Perbedaan tingkat harga diri pada wanita dewasa awal yang melakukan hubungan seks pranikah dengan yang tidak melakukan hubungan seks pranikah.

(1)

PERBEDAAN TINGKAT HARGA DIRI PADA WANITA DEWASA AWAL YANG MELAKUKAN HUBUNGAN SEKS PRANIKAH DENGAN WANITA

DEWASA AWAL YANG TIDAK MELAKUKAN HUBUNGAN SEKS PRANIKAH

Surya Paonganan ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan tingkat harga diri pada wanita dewasa awal yang telah melakukan hubungan seksual pranikah dengan yang tidak melakukan hubungan seks pranikah. Rancangan penelitian yang digunakan adalah deskriptif komparatif dengan sejumlah sampel, yaitu 100 subyek dipilih dengan menggunakan metode consequtive sampling,50 wanita dewasa awal yang melakukan hubungan seks pranikah dan 50 wanita dewasa awal yang tidak melakukan hubungan seks pranikah, berusia 20-40 tahun. Instrumen yang digunakan berupa skala harga diri dengan menggunakan skala likert dan data status virginitas dengan koefisien validitas item antara 0,347 sampai 0,770 dan koefisien realibilitas 0.947. Analisis data menggunakan uji independent sample test. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada perbedaan tingkat harga diri antara wanita dewasa awal yang melakukan hubungan seks pranikah dengan wanita dewasa awal yang tidak melakukan hubungan seks pranikah, dimana harga diri wanita dewasa awal yang tidak melakukan hubungan seks panikah lebih tinggi dari wanita dewasa awal yang tidak melakukan hubungan seks pranikah (t = 17.150, sig 0.000


(2)

THE DIFFERENCE LEVEL OF SELF-ESTEEM BETWEE EARLY ADULT WOMEN WHO ENGAGED IN PREMARITAL SEX AND EARLY ADULT

WOMEN WHO ARE NOT ENGAGED IN PREMARITAL SEX Surya Paonganan

ABSTRACT

This research aims to determined the differenced level of self-esteem between early adult women who engaged in premarital sex and early adult women who are not engaged in premarital sex. The design of this study was descriptive comparative with a number of sample, that was 100 subjects were selected using the method of consequtive sampling, 50 early adult women who engaged in premarital sex and 50 early adult women are not engage in premarital sex, which aged 20-40 years old. The instruments of this study was in the forwasof self-esteem scale by using a likert scale and data virginity status with a validity coefficients items between 0,347 to 0,770 and reliability coefficients 0,947. Data was analyzed, using independent sample test. The result showed that there was difference level of self-esteem between early adult women who engaged in premarital sex and early adult women who are not engaged in premarital sex, where early adult women who engaged in premarital sex had higher self esteem than early adult women whoare not engage in premarital sex (t=17.150, sig 0,000.


(3)

PERBEDAAN TINGKAT HARGA DIRI PADA WANITA DEWASA

AWAL YANG MELAKUKAN HUBUNGAN SEKS PRANIKAH DENGAN

YANG TIDAK MELAKUKAN HUBUNGAN SEKS PRANIKAH

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi

Disusun oleh : SURYA PAONGANAN

NIM: 109114074

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(4)

(5)

(6)

HALAMAN MOTTO

“Karena setiap orang yang meminta, menerima dan setiap orang

yang mencari. ,mendapat dan setiap orang yang mengetok, baginya

pintu dibukakan” Matius 7:8

“Every good and perfect gift comes from above”

“Tak Perlu menjelaskan dirimu pada siapapun, karena yang

menyukaimu tidak membutuhkannya dan yang membencimu tidak akan

mempercayainya”

“Flower whisper “beauty!” to the world even as they fade, wilt, fall”


(7)

HALAMAN PERSEMBAHAN

Skripsi ini kupersembahkan

bagi Tuhan Yesus Kristus

Orang Tua, Bapak Bartho Paonganan dan Ibu Herlina

Marampa Adikku, Tugus Putra Marampa Paonganan

Kekasihku, Edwin Rantetondok

Sahabat-sahabatku


(8)

(9)

PERBEDAAN TINGKAT HARGA DIRI PADA WANITA DEWASA

AWAL YANG MELAKUKAN HUBUNGAN SEKS PRANIKAH DENGAN

WANITA DEWASA AWAL YANG TIDAK MELAKUKAN HUBUNGAN

SEKS PRANIKAH

Surya Paonganan

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan tingkat harga diri pada wanita dewasa awal yang telah melakukan hubungan seksual pranikah dengan yang tidak melakukan hubungan seks pranikah. Rancangan penelitian yang digunakan adalah deskriptif komparatif dengan sejumlah sampel, yaitu 100 subyek dipilih dengan menggunakan metode

consequtivesampling,50 wanita dewasa awal yang melakukan hubungan seks

pranikahdan 50 wanita dewasa awal yang tidak melakukan hubungan seks pranikah, berusia 20-40 tahun. Instrumen yang digunakan berupa skala harga diri dengan menggunakan skala likert dan data status virginitas dengan koefisien validitas item antara 0,347 sampai 0,770 dan koefisien realibilitas 0.947. Analisis data menggunakan uji independent sample test. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada perbedaan tingkat harga diri antara wanita dewasa awal yang melakukan hubungan seks pranikah dengan wanita dewasa awal yang tidak melakukan hubungan seks pranikah, dimana harga diri wanita dewasa awal yang tidak melakukan hubungan seks panikah lebih tinggi dari wanita dewasa awal yang tidak melakukan hubungan seks pranikah (t = 17.150, sig 0.000

Kata Kunci : Harga Diri, Seks Pranikah, Wanita Dewasa Awal


(10)

THE DIFFERENCE LEVEL OF SELF-ESTEEM BETWEEN EARLY

ADULT WOMEN WHO ENGAGED IN PREMARITAL SEX AND EARLY

ADULT WOMEN WHO ARE NOT ENGAGED IN PREMARITAL SEX

Surya Paonganan

ABSTRACT

This research aims to determined the differenced level of self-esteem between early adult women who engaged in premarital sex and early adult women who are not engaged in premarital sex. The design of this study was descriptive comparative with a number of sample, that was 100 subjects were selected using the method of consequtive sampling, 50 early adult women who engaged in premarital sex and 50 early adult women are not engage in premarital sex, which aged 20-40 years old. The instruments of this study was in the forwasof self-esteem scale by using a likert scale and data virginity status with a validity coefficients items between 0,347 to 0,770 and reliability coefficients 0,947. Data was analyzed, using independent sample test. The result showed that there was difference level of self-esteem between early adult women who engaged in premarital sex and early adult women who are not engaged in premarital sex, where early adult women who engaged in premarital sex had higher self esteem than early adult women who are not engage in premarital sex (t=17.150, sig 0,000.

Keywords : Self-Esteem, Pre-marital Sex, Early Adult Women


(11)

(12)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas kasih karunia dan anugerahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang bejudul

Perbedaan Tingkat Harga Diri pada Wanita Dewasa Awal yang

MelakukanHubungan Seks Pranikah dengan Wanita Dewasa Awal yang Tidak

Melakukan Hubungan Seks Pranikah” dengan baik. Penulis menyadari bahwa

karya ini dapatterwujud atas bantuan dan dorongan yang ikhlas dari berbagai pihak.

Pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak (di blok), selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma

2. Bapak (di blok), selaku dosen pembimbing yang dengan penuh ketulusan, perhatian, dan kesabaran, membimbing penulis untuk berpikir luas dan kritis selama proses penulisan skripsi, dan atas semua nasehat, saran, dan juga pengetiannya selama penulisan kara ini. 3. Ibu (di blok), selaku dosen pembimbing akademik yang telah banyak

mengarahkan penulis dalam proses kelancaran studi selama masa perkuliahan

4. Seluruh dosen dan staff Fakultas Psikologi Universitas SanataDharma, yang telah memberikan bimbingan dan pengajaran

sertakelancaran administrasi kepada penulis dalam menuntut ilmu sebagai bekal dalam penyusunan skripsi.


(13)

5. Seluruh keluarga besarku, Papa, Mama, dan Adikku tercinta yang telah memberikan dukungan baik moral maupun material kepada penulis ketika penulis menyelesaikan studi dan skripsi.

6. Poppop ku tercinta, Pria terbaik yang diberikan Tuhan kepada

penulisyang memberikan sangat banyak tenaga, cinta dan kasih sayang 7. Seluruh sahabat, Vero, si kembar Rani dan Rita, Nani, Tirza, Mas

Sandy, Donna dan seluruh pihak-pihak yang telah membantu penulis selama masa studi yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu, terima kasih atas pertolongan kalian.

Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat bemanfaat bagi pembaca dan masyarakat

Yogyakarta, Januari 2015

Penulis


(14)

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

ABSTR AK ... vii

ABSTR AC T ... viii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... ix

KATA PENGANTAR ... . x

DAFT AR ISI ... xii

DAFTAR TABEL... xvi

... DAFTAR GAMBAR ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... xviii

BAB IPENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah………1

B. Pertanyaan Penelitian ...5

C. Tujuan Penelitian... 5

D. Manfaat Penelitian... 6


(15)

BAB II TINJAUAN TEORI ... 7

A. Harga Diri ... 7

1. Definisi ... 7

2. Tingkatan Harga Diri ... 8

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harga Diri ... 12

4. Komponen Harga Diri ... 13

B. Hubungan Seks Pranikah... 21

1. Definisi ... 21

2. Faktor yang Menyebabkan Terjadinya Hubungan Seks Pranikah ... 22

3. Dampak-Dampak ... 25

C. Dewasa Awal ... 28

1. Penjelasan Deskriptif Kerangka Berpikir ... 31

2. Hipotesis ... 34

BAB III METODE PENELITIAN ... 35

A. Rancangan Penelitian ... 35

B. Variabel Penelitian ... 35

C. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 36

1. Harga Diri ... 36

2. Hubungan Seksual Pranikah ... 36

D. Populasi dan Metode Pengambilan Sampel ... 36

1. Populasi ... 36

2. Metode Pengambilan Sampel ... 37


(16)

E. Alat dan Metode Pengumpulan Data37... 37

1. Alat Pengumpulan Data ... 37

2. Metode Pengumpulan Data ... 40

F. Metode Pengolahan dan Analisis Data ... 40

1. Metode Pengolahan ... 40

2. Analisis Data ... 45

G. Etika Penelitian... 45

1. Anonimity (tanpa nama)46 2. Confidentiality (kerahasiaan)46 BAB IV PEMBAHASAN ... 47

A. Persiapan dan Pelaksanaan Penelitian ... 47

1. Persiapan Penelitian ... 47

2. Pelaksanaan Penelitian ... 48

B. Hasil Penelitian... 50

1. Uji Asumsi ... 50

2. Uji Normalitas ... 51

3. Uji Homogenitas ... 51

4. Analisa Data ... 52

C. Pembahasan ... 56

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 61

A. Kesimpulan ... 61

B. Saran ... 61 1. Bagi wanita dewasa awal yang tidak melakukan


(17)

hubungan seks pranikah... 61

2. Bagi wanita dewasa awal yang melakukan hubungan seks pranikah... 62

3. Bagi Orang Tua ... 63

4. Bagi Peneliti Berikutnya ... 63

DAFTAR PUSTAKA ... 64 LAMPIRAN-LAMPIRAN


(18)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 3.1. Blue Print dan Distribusi Item Skala Harga Diri

Sebelum Uji Coba ... 39

Tabel 3.2. Blue Print dan Distribusi Item Skala Harga Diri Setelah Uji Coba ... 43

Tabel 4.1 Sebaran Item Skala Harga Diri ... 47

Tabel 4.2 Deskripsi Subjek Berdasarkan Usia ... 49

Tabel 4.3 Deskripsi Subjek Berdasarkan Suku ... 50

Tabel 4. 4 Hasil Uji Asumsi untuk Skala Harga Diri... 51

Tabel 4.5 Hasil Uji analisa data untuk Skala Harga Diri ... 52

Tabel 4.6 Hasil Uji Analisa Data untuk Skala Harga Diri ... 53

Tabel 4.7 Kategori Harga diri... 55


(19)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Kerangka Berfikir ... 30


(20)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran A. Skala Harga Diri ... 70 Lampiran B. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Skala Harga Diri ... 78 Lampiran C Uji Asumsi ... 81


(21)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam hubungan romantis, individu dewasa memiliki peran yang besar dalam hal eksperimentasi seksualitas (Santrock, 2003). Santrock (1985) mengungkapkan bahwa perilaku seksual merupakan hal yang tidak bisa dikesampingkan dari masa dewasa, karena seksualitas memainkan peran penting dalam kehidupan individu dewasa. Dalam berpacaran, tidak jarang orang dewasa melakukan perilaku seksual, bahkan ada pula yang melakukan hubungan seksual pranikah (sexual intercourse pre-marital) (Papalia, Olds, & Fedman, 2001; Santrock, 2001).

Di Indonesia status virginitas cenderung dilihat secara hitam putih oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Bila seseorang tidak abstain sama sekali

dari seks pranikah berarti dia tidak suci, “bekas”, hilang kehormatannya, tidak

berharga dan tidak bermoral, tetapi hasil survey Wijaya pada anak-anak muda di Jakarta menyebutkan bahwa 51,5% responden yang berusia 13-15 tahun, 17,3% yang berusia 16-17 tahun dan 26,7 % yang berusia diatas 18 tahun, sudah pernah melakukan hubungan seks pranikah (Wijaya dalam Anissa 2009). Santrock juga menjelaskan bahwa menjelaskan bahwa alasan seseorang berhubungan seks antara lain, merasa sudah siap (Wanita 51% dan Pria 59%), dan takut diejek teman karena masih gadis atau perjaka (wanita 38% dan Pria 43%). (Santrock dalam sarwono 2004). Hal ini menunjukkan bahwa meskipun ada stigma-stigma yang buruk dari masyarakat apabila seseorang memilih melakukan hubungan seks


(22)

2

pranikah, tapi ternyata penelitian Wijaya (dalam Annisa, 2009) menunjukkan bahwa, dalam lingkungan anak muda saat ini hubungan seks pranikah justru semakin terbuka.

Penelitan Widhiya (2013) yang dilakukan pada wanita dewasa awal yang melakukan hubungan seks pranikah dengan metode kualitatif, menunjukkan bahwa harga diri wanita dewasa awal yang melakukan hubungan seks pranikah, baik yang masih aktif maupun yang sudah berhenti melakukan hubungan seks pranikah mengalami harga diri yang rendah, sebab mereka memiliki kekhawatiran pengalamannya diketahui lingkungan sosial, tetapi Penelitian Bieda (2008) di Tennesa menunjukkan bahwa wanita dewasa awal yang melakukan hubungan seks pranikah justru merasa dirinya lebih berharga, lebih dibutuhkan, dan lebih disayangi. Kedua penelitian ini jelas menunjukkan bahwa ada perbedaan hasil penelitian yang signifikan mengenai tinggi rendahnya harga diri wanita dewasa awal yang melakukan hubungan seks pranikah.

