Peranan guru Baca Tulis al Qur'an (BTQ) dalam meningkatkan kemampuan baca tulis al Qur'an siswa di Madrasah Tsanawiyah Unggulan al Jadid Waru Sidoarjo.

(1)

PERANAN GURU BACA TULIS AL-QUR’AN (BTQ) DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN BACA TULIS AL-QUR’AN SISWA DI

MADRASAH TSANAWIYAH UNGGULAN AL-JADID WARU SIDOARJO

PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

SURABAYA 2017 SKRIPSI

OLEH : UMI NADHIFAH


(2)

PERANAN GURU BACA TULIS AL-QUR’AN (BTQ) DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN BACA TULIS AL-QUR’AN SISWA DI

MADRASAH TSANAWIYAH UNGGULAN AL-JADID WARU SIDOARJO

PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

SURABAYA 2017 SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana

Pendidikan Islam (S.Pd)

Oleh :

UMI NADHIFAH D01213055


(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

ABSTRAK

Umi Nadhifah, D01213055, 2017. Peranan Guru Baca Tulis Al-Qur’an (BTQ) Dalam Meningkatkan Kemampuan Baca Tulis Al-Qur’an Siswa Di MTs Unggulan Al-Jadid Waru Sidoarjo .

Pembimbing : (1) Dr. H. A. Yusam Thobroni, M.Ag (2) Dr. H. Syamsudin, M.Ag

Kata Kunci : Peranan Guru, Kemampuan Membaca Al-Qur’an

Judul ini diambil dan diteliti karena dilatar belakangi maraknya remaja

sekarang yang memiliki kemampuan membaca Al-Qur’an yang sangat minim dan

bahkan belum bisa membaca Al-Qur’an dengan baik. Jika dilihat dari sumber belajar yang ada, seharusnya siswa pada zaman sekarang lebih mudah belajar. Karena tidak hanya mengandalkan guru sebagai media ajar. Tapi banyak teknologi yang bisa digunakan untuk belajar tapi disalah fungsikan oleh para siswa. Sebenarnya para siswa ini sudah mempunyai kemampuan dasar dalam membaca Al-Qur’an yakni, mereka sudah dapat mengenali huruf-huruf yang ada dalam Al-Qur’an. tapi untuk pengembangan kemampuan mereka inilah yang menjadi masalah. Semakin mereka tumbuh bukan semakin giat untuk membaca

Al-Qur’an, tapi semakin mereka tumbuh besar semakin lupa dengan Al-qur’an.

inilah fenomena yang terjadi untuk sebagian besar siswa. Maka untuk itu, peranan guru di sekolah, khususnya guru BTQ sangat diperlukan untuk menumbuh kembangkan kembali kebiasaan untuk membaca al-qur’an pada siswa yang sempat hilang.

Dalam hal ini yang menjadi rumusan masalah adalah tentang bagaimana

kemampuan baca tulis Al-Qur’an siswa dan bagaimana peranan guru BTQ dalam

meningkatkan kemampuan baca tulis Al-Qur’an pada siswa Madrasah

Tsanawiyah Unggulan Al-Jadid Waru Sidoarjo.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Dimana menggunakan kajian studi kasus. Pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan teknik observasi, wawancara mendalam serta dokumentasi. Dalam pembahasan hasil penelitian, penulis menggunakan analisis data deskriptif sebagai metode dalam memperoleh kesimpulan.

Hasil penelitian ini adalah: 1) Tingkat kemampuan baca tulis Al-Qur’an siswa yang sangat beragam. Dimulai dari hanya mengenal huruf hijaiyah sampai kemampuan baca tulis Al-Qur’an yang sudah baik. 2) Dalam meningkatkan


(8)

kemampuan baca tulis Al-Qur’an siswa, peranan guru sangat membantu. Dimulai

dari penggunaan metode mengajar sampai pemilihan tempat untuk belajar. Semua diperhatikan oleh guru agar proses yang mereka lakukan benar-benar bermakna. 3) Banyak upaya yang telah dilakukan oleh guru dalam membantu siswa dalam kegiatan baca tulis Al-Qur’an. tidak semua upaya tersebut berjalan sesuai harapan. Banyak faktor-faktor yang mendukung maupun yang menghambat. Semangat dan kemauan untuk belajar dari siswa menjadi faktor pendukung utama, sedangkan alokasi waktu belajar merupakan salah satu penghambat.


(9)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...i

PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI ...ii

PENGESAHAN TIM PENGUJI ...iii

ABSTRAK ...iv

MOTTO ...vi

PERSEMBAHAN ...vii

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ...viii

KATA PENGANTAR ...ix

DAFTAR ISI ...xii

DAFTAR TABEL ... ..xvi

DAFTAR LAMPIRAN ...xvii

BAB I : PENDAHULUAN ...1

A. Latar Belakang Masalah ...1

B. Rumusan Masalah ...7

C. Tujuan Penelitian ...7


(10)

E. Penelitian Terdahulu ...8

F. Definisi Operasional...11

G. Sistematika Pembahasan ...13

BAB II : KAJIAN PUSTAKA ...15

A. Kajian Tentang Guru Baca Tulis Al-Qur’an (BTQ) ...15

1. Tinjauan Tentang Guru ...15

a. Pengertian Guru ...15

b. Kedudukan Guru Dalam Pandangan Islam ...17

c. Tugas Guru ...19

d. Syarat Guru ...22

e. Peranan Guru ...26

2. Tinjauan Tentang Baca Tulis Al-Qur’an (BTQ) ...27

a. Pengertian Baca Tulis Al-Qur’an (BTQ) ...27

b. Tujuan Pembinaan Baca Tulis Al-Qur’an (BTQ) ...29

c. Materi Kegiatan Pembelajaran BTQ (Baca Tulis Al-Qur’an) ....30

d.Metode Mengajar Baca Tulis Al-Qur’an (BTQ) ...32

B. Kajian Tentang Kemampuan Membaca Al-Qur’an ...38

1. Pengertian Kemampuan Membaca Al-Qur’an ...39

2. Target Kemampuan Membaca Al-Qur’an Metode At-Tartil ...41

3. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Kemampuan Membaca Al-Qur’an...45


(11)

C. Peranan Guru Baca Tulis Al-Qur’an (BTQ) dalam Meningkatkan

Kemampuan Membaca Al-Qur’an ...53

BAB III : METODE PENELITIAN ...61

A. Pendekatan dan Jenis Penelitian...61

B. Subyek dan Obyek Penelitian ...63

C. Tahap-tahap Penelitian ...64

1. Tahap Pralapangan ...64

2. Tahap Pelaksanaan Penelitian ...64

3. Tahap Akhir penelitian ...65

D. Kehadiran Peneliti ...65

E. Sumber dan Jenis data ...66

1. Sumber data Primer ...67

2. Sumber Data Skunder ...68

F. Teknik Pengumpulan Data ...68

1. Metode Observasi...69

2. Metode Interview (Wawancara) ...70

3. Metode Library Research ...72

4. Dokumentasi ...72

G. Teknik Analisis Data ...73


(12)

BAB IV : PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN ...78

A. Gambaran Umum Obyek Penelitian ...78

1. Profil Sekolah ...78

2. Visi, Misi dan Tujuan MTs Unggulan Al-Jadid Waru ...78

B. Pemaparan Data ...80

BAB V : PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN...99

BAB VI : PENUTUP ...109

A. Kesimpulan ...109

B. Saran ...110


(13)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Diantara kemurahan Allah terhadap manusia bahwa Dia tidak saja memberikan sifat yang bersih yang dapat membimbing dan memberi petunjuk kepada mereka ke arah kebaikan, tetapi juga dari waktu ke waktu Dia mengutus seorang rasul kepada umat manusia dengan membawa al-Kitab dari Allah dan menyuruh mereka beribadah hanya kepada Allah saja,

menyampaikan kabar gembira dan memberikan peringatan.1

Dalam Al-Qur’an surat al-Alaq ayat 3-5 Allah berfirman:

































Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantara kalam. Dan dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.2

Ayat tersebut menunjukkan bahwa, manusia tanpa melalui belajar tidak akan dapat mengetahui segala sesuatu yang ia butuhkan bagi kelangsungan hidupnya di dunia dan di akhirat. Pengetahuan manusia akan berkembang jika diperoleh melalui proses belajar mengajar yang diawali

1Manna’ Khalil al

-Qattan (terjemah oleh: Mudzakir AS.), Studi Ilmu-Ilmu Qur’an , (Bogor: Pustaka Litera Antar Nusa, 2013), hal. 10

2

Syeikh Saleh ibn Abdul Aziz ibn Muhammad al- Syeikh, Al- Qur’an dan terjemahanya, (Madinah Al- Munawaroh: Mujamma’ Malik Fahd li Thiba’at Al- Mushaf Asy- Syarif, 1418 H), hal.1079


(14)

dengan kemampuan baca tulis dalam arti luas, yaitu tidak hanya dengan membaca tulisan melainkan juga membaca segala yang tersurat maupun yang tersirat di alam raya ini melalui ketajaman akal fikiran sebagai dari tujuan penciptaannya.3

Remaja di Indonesia kebanyakan melakukan bacaan rutin ayat suci

Qur’an ketika mereka masih kecil atau masih duduk di tingkat Sekolah Dasar.

Dan begitu mereka semakin beranjak remaja dan dewasa, banyak dari mereka akan mengutamkan hal-hal lain yang berkaitan dengan sosial, lingkungan, maupun perihal sekolah mereka. Dan kegiatan rutin mengaji akan terabaikan. Hal ini akan dapat diperparah jika tempat tingal peserta didik ataupun keluarganya membiarkan hal ini terus berlanjut dan mereka mempunyai fikiran bahwa nilai akademik sekolah amat sangat penting dari pada hanya belajar mengaji.

Keengganan membaca Al-Qur’an secara rutin ini jika berjalan dalam waktu yang lama tidak mungkin menutup kemungkinan untuk menghilangkan

kemampuan bacaan Qur’an pada peserta didik atau anak tersebut. Sudah dijelaskan di atas bahwa Al-Qur’an mempunyai peran penting bagi setiap individu seorang muslim yang akan sangat terlihat dalam etika seorang muslim tersebut.

3

Usman, Metafora al-Qur’an dalam Nilai-Nilai Pendidikan dan Pengajaran, (Yogyakarta: 2010) hal. 96


(15)

Membaca dan menulis adalah sebuah keterampilan yang dimiliki seseorang karena mau belajar dan membiasakannya. Suatu bentuk keterampilan akan berkurang bahkan hilang jika tidak dibiasakan untuk

melatihnya. Begitupun keterampilan dalam membaca dan menulis Al-Qur’an.

Keterampilan dalam membaca dan menulis Al-Qur’an bisa berkurang bahkan

hilang sama sekali jika kita tidak membiasakan secara rutin.

Pada dasarnya Guru merupakan kunci utama dalam pengajaran. Guru secara langsung berupaya mempengaruhi, mengarahkan, dan mengembangkan kemampuan siswa didalam proses pembelajaran, sebab Guru yang paling banyak berhubungan dengan para siswa jika dibandingkan dengan personal sekolah lainya.

Guru sangat berperan penting dalam memberikan pengajaran baca tulis Al-Qur’an tentunya harus membangkitkan minat siswa yang harus dijaga selama proses pengajaran berlangsung, karena mudah sekali berkurang atau hilang selama proses pengajaran. Bila minat telah muncul maka perhatian juga mudah sekali berkurang atau hilang. Dalam kehidupan ini kita akan selalu berkomunikasi atau berhubungan dengan orang lain, benda, situasi dan aktivitas-aktivitas yang terdapat disekitar kita.

Oleh karena itu, seorang guru tidak cukup hanya sekedar transfer of knowledge (memindahkan ilmu pengetahuan) dari luarnya saja, tapi juga


(16)

dan luar inilah yang akan mengkokohkan bangunan pengetahuan, moral, dan

kepribadian peserta didik dalam menyongsong masa depannya.4

Karena tugas guru adalah mengajar sekaligus mendidik, maka keteladana dari seorang guru menjadi harga mati yang tidak bisa ditawar-tawar. Keteladanan merupakan senjata mematikan yang sulit untuk dilawan. Keteladanan adalah suatu yang dipraktikkan, diamalkan bukan hanya dikhutbahkan, diperjuangkan, diwujudkan dan dibuktikan. Oleh karena itu, keteladanan menjadi perisai budaya yang sangat tajam yang bisa mengubah sesuatu secara cepat dan efektif.5

Pentingnya Al-Qur’an bagi umat Islam terlebih lagi bagi mereka yang masih diusia sekolah dan keenganan para peserta didik ini untuk membacanya membuat tidak sedikit dari mereka belum memiliki kemampuan bacaan yang baik. Karena membaca ini adalah sebuah kegiatan yang dilakukan dengan tindakan yang jelas maka seorang guru menjadi wajib untuk memberikan teladan yang baik dalam melakukan hal ini.

Guru harus menjadi teladan bagi para siswanya, baik secara moral maupun intelektual. Tidak ada satu unsur pun yang lebih penting dalam sistem sekolah selain guru. Guru harus unggul dalam pengetahuan dan

memahami kebutuhan serta kemampuan para siswa. “The objective of all method in teaching is the cultivation of the personality of the pupil”. Tugas

4Jamal Ma’mur Asmani,

Tips Menjadi Guru Inspiratif, Kreatif, dan Inovatif, (Yogyakarta: 2013) hal 77-78

5


(17)

guru ialah melakukan bimbingan agar peserta didik memahami bakat mereka masing-masing, sehingga proses pembelajaran berjalan penuh makna. Karena itu guru harus menguasai ilmu pedagogis dan berkepribadian.6

Peran guru berkaitan dengan bagaimana seorang guru mampu memahami dan menentukan batasan-batasan yang harus dilakukan oleh seorang guru dalam mengorganisasikan materi, berinteraksi, dan melakukan proses-proses pembelajaran.7

Guru sebagai pendidik professional perlu memiliki pengetahuan yang bersifat radiks tentang perkembangan kognitif peserta didiknya. Dengan bekal tersebut, guru dapat melaksanakan proses pembelajaran yang sesuai dengan kemampuan berpikir peserta didiknya.8

Hal ini juga terjadi di Madrasah Tsanawiyah Unggulan Al-Jadid Waru. Pengajaran BTQ disana tidak hanya dituntut untuk dapat membaca dan menulis, tapi juga memahami bacaan Qur’an tersebut. Pengajaran BTQ disana juga menyangkut beberapa aspek yaitu hafalan surat-surat pendek, pengajaran tajwid, Imlak atau khat dan lain-lain yang menyangkut baca tulis

Qur’an.

Para siswa di Madrasah Tsanawiyah Unggulan Al-Jadid Waru ini mepunyai tingkat kemampuan membaca dan menulis yang berbeda- beda.

6

Jejen Musfah, Peningkatan Kompetensi Guru, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011), hal 21-22

7

Muhammad Irham, Novan Ardy Wiyani, Psikologi Pendidikan Teori dan Aplikasi

dalamProses Pembelajaran, (Yogyakarta: 2013) hal. 139

8


(18)

Dari observasi awal saya terdapat sebagian peserta didik yang masih mengalami kesulitan dalam membaca dan menulis huruf Al-Qur’an. Hal ini ditemukan saat saya melakukan pengajaran BTQ di sekolah tersebut atau observasi secara langsung..

Kemampuan peserta didik yang berbeda-beda, menjadi wajar jika mengigat lingkungan tempat mereka tinggal serta latar belakang mereka yang juga berbeda. Membuat guru agak kesulitan untuk melakukan penanganan terhadap masalah ini.

Pemilihan metode mengajar yang baik serta pengemasan materi yang akan diajarkan akan berpengaruh terhadap seberapa besar keberhasilan dalam sebuah pengajaran. Maka dari itu sekolah, dan khususnya guru BTQ mempunyai peran penting dalam menumbuhkembangkan kembali kegiatan rutin membaca dan menulis Al-Qur’an bagi para peserta didiknya agar kemampuan membaca dan menulis para peserta didik menjadi lebih baik. Hal ini mungkin akan sulit untuk dilakukan mengingat banyak faktor yang membuat para peserta didik kesulitan dalam melakukannya. Dari berbagai permasalah yang kami sebutkan di atas dan mengigat seberapa pentingnya

al-Qur’an bagi umat Islam, maka peneliti mengangkat judul “Peranan Guru

BTQ Dalam Meningkatkan Kemampuan Baca Tulis Al-Qur’an Siswa Di


(19)

B. Rumusan Masalah

Dengan mengacu pada latar belakang masalah di atas, maka dapat penulis rumuskan beberapa masalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah kemampuan baca tulis Al-Qur’an siswa Madrasah

Tsanawiyah Unggulan Al-Jadid Waru?

2. Bagaimana peranan guru BTQ dalam meningkatkan kemampuan baca

tulis Al-Qur’an pada siswa Madrasah Tsanawiyah Unggulan Al-Jadid Waru?

C. Tujuan Penelitian

Mengingat tujuan merupakan arah dari suatu kegiatan, maka harus ditetapkan lebih dahulu agar kegiatan ini dapat mencapai hasil yang diharapkan atau berjalan dengan baik dan terarah. Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mendiskripsikan kemampuan baca tulis Al-Qur’an siswa

Madrasah Tsanawiyah Unggulan Al-Jadid Waru

2. Untuk mendiskripsikan bagaimana peranan guru BTQ dalam

meningkatkan kemampuan baca tulis Al-Qur’an siswa Madrasah

Tsanawiyah Unggulan Al-Jadid Waru.

D. Kegunaan Hasil Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan suatu telaah komprehensif sehingga dapat diambil manfaat, diantarannya:


(20)

1. Manfaat teoritis

Penelitian dan karya ilmiah ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan mengenai kemampuan peserta didik dalam baca tulis

Al-Qur’an dan bagaimana cara meningkatkannya.

2. Manfaat praktis

a. Peneliti Untuk menambah pengetahuan dan pemahaman dari obyek yang diteliti guna penyempurnaan dan bekal di masa mendatang. Sehingga peneliti dapat lebih mengetahui kemampuan dan cara meningkatkan peserta didik dalam baca tulis AlQur’an.

b. Peserta didik dapat termotivasi untuk meningkatkan kemampuan baca tulis AlQur’an berdasarkan pengetahuan yang telah mereka dapatkan.

c. Satuan pendidikan Dapat mendorong kreativitas dan keterampilan berfikir kreatif guru serta kepala sekolah maupun pihak-pihak terkait sehingga menghasilkan peserta didik yang berkualitas serta religius.

E. Penelitian Terdahulu

Penelitian yang dilakukan oleh Siti Aminah, “Efektifitas program

Baca Tulis Al-Qur’an (BTQ) dalam meningkatkan kemampuan siswa

membaca Al-Qur’an di SMA Muhammadiyah 2 Sodoarjo”. Skripsi 2010 UIN

Sunan Ampel Surabaya. Hasil penelitian ini adalah: BTQ di SMA Muhammadiyah 2 Sidoarjo dalam rosesnya menunjukkan dapat berjalan


(21)

efektif dan efisien atau tergolong baik, karena hasil perhitungan persentase menunjukkan antara 76%-100%. Dan peningkatan kemampuan membaca

Al-Qur’an siswa di SMA Muhammadiyah 2 Sodoarjo setelah adanya

pelaksanaan program BTQ mengalami peningkatan dalam pencapaian

kemampuan membaca Al-Qur’an yang cukup.

Penelitian yang dilakukan oleh Lila Hafiana, “ pengaruh penerapan

tutor sebaya Ekstrakurikuler baca tulis Al-Qur’an (BTQ) terhadap

kemampuan membaca al-Qur’an siswa di SMA Negeri 1 Gedangan

Sidoarjo”. Skripsi 2012 UIN Sunan Ampel Surabaya. Hasil penelitian ini

adalah : berdasarkan hasil observasi di lapangan, wawancara dan penyebaran angket dapat disimpulkan bahwa penerapan tutor sebaya ekstrakurikuler BTQ di SMA Negeri 1 Gedangan sudah dilaksanakan dengan cukup bai. Hal ini dibuktikan dari keaktifan para siswa dalam mengikuti kegiatan ekstrakurikuler tersebut. Serta hasil dari perhitungan angket penerapan tutor sebaya ekstrakurikuler BTQ yang berada pada rentangan 56%-75% yang

tergolong cukup. Sedangkan kemampuan membaca Al-Qur’an siswa di SMA

Negeri 1 Gedangan berdasarkan hasil tes yang dilakukan peneliti yang diperoleh hasil bahwa siswa yang mendapat nilai A sebanyak 20 siswa, sedangkan nilai B 19 siswa, dan untuk nilai C hanya 1 siswa. Jadi dapat


(22)

Agustin Nur Fariha, “Upaya guru dalam meningkatkan kemampuan Baca Tulis Al-Qur’an Siswa Madrasah Ibtidaiyah (MI) Maftahul Ulum

Karangsono-01 Kanigoro Blitar” dibimbing oleh H. Sirajudin Hasan, M.Ag.

Hasil penelitian 1). Adapun Upaya Guru dalam meningkatkan kemampuan

Baca Tulis Al-Qur‟an Siswa di MI Maftahul Ulum karangsono-01 Kanigoro

Blitar adalah: pertama: menggunakan beberapa metode antara lain: Klasikal (membaca bersama-sama dengan batas baca yang sama), individual (membaca satu perssatu kedepan dengan batas baca yang berbeda antara siswa yang satu dengan yang lain), drill (latihan), metode pemberian tugas,

imla’ (dikte), Qiro’ah (dilagukan), metode Tanya jawab, menyambung huruf

hijaiyah menjadi ayat yang benar. Kedua: melalui pembiasaan, yaitu menyuruh siswa belajar membaca dan menulis Al-Qur‟an secara bergantian sebelum pelajaran dimulai.ketiga: melalui reinforcement, yaitu memberikan hadiah, pujian, atausanjungan kepada siswa yang berprestasi atau yang telah melakukan hal-hal positif dengan tidak berlebihan. 2). Ada beberapa faktor

pendukung Guru dalam meningkatkan kemampuan Baca Tulis Al-Qur‟an

Siswa di MI Maftahul Ulum Karangsono-01 Kanigoro Blitar, pertama :

memadainya buku-buku Al-Qur‟an yang dimilki siswa seperti buku iqro‟ dan

juzz amma. Kedua: sekolah harus menyediakan LCD Proyektor. Ketiga:

tersedianya sarana prasarana yang memadai seperti alat peraga (untuk mata pelajaran sains) dan buku Islami 3). Faktor Penghambat pertama: karena kurangnya dukungan dari orang tua serta adanya anak yang tidak bisa


(23)

membaca dan menulis Al-Qur‟an sama sekali, sehingga ini akan menganggu

proses belajar anakyang lain, kedua: kurangnya kesadaran wali murid tentang pentingnya ilmu Al-Qur‟an, ketiga: karena sering terlambatnya guru dalam mengajar, keempat: tidak memiliki kitab atau buku.

F. Definisi Operasional 1. Secara Konseptual

a. Peranan guru

Peranan adalah tindakan yang dilakukan oleh seseorang dalam suatu peristiwa.9 Lebih spesifik lagi, peranan bagi seorang guru adalah memberikan informasi, membantu menerapkan dan memecahkan masalah, mengajarkan pengetahuan atau keterampilan; sebagai pembimbing, memberikan nasehat dan dorongan (motivasi) dalam bekerja sama dan berusaha.10 Dalam tulisan ini, peranan yang dimaksud adalah peranan guru siswa Madrasah Tsanawiyah Unggulan Al-Jadid Waru Sidoarjo.

b. Kemampuan

Kemampuan berasal dari kata “mampu” yang mendapat awalan “ke” dan akhiran “an”, sehingga menjadi kata benda abstrak

9

WJS. Poerwadarminto, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1995), cet. 3, h. 751

10


(24)

“kemampuan” yang mempunyai arti kesanggupan atau kecakapan.11

Adapun yang dimaksud dengan “kemampuan” dalam tulisan ini

adalah kesanggupan atau kecakapan yang berkaitan dengan keterampilan membaca Al-Qur’an dengan baik, lancar dan benar.

c. Baca Tulis Al-Qur’an (BTQ)

1) Baca: berarti membaca yaitu melihat tulisan dan mengerti atau dapat melisankan apa yang ditulis itu12

2) Tulis: membuat huruf, angka dan sebagainya dengan

menggunakan pena (pensil, kapur dan sebagainya)13

3) Al-Qur’an: firman Allah yang disampaikan kepada Rasulullah Muhammad SAW. Lewat perantara malaikat Jibril, yang makna dan pelafalannya secara tepat sampai kepada kita melalui beberapa orang (tawatur), baik secara lisan maupun tulisan14

Dari definisi-definisi diatas dapat disimpulkan bahwa Baca Tulis Al-Qur’an (BTQ) merupakan kegiatan pembelajaran Al-Qur’an

meliputi membaca dan menulis Al-Qur’an.

2. Secara Operasional

Maksud dari “ Peranan Guru BTQ Dalam Meningkatkan

Kemampuan Baca Tulis Al-Qur’an Pada siswa Madrasah Tsanawiyah

11

WJS. Poerwadarminto, Kamus umum Bahasa Indonesia, Ibid, h. 628

12

WJS. Poerwadarminto, Kamus umum Bahasa Indonesia, Ibid, h. 71

13

Ibid, hal. 1098

14


(25)

Unggulan Al-Jadid Waru” adalah sebuah penelitian yang membahas tentang Peranan Guru BTQ dalam Meningkatkan Kemampuan baca tulis Al-Qur’an yang dialami oleh siswa.

G. Sistematika Pembahasan

Dalam penelitian ini peneliti membuat laporan dalam bentuk skripsi menjadi enam bab. Masing-masing bab terdiri dari beberpa sub bab, dan sebelum memasuki bab pertama terlebih dahulu peneliti sajikan beberapa bagian permulaan secara lengkap yang sistematikannya meliputi halaman sampul, halaman judul, halaman persetujuan, halaman pengesahan, motto, halaman persembahan, kata pengantar, daftar isi, daftar table, daftar lampiran, dan abstrak.

Bab Pertama Pendahuluan, sebagai pengantar informasi penelitian yang terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, penjelasan istilah, ruang lingkup penelitian, dan sistematika pembahasan

Bab Kedua Kajian Pustaka, bab ini meliputi Kajian tentang guru BTQ dan ruang lingkupnya terdiri dari: tinjauan tentang guru dan tinjauan tentang BTQ. Pembahasan yang kedua kajian tentang kemampuan membaca

Al-Qur’an yang meliputi pengertian kemampuan membaca Al-Qur’an dan


(26)

Bab Ketiga Metode Penelitian, bab ini berisi tentang pendekatan dan jenis penelitian, lokasi penelitian, kehadiran peneliti, data dan sumber data, teknik pengumpulan data, teknik analisa data, teknik keabsahan data, dan tahap penelitian.

Bab Keempat Hasil Penelitian, Merupakan hasil penelitian yang terdiri dari poin A yaitu gambaran umum obyek penelitian yang meliputi, profil sekolah, visi, misi, dan tujuan sekolah. Kemudian poin B yaitu penyajian data yang meliputi kemampuan baca tulis Al-Qur’an siswa MTs Unggulan Al-Jadid Waru , dan Peranan Guru BTQ dalam meningkatkan kemampuan baca tulis Al-Qur’an siswa di MTs Unggulan Al-Jadid Waru.

Bab Kelima Pembahasan Hasil Penelitian Pembahasan hasil penelitian merupakan analisis dari hasil penelitian yang meliputi kemampuan baca tulis Al-Qur’an siswa MTs Unggulan Al-Jadid Waru , dan Peranan Guru BTQ

dalam meningkatkan kemampuan baca tulis Al-Qur’an siswa di MTs

Unggulan Al-Jadid Waru.

Bab Keenam penutup, Berfungsi untuk menyimpulkan hasil penelitian secara keseluruhan, dan kemudian dilanjutkan dengan memberi saran-saran sebagai perbaikan dari segala kekurangan, dan disertai dengan lampiran-lampiran.


(27)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

Penelitian dengan judul Peranan Guru BTQ dalam Meningkatkan

Kemampuan Membaca Al-Qur’an Siswa di MTs Unggulan Al-Jadid Waru

Sidoarjo ini, akan membahas mengenai bagaimana kemampuan membaca

Al-Qur’an siswa, dan bagaimana peranan guru BTQ dalam meningkatkan

kemampuan membaca Al-Qur’an. Oleh karenanya, sebelum beranjak pada

penelitian yang menjawab semuanya, alangkah baiknya peneliti uraikan terlebih dahulu kajian teori menurut para ahli mengenai penelitian ini.

A. Kajian Tentang Guru Baca Tulis Qur’an (BTQ 1. Tinjauan Tentang Guru

a. Pengertian Guru

Istilah “Guru” dalam khasanah pemikiran islam memiliki

beberapa istilah, seperti ustadz, muallim, muaddib, dan murabbi. Beberapa istilah untuk sebutan guru itu terkait dengan beberapa istilah untuk pendidian, yaitu ta’lim, ta’dib, dan tarbiyah. Istilah

muallim lebih menekan guru sebagai pengajar dan penyampai pengetahuan (knowledge) dan ilmu (science). Istilah muadib lebih menekankan guru sebagai pembina moralitas dan akhlak peserta


(28)

menekankan pengembangan dan pemeliharaan baik aspek jasmaniah maupun rohaniah. Sedangkan istilah yang umum dipakai dan memiliki cakupan makna yang luas dan netral adalah ustadz yang dalam bahasa indonesia diterjemahkan sebagai guru.1

Secara klasikal guru diartikan sebagai “orang yang pekerjaannya atau mata pencahariannya megajar”. Dalam pengertian

yang sederhana guru adalah orang yang memberikan ilmu pengetahuan kepada anak didik.2

Menurut Akhyak dalam bukunya Profil Pendidik Sukses menjelaskan bahwa guru adalah orang dewasa yang menjadi tenaga kependidikan untuk membimbing dan mendidik peserta didik menuju kedewasaan, agar memiliki kemandirian dan kemampuan dalam menghadapi kehidupan dunia dan akhirat.3

Sedangkan dalam Undang-Undang Guru dan Dosen menegaskan bahwa:

Guru adalah “pendidik profesional dengan tugas utama mendidik,

mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur

pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah”.4

1

Marno dan M. Idris, Strategi dan Metode Pengajaran, (Yogyakarta: Ar-ruz Media, 2009), h. 15

2

Akhyak, Profil Pendidik Sukses, (Surabaya: Elkaf, 2005), h. 1

3

Ibid., h. 2

4

Undang-Undang Guru dan Dosen (UU RI NO. 14 Th. 2005), (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), h. 3


(29)

Guru merupakan jabatan atau profesi yang memerlukan keahlian khusus sebagai guru. Pekerjaan ini tidak bisa dilakukan oleh orang yang tidak memiliki keahlian untuk melakukan kegiatan atau pekerjaan sebagai guru. Orang yang berbicara dalam bidang-bidang tertentu, belum dapat disebut sebagai guru. Untuk menjadi guru diperlukan syarat-syarat khusus apalagi menjadi guru yang profesional yang harus menguasai betul seluk beluk pendidikan dan pengajaran dengan berbagai ilmu pengetahuan lainnya yang perlu dibina dan dikembangkan melalui masa pendidikan tertentu atau pendidikan pra jabatan.5

Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa guru ialah orang yang berprofesi sebagai pengajar dan memiliki

tanggung jawab untuk memberikan ilmu pengetahuan,

mengembangkan kemampuan dan membimbing peserta didik menuju kedewasaan serta membentuk moral yang baik.

b. Kedudukan Guru dalam Pandangan Islam

Salah satu hal yang amat menarik pada ajaran islam adalah penghargaan islam yang sangat tinggi terhadap guru. Begitu tingginya penghargaan itu sehingga menempatkan kedudukan guru setingkat dibawah kedudukan nabi dan rasul. Karena demikian guru

5

Moh Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: Remaja Roesdakarya, 2002), h. 6


(30)

selalu terkait dengan ilmu (pengetahuan), Sedangkan islam sangat menghargai pengetahuan. Penghargaan islam terhadap ilmu tergambar dalam hadits-hadits yang artinya sebagai berikut:

1) Tinta ulama lebih berharga daripada darah syuhada

2) Orang berpengetahuan melebihi orang yang senang beribadat, yang berpuasa dan menghabiskan waktu malamnya untuk mengerjakan salat, bahkan melebihi kebaikan orang yang berperang dijalan Allah.

3) Apabila meninggal seorang alim, maka terjadilah kekosongan dalam islam yang tidak dapat diisi kecuali oleh seseorang alim yang lain.6

Sebenarnya tingginya kedudukan guru dalam islam merupakan realisasi ajaran islam itu sendiri. Islam memuliakan pengetahuan; pengetahuan itu didapat dari belajar dan mengajar, yang belajar adalah calon guru, dan yang mengajar adalah guru. tak terbayangkan terjadinya perkembangan pengetahuan tanpa adanya orang belajar dan mengajar, tak terbayangkan adanya belajar dan mengajar tanpa adanya guru. karena islam adalah agama, maka

6

Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Islam, (Bandu;ng: PT. Remaja Rosdakarya, 2012), h. 121-122


(31)

pandangan tentang guru dan kedudukannya tidak terlepas dari nilai-nilai kelangitan.7

Kedudukan guru dalam islam sangat tinggi. Guru merupakan seseorang yang sangat dihargai dalam islam, selain karena memiliki ilmu yang tinggi, guru juga memiliki akhlak yang patut dijadikan patokan oleh orang lain. Islam sangatlah menghargai ilmu pengetahuan, maka dari itu tanpa adanya guru maka ilmu pengertahuan akan sulit diperoleh.

c. Tugas Guru

Mengenai tugas guru, ahli-ahli pendidikan Islami dan juga ahli pendidikan Barat telah sepakat bahwa tugas guru adalah mendidik. Mendidik adalah tugas yang amat luas. Mendidik sebagian dilakukan dalam bentuk mengajar, sebagian dalam bentuk memberikan dorongan, memuji, menghukum, memberi contoh, membiasakan, dan lain-lain.

Dalam pendidikan disekolah, tugas guru sebagian besar adalah mengajar. Tugas pendidik di dalam rumah tangga sebagian

besar, bahkan mungkin seluruhnya, berupa membiasakan,

memberikan contoh yang baik, memberikan pujian, dorongan, dan lain-lain yang diperkirakan menghasilkan pengaruh positif bagi

7


(32)

pendewasaan anak. Jadi secara umum, mengajar hanyalah sebagian dari tugas mendidik.8

Menurut paradigma jawa, istilah pendidik biasa disebut

dengan “guru” yang berarti digugu lan ditiru. “Digugu” berarti bisa dipercaya disini bisa berarti karena memang tidak pernah berbohong, ucapannya selalu benar, sehingga peserta didik percaya kepadanya.

“Bisa dipercaya” disini juga bisa berarti karena memang

wawasannya sangat luas dan ilmunya memadai, sehingga dalam menyampaikan pelajaran bisa meyakinkan peserta didiknya.

Sedangkan “ditiru” disini berarti diikuti oleh para peserta didiknya.

Seorang guru mampu menampilkan dirinya sebagai teladan yang baik, sehingga patut ditiru oleh peserta didiknya. Berdasarkan hal tersebut jelaslah bahwa tugas guru disamping menyampaikan ilmu kepada peserta didik, juga memberikan teladan kepada peserta didiknya.9

Secara lebih rinci, dengan mengutip pendapat Roestiyah, Abdul Mujib membagi fungsi dan tugas pendidik menjadi tiga bagian:10

1) Sebagai pengajar (instruktor), yang bertugas merencanakan program pengajaran dan melaksanakan program yang telah

8

Ahmad Tafsir , Ilmu Pendidikan Islam, Ibid, h. 125

9

Mohammad Salik, Ilmu Pendidikan Islam, (Surabaya: UINSA Press, 2014), h. 46

10


(33)

disusun, dan melaksanakan penilaian setelah berakhirnya program.

2) Sebagai pendidik (educator), yang bertugas mengarahkan peserta didik pada tingkat kedewasaan dan berkepribadian insan kamil seiring dengan tujuan Allah SWT menciptakannya.

3) Sebagai pemimpin (manager), yang bertugas memimpin,

mengendalikan diri sendiri, peserta didik dan masyarakat yang terkait, terhadap berbagai masalah yang menyangkut upaya pengarahan, pengawasan, pengorganisasian, pengontrolan, dan partisipasi atas program pendidikan yang dilakukan.

Agar seorang pendidik mampu melaksanakan tugasnya dengan baik, maka ia harus memperhatikan kewajiban-kewajiban yang harus ditaatinya. Menurut Imam Ghazali, kewajiban-kewajiban yang harus dperhatikan oleh seorang pendidik ialah:

1) Harus menaruh kasih sayang terhadap murid serta

memperlakukan seperti anak sendiri

2) Tidak mengharap balas jasa ataupun ucapan terima kasih, tetapi dalam mengajarnya bermaksud mencari keridhaan Allah SWT. 3) Mencegah murid dari akhlak yang tidak baik dengan jalan

sindiran, dengan terus terang, atau dengan cara halus dan tidak mencelanya


(34)

4) Hendaknya berbicara sesuai dengan kadar pikirannya dan tidak melebihi dari tingkat kemampuannya

5) Hendaknya tidak menimbulkan rasa benci terhadap cabang ilmu

lainnya

6) Guru harus mengamalkan ilmunya dan perkataannya harus

sesuai dengan perbuatannya.11

tugas seorang guru tidak hanya mentransfer ilmunya kepada peserta didik saja, namun seorang guru haruslah menjadi teladan yang baik dan mampu mengarahkan peserta didik menjadi pribadi yang lebih dewasa dan berakhlak. Disamping memenuhi tugas tersebut, seorang guru harus memiliki rasa kasih sayang terhadap peserta didiknya, tidak mengharapkan balas jasa dan selalu mengarahkan hal-hal positif terhadap perilaku peserta didiknya.

Sebagai seorang guru yang menjadi panutan banyak orang, hendaknya perkataannya harus sesuai dengan perilakunya. Seorang guru tidak hanya dituntut untuk memberikan nasihat, namun guru juga harus melaksanakan nasihat tersebut untuk dirinya.

d. Syarat Guru

Menjadi seorang guru merupakan tugas yang tidak ringan. Ia berkewajiban mengemban tugas mendidik dan mengembangkan

11

Muhammad Athiyah Al-Abrasyi, Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1993), h. 150-151


(35)

potensi-potensi peserta didik agar berkembang secara maksimal sebagaimana mestinya. Untuk itu, sebelum menjadi guru atau pendidik diperlukan persiapan-persiapan yang berkaitan dengan tugas-tugas seorang pendidik yang ideal. Menurut Soejono sebagaimana dikutip oleh Ahmad Tafsir menjelaskan bahwa syarat-syarat yang harus dimiliki oleh seorang pendidik adalah:12

1) Umurnya sudah dewasa. Tugas mendidik adalah sangat penting

karena menyangkut perkembangan seseorang dan menentukan kehidupan masa depannya. Dengan demikian dididik oleh orang yang bertanggung jawab. Oleh karena itu pendidikan harus dilakukan oleh orang yang dewasa

2) Sehat jasmani dan rohani, jasmani yang tidak sehat harus menghambat pelaksanaan pendidikan, dan dikhawatirkan akan menular kepada peserta didik

3) Memiliki kemampuan mengajar. Seorang pendidik harus

mempelajari teori-teori kependidikan dan memiliki keahlian untuk menerapkannya agar proses pembelajaran memperoleh hasil yang maksimal

4) Harus berkesusilaan dan berdedikasi tinggi. Hal ini diperlukan karena guru tidak hanya mengajar tetapi juga sekaligus memberi

12

Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Perspektif Islam, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2010), h. 81


(36)

contoh perbuatan kepada para peserta didiknya. Dedikasi tinggi sangat diperlukan agar pendidikan mampu mencapai hasil secara maksimal.

Dari beberapa uraian yang dikutip Ahmad Tafsir tersebut dapat penulis simpulkan bahwasannya syarat menjadi seorang guru hendaknya yang sudah dewasa dalam arti dewasa secara fisik serta pemikirannya dan mampu bertanggung jawab atas profesi yang dilakukan, sehat secara jasmani dan rohani yang mampu memberikan pengajaran yang memuaskan untuk peserta didik, dan harus memiliki kemampuan mengajar dengan baik dalam arti menjadi seorang guru tidak cukup hanya memiliki ilmu pengetahuan yang tinggi namun seorang guru harus memiliki kemampuan mengajar dan berinteraksi yang baik dengan peserta didik serta layak dijadikan panutan.

Sedangkan menurut Muhammad Athiyah al-Abrasyi sebagaimana dikutip oleh Abudin Nata, kriteria yang harus dimiliki seseorang pendidik adalah:13

1) Memiliki watak kebapakan, sehingga ia mampu menyayangi

peserta didik sebagaimana menyayangi anaknaya sendiri 2) Menjalin komunikasi aktif dengan peserta didik

13

Abudin Nata, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010), h. 168


(37)

3) Memperhatikan kemampuan dan kondisi peserta didiknya

4) Mengetahui kepentingan bersama, tidak terfokus pada sebagian peserta didik saja

5) Mempunyai sifat adil, suci dan sempurna

6) Ikhlas dalam menjalankan tugasnya dan tidak menuntut hal-hal yang diluar kewajibannya

7) Dalam mengajar selalu mengaitkan materi yang diajarkan

dengan materi lainnya

8) Membekali peserta didik dengan ilmu yang dibutuhkannya

dimasa depan

9) Sehat jasmani dan rohani, berkepribadian kuat, bertanggung jawab dan mampu mengatasi problem-problem pendidikan.

Senada dengan pendapat-pendapat diatas, Zakiyah Daradjad menjelaskan bahwa secara umum untuk menjadi guru yang baik dan diperkirakan dapat memenuhi tanggung jawab yang dibebankan kepadanya hendaknya bertakwa kepada Allah, berilmu, sehat jasmaninya, baik akhlaknya, bertanggung jawab dan berjiwa nasional.

Takwa merupakan syarat utama menjadi seorang guru, karena tujuan utama seorang pendidik salah satunya ialah menumbuhkan ketakwaan terhadap Allah SWT. Tidak mungkin seseorang mendidik agar bertakwa kepada Allah SWT, namun


(38)

dirinya sendiri tidak ada rasa takwa terhadap-Nya. Sebagaimana Rasulullah sendiri menjadi teladan bagi umatnya. Sejauh mana seorang pendidik berhasil didalam memberikan pendidikannya sangat tergantung dari sejauh mana ia mampu memberikan teladan kepada para muridnya.

Berilmu juga merupakan syarat utama menjadi pendidik. Ia harus memiliki ilmu mengenai apa yang akan diajarkannya. Memiliki ijazah atau bergelar ke jenjang yang lebih tinggi adalah suatu keharusan, namun yang lebih penting lagi adalah bukti kemampuan. Dengan demikian ijazah bukanlah semata secarik kertas, tetapi merupakan tanda atau bukti akan kepemilikan kemampuan seorang pendidik.14

e. Peranan Guru

Menurut Muhibbin Syah dalam bukunya psikologi pendidikan, peran guru adalah:15

1) Guru sebagai perancang pengajaran

Artinya seorang guru senantiasa mampu dan siap merancang kegiatan belajar mengajar yang berhasilguna dan berdayaguna. Maka setiap guru memerlukan pengetahuan yang memadai mengenai prinsip-prinsip belajar sebagai dasar dalam

14

Mohammad Salik, Ilmu Pendidikan Islam, Ibid. h.42

15

Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan: suatu pendekatan Baru, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1995), h. 252-25


(39)

menyusun rancangan kegiatan belajar mengajar. Rancangan tersebut meliputi hal-hal sebagai berikut:

a) Memilih dan menentukan bahan pelajaran

b) Merumuskan tujuan penyajian bahan pelajaran

c) Memilih metode penyajian bahan pelajaran yang tepat

d) Menyelenggarakan evaluasi prestasi belajar

2) Guru sebagai pengelola pengajaran

Artinya sebagai pengelola pengajaran di dalam kelas guru harus mempunyai kemampuan dalam mengelola (menyelenggarakan dan mengendalian) seluruh tahapan proses belajar mengajar. Dan kegiatan terpenting dalam proses belajar mengajar ialah menciptakan situasi dan kondisi sebaik-baiknya, sehingga memungkinkan para siswa belajar secara maksimal. 3) guru sebagai penilai prestasi belajar siswa (Evaluator)

artinya seorang guru senantiasa mengikuti perkembangan taraf kemajuan prestasi belajar atau kinerja akademik siswa dalam setiap kurun waktu pembelajaran.

2. Tinjauan Tentang Baca Tulis Al-Qur’an (BTQ) a. Pengertian BTQ

Membaca dalam bahasa Indonesia berasal dari kata dasar


(40)

bahasa lisan menurut aturan-aturan tertentu. Pada dasarnya membaca meliputi beberapa aspek, yaitu :

1) Kegiatan visual, yaitu yang melibatkan mata sebagai indera 2) Kegiatan yang terorganisir dan sistematis, yaitu tersusun dari

bagian awal sampai pada bagian akhir

3) Sesuatu yang abstrak (teoritis), namun bernakna

4) Sesuatu yang berkaitan dengan bahasa dan masyarakat tertentu

Selanjutnya, sebagaimana yang disebutkan diatas dalam proses membaca ada dua aspek pokok yang saling berkaitan yaitu pembaca dan bahan bacaan. Ditinjau dari sisi pelakunya, membaca merupakan salah satu dari kemampuan (penguasaan) bahasa seseorang. Kemampuan lainnya dalam berbahasa yaitu, kemampuan menyimak (mendengarkan), berbicara, dan menulis. Kemampuan mendengar dan berbicara dikelompokkan kepada komunikasi lisan sedang kemampuan membaca dan menulis termasuk dalam komunikasi tulisan.16

Pembelajaran atau pembinaan baca tulis Al-Qur’an adalah kegiatan pembelajaran membaca dan menulis yang ditekankan pada upaya memahami informasi, tetapi ada pada tahap menghafalkan

16

Maidir Harun, Kemampuan Baca Tulis Al-Qur’an Siswa SMA, (Jakarta : Puslitbang Lektur Keagamaan Depag RI, 2007), hlm. 109.


(41)

(melesankan)lambang-lambang dan mengadakan pembiasaan dalam

melafadkannya serta cara menuliskannya. Adapun tujuan dari pembinaan atau pembelajaran baca tulis Al-Qur’an ini adalah agar dapat membaca kata-kata dengan kalimat sederhana dengan lancar dan tertib serta dapat menulis huruf dan lambang-lambang arab dengan rapi, lancar dan benar.

b. Tujuan Pembinaan Baca Tulis Al-Qur’an (BTQ)

Lembaga disetiap melakukan programnya tentu mempunyai tujuan yang ingin dicapai. Untuk itu, tujuan dari pembinaan atau pembelajaran baca tulis Al-Qur’an adalah :

1) Dapat membaca Al-Qur’an dengan benar sesuai dengan

makharijul huruf dan dengan kaidah-kaidah ilmu tajwid 2) Dapat menulis huruf Al-Qur’an dengan benar dan rapi

3) Hafal beberapa surat pendek, ayat pilihan dan doa sehari-hari, sehingga mampu melakukan bacaan sholat dengan baik dan terbiasa hidup dalam suasana Islami.

Pada dasarnya tujuan pengajaran al-Qur’an adalah agar sebagai umat Islam, kita bisa memahami dan mengamalkan isi kandungan dalam Al-Qur’an dalam kehidupan sehari-hari, menjaga dan memelihara baik itu dengan mempelajari dan mengajarkan kepada orang lain sehingga pengajaran dan pendidikan dapat


(42)

terlaksana terus menerus dari generasi kegenerasi sampai diakhir zaman kelak, karena Al-Qur’an adalah pedomandan petunjuk bagi umat Islam di dunia ini.

Mendidik bukan sekedar transfer ilmu saja tapi lebih dari itu yaitu memberikan nilai-nilai terpuji pada orang lain dalam hal ini adalah peserta didik untuk berakhlak Al-Qur’an. Pendidikan yang paling mulai diberikan orang tua adalah pendidikan Al-Qur’an yang merupakan lambang agama Islam yang paling asasi dan hakiki sehingga dapat menjunjung tinggi nilai-nilai spiritual Islam.

c. Materi Kegiatan Pembelajaran BTQ (Baca Tulis Al-Qur’an)

Untuk memberikan hasil yang baik dalam pendidikan maka materi pembelajaran merupakan salah satu faktor penting dalam mendukung keberhasilan siswa. Sesuai dengan tujuannya maka materi pembelajaran BTQ dibedakan menjadi dua yaitu materi pokok dan materi tambahan.

1) Materi pokok

Materi pokok yang dimaksud adalah materi yang harus dikuasai benar oleh siswa. Siswa yang sudah memiliki kemampuan dasar dalam membaca dan menulis dapat

mempergunakan Al-Qur’an sebagai materi pokoknya.


(43)

mereka harus menggunakan buku-buku khusus sebagai materi pokoknya.

2) Materi Tambahan

Materi tambahan adalah materi-materi yang penting yang juga harus dikuasai oleh siswa. Materi tambahan itu antara lain:

a) Ilmu Tajwid

Ilmu tajwid adalah ilmu pengetahuan yang menjelaskan cara membaca Al-Qur’an dengan baik dan tertib menurut makhrojnya, panjang pendeknya, tebal tipisnya, berdengung atau tidaknya, irama dan nadanya serta titik komanya sesuai dengan yang telah diajarkan Rasulullah SAW. Kepada para sahabatnya dengan baik dan benar.17 Hal ini dimaksudkan agar siswa berkonsentrasi kepada kelancaran dan kebenaran bacaan Al-Qur’an.

b) Praktek Shalat

Siswa disuruh mempraktekkan shalat fardu dan shalat sunnah. Dengan memperaktekkan shalat ini siswa diharapkan hafal dan mampu melafalkan bacaan shalat dengan benar.

17


(44)

c) Hafalan

Materi hafalan ini meliputi hafalan surat-surat pendek, ayat-ayat pilihan dan doa-doa yang digunakan sehari-hari. Dari materi ini nantinya dapat digunakan dan diamalkan oleh siswa dalam kehidupan sehari-hari.

d) Menulis huruf Al-Qur’an

Untuk menulis ini siswa perlu diperkenalkan terlebih dahulu dengan huruf-huruf hijaiyah, kemudian siswa diperintahkan untuk menulisnya. Bentuk-bentuk tulisan dalam Al-Qur’an debagi menjadi :

(1) Bentuk tunggal, tidak dapat bersambung dari kanan dan kiri

(2) Bentuk akhir, dapat bersambung dari kanan saja, terletak diakhir rangkaian

(3) Bentuk awal, dapat bersambung ke kiri saja, terletak diawal rangkaian

(4) Bentuk tengah, dapat bersambung ke kanan dan ke kiri, terletak ditengah-tengah rangkaian.

d. Metode Mengajar Baca Tulis Al-Qur’an (BTQ)

Dalam proses pembelajaran, metode mempunyai peranan penting dalam upaya pencapaian tujuan pembelajaran. Dalam


(45)

mempelajari Al-Qur’an, terutama baca tulis Al-Qur’an diperlukan metode yang cocok agar tujuan dapat tercapai dengan mudah, terarah dan efisien. Dahulu, jika seseorang ingin bisa membaca Al-Qur’an diperlukan waktu yang bertahun-tahun lamanya bahkan belajar sejak

kecil hingga dewasa baru mampu membaca Al-Qur’an dengan benar.

Tapi sering kali juga tidak menjamin waktu yang lama tersebut, adakalanya sudah belajar Al-Qur’an bertahun-tahun tapi tetap saja

belum bisa dengan benar membaca Al-Qur’an.

Dari hal di atas maka mencullah bermacam-macam metode pengajaran Al-Qur’an yang disusun oleh para sarjana dan tokoh dari kalangan pondok pesantren untuk mempermudah, mempercepat serta menarik perhatian dalam pengajaran Al-Qur’an.

Diantara metode-metode pembelajaran Al-Qur’an tersebut ada

metode Qowaidul Baghdadiyah, Qiroaty, Al-Barqy, Iqra’, an -Nadhiyah, At-Tartil dan lain sebagainya.

Pada penulisan kali ini penulis hanya akan membahas detail mengenai metode At-Tartil, karena metode At-Tartil yang akan dipakai di tempat penelitian.

1) Pengertian metode At-Tartil

Tartil disusun dari kata Ratala yang berarti “serasi dan indah”, ucapan atau kalimat yang disusun secara rapi dan


(46)

memperjelas huruf-huruf berhenti dan memulai, sehingga pembaca dan pendengarnya dapat memahami dan menghayati kandungan pesannya.18

Metode At-Tartil ini merupakan karya tim pembina TPQ

Lembaga Pendidikan Ma’arif NU Cabang Sidoarjo yaitu dengan

cara CBSA (Cara Belajar Santri Aktif), waspada terhadap bacaan yang salah, Drill (bisa karena biasa), bacaan langsung (tanpa dieja), klasikal dan privat, praktis, disusun secara lengkap dan sempurna, variatif, fleksibel.19

Berikut ini adalah penjelasan tentang metode At-Tartil diatas sebagai berikut:

a) CBSA (Cara Belajar Santri Aktif)

Pembelajaran ini yang belajar adalah santri bukan ustadz/ustadzahnya. Sehingga santri harus didorong untuk

aktif dan ustadz/ustadzahnya membimbing serta

menerangkan pokok pelajaran sehingga santri jelas dan bisa mengulangi dengan baik. Kemudian santri diperintahkan untuk membaca sendiri bacaan-bacaan berikutnya dan guru hanya menyimak saja.

18

Sumardi, Tadarus Al-Qur’an (The Hope The Fear), (Jakarta: Pesantren Ulumul Qur’an,

2009), h. 9

19Tim Penyususn LP. Ma’arif NU Cabang Sidoarjo,

Panduan dan Pengelolaan Taman Pendidikan Al-Qur’an, (Sidoarjo: LP. Ma’arif NU Cab. Sidoarjo, 1998), h. 5


(47)

b) Waspada

Anak lupa terhadap pelajaran yang lalu itu soal biasa dan wajar, anak lupa dan guru diam saja itu tidak wajar.

Terlalu anak sering membaca salah saat ada

ustadz/ustadzahnya dan ustadz/ustadzahnya diam saja atau membiarkan, maka bacaan salah itu akan dirasa benar oleh santri dan salah merasa benar. Itulah yang disebut dengan bibit salah kaprah.

c) Drill (Bisa Karena Biasa)

Metode drill adalah salah satu cara menyajikan bahan pelajaran dengan jalan atau cara melatih semua agar menguasai pelajaran dan terampil dalam melaksanakan tugas yang diberikan.20 Dalam metode At-Tartil selalu menggunakan metod ini pada hafalan-hafalan seperti bacaan-bacaan shalat, surat-surat pendek, doa sehari-hari serta pelajaran ilmu tajwid, sehingga anak hafal dengan sendirinya.

d) Bacaan Langsung

Santri tidak diperkenalkan mengeja terlebih dahulu tentang cara membacanya, jadi tidak diperkenalkan huruf

20

Tayar Yusuf, dkk, Metodologi Pegajaran Agama dan Bahasa Arab, (Jakarta: PT. Raga Grafindo Persada, 1994), h. 65


(48)

alif fathah A, dan seterusnya, tetapi langsung diajarkan bunyi huruf a, ba, ta, tsa, dan seterusnya. Begitu pula materi pengenalan huruf hijaiyah yang ada di dalam jilid 1 dikelompokkan langsung ke dalam pembagian tempat-tempat keluarnya huruf-huruf hijaiyah. Seperti tempat-tempat keluarnya huruf tenggorokan (halqi), tempat keluarnya huruf al-lisan serta diakhiri halaman jilid 1 sudah diperkenalkan huruf berangkai (bersambung).

Hal ini dimaksudkan agar memudahkan para guru dan para santri agar lebih mendalami benar bunyi huruf dan tempat keluarnya huruf dengan baik dan benar.

e) Klasikal dan Privat

Dalam mengajar Al-Qur’an, santri harus berhadapan langsung dengan guru, hal ini dimaksudkan agar santri tahu betul bagaimana mengucapkan huruf-huruf yang sesuai dengan kaidah makhrojnya. Oleh karena itu, agar proses pembelajarannya bisa berjalan dengan lancar dan dapat dipahami oleh santri secara bersama-sama yang disebut klasikal. Maka dari itu, dalam tahap permulaannya selalu

digunakan tahap klasikal sebagai pengenalan dan

pembiasaan santri dalam mengenal materi baru yang diajarkan, baru kemudian setelah itu santri disimak satu


(49)

persatu secara bergantian (privat) sebagai evaluasi hariannya.

f) Praktis

Tujuan utama pengajaran Al-Qur’an dengan metode

At-Tartil ini adalah santri bisa membaca Al-Qur’an dengan mudah dan cepat, sehingga hal-hal yang bersifat teoritis (teori ilmu tajwid) diajarkan setelah santri bisa tadarus

Al-Qur’an dengan fasih dan lancar. Oleh karena itu buku

metode At-Tartil disusun dan diajarkan secara praktis, langsung menekankan praktek, tanpa mengenal istilah-istilah ilmu tajwidnya, jadi langsung diajarkan bagaimana pengucapan dan membacanya.

g) Disusun secara lengkap dan sempurna

Maksudnya adalah terencana serta terarah, yaitu dimulai dari pelajaran yang amat dasar dan sederhana, dengan rangkaian huruf demi huruf, sedikit demi sedikit, tahap demi tahap, akhirnya ke tingkat suatu kalimat yang bermakna. Hanya saja prosesnya yang sangat evolutif dan disertai dengan latihan-latihan, sehingga semuanya terasa ringan.


(50)

Disusun secara berjilid-jilid terdiri dari 6 jilid dengan sampul yang berwarna-warni sehingga menarik selera santri untuk saling berlomba-lomba dalam mencapai warna-warna jilid berikutnya. Hal ini juga untuk menghindari kebosanan dan kejenuhan santri.

i) Fleksibel

Buku At-Tartil ini dapat dipelajari dari anak usia TK, SD, SMP, SMA, Mahasiswa, serta orang-orang tua (manula). Namun di sekolah yang akan penulis teliti ini yaitu sekolah MTs Unggulan Al-Jadid Waru Sidoarjo ini menggunakan buku At-Tartil versi dewasa yakni lebih diringkas materinya dari jilid 1 sampai 6 dari yang versi biasa.

B. Kajian Tentang Kemampuan Membaca Al-Qur’an

Kegiatan membaca menjadi suatu hal yang sangat penting dalam

Al-Qur’an, sampai-sampai ayat yang pertama kali turun dalam sejarah turunnya

Al-Qur’an adalah perintah membaca yang tertuang dalam surat Al-Alaq ayat

satu.











“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan” (Al -Alaq:1)


(51)

Dalam kaitannya dengan membaca Al-Qur’an, maka perlunya suatu penjelasan singkat dengan hal tersebut sehingga apa yang belum jelas ataupun yang belum diketahui dapat dikaji lebih mendalam sebagaimana dibawah ini.

1. Pengertian Kemampuan Membaca Al-Qur’an

Dalam KBBI WJS. Poewadarminto, kemampuan memiliki kata dasar mampu yang berarti kuasa (sanggup melakukan sesuatu). Jadi

kemampuan memiliki arti kesanggupan, kecakapan dan kekuatan.21

Sedangkan membaca memiliki arti melihat tulisan dan mengerti atau dapat melisankan apa yang tertulis itu.22 Membaca merupakan salah satu aktivitas belajar. Hakikat membaca adalah suatu proses yang kompleks dan rumit karena dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal yang bertujuan untuk memahami arti atau makna yang ada dalam tulisan tersebut.

Wahyu pertama yang disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW, adalah perintah membaca karena dengan membaca Allah mengajarkan tentang suatu pengetahuan yang tidak diketahuinya. Dengan membaca manusia akan mendapatkan wawasan tentang suatu ilmu pengetahuan yang akan berguna bagi dirinya kelak.

Ditinjau dari segi kebahasaan, ada beberapa pendapat yang mengartikan Al-qur’an antara lain:

21

WJS. Poerwadarminto, Kamus umum Bahasa Indonesia, Ibid, h. 628

22


(52)

Menurut pendapat para qurro’, kata “Qur’an” berasal dari kata

“qorooin” yang berarti “qor ina”. Maksudnya bahwa ayat-ayat

Al-Qur’an yang satu dengan yang lainnya saling membenarkan.

Dan menurut pendapat termasyhur kata “Qur’an” berasal dari

kata “qoroa” yang berarti bacaan.23 Pengertian ini diambil berdasarkan ayat Al-Qur’an surat Al-Qiyamah (75) ayat 17-18:





























Sesungguhnya atas tanggungan kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya. Apabila Kami telah selesai membacakannya Maka ikutilah bacaannya itu.24

Sedangkan pengertian Al Qur’an menurut istilah, antara lain yaitu

Al Qur’an adalah wahyu Allah Swt yang dibukukan, yang diturunkan

kepada Nabi Muhammad Saw sebagai suatu mukjizat, membacanya dianggap ibadah sumber utama ajaran islam.25

Menurut Imam Jalaluddin Asy-Syuyuti, beliau memberikan pengertian Al-Qur’an adalah kalamullah/firman Allah diturunkan kepada Nabi Muhammad untuk melemahkan orang-orang yang menentangnya sekalipun dengan surat yang terpendek, membacanya termasuk ibadah.

23

Moh. Cadziq Charisma, Tiga Aspek Kemukjizatan Al-Qur’an, (Surabaya, PT. Bina Ilmu, 1991), h. 1

24

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: CV Darus Sunnah, 2002). Hal. 578

25

Tim Penulis, Metodik Khusus Pegajaran Agama Islam, (Jakarta: Direktoral Jenderal Pembina Kelembagaan Agama Islam), h. 69


(53)

Dari dua definisi mengenai Al Qur’an diatas dapat diambil

kesimpulan bahwa Al-Quran adalah kalam Allah yang disampaikan kepada Nabi Muhammad Saw melalui Malaikat Jibril yang merupakan mukjizat, membaca dan mempelajarinya adalah bernilai ibadah.26

Jadi pengertian diatas yang dimaksud penulis, kemampuan membaca Al-Qur’an adalah suatu kesanggupan dan kecakapan siswa dalam melafalkan bacaan ayat-ayat Al-Qur’an dengan baik dan benar sesuai kaidah ilmu tajwid.

2. Target Kemampuan Membaca Al-Qur’an Metode At-Tartil

Di dalam buku metode At-Tartil ini terdiri dari 6 jilid, adapun isi materi mulai dari jilid 1 sampai 6 sekaligus targetnya disetiap jilid sebagai berikut:

a. At-Tartil Jilid 1

Jilid 1 adalah kunci keberhasilan dalam belajar membaca Al-Qur’an. apabila jilid 1 lancar maka diharapkan pada jilid berikutnya akan lancar pula.

1) Kompetensi Dasar jilid 1

Santri dapat mengenal huruf hijaiyah secara musammayatul

huruf dan asmaul huruf, baik secara potongan huruf ataupun dirangkai, doa-doa shalat, doa sehari- hari dan surat-surat pendek melalui pengamatan dan penerapan.

26


(54)

2) Indikator jilid 1

a) Santri dapat membaca huruf hijaiyah dengan makhraj yang benar dan baik

b) Santri dapat membaca huruf hijaiyah bila dalam potongan maupun dirangkai

b. At-Tartil jilid 2

1) Kompetensi Dasar jilid 2

Santri dapat mengenal harakat, bacaan qashr/mad thabi’i

2) Indikator jilid 2

Santri dapat membaca bacaan yang panjangnya satu alif c. At-Tartil jilid 3

Setiap pokok bahasan lebih ditekankan pada bacaan panjang (huruf mad). Guru menerangkan dan memberi contoh bacaan yang benar terutama jika susunannya terdiri dari beberapa kalimat yang berbeda.

1) Kompetensi Dasar jilid 3

Santri dapat mengenal bacaan idzhar, qalqalah, hamzah washal, harakat syaddah dan bacaan idghom bilaghunnah

2) Indikator jilid 3

a) Santi dapat membaca dan membedakan huruf alf sebagai hamzah washal (tidak terbaca) dengan huruf alf sebagai huruf mad (bacaan qashr)


(55)

b) Santri dapat membaca dari semua bacaan idzhar (syafawi, qamari, halqi)

c) Santri dapat membaca qalqalah

d) Santri dapat membaca huruf yang berharakad syaddah

e) Santri dapat membaca bacaan idghom bilaghunnah

d. At-Tartil jilid 4

At-Tartil jilid 4 merupakan kunci keberhasilan dalam bacaan tartil dan tajwid, maka dalam hal ini perlu ditekankan

1) Kompetensi Dasar jilid 4

Santri dapat mengenal bacaan idghom, lafadz lam jalalah, idzhar wajib dan ayat fawatihussuwar

2) Indikator

a) Santri dapat membaca idghom syamsiyah

b) Santri dapat membaca lafal lam jalalah dan membedakan yang tebal dan yang tipis

c) Santri dapat membaca bacaan dengung (ghunnah, idghom

mimi, ikhfa’ syafawi, iqlab dan idghom bighunnah)

d) Santri dapat membaca bacaan ikhfa’

e) Santri dapat membaca bacaan idzhar wajib

f) Santri dapat membaca ayat-ayat fawatihussuwar


(56)

At-Tartil jilid 5 juga merupakan kunci keberhasilan dalam bacaan tartil dan bertajwid dalam menuju pembelajaran Al-Qur’an, maka dalam hal ini perlu ditekankan benar bacaan-bacaan panjang dan pendeknya sebagaimana kaidah dalam ilmu tajwid yang sudah dipelajari di jilid 4.

1) Kompetensi Dasar jilid 5

Santri dapat mengenal cara-cara mewaqafkan ayat-ayat

Al-Qur’an, bacaan yang panjangnya lebih dari 1 alif (2 ½- 3 Alif), surat-surat yang ada di jus 30.

2) Indikator

a) Santri dapat membaca ayat-ayat Al-Qur’an ketika

diberhentikan (waqaf)

b) Santri dapat membaca bacaan-bacaan yang panjangnya lebih

dari satu alif seperti mad jaiz dan mad wajib

c) Santri dapat membaca surat-surat yang ada di juz 30 f. At-Tartil jilid 6

Didalam jilid 6 ini, santri sudah diajari tentang bacaan-bacaan asing (ghorib) yang ada didalam Al-Qur’an seperti isyarat waqaf, washal, ayat-ayat ghorib/musykilat, bacaan imalah, tashil, isymam, dan bacaan asing lainnya. Oleh karena itu, disamping santri diajarkan mengenai jilid 6, guru juga harus meminta santri membaca dua atau tiga ayat secara bergantian dan bila da santri yang salah baca, guru


(57)

cukup menegur dengan isyarat kurang panjang, panjang, pendek, dengung dan seterusnya.

1) Kompetensi Dasar

Santri dapat mengenal ayat-ayat yang perlu mendapat perhatian khusus/bacaan hati-hati, isyarat waqaf, washal, ayat-ayat gharib/musykilat, surat yang ada di juz 30

2) Indikator

a) Santri dapat membaca ayat-ayat yang perlu mendapat

perhatian khusus

b) Santri dapat membaca dengan membedakan ayat-ayat Al

Qur’an yang ada tanda waqaf dan washalnya

c) Santri dapat membaca ayat-ayat yang tergolong ayat

ghorib/musykilat menurut riwayat imam hafs

d) Santri dapat membaca semua surat –surat yang ada di j uz 30

3. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Kemampuan Baca Tulis

Al-Qur’an

Dalam kegiatan belajar mengajar baca tulis Al-Qur’an, haruslah memperhatikan beberapa faktor. Diharapkan dengan adanya faktor-faktor ini akan sangat menentukan dan memberi pengaruh terhadap kelancaran terhadap proses pembelajaran.

Secara umum faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan membaca Al-Qur’an adalah sebagai berikut:


(58)

1. Faktor siswa/murid

2. Faktor guru/ustadz

3. Faktor alat dan sarana/media pembelajaran

4. Faktor lingkungan keluarga, masyarakat dan pergaulan

Dalam penulisan ini, penulis berusaha menjelaskan satu persatu faktor-faktor tersebut diatas.

a. Faktor siswa / murid / peserta didik

Ada beberapa prinsip mendasar yang perlu diperhatikan saat proses kegiatan belajar mengajar berlangsung, yang berhubungan dengan peserta didik sebagai berikut:

1) Adanya persiapan untuk belajar

Kesiapan anak merupakan modal dasar bagi

berlangsungnya proses belajar mengajar. Namun perlu disadari banyak hal yang menjadikan anak didik tidak secepatnya menyiapkan segala sesuatu baik fisik maupun mental untuk belajar, sehingga proses belajar mengajar tidak berlangsung dengan sempurna. Kesiapan fisik yang dimaksud adalah sarana dan prasarana yang diperlukan dalam belajar. Sedangkan kesiapan mental dalam bentuk pengarahan segenap perhatian untuk menerima pelajaran Al-Qur’an. Karena keteraturan adalah pangkal keberhasilan.


(59)

Kesiapan peserta didik terhadap pelajaran ditunjang oleh adanya minat anak terhadap suatu pelajaran. Minat belajar membaca Al-Qur’an dapat timbul dari berbagai sumber antara lain dari perkembangan insting, fungsi-fungsi intelektual, pengaruh lingkungan, pengalaman, kebiasaan, pendidikan dan sebagainya.27

Minat merupakan salah satu penentu lancar tidaknya proses kegiatan belajar mengajar (KBM) khususnya pengajaran

Al-Qur’an. Karena minat merupakan suatu yang mampu

membangkitkan semangat dan motivasi untuk belajar. 3) Adanya keaktifan dalam belajar

Untuk melibatkan anak dalam KBM, juga perlu dipupuk sikap anak dalam bentuk belajar yang menimbulkan semangat yang disertai perasaan senang. Pada sisi lain dapat dikatakan bahwa belajar hanya dapat berhasil apabila melalui berbagai macam kegiatan. Kegiatan tersebut dapat digolongkan menjadi keaktifan jasmani dan rohani.

Jadi, masalah keaktifan dan keterlibatan siswa dalam KBM sangat besar peranannya. Karena itu guru harus memberi kesempatan kepada murid untuk mengembangkan kemampuan yang dimilikinya.

27


(60)

Rendahnya kadar perhatian anak terhadap materi yang diberikan banyak ditentukan oleh penilaian anak terhadap materi pelajaran berdasarkan kepentingan mereka. Sering terjadi seorang anak kurang menaruh perhatian pada pelajaran tertentu, karena mereka tidak mendapatkan sesuatu kepentingan buat mereka.

Materi pelajaran yang diterima sering hanya berupa informasi yang tidak mampu menyentuh perhatian dan kecenderungan anak didik, terkadang ditemui anak yang dengan tenang duduk di dalam kelas, namun perhatian dan pemikiran mereka jauh menerawang keluar ketika pelajaran berlangsung atau biasa disebut dengan drof out relatif.

4) Adanya kepentingan diri anak sendiri tentang bahan yang dipelajari

Salah satu jalan yang dapat dilakukan untuk menolong peserta didik agar merasa berkepentingan dalam proses KBM adalah memperkenalkan tujuan yang akan mereka terima. Kemampuan guru untuk menghubungkan tujuan pelajaran dimaksud dengan pemenuhan kebutuhan anak itu sendiri. Disamping itu juga guru dituntut dapat menghubungkan pelajaran yang sedang berlangsung dengan realitas sehari-hari dilingkungan tempat tinggal anak didik.


(61)

5) Adanya kemampuan dan kemauan untuk membaca

Tingkat kemampuan seseorang dalam membaca juga merupakan faktor penentu sukses tidaknya ia dalam belajar. Anak didik yang lancar membaca berarti ia tidak banyak mengalami kesulitan dalam pekerjaan sekolah. Oleh karena itu keberhasilan seorang anak dalam studi tidak akan tercapai dengan baik, apabila ia tidak mampu membaca dengan baik. Jadi pada prinsipnya, kemampuan dan kemauan membaca merupakan modal dasar yang harus dimiliki setiap murid yang sedang belajar, terutama yang dikehendaki disini adalah belajar membaca al-Qur’an.

b. Faktor Guru / Ustadz

Guru adalah salah satu fator penting dalam suatu proses belajar mengajar. Karena tidak akan terjadi suatu kegiatan pendidikan tanpa adanya guru.

Menurut Hamzah B. Uno, “Guru adalah orang dewasa yang

secara sadar bertanggungjawab dalam mendidik, mengajar, dan membimbing peserta didik. Orang yang disebut guru adalah orang yang memiliki kemampuan merancang program pembelajaran serta mampu menata dan mengolah kelas agar peserta didik dapat belajar


(62)

dan pada akhirnyaa dapat mencapai tingkat kedewasaan sebagai tujuan akhir dari proses pendidikan.28

c. Faktor sarana / media

Dewasa ini pengertian alat-alat pendidikan sudah

berkembang sesuai dengan majunya ilmu pengetahuan dan teknologi yang dahulu hanya mengenal sebatas apa yang dapat dipergunakan dalam proses belajar mengajar saja. Tetapi sekarang orang mengenalnya dengan istilah media pendidikan dan alat peraga, misalnya papan tulis, radio, film atau gambar hidup, televisi pendidikan dan sebagainya. Hal yang demikian sering disebut Audio Visual, yaitu mencakup segala alat yang dapat membantu kelancaran proses belajar mengajar.

“Guru yang menguasai metode mengajar dan mempunyai

dedikasi yang tinggi (terpanggil untuk mengajar) akan lebih lancar dalam pengajaran apabila dilengkapi dengan alat atau sarana

pengajaran yang cukup memadai”.29

Alat yang dimaksud diantaranya adalah:

1) Alat-alat lama yang masih bisa digunakan, papan tulis, kapur, buku tulis, bangku belajar, kitab Al-Qur’an atau buku penunjang lainnya.

28

Hamzah B. Uno, Profesi Kependidikan, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2007), h. 15

29


(63)

2) Alat-alat baru yang diusahakan: seperti kaset, alat peraga huruf hijaiyah, OHP (Over Head Proyektor)

3) Alat-alat administrasi; seperti buku absen, buku hasil evaluasi dan lain-lain

Demikian juga sarana penunjang dalam mempermudah pencapaian tujuan pendidikan atau belajar Al-Qur’an seperti kitab suci Al-Qur’an, ruang belajar yang lengkap dengan kursi meja serta lampu penerang dan sebagainya.

d. Faktor Lingkungan

Pada faktor lingkungan masyarakat inipun juga ikut mempengaruhi dan perlu mendapat perhatian karena kondisi obyektif masyarakat sangat menentukan pertumbuhan dan perkembangan anak.

Anak didik adalah bagian dari masyarakat tersebut. Kebiasaan itu yang bersifat positif atau sesuai ajaran Al-Qur’an dan ada juga yang negatif atau bertentangan dengan ajaran Al-Qur’an. Oleh karena itu, perlu diciptakan suasana masyarakat yang membantu kelancaran pencapaian tujuan pendidikan.

Lingkungan masyarakat yang religius dan patuh menjalankan sunnah-sunnah Rasululah SAW. Akan sangat mendukung bagi perkembangan pengetahuan dan kepribadian anak. Oleh karena itu,


(64)

masyarakat yang menyelenggarakan pengajian Al-Qur’an perlu

dibuat antusias terhadap Al-Qur’an.

Mengenai kajian-kajian yang telah dipaparkan oleh para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa seorang guru ialah seseorag yang memiliki tanggung jawab untuk memberikan ilmu dan mendidik peserta didik tanpa harus menuntut sesuatu dari peserta didik. Seorang guru memiliki tugas untuk membentuk moral peserta didik untuk menjadi baik dan bisa lebih dewasa. Sesuai dengan kedudukan guru dalam pandangan islam, guru harus benar-benar memiliki sifat yang mulia dan berbudi pekerti yang patut dijadikan panutan oleh peserta didik dan masyarakat lain. Jadi seorang guru memiliki peran penting dalam mendidik, memotivasi dan mendorong siswa dalam hal kebaikan.

Guru juga memiliki peran penting dalam meningkatkan kemampuan dalam pembelajaran baca tulis Al-Qur’an (BTQ), dalam hal ini pembelajaran BTQ yang ada di MTs Unggulan Al-Jadid Waru ini menggunakan metode At-Tartil. Materi yang ada di sekolah yang penulis teliti ini terdiri dari materi pokok, materi tambahan, materi hafalan dan praktek sholat yang mana semua peserta didik wajib menerapkan materi-materi yang telah diajarkan meski tingkatan kemampuan mereka berbeda.

Kemampuan peserta didik dalam membaca Al-Qur’an tidaklah

sama. Kemampuan tersebut didasarkan pada beberapa faktor yaitu, faktor guru/ustadz, faktor siswa/santri, faktor sarana/media dan faktor


(65)

lingkungan. Faktor-faktor tersebutlah yang mempengaruhi kemampuan membaca Al-Qur’an peserta didik.

C. Peranan Guru Baca Tulis Al-Qur’an (BTQ) dalam Meningkatkan Kemampuan Membaca Al-Qur’an

Pendidik adalah bapak rohani (spiritual father) bagi anak didik yang memberikan santapan jiwa dengan ilmu, pembinaan akhlak mulia, dan meluruskannya. Oleh karena itu pendidik mempunyai kedudukan tinggi

sebagaimana yang dilukiskan dalam hadits Nabi SAW. Bahwa “tinta seorang ilmuwan (ulama’) lebih berharga ketimbang darah para syuhada’”.30

Menurut Hasnan Langgulung, kedudukan pendidik dalam pendidikan islam adalah orang yang memikul tanggung jawab membimbing, mengarahkan dan mendidik peserta didik. Oleh karena fungsinya sebagai pengarah dan pembimbing dalam pendidikan, maka keberadaan pendidik sangat diperlukan dalam pendidikan, pendidik juga berfungsi sebagai motivator dan fasilitator dalam proses belajar mengajar, yaitu berupa teraktualisasinya sifat-sifat Ilahi dan mengaktualisasikan potensi-potensi yang ada pada diri peserta didik guna mengimbangi kelemahan-kelemahan yang dimilikinya.31

30

Muhaimin, Pemikiran Pendidikan Islam: Kajian Filosofis dan Kerangka Dasar

Operasionalisasinya, (Bandung: Trigenda Karya, 1993), h.168

31

Hasan Langgulung, dalam Ramayulis, Metodologi Pengajaran Agama Islam (Jakarta: Kalam Mulia, 1994) h, 19


(66)

Dalam konteks pendidikan islam “pendidik” sering disebut dengan “murobbi”, muallim, muaddib” yang ketiga term tersebut mempunyai penggunaan sendiri menrut peristilahan yang dipakai dalam “pendidikan dalam konteks islam”32

Guru Al-Qur’an sebagai ustadz yang berkomitmen terhadap

rofesionalisme seyogyanya tercermin dalam segala aktivitasnya sebagaimana tersebut dalam tiga term diatas yang tidak terbatas sebagai murabbi, muallim,

mu’addib, namun juga sebagai mursyid dan mudarris. Sebagai murabbi, ia akan berusaha menumbuhkembangkan, mengatur dan memelihara potensi, minat dan bakat serta kemampuan peserta didik secara bertahap ke arah aktualisasi potensi, minat, bakat serta kemampuannya secara optimal, melalui kegiatan penelitian, eksperimen di laboratorium, problem solving dan sebagainya, sehingga menghasilkan nilai-nilai positif yang berupa sikap rasional-empirik, objektif-empirik dan objektif-matematis. Sebagai mu’allim, ia akan melakukan transfer ilmu/pengetahuanlnilai, serta melakukan internalisasi atau penyerapan/penghayatan ilmu, pengetahuan, dan nilai kedalam diri sendiri dan peserta didiknya, serta berusaha membangkitkan

semangat dan motifasi mereka untuk mengamalkannya

(amaliah/implementasi). Sebagai mursyid, ia akan melakukan internalisasi

akhlak/kepribadian kepada peserta didiknya. Sebagai mu’addib, maka guru

sadar bahwa eksistensinya sebagai guru pendidikan agama islam memiliki

32


(67)

peran dan fungsi untuk membangun peradaban yang berkualitas dimasa depan melalui kegiatan pendidikan. Dan sebagai mudarris, ia berusaha mencerdaskan peserta didiknya, menghilangkan ketidaktahuan atau memberantas kebodohan mereka, serta melatih keterampilan mereka, baik melalui kegiatan pendidikan, pengajaran maupun pelatihan.

Dari hal diatas dapat penulis simpulakan beberapa strategi guru untuk

meningkatkan kemampuan membaca Al-Qur’an, diantaranya ialah:

1. Memberikan motivasi kepada peserta didik

Belajar adalah perubahan tingkah laku yang relatif mantap berkat latihan dan pengalaman belajar. Belajar yang dilakukan manusia merupakan bagian dari hidupnya, berlangsung seumur hidup, kapan saja, dan dimana saja, baik di sekolah, dikelas, dijalanan dalam waktu yang tidak dapat ditentukann sebelumnya. Hasil belajar tampak sebagai terjadinya perubahan tingkah laku pada diri siswa, yang dapat diamati dan diukur dalam bentuk perubahan pengetahuan, sikap dan keterampilan.33

Dalam belajar, motivasi itu sangat penting. Karena fungsinya

yang mendorong, menggerakkan, dan mengarahkan kegiatan

belajar.Motivasi berasal dari kata motif yang artinya segala sesuatu yang

33

Oemar Hamalik, Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2002), h. 154-155


(68)

mendorong seseorang untuk bertindak melakukan sesuatu.34 Motif dapat dikatakan sebagai daya penggerak dari dalam dan di dalam subyek untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi mencapai suatu tujuan.

Setiap motif tentu ada tujuannya. Semakin berharga suatu tujuan, maka akan semakin kuat pula motifnya. Motif sangat berguna bagi seseorang. Kegunaan motif itu sendiri adalah motif berguna untuk berbuat, motif berguna untuk mengarahkan arah perbuatan dan motif berguna untuk menyeleksi perbuatan.35

Secara umum, tujuan motivasi adalah untuk menggerakkan seseorang agar timbul keinginan dan kemauannya untuk melakukan sesuatu sehingga dapat mencapai tujuan tertentu. Namun, bagi seorang guru tujuan motivasi adalah untuk menggerakkan para siswanya agar timbul keinginan dan kemauan untuk meningkatkan prestasi belajarnya sehingga tercapai tujuan pendidikan sesuai dengan yang diharapkan dan ditetapkan di dalam kurikulum sekolah. Karena belajar adalah proses yang timbul dari dalam, maka factor motivasi memegang peranan yang penting. Jika guru maupun orang tua dapat memberikan motivasi yang baik pada anak-anak maka dalam diri anak akan timbul dorongan untuk belajar yang lebih baik.36

34

M. Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2013), h. 60

35

Ibid., hal. 70-71

36


(1)

memahami karakteristik peserta didik, memberikan tempat belajar yang nyaman, membangun hubungan dengan siswa, mengadakan evaluasi serta memberikan motivasi kepada siswa sudah sangat membantu sekali dalam usaha peningkatan kemampuan siswa di MTs Unggulan Al-Jadid Waru.

Dengan demikian peranan yang dilakukan guru BTQ dalam meningkatkan kemampuan membaca Al-Qur’an siswa di MTs Unggulan Al-Jadid Waru dapat dikatakan berhasil. Hal ini terbukti dari peningkatan kemampuan siswa yang dicapai melalui nilai dari hasil evaluasi awal (UTS) dan evaluasi akhir (UAS). Namun peranan yang dilakukan untuk meningkatkan cara penulisan Al-Qur’an di MTs Unggulan ini masih kurang efektif yang mana tidak ada penilaian khusus untuk menilai perkembangan penulisan siswa, hanya saja guru bisa melihat dari hasil penulisan keseharian mereka saat melakukan pembelajaran khot.

B. Saran

Peranan yang dilakukan guru sebenarnya sudah baik, tetapi lebih baik lagi jika kegiatan pembelajaran BTQ di MTs Unggulan Al-Jadid lebih dimaksimalkan karena dengan waktu yang lebih banyak dimungkinkan dapat lebih meningkatkan kemampuan baca tulis Al-Qur’an siswa. Dari segi waktu yang terbatas ini memungkinkan menjadi salah satu penyebab tidak


(2)

efektifnya kegiatan menulis secara rutin, sehingga kegiatan penulisan peserta didik tidak mendapat perhatian khusus dari pihak guru maupun sekolah.

Untuk siswa yang kurang mampu dalam baca tulis Al-Qur’an supaya lebih giat dan lebih rutin dalam belajar, baik latihan individu maupun saat proses kegiatan ekstrakurikuler BTQ di sekolah.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Abudinata, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010)

Akhmad, Ilmu Al-Qur’an Pengenalan Dasar, (Jakarta: Rajawali, 1988) Akhyak, Profil Pendidik Sukses, (Surabaya: Elkaf, 2005)

Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Rineka Cipta, 2006)

Athiyah Al-Abrasyi, Muhammad, Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1993)

B. Uno, Hamzah, Profesi Kependidikan, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2007) Bungin, Burhan, Metodologi Penelitian Kualitatif (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003)

Bugin, Burhan, Metode Penelitian Sosial, (Surabaya: Airlangga University Press, 2001)

Cadziq Charisma, Moh, Tiga Aspek Kemukjizatan Al-Qur’an, (Surabaya, PT. Bina Ilmu, 1991)

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: CV Darus Sunnah, 2002)


(4)

Guntur Tarigan, Henry, Membaca Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa, (Bandung: Angkasa 1991)

Hadi, Sutrisno, Metodologi Research I, (Jakarta: Andi Offet, 1990), h. 32 Harun, Maidir, Kemampuan Baca Tulis Al-Qur’an Siswa SMA, (Jakarta : Puslitbang Lektur Keagamaan Depag RI, 2007)

Ketut Sukardi, Dewa, Bimbingan Konseling, (Bandung: Bina Aksara, 1988)

Koentjaraningrat, Metode-metode Penelitian Masyarakat, (Jakarta: Gramedia , 1997)

Ma’mur Asmani, Jamal, Tips Menjadi Guru Inspiratif, Kreatif, dan

Inovatif, (Yogyakarta: 2013)

Manna’ Khalil Al-Qattan (terjemah oleh: Mudzakir AS.), Studi Ilmu-Ilmu

Qur’an , (Bogor: Pustaka Litera Antar Nusa, 2013)

Marno dan M. Idris, Strategi dan Metode Pengajaran, (Yogyakarta: Ar-ruz Media, 2009)

Moeloeng, Lexy, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2006)

Muhammad Irham, Novan Ardy Wiyani, Psikologi Pendidikan Teori dan Aplikasi dalam Proses Pembelajaran, (Yogyakarta: 2013)

Musfah, Jejen, Peningkatan Kompetensi Guru, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011)


(5)

Nazir, M, Metodologi Penelitian, (Jakarta: Galia Indonesia, 1998), cet. Ke-2

NK, Roestiyah, Masalah-masalah Ilmu Keguruan, (Jakarta: Bima Aksara, 1982)

Poerwadarminto, WJS, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1995), cet. 3

Salik, Mohammad, Ilmu Pendidikan Islam, (Surabaya: UINSA Press, 2014)

Sie. H. Tombak Alam, Ilmu Tajwid Popular 17 Kali Pandai, (Jakarta: bumi aksara, 1995)

Surachmad, Winarno, Dasar dan Teknik Research Pengantar Metodologi Ilmiah, (Bandung: Tarsito, 1978)

Sumardi, Tadarus Al-Qur’an (The Hope The Fear), (Jakarta: Pesantren

Ulumul Qur’an, 2009)

Syah, Muhibbin Psikologi Pendidikan: suatu pendekatan Baru, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1995)

Syaodih Sukmadinata, Nana, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2005)


(6)

Tafsir, Ahmad, Ilmu Pendidikan Perspektif Islam, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2010)

Tafsir, Ahmad, Ilmu Pendidikan Islam, (Bandu;ng: PT. Remaja Rosdakarya, 2012)

Tim Penyususn LP. Ma’arif NU Cabang Sidoarjo, Panduan dan

Pengelolaan Taman Pendidikan Al-Qur’an, (Sidoarjo: LP. Ma’arif NU Cab. Sidoarjo, 1998)

Tim Penulis, Metodik Khusus Pegajaran Agama Islam, (Jakarta: Direktoral Jenderal Pembina Kelembagaan Agama Islam)

Undang-Undang Guru dan Dosen (UU RI NO. 14 Th. 2005), (Jakarta: Sinar Grafika, 2008)

Usman, Metafora al-Qur’an dalam Nilai-Nilai Pendidikan dan Pengajaran, (Yogyakarta: 2010)

Uzer Usman, Moh, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: Remaja Roesdakarya, 2002)

Yusuf, Tayar, dkk, Metodologi Pegajaran Agama dan Bahasa Arab, (Jakarta: PT. Raga Grafindo Persada, 1994)

http://repo.iain-tulungagung.ac.id/2786/2/BAB%20II.pdf. Diakses pada 10 Januari 2017