sebagai proses perkembangan yang jelas sekwensi dan tahapan-tahapanya.

Perubahan sosial dalam pemberdayaan komunitas pada hakekatnya merupakan suatu proses perubahan evolusioner yang disengaja dan terarah. Menurut Kaplan dan Manners, pertumbuhan adalah proses pertambahan. Sedangkan pembangunan mengandung pengertian transformasi struktur sosial. Konsep transformasi struktur sosial menciptakan sebuah perubahan sosial yang terarah dan bersifat linear.11 Walaupun diarahkan, perubahan sosial yang terjadi bersifat dinamis. Dinamisasi pada asanya mencakup dua proses, yaitu penggalakan kembali nilai-nilai hidup positif yang telah ada, selain mencakup pula pergantian

9

Ibid., 46. 10

Agus Salim, Perubahan Sosial: Sketsa Teori dan Refleksi Metodologi Kasus Indonesia

(Yogyakarta:Tiara Wacana, 2002), 9-10.

11Agus Darma, “

Analisa Perubahan Sosial dari Pemberdayaan Komunikasi dalam Penyediaan Prasarana Fisik(Studi Kasus:Pembangunan Bendungan di Desa Karangmulya, Indramayu, Jawa Barat)”, dalam http://repository.gunadarma.ac.id:8000/browse.php?nfile=1246. (25 Oktober 2014).


(19)

9

nilai-nilai lama itu dengn nilai-nilai yang diangap lebih sempurna. Proses pergantian nilai itu dinamai modernisasi.

Dalam setiap perkembangan ajaran Sapto Darmo di desa Turi Gede, Bojonegoro tidak terlepas dari peranan seorang panutan agung yang berprofesi sebagai pengasuh maupun pendiri.12 Panutan agung mepunyai peran yang sentral dalam perkembangan setiap ajaran Sapto Darmo ini. Panutan agung memiliki kharisma dan memiliki otoritas yang tinggi dalam menyimpan dan menyebarkan pengetahuan serta berkompenten mewarnai corak dan bentuk perkembangan Sapto Darmo.

Dalam melaksanakan tugas maupun peruatan dan penyebaran ajaran Sapto Darmo dibangun sangkar (tempat beribadah) yang diberi nama sanggar candi Sapto Darmo di Bojonegoro, Dalam sistem pengajaranya murid-murid duduk dilantai, menghadap sang guru, dan belajar tuntunan dalam ajaran Sapto Darmo. Waktu mengajar biasanya diberikan pada waktu malam hari agar tidak menggangu pekerjaan orang tua sehari-hari.

Teori kekuasaan di atas digunakan oleh penulis sebagai alat analisis terhadap penulisan skripsi ini, diharapkan dapat menjelaskan bagaimana cara masyarakat Sapto dalam menyebarkan ajaranya tersebut. Selain itu juga dengan pokok ajaran dan kitab sucinya sehingga banyak aliran-aliran kebatinan yang menganggap dan menyatakan bahwa aliran kebatinan datang berdasarkan pemberitahuan dari Tuhan. Apakah semua itu benar menurut tokoh-tokoh Islam.

12


(20)

10

F. Penelitian Terdahulu

Dalam tinjauan penelitian terdahulu sudah ada yang membahas tentang Sapto Darmo, seperti dalam bukunya H.M. Rasjidi yang menulis buku dengan judul “Islam dan Kebatinan” yang fokus pembahasanya yaitu mengenai sejarah munculnya aliran kebatinan. Dalam penelitian lain yang dilakukan oleh mahasiswa UINSA Surabaya belum ada yang mengambil judul dengan tema Anwar Sadat. Namun ada skripsi dari mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang melakukan penelitian mengenai yakni:

1. Skripsi M. Muhaimin, Fakultas Adab dan Humaniora, Jurusan Sejarah dan Peradaban Islam, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2004,13 yang berjudul “Ritual yang dilakukan oleh kelompok Sapto Darmo” skripsi ini memfokuskan pembahasan mengenai ritualnya saja. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang sedang dilakukan adalah penelitian ini membahas tentang ritualnya saja, sedangkan penelitian yang sedang dilakukan adalah membahas tentang padangan islam tentang aliran Sapto Darmo.

2. Skripsi Yopi Aris Widiyanto, Program Studi Pendidikan Sejarah, Jurusan Sejarah, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Malang tahun 2011,14 yang berjudul “Kerohanian Sapta Darma Kota Malang (Sebuah Kajian Historis, Eksistensi, dan Makna Pendidikan yang Terkandung dalam Ajarannya “. Skripsi

13M. Muhaimin, “

Ritual yang dilakukan oleh kelompok Sapto Darmo(Skripsi,UIN Syarif Hidayatullah Fakultas Adab dan Humaniora, Jakarta, 2004),43.

14

Yopi Aris Widiyanto, Skripsi: Kerohanian Sapta Darma Kota Malang (Sebuah Kajian Historis,

Eksistensi, dan Makna Pendidikan yang Terkandung dalam Ajarannya)”,(Skripsi,Universitas Negeri


(21)

11

ini memfokuskan pembahasan pada makna pendidikan yang terkandung dalam ajaran "Kerohanian Sapta Darma" (KSD) di Kota Malang. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang sedang dilakukan adalah penelitian ini membahas tentang makna pendidikan yang terkandung dalam ajaran Sapta Darma, sedangkan penelitian yang sedang dilakukan adalah membahas tentang padangan islam tentang aliran Sapto Darmo.

3. Muhammad Yusuf, Fakultas Ushuludin, Jurusan Perbandingan Agama, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta tahun 2010,15 yang berjudul “ Agama Islam Dalam Kerohanian Sapto Darmo”. Skripsi ini membahas tentang unsur agama Islam dalam kerohanian Sapto Darmo. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang sedang dilakukan adalah penelitian ini membahas tentang unsur agama Islam dalam kerohanian Sapto Darmo, sedangkan penelitian yang sedang dilakukan adalah membahas tentang padangan islam tentang aliran Sapto Darmo didesa Turi Gede kecamatan Kepuh Baru Bojonegoro. Sesuai dengan judul skripsi yang saya susun ini, yakni “Aliran Sapto Darmo di desa Turi Gede Bojonegoro”.

G. Metode Penelitian

Dalam melakukan penulisan penelitian, metode mempunyai peran yang sangat penting. Berdasarkan hal tersebut, penulisan ini menggunakan metode penulisan historis. Hasil rekonstruksi masa lampau berdasarkan fakta-fakta yang telah tersusun yang didapatkan dari penafsiran sejarah terhadap sumber-sumber

15Muhammad. Yusuf, “

Agama Islam Dalam Kerohanian Sapta Darma”(Skripsi,UIN Kalijaga Fakultas Ushuludin, Yogyakarta, 2010), 52.


(22)

12

sejarah dalam bentuk-bentuk tertulis disebut historiografi.16 Pada tahap awal penulisan ini, penulis menggunakan metode penulisan sejarah,17 yaitu:

1. Heuristik pada tahap ini penulis mengumpulkan data dari berbagai sumber meliputi sumber tertulis dan sumber wawancara terhadap orang-orang yang layak yaitu dengan Bapak Bambang Suhadmodjo , Bapak Jayus dan juga Bapak Kasminto dengan penulisan yang dapat memberikan informasi yang relevan mengenai penulisan ini. Sumber-sumber tersebut dapat dianggap sebagai sumber primer. Selain itu penulis juga akan menggunakan sumber sekunder berupa buku-buku yang relevan dengan permasalahan dalam penulisan ini. Adapun teknik yang akan penulis lakukan dalam pengumpulan sumber.

2. Verifikasi (kritik sumber), yaitu untuk membuktikan apakah sumber-sumber yang kita dapatkan tersebut kredibel atau tidak. Dalam hal ini penulis tidak melakukan verifikasi terhadap sumber, baik intern maupun ekstern karena keterbatasan jarak antara yang tidak memungkinkan untuk melakukan kritik. Sehingga penulis melakukan pemilihan terhadap sumber-sumber, yang terkumpul misalnya berupa buku-buku karangan Sapto Darmo, bisa juga menggunakan buku-buku tokoh yang hidup pada masa dahulu, contohnya yaitu buku dari H.M. Rasjidi, dan buku-buku refrensi lainnya yang ada hubungannya dengan pembahasan skripsi ini.

3. Interpretasi atau penafsiran terhadap sumber atau data sejarah seringkali disebut dengan analisis sejarah. Dalam hal ini data yang terkumpul dibandingkan

16

Lilik Zulaicha, Metodologi Sejarah (Surabaya: Fakultas Adab, IAIN Sunan Ampel, 2004), 17.

17


(23)

13

kemudian disimpulkan agar bisa dibuat penafsiran terhadap data tersebut sehingga dapat diketahui hubungan kausalitas dan kesesuaian dengan masalah yang diteliti.18 Dalam penulisan mengenai ajaran Sapto Darmo di desa Kepuh Baru Bojonegoro ini penulis menganalisa secara mendalam terhadap sumber-sumber yang telah diperoleh baik primer ataupun sekunder kemudian penulis menyimpulkan sumber-sumber tersebut sebagaiman dalam kajian yang diteliti. 4. Historiografi merupakan tahap terakhir dalam metode sejarah, yakni usaha untuk

merekonstruksi kejadian masa lampau dengan memaparkan secara sistematis, terperinci, utuh dan komunikatif agar dapat dipahami dengan mudah oleh para pembaca. Dalam penulisan ini menghasilkan sebuah laporan penulisan yang berjudul “Ajaran-ajaran Sapto Darmo di desa Turi Gede kecamatan Kepuh Baru kabupaten Bojonegoro”.