Keanekaragaman budaya Indonesia menjadi kebanggaan tersendiri bagi masyarakat Indonesia, dan menjadi nilai jual bagi turis yang datang berkunjung. Tetapi seiring kemajuan peradaban manusia saat ini, globalisasi sepertinya telah mengikis budaya lokal disegala aspek kehidupan masyarakat. Norma-norma adat tidak seketat dulu lagi mengatur perilaku masyarakat. Hal ini terlihat dari cara berpakaian dan kebebasan berelasi dengan siapa saja bagi wanita, yang sangat jauh berbeda dengan wanita sebelum zaman globalisasi. Topik tentang seks pranikahpun juga bukan hal yang tabu lagi untuk dibicarakan. Seperti contohnya seorang artis bernama Julia Perez, dalam sebuah sesi wawancaranya dengan


(23)

majalah NOVA, sangat santai menyebutkan bahwa ia memaklumi jika banyak

pejabat yang ingin mengajaknya “tidur” karena image seksi yang sering

ditampilkannya. (NOVA 2014). Sebuah artikel dalam web Kompasiana juga menjelaskan bahwa budaya timur di Indonesia sebenanya masih menempatkan keperawanan sebagai hal yang utama bagi wanita. Hal itu bisa kita lihat dari masih dikaitkannya keperawanan dengan kesopanan, tahu malu, kesetiaan, dan kesucian. Budaya semacam ini, sudah diterima di dalam alam pikiran masyarakat sebagai patokan. Jadi disadari atau tidak keperawanan adalah hal yang penting dalam masyarakat timur. Namun munculnya zaman westernisasi, globalisasi

danmodernisasi membuat negeri timur seperti Indonesia mengalami semacam cultural shock, dimana keperawanan di negeri timur adalah hal yang

dianggapserius, tetapi budaya dari barat seperti tidak terlalu menganggap penting arti keperawanan itu sendiri. Hal ini terlihat dari film-film barat, yang menyajikan adegan dimana laki-laki dan perempuan yang belum menikah tinggal bersama, tidur bersama dan melakukan hubungan seks pranikah tanpa merasa terbebani akan suatu norma. Hal inilah yang kemudian membuat beberapa orang Indonesia khususnya wanita dewasa awal merasa dilema (www.kompasiana.com).

S.Bern dalam penelitiannya menyebutkan bahwa pada tahun 1950-an baik laki-laki maupun perempuan masih malu membicarakan masalah seksualitas, apalagi melakukan hubungan seksual sebelum menikah. Hubungan pacaran terbatas hanya dengan makan malam bersama dan jalan di tempat perbelanjaan (Sadli & Bachtiar, 2010). Hasil penelitian S.Bern di tahun 50-an ini sangat bertolak belakang dengan hasil survey yang didapatkan Wijaya (dalam Annisa


(24)

4

2009) dan Santrock (dalam Sarwono 2004), dimana anak usia 13 hingga 18 tahun keatas diketahui sudah melakukan hubungan seks pranikah. Sementara pria dan wanita yang sedang berpacaran tidak hanya makan malam bersama tetapi juga

“tidur” bersama, karena merasa sudah siap (wanita 51%. dan pria 59%), dan takut

diejek teman kaena masih gadis atau perjaka (wanita 38% dan pria 43%).

Penempatan harga diri seorang wanita pada status virginitas oleh budaya timur dan banyaknya penelitian terkini di barat yang menjelaskan bahwa, wanita dewasa awal yang melakukan hubungan seks pranikah memiliki harga diri yang lebih tinggi daripada wanita dewasa awal yang tidak melakukan hubungan seks pranikah, membuat peneliti merasa tertarik untuk meneliti apakah pada era globalisasi ini, harga diri wanita dewasa awal di Indonesia masih dipengaruhi oleh status virginitas.

B. Pertanyaan Penelitian

Bagaimana perbedaan antara harga diri pada wanita dewasa awal yang telah melakukan hubungan seks pranikah dengan wanita dewasa awal yang tidak melakukan hubungan seks pra nikah?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui gambaran tingkat harga diri pada wanita dewasa awal yang telah melakukan hubungan seksual pranikah dengan yang tidak melakukan hubungan seks pranikah.


(25)

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan masukan yang bermanfaat bagi ilmu psikologi khususnya di bidang psikologi perkembangan, psikologi kepribadian dan psikologi konseling, mengenai harga diri dan kaitannya dengan perilaku hubungan seks pranikah pada wanita dewasa awal , serta menambah pengetahuan atau referensi untuk bahan penelitian bagi peneliti selanjutnya.

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini dapat menjadi bahan pertimbangan dan pengetahuan lebih lanjut akan dampak dari hubungan seks pranikah, terutama bagi wanita dewasa awal yang tidak melakukan hubungan seks pranikah.


(26)

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. HARGA DIRI

a. Definisi

Buss (1995) memberikan pengertian harga diri sebagai penilaian individu terhadap dirinya sendiri, yang sifatnya implisit dan tidak diverbalisasikan. Harga diri menurut Coopersmith (1967) merupakan suatu proses penilaian yang dilakukan oleh seseorang terhadap dirinya sendiri. Karena berkaitan dengan dirinya sendiri, penilaian tersebut biasanya mencerminkan penerimaan atau penolakan terhadap dirinya, menunjukkan seberapa jauh individu percaya bahwa dirinya mampu, penting, berhasil serta berharga.

Menurut Branden (1994) harga diri merupakan aspek kepribadian yang paling penting dalam proses berpikir, tingkat emosi, keputusan yang diambil, nilai-nilai yang dianut serta penentuan tujuan hidup. Harga diri mencakup dua komponen yaitu perasaan akan kompetensi pribadi dan perasaan akan penghargaan diri pribadi. Seseorang akan menyadari dan menghargai dirinya jika ia mampu menerima diri pribadinya.

Schiraldi (2007), menjelaskan bahwa harga diri adalah segala hal yang realistik dan menghargai pendapat kita terhadap diri kita sendiri. Realistik berarti berlaku benar, menjadi orang yang tepat dan jujur akan kekuatan dan kekurangan yang ada pada diri sendiri. Menghargai berarti meyakini perasaan positif terhadap diri sendiri dan orang lain.


(27)

Berdasar pendapat beberapa ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa Harga diri adalah proses penilaian pribadi yang dilakukan seseorang terhadap dirinya sendiri secara realistik dan menghargai pendapat mengenai dirinya sendiri, serta merupakan aspek kepribadian yang paling penting dalam proses berpikir, pengambilan keputusan, nilai-nilai yang dianut, dan penentuan tujuan hidup

1. Tingkatan Harga Diri

Menurut Mruk (2006), tingkatan harga diri dapat dibedakan menjadi : Harga Diri Tinggi/High Self Esteem

Harga diri tinggi merupakan level dimana seseorang memiliki perasaan yang baik terhadap dirinya sendiri, mau memberi dan menerima, dan merasa menyenangkan. Seseorang dengan harga diri tinggi biasanya sukses dalam kehidupannya. Karakteristik dari orang yang memiliki harga diri tinggi biasanya menyenangkan, memiliki inisiatif yang baik, terbuka terhadap hal baru, spontan dan memiliki identitas yang terjamin. Karakteristik seseorang yang memiliki harga diri tinggi menurut Maslow (1954 dalam Novela, 2007) adalah : i) Berorientasi realistik

ii) Spontanitik iii) Ekspresif

iv) Menerima diri sendiri, orang lain, dan dunia apa adanya v) Mampu berkomunikasi secara aktif

vi) Cenderung problem centered daripada self centered vii)Penghargaan terhadap orang lain


(28)

8

viii) Memiliki kebutuhan akan privasi ix) Memiliki pikiran untuk sukses

x) Bahagia dan efektif menghadapi tanggung jawab

Harga diri tinggi juga mempunyai dampak yang menguntungkan terhadap seseorang, diantaranya :

a) Memiliki kejujuran intelektual

Liebermann (2008) seseorang dengan harga diri tinggi akan memiliki kejujuran intelektual yang lebih besar, dengan demikian pemikirannya akan lebih sesuai dengan kenyataan. b) Memiliki keyakinan dan antusiasme serta mampu mengatasi

frustasi

Harga diri tinggi akan memperlihatkan keyakinan diri dan antusiasme serta dapat mengatasi frustasi dengan baik (National Safety Council, 2003).

c) Perilaku produktif

Gunawan & Setyono (2006) menyebutkan bahwa seseorang yang memiliki harga diri tinggi akan menunjukan sikap yang lebih produktif, sikap produktif yang dimaksud adalah prestasi tinggi, penuh tanggung jawab, berani sukses, disiplin, ramah, pemaaf, sopan, mendukung, berani mengambil resiko, tujuan jelas, dan tingkat energi tinggi.


(29)

Harga Diri Rendah/Low Self Esteem

Harga diri rendah merupakan level dimana seseorang memiliki tingkat kecemasan yang tinggi. Pada level ini seseorang jarang bisa menggunakan strategi coping yang efektif untuk meningkatkan harga dirinya. Seseorang dengan harga diri rendah memerlukan usaha yang keras untuk menyelesaikan masalahnya.

Frey dan Carlock 1984 (dalam Novela, 2007) menyebutkan bahwa karakteristik harga diri rendah adalah :

i) Tidak mempercayai diri sendiri dan menghindari hal baru termasuk mengambil sedikit resiko.

ii) Tidak mampu mengekspresikan dirinya karena kurang percaya pada kemampuannya.

iii) Melepaskan tanggung jawab yang telah diberikan

iv) Sangat membutuhkan pujian (positive reinforcement) dan dukungan

v) Kurang kesadaran diri, menganggap dirinya lebih penting vi) Kurang komunikatif terhadap orang lain

vii) Kecemasan yang tinggi viii) Sensitif terhadap kritik

ix) Permintaan maaf yang berlebihan, seperti “mohon maafkan

saya”


(30)

10

xi) Merasa tidak nyaman saat berada dilingkungan keluarga, sekolah atau tempat umum.

Harga diri rendah juga mempunyai berbagai dampak yang tidak menguntungkan terhadap seseorang, diantaranya : (1) Tingkah laku pasif bahkan agresif

Plummer (2005) menjelaskan bahwa salah satu tanda seseorang yang bertingkah laku pasif bahkan agresif adalah penolakan terhadap diri sendiri. Hal ini akan mengakibatkan orang tersebut kesulitan untuk percaya pada orang lain.

(2) Isolasi sosial : Menarik diri

Menarik diri merupakan percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain atau menghindari hubungan dengan orang lain (Rawlins, 1993 dalam Murk, 2006).

(3) Perilaku tidak produktif

Gunawan dan Setyono (2006) menjelaskan bahwa seseorang yang memiliki harga diri rendah akan menunjukkan sikap yang tidak produktif, sikap tidak produktif tersebut meliputi tidak percaya diri, prestasi rendah, menghindari tanggung jawab, takut sukses, perilaku takut, marah, merasa bersalah, cemburu, tertekan, menghindari resiko, tidak ada tujuan atua arah, dan tingkat energi rendah.


(31)

(4) Penyalahgunaan minum-minuman keras dan obat-obatan terlarang

Laporan penelitian yang dilakukan oleh Corbin et al. (1994 dalam Guindon, 2009) menyebutkan bahwa seseorang yang sedang menempuh pendidikan di perguruan tinggi (mahasiswa) melakukan penyalahgunaan minum-minuman keras dan obat-obatan terlarang sebagai suatu efek dari harga diri yang rendah.

Harga Diri Sedang/Worthtiness Based and Competence Based Self

Esteem

Harga diri sedang merupakan level dimana seseorang sebenarnya rapuh harga dirinya namun dia masih berusaha untuk memperbaikinya. Kadang kala orang dengan harga diri sedang dapat menunjukkan perilaku yang menunjukkan harga dirinya yang sejati, namun faktanya dia tidak memiliki harga diri itu.

Uraian diatas menjelaskan bahwa harga diri seseorang dapat dikategorikan menjadi harga diri rendah, sedang dan tinggi. Masing-masing tingkatan harga diri ini, memiliki karakteristiknya Masing- masing-masing. Seseorang yang memiliki harga diri tinggi akan mempunyai perasaan berharga, perasaan diterima oleh orang lain, dan perasaan produktif bahwa dirinya memiliki kemampuan untuk melakukan sesuatu. Sedangkan harga diri rendah adalah sebaliknya. Orang yang


(32)

12

memiliki harga diri rendah tidak memiliki perasaan berharga, perasaan diterima, dan perasaan produktif . Sedangkan untuk orang yang memiliki harga diri sedang, sebenarnya memiliki karakteristik yang relatif sama dengan orang yang memiliki harga diri rendah, tetapi masih berjuang untuk memperbaiki harga dirinya.

b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harga Diri

Faktor-faktor yang mempengaruhi harga diri menurut Wirawan dan Widyastuti (dalam Rombe, 1997) adalah faktor fisik, psikologis, lingkungan, tingkat intelegensi, status sosial ekonomi.

1. Faktor fisik : Seperti ciri fisik dan penampilan wajah manusia. Misalnya: beberapa orang cenderung memiliki harga diri yang tinggi apabila memiliki wajah yang menarik. Pertumbahan fisik pada masa dewasa ini juga berdampak pada kesempurnaan pengaktifan hormonal dan hasrat seksual. Hal ini lah yang mengakibatkan timbulnya dorongan seksual pada wanita dewasa awal

2. Faktor Psikologis : Dalam hal ini adalah kehidupan romantis. Seorang wanita dewasa awal yang diperlakukan dengan romantis oleh pasangannya membuat mereka merasa berharga. Perlakuan romantis ini salah satu bentuknya adalah hubungan seks pranikah. 3. Faktor lingkungan: seperti teman sebaya. Misalnya: semakin

banyak teman-teman dilingkungannya yang pernah melakukan hubungan seksual sebelum menikah maka akan mendorong wnita


(33)

untuk melakukan hubungan seksual. Wanita yang pernah melakukan hubungna seksual dilingkungan yang semua temannya pernah melakukan hubungan seksual mendorong timbulnya harga diri yang tinggi pada wanita itu.

4. Tingkat intelegensi: Semakin tinggi tingkat intelegensi seseorang, maka semakin tinggi pula harga dirinya dan jelas bahwa tingkat intelegensinya ternyata mempengaruhi harga diri seseorang dan terlihat adanya hubungan positif diantara keduanya.

5. Status sosial ekonomi: Secara umum seseorang yang berasal dari status sosial ekonomi rendah memiliki harga diri yang lebih rendah daripada yang berasal dari keluarga dengan status sosial ekonomi tinggi. Kemiskinan mendorong terbukanya kesempatan bagi wanita untuk melakukan hubungan seksual pranikah.

6. Ras dan Kebangsaan

Faktor ras dan kebangsaan juga memiliki kaitan yang erat dengan harga diri. Misalnya seorang individu yang berasal dari keturunan kulit hitam dan bersekolah disekolah-sekolah orang kulit putih, cenderung memiliki harga diri yang rendah daripada individu-individu yang berasal dari keturunan Australia, India, Irlandia, dll. Uraian diatas menjelaskan bahwa harga diri terdiri dari beberapa faktor antara lain fisik, psikologis, lingkungan, tingkat intelegensi, status sosial ekonomi, ras dan kebangsaan.


(34)

14

c. Komponen Harga Diri

Adapun komponen harga diri Menurut Felker (1998 dalam Astuti, 2009) yang harus dimiliki individu adalah :

1. Perasaan diterima oleh kelompok sosial, perasaan ini merupakan perasaan mengenai dirinya diterima, dihargai oleh anggota kelompok atau individu lain.

2. Perasaan produktif, merupakan perasaan individu mengenai dirinya mampu mencapai suatu hasil yang diharapkannya. Apabila individu tersebut telah mencapai tujuannya secara efisien maka individu tersebut akan menilai dirinya positif.

3. Perasaan berharga, merupakan perasaan bahwa dirinya dibutuhkan, memilliki arti dan nilai. Beberapa Individu ada yang merasa dirinya tidak berharga sama sekali dan tidak memiliki satupun hal yang bisa dibanggakan pada dirinya. Pandangan ini berdasarkan pada apa yang diketahui tentang dirinya dari penilaian orang lain atas dirinya.

Uraian diatas menjelaskan bahwa harga diri terdiri dari beberapa komponen yaitu, perasaan diterima oleh kelompok sosial, perasaan produtif, dan perasaan berharga. Ketiga komponen ini memiliki peran yang sama penting dalam menentukan, apakah seseorang memiliki harga diri yang baik atau buruk.


(35)

d. Beberapa Penelitian Tentang Harga Diri

Penelitian yang dilakukan oleh MacCorquadale dan Delamater (1979) di New York pada 856 mahasiswa laki-laki dan perempuan berusia 18-23 tahun dan 511 laki-laki dan perempuan berusia 18-23 tahun yang melakukan hubungan seks pranikah, menyebutkan bahwa tidak ada hubungan antara seks sebelum menikah dengan harga diri pada responden laki-laki, namun terdapat hubungan antara seks pranikah dengan harga diri pada responden perempuan. Responden perempuan yang telah melakukan hubungan seks pranikah menilai dirinya lebih menarik. Mereka mengukur wajah, pinggang, dada, berat badan, dan punggung lebih positive daripada perempuan yang tidak melakukan hubungan seks pranikah.

Penelitian yang dilakukan Bieda (2008) di Tennesa, Amerika Serikat,kepada wania yang pernah melakukan hubungan seks pranikah dengan satu pastangan yang sama sebelum menikah menunjukkan bahwa, wanita yang melakukan hubungan seks pranikah merasa dirinya lebih berharga, lebih dibutuhkan dan lebih disayangi. Wanita dewasa awal yang melakukan hubungan seks pranikah lebih dari sekali dengan pasangannya memiliki harga diri yang lebih tinggi karena mereka beranggapan hubungan mereka sudah didasarkan pada cinta dan menunjukkan adanya suatu komitmen yang setia. Sedangkan wanita yang berpikiran terbuka tentang seks tetapi tidak melakukan hubungan seks memiliki harga diri yang rendah


(36)

16

Penelitian yang dilakukan oleh Jui-Shan Chang pada anak-anak muda di Taipei, menyebutkan bahwa baik pria maupun wanita tidak lagi mempermasalahkan virginitas pada wanita. Mereka beranggapan bahwa, orang yang melakukan hubungan seks pranikah terlihat lebih keren, bebas, dan modern, sedangkan yang tidak melakukannya dianggap aneh. Karena semua orang melakukannya.

Paul dan Hayes (2002) melakukan penelitian kualitatif pada sejumlah mahasiswi di Perguruan tinggi. Mereka meneliti efek dari melakukan hubungan seks pranikah dengan cara menanyakan apa yang subyek rasakan selama dan sesudah melakukan hubungan seks. Beberapa dari perasaan subyek dideskripsikan sebagai perasaan menyesal, bingung, gugup, dan tidak nyaman. Tetapi secara keseluruhan perasaan-perasaan ini kemudian berubah setelah hubungan seks terbaik tejadi, mereka jadi merasa bahagia, diinginkan, aman, dan merasa bangga.

Weaver dan Herold (dalam Bieda 2008) melakukan penelitian pada 140 wanita yang melakukan hubungan seks pranikah, 25 % diantaranya menyebutkan bahwa mereka melakukan hubungan seks untuk meningkatkan harga dirinya, sedangkan 24 % dari 54 wanita yang tidak melakukan hubungan seks pranikah berpikir bahwa mereka akan memiliki harga diri yang lebih baik seandainya mereka terlibat dalam hubungan seks pranikah.


(37)

e. Faktor-Faktor yang Merubah Cara Berpikir Konservatif di Era Globalisasi

Munti (2005) dalam bukunya yang berjudul Demokrasi Keintiman : Seksualitas di Era Global, menjelaskan bahwa fenomena bergesernya kehidupan seksualitas dari cengkraman tradisi yang dialami lebih dulu oleh masyarakat di barat, turut mempengaruhi masyarakat lain yang lebih tradisional. Hal ini dikarenakan semakin kecilnya jarak dan semakin mudahnya informasi dan komunikasi di peradaban yang canggih ini, orang-orang diseluruh dunia jadi lebih menyatu, lebih global. Apa yang terjadi di belahan bumi lainnya, apa yang menjadi kebiasaan-kebiasaan masyarakat di barat bisa dengan mudah diketahui dan ditiru.

Lebih jauh lagi Munti (2005) menjelaskan bahwa globalisasi dengan perkembangan teknologi dan informasinya telah mempercepat perubahan gerakan sosial yang dulunya berkutat pada isu emansipasi kini berubah menjadi isu kebebasan seksual bagi homoseksualitas atau kebebasan pilihan hidup setiap orang untuk menjadi orangtua tunggal, yang kemudian diperkuat oleh HAM internasional. Franchise makanan seperti Mac Donald, Pizza Hut, Pepsi dan Coca Cola juga merupakan salah satu pendukung lahirnya budaya global yang menggeser budaya tradisional.

Media-media global yang dipasarkan secara bebas seperti majalah Cosmopolitan yang menampilkan selebriti-selebriti dunia


(38)

18

menjadi covernya, serta artikel-artikel yang menceritakan kehidupan seksual kaum cosmopolitan ikut merubah pola pikir masyarakat tradisional.

Dari uraian diatas kita bisa mengetahui bahwa ada dua kekuatan utama pembentuk budaya global yaitu, yang pertama percepatan dalam perkembangan teknologi dan informasi, dan yang kedua adalah pertumbuhan partisipasi massa dalam ekonomi pasar oleh para pekerja, konsumen, pendengar dan penonton yang menikmati globalisasi (Munti, 2005). Jadi kesimpulannya, dua kekuatan utama pembentuk budaya global inilah yang menjadi faktor-faktor yang merubah pola pikir konservatif di era globalisasi.

B. Hubungan Seks Pranikah

1. Definisi

Hubungan seksual pranikah adalah kegiatan seksual yang melibatkan dua orang yang saling menyukai atau saling mencintai, yang dilakukan sebelum perkawinan (Indirijati, 2001). Hubungan seksual pranikah merupakan tindakan seksual tanpa melalui proses pernikahan yang resmi menurut hukum maupun menurut agama dan kepercayaan masing-masing individu (Hadi, 2006). Hubungan seks pranikah adalah perilaku yang dilakukan sepasang individu karena adanya dorongan seksual dalam bentuk penetrasi penis kedalam vagina. Perilaku ini disebut juga koitus, koitus secara moralitas hanya dilakukan oleh sepasang individu yang telah menikah. Tidak


(39)

ada satu agamapun yang mengijinkan seks diluar ikatan pernikahan (Aryani, 2010)

Berdasarkan definisi yang telah diuraikan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa hubungan seksual pranikah adalah perilaku yang didorong oleh hasrat seksual, yang melibatkan pria dan wanita dalam bentuk intercourse atau koitus, yang dilakukan sebelum pernikahan yang resmi menurut hukum maupun menurut agama.

2. Faktor yang Menyebabkan Terjadinya Hubungan Seks Pranikah

Menurut Ronosulistyo (dalam Hadi, 2006) faktor-faktor yang menyebabkan seseorang melakukan hubungan seksual pranikah yaitu :

a. Usia

Penelitian Fisgher dan Hall menunjukan bahwa wanita dewasa awal menengah dan wanita dewasa awal akhir, cenderung lebih memiliki sikap permisif dibandingkan wanita dewasa awal awal, dimana pengaruh orang tua masih cukup besar mempengaruhi sikap mereka tetapi Chilman menyatakan bahwa hubungan seksual pranikah akan mulai terjadi jika seseorang sudah berusia 16 tahun atau seseorang yang mengalami masa pubertas lebih cepat (Rice, 1990). Terlepas dari kedua pendapat diatas, Reiss dan Miller (dalam Hadi, 2006) mengungkapkan adanya suatu kecenderungan bahwa semakin meningkatnya usia seseorang maka tingkat hubungan seks pranikah semakin meningkat


(40)

20

b. Jenis Kelamin

Pria cenderung lebih permisif terhadap perilaku seksual pranikah dibandingkan wanita (Faturochman, 1992). Roche dalam penelitiannya menemukan bahwa pria lebih mementingkan keintiman fisik tanpa memperhatikan keterlibatan emosional dalam hubungan heteroseksual. Sedangkan wanita lebih mementingkan kualitas hubungan sehingga pada wanita keterlibatan emosional mempengaruhi tingkat penerimaan keintiman fisik yang dilakukan pasangannya.

c. Religiusitas

Sekuat-kuatnya mental seseorang wanita dewasa awal agar tidak tergoda dengan pola hidup seks bebas jika wanita dewasa awal terus mengalami godaan dalam kondisi yang bebas dan tidak terkontrol, tentu saja suatu saat akan tergoda pula untuk melakukannya. Godaan semacam ini akan lebih berat lagi bagi wanita dewasa awal yang memang benteng mental agamanya atau sistem religius yang tidak kuat dalam diri individu. Clayton dan Bokermier menemukan bahwa sikap tidak permisif terhadap hubungan seksual pranikah dapat dilihat dari aktifitas keagaaman dan religiusitas (Rice, 1990).

d. Pendidikan

Pendidikan memiliki hubungan yang significant dan negatif dalam keserbabolehan dalam melakukan hubungan seks pranikah


(41)

(Faturochman, 1992). Ini berarti dengan semakin tingginya seseorang maka akan semakin tidak permisif terhadap hubungan seks pranikah. Di barat kenyatannya yang terjadi justru sebaliknya. tingkat pendidikan cenderung significant dan positif terhadapa hubungan seks pranikah. Hal ini ada kaitannya dengan pola berfikir mereka, dimana mereka memiliki pengetahuan yang lebih baik tentang hubungan seks yang bertanggung jawab, misalnya tentang penggunaan alat pencegah kehamilan. Hal ini menyebabkan mereka merasa dapat menyalurkan hasrat seksual walaupun belum menikah, tetapi dengan cara yang lebih bertanggung jawab (Sarwono, 2000).

e. Kelas Sosial

Secara umum kelas sosial dianggap permisif terhadap hubungan seksual pranikah. Pada kenyataannya Reiss menemukan bahwa pada kelas sosial ekonomi bawah, menengah, dan atas dari segmen konservatif, maka kelas bawah justru lebih konservatif. Di lain pihak jika yang diteliti segmen liberal, justru kelas sosial atas yang cenderung permisif. Bayer, Klassen & Levit (dalam Etikariena, 1998) mengatakan pada temuan terakhir menyebutkan bahwa kelas sosial ekonomi tidak menunjukan hubungan yang tinggi terhadap hubungan seks pranikah.

f. Ketidakhadiran Orang Tua

Wanita dewasa awal yang melakukan hubungan seks pranikah, disebabkan oleh bebasnya pergaulan dan faktor dari bimbingan atau


(42)

22

pola asuh orang tua dirumah yang tidak peduli atau tidak terbuka untuk membicarakan seks pada anaknya. Pada keluarga yang tinggal dikota besar, sudah merupakan suatu pola kehidupan yang dimana ayah dan ibu bekerja. Hal tersebut sering kali mengakibatkan kehidupan anak-anak mereka kurang mendapatkan perhatian yang cukup. Sehingga pada wanita dewasa awal kurang dapat mendapatkan pengawasan dari orang tua dan memilki kebebasan yang terlalu besar (Rice, 1990).

3. Dampak-Dampak

a. Negatif

Pusat Informasi dan Layanan Remaja, dan Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PILAR PKBI) 2010 menjelaskan dampak negative dari seks pranikah terjadi secara psiklogis dan sosial yaitu:

1) Tertekan dan muncul perasaan bersalah karena pelanggaran moral, yang juga berakibat pada saat setelah menikah.

2) Rasa takut akan adanya sanksi hukum jika hubungan tersebut di ketahui masyarakat.

3) Adanya kecenderungan perilaku seksual sebelum menikah akan mengarah pada perselingkuhan dan hubungan seks ekstra marital. 4) Kehamilan, sehingga harus menikah dengan terpaksa.

Rasa takut karena hilang keperawanan yang mungkin berpengaruh pada pernikahannya nanti.


(43)

b. Positive

1) Membangun Kepercayaan dan Keintiman

Berhubungan seksual dapat meningkatkan hormone oksitosin. Hormon ini bertanggung jawab atas rasa bahagia dan dan cinta yang seseorang rasakan. Sehingga dengan melakukan hubungan seks mampu menghilangkan keraguan dalam suatu hubungan.

2) Mengurangi Stress

Dalam sebuah studi yang dipublikasikan dalam jurnal Public, Library of Science Journal, tiga peneliti Neuroscience melakukan uji coba pada tikus jantan, dan menemukan bahwa tikus yang aktif secara seksual memiliki rasa cemas yang sedikit daripada tikus tanpa aktivitas seksual.

3) Menurunkan Tekanan Darah

Pelukan dan seks dapat menurunkan tekanan darah. Seks mengurangi tekanan darah diastolic. Sebelum menyampaikan hasil ini, para peneliti di Univesitas Paisley melakukan percobaan dengan pola yang sama dan mendapatkan hasil yang sama. Sehinggga mereka menyimpulkan bahwa seks dapat menurunkan tekanan darah.

4) Kekebalan tubuh semakin baik


(44)

24

5) Menurunkan Kalori

Menurut penelitian, melakukan hubungan seks juga dapat menurunkan kalori. Seks dapat membakar 700 kalori dalam seminggu bila rutin dilakukan

6) Membuat Jantung Lebih Sehat

Selain dapat membantu membakar kalori, seks juga dapat meningkatkan kesehatan jantung. Seks dapat menangkal stroke dan serangan jantung. Para ilmuwan di New England Research Institute meneliti efek dari berhubungan seksual dan penyakit jantung. Studi ini menyimpulkan bahwa 45 persen responden yang aktif melakukan hubungan seks lebih rendah untuk mengalami kardiovaskuler.

7) Mengatasi Rasa Nyeri

Spesialis Arthritis dari Philadelphia, Dr. George E Erlich melakukan penelitian tentang hubungan antara arthritis dan seks. Pasien yang rutin berhubungan seksual, mengalami rasa sakir yang cukup sedikit. (Kara Mayer Robinson and Michael W. Smith, MD 2013)

Uraian diatas menjelaskan bahwa hubungan seks pranikah merupakan perilaku yang didorong oleh hasrat seksual, yang melibatkan pria dan wanita dalam bentuk intercourse atau koitus, yang dilakukan sebelum pernikahan yang resmi menurut hukum maupun menurut agama. Hubungan seks pranikah ini dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu agama,


(45)

pendidikan, kelas sosial, jenis kelamin, usia dan ketidak hadiran orang tua. Faktor ini saling terkait satu dengan yang lainnya. Selain itu terdapat pula dampak-dampak dari melakukan hubungan seks pranikah, baik itu positif maupun negatif.

C. Dewasa Awal

Istilah adult atau dewasa awal berasal dari bentuk lampau kata adultus yang berarti telah tumbuh menjadi kekuatan atau ukuran yang sempurna atau telah menjadi dewasa. Santrock (2002) mengatakan masa dewasa awal adalah masa untuk bekerja dan menjalin hubungan dengan lawan jenis, terkadang menyisakan sedikit waktu untuk hal lainnya. Kenniston (dalam Santrock, 2002) mengemukakan masa muda (youth) adalah periode kesementaraan ekonomi dan pribadi, dan perjuangan antara ketertarikan pada kemandirian dan menjadi terlibat secara sosial. Dariyo (2003) mengatakan bahwa secara umum mereka yang tergolong dewasa muda (young adulthood) ialah mereka yang berusia 20-40 tahun

Menurut Santrock (2002) tugas orang dewasa adalah untuk bekerja dan menjalin hubungan dengan lawan jenis, terkadang menyisakan sedikit waktu untuk hal lainnya. Menurut Havighurst (dalam Monks, Knoers & Haditono, 2001) tugas perkembangan dewasa adalah menikah atau membangun sebuah keluarga, mengelola rumah tangga, mendidik atau mengasuh anak, memikul tangung jawab sebagai warga negara, membuat


(46)

26

hubungan dengan suatu kelompok sosial tertentu, dan melakukan suatu pekerjaan.

Santrock (2002) mengatakan pada usia ini orang dewasa mulai mengalami cinta dan menjalin hubungan yang intim yakni berpacaran. Cinta yang romantis inilah yang menjadi alasan utama individu untuk menikah dan menjadi orang tua. Salah satu bentuk hubungan romantis yang dilakukan oleh orang dewasa, bisa berupa hubungan seks pranikah. (Papalia, Olds, & Fedman, 2001; Santrock, 2001).

Santrock (2002) menjelaskan bahwa orang dewasa yang belum memiliki pasangan atau belum terlibat dalam hubungan cinta romantis, akan merasa terbebani. Alasan mereka terbebani adalah karena adanya perasaan takut, salah satu tugas perkembangan dewasa yang paling penting, yaitu menikah, tidak bisa mereka lakukan. Perasaan terbebani karena tidak berada dalam hubungan cinta romantis ini, bisa berpengaruh pada harga diri seseorang. (Chang, 1994)

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa dewasa awal adalah adalah individu yang berada pada rentang usia 20-40 tahun yang berada pada periode kesementaraan ekonomi dan pribadi, dan perjuangan antara ketertarikan pada kemandirian dan menjadi terlibat secara sosial. Dewasa awal juga memili tugas perkembangan untuk menikah atau membangun sebuah keluarga, mengelola rumah tangga, mendidik atau mengasuh anak, memikul tangung jawab sebagai warga negara, membuat hubungan dengan suatu kelompok sosial tertentu, dan melakukan suatu pekerjaan.


(47)

D. Kerangka Berpikir

Penelitian menyebutkan bahwa wanita dewasa awal yang melakukan hubungan seks pranikah saat ini, merasa bahwa orang-orang dilingkungannya seperti kekasih atau teman, menerima mereka dengan baik dalam hal bergaul sebab mereka bisa menyesuaikan diri dengan zaman modern. Dalam Sarwono (2001) disebutkan bahwa hal ini bisa terjadi karena wanita memiliki tingkat konformitas yang tinggi. Pertama karena mereka lebih fleksibel, dan kedua karena status wanita lebih terbatas, sehingga mereka, tidak mempunyai banyak pilihan kecuali menyesuaikan diri pada situasi dan kelompok. Karena itu keinginan untuk dapat diterima dalam lingkungan pada wanita lebih besar.

Wanita dewasa awal yang melakukan hubungan seks pranikah merasa dirinya lebih diterima dalam bergaul (Jui Shan Chang, 1994). Perasaan-perasaan negative seperti rasa malu, rasa bersalah, rasa berdosa, kotor, tidak berharga, takut, khawatir dan lainnya memang cenderung akan muncul saat pertama kali melakukan hubungan seks pranikah, tetapi perlakuan yang sangat baik oleh pasangan mereka pada hubungan seksual berikutnya membuat perasaan-perasaan negative tersebut kemudian terganti oleh perasaan bahagia, aman, dan dibutuhkan (Paul & Hayes, 2002). Selain itu mereka juga merasa dirinya jadi lebih menarik (MacCorquodale 1979). Kepercayaan dan keintiman yang terbangun karena melakukan hubungan seks pranikah (Kara Mayer Robinson 2013) mampu membuat mereka merasa bahwa ada penerimaan, kesetiaan dan komitmen di dalam hubungannya dengan pasangannya (Jui Shan Chang 1994)..


(48)

28

Keputusan wanita dewasa awal untuk tetap melakukan hubungan seks pranikah padahal tahu bahwa hal tersebut memiliki resiko yang besar, menunjukkan bahwa mereka memiliki self- determination yang lebih tinggi. Wanita dewasa awal yang melakukan hubungan seks pranikah memiliki rasa percaya diri bahwa mereka mampu mengendalikan diri. Mereka mampu membuat pilihan-pilihan dan memutuskannya, seperti memastikan ada

birthcontrol dan safe sex atau tidak ketika melakukan hubungan intim (Jui

ShanChang, 1994). Faktor-faktor inilah yang kemudian membuat wanita dewasa awal yang melakukan hubungan seks pranikah memiliki perasaan perasaan produktif yang tinggi.

Sedangkan Wanita dewasa awal yang tidak melakukan hubungan seks pranikah diketahui merasa kurang diterima oleh kelompok sosialnya sebab mereka merasa dikelompokkan sebagai wanita yang konservatif dan aneh yang tidak bisa menyesuaikan diri dengan zaman modern (Jui Shan Chang, 1994). Mereka juga merasa dirinya kurang asyik diajak bergaul, karena itu agar tidak merasa malu pada teman dan bisa diterima dalam pergaulan, wanita dewasa awal yang tidak melakukan hubungan seks pranikah memilih untuk tidak mempermasalahkan trend hubungan seks pranikah dan menganggap hal tersebut sebagai hal yang biasa saja, walaupun sebenarnya mereka tahu hubungan seks pranikah tidak sesuai dengan norma (Jui Shan Chang, 1994)

Kurangnya perasaan dibutuhkan oleh lingkungan pada wanita dewasa awal yang tidak melakukan hubungan seks pranikah juga adalah indikasi bahwa mereka memiliki perasaan berharga yang kurang. Walaupun mereka


(49)

memiliki perasaan disayangi, dicintai dan dibutuhkan tetapi perasaan tersebut tidak sebesar wanita dewasa awal yang melakukan hubungan seks pranikah. Hal ini terlihat dari adanya keinginan pada wanita yang masih virgin untuk melakukan hubungan seks pranikah dengan pria yang menurut mereka tepat suatu hari nanti. Alasan mengapa mereka juga ingin melakukan hubungan seks pranikah adalah karena mereka melihat teman-teman mereka yang melakukan hubungan seks pranikah dengan kekasihnya, berada dalam hubungan cinta romantis yang dalam dan merasa sangat dicintai. Wanita yang masih virgin ini kemudian berpendapat bahwa mereka juga akan siap melakukan hubungan semacam itu dengan pria yang tepat suatu hari nanti, agar bisa merasakan perasaan cinta yang dalam seperti yang dirasakan oleh teman-teman mereka yang mau menyerahkan keperawanannya pada pria yang belum menjadi suaminya (Jui Shan Chang, 1994)

Perasaan mampu untuk mencapai hasil yang diinginkan juga akhirnya tidak sebesar wanita dewasa awal yang melakukan hubungan seks pranikah. Mereka tidak memiliki dukungan yang besar dari lingkungan pergaulan teman maupun kekasih, yang bisa menjadi penyemangat ketika harus membuat sebuah keputusan atau pilihan-pilihan yang sulit.

E. Hipotesis

Berdasarkan konsep dalam tinjauan pustaka maka diduga bahwa terdapat perbedaan harga diri pada wanita dewasa awal yang melakukan hubungan seks pranikah dengan yang tidak melakukan hubungan seks pranikah. Tingkat harga diri wanita dewasa awal yang melakukan hubungan


(50)

30

seks pranikah lebih tinggi daripada wanita dewasa awal yang tidak melakukan hubungan seks pranika


(51)

KERANGKA BERPIKIR

Wanita Dewasa Awal

Tidak Melakukan Hubungan Seks Pranikah Melakukan Hubungan Seks Pranikah

1. Merasa dirinya diterima dalam

bergaul

Memiliki Perasaan Diterima Oleh Lingkungan Sosial

1. Merasa bahagia, aman Memiliki self

dan dibutuhkan determination yang tinggi 2. Merasa diterima

3. Merasa pasangannya

setia dan berkomitmen

Memiliki Perasaan

4. Merasa lebih menarik

Produktif Memiliki Perasaan Berharga

1. Merasa dirinya konservatif

2. Malu pada teman 3. Dianggap Aneh

Kurang Memiliki Perasaan Diterima Oleh Lingkungan

Sosial

1. Memiliki Perasaan dicintai Kurang memiliki dan diterima tetapi tidak Perasaan mampu sebesar wanita dewasa untuk mencapai awal yang melakukan hasil yang hubungan seks pranikah. diinginkan. 2. Merasa dirinya kurang

dibutuhkan oleh lingkungan sosial

Kurang Memiliki Perasaan Kurang Memiliki Berharga Perasaan Produktif

Memiliki Harga Diri yang Lebih Tinggi Dari Wanita Dewasa Awal yang Tidak

Melakukan Hubungan Seks Pranikah Memiliki Harga Diri yang Kurang Tinggi Dari Wanita Dewasa Awal yang Melakukan


(52)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif komparatif, yaitu penelitian yang dilakukan untuk menjelaskan dan melaksanakan perbandingan data dari hasil dua penelitian atau lebih. Hasil dari penelitian yang dilakukan adalah dalam bentuk analisis data, tabel, dan grafik. (Sugiyono 2010)

Pendekatan waktu yang digunakan adalah cross sectional yaitu pendekatan waktu yang menguji tingkat perbedaan diantara kelompok sampling pada suatu titik waktu tertentu (Nurdini, 2006). Pendekatan waktu ini digunakan dengan tujuan untuk menguji tingkat perbedaan harga diri pada wanita dewasa awal yang melakukan hubungan seks pranikah dengan harga diri wanita dewasa awal yang tidak melakukan hubungan seks pranikah.

B. Variabel Penelitian

Variabel penelitian yang digunakan dalam analisis data guna pengujian hipotesis adalah sebagai berikut :

1. Variabel tergantung : Harga Diri

2. Variabel bebas : Hubungan Seksual Pranikah

a. Wanita dewasa awal yang melakukan

hubungan seks pranikah

b. Wanita dewasa awal yang tidak melakukan

hubungan seks pranikah


(53)

C. Definisi Operasional Variabel Penelitian

1. Harga Diri

Harga diri adalah proses penilaian pribadi yang dilakukan seseorang terhadap dirinya sendiri secara realistik dan merupakan aspek kepribadian yang paling penting dalam proses berpikir, pengambilan keputusan, nilai-nilai yang dianut, dan penentuan tujuan hidup. Data mengenai harga diri akan diungkap melalui skala harga diri yang terdiri dari aspek Perasaan Diterima Oleh Kelompok Sosial, Perasaan Produktif dan Perasaan Berharga. Semakin tinggi skor yang didapat maka tingkat harga diri semakin tinggi, dan begitu pula sebaliknya.

2. Hubungan Seksual Pranikah

Hubungan seksual pranikah adalah perilaku yang didorong oleh hasrat seksual, yang melibatkan pria dan wanita dalam bentuk intercourse atau koitus, yang dilakukan sebelum pernikahan yang resmi menurut hukum maupun menurut agama. Data mengenai hubungan seks pranikah didapat melalui identitas diri yang dituliskan oleh subyek pada lembar pertama skala.

D. Populasi dan Metode Pengambilan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian (Arikunto, 2006). Populasi penelitian ini yaitu wanita dewasa awal usia 20-40 tahun yang belum menikah dan sedang berpacaran.


(54)

34

2. Metode Pengambilan Sampel

Saryono (2008) mengatakan bahwa sampel merupakan bagian dari populasi yang mewakili suatu populasi. Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah meggunakan consequtive sampling yaitu setiap responden yang memenuhi kriteria penelitian dimasukkan dalam penelitian sampai kurun waktu tertentu, sehingga jumlah responden yang diperlukan terpenuhi. Jumlah sampel wanita yang pernah melakukan hubungan seks pranikah sejumlah 50, dan sampel wanita yang belum pernah melakukan hubungan seks pranikah sejumlah 50 orang.

E. Alat dan Metode Pengumpulan Data

1. Alat Pengumpulan Data

Instrumen merupakan suatu alat bantu bagi peneliti dalam melakukan pengumpulan sebuah data yang diinginkan (Arikunto, 2002).

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala harga diri. Data yang diukur adalah data tentang harga diri pada wanita dewasa awal yang melakukan hubungan seks pranikah dan wanita dewasa awal yang tidak melakukan hubungan seks pranikah. Metode pengumpulan data ini menggunakan skala likert yang terdiri dari 2 jenis item, yaitu item yang berisi pernyataan yang mendukung/memihak kepada objek sikap

(favorable) dan item yang berisi pernyataan yang

tidakmendukung/memihak kepada objek sikap (unfavorable) yaitu Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS) Sangