PERILAKU MANAGEMENT KONFLIK PADA DEWASA AWAL YANG MELAKUKAN HUBUNGAN LONG DISTANCE RELATIONSHIP.
PERILAKU MANAGEMENT KONFLIK PADA DEWASA AWAL YANG MELAKUKAN HUBUNGAN LONG DISTANCE RELATIONSHIP
SKRIPSI
Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya
untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Menyelesaikan Program Strata Satu (S1) Psikologi (S.Psi)
Candra Kurniawan B77211096
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI DAN KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA 2016
(2)
SKRIPSI
PERILAKU MANAGEMENT KONFLIK PADA DEWASA AWAL YANG
MELAKUKAN HUBUNGAN LONG DISTANCE RELATIONSHIP Yang disusun oleh
Candra Kr-rrniawan 8772tt096
Telah dipertaha.nkan di depan Tim Penguji Pada Tangg al 2 F ebruai 201 6
Susunan Tim Penguji
Penguji I/Pembimbing
Penguji
III,
\dq
Dr. dr.Hi. Siti Nur Asivah.M. Ae
Nip. 19720927 199 6032002
Penguii
IY
Rizma Fithri. S.Psi. N{.Si
Nip. 197403121999032001
Mengetahui,
Dekan Fak dan Kesehatan
t I,uckv Airrorry .M.Psi
Nip. 19791001200604100s
(3)
PERNYATAAN
Dengan
ini saya
menyatakan bahwa skripsi yang berjudul "perilakuManagement Konflik pada dewasa awal yang melakukan hubungan Longdistance
Relationship" merupakan karya asli yang diajukan untuk memperoleh gelar
Safana Psikologi di Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya. Karya ini sepanjang pengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat yang pemah
ditulis atau diterbitkarr oleh orang lain, kecuali yaog secara terhrlis
di
datamnaskah ini dan disebutkan dalam daftar pu-staka.
(4)
INTISARI
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana perilaku management konflik pada pasangan yang sudah menikah dan sedang melakukan hubungan Longdistance Relationship, penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif fenomenologi. Pengambilan data menggunakan tekhnik wawancara, subjek yang digunakan dalam penelitian ini adalah dewasa awal usia 20-35. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran mengenai konflik, penyebab konflik, pengelolaan dan cara penyelesaian konflik yang dialami oleh individu dewasa awal yang menjalani hubungan jarak, perhatian intensitas komunikasi mulai berkurang, sehingga mulai sering menimbulkan konflik. Cara subjek untuk mengatasi konflik tersebut dengan cara berkomunikasi dengan pasangan, berpikiran positif, bersabar, saling percaya, saling mengerti satu sama lain dan kuatnya komitmen dari kedua belah pihak.
Kata Kunci : Management Konflik, Dewasa Awal, Longdistance Relationship
(5)
ABSTRACT
This study aims to determine how the conflict management behavior on married couples and were having Longdistance Relationship, this study used a qualitative approach of phenomenology. Retrieving data using observation and interview techniques, subjects used in this study were adults beginning at age 21-35. The results of the research, this study aims to describe the conflict, the causes of conflict, management and settlement of conflict experienced by adult individuals undergoing initial distance relationship, attention began to decrease the intensity of communication, so it starts often lead to conflict. The way to resolve the conflict subject by communicating with a partner, positive thinking, patience, mutual trust, mutual understanding of each other and a strong commitment from both sides.
Keywords: Conflict Management, Adult Earlier, Longdistance Relationship
(6)
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL... i
HALAMAN PENGESAHAN ... ii
HALAMANAPernyataan ... iii
KATA PENGANTAR... iv
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL... vii
DAFTAR LAMPIRAN ... viii
ABSTRACT ... ix
BAB I PENDAHULUAN... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah... 7
C. Tujuan... 7
D. Manfaat Penelitian... 8
E. Kajian penelitian terdahulu ... 8
BAB II KAJIAN TEORI ... 11
A. Manajemen Konflik... 11
A.1. Aspek-Aspek ... 11
A.2 Faktor-Faktor ... 15
A.3 Metode Penanganan ... 19
B. Hubungan Sosial... 28
B.1 Tujuan Seseorang Melakukan Hubungan Sosial ... 29
B.2 Jenis Hubungan Sosial ... 30
B.3 Terjadinya Hubungan Sosial... 32
C. Long Distance Relationship...33
D. Tahapan Perkembangan Dewasa Awal ... 36
BAB III METODE PENELITIAN ... 41
3.1 Jenis Penelitian ... 41
3.2 Lokasi Penelitian ... 41
3.3 Sumber Data ... 41
3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 42
3.5 Analisis Data ... 43
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 44
A. Setting Penelitian ... 44
B. Riwayat Kasus ... 49
C. Hasil Penelitian ... 53
D. Pembahasan ... 69
BAB V PENUTUP ... 75
A. Kesimpulan ... 75
B. Saran ... 76
DAFTAR PUSTAKA ... 78
(7)
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 jadwal wawancara dengan subjek 1 ... 45
Tabel 4.2 Jadwal wawancara dengan subjek 2 ... 46
Tabel 4.3 Jadwal wawancara dengan subjek 3 ... 47
Tabel 4.4 Jadwal wawancara dengan subjek 4 ... 48
(8)
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran I. Guidence ... 80 Lampiran II. Verbatim ... 81 Lampiran III Transkip Data ... 89
(9)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Di dalam kehidupan manusia terdapat berbagai bentuk hubungan sosial. Salah satunya adalah hubungan intim lawan jenis atau hubungan romantis. Hubungan ini dapat terjalin karena pada dasarnya sebagian besar orang memiliki keinginan untuk mencintai dan dicintai oleh lawan jenis. menurut Santrock (2003), membina hubungan intim dengan lawan jenis merupakan tugas perkembangan spesifik bagi individu dewasa muda. Selain itu, hubungan romantis juga merupakan suatu tahapan penting karena hal ini berhubungan dengan proses pemilihan pasangan hidup secara sadar. Masa dewasa awal merupakan awal dari suatu tahap kedewasaan dalam rentang kehidupan seseorang. Individu pada masa ini telah melewati masa remaja dan akan memasuki tahap pencapaian kedewasaan dengan segala tantangan yang lebih beragam bentuknya.
Salah satu tugas perkembangan dewasa awal berkisar pada pembinaan hubungan dengan orang lain, terutama hubungan dengan lawan jenis, yang ditandai dengan saling mengenal pribadi seseorang baik kekurangan ataupun kelebihan masing-masing individu. Menurut pendapat Hurlock (1980), proses membentuk dan membangun hubungan personal dengan lawan jenis ini dapat berlangsung melalui apa yang biasa disebut sebagai hubungan pacaran.
(10)
2
Biasanya pacaran sudah dimulai sejak dewasa muda yang berada pada usia 20-35 tahun dan merupakan periode penyesuaian terhadap pola-pola hidup yang baru dan harapan sosial yang baru pula. pasangan hidup adalah kekasih atau teman lawan jenis yang tetap dan mempunyai hubungan berdasarkan cinta kasih. Yang juga bisa diartikan sebagai orang yang spesial dalam hati selain orangtua, keluarga dan sahabat kita.
Melihat fenomena yang terjadi saat ini, dimana banyak sekali kasus konflik yang dialami oleh pasangan yang sudah menikah yang melakukan Long distance Relationship (LDR). Dimana individu saling mengenal satu sama lain, saling mengerti dan dimengerti, saling cinta dan saling setia.Tentunya saat ini kebanyakan masyarakat sudah tidak asing lagi mendengar istilah LDR (Long distance Relationship) atau hubungan jarak jauh. Hubungan jarak jauh bisa terjadi karena banyak faktor, diantaranya tuntutan pendidikan, pekerjaan, yang mengharuskan salah seorang dari pasangan pergi ke luar kota bahkan ke luar negeri. Tidak jarang banyak pasangan suami istri yang sedang menjalani hubungan jarak jauh karena masalah tuntutan perkerjaan yang pindah tugas bahkan sampai ranah ekonomi. Tentunya ini akan merubah kebiasaan yang awalnya bisa dilakukan berdua dan bersama-sama dalam satu rumah sekarang harus dipisahkan dengan jarak dan hanya bisa melalui berkomunikasi dari yang biasanya. Intensitas bertemu menjadi sedikit, dan kesulitan untuk memantau satu sama lain secara langsung.
Fenomena Long Distance Relationship atau yang biasa disingkat dengan LDR kini menjadi hal yang lumrah dijaman globalisasi ini, banyak juga
(11)
3
penyebab LDR itu, bisa karena pindah tugas pekerjaan. Ada yang bilang kalau para korban LDR ini adalah pasanagan yang hanya berkomunikasi lewat HP, ada juga yang bilang kalau LDR itu nyiksa banget, tersiksa kangen ingin bertemu. jarak jauh atau yang biasa kita kenal dengan istilah LDR memang sangat lekat bagi sebagian orang, akan tetapi LDR juga bisa membuat kita belajar akan sebuah komitmen dalam suatu hubungan agar kita semakin menjadi lebih matang kedepannya. LDR sering kali menjadi bahan perbincangan dikalangan orang, terutama bagi mereka yang memang sedang menjalaninya. Long Distance Relationship merupakan sebuah kondisi dimana seseorang sedang menjalin hubungan jarak jauh dan dalam hal ini banyak sekali fakta-fakta menarik dan penting yang bisa kita ungkap darinya. LDR memberikan dua dampak yang berbeda, ada kalanya dengan menjalani LDR seorang pasangan kian menampakkan kesejatian cintanya. Sementara itu, disisi lain LDR juga berpotensi untuk memporak-porandakan sebuah hubungan.
Opini tentang LDR sendiri cukup beragam. Sebagian orang beranggapan bahwa LDR bisa mendatangkan sejumlah dampak positif, dan sebagian lagi kontras dengan pemikiran tersebut. Memang sulit untuk menghakimi perbedaan opini terkait LDR, karena bagaimanapun juga semuanya kembali pada yang menjalaninya.
Sebagian orang menganggap bahwa LDR adalah sebuah momentum dimana individu dapat mengungkap siapa sebenarnya orang yang di sanjung-sanjung? Apakah individu tersebut sosok pasangan yang setia, tulus, ikhlas dan terbaik untuk para individu atau sebaliknya. Sementara sebagian lainnya berpendapat
(12)
4
bahwa LDR hanya akan mengarahkan sebuah hubungan ke jenjang kehancuran dimana merupakan gerbang menuju perselingkuhan karena tidak diawasi oleh pasangan dan dengan mudahnya bebas lirik kanan-lirik kiri.
beberapa jenis media baru yang merupakan media komunikasi sosial yang digunakan oleh individu dalam berkomunikasi seperti web, blog, online social network, online forum, dan sebagainya ini merupakan sebuah cara dimana para pelaku LDR bisa memantau segala aktifitas pasangannya meskipun tidak secara menyeluruh. social media seperti facebook, twitter, merupakan sebagian social media yang sering digunakan untuk berkomunikasi, bertukar informasi dan pengalaman, dan sebagai media untuk menunjukan status. bagi pasangan yang menjalani hubungan jarak jauh social media merupakan media yang sering dipakai untuk memantau kegiatan pasangannya di karenakan keterbatasan jarak. namun, dalam social media, individu kurang memiliki kebebasan dalam mengungkapkan segala hal yang bersifat pribadi, dikarenakan social media bersifat umum. Untuk komunikasi yang lebih dalam dan intensif, media telpon, video call (skype) juga banyak digunakan karena media ini membuat pengguna lebih leluasa bertukar informasi tanpa merasa takut akan terganggu privacy nya.
Pada tahun belakangan ini hubungan jarak jauh antara suami istri semakin meningkat, banyak peneliti berkesimpulan bahwa pasangan yang sudah menikah terus melakukan hubungan jarak jauh memiliki probabilitas mengalami konflik yang berkepanjangan bahkan sampai kegagalan
(13)
5
tidak melakukan hubungan jarak jauh dimana intensitas untuk bertemu lebih banyak dan memunculkan waktu yang berkualitas bagi keluarga karena hubungan jarak jauh penuh dengan ketidakpastian dan rawan akan perselingkuhan. Makanya dari itu penelitian ini dilakukan agar lebih mengetahui bagaimana langkah-langkah pasangan yang memilih hubungan jarak jauh agar terhindar dari konflik, Subjek dipilih wanita karena seorang wanita lebih memiliki rasa cemburu yang berlebihan serta kesetiaan yang mendalam berbeda dengan laki-laki yang merasa senang bila yang bekerja itu wanita dan laki-laki akan berleha-leha keenakan dirumah tanpa rasa cemas sedikitpun terhadap pasangannya.
Mayntz (2006) menyatakan bahwa pada umumnya, hubungan jarak jauh terjadi pada pasangan yang telah bersama sebelumnya dan salah seorang dari mereka harus ditempatkan ditempat lain karena adanya faktor pekerjaan, sehingga memaksa hubungan mereka terpisah oleh jarak. salah satu cara mengatasi ketidakpastian itu bagaimana caranya individu berperilaku mulai dari saling percaya dan kecerdasaan emosi, saling berkomitmen dimana individu tidak bisa saling membutuhkan karena terpisah jarak yang cukup jauh karena tuntutan sebuah pekerjaan, menjalani pacaran jarak jauh akan membuat seseorang mengalami keterpisahan secara fisik, keterpisahan secara geografis, tidak dapat selalu bersama, tempat tinggal yang berbeda, memiliki keinginan untuk bersama tetapi tidak dapat terpenuhi, tidak dapat berjumpa untuk waktu yang lama dan waktu bersama yang amat terbatas, Selanjutnya, Mary E. Rohlfing (dalam Shumway,2003) dalam penelitiannya mengenai hubungan
(14)
6
jarak jauh, menyatakan bahwa hubungan jarak jauh memiliki sisi negatif, yaitu kedua belah pihak memerlukan biaya yang cukup besar untuk mempertahankan hubungan dan hal ini biasanya sangat dirasakan oleh pasangan suami istri yang memiliki penghasilan yang pas-pasan dalam anggaran yang terbatas. Mahalnya biaya telepon dan perjalanan jarak jauh menjadi kendali tersendiri. Selain itu, individu yang menjalani hubungan ini cenderung memiliki pengharapan yang tinggi akan kualitas waktu yang dihabiskan bersama pasangan. Jika waktu berkunjung tidak sesuai dengan harapan, maka dapat menimbulkan perasaan kecewa dan bahkan merasa kesepian.
individu yang menjalani hubungan jarak jauh akan merasakan kesepian. Apapun tipe kepribadiannya, baik introvert maupun ekstrovert individu yang menjalani hubungan jarak jauh, perasaan kesepian pasti akan muncul pada diri individu tersebut, hanya cara mengatasinya saja yang berbeda. Selanjutnya, Baron & Byrne (1997) juga menyatakan bahwa hubungan jarak jauh akan menyebabkan rasa kesepian dan pikiran yang negatif tentang suami disana seperti penelitian yang sudah dilakukan, hal ini dikarenakan keinginan memiliki hubungan interpersonal yang dekat, tetapi tidak bisa mendapatkannya karena harus berpisah baik fisik maupun emosional.
Keterpisahan fisik dengan orang yang selama ini dianggap dekat sering kali menjadi pengalaman yang menyakitkan dan dapat mempengaruhi hampir setiap sisi dalam kehidupan. Ketika pasangan mengalami perpisahan dalam menjalani hubungan pacaran jarak jauh, kemungkinan akan muncul kesepian
(15)
7
sebelumnya telah menghabiskan waktu bersama, saling memberi dan menerima, mengekspresikan diri dan menjalankan komitmen bersama.
individu yang memiliki kecenderungan akan konflik dapat mempengaruhi kualitas hubungan dalam rumah tangga seperti faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seperti yang beberapa subjek alami diatas jadi harus tetap berpikir positif apa yang dilakukan oleh suami disana dan harus mengetahui apa saja yang dapat mencegah timbulnya konflik pada pasangan yang sedang melakukan hubungan Long distance relationship.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana manajemen konflik individu dalam menjalani hubungan jarak jauh?
2. Perilaku konflik yang bagaimana yang sering di alami subyek?
3. Langkah-langkah apa yang digunakan individu dalam manajement konflik?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui manajemen konflik individu dalam menjalani hubungan jarak jauh.
2. Untuk mengetahui Perilaku konflik yang sering di alami subyek.
3. Untuk mengetahui langkah-langkah yang digunakan individu dalam manajement konflik.
(16)
8
1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi di bidang pemikiran dan pengetahuan terhadap perkembangan Psikologi, Serta memberikan pengetahuan baru bagi semua pihak, khususnya bagi pasangan yang sedang menjalani hubungan jarak jauh.
2. Manfaat Praktis
Secara praktis hasil penelitian ini dapat memberikan informasi dan refrensi bagi remaja, orang tua, pendidik serta pihak-pihak yang tertarik dengan masalah cara mengatasi konflik bagi yang berhubungan Longdistance Relationship khususnya bagi remaja dewasa awal yang sudah menikah.
E. Kajian Penelitian Terdahulu
Kajian Penelitian terdahulu dapat memberikan pengkayaan ilmu kepada peneliti, agar penelitian dapat dilakukan dengan maksimal. Berikut penelitian terdahulu yang dijadikan referensi oleh peneliti: Skripsi berjudul “strategi komunikasi pacaran jarak jauh”. Skripsi ini adalah karya Nira Thabita pada tahun 2012. Konten dari skripsi tersebut mengenai ulasan strategi komunikasi yang harus dilakukan oleh individu yang pacaran jarak jauh. Penulis juga memaparkan strategi yang baik dilakukan dalam hubungan jarak jauh.
(17)
9
Letak perbedaan dengan penelitian saat ini adalah pada fokus penelitian. Fokus riset sebelumnya adalah strategi komunikasi.
konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya. Konflik dilator belakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu interaksi. Perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya adalah menyangkut ciri fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya. Dengan dibawa sertanya ciri-ciri individual dalam interaksi sosial, konflik merupakan situasi yang wajar dalam setiap masyarakat dan tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri. Konflik bertentangan dengan integrasi. Konflik dan Integrasi berjalan sebagai sebuah siklus di masyarakat. Konflik yang terkontrol akan menghasilkan integrasi. sebaliknya, integrasi yang tidak sempurna dapat menciptakan konflik. Para pakar ilmu perilaku organisasi, memang banyak yang memberikan definisi tentang konflik. Robbins, salah seorang dari mereka merumuskan Konflik sebagai:"sebuah proses dimana sebuah upaya sengaja dilakukan oleh seseorang untuk menghalangi usaha
(18)
10
yang dilakukan oleh orang lain dalam berbagai bentuk hambatan(blocking) yang menjadikan orang lain tersebut merasa frustasi dalam usahanya mancapaitujuan yang diinginkan atau merealisasi minatnya". Dengan demikian yang dimaksud dengan konflik adalah proses pertikaian yang terjadi sedangkan peristiwa yang berupa gejolak dan sejenisnya adalah salah satu manifestasinya
(19)
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Manajemen Konflik
Manajemen konflik merupakan serangkaian aksi dan reaksi antara pelaku maupun pihak luar dalam suatu konflik. Manajemen konflik termasuk pada suatu pendekatan yang berorientasi pada proses yang mengarahkan pada bentuk komunikasi (termasuk tingkah laku) dari pelaku maupun pihak luar dan bagaimana mereka mempengaruhi kepentingan (interests) dan interpretasi. Bagi pihak luar (di luar yang berkonflik) sebagai pihak ketiga, yang diperlukannya adalah informasi yang akurat tentang situasi konflik. Hal ini karena komunikasi efektif di antara pelaku dapat terjadi jika ada kepercayaan terhadap pihak ketiga.
Menurut Ross (1993) bahwa manajemen konflik merupakan langkah-langkah yang diambil para pelaku atau pihak ketiga dalam rangka mengarahkan perselisihan ke arah hasil tertentu yang mungkin atau tidak mungkin menghasilkan suatu akhir berupa penyelesaian konflik dan mungkin atau tidak mungkin menghasilkan ketenangan, hal positif, kreatif, bermufakat, atau agresif.
Manajemen konflik dapat melibatkan bantuan diri sendiri, kerjasama dalam memecahkan masalah (dengan atau tanpa bantuan pihak ketiga) atau pengambilan keputusan oleh pihak ketiga. Suatu pendekatan yang berorientasi pada proses manajemen konflik menunjuk pada pola komunikasi (termasuk perilaku) para pelaku dan bagaimana mereka mempengaruhi kepentingan dan penafsiran terhadap konflik.
(20)
12
Fisher dkk (2001:7) menggunakan istilah transformasi konflik secara lebih umum dalam menggambarkan situasi secara keseluruhan.
1) Pencegahan Konflik, bertujuan untuk mencegah timbulnya konflik yang keras 2) Penyelesaian Konflik, bertujuan untuk mengakhiri perilaku kekerasan melalui
persetujuan damai.
3) Pengelolaan Konflik, bertujuan untuk membatasi dan menghindari kekerasan dengan mendorong perubahan perilaku positif bagi pihak-pihak yang terlibat. 4) Resolusi Konflik, menangani sebab-sebab konflik dan berusaha membangun
hubungan baru dan yang bisa tahan lama diantara kelompok-kelompok yang bermusuhan.
5) Transformasi Konflik, mengatasi sumber-sumber konflik sosial dan politik yang lebih luas dan berusaha mengubah kekuatan negatif dari peperangan menjadi kekuatan sosial dan politik yang positif.
Tahapan-tahapan diatas merupakan satu kesatuan yang harus dilakukan dalam mengelola konflik. Sehingga masing-masing tahap akan melibatkan tahap sebelumnya misalnya pengelolaan konflik akan mencakup pencegahan dan penyelesaian konflik.
Sementara Minnery (1980:220) menyatakan bahwa manajemen konflik merupakan proses, sama halnya dengan perencanaan kota merupakan proses. Minnery (1980:220) juga berpendapat bahwa proses manajemen konflik perencanaan kota merupakan bagian yang rasional dan bersifat iteratif, artinya bahwa pendekatan model manajemen konflik perencanaan kota secara terus
(21)
13
menerus mengalami penyempurnaan sampai mencapai model yang representatif dan ideal. Sama halnya dengan proses manajemen konflik yang telah dijelaskan diatas, bahwa manajemen konflik perencanaan kota meliputi beberapa langkah yaitu: penerimaan terhadap keberadaan konflik (dihindari atau ditekan/didiamkan) ,klarifikasi karakteristik dan struktur konflik, evaluasi konflik (jika bermanfaat maka dilanjutkan dengan proses selanjutnya), menentukan aksi yang dipersyaratkan untuk mengelola konflik, serta menentukan peran perencana sebagai partisipan atau pihak ketiga dalam mengelola konflik. Keseluruhan proses tersebut berlangsung dalam konteks perencanaan kota dan melibatkan perencana sebagai aktor yang mengelola konflik baik sebagai partisipan atau pihak ketiga.