Penulis dalam hal ini akan menggunakan metode deskriptif analitik, yang berarti metode dengan cara menguraikan sekaligus menganalisis.19 Dengan menggunakan kedua cara secara bersama-sama maka diharapkan objek dapat diberikan makna secara maksimal. Jadi penulis akan menguraikan data-data mengenai Ajaran-ajaran Sapto Darmo di desa Turi Gede kecamatan Kepuh Baru kabupaten Bojonegoro dan kemudian akan menganalisis agar dapat memaparkan makna Ajaran-ajaran Sapto Darmo di desa Turi Gede kecamatan Kepuh Baru kabupaten Bojonegoro.

18

Ibid., 64.

19

Nyoman Kutha Ratna, Metodologi Penulisan Kajian Budaya Dan Ilmu Sosial Humaniora Pada Umumnya (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), 336.


(24)

14

H. Sistematika Bahasan

Bab pertama ini akan dijelaskan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, pendekatan dan kerangka teori, penelitian terdahulu, metode penelitian, serta sistematika bahasan.

Bab kedua ini akan menjelaskan mengenai asal usul aliran Sapto Darmo mulai dari sejarahnya masuknya aliran tersebut bias menarik minat banyak orang untuk mengikuti aliran tersebut dan juga disini akan dijelaskan gambaran gambaran awal (letak geografis) desa Turi Gede dan juga proses masuknya Aliran Sapto Darmo ke desa Turi Gede.

Bab ketiga ini dijelaskan tentang organisasi masyarakat Sapto Darmo dan juga ajaran-ajaran Sapto Darmo yang dilakukan kelompok Sapto Darmo didesa turi dan kebatinannya itu seperti apa. Dan juga di dalam bab ini juga akan di jelaskan Ritual-ritual yang dilakukan oleh kelompok Sapto Darmo didesa Turi Gede kecamatan Kepuh Baru kabupaten Bojonegoro disetiap tahunnya .

Bab keempat ini akan dijelaskan mengenai tanggapan-tanggapan Tokoh NU dan juga Tokoh Muhammadiyah mengenai aliran Sapto Darmo di desa Turi Gede beserta pandangan Islam menurut Qur’an dan hadist.

Dalam bab kelima ini memuat kesimpulan dari seluruh pembahasan dari awal sampai akhir serta saran-saran dan juga penutup.


(25)

BAB II

ALIRAN SAPTO DARMO TURI GEDE, BOJONEGORO

A. Keadaan Turi Gede

1. Menapak Tilas Alam Turi Gede

Desa Turi Gede merupakan sebuah desa yang termasuk dalam wilayah kecamatan Kepoh Baru kabupaten Bojonegoro.1 Sepanjang perjalanan menuju desa Turi Gede dikelilingi pemukiman warga serta wilayah persawahan dan ladang yang membentang luas. Lahan persawahan sangatlah luas mencapai 152 Ha. Oleh karena itu, pemandangan berupa sawah dan ladang akan terlihat sepanjang jalan menuju desa tersebut. Lahan persawahan tersebut mayoritas ditanami padi.2

Gambar 1. : Peta Desa Turi Gede

1

Sunardi, Wawancara, Bojonegoro, 02 Februari 2015. 2


(26)

16

Untuk memasuki desa Turi Gede jarak yang harus ditempuh ± 25 km dari kota Bojonegoro. Dan dari arah Babat kabupaten Lamongan jarak tempuh ± 15 km. Untuk menuju desa Turi Gede dari sebelah barat melewati desa Ngemplak. Dari sebelah utara melewati desa Bayem Gede. Dari sebelah timur melewati desa Sumber Agung. Dari sebelah selatan melewati desa Balong Dowo.

Kondisi jalan menuju desa Turi Gede banyak yang rusak dan masih berupa jalan tanah dan berbatu jika melewati desa Ngemplak dan Bayem Gede. Kondisi jalan tidak layak/rawan apabila setelah turun hujan, karena kondisi jalan becek dan licin, berbahaya bagi pengguna jalan. Kondisi jalan akan berbeda jika perjalanan melewati desa Sumber Agung ataupun Balong Dowo karena jalan didua desa ini kondisi jalannya sudah dipasang paving. Berikut gambar jalan masuk ke desa Turi Gede yang berbatasan dengan desa Sumber Agung:


(27)

17

Meskipun infrastuktur di desa Turi Gede berupa jalan poros sudah terpaving tetapi kondisinya masih banyak yang rusak. Jalan berpaving tersebut berlobang dan kondisi jalannya anjlok (ambles). Kurangnya penerangan jalan diwaktu malam hari untuk menuju desa Turi Gede sangat membahayakan bagi pengguna jalan. Kondisi jalan yang gelap dan sepi akan memicu terjadinya tindak kejahatan.

2. Sejarah Desa Turi Gede

Desa Turi Gede, menurut keterangan yang bersumber dari cerita para sesepuh desa, terbentuk pada tahun 1924 dengan kepala desa yang disebut petinggi. Desa Turi Gede terbentuk dari gabungan tiga desa, yaitu desa Turi, Sambong dan Saban yang sudah ada sejak sekitar tahun 1880-an.3

Pada awalnya, desa Turi dan Sambong dipimpin oleh seorang petinggi bernama kasimin (sekitar tahun 1880-an s/d 1924) yang pemerintahannya berada di desa Turi. Sedangkan desa Saban, mempunyai pemerintahan sendiri dengan petinggi yang bernama Sarbo. Pada tahun 1924, tiga desa ini digabung menjadi

satu dengan nama “Turi Gede” dengan petinggi pertama bernama Kromo Amijoyo Kasman. Sedangkan Turi, Sambong dan Saban menjadi bagian dari lingkup pemerintahan desa Turi Gede yang disebut pedukuhan. Penggabungan ini besar kemungkinan dilakukan oleh pemerintah Kolonial Hindia-Belanda mengingat pada tahun tersebut Indonesia masih dijajah oleh Belanda.

3


(28)

18

Menurut legenda, nama Turi Gede berasal dari bahasa jawa “Pitutur Sing

Gede” berarti “Nasehat yang besar”. Hal ini dikuatkan dengan mitos bahwa setiap orang Turi Gede yang merantau kebanyakan mendapat kesuksesan. Di tiap dukuh dari desa Turi Gede, setiap tahunnya diadakan Ritual „Sedekah Bumi‟ sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas hasil bumi yang melimpah, Dan khusus di dukuh Turi, setiap tahunnya diadakan perayaan dengan menyuguhkan kesenian Tayub4 yang diadakan di Punden desa (sekarang bernama Sasana Krida Budaya) terletak di RT.05 dukuh Turi. Punden ini merupakan makam dari dua Sesepuh Turi yang disebut mbah Danyang, berasal dari kata Datuk (Kakek) dan Nyang (Nenek). Di punden tersebut, terdapat dua sumber air (sumur) yang dahulu disebut dengan Sendang Turi, sekarang sumber air tersebut tidak difungsikan, diganti dengan PDAM yang dijadikan sumber utama untuk memenuhi kebutuhan air bersih seluruh masyarakat desa Turi Gede. Untuk lebih menkonkritkan hasil temuan data deskriptif desa Turi Gede, berikut juga dipaparkan mengenai sejarah pemerintahan desa hingga sejarah pembangunan desa Turi Gede berikut:

3. Sejarah Pemerintahan Desa

Di dalam sejarah desa Turi Gede, sudah beberapa kali berganti kepala desa5. Dari arsip desa rencana pembangunan jangka menengah desa Turi Gede diketahui pemerintahan desa Turi telah mengalami pergantian kepemerintahan desa sebanyak sembilan kali. Sebagaimana dijelaskan dalam tabel dibawah ini :

5


(29)

19

Tabel 1. : Periode Kepemerintahan Desa Turi Gede

No Periode Nama Kepala Desa Keterangan

1 1880-1924 Kasiman

Kepala Desa Turi dan Sambong

2 1880-1924 Sarbo Kepala Desa Saban

3 1924-1970 Kromo Amijoyo Kasman

Kepala Desa Turi Gede

4 1970-1990 Kardi

Kepala Desa Turi Gede

5 1990-1995 Bambang Sugiri

Kepala Desa Turi Gede

6 1995-1998 Sutomo

Pj. Kepala Desa Turi Gede

7 1998-2006 Joko Susino

Kepala Desa Turi Gede

8 2006-2007 Sunardi, BA

Pj. Kepala Desa Turi Gede

9 2007-Sekarang Bambang Hariyanto

Kepala Desa Turi Gede

4. Sejarah Pembangunan Desa

Mulai tahun 1970-sekarang di desa Turi Gede telah beberapa kali mengadakan pembangunan penambahan dan perbaikan fasilitas infrastruktur baik


(30)

20

fasilitas desa, tempat ibadah, jalan6, dan lain-lain. Proses pembangunan ini seperti yang dijelaskan pada tabel berikut:

Tabel 2. : Perkembangan Pembangunan Desa

No Periode Nama Kepala Desa Pembangunan

1. 1970-1990 Kardi

-Jembatan Jalan Poros -Jembatan Lingkungan -Grosok Jalan

-Gapura desa -Balaidesa -Masjid

-Pembuatan Saluran Irigasi (

Check Dump )

2. 1990-1995 Bambang Sugiri

-Makadam Jalan Poros -Pengerasan Jalan Lingkungan

3. 1995-1998 Sutomo

-Pos Kamling di tiap Dukuh -Pagar Balai Desa

4. 1998-2006 Joko Susino

-Rehap Balai Desa dan Kantor Desa

-Pagar Punden Desa -Pengerasan Jalan poros -Pengerasan Jalan Lingkungan -Air Bersih

-Panti PKK

6


(31)

21

-Perbaikan Saluran Irigasi 5. 2006-2007 Sunardi, BA. -Makadam Jalan Poros

6.

2007-Sekarang

Bambang Hariyanto

-Rehap Balai Desa -Pagar Balai Desa

-Jembatan Plat Beton Balai Desa -Gedung Pertemuan

-Pengerasan Jalan Poros -Pengerasan Jalan Lingkungan -Perbaikan Saluran Irigasi -Gedung Madrasah Diniyah -Jembatan Lingkungan Rt.9 -Pembuatan Gorong-Gorong Dusun Saban Dan Sambong -Rehab Pos Kamling Turi, Sambong Dan Saban. -Grosok Jalan Poros Dan Lingkungan

- Rabat Beton Jalan Lingkungan Dusun Sambong

- Renovasi Pagar Punden Desa - Pembuatan Papan Nama Kantor Desa


(32)

22

5. Kondisi Geografis

Luas wilayah desa Turi Gede 199 ha. Adapun batas desa Turi Gede sebagai berikut: Sebelah utara berbatasan dengan desa Bayem Gede, sebelah selatan berbatasan dengan desa Balong Dowo, sebelah barat berbatasan dengan Ngemplak, desa Sumberoto, sebelah timur berbatasan dengan desa Sumber Agung.7

Luas wilayah menurut penggunaan dengan konversi 1 Ha = 10.000 m² atau 1 m² = 0,0001 Ha. Untuk tanah sawah terdiri atas sawah irigasi ½ teknis seluas 52 Ha dan sawah tadah hujan luasnya 82 Ha. Tanah kering terdiri atas tegal/ladang yang luasnya 13 Ha dan lahan pemukiman luasnya 52 Ha. Tanah fasilitas umum yakni tanah kas desa/kelurahan yang terdiri atas tanah bengkok luasnya 30 Ha, sawah milik desa luasnya 2,5 Ha. Lapangan olahraga luasnya 0,5 Ha begitu juga luas perkantoran pemerintah 0,5 Ha. Tempat pemakaman desa/umum luasnya 1 Ha. Bangunan sekolah/perguruan tinggi 0,5 Ha. Luas jalan 3,5 Ha.

Untuk iklim desa Turi Gede memiliki jumlah bulan hujan kelembapan yaitu 3 bulan, suhu rata-rata harian 35 ºC dan tinggi tempat dari permukaan laut 18 mdl. Desa Turi Gede memiliki warna tanah (sebagian besar) yakni merah, kuning, hitam, abu-abu. Tekstur tanahnya lampungan, pasiran, debuan. Sementara dari segi topografi, desa Turi Gede memiliki luas kemiringan lahan (rata-rata) datar 199 Ha. Ketinggian diatas permukaan laut 15 m DPAL. Desa ini memiliki suhu 20-30 derajat celcius serta curah hujan 2000/3000 mm.

7


(33)

23

6. Perekonomian Desa

Desa Turi Gede tidak mempunyai pos penerimaan dari sektor pajak, sehingga perekonomian desa hanya bertumpu pada hasil sewa tanah kas desa dan dana bantuan dari APBD melalui DPD/K atau ADD saja. Rincian jumlah sumber penerimaan desa antara tahun 2007-2009 sebagai berikut: tahun 2007 retribusi portal desa sebesar Rp 8.313.100, tetapi retribusi portal sejak tahun 2008 ditiadakan karena menambah Cost produksi/penjualan hasil panen para petani. Hasil sewa tanah kas desa tahun 2007 sebesar Rp 4.000.000.

DPD/K atau ADD merupakan dana yang dialokasikan pemerintah kabupaten untuk desa yang nominalnya disesuaikan dengan dana alokasi umum yang diterima kabupaten dari pemerintah pusat. Jumlah DPD/K pada tahun 2007 sebesar Rp 100.000.000. Jumlah ADD pada tahun 2008 sebesar Rp 46.016.426 dan pada tahun 2009 sebesar Rp 81.133.689. 8

Disamping perhitungan rupiah mengenai pendapatan desa diatas melalui dana kas dan bantuan dana APBD. Tidak dapat dipungkiri bahwa rantai perekonomian desa tetaplah bertumpu dan dihasilkan dari hasil pertanian desa. Mata pencaharian mayoritas warga sebagai petani sawah dan lading member dukungan tertinggi untuk laju perekonomian masyarakat desa Turi Gede.

Seperti dibawah ini merupakan data kegiatan pertanian menurut kalender musim tahunan berikut:

8


(34)

24

KALENDER MUSIM

DESA TURI GEDE KEC. KEPOHBARU KAB. BOJONEGORO

2 Pebruari 2014

Jan Peb Mar Aprl Mei Juni Juli Agst Sept Okt Nop Des

Musim Hujan Kemarau Hujan

Curah Hujan

Tinggi Rendah Rendah Rendah sedang

Padi Tana m Panen Tanam Cabe Kecil

Panen Nampek(taburb

enih) Tanam di ladang Cabe Besar Panen Nampek(taburben ih) tanam Sayur Pan en Tanam Tembak au Tana m Pane n


(35)

25

Sumber: Hasil diskusi dengan Ibu-Ibu petani desa Turi (Asih, Suratmi, Siti Umini)9 Berdasarkan kalender musim di atas dapat dilihat kegiatan pertanian masyarakat yang sekaligus merupakan penghasilan utama masyarakat di desa Turi Gede dalam setiap tahunnya, baik dari masa panen dan masa tanamnya masyarakat di desa Turi Gede. Kegiatan bertani masyarakat desa Turi Gede dilakukan di lahan milik sendiri, dan lahan milik pemerintah yang letaknya mengelilingi desa Turi Gede. Lahan ini merupakan lahan milik pemerintah yang dikelola oleh masyarakat desa Turi Gede dengan sistem kontrak/sewa. Mayoritas masyarakat desa memanfaatkan lahan tersebut untuk mencukupi kebutuhan hidup dalam kesehariannya. Sedangkan untuk lahan milik sendiri yang lahannya luas, dengan hasil yang banyak maka sebagian dikonsumsi sendiri, selebihnya mereka jual untuk mendapatkan uang, meraup penghasilan untuk biaya hidup sehari-hari, biaya sekolah anak dan pemenuhan kebutuhan sekunder lainnya.

Adapun jenis tanaman yang ditanam oleh masyarakat desa Turi Gede di lahan milik pemerintah dan lahan milik sendiri adalah sebagai berikut: padi, cabe, bawang merah dan tembakau. Dari semua jenis tanaman yang ditanam yang disebutkan pada kalender musim diatas merupakan jenis tanaman yang dapat menjadi sumber penghasilan bagi masyarakat di desa Turi Gede.

Biasanya sawah ditanami padi. Untuk nampek (tabur benih padi) biasanya pada bulan nopember dan bisa di tanam pada saat padi sudah berumur 27-30 hari, pada saat itulah padi siap ditanam dan bisa dipanen bulan maret hingga april,

9


(36)

26

dalam waktu rentang itu kegiatan petani yaitu garemi/ngemes (memupuk padi) dan selain itu kegiatan petani yaitu maton/dadak (membersihkan rumput-rumput liar yang menghalangi pertumbuhan padi). Untuk bibit padi mereka awalnya masih bergantung dengan bibit pabrik, akan tetapi dengan adanya bantuan bibit padi dari pemerintah yang melewati kelompok tani membuat mereka lebih terbantu, selebihnya bibit padi harus mereka peroleh dengan swadaya sendiri.

Dalam pembahasan ini disajikan dalam bentuk bagan, inti permasalahan yang berkaitan dengan pengelolaan potensi alam yang sedang dialami masyarakat desa Turi Gede beserta dampak dan akibat yang mengitarinya :

Pendapatan perkapita masyarakat kurang Kurangnya penyuluhan dari dinas terkait Tidak ada perubahan dalam bercocok

MASYARAKAT BELUM MAMPU MEMANFAATKAN POTENSI ALAM

Masyarakat kurang peka memanfaatkan aneka potensi warga tidak ada inisiatif untuk mencari informasi Kurang koordinasi antar warga Media informasi kurang Pendidikan yang rendah Kurangnya pengetahuan masyarakat Perangkat desa kurang proaktif Kurangnya informasi mengenai cocok tanam Masyarakat kurang bisa menyampaika n pendapat


(37)

27

Gambar 3. : Pohon Masalah Desa Turi Gede10

Sebagian besar masyarakat desa Turi Gede bermata pencaharian sebagai petani, hal ini menjadikan mereka banyak menghasilkan berbagai hasil bumi, diantaranya adalah padi dan tembakau (sebagai hasil bumi primer masyarakat), cabe, bawang merah, ketela rambat, pisang, pohon jati (hasil bumi sampingan yang hanya beberapa warga saja yang menanam). Namun ini tidak didampingi dengan penanaman tanaman yang tidak selalu bergantung kepada musim.

7. Kondisi Demografis

Desa Turi Gede merupakan salah satu diantara desa yang terdapat di kecamatan Kepoh Baru kabupaten Bojonegoro. Penduduk desa Turi Gede mayoritas merupakan suku Jawa, baik yang benar-benar penduduk asli kelahiran desa Turi Gede maupun sebagai pendatang yang kemudian menetap. Warga pendatang yang menetap di desa ini umumnya dikarenakan faktor perkawinan atau tuntutan tugas seperti yang berprofesikan sebagai PNS. Untuk jumlah Rukun Tetangga (RT) sebanyak 11 RT, dan jumlah Rukun Warga (RW) sebanyak 2 RW, dengan rincian sebagai berikut:

Dusun Sambong-Turi terdiri dari 1 RW dan 6 RT, yakni RW 01 yang dikepalai oleh Pak Samsuri dengan membawahi 6 RT, yaitu RT 01, RT 02, RT 03, RT 04, RT 05 dan RT 06. RT 01 dan RT 02 dikepalai oleh Pak Kasmiran dan Pak Mad Djais. Adapun RT 03 dan RT 04 dikepalai oleh Pak Ahmad Yudi dan Pak

10


(38)

28

Sadikun, sedangkan RT 05 dan RT 06 dikepalai oleh Pak Dasuki dan Pak Yasemin.

Dusun Saban terdiri dari 1 RW dan 5 RT, yaitu RW 02 yang dikepalai oleh Pak Tarmuji (Almarhum) sampai sekarang belum ada penggantinya, membawahi 5 RT, yaitu RT 07, RT 08, RT 09, RT 10 dan RT 11. RT 07 dan RT 08 yang masing-masing dikepalai oleh Pak Sumarji dan Pak Ruslani. Adapun RT 09 dan RT 10 yang masing-masing dikepalai oleh Pak Indarto dan Pak Sumali dan RT 11 dikepalai oleh Pak Supo.

Mayoritas mata pencaharian penduduk adalah petani dan buruh tani. Hal ini disebabkan karena sudah turun temurun sejak dulu bahwa masyarakat adalah petani, dan juga minimnya tingkat pendidikan menyebabkan masyarakat tidak punya keahlian lain dan tidak punya pilihan lain selain menjadi petani. Dari keseluruhan jumlah penduduk yakni Jumlah penduduk antara laki-laki dan perempuan hampir berimbang. Sehingga tidak ada kesenjangan sosial antara laki-laki dan perempuan. Jumlah penduduk keseluruhan 2006 juta jiwa, terbagi atas jumlah penduduk laki-laki 1083 jiwa dan jumlah penduduk perempuan 923 jiwa.11

Terperinci 841 jiwa berprofesi sebagai buruh tani, 610 jiwa sebagai petani, 1031 jiwa sebagai peternak, 204 jiwa sebagai pedagang, 41 jiwa sebagai tukang kayu, 23 jiwa sebagai PNS, 14 jiwa sebagai pensiunan, 2 jiwa sebagai TNI/POLRI, 9 jiwa sebagai perangkat desa, 4 jiwa sebagai pengrajin, 114 jiwa terbagi atas pekerjaan yang lain.

11


(39)

29

A. Aliran Sapto Darmo

1. Sejarah Masuknya Sapto Darmo di desa Turi Gede

Dilihat dari potret keagamaan, seluruh masyarakat desa Turi Gede memeluk agama Islam. Namun pengetahuan keagamaan mereka masih sangat kurang dan aktifitas keagamaan mereka juga tidak seberapa kental. Faktor sejarah memberikan pengaruh besar terhadap kehidupan keagamaan masyarakat Turi Gede.

Menurut Pak Sanuri12 (60 tahun) ketua organisasi Islam tradisional Nahdlatul Ulama (NU) desa Turi Gede, beliau memberikan keterangan bahwa awalnya, di desa Turi Gede tidak ada sosok tokoh agama, atau sosok kyai yang melakukan dakwah dan pengajaran agama Islam. Masyarakat Turi Gede tidak mempunyai keinginan untuk nyantri (belajar agama Islam di pondok pesantren). Hanya pada perkembangannya, ada sedikit orang yang belajar dipondok pesantren.

Masyarakat Turi Gede merupakan masyarakat abangan. Waktu pemerintahan Soekarno (Orde lama) terdapat ideologi merah yang diakui negara yaitu komunis, dengan adanya PKI (Partai Komunis Indonesia). Masyarakat Turi Gede (mulai tetua hingga keturunannya) khususnya penduduk dusun Turi-Sambong merupakan (mantan) pengikut PKI. Jika menengok ulang sejarah, dusun Turi Sambong merupakan basis kekuatan PKI, hingga di tahun 1965 terjadi pemberontakan G30S/ PKI. Penganut-penganut PKI dibumi hanguskan oleh

12


(40)

30

pemerintah. Berjalannya waktu, pentolan-pentolan pengikut PKI beralih ke Islam kejawen.

Menariknya, Dari berbagai macam Aliran Islam kejawen tersebut di desa Turi Gede lahir kerohanian Sapto Darmo13(Ajaran kerohanian yang mengajarkan tentang budi luhur manusia, membimbing manusia menuju kesempurnaan hidup baik mental maupun spiritual), tetapi keberadaan mereka sangat tertutup.

Kepercayaan tersebut memiliki tujuh wewarah (kewajiban) yaitu:

A. Setia tuhu kepada Allah Hyang Maha Agung, Maha Rokhim, Maha Adil, Maha Wasesa, Maha langgeng.

B. Dengan jujur dan suci hati, harus setia menjalankan perundang-undangan negaranya.

C.Turut serta menyingsingkan lengan baju, menegakkan berdirinya Nusa dan bangsanya.

D.Menolong kepada siapa saja bila perlu, tanpa mengharapkan sesuatu balasan, melainkan berdasarkan rasa cinta dan kasih.

E. Berani hidup berdasarkan kepercayaan atas kekuatan diri sendiri.

F. Sikapnya dalam hidup bermasyarakat, kekeluargaan, harus susila beserta halusnya budi pekerti, selalu merupakan penunjuk jalan yang mengandug jasa serta memuaskan.

13Muhammad. Yusuf, “

Agama Islam Dalam Kerohanian Sapta Darma:(Skripsi,UIN Kalijaga Fakultas Ushuludin, Yogyakarta, 2010), 3.


(41)

31

G.Yakin bahwa keadaan dunia itu tiada abadi, melainkan selalu berubah-ubah (Anyakra manggilingan).14

Berikut adalah diagram venn yang menjelaskan tentang keagamaan di desa Turi Gede:

Gambar 4. : Diagram venn keagamaan desa Turi Gede

Sejarah berdirinya aliran kerohanian Sapto Darmo menurut cerita yang diceritakan oleh Bapak Bambang Suhadmojo yang juga pengurus Sapto Darmo wilayah Turi Gede, Sapto Darmo merupakan ajaran kerohanian yang beberapa penelitian juga menyebutnya dengan aliran kerohanian15. Ajaran ini pertama kali di pimpin oleh Hardjosopoero yang selanjutnya bergelar penuntun agung Sri Gutama. Ajaran ini pertama kali turun dan berkembang di dikampung pandean, gang koplakan yang terletak di Pare, Kediri, Jawa Timur

14

Sri Pawenang, Wewarah KerokhanianSapta Darma (Yogyakarta: Penerbit Surokarsan, 1962), 6. 15El Hafidi, As‟ad,

Aliran-Aliran Kepercayaan Dan Kebatinan di Indonesia (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013), 23.

Masyarakat Desa Turi Gede

Nahdhatul Ulama (NU) Tokoh

Masyarakat

Perangkat Desa Tokoh

Agama Islam


(42)

32

pada tanggal 27 Desember 1952. Organisasi yang menangani aliran ini yang bernama persatuan warga Sapto Darmo (Persada) yang terbentuk pada tanggal 17 Maret 1986 di Yogyakarta. Dari apa yang di ceritakan Bambang Suhatmodjo (54th) tidak ada yang tau pasti dari kapan ajaran Sapto Darmo masuk wilayah Bojonegoro khususnya sampai di daerah Turi Gede. Saya tidak tau kapan ajaran Sapto Darmo ini masuk ke wilayah Bojonegoro, tapi yang saya tau sejak saya pindah ke Bojonegoro tahun 1978 ajaran Sapto Darmo sudah ada di Bojonegoro. Saat itu saya masih menganut Kristen yang taat, tapi setelah saya mendengar adanya ajaran Sapto Darmo tiba-tiba saya tergetar dan tergugah untuk meyakini ajaran ini. Bagi saya tidak penting kapan ajaran ini masuk wilayah Bojonegoro, yang penting bagi saya, saya sudah menemukan apa yang saya cari untuk ketenangan hati saya.16

Masyarakat kecamatan Kepuh Baru berdasarkan data monografi Turi Gede 2005. Agama yang dianut adalah agama Islam, Katholik. Di dusun Turi Gede ini walaupun mayoritas penduduknya beragama Islam, pada dasarnya banyak masyarakat kecamatan kepuh Baru yang merupakan Islam “Abangan”

atau beragamaIslam tetapi tidak menjalankan syari‟at agama Islam. Selain agama Islam, agama Kristen, Katholik, di Turi banyak berkembang aliran kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Walaupun kelompok ini bukan penganut agama akan tetapi kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa

16


(43)

33

merupakan suatu bentuk kebudayaan religi yang terus dikembangkan oleh para penganutnya, sehingga mereka memiliki komunitas sendiri.

Sering kali dalam pendataan komunitas ini tidak tercatat hal ini karena kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa masih dianggap bukan agama, sehingga dalam data-data yang ada mereka tercatat sebagai pemeluk agama Islam. Untuk mempermudah dalam menjalankan ibadah kepada Tuhan Yang Maha Esa maka di perlukan sarana ibadah . Sarana peribadatan untuk agama-agama yang telah diakui oleh pemerintah.

Tetapi di dusun Turi Gede ini juga terdapat sarana ibadah untuk penganut kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, yang dinamakan sanggar candi busana. Sanggar bagi pemeluk kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa selain digunakan sebagai sarana ibadah juga digunakan untuk sarana perkumpulan bagi komunitas tersebut. Sanggar yang terdapat di desa Turi ini merupakan satu- satunya sanggar yang ada di kecamatan kepuh Baru bahkan sanggar ini merupakan sanggar pusat bagi warga Sapto Darmo di wilayah Kepuh Baru.17

Upaya untuk meningkatkan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, para pemeluk agama di kecamatan Kepuh Baru membentuk kegiatan keagamaan berupa perkumpulan-perkumpulan yang berhubungan dengan masalah keagamaan misalnya untuk para pemeluk agama Islam mengadakan perkumpulan majelis taklim. Pemeluk agama Budha, Kristen dan Katholik

17


(44)

34

mengadakan kegiatan remaja dan penyelenggaraan sekolah minggu, para penganut kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa juga mengadakan perkumpulan keagamaan setiap hari kamis dan minggu yang dilaksanakan di sanggar.

Sanggar Candi Busono Sebagai tempat ibadah warga Sapto Darmo kegiatan kerohanian warga Sapto Darmo dalam melakukan kegiatan memiliki tempat sendiri, meskipun bisa di lakukan di sanggar atau di lakukan di rumah. Dalam pelaksanaannya warga Sapto Darmo lebih sering dilakukan di sanggar tempat pasujudan warga Sapto Darmo disebut "Sanggar" dengan seorang tuntunan yang ditunjuk sebagai pemimpin dan bertanggungjawab dalam membina spiritual warga di sanggar tersebut. Warga Sapto Darmo mengenal dua nama sanggar yaitu "Sanggar Candi Sapto Renggo" dan "Sanggar Candi Busono". Sanggar Candi Sapto Renggo hanya ada satu di Yogyakarta, adalah pusat kegiatan kerohanian Sapto Darmo. Sanggar Candi Busono adalah sanggar yang tersebar didaerah-daerah.“untuk melakukan aktifitas kerohanian warga Sapto Darmo biasanya kumpul di sanggar. Sanggar sendiri merupakan tempat peribadatan bagi penganut ajaran Sapto Darmo. Tidak hanya untuk sujudan saja, tapi juga sanggar di gunakan untuk berdiskusi dan ceramah tentang apapun mengenai ajaran Sapto Darmo ini”.18 Di kota Bojonegoro tidak begitu banyak sanggar Candi Busono. Lokasi sanggar ini sendiri berada di daerah Kedung Adem. Di antara sanggar-sanggar tersebut ada yang sudah

18


(45)

35

dalam bentuk bangunan permanen dan ada juga yang masih semi permanen atau menumpang di rumah warga. Hasil observasi dan penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa kegiatan kerohanian yang dilakukan tidak terpusat pada tempat atau sanggar yang ada. Kegiatan kerohanian warga Sapto Darmo dapat di lakukan di rumah pribadi dengan berbagai alasan, akan tetapi akan menjadi lebih baik apabila bisa dilakukan di sanggar-sanggar yang ada.

2. Tokoh-tokoh yang berperan dalam masuknya Sapto Darmo di desa Turi

Gede

Perkembangan Sapto Darmo mulai mengalami kemajuan kembali terjadi pada tahun 1978. Hal ini di tandai dengan bertambah banyaknya warga Sapto Darmo, sehingga sanggar atau tempat peribadatan Sapto Darmo yang berada di rumah Pak Suklar dianggap sudah tidak dapat menampung warga Sapto Darmo yang melakukan peribadatan dan melakukan kegiatan. Sanggar yang berada di rumah Pak Suklar biasa disebut dengan sebutan sanggar “Dompleng” yang di dalam Bahasa Indonesia artinya adalah ikut. Jadi sanggar “dompleng” adalah

sanggar yang masih ikut atau menyatu dengan rumah tuntunan Sapto Darmo. Dengan bertambahnya warga Sapto Darmo di dusun Turi Gede, kemudian atas prakarsa sebelas orang yaitu :

A. Bapak Aryo, selaku tuntunan B. Bapak Kunaidi

C. Bapak Bambang Suhadmodjo D. Bapak Jayus


(46)

36

F. Bapak Giri G. Bapak Kasminto H. Bapak Hadiwijoyo I. Bapak Kunawi J. Bapak Trowolojo K. Bapak Supardjo L. Bapak Jadi

Direncanakan pembangunan sanggar agar kegiatan warga dapat lebih optimal. Tanah yang digunakan dalam pembangunan sanggar itu adalah tanah pemberian dari kepala desa Kedung Adem. Perencanaan pembangunan Sanggar itu dilaksanakan dengan rapat yang dihadiri oleh para pemrakarsa atau pencetus ide pembangunan Sanggar. Dana yang digunakan berasal dari warga Sapto Darmo dan juga bantuan dari sanggar pusat, yaitu Sanggar Sapto Renggo yang berada di Yogyakarta. Sanggar yang berada di daerah dinamakan sanggar Candi Busana. Pembangunan sanggar Candi Busana dilakukan dengan cara gotong royong antar warga Sapto Darmo dimana pada waktu itu sudah mulai bertambah banyak. Suasana gotong royong pembangunan sanggar Candi Busono pada tahun 1978.19 Setelah didirikan sanggar Candi Busono di Kedung Adem ini merupakan sanggar satu- satu yang digunakan oleh warga Sapto Darmo di daerah kabupaten Bojonegoro. Berbagai kegiatan dilakukan disini misalnya kegiatan perkumpulan

19


(47)

37

para warga KSD yang dilaksanakan pada malam Jum‟at wage,20kegiatan remaja yang dilaksanakan pada hari minggu dan perkumpulan wanita yang dilaksanakan pada hari Jumat wage, dan berbagai kegiatan pada saat peringatan hari-hari yang penting dalam kerohanian Sapto Darmo.

Dalam perjalanan menyebar luaskan ajaran Sapto Darmo Hardjosopoero, singgah dari Kota ke Kota. Salah satu Kota yang disinggahinya adalah Bojonegoro. Hardjsopoero singgah di desa Mintomulyo di rumah Kepala Desa, bernama Jokosuseno pada tahun 1958. kedatangan Hardjosapuro menyampaikan ajaran Sapto Darmo di Kecamatan Kepuh Baru pertama kali disampaikan kepada Pak Dargo yang pada waktu itu menjabat sebagai kepala desa Turi Gede, Pak Kunadi, Pak Giridan Pak Trojowolo, dari keempat orang inilah ajaran Sapto Darmo mulai disebarkan di daerah kecamatan Kepuh Baru.21 Perkembangan Sapto Darmo dikecamatan Kepuh Baru dapat dilihat dari :

A. Perkembangan Warganya

Di dalam Sapto Darmo pengikut atau penganut ajaran ini disebut sebagai warga Sapto Darmo. Sejak masuk dan dikenalnya ajaran Sapto Darmo di Kecamatan kepuh baru, masyarakat yang menjadi warga Sapto Darmo pada tahun 2005 bekisar antara 300 sampai 400 orang. Warga yang hanya mengenal kepercayaan yaitu orang yang masuk Sapto Darmo dan sebelumnya tidak pernah

20

Ibid., 17. 21


(48)

38

mengenal agama apapun. Jadi orang tersebut pada dasarnya hanya mengenal kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.22

Di dalam Sapto Darmo warga juga dibedakan menurut keaktifan dalam peribadatanny. Warga Sapta Darma yang menjalankan sujud dan juga aktif dalam berbagai kegiatan yang diadakan oleh Sapto Darmo. Jadi warga Sapto Darmo yang tidak aktif biasanya dapat dilihat pada waktu perayaan hari besar Sapto Darmo yang jatuh pada malam 1 Suro dalam penanggalan Jawa, atau malam 1 Hijriah dalam penanggalan Islam. Jumlah warga aktif berkisar antara seratus hingga seratus lima puluh orang, sedangkan warga yang tidak aktif jumlahnya lebih banyak yaitu dua ratus orang lebih.23ṣ

Perkembangan warga Sapto Darmo di Turi Gede mengalami kemunduran pada tahun 1965. Hal ini disebabkan karena adanya Pemberontakan G-30-S/PKI, pada tahun ini masyarakat mulai masuk kedalam agama-agama yang telah diakuai oleh pemerintah, karena pada saat itu masyarakat yang tidak memeluk satu agama dianggap sebagai PKI (Partai Komunis Indonesia). Walaupun demikian para warga Sapto Darmo di daerah Turi Gede tetap menjalankan kegiatan peribadatan dibawah tuntunan Pak Suklar, yaitu penuntun Sapto Darmo pertama di desa Turi Gede ini.

Sapto Darmo di kecamatan Kepuh Baru pada waktu itu juga mengalami pengawasan dari pihak kepolisian. Akan tetapi karena ajarannya dianggap tidak melenceng atau sesat, maka ajaran ini diberi ijin dan dibiarkan berkembang.

22

Kasminto, Wawancara, Bojonegoro, 29 November 2014. 23


(49)

39

Didalam organisasi Sapto Darmo sebenarnya tiap warganya tidak memiliki ikatan, keluar masuk menjadi warga Sapto Darmo adalah suatu kebebasan. Hanya setelah G-30-S PKI, harus diadakan penelitian bagi warga yang baru, misalnya tanda bersih diri, kartu tanda penduduk dan siapa yang bertanggung jawab dan lain-lain.24

Perkembangan Sapto Darmo mulai mengalami kemajuan kembali terjadi pada tahun 1978. Hal ini di tandai dengan bertambah banyaknya warga Sapto Darmo, sehingga sanggar atau tempat peribadatan Sapto Darmo yang berada di rumah Pak Suklar dianggap sudah tidak dapat menampung warga Sapto Darmo yang melakukan peribadatan dan melakukan kegiatan. Sanggar yang berada di rumah Pak Suklar biasa disebut dengan sebutan sanggar “Dompleng” yang di dalam Bahasa Indonesia artinya adalah “ikut”. Jadi sanggar “dompleng” adalah sanggar yang masih ikut atau menyatu dengan rumah tuntunan Sapto Darmo. Direncanakan pembangunan sanggar agar kegiatan warga dapat lebih optimal.25

Tanah yang digunakan dalam pembangunan sanggar itu adalah tanah pemberian dari kepala desa kedungadem. Perencanaan pembangunan sanggar itu dilaksanakan dengan rapat yang dihadiri oleh para pemrakarsa atau pencetus ide pembangunan Sanggar. Dana yang digunakan berasal dari warga Sapto Darmo dan juga bantuan dari sanggar pusat, yaitu sanggar Sapto Renggo yang berada di Yogyakarta. Sanggar yang berada di daerah dinamakan sanggar Candi Busana.

24

Husaini Punomo Setiady dan Usman, Metodologi Penelitian Sosial (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), 27. 25


(50)

40

Pembangunan sanggar Candi Busana dilakukan dengan cara gotong royong antar warga Sapto Darmo dimana pada waktu itu sudah mulai bertambah banyak. Suasana gotong royong pembangunan sanggar Candi Busono pada tahun 1978 Setelah didirikan sanggar Candi Busono di Kedung Adem ini merupakan sanggar satu- satu yang digunakan oleh warga Sapto Darmo di daerah kabupaten Bojonegoro. Berbagai kegiatan dilakukan disini misalnya kegiatan perkumpulan bapak-bapak yang dilaksanakan pada malam Jumat wage, kegiatan remaja yang dilaksanakan pada hari Minggu dan perkumpulan wanita yang dilaksanakan pada hari Jumat wage, dan berbagai kegiatan pada saat peringatan hari-hari yang penting dalam kerohanian Sapto Darmo.


(51)

BAB III

AJARAN DAN RITUAL SAPTO DARMO TURI GEDE, BOJONEGORO

A. Organisasi Masyarakat Sapto Darmo

Masyarakat desa Turi Gede khususnya ibu-ibu rumah tangga telah memiliki organisasi tersendiri, yaitu organisasi PKK. Adapun struktur kepemimpinan keorganisasian PKK1, Antara lain :

Tabel 4. : Kepemimpinan Keoorganisasian PKK

No Periode Nama KetuaPKK Keterangan

1 1880-1924 Hj. Tasmining

Kepala Pengurus Turi dan Sambong

2 1880-1924 Sumaiyah

Kepala Pengurus Saban

3 1924-1970 Karminten

Kepala Pengurus Turi Gede

4 1970-1990 Hj.Aisyah

Kepala Pengurus Turi Gede

5 1990-1995 Yateni

Kepala Pengurus Turi Gede

6 1995-1998 Kumairoh

Kepala Pengurus Turi Gede

7 1998-2006 Lilis Puspita Sari

Kepala Pengurus Turi Gede

8 2006-2007 Dewi Anbar Wati Kepala Pengurus

1


(52)

42

Turi Gede

9 2007-Sekarang Nurul Sa’adah

Kepala Pengurus Turi Gede

Organisasi PKK di desa Turi Gede memilki kepengurusan yang aktif hingga saat ini dengan kegiatan yang terjadwal yakni kegiatan arisan dan untuk simpan pinjam (Program Koperasi Wanita) pertanggal 14 dan 30 setiap bulannya. Kegiatan-kegiatan tersebut berlangsung di Balai desa. Selain itu, organisasi yang diikuti ibu-ibu yang menjadi kader yakni posyandu balita, lansia dan kelas Ibu hamil setiap satu bulan sekali, untuk mengisi waktu santai sehari-hari ibu-ibu biasa kumpul mengobrol disalah satu rumah warga. Sementara kegiatan bapak-bapak selain beberapa tergabung dalam HIPARI, Bapak-bapak diselang waktu istirahat

biasa „jagongan’ di warung membeli kopi kemudian melakukan obrolan-obrolan

mulai dari topik obrolan yang santai hingga berat (politik, desa, ekonomi, pertanian dan sebagainya).2

Organisasi remaja yang terlihat mencolok hanya pencak silat, antara lain perguruan SH (Setia Hati) dan perguruan KS (Kera Sakti). Organisasi tersebut berkegiatan setiap hari sabtu malam minggu). Banyak masyarakat sekitar khususnya pemuda Turi masuk kedalam organisasi Tersebut.

2


(53)

43

B. Ajaran pokok Agama Sapto Darmo3

Ada 12 Ajaran Sapto Darmo, Diantaranya :

1. Sujud

Warga sapto darmo diwajibkan sujud dalam sehari semalam (24 jam) sedikitnya sekali. Tata cara sujud yaitu: duduk tegak menghadap ketimur ( jawa: wetan, yang mengandung arti kawitan

= asalmula). Artinya pada waktu sujud manusia harus menyadari/ mengetahui asalnya. Bagi pria duduk bersila, dapat dilakukan dengan sila tumpang (kaki kiri dibawah kaki kanan diatas), dapat sila jajar (kaki kiri di dalam/ dibelakang kaki kanan didepan/ diluar.

Bagi wanita duduk bertimpuh, ibu jari kaki kiri ditindih ibu jari kaki kanan. Tangan bersidakep, tangan kiri memegang lengan kanan di atas siku

kemudian diikuti tangan kanan memegang lengan kiri diatas siku (tangan kiri didalam, tangan kanan diluar).

Selanjutnya menenangkan badan dan pikiran, mata melihat kedepan kesuatu titik yan terletak lebih kurang dari 1 meter ditanah / tikar, tepat didepanya dari

3

Sekertariat Tuntunan Agung kerohanian, Sejarah Penerimaan wahyu Wewarah Sapta Darma


(54)

44

tempat duduk (tulang kedudukan/tulang ekor). Kepala dan punggung (tulang belakang) segaris lurus, sehingga duduknya tampak tegak lurus. Bila telah tenang dan tentram, mulai mersakan getaran kasar(getaran pertama) naik dari bawah keatas, maka pertandanya kepala terasa berat, kemudian getaran menurun menutup mata.4 Setelah mata tertutup akibat turunya getaran, maka getaran itu mencul lagi sampai kemulut (bibir terasa tebal). Selanjutnya, ada tanda-tanda lidah terasa dingin seperti kna angin (pating trecep: jawa)dan keluar air liur, kemudian air liur ditelan,

lalu mengucap didalam hati/batin: “ALLAH HYANG MAHA AGUNG, ALLAH HYANG MAHA ROHIM, ALLAH HYANG MAHA ADIL”.

Sebenernya sujud menurut Wewarah tersebut diatas bila didalami dan diteliti sungguh-sungguh, membimbing jalanya getaran air suci yang tersaring berulang kali serta membimbing jalannya sinar cahaya Allah yang meliputi seluruh tubuh, diedarkan merata sampai ke sel-sel yang sedalam-dalamnya dan besar sekali manfaat dan gunanya.

Yang perlu dimengerti ialah: apakah sebenarnya getaran sinar cahaya serta air suci itu? Dari mana asalnya ? dan dimana tempatnya? Getaran atau sinar cahaya Allah yang digambarkan bewarna hijau maya dalam simbol pribadi manusia atau yang meliputi seluruh tubuh /pribadi manusia. Bersatu padunya getaran sinar cahaya dengan getaran air suci yang merambat berjalan halus sekali keseluruh tubuh menimbulkan daya kekuatan yang besar sekali. Daya kekuatan ini disebut

4Tri Madiyono, “

Sapto Darmo dalam pandangan Islam Bag.1”, dalam http://ibnuramadan.wordpress.com/10/08/06 (17 Juni 2001).


(55)

45

atom berjiwa yang ada pada pribadi manusia. Jadi kekuatan ini mempunyai arti dan guna besar sekali bagi kehidupan manusia5, seperti:

- Dapat memberantas kuman-kuman penyakit dalam tubuh.

- Dapat menentramkan/menindas nafsu angkara (pengendalian diri). - Dapat mencerdaskan pikiran.

- Dapat memiliki kewaspadaan/kawaskitan, seperti kewaskitaan akan penglihatan, pendengaran, tutur kata atau percakapan, serta kewaskitaan rasa6.

2. Racut

Racut berarti memisahkan rasa dengan perasaan (pangrasa: jawa), dengan tujuan menyatukan diri dengan sinar sentral atau roh suci bersatu dengan sinar setral. Ini berarti pada waktu racut dapat digunakan menhadapkan Hyang Maha Suci/ roh suci manusia kehadapan Hyang Maha Kuasa. Jadi selagi kita masih hidup di dunia, supaya berusaha dapat menyaksikan dimana dan bagaimana tempat kita kelak bila kembali kealam abadi / langgeng. Dengan demikian benarlah apa yang tersirat dalam kata-kata “ MANUSIA HARUS DAPAT DAN BERANI MATI DIDALAM HIDUP, SUPAYA DAPAT MENGTAHUI / MENGENAL RUPA DAN RASANYA”, bahasa aslinya (jawa) “ WANIA MATI SAJRONING URIP

KAREBEN WERUH RUPALAN RASANE”7

. Maksudnya yang dimatikan adalah

5

Sekertariat Tuntunan Agung. Sejarah Penerimaan Wahyu Wewarah Sapta Darma. (Yogyakarta: Sanggar Candi Sapta Rengga, 2010), 167.

6

Tri Madiyono, “ Sapto Darmo dalam pandangan Islam Bag.1”, dalam http://ibnuramadan.wordpress.com/10/08/06 (17 Juni 2001).

7

Sekertariat Tuntunan Agung. Sejarah Penerimaan Wahyu Wewarah Sapta Darma. (Yogyakarta: Sanggar Candi Sapta Rengga, 2010), 169.


(56)

46

alam pikiran / angan-angan atau gagasannya, sedang rasanya tetap hidup.maka sewaktu racut, kita dapat mengetahui roh kita sendiri naik kealam abadi (surga)menghadap Hyang Maha Kuasa. Dan sebaliknya roh kita dapat mengetahui jasmani yang kita tinggalkan sementara terbaring dibawah.

Mengingat racut merupakan penghayat pekerjaan yang cukup rumit, maka memerlukan latihan yang penuh kesabaran, dengan ketelitian dan kesungguhan serta ketekunan.8 Latihan racut dilakukan disanggar dalam sujud penggalian, selanjutnya dapat dilakukan disanggar atau dirumah sendiri. Racut ini tidak memungkinkan seseorang memiliki kewaskitaan yang tinggi. Racut ini tidak membahayakan, karena hanya Hyang Maha Suci yang menghadapi Hyang Maha Kuasa, sedang saudara sebelas yang lain masih tetap menjaga tubuh/ badan, karenanya maih bernapas dan menerima rangsangan dari luar melalui indera tetapi tidak dirasakan / tanggapi.

3. SIMBOL PRIBADI MANUSIA, WEWARAH TUJUH DAN SUSANTI

Simbol berarti gambar atau lambang. Simbol Sapto Darmo (simbol pribadi manusia) menggambarkan asal mula terjadinya, sifat serta pribadi manusia. Di samping itu juga mengandung petunjuk bagaiman aharus berdarma / berbuat dan kemana tujuan hidup manusia9.

Wewarah tujuh (sapto darmo):

a. Setia tuhu kepada adanya pancasila.

8

MohMuhaimin, Skripsi Ritual yang dilakukan oleh kelompok Sapto Darmo. (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2004), 63.

9

Sekertariat Tuntunan Agung. Sejarah Penerimaan Wahyu Wewarah Sapta Darma. (Yogyakarta: Sanggar Candi Sapta Rengga, 2010), 171.


(57)

47

b. Dengan jujur dan suci hati, harus setia melaksanakan perundang-undagan negaranya.

c. Turut serta menyingsingkan lengan baju, menegakkan berdirinya nusa dan bangsanya.

d. Menolong kepada siapa saja bila perlu, tanpa mengharapkan sesuatu balasan, melainkan berdasarkan rasa cinta dan kasih.

e. Berani hidup berdasarkan kepercayaan atas kekuatan diri sendiri.

f. Sikapnya dalam hidup bermasyarakat, kekeluargaan, harus susila beserta halusnya budi pekerti, selalu

merupakan penunjuk jalan yang

mengandung jasa serta

memuaskan.

g. Yakin bahwa keadaan duia itu tiada abadi, melainkan selalu berubah-ubah (hanyakra manggilingan).

Susanti (semboyan) yang

selengkapnya berbunyi “ING

NGENDI BAE MARANG SAPA BAE WARGA SAPTO DARMO KUDU SUMUNAR PINDHA BASKARA” artinya dalam bahasa indonesia: “DiMANA SAJA KEPADA SIAPA SAJA WARGA SAPTO DARMO HARUS BERSINAR


(58)

48

LAKSANA SURYA” (baskara=surya=matahari),10 adalah wahyu yang diterima bertepatan waktunya, setelah diterima wahyu simbol sapto darmo dan wewarah tujuh. Jiwa daripada sesanti ini adalah merupakan perintah Hyang Maha Kuasa, agar warga Sapto Darmo dapat mewujudkan sifat dan sikap sebagaipelopor, teladan atau cermin, bagaikan surya memberi sinar erang / pepadangnya kepada seluruh umat.

Adapun sumber sinar pepadang dimaksud, adalah terletak dan berada pada penghayatan dan pengalaman Ajaran Wahyu Allah Hyang Maha Kuasa, yang berwujud Simbul Sapto Darmo dan Wewarah tujuh, kewajiban setiap warga11.

- Simbol Sapto Darmo merupakan sarana mawas diri asal mula dan terjadinya, serta isi pribadi manusia.

- Wewarah Tujuh merupakan pedoman pengabdian hidup manusia yang Berketuhanan Hyang Maha Esa, bernegara, berbangsa, bermasyarakat dan kepada alam sekitarnya.

4. Saudara Dua Belas

Menurut Ajaran Agama Sapto Darmo, manusia hidup memiliki saudara Dua Belas yang terdapat didalam tubuh / pribadinya . Saudara Dua Belas mempunyai hubungan dan sesuai pula dengan proses keberadaan manusia itu sendiri, yaitu sebenarnya umur manusia didalam kandungan seorang ibu adalah 12 bulan lamanya. Hal ini dapat dibuktikan pada adat tata cara upacara temu penganti

10

Sekertariat Tuntunan Agung. Buku Wewarah Kerohanian Sapta Darma. (Yogyakarta: Surokarsan MG II, 1968). hal:85

11

Sekertariat Tuntunan Agung. Sejarah Penerimaan Wahyu Wewarah Sapta Darma. (Yogyakarta: Sanggar Candi Sapta Rengga, 2010), 179.


(59)

49

(perkawinan) dijawa tengah . pada saat akan bertemunya kedua mempelai berdua (suami istri) didahului dengan tndakan / acara balang sadak (saling melempar sadak). Kiasan saling melempar adak, mempunyai pengertian tempuknya sinar cahaya antara bakal suami istri tersebut, yang lamanya 3 bulan.12 Sedangkan orang biasa mengatakan bahwa umur manusia dalam kandungan seorang ibu selama 9 bulan. Adapun nama saudara Dua Belas tersebut adalah:

a. Hyang Maha Suci e. Gandarwaraja i. Mayangkara

b. Premana f. Endra j. Sukmarasa

c. Jatingarang g. Brama k. Sukmakencana

d. Naga tahun h. Bayu l. Bagindakilir

Saudara dua belas tersebut berasal dari sinar-sinar dan getaran-getaran yang ada dalam pribadi manusia dengan warna mereka masing-masing yang menunjukkan watak mereka ada yang baik,kurang baik, ada pula yang jahat. Dari kedua belas saudara tersbut diatas yang berwatak baik adalah Hyang Maha Suci13. Sedang yang tergolong kurang baik adalah Endra, Bayu, Brama, Naga tahun dan lain-lain, saudara yang berwatak paling jahat adalah Gandarwaraja dan Mayangkara. Kedua saudara terakhir ini sifat kejahatanya antaralain suka menyembunyikan, mengaku-aku, ingin dideewakan, memfitnah dan berbuat kejam14.

12

Sekertariat Tuntunan Agung. Sejarah Penerimaan Wahyu Wewarah Sapta Darma. (Yogyakarta: Sanggar Candi Sapta Rengga, 2010), 180.

13

Aris Yopi Widiyanto. Skripsi: Kerohanian Sapta Darma Kota Malang(Sebuah Kajian Historis, Eksistensi, dan Makna Pendidikan yang Terkandung dalam Ajarannya). Malang:Universitas Negri Malang 2011, 47.

14

Tri Madiyono, “ Sapto Darmo dalam pandangan Islam Bag.1”, dalam http://ibnuramadan.wordpress.com/10/08/06 (17 Juni 2001).


(60)

50

5. Tali Rasa

Manusiahidup mempunyai Tali Rasa. Seluruh tali temali dan memilki simpul rasa yang disebut simpul Tali Rasa. Di beberapa tempat simpul Tali Rasa/ simpul-simpul rasa tersebut mewujudkan simpul-simpul atau sentral rasa setempat didalam tubuh terdapat 20 sentral tali rasa15 yang ditandai dengan abjad sebagai berikut:

HA : dipangkal lidah(dibelakang dagu) NA : dipangkal leher bagian muka

CA : ditonjolan dada tepat pada pertemuan tulang rusuk nomor 2 dari atas/ tulang selakangan

RA : diujung bawah tulang dada KA : dipusat perut

DA : ditengah-tengah tulang kemaluaan TA : diujung tulang ekor

SA : diruas tulang belakang tepat lurus dengan pusat perut WA : dibawah ujung tulang belikat kanan kiri

LA : dipangkal leherbawah bagian belakang PA : ditengah ketiak kanan dan kiri

DHA : ditengah persendian siku bagian dalam tangan kanan dan kiri JA : ditengah pergelangan tangan bagian dalam kanan dan kiri YA : ditengah telapak tangan kanan da kiri

NYA : disusu kanan dan kiri (buah dada bagi perempuan)

15

Sekertariat Tuntunan Agung. Sejarah Penerimaan Wahyu Wewarah Sapta Darma. (Yogyakarta: Sanggar Candi Sapta Rengga, 2010), 180.


(61)

51

MA : dipangkal paha bagian depan kiri dan kanan GA : ditengah lutut bagian belakang kiri dan kanan

BA : diatas tumit pada pangkal urat arkhiles kanan dan kiri THA : ditengah telapak kaki kanan dan kiri

NGA : diujung hidung bagian atas(diantara kedua kening) atau disatria utama. Dalam hal ini berguna bagi masyarakat Sapto Darmo dalam hal menolong orang yang sakit(menyembuhkan) seperti lumpuh, msti separuh dan sebagainya16. 6. Wasiat Tiga Puluh Tiga

Sebagai pelengkap adanyaajaran Agama sapto Darmo yang diterima oleh bapak panuntun Agung Sri Gutama, dan perlu untuk diketahui / mengerti oleh segenap Warga Sapto Darmo, maka dibawah ini disampaikan Wahyu Wsiat Tiga Puluh Tiga,17 Sebagai berikut :

1. Sapu jagat 18 kaca kencana

2. Kucing putih 19 Kurungan kencana

3. Jeruk purut 20 Kidang kencana

4. Payung suci 21 Sarine angin

5. Kembang jaya kusuma 22 Sarine geni

6. Singa barong 23 Sarine banyu

7. Mustikaning Manik 24 Sarine pangan

8. Rembulan 25 Bala srewa

16

Aris Yopi Widiyanto. Skripsi: Kerohanian Sapta Darma Kota Malang (Sebuah Kajian Historis, Eksistensi, dan Makna Pendidikan yang Terkandung dalam Ajarannya). ( Malang:Universitas Negri Malang 2011). Hal: 49

17

Sekertariat Tuntunan Agung. Sejarah Penerimaan Wahyu Wewarah Sapta Darma. Yogyakarta: Sanggar Candi Sapta Rengga, 2010, 181.


(62)

52

9. Wit Waringin 26 Candhabirawa

10.Jaran Sembrani 27 Patidhur lan kasur

11.Upase Nagatahun 28 Barisan ula

12.Mliwis Putih/hitam 29 Barisan banaspati

13.Piring kencana 30 Barisan kethek

14.Mangkok kencana 31 Barisan uler

15.Cupu kencana 32 Barisan setan

16.Topeng kencana 33 Bantal lan Guling

17.Tropong kencana

7. Wejangan 12

Pada tanggal 12 juli 1955 setelah para Warga Sapto Darmo berkumpul disanggar/ dirumah Bapak Hardjosopoero, lalu diadakanya sujud bersama dalam rangka memperingati hari diterimanya Wahyu Simbul Pribadi Manusia, Wewarah Tujuh dan sesanti.18 Dalam sujud bersama inilah yang dilanjutkan dengan ening Bapak Hardjosopoero mendapatkan perintah dari Allah Hyang Maha Kuasa, supaa menyampaikan wejangan 12, sebagai pnjelasan bahwa ajaran budi Luhur Manusia telah lengkap dan bila man diajarkan sudah dapat mencapai jejaring Satria Utama.

8. Tukar Hawa

18

Sekertariat Tuntunan Agung. Sejarah Penerimaan Wahyu Wewarah Sapta Darma. Yogyakarta: Sanggar Candi Sapta Rengga, 2010, 182.


(63)

53

Tukar Hawa adalah sesuatu usaha / tindakan yang dilakukan untuk melepaskan / menghilangkan kelelahan, misalnya sehabis kerja berat atau melakukan perjalanan jauh dan sebagainya. Caranya hendaknya pakaian yang tegang dikendorkan, agar tidak mengganggu jalanya rasa. Kemudian berbaring ketimur, kedua tangan lurus disamping badan, telapak tangan menghadap keatas, seluruh badan harus dalam keadaan yang kendor pikiran dan angan-angan dihentikan kegiatanya19, sehingga keadaan badan/ pribadi dalam suasana benar-benar tenang. Merasakan pernafasan hingga halus agar dapat mengimbangi keluar/masuknya hawa dalam badan. Hal ini dilakukan kurang lebih 10-15 menit.

9. Ulah Rasa

Ulah rasa adalah suatu usaha / tindakan yang ilakukan untuk mengadakan penelitian tentang jalanya Rasa dan Getaran yang meliputi seluruh tubuh. Seperti halnya dalam tukar hawa, smua pakaian yg tegang dilenturkan. Kemudian setelah melakukan sujud wajib ditambahin satu bungkukkan lagi dan mengucap dalam hati

“HYANG MAHA SUCI NJALUK GERAKE RASA” atau “HYANG MAHA SUCI MINTA GERAKNYA RASA”, lalu berbarng terlentang membujur ketimur.

Kedua tangan lurus disamping badan dan telapak tangan menghadap keatas. Dengan mengamati pernapasan sampai halus, serta meneliti/merasakan jalanya

19

Tri Madiyono, “ Sapto Darmo dalam pandangan Islam Bag.1”, dalam http://ibnuramadan.wordpress.com/10/08/06 (17 Juni 2001).


(1)

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari beberapa bab yang telah diuraikan di atas kiranya dapat diambil

kesimpulan sebagai berikut :

1. Sejarah munculnya ajaran kerohanian Sapto Darmo diawali dengan adanya

pengakuan oleh seorang yang bernama Pak Seporo atau Hardjo Saputro

yang berasal dari kota Pare Kabupaten Kediri Jawa Tengah bahwa pada

tanggal 27 Desember 1952 telah menerima wahyu berupa Sujud,

dilanjutkan pada tanggal 13 Februari berupa wahyu Racut dan pada

tanggal 12 Juli 1954 diterima wahyu berupa simbol pribadi manusia.

Kemudian ajaran ini disebarluaskan ke daerah-daerah di Jawa oleh

Hardjosepuro. Pada tanggal 16 Desember 1964 Hardjosepuro yang pada

waktu itu telah bergelar Bapak panuntun Sri Gutomo meninggal dunia dan

digantikan oleh ibu Sri Suwartini yang bergelar Sri Pawenang, dibawah

pimpinan Sri Pawenang kerohanian Sapto Darmo berkembang pesat, baik

warga maupun sistem organisasinya.

2. Sapto darmo ini menurut pandangan sejumlah tokoh muslim kebanyakan

tidak menyetujui dengan adanya aliran tersebut sebagai contoh pendapat

tokoh Nu menyatakan bahwa aliran Sapto Darmo ini merupakan aliran sesat


(2)

77

sudah menunjukkan bahwa tuhan dalam bentuk semar. Menurut tokoh

Muhammadiyah menyatakan bahwa aliran tersebut juga menyimpang

karena tata cara ibadah yang salah, walaupun dalam perlakuan sehari-hari

sangatlah baik, sopan dan juga rama tama terhadap masyarakat sekitar,

pendapat ini hampir sama dengan pendapat tokoh Nu. Sedangkan menurut

Ketua MUI Bojonegoro menyatakan bahwa aliran kepercayaan itu bukan

agama karena yang dilakukan tidak sesuai dengan ajaran Islam seperti

sujudnya mengahadap ke timur dan buku yang digunakan itu bukan

Al-Quran dan hadits tapi buku yang diberikan oleh mereka yaitu buku wewarah

ini. Tidak cocok dengan Al-Quran. Hanya saja aliran ini diperbolehkan oleh

pemerintah dan masih banyak lagi aliran kepercayaan yang di perbolehkan

di Indonesia ini.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang peneliti lakukan pada Aliran Sapto Darmo di

desa Turi Gede Bojonegoro. Ada beberapa yang harus di pertimbangkan sebagai

masukan maupun saran-saran yang bertujuan untuk kebaikan Penganut Aliran

Sapto Darmo Didesa Turi Gede Bojonegoro adalah ebagai berikut:

1. Bagi warga Sapto Darmo agar tidak lagi menjalankan penghayatan

kerohanian Sapto Darmo karena inti ajaranya tidak dapat digunakan sebagai

pegangan hidup.

2. Bagi para penganut Sapto Darmo hendaknya mengetahui bahwa hanya


(3)

78

di dunia, karena di dalam Al Qur’an ada perintah sholat, zakat, puasa, haji,

berbuat baik, dan sebagainya. Dalam Al Qur’an juga ada larangan berzina, mencuri, berpecah-belah, fanatik golongan, dan sebagainya. Dalam Hadits


(4)

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

El Hafid As’ad. Aliran-Aliran Kepercayaan Dan Kebatinan di Indonesia.Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013.

Kuntowijoyo, Metodologi Sejarah. Yogyakarta: PT. Tiara Wacana, 2003.

Kutha Ratna Nyoman, Metodologi Penulisan Kajian Budaya Dan Ilmu Sosial

Humaniora Pada Umumnya , Yogyakarta: Pustaka Pelajar 2010.

Moh Nazir. Meode Penelitian, Bogor: Ghalia Indonesia 2005.

Muhaimin, Moh. Skripsi Ritual yang dilakukan oleh kelompok Sapto Darmo. Jakarta:

UIN Syarif Hidayatullah 2004.

Rasyidi H. M. Islam dan Kebatinan. Jakarta: Bulan Bintang, 1967

Rahnip, B.A, Muhammad, Aliran Kebatinan dan Kepercayaan dalam Sorotan, Pustaka

Progressif 2004.

Sekertariat Tuntunan Agung. Sejarah Penerimaan Wahyu Wewarah Sapta Darma.

Yogyakarta: Sanggar Candi Sapta Rengga, 2010.

Sekertariat Tuntunan Agung. Buku Wewarah Kerohanian Sapta Darma. Yogyakarta:

Surokarsan MG II, 1968.

Salim, Agus.Perubahan Sosial: Sketsa Teori dan Refleksi Metodologi Kasus Indonesia.

Yogyakarta: Tiara Wacana, 2002.

Suf’at, M., Beberapa Pembahasan tentang Kebatinan. Yogyakarta: Kota Kembang,1985.

Usman, Husaini Punomo Setiady. Metodologi Penelitian Sosial, Jakarta: Bumi Aksara

2009.

Yusuf, Muhammad. Skripsi: Agama Islam Dalam Kerohanian Sapta Darma.

Yogyakarta: UIN Kalijaga 2002.

Yopi Widiyanto, Aris. Skripsi: Kerohanian Sapta Darma Kota Malang (Sebuah Kajian

Historis, Eksistensi, dan Makna Pendidikan yang Terkandung dalam Ajarannya). Malang:Universitas Negri Malang 2011.


(5)

B. Wawancara

Amin (Penganut Aliran NU), Wawancara

Bambang Suhadmodjo (Penganut Aliran Sapto Darmo), Wawancara Bustanuddin (Penganut Aliran Sapto Darmo), Wawancara

Drs. KH. Djauhari Hasan (Ketua MUI Bojonegoro), Wawancara Jayus (Penganut Aliran Sapto Darmo), Wawancara

Kasminto (Penganut Aliran Sapto Darmo), Wawancara Moh Khoirul Ibad (Penganut Aliran NU), Wawancara Mbah Mualim (Sesepuh Desa), Wawancara

Sholeh (Masyarakat Muhammadiyah), Wawancara Sanuri (Ketua Organisasi NU), Wawancara

Sunardi (Penganut Aliran Sapto Darmo), Wawancara Suwarno (Masyarakat NU), Wawancara

Yohanna (Penganut Aliran Sapto Darmo), Wawancara

C. Arsip

Arsip Desa : Keadaan demografi desa Turi Gede, Bojonegoro : Desa Turi Gede. 2014.

Arsip Desa : Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa Turi Gede. Bojonegoro:

Desa Turi Gede. 2014.

Arsip Desa: Potensi dan Tingkat Perkembangan Desa Turi Gede. Bojonegoro : Desa

Turi Gede.2014.

Arsip Desa: Potensi dan Tingkat Perkembangan Desa Turi Gede, Bojonegoro : Desa

Turi Gede.2014.

D. Internet

Buya hamka, “Tafsir Buya Hamka”, dalam https;//tafsirbuyahamka.wordpress.com/2011/ 08/17/al-baqarah-ayat-1-5/ (17 Januari 2016).

Darma, Agus. “Analisa Perubahan Sosial dari Pemberdayaan Komunikasi dalam

Penyediaan Prasarana Fisik. (Studi Kasus:Pembangunan Bendungan di Desa

Karangmulya, Indramayu, Jawa Barat)”,


(6)

Seketariat Sapta Darma, Panutan Agung, http://Sapta darma7. Blogspot. Com (12 Maret 2001).

Tri Madiyono, “ Sapto Darmo dalam pandangan Islam Bag.1”, dalam