1. Aspek-aspek yang terkait dengan manajemen konflik
Menurut Gottman dan Korkoff (Mardianto, 2000) menyebutkan bahwa secara garis besar ada dua manajemen konflik, yaitu :
a. Manajemen konflik destruktif
Adalah bentuk penanganan konflik dengan menggunakan acaman, paksaan, atau kekerasan. Adanya usaha ekspansi yang meninggi di atas isu awalnya atau bisa dikatakan individu cenderung menyalahkan.
(22)
14
Dalam konflik destruktif, pihak-pihak yang terlibat konflik tidak fleksibel atau kaku, karena tujuan konflik di definisikan secara sempit yaitu untuk mengalahkan satu sama lain. Interaksi konflik berlarut-larut, siklus konflik tidak terkontrol karena menghindari isu konflik yang sesungguhnya. Interaksi pihak-pihak yang terlibat konflik membentuk spiral yang panjang yang makin lama makin menjauhkan jarak pihak-pihak yang terlibat konflik. Pihak-pihak yang terlibat konflik menggunakan teknik manajemen konflik kompetisi, ancaman, konfrontasi, kekuatan, agresi, dan sedikit sekali menggunakan negoisasi untuk menciptakan win & win solution. Konflik jenis ini merusak kehidupan dan menurunkan kesehatan organisasi. Konflik destruktif sulit diselesaikan karena pihak-pihak yang terlibat konflik berupaya saling menyelamatkan muka mereka. Upaya menyelamatkan muka membuat konflik berlangsung lama,menghabiskan sumber-sumber pribadi dan organisasi,serta menurunkan produktivitas pribadi dan organisasi.
b. Manajemen konflik konstruktif
Merupakan bentuk penanganan konflik yang cenderung melakukan negosiasi sehingga terjadi satu tawar menawar yang menguntungkan serta tetap mempertahankan interaksi sosialnya. Selain itu dapat pula menggunakan bentuk lain yang disebut reasoning yaitu sudah dapat berpikir secara logis dalam penyelesaian masalah.
(23)
15
Konflik konstruktif merupakan konflik yang prosesnya mengarah kepada mencari solusi mengenai substansi konflik. Konflik jenis ini membangun sesuatu yang baru atau mempererat hubungan pihak-pihak yang terlibat konflik.
Interaksi pihak-pihak yang terlibat konflik merupakan interaksi membangun dan makin mendekatkan jarak interaksi sosial diantara mereka dan membantu pihak-pihak yang terlibat konflik untuk mencapai objek mereka. Disamping itu konflik jenis ini memungkinkan interaksi konflik yang keras kembali normal dan sehat . akhir dari konflik konstruktif antara lain yaitu win&win solution,solusi kolaborasi atau kompromi,serta meningkatkan perkembangan dan kesehatan organisasi.
2. Faktor-Faktor
Ketika menghadapi situasi konflik, orang berperilaku tertentu untuk menghadapi lawannya. Perilaku mereka membentuk satu pola atau beberapa pola tertentu. Pola perilaku orang dalam menghadapi situasi konflik disebut sebagai gaya manajemen konflik. Menurut Wirawan (2010:135) manajemen konflik yang digunakan pihak-pihak yang terlibat konflik dipengaruhi oleh sejumlah faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya manajemen konflik antara lain:
(24)
16
a) Asumsi mengenai konflik.
Asumsi seseorang mengenai konflik akan mempengaruhi pola perilakunya dalam menghadapi situasi konflik. Ketika seseorang telah memiliki asumsi pandangan tentang konflik maka ia akan berfikir bagaimana caranya mengatasi konflik tersebut.
b) Persepsi mengenai penyebab konflik.
Persepsi seseorang mengenai penyebab konflik akan memengaruhi gaya manajemen konfliknya. Persepsi seseorang yang menganggap penyebab konflik menentukan kehidupan atau harga dirinya akan berupaya untuk berkompetisi dan memenangkan konflik. Sebaliknya, jika orang menganggap penyebab konflik tidak penting bagi kehidupan dan harga dirinya, ia akan menggunakan pola perilaku menghindar dalam menghadapi konflik.
c) Ekspektasi atas reaksi lawan konfliknya.
Seseorang yang menyadari bahwa ia menghadapi konflik akan menyusun strategi dan taktik untuk menghadapi lawan konfliknya. Karena dengan menyusun strategi dan taktik merupakan suatu unsur penting dalam manajemen konflik, yang pada intinya untuk mencapai tujuan yang diinginkan yaitu konflik yang dihadapi terselesaikan.
d) Pola komunikasi dalam interaksi konflik.
Konflik merupakan proses interaksi komunikasi diantara pihak-pihak yang terlibat konflik. Jika proses komunikasi berjalan dengan baik, pesan kedua belah pihak akan saling dimengerti dan diterima secara persuasif, tanpa
(25)
17
gangguan dan menggunakan humor yang segar. Dengan menggunakan komunikasi interpersonal yang dianggap efektif, akan dapat memahami pesan dengan benar, dan memberikan respon sesuai dengan yang diinginkan.
e) Kekuasaan yang dimiliki.
Konflik merupakan permainan kekuasaan di antara kedua belah pihak yang terlibat konflik. Jika pihak yang terlibat konflik merasa mempunyai kekuasaan lebih besar dari lawan konfliknya, kemungkinan besar, ia tidak mau mengalah dalam interaksi konflik.
f) Pengalaman menghadapi situasi konflik.
Proses interaksi konflik dan gaya manajemen konflik yang digunakan oleh pihak-pihak yang terlibat konflik dipengaruhi oleh pengalaman mereka dalam menghadapi konflik dan menggunakan gaya manajemen konflik tertentu.
g) Sumber yang dimiliki.
Gaya manajemen konflik yang digunakan oleh pihak yang terlibat konflik dipengaruhi oleh sumber-sumber yang dimilikinya. Sumber-sumber tersebut antara lain kekuasaan, pengetahuan, pengalaman, dan uang. h) Jenis kelamin.
Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa jenis kelamin pihak yang terlibat konflik mempunyai pengaruh terhadap gaya manajemen konflik yang digunakannya.
(26)
18
Banyak artikel dan penelitian yang berkesimpulan bahwa dalam memanajemen konflik diperlukan kecerdasan emosional. Kecerdasan emosional merupakan kemampuan seseorang mengatasi dan mengontrol emosi dalam menghadapi konflik, menggunakan dan memanfaatkan emosi untuk membantu pikiran.
j) Kepribadian.
Kepribadian seseorang mempengaruhi gaya manajemen konfliknya. Seseorang yang punya pribadi pemberani, garang, tidak sabar, dan berambisi untuk menang cenderung memilih gaya kepemimpinan berkompetisi. Sedangkan orang yang penakut dan pasif cenderung untuk menghindari konflik
k) Situasi konflik dan posisi dalam konflik.
Seseorang dengan kecenderungan gaya manajemen konflik berkompetisi akan mengubah gaya manajemen konfliknya jika menghadapi situasi konflik yang tidak mungkin ia menangkan. Oleh karena itu, situasi konflik sangat mempengaruhi gaya manajemen konflik itu sendiri agar situasi konflik itu dapat dimenangkan.
l) Keterampilan berkomunikasi.
Keterampilan berkomunikasi seseorang akan memengaruhinya dalam memilih gaya manajemen konflik. Seseorang yang kemampuan komunikasinya rendah akan mengalami kesulitan jika menggunakan gaya manajemen konflik kompetisi, kolaborasi, atau kompromi. Ketiga gaya
(27)
19
manajemen konflik tersebut memerlukan kemampuan komunikasi yang tinggi untuk berdebat dan berinisiasi dengan lawan konflik.
Saat muncul sebuah konflik dan konflik tersebut bisa dimanajemen, akan terlihat beberapa tujuan manajemen konflik (Wirawan, 2010: 132)
a) Memahami orang lain dan memahami keberagaman
Bahwa saat melakukan pekerjaan, akan ada saatnya muncul bantuan dari pihak-pihak lain. Saat kita berusaha memahami orang lain yang dalam hal ini telah membantu kita, dan kita menemukan perbedaan antara diri sendiri dan orang tersebut.
b) Meningkatkan kreativitas
Dalam usaha manajemen konflik, akan muncul upaya untuk mengurangi konflik. Upaya tersebut memunculkan kreativitas dan bahkan inovasi.
c) Meningkatkan keputusan melalui pertimbangan
Dalam pemecahan konflik akan selalu dihadapkan kwpada sebuah pertimbangan, manajemen konflik yang ada memfasilitasi tercapainya alternatif, yang pada akhirnya
(28)
20
membantu menentukan keputusan yang bijak dalam sebuah pertimbangan.
3. Metode Penanganan Konflik
Dalam menyelesaikan konflik kita membutuhkan beberapa metode. Metode yang sering digunakan untuk menangani konflik adalah :
a). Mengurangi konflik
Untuk metode pengurangan konflik salah satu cara yang sering efektif adalah dengan mendinginkan persoalan terlebih dahulu (cooling thing down). Meskipun demikian cara semacam ini sebenarnya belum menyentuh persoalan yang sebenarnya. Cara lain adalah dengan membuat “musuh bersama”, sehingga para anggota di dalam kelompok tersebut bersatu untuk menghadapi “musuh” tersebut. Cara semacam ini sebenarnya juga hanya mengalihkan perhatian para anggota kelompok yang sedang mengalami konflik.
b). Menyelesaikan konflik.
Cara dengan metode penyelesaian konflik yang ditempuh adalah sebagai berikut :
1. Dominasi (Penekanan)
(29)
21
a. Mereka menekan konflik, dan bahkan menyelesaikannya dengan jalan memaksakan konflik tersebut menghilang “di bawah tanah”;
b. Mereka menimbulkan suatu situasi manang-kalah, di mana pihak yang kalah terpaksa mengalah karena otoritas lebih tinggi, atau pihak yang lebih besar kekuasaanya, dan mereka biasanya menjadi tidak puas, dan sikap bermusuhan muncul.
Tindakan dominasi dapat terjadi dengan macam-macam cara sebagai berikut :
1) Memaksa (Forcing)
Apabila orang yang berkuasa pada pokoknya menyatakan “Sudah, jangan banyak bicara, saya berkuasa di sini, dan Saudara harus melaksanakan perintah saya”, maka semua argumen habis sudah. Supresi otokratis demikian memang dapat menyebabkan timbulnya ekspresi-ekspresi konflik yang tidak langsung, tetapi destruktif seperti misalnya ketaatan dengan sikap permusuhan (Malicious obedience) Gejala tersebut merupakan salah satu di antara banyak macam bentuk konflik, yang dapat menyebar, apabila supresi (peneanan) konflik terus-menerusa diterapkan.
(30)
22
Dalam kasus membujuk, yang merupakan sebuah cara untuk menekan (mensupresi) konflik dengan cara yang lebih diplomatic, sang manager mencoba mengurangi luas dan pentingnya ketidaksetujuan yang ada, dan ia mencoba secara sepihak membujuk pihak lain, untuk mengkuti keinginannya. Apabila sang manager memilki lebih banyak informasi dibandingkan dengan pihak lain tersebut, dan sarannya cukup masuk akal, maka metode tersebut dapat bersifat efektif. Tetapi andaikata terdapat perasaan bahwa sang menejer menguntungkan pihak tertentu, atau tidak memahami persoalan yang berlaku, maka pihak lain yang kalah akan menentangnya.
3) Menghindari (Avoidence)
Apabila kelompok-kelompok yang sedang bertengkar datang pada seorang manajer untuk meminta keputusannya, tetapi ternyata bahwa sang manajer menolak untuk turut campur dalam persoalan tersebut, maka setiap pihak akan mengalami perasaan tidak puas. Memang perlu diakui bahwa sikap pura-pura bahwa tidak ada konflik, merupakan seuah bentuk tindakan menghindari. Bentuk lain adalah penolakan (refusal) untuk menghadapi konflik, dengan jalan mengulur-ulur
(31)
23
waktu, dan berulangkali menangguhkan tindakan, “sampai diperoleh lebih banyak informasi”.
4) Keinginan Mayoritas (Majority Rule)
Upaya untuk menyelesaikan konflik kelompok melalui pemungutan suara, dimana suara terbanyak menang (majority vote) dapat merupakan sebuah cara efektif, apabla para angota menganggap prosedur yang bersangkutan sebagai prosedur yang “fair” Tetapi, apabila salah satu blok yang memberi suara terus-menerus mencapai kemenangan, maka pihak yang kalah akan merasa diri lemah dan mereka akan mengalami frustrasi.
b. Penyelesaian secara integratif
Dengan menyelesaikan konflik secara integratif, konflik antar kelompok diubah menjadi situasi pemecahan persoalan bersama yang bisa dipecahkan dengan bantuan tehnik-tehnik pemecahan masalah (problem solving). Pihak-pihak yang bertentangan bersama-sama mencoba memecahkan masalahnya,dan bukan hanya mencoba menekan konflik atau berkompromi. Meskipun hal ini merupakan cara yang terbaik bagi organisasi, dalam prakteknya sering sulit tercapai secara memuaskan karena kurang adanya kemauan yang
(32)
24
sungguh dan jujur untuk memecahkan persoalan yang menimbulkan persoalan.
Menurut (Winardi, 1994 : 84- 89) ada tiga macam tipe metode penyelesaian konflik secara integrative yaitu metode :
1) Consensus (concencus);
2) Konfrontasi (Confrontation);
3) Penggunaan tujuan-tujuan superordinat (Superordinate goals)
c. kompetisi
Penyelesaian konflik yang menggambarkan satu pihak mengalahkan atau mengorbankan yang lain. Penyelesaian bentuk kompetisi dikenal dengan istilah win-lose orientation.
Win-Lose Orientation terdiri dari lima orientasi sebagai berikut:
1) Win-Lose (Menang – Kalah)
Paradigma ini mengatakan jika “saya menang, anda kalah “. Dalam gaya ini seseorang cenderung menggunakan kekuasaan, jabatan, mandat, barang milik, atau kepribadian untuk mendapatkan apa yang diinginkan dengan mengorbankan orang lain. Dengan paradigma ini seseorang akan merasa berarti jika ia bisa menang dan orang lain kalah. Ia akan merasa terancam dan iri jika orang
(33)
25
lain menang sebab ia berpikir jika orang lain menang pasti dirinya kalah. Jika menang pun sebenarnya ia diliputi rasa bersalah karena ia menganggap kemenangannya pasti mengorbankan orang lain. Pihak yang kalah pun akan menyimpan rasa kecewa, sakit hati, dan merasa diabaikan.
Sikap Menang-Kalah dapat muncul dalam bentuk
a) Menggunakan orang lain, baik secara emosional atau pun fisik, untuk kepentingan diri.
b) Mencoba untuk berada di atas orang lain.
c) Menjelek-jelekkan orang lain supaya diri sendiri nampak baik.
d) Selalu mencoba memaksakan kehendak tanpa memperhatikan perasaan orang lain.
e) Iri dan dengki ketika orang lain berhasil
2) Lose-Win (Kalah – Menang)
Dalam gaya ini seseorang tidak mempunyai tuntutan, visi, dan harapan. Ia cenderung cepat menyenangkan atau memenuhi tuntutan orang lain. Mereka mencari kekuatan dari popularitas atau penerimaan. Karena paradigma ini lebih mementingkan popularitas dan penerimaan maka menang bukanlah yang utama. Akibatnya banyak perasaan yang terpendam dan tidak terungkapkan sehingga
(34)
26
akan menyebabkan penyakit psikosomatik seperti sesak napas, saraf, gangguan sistem peredaran darah yang merupakan perwujudan dari kekecewaan dan kemarahan yang mendalam.
3) Lose-Lose (Kalah – Kalah)
Biasanya terjadi jika orang yang bertemu sama-sama punya paradigma Menang-Kalah. Karena keduanya tidak bisa bernegosiasi secara sehat, maka mereka berprinsip jika tidak ada yang menang , lebih baik semuanya kalah. Mereka berpusat pada musuh, yang ada hanya perasaan dendam tanpa menyadari jika orang lain kalah dan dirinya kalah sama saja dengan bunuh diri.
4) Win (Menang)
Orang bermentalitas menang tidak harus menginginkan orang lain kalah. Yang penting adalah mereka mendapatkan apa yang mereka inginkan. Orang bermentalitas menang menjadi egois dan akan mencapai tujuannya sendiri. Jika hal ini menjadi pola hidupnya maka ia tidak akan bisa akrab dengan orang lain, merasa kesepian, dan sulit kerja sama dalam tim.
5) Win-Win (Menang-Menang)
Menang-Menang adalah kerangka pikiran dan hati yang terus menerus mencari keuntungan bersama dalam semua interaksi. Menang-Menang berarti mengusahakan semua pihak merasa
(35)
27
senang dan puas dengan pemecahan masalah atau keputusan yang diambil. Paradigma ini memandang kehidupan sebagai arena kerja sama bukan persaingan. Paradigma ini akan menimbulkan kepuasan pada kedua belah pihak dan akan meningkatkan kerja sama kreatif.
d. Kompromi
Melalui kompromi mencoba menyelesaikan konflik dengan menemukan dasar yang di tengah dari dua pihak yang berkonflik. Cara ini lebih memperkecil kemungkinan untuk munculnya permusuhan yang terpendam dari dua belah pihak yang berkonflik, karena tidak ada yang merasa menang maupun kalah. Meskipun demikian, dipandang dari pertimbangan organisasi pemecahan ini bukanlah cara yang terbaik, karena tidak membuat penyelesaian yang terbaik pula bagi organisasi, hanya untuk menyenangkan kedua belah pihak yang saling bertentangan atau berkonflik.
Yang termasuk kompromi diantaranya adalah:
1) Akomodasi
Penyelesaian konflik yang menggambarkan kompetisi bayangan cermin yang memberikan keseluruhannya penyelesaian pada pihak lain tanpa ada usaha memperjuangkan tujuannya sendiri. Proses tersebut adalah taktik perdamaian.
(36)
28
2) Sharing
Suatu pendekatan penyelesaian kompromistis antara dominasi kelompok dan kelompok damai. Satu pihak memberi dan yang lain menerima sesuatu. Kedua kelompok berpikiran moderat, tidak lengkap, tetapi memuaskan.
B. Hubungan Sosial
Hubungan sosial adalah hubungan timbal balik antara individu yang satu dengan individu lain, yang saling memengaruhi (Soerjono Soekanto:2000). Hubungan sosial disebut juga interaksi sosial. Interaksi sosial adalah proses saling memengaruhi antara dua orang atau lebih.
Faktor-faktor yang mendorong terjadinya hubungan sosial :
1. Faktor Internal
Faktor dari dalam diri seseorang yang mendorong terjadinya hubungan sosial sbb:
a. Keinginan untuk mengembangkan keturunan
b. Keinginan untuk memenuhi kebutuhan hidup
c. Keinginan untuk mempertahankan hidup
(37)
29
Faktor dari luar yang mendorong terjadinya hubungan sosial sbb:
a. Simpati
Suatu sikap tertarik kepada orang lain karena suatu hal. Simpati mendorong diri seseorang untuk melakukan komunikasi sehingga terjadi pertukaran pendapat.
b. Motivasi
Dorongan yang ada dalam diri seseorang yang mendasrai orang melakukan suatu perbuatan. Biasanya muncul rasionalitas, seperti motif ekonomi.
c. Empati
Merupakan proses psikis, yaitu rasa haru atau iba akibat tersentuh perasaannya dengan objek yang dihadapinya.
d. Sugesti
Kepercayaan yang sangat mendalam dari seseorang pada orang lain yang muncul tiba-tiba tanpa pemikiran untuk mempertimbangkannya. e. Imitasi
Adalah dorongan untuk meniru sesuatu pada orang lain yang muncul karena adanya minat, atas sikap mengagumi orang lain.
Proses sosial yang dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung dapat dilakukan dengan komunikasi lisan, dan secara tidak langsung dapat dilakukan hubungan komunikasi telephon / surat.
(38)
30
a) Menjalin hubungan persahabatan b) Menjalin hubungan usaha
c) Mendiskusikan sebuah persoalan d) Melakukan kerja sama dan lain-lain.
Proses sosial dapat berjalan lancar, apabila memenuhi dua syarat, yaitu:
1) Kontak sosial
Sebagai gejala sosial, kontak sebenarnya tidak harus dengan menyentuh tetapi cukup dengan tersenyum. Kontak dapat bersifat primer dan skunder. Kontak primer terjadi dengan mengadakan hubungan langsung. Kontak sekunder terjadi jika ada perantara.
2) Komunikasi
Terjadi kalau seseorang memberikan tanggapan terhadap perilaku orang lain dengan menyampaikan suatu perasaan.
2. Jenis Hubungan Sosial
Hubungan sosial atau interaksi sosial merupakan upaya manusia memenuhi kebutuhan hidup. Tidak semua upaya tersebut merupakan hubungan sosial. Oleh karena itu memiliki ciri-ciri tertentu:
1) Adanya kontak sosial dan komunikasi 2) Dilakukan oleh dua orang / lebih 3) Bersifat tembal balik
(39)
31
Hubungan Sosial merupakan Interaksi Sosial Yang Dinamis Yang
menyangkut Hubungan Antar Individu , Antar Kelompok , Ataupun antara
Individu dengan Kelompok.
Dalam Kehidupan Sehari Hari , Terdapat Tiga pola Proses Atau Interaksi
Sosial Sebagai Berikut .
1. Hubungan Antara Individu dan Individu
Hubungan Ini Merupakan Hubungan Antara individu Yang Satu
memberikan Pengaruh stimulus Kepada Individu lainya Sehingga Akan
memberikan Reaksi, Tanggapan Atau respon. Contohnya: Berjabat tangan,
Saling Mengucap Salam, berbincang bincang .
2. Hubungan Antara Individu Dan Kelompok
Hubungan Ini Dapat Dilihat Dari Contoh Sebagai Berikut . Seorang Juru
Kampanye Dari Salah Satu Partai Politik Sedang Berpidato Di depan Orang
Banyak Sehingga Orang orang Tersebut akan tertarik Dan terpengaruh Pada
Isi Pidato Tersebut.
3. Hubungan Antara kelompok dan kelompok
Hubungan Ini menunjukkan Bahwa kepentingan Individu Dalam kelompok
Merupakan Satu Kesatuan , berhubungan Dengan Kelompok Lain.
(40)
32
tim . Walaupun Setiap Tim Pemain Memainkan Perannya Masing Masing,
Pada dasarnya Mereka Bermain Untuk tim.
2. Tiga Pola Proses / Interaksi Sosial
1) Hubungan Antara Individu dan Individu
Merupakan hubungan antara individu dengan individu lainnya. 2) Hubungan Antara Individu dan Kelompok
Seorang juru kampanye dari sua tu partai berpidato didepan orang banyak merupakan contoh dari hubungan tersebut.
3) Hubungan Antara Kelompok dan Kelompok
Hubungan yang menunjukkan bahwa kepentingan individu dalam kelompok merupakan satu kesatuan dengan kelompok lain.
3. Terjadinya Hubungan Sosial
Hubungan sosial dapat terjadi dari bentuk kerja sama (assosiatif) dan saingan dan komplik (disosiatif).
1. Proses Asosiatif
Proses yang berbentuk kerja sama, akomodasi, asimilasi, dan akulturasi.
a. Kerja sama (cooperation)
Artinya usaha bersama antara orang perorangan / kelompok untuk mencapai tujuan bersama. Kerja sama memiliki lima bentuk :
(41)
33
2) Bergainning, yaitu perjanijian
3) Koopetasi, yaitu proses penerimaan unsur-unsur baru dalam sebuah organisasi
4) Koalasi, yaitu gabungan dua badan yang mempunyai tujuan yang sama 5) Join venture, yaitu kerja sama dalam proyek-proyek.
2. Proses Disosiatif
Disebut sebagai proses oposisi. Dibedakan atas tiga bentuk :
a. Persaingan (kompetisi)
Suatu proses-proses yang terjadi karena dindividu / kelompok yang bersaing mencari keuntungan tanpa mempergunakan suatu ancaman. b. Kontravensi
Suatu bentuk proses sosial yang ditandai dengan adanya ketidak pastian mengenai diri seseorang.
c. Pertentangan
Suatu proses sosial dimana individu / kelompok berusaha memenuhi tujuannya dengan jalan menentang disertai ancaman / kekerasan.
C. Long Distance Relationship
Menurut Stafford (2005) kesempatan untuk komunikasi yang sangat terbatas dalam persepsi individu masing-masing yang menjalani merupakan hubungan jarak jauh. Sulitnya komunikasi yang dilakukan karena keterbatasan alat serta tempat yang tidak trategis untuk berkomunikasi dengan lancar. Sampai
(42)
34
saat ini disampaikan oleh psikoloh ternama Amerika Serikat Dr.Guldner belum ada definisi yang pasti mengenai hubungan jarak jauh.
Holt & Stone (dalam Kidenda, 2002) menggunakan faktor waktu dan jarak untuk mengkategorikan pasangan yang menjalani hubungan jarak jauh. Berdasarkan informasi demografis dari partisipan penelitian yang menjalani hubungan jarak jauh, didapat tiga kategori waktu terpisah (0, kurang dari 6 bulan, lebih dari 6 bulan), tiga kategori pertemuan (sekali seminggu, seminggu hingga sebulan, kurang dari satu bulan) dan tiga kategori jarak (0-1 mil, 2-294 mil, lebih dari 250 mil). Dari hasil penelitian Hotl & Stone (dalam Kidenda, 2002) Jadi dapat disimpulkan bahwa hubungan jarak jauh merupakan sebuah proses seseorang dengan pasangan yang berada di tempat yang berbeda baik jarak dan fisik, telah menjalani hubungan jarak jauh minimal 6 bukan dan memiliki intensitas pertemuan yang minimal satu kali dalam satu bulan.
Pengertian hubungan jarak jauh atau sering disebut dengan long distance relationship adalah dimana pasangan dipisahkan oleh jarak fisik yang tidak memungkinkan adanya kedekatan fisik untuk periode waktu tertentu.
A. Komponen-komponen Hubungan Berpasangan
Menurut Karsner (2001), ada 4 komponen penting dalam menjalin hubungan. Kehadiran komponen tersebut dalam hubungan akan mempengaruhi kelanggengan hubungan yang dijalani. Komponen-komponen tersebut adalah saling percaya yaitu kepercayaan dalam suatu hubungan akan menentukan apakah suatu hubungan akan berlanjut atau berhenti. Kepercayaan ini meliputi
(43)
35
pemikiran kognitif individu tentang apa yang sedang dilakukan oleh pasangannya. Komponen kedua adalah komunikasi yang merupakan dasar dari terbinanya hubungan yang baik Feldman (1996) menyatakan bahwa komunikasi merupakan situasi dimana seseorang bertukar informasi tentang dirinya dengan orang lain. Komponen ketiga adalah keintiman yang merupakan perasaan dekat terhadap pasangan. keintiman tidak hanya terbatas pada kedekatan fisik saja. adanya rasa kedekatan emosional dan rasa kepemilikan terhadap pasangan merupakan bagian dari keintiman. komponen terakhir atau komponen keempat yaitu meningkatkan komitmen, dimana komitmen lebih merupakan tahapan dimana seseorang menjadi terikat dengan sesuatu atau seseorang dan terus bersamanya hingga hubungan berakhir.
B. Faktor Penyebab Hubungan Jarak Jauh
faktor-faktor yang menyebabkan individu menjalani hubungan jarak jauh diantaranya yaitu faktor pendidikan. pendidikan adalah salah satu faktor penyebab hubungan jarak jauh adalah ketika individu berusaha untuk mengeja dan mencapai tingkat pendidikan yang lebih tinggi sehinggan hubungan mereka dengan pasangan harus dipisahkan oleh jarak. Stafford, Daly, & Reske (dalam Kauffman, 2000) menyatakan bahwa sepertiga dari hubungan berpasangan di dalam universitas yang dijalani oleh mahasiwa merupakan hubungan jarak jauh.
Faktor kedua yaitu pekerjaan, dimana hubungan jarak jauh juga berhubungan dengan kecenderungan sosial pada saat ini. Hal ini dapat dilihat dengan adanya peningkatan jumlah tenaga kerja ke luar negeri (Johnson &
(44)
36
Packer dalam Kauffman, 2000) dan juga dengan adanya kondisi mobilitas kerja saat ini sehingga dalam usaha pencapaian karir mereka, hubungan percintaan yang terjalin harus dipisahkan oleh jarak.
C. Sisi Positif dari Long Distance Relationship
Cepat atau lambat dengan sendirinya kita akan mengetahui jati diri sebenarnya pasangan kita. Indikasi perselingkuhan dapat kita cerna dalam berbagai macam bentuk, salah satunya adalah sikap dia saat berkomunikasi dengan kita. kerinduan, tentunya Anda menyadari bahwa kerinduan itu benar-benar akan menjadi sempurna ketika kita merasa tidak punya kesempatan untuk menemui dia. Betapa hebatnya rasa rindu pada momentum yang seperti ini, sehingga disisi lain LDR mampu menjadikan hubungan asmara kita semakin sulit untuk diracuni. dengan LDR Anda juga bisa belajar bagaimana rasanya menunggu seseorang yang begitu berarti dalam kehidupan Anda. Dengan demikian, maka dengan sendirinya Anda akan merasa terdidik untuk menjadi pasangan (orang) yang dewasa, bahwasannya ada kalanya waktu itu mengajarkan kita untuk bisa bersabar dan tetap mengikuti apa kata hati kita.
D. Tahapan perkembangan Dewasa Awal
Pada dasarnya perkembangan merupakan suatu proses perubahan ke arah yang lebih maju. perubahan tersebut adalah perubahan psikofisik sebagai hasil dari proses pematangan fungsi-fungsi psikis dan fisik yang di tunjang oleh faktor lingkungan dan proses belajar.
(45)
37
tahap perkembangan pada usia dewasa ini dapat dibagi atas beberapa bagian, antara lain :
1. Tahap perkembangan dewasa awal ( 18-40 tahun )
a) Penyusuian terhadap perubahan fisik
Pada periode dewasa awal, penampilan dan kesehatan fisik mencapai puncaknya dan periode yang sama penurun penampilan, kekuatan dan kesehatan fisik pun mulai menurun. penampilan, kekuatan dan kesehatan fisik dicapai pada periode permulaan dewasa awal dan menurun pada akhir dewasa awal. dan puncak efisiensi biasanya di capai pada usia pertengahan 20-an dan sesudah mana menjadi penurunan lambat laun hingga awal usia 40-an.
b) Perubahan kognitif
kekasaan tingkah laku kognitif, orang dewasa yang matang perkembangan kognitifnya lebih sistematis dalam memecahkan masalah. orang dewasa awal mulai berfikir yang liberal dan bijaksana dalam mengambil keputusan tentang cara pemecahan masalah, sehingga penigkatan toleransi terhadap hal-hal yang tidak diinginkan.
c) Penyesuaian perubahan perkawinan
penyusuaian yang lebih cocok dan disukai menjadi sulit bagitu juga dengan banyaknya pertambahan model keluarga menjadi proses penyusuaian hidup sebagai suami istri sulit. tingkat kesulitan menjadi besar di mana gaya hidupnya berbeda sekali dengan anggota lainnya dalam keluarga.
(46)
38
d) Penyusuaian perubahan minat
remaja umumnya mempertahankan minat-minat mereka sewaktu bersalin kemasa dewasa tetapi minat pada masa dewasa kemudian akan berubah juga. secara derkritif pada tahap dewasa dini, faktor penting adalah cinta dan kasih sayang dalam menjalin hubungan persahabatan. individu yang tidak sukses dalam mencapai keakraban cenderung terisolasi. diliputi kekhawatiran dalam melakukan suatu komitmen dan menunjukkan sifat tergantung.
1. Pengertian Masa Dewasa
Istilah adult berasal dari kata kerja latin, seperti juga istilah
adolescence yang berarti “tumbuh menjadi kedewasaan.” Akan tetapi kata adult berasal dari bentuk lampau partisepel dari kata kerja adultus yang berarti “telah tumbuh menjadi kekuatan dan ukuran yang sempurna.” Oleh karena itu orang dewasa adalah individu yang telah nenyelesaikan
pertumbuhannya dan siap menerima kedudukan dalam masyarakat bersama dengan orang-orang dewasa lainnya (Hurlock, 1980: 246).
2. Konsep Masa Remaja
Setiap kebudayaan membuat perbedaan usia kapan seseorang mencapai status dewasa secara resmi. Pada sebagian besar kebudayaan kuno, status ini tercapai apabila pertumbuhan pebertas sudah selesai atau hamper selesai, dan apabila organ kelamin anak telah berkembang dan
(47)
39
mampu berproduksi. Dalam kebudayaan Amerika seseorang anak belum resmi dianggap dewasa kalau ia belum mencapai usia 21 tahun. Sementara itu dalam kebudayaan di Indonesia, seseorang dianggap resmi mencapai status dewasa apabila sudah menikah meskipun usianya belum mencapai 21 tahun (Hurlock, 1980: 246).
3. Karakteristik dan Tugas Perkembangan masa Dewasa awal. 1. Karakteristik masa Dewasa awal diantaranya adalah:
a) Periode masa dewasa awal dimulai dari usia delapan belas tahun hingga kurang lebih empat puluh tahun.
b) Masa dewasa awal merupakan periode penyesuaian diri terhadap pola – pola kehidupan baru dan harapan – harapan sosial baru. Penyesuaian diri ini menjadikan periode ini suatu periode khusus dan sulit dari rentang hidup seseorang.
c) Masa ini Merupakan usia produktif atau masa kesuburan sehingga siap menjadi ayah atau ibu dalam mengasuh dan mendidik anak.
d) Pada masa ini perkembangan emosi, sosial, dan moral sangat berkaitan berbagai macam perubahan dari masa sebelumnya, yaitu masa remaja. e) Untuk perkembangan sosialnya, masa ini merupakan masa krisis isolasi.
Hal ini dikarenakan kegiatan sosial pada masa ini yang sering dibatasi karena berbagai tekanan pekerjaan dan keluarga.
(48)
40
a) Dipusatkan pada harapan – harapan masyarakat dan mencakup mendapatkan suatu pekerjaan.
b) Memilih seorang teman hidup.
c) Belajar hidup bersama dengan suami atau istri untuk membentuk suatu keluarga.
d) Membesarkan anak – anak. e) Mengelola sebuah rumah tangga.
f) Menerima tanggung jawab sebagai warga negara dan bergabung dalam suatu kelompok sosial yang cocok.
(49)
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Penelitian dilakukan dengan penelitian yang bersifat fenomenologi dengan menggunakan tekhnik wawancara dan observasi, Di dalam penelitian ini subjek yang diteliti adalah individu usia dewasa awal berusia 20-35 tahun yang menjalin hubungan jarak jauh. Hal ini dilakukan agar rentang usia subjek tidak terlalu jauh. Batasan hubungan jarak jauh yang digunakan adalah subjek dengan pasangannya berada pada kota, provinsi atau pulau yang berbeda dengan intensitas waktu bertemu seminggu sekali atau sebulan sekali.
1.2Lokasi Penelitian Lokasi Penelitian Rumah
1.3Sumber Data (Subyek Penelitian) 1.3.1 Karakteristik Subyek Penlitian
wanita yang berada pada usia dewasa awal dengan usia rentang 20-35 tahun yang pernah menjalin hubungan long distance relationship dan pernah menjalin hubungan kurang lebih 6 bulan dan memiliki intensitas bertemu minimal
(50)
42
seminggu sekali atau sebulan sekali. Dengan kriteria wanita usia 20-35 pasangan yang sudah menikah. Subjek dipilih wanita karena seorang wanita lebih memiliki rasa cemburu yang berlebihan serta kesetiaan yang mendalam berbeda dengan laki-laki yang merasa senang bila yang bekerja itu wanita dan laki-laki akan berleha-leha keenakan dirumah tanpa rasa cemas sedikitpun terhadap pasangannya
1.3.2 Teknik Pengambilan Data Subyek
Dalam penelitian ini, pengambilan subyek dilakukan dengan teknik purposive sampling, perhatian utama dalam teknik purposive sampling adalah bahwa peneliti memilih calon subyek berdasarkan siapa yang dapat memberikan informasi yang diinginkan dan bersedia untuk berbagi informasi tersebut. Teknik sampling ini sangat berguna apabila ingin membuat gagasan mengenai kenyataan historis, menggambarkan sebuah fenomena atau mengembangkan sesuatu yang baru sedikit diketahui.
1.4Tehnik Pengumpulan Data 1.4.1 Wawancara
Wawancara adalah percakapan dan tanya jawab yang diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu. Wawancara kualitatif dilakukan apabila peneliti bermaksud untuk
(51)
43
memperoleh pengetahuan tentang makna-makna subjektif yang dipahami individu berkenaan dengan topik yang diteliti dan bermaksud melakukan eksplorasi terhadap isu tersebut, suatu hal yang tidak dapat dilakukan melalui pendekatan lain.
1.5Analisis Data
Moleong (1990) mendefinisikan analisis data sebagai proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data. Data yang terkumpul sangat banyak dan tugas analisis data adalah mengatur, mengurutkan, mengelompokkan, memberikan kode dan mengkategorikan.
Penelitian kualitatif tidak memiliki rumus atau aturan absolut untuk mengolah dan menganalisis data. Yang harus selalu diingat peneliti adalah bagaimanapun analisis dilakukan, peneliti wajib memonitor dan melaporkan proses dan prosedur-prosedur analisisnya sejujurnya dan selengkapnya (patton dalam Poerwandi,2007)
1. Membuat verbatim atau transkip data dari hasil wawancara 2. Membuat koding pada transkip data
3. Setelah kode atau tema ditentukan, kemudian data disusun dan dikategorisasi.
(52)
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Setting Penelitian
Keadaan atau kondisi penelitian dapat diketahui dengan adanya deskripsi situasi sebenarnya yang ada di lapangan sebagai latar penelitian dan pemaparan permasalahan yang dialami oleh subyek penelitian. Sebelum melakukan penelitian, peneliti terlebih dahulu mencari informasi mengenai kondisi subyek yang berhubungan dengan kriteria yang sesuai dengan tema penelitian. Kemudian langkah selanjutnya peneliti mengadakan perjanjian dengan subyek maupun suami subyek tentang kerahasiaan data penelitian.
Penelitian ini dilaksanakan kurang lebih tiga bulan, mulai dari bulan juli sampai bulan november. Waktu selama kurang lebih tiga bulan ini mencakup pencarian informasi mengenai pasangan suami istri yang melakukan hubungan Longdistance Relationship yang menjadi tempat penelitian. Informasi diperoleh dengan bertanya pada subyek.
Pengambilan data berupa wawancara mulai dari awal hingga akhir dilakukan oleh peneliti sendiri. Pelaksanaan penelitian mengalami beberapa kendala, diantaranya karena sulitnya mencari subyek pasangan suami istri yang melakukan hubungan Longdistance Relationship kemudian setelah peneliti mendapatkan subyek penelitian, subyek pun agak sulit untuk diteliti dan penolakan.
(53)
45
Namun untuk proses wawancara sendiri tidak mengalami banyak hambatan karena lokasi penelitian dengan tempat tinggal peneliti lumayan cukup dekat, sehingga hal tersebut memudahkan peneliti untuk dapat melakukan wawancara tanpa dibatasi dengan waktu.
wawancara yang dilakukan peneliti meliputi wawancara terhadap longdistance relationship dan perilaku manajemen konflik yang tercermin pada perilaku subyek setiap hari. Hal ini berdasarkan aspek – aspek manajemen konflik yang diuangkapkan oleh Fisher dkk (2001:7) menjelaskan tentang faktor – faktor yang berperan dalam memanajemen konflik secara lebih umum dalam menggambarkan situasi secara keseluruhan, kegiatan wawancara dilakukan di tempat tinggal subyek dan lingkungan sekitar rumah subyek. wawancara secara detail yang dilakukan oleh peneliti adalah sebagai berikut. Berikut jadwal wawancara yang dilakukan terhadap subyek penelitian:
Adapun rincian jadwal wawancara terhadap subyek dalam penelitian sebagai berikut:
Wawancara dengan subjek 1
Tabel 4.1
(54)
46
1 19 Agustus 2015
Rumah dan lingkungan
subyek
15.30 – 16.00 30 Menit
Menjalin rapport dengan subyek, peneliti mengutarakan maksud untuk meminta subyek bersedia menjadi subyek dalam penelitian yang berjudul Manajemen Konflik Pada Pasangan Yang melakukan Hubungan Longdistance Relationship
2 22 Agustus 2015
Rumah subyek 15.30-17.00 90 menit
Wawancara mengenai beberapa pertanyaan seputar
Manajemen Konflik secara umum dan mendalam.
Wawancara dengan subjek 2
Tabel 4.2
No Tanggal Tempat Pukul Lama Kegiatan
1 30 Agustus 2015 Rumah dan lingkungan subyek 18.30 – 19.00 30 Menit
Menjalin rapport dengan subyek, peneliti
(55)
47
meminta subyek bersedia menjadi subyek dalam penelitian yang berjudul Manajemen Konflik Pada
Pasangan Yang melakukan Hubungan Longdistance
Relationship
2 5 September 2015
Rumah subyek 15.00-17.00
Wawancara mengenai beberapa pertanyaan seputar Manajemen
Konflik secara umum dan mendalam.
Jadwal Wawancara dengan subjek
Tabel 4.3
No Tanggal Tempat Pukul Lama Kegiatan
1 27 Desember 2015
Rumah dan lingkungan
subyek
19.00 – 20.00
60 Menit Menjalin rapport dengan subyek, peneliti mengutarakan maksud untuk meminta subyek bersedia menjadi subyek dalam penelitian yang berjudul Manajemen Konflik
(56)
48
Hubungan Longdistance Relationship
2 29 Desember 2015
Rumah subyek
15.30-17.00
90 menit Wawancara dengan subjek mengenai beberapa pertanyaan
seputar Manajemen Konflik secara umum dan mendalam.
Jadwal wawancara dengan subjek 4
Tabel 4.4
No Tanggal Tempat Pukul Lama Kegiatan
1 3 Januari 2016 Rumah dan lingkungan subyek 09.00 – 10.00
60 Menit Menjalin rapport dengan subyek, peneliti mengutarakan maksud untuk
meminta subyek bersedia menjadi subyek dalam penelitian yang berjudul Manajemen Konflik Pada
Pasangan Yang melakukan Hubungan Longdistance
Relationship
Wawancara mengenai beberapa pertanyaan seputar Manajemen 2 4 Januari
2016
Rumah subyek 16.00-17.30
(57)
49
Konflik secara umum dan mendalam.
Informan pendukung atau Significant other dalam penelitian ini adalah dari lingkungan rumah dalam hal ini tidak adanya informan pendukung dan pada informan keluarga yang menjadi informan pada subyek pertama dan kedua juga tidak ada begitu juga dengan subyek yang ketiga dan keempat hanya subjek saja.
B. Riwayat Kasus
Berikut ini akan dipaparkan riwayat Subjek dari masing- masing subyek penelitian sebagai berikut.
Tabel 4.5
Identitas Subjek 1 Subjek 2 Subjek 3 Subjek 4
Nama (disamarka)
TL AM LSR YVA
Usia 25 24 24 27
Jenis kelamin
(58)
50
Agama Islam Islam Islam Islam
Status Menikah Menikah Menikah Menikah
Posisi dalam keluarga
Anak ke 2 dari 3 bersaudara
Anak pertama dari 4 bersaudara
Anak Pertama dari 2 bersaudara Anak kedua dari 3 bersaudara Tempat tinggal
Rumah mertua. Rumah pribadi bersama orang tua
dan anak – anaknya.
Tinggal bersama orang tua
Rumah sendiri bersama suami
Pekerjaan Ibu rumah tangga/wirasw
asta
Ibu rumah tangga Ibu rumah tangga dan online shop Ibu rumah tangga Significant other
Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada
1. Profil TL (Subyek I)
Subjek atau yang lebih dikenal dengan TL sebagai nama panggilannya ini adalah seorang wanita yang lahir pada tanggal 11 September 1990, dan saat ini ia sudah menikah menjadi ibu rumah. dan membuka sebuah toko sembako di pasar ia dikenal sebagai seorang wanita yang pandai. Keluarga TL terdiri dari ayah ibu kakak laki-laki dan satu adik perempuannya, namun TL kini tidak tinggal dengan
(59)
51
suami TL bekerja di sebuah pabrik semen di kota Tuban setelah dipindah tugas dari kantor sebelumnya. TL kini berusaha menata kehidupan rumah tangganya sendiri setelah dipindah tugaskannya suami TL di kota lain dan TL juga harus berjualan Toko sembakonya sendirian yang sudah lama dirintis sejak lama dan TL juga harus menggurusi kedua orang tua suaminya yang dimana disitu TL tinggal bersama. Awal-walanya TL merasa kaget setelah suaminya dipindah tugas ke kota lain yang dimana dulu ketika masih ada suaminya bisa bertemu setiap hari kini hanya bisa ketemu suaminya sebulan dua kali rasa kesepianpun sering melanda subjek. meskipun subjek memiliki berbagai cara dalam meminimalisir rasa kerinduan itu.
2. Profil AM (Subyek II)
Wanita kelahiran 4 April 1991 ini tinggal di daerah Kenjeran bernama AM (Bukan nama asli) adalah salah satu wanita yang sudah berrumah tangga dan memilih Longdistance Relationship setelah menikah dengan suaminya yang seorang pelayaran. Anak pertama dari empat bersaudara ini memilih menikah di usia muda karena sudah tidak mau lagi berlama-lama dalam masa pacaran dan sudah menikah kurang lebih selama 3 tahun dan suaminya berlayar lagi setelah anak pertamanya menginjak usia balita. Cerita tentang hubungan Longdistance Relationshipnya dengan suami membuat peneliti tertarik untuk menjadikannya sebagai subyek kedua dalam penelitian perilaku manajemen konflik .
AM sekarang tinggal bersama dengan kedua orang tuanya dan dengan adik-adiknya, AM memilih tinggal bersama kedua orang tuanya alasannya karena
(60)
52
biar ada yang membimbing dan menasehatinya ketika suaminya pergi jauh. AM sapaan akrabnya juga dikenal sebagai wanita yang sangat baik oleh banyak teman dan sahabatnya dan juga para tetangga.
3. Profil LS (Subjek III)
Seorang perempuan muda yang berusia 23 tahun yang lahir pada tanggal 7 Maret 1992 adalah anak perempuan dari dua bersaudara yang baru saja menikah kurang lebih setahun yang lalu karena dimana adik subjek juga akan menikah jadi dalam tradisi jawa tidak boleh melangkahi kakaknya jadi kakaknya terpaksa nikahnya dimajukan. Memang secara postur tubuh terlihat biasa-biasa saja, tetapi dibalik itu semuanya ternyata dia adalah seorang wanita yang tegar dan masih belum dikaruniai momongan. kegiatan LS sehari-hari sendiri selain ia menjadi ibu rumah tangga, ia juga membuka jualan online shop yang terdiri dari baju wanita, celana, hingga aksesoris-aksesoris wanita yang biasa dikenakan agar tidak selalu menunggu uang kiriman dari suami sehingga LS masih bisa meringankan beban suaminya tersebut. Dimana setiap harinya LS disibukkan dengan orderan-orderan yang masuk terus mulai dengan pencatatan dan membungkus barang-barang jualannya sendiri terkadang juga dibantu oleh orang tua dan adiknya apabila sedang banyak-banyaknya yang memesan.
4. Profil YV ( Subjek IV)
Subjek merupakan anak kedua dari tiga bersaudara seorang wanita yang berusia 27 tahun, YV berasal dari keluarga yang berkecukupan dimana ia memberanikan diri untuk menikah pada umur yang sangat amat muda dimana
(61)
53
subjek sudah bosan kalau berpacaran terlalu lama takut nanti terjerumus ke hal-hal yang tidak diinginkan. Setelah suami kerja di luar kota subjek mulai bekerja dibeberapa tempat agar bisa membantu dan menopang keluarganya. Sekarang subjek tinggal dirumah sendirian jadi kalau merasa kesepian subjek selalu ke rumah orang tuanya yang berada di daerah dukuh pakis. YV adalah orang yang cukup religius dan aktif dalam kegiatan religius atau pengajian rutin di kampungnya agar ada kegiatan dan tidak berpikiran yang aneh-aneh tentang suaminya, hubungan dengan tetangganyapun berjalan dengan baik dimana subjek merupakan orang mudah bergaul dan supel.
C. Hasil Penelitian
1. Deskripsi Temuan Penelitian
Berikut ini gambaran yang digunakan subyek penelitian yang menggambarkan Perilaku Manajemen Konflik pada pasangan yang melakukan hubungan Longdistance Relationship.
1). Subyek Pertama
a. Longdistance Relationship
1) Alasan subyek melakukan LDR
masing-masing yang menjalani hubungan jarak jauh rata-rata dilakukan karena suatu pekerjaan sehingga munculah hubungan
(62)
54
longdistance relationship. Longdistance relationship ialah Sulitnya komunikasi yang dilakukan karena keterbatasan alat serta tempat yang tidak strategis untuk berkomunikasi dengan lancar. Sesuai dengan pernyataan subjek.
karena suami tugas diluar kota di luar kota, di tuban, jadi mau gak mau ya gini keadaannya (CHW1.1)
2.Masalah/kendala dalam Hubungan LDR
Kendala yang dialami oleh subyek bermacam-macam mulai dari komunikasi yang sedikit berkurang, timbulnya rasa kangen yang berlebihan dan ingin berduaan terus agar cepet-cepet punya momongan, hal ini diungkapkan subyek sebagai berikut.
seenggaknya ya adalah, apalagi kalau sudah kangen rasanya tidak pengen jauh dari suami, lagian saya juga lumayan baru nikah pengen cepet-cepet punya momongan. Istri mana yang pengen pisah dari suami kan pengennya berduaan terus sama suami, biasanya pulang pergi kerja keliatan mata, kalau ada apa-apa kan enak tidak merepotkan tetangga, tapi mau bagaimana lagi namanya uda takdir dikasih pekerjaan diluar kota. (CHW 2.2)
Selain kendala komunikasi tetapi ada kendala terbesar iyalah cara mengatasi hubungan suami istri, meskipun suami pulang 1 bulan 2
(63)
55
kalau kendala lainnya paling hanya masalah komunikasi saja, kalau suami dinas malam padahal aku kalau malam kan tidak ada kegiatan jadi tidak bisa telpon-telponan atau sekedar cuman bbm. Waduh pertanyaannya masnya, malu saya jawabnya, kan suamiku setiap sebulan 2 kali itu pulang jengguk saya, ya mesti pengenlah mas wong sudah halal. Tapi kalau tidak pulang ya hanya telpon-telponan mesra aja baru kalau ketemu dilampiaskan hasratnya. (CHW 2.1)
b. Management Konflik. 1). Pencegahan konflik
Dalam faktor pencegahan konflik subyek terlebih dahulu menghubungi suaminya agar tidak terjadi kesalahpahaman lebih menghargai keberadaan suaminya karena subyek jauh dari suami selalu mengingat suaminya yang sudah berjuang keras membiayai rumah tangga. Hal ini diungkapkan sebagai berikut,
misalnya menghubungi suami meskipun hanya melalui bbm atau telpon hanya sekedar tanya kabar atau tanya sudah makan, lagi apa, kapan pulang. Kadang juga kirim-kirim foto gitu mas, biar mengobati rasa kangen, pokonya juga sama berdoa memohon sama Allah semoga pernikahanku langgeng tidak ada apa-apa. ( CHW 3.2 )
Komunikasi lebih dalam merupakan salah satu bentuk pencegahan konflik, seperti penuturan berikut ini.
(64)
56
menurut saya lumayan efektif, biar tidak pergi ke tempat aneh-aneh kan saya takut juga jauh dari suami dan suami jauh dari saya takut tidak ada yang muasin. ( CHW 3.3 )
2). Penyelesaian Konflik
Penyelesaian konflik yang baik ialah diselesaikan secara baik-baik dengan kepala dingin antara subjek dan pasangan, seperti berikut ini. setelah terjadi ya diselesaikan secara baik-baik terutama kesalapahaman biar tidak ada dendam, ya lebih enak lagi kalau ketemu, apapun masalahnya itu dirembukan berdua. ( CHW 1.4)
Subjek merasa dengan adanya konflik dapat membuat lebih dewasa lagi dan belajar untuk berubah jadi yang lebih baik lagi,hal ini diungkapkan oleh subjek berikut ini.
tentunya perilaku yang lebih dewasa, mengurangi kesalah pahaman, curiga yang berlebihan dan mengedepankan komunikasi dua pihak. ya mesti semua orang kan masih belajar berubah jadi yang lebih baik, tujuan saya kan hormat sama suami tidak lupa tanggung jawab sebagai istri yang penting saya usaha agar rumah tangga saya adem ayem biar tidak konflik terus.( CHW 5.2)
2). Subjek Kedua
(65)
57
1) Alasan subyek melakukan LDR
Pasangan yang bekerja jauh dengan menjadi seorang pelayaran membuat subjek harus menjalani hubungan longdistance relationship untuk sementara waktu Sulitnya komunikasi yang dilakukan karena keterbatasan alat serta tempat yang tidak strategis untuk berkomunikasi dengan lancar. Sesuai dengan pernyataan subjek.
Karena suami saya pelayaran kadang sebulan sekali pulang kadang juga lebih dari empat bulan tidak pulang. ( CHW 1.1)
2). Masalah/kendala dalam hubungan
Kendala yang dialami oleh subyek bermacam-macam mulai dari hamil sampai melahirkan tidak di dampingi oleh suami hal ini diungkapkan subyek sebagai berikut.
Pasti ada kendala, mulai dari saya hamil sampai melahirkan suami tidak mendampingi saya tetapi alhamdulillah masih masih dibantu oleh orang tua, menemani dan menjagaku.( CHW 1.2)
Selain kendala waktu persalinan ada juga kendala lainnya seperti komunikasi berkurang sehingga timbul pikiran negatif, hal ini diungkapkan suyek sebagai berikut.
jauh dari suami itu tidak enak, kepikiran yang aneh-aneh takut suami diluar tidak bener sekarang saja yang tinggal serumah setiap hari saja bisa selingkuh apalagi yang jauh. Aduh jangan sampai!! Ya tapi
(66)
58
mau bagaimana lagi sudah jadi resiko karena itu memang pekerjaannya. (CHW 2.1)
b. Management Konflik. 1). Pencegahan konflik.
Subjek hanya mengalah saja saat timbul konflik, berikut penuturan subjek.
hanya perdebatan saja dan akhirnya saya mengalah dan mencoba mengerti suami. ( CHW 3.1)
Subjek juga meminta saran kepada orang tua bagaimana cara mengatasi konflik yang baik, berikut penuturannya.
saya curhat sama keluarga dan mereka memberikan saran agar lebih bisa berpikir positif dan dibicaran baik-baik. Saya juga tidak ingin kejadian buruk dalam pernikahanku, karena salahku menikah muda yang masih belum bisa berfikir lebih jauh tentang rumah tangga. Sedikit bercerita dengan orang lebih tua disitu saya bisa mendapatkan ilmu yang belum saya ketahui. ( CHW 3.2)
Menurut penuturan subjek cara melibatkan masukan dan saran dari keluarga orang tua begitu efektif, berikut ini.
berhasil dong mas, kalau dari salah satu tidak bisa mengalah / mengerti pasti susah untuk memperbaiki karena sama-sama egois.( CHW 3.3)
(67)
59
2). Penyelesaian konflik
Subjek merasa komunikasi yang baik tanpa emosi dapat menyelesaiakn konflik dan membuat pasanganpun dapat menerima dengan senang hati, berikut ini.
dibicarakan baik-baik apa sumber permasalahannya dan mengobrol tentang pekerjaanya disana ada kendala atau tidak, iya suami senang karena saya mau mengalah dan sabar bisa menyelesaikan permasalahan tanpa emosi. ( CHW 4.1)
3). Pengelolaan Konflik
Menurut subjek mengelola perilaku sendiri dan suami bisa memunculkan waktu yang berkualitas bagi rumah tangga subjek, sebagai berikut ini.
sekarang suami lebih banyak waktu untuk keluarga saat dia pulang dan dia sadar, saat suami pulang waktunya hanya untuk keluarga bukan yang lainnya.(CHW 5.1)
3). Subyek ketiga
a. Longdistance Relationship
1). Alasan subjek melakukan Longdistance Relationship.
Karena sebuah pekerjaan suami yang bekerja disebuah perusahaan kontraktor sehingga subjek harus rela melakukan hubungan jarak jauh
(68)
60
Karena keaadan, Iya karena kerja suamiku diluar kota kan kerja ikut kontraktor jadi ya berpindah-pindah tempat sesuai proyek.(CHW 1.1)
2). Masalah/kendala dalam hubungan Longdistance Relationship. Kendala yang dialami oleh subjek kebanyakan yaitu kurangnya komunikasi antara satu dengan yang lainnya dan kebanyakan itu terjadi setelah memasuki beberapa bulan sejak ditinggal luar kota, berikut penuturan subjek.
kebanyakan kendalanya masalah komunikasi saja mas,.
Ya sejak suami dapat promosi dari kantor sebagai pengawas lapangan kan teruss tugas sering berpindah-pindah keluar kota jadi pekerjaannya semakin sibuk jadi kalau libur gak ada garapan gitu baru suami pulang.(CHW 2.1)
c. Management Konflik. 1). Pencegahan konflik.
Konflik yang sering dialami oleh subjek hanya sebatas kekesalan sesaat saja dan kurangnya masalah komunikasi, berikut.
Terkadang mas kalau konflik ya mungkin salah satu dari kami yang kecapekan mungkin teruss mudah jadi naik darah, bawaannya emosi terus pengen marah-marah teruss. konfliknya hanya sebatas komunikasi aja mas saling emosi satu sama lain dengan debat satu sama lain.(CHW 3.1)
(69)
61
Subjek merasa komunikasi yang baik tanpa emosi dapat menyelesaiakn konflik dan membuat pasanganpun dapat menerima dengan senang hati, berikut ini.
Ya itu tadi komunikasi yang lebih penting meskipun pada awalnya saling diam-diaman setelah beberapa minggu baru dibicarakan dengan baik-baik. (CHW 3.2)
2). Penyelesaian konflik
Agar tidak timbul konflik berkepanjangan dan terus menerus subjek memiliki sebuah langkah-langkah dalam menangani konflik.
yang dilakukan dibicarakan dengan baik, dengan melakukan sebuah komitmen, jadi ya kalau ada masalah gak boleh langsung emosi, tidak boleh mengeluarkan omongan-omngan kotor bahkan jangan sampai main tangan. dibicarakan berdua truss diambil jalan tengahnya dan intropeksi diri masing-masing agar tidak terung kembali konflik tersebut. Saling mengerti apa tuntutan pekerjaan suami dan mengerti tugas dan posisi sebagai istri uda cuman begitu saja.(CHW 4.1)
menurut subjek memiliki langkah-langkah sangat efektif sekali dalam mengantisipasi konflik yang terjadi.
Alhamdulillah efektif mas,.. kan yang menyelesaikan kita berdua dengan mengambil komitmen itu tadi supaya tidak konflik kembali dan rumah tangga jadi adem kembali.(CHW 4.1)
(70)
62
3). Pengelolaan Konflik
Meskipun pada awal-awalnya tidak ada perubahan sama sekali dalam mengatasi konflik, Menurut subjek membuat komitmen bisa menjadi strategi yang efektif dalam mengelola konflik agar tidak muncul konflik-konflik selanjutnya.
Awal-awal Tidak ada yang berubah semuanya berjalan seperti biasa mngkin setelah membuat komitmen.. sesuai komitmen....jika komitmen dilanggar lagi maka kita akan buat komitmen lagi, karena kita kan gak pernah tau jalan hidup kita..apalagi mengenai karir pekerjaan yang ada naik turunnya mungkin..yang penting adanya komunikasi dan saling mengerti.(CHW 5.1)
Menurut subjek mengelola perilaku sendiri dan suami bisa memunculkan waktu yang berkualitas bagi rumah tangga subjek, sebagai berikut ini.
Ya itu tadi agar lebih pengertian dan sabaran dalam memahami suami, lebih mengerti keadaan suamilah pokoknya yang penting selalu support suami agar semangat dalam pekerjaan mas.(CHW 5.2)
4). Subjek keempat
a. Longdistance Relationship 1) Alasan subyek melakukan LDR
(71)
63
Subjek melakukan longdistance relationship karena masalah ekonomi sehingga suami kerjanya ikut sama orang berpindah-pindah seperti berikut ini.
Iya karena masalah ekonomi sehingga suami kerja di luar kota. karena suatu pekerjaan dimana suami merantau ke jakarta (CHW 1.1)
2). Masalah/kendala dalam hubungan Longdistance Relationship.
Kendala yang dialami oleh subjek terjadi selang beberapa bulan setelah di tinggal sama suami seperti subjek-subjek yang lainnya seperti penuturan berikut ini.
Pada awal-awal ditinggal sih gak ada kendala tetapi memasuki bulan ke empat dan seterusnya kendala mulai terjadi mulai dari berkurangnya itensitas berkomunikasi baik melalui telpon, chat dan lain sebagainya, sampai telatnya kiriman uang dari suami.(CHW 2.1)
Kendala yang dialami subjek terjadi setelah ditinggal selama empat bulan ditandai dengan mulai berkurangkan intensitas berkomunikasi.
Selain bertemunya jarang, Ya mungkin suami sibuk dengan pekerjaannya mungkin mas sehingga mulai berkurang
(72)
64
komunikasinya, Sejak bulan keempat itu tadi mungkin jarang bertemu jadi atau memang pekerjaan menumpuk kali.(CHW 2.1)
b. Management Konflik.
1). Pencegahan Konflik
Konflik yang muncul selalu di awali dengan kesalapahaman antara kedua belah pihak dan di ikuti dengan pertengkaran kecil berikut menurut subjek.
Iya pernah konflik mulai dari kesalapahaman smpai pikiran yang negatif tentang suami yang jauh disana, sehingga timbul pertengkaran.ya Cuma pertengkaran kecil aja maklum mas namanya wanita mesti punya pikiran yang negatif kalau suami gak ngasih kabar dan lain-lain.(CHW 3.1)
Subjek juga mempunyai sebuah langkah-langkah agar tidak timbul konflik kembali setelah mulai berpengalaman dengan konflik-konflik yang sudah terjadi.
Cara sih ada, menenangkan diri terlebih dahulu biar pikiran jadi adem dam tidak emosi truss, ya itu tadi dengan percaya sepenuhnya kepada suami dan suami percaya kepada saya, tetep berkomunikasi secara intensif meskipun jauh disana tidak curiga yang berlebihan terhadap suami, dan berpikiran apapun yang dilakukan suami disana semata-mata hanya utk bekerja demi menafkahi keluarga. Sekarang
(1)
74
tercapainya alternatif, yang pada akhirnya membantu menentukan
keputusan yang bijak dalam sebuah pertimbangan.
Keempat subjek tersebut sudah memiliki semua klasifika kategori
agar bisa dikatakan masuk ke longdistance relationship di karenakan tempat
pekerjaan yang amat sangat jauh dan juga intensitas waktu untuk bertemu
seperti apa yang diutarakan oleh Holt & Stone (dalam Kidenda, 2002)
menggunakan faktor waktu dan jarak untuk mengkategorikan pasangan
yang menjalani hubungan jarak jauh. Berdasarkan informasi demografis dari
partisipan penelitian yang menjalani hubungan jarak jauh, didapat tiga
kategori waktu terpisah (0, kurang dari 6 bulan, lebih dari 6 bulan), tiga
kategori pertemuan (sekali seminggu, seminggu hingga sebulan, kurang dari
satu bulan) dan tiga kategori jarak (0-1 mil, 2-294 mil, lebih dari 250 mil).
Dari hasil penelitian Hotl & Stone (dalam Kidenda, 2002) Jadi dapat
disimpulkan bahwa hubungan jarak jauh merupakan sebuah proses
seseorang dengan pasangan yang berada di tempat yang berbeda baik jarak
dan fisik, telah menjalani hubungan jarak jauh minimal 6 bukan dan
(2)
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Manajemen konflik individu dengan cara komunikasi yang baik dengan
pasangan secara intens agar tidak menimbulkan dugaan-dugaan konflik
dan tetap berfikir secara positif, pada subjek tersebut adalah sama-sama
memiliki kurangnya pengalaman dalam manajemen konflik dan juga
memberikan pengaruh pikiran negatif yang berlebihan sehingga
menimbulkan perilaku-perilaku konflik. Terus cara-cara penyelesaian
konflik yang amat sangat minim sehingga kurangnya kreatifitas dalam
menyelesaikan masalah konflik.
2. Konflik yang sering di alami oleh subjek ini hanya masalah komunikasi
saja karena salah paham dan dengan pertengkaran adu mulut saja tidak
sampai menjurus kekerasaan.
3. Langkah-langkah yang baik digunakan untuk menagani konflik yaitu
dengan cara melakukan negosiasi sehingga terjadi satu tawar menawar
yang menguntungkan serta tetap mempertahankan interaksi sosialnya.
Selain itu dapat pula menggunakan bentuk lain yang disebut reasoning
(3)
76
Setiap individu yang sudah menikah baik itu yang melakukan
longdistance relationship ataupun tidak disitu akan tetap timbul sebuah
konflik dan dimana individu disana bertanggung jawab dan harus
mempunyai cara dalam memanajemen konflik itu sendiri agar tidak melebar
kemana-kemana yang lebih penting masalah komunikasi harus tetap terjaga
dengan baik tidak berpikiran yang negatif juga salah satunya yang
terpenting semoga skripsi ini bisa dijadikan acuan bagi pasangan yang
menikah muda entah itu yang longdistance relationship ataupun tidak agar
dapat memetik pelajaran dari ini semua dan dapat memenajemen konflik
dengan baik sehingga membuat rumah tangga utuh dan terhindar dari
perceraaian.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian, pembahasan dan kesimpulan, maka
peneliti mengemukakan saran sebagai berikut:
1. Bagi pihak yang sedang melakukan hubungan longdistance dengan
suami hendaknya harus memiliki kontrol perilaku terhadap
management konflik yang baik agar terhindar dari perselingkuhan
dan perceraian.
2. Bagi Peneliti Selanjutnya:
a. Pemilihan waktu penelitian juga perlu diperhatikan agar
kondisi penelitian baik subyek dan wawancara dapat
(4)
77
b. Perlu untuk menambahkan data subjek yang lebih lengkap dan
interview secara mendalam lagi.
c. Memberikan reward (hadiah) atau sekedar penjelasan
mengenai manfaat penelitian kepada subjek agar subjek lebih
responsif dan bersungguh-sungguh dalam menjawab
pertanyaan yang diberikan.
Bagi peneliti selanjutnya yang tertarik dengan pembahasan yang sama,
(5)
DAFTAR PUSTAKA
Fisher, S., Abdi, D.I., Ludin, J., Smith, R., Williams, S., & Williams, S. (2000).
Mengelola Konflik: Keterampilan dan Stategi untuk Bertindak. The Britis Council.
Furman, Wyndol. (1999). The Development of Romantic Relationship in
Adolescense. USA: Cambridge University Press.
Hendrik,William. (2001). bagaimana mengelola konflik petunjuk praktis untuk
manajemen konflik yang efektif. Jakarta : PT.bumi aksara.
Hidayati,Wiji. Purnami, Sri. (2008) Psikologi Perkembangan. Yogyakarta: Teras,
Monk,F.J.(2002).Psikologi Perkembangan: Pengantar Dalam Berbagai
Bagiannya / F.J.Monks, A.M.P. Knoers, Siti Rahayu Haditono – Cet. 14 – Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Noeng,Muhadjir. (2000), Metodelogi Penelitian Kualitatif, Yogyakarta: Rake
Sarasin.
Poerwandari, E. Kristi (2001). Pendekatan Kualitatif untuk Penelitian Perilaku
Manusia. E. Kristi Poerwandari; pengantar, Fuad Hassan – edisi revisi –
Jakarta: Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan
Psikologi (LPSP3).
(6)
79
Rakmat,Jalalludin. (1995), Psikologi Komunikasi, Bandung: Remaja Rosdakarya.
Ridwan, M.B.A. (2009), Metode dan Teknik Menyusun Proposal Penelitian,
Bandung: Alfabeta.
Sarwono,Sarlito dan Meinarno,Eko. (2009). Psikologi sosial. Jakarta: Salemba
Humanika.
Willmot, William, W. (2001). Interpersonal Conflict / Wiliam W. Wilmot, Joyce
L. Hocker – 6th ed. The McGraw – Hill Companies, Inc: New York.
Winardi. (1994). Manajemen Konflik (Konflik Perubahan dan Pengembangan),
Bandung: Mandar Maju
Wirawan (2010).Konflik dan Manajemen Konflik (Teori, Aplikasi dan Penelitian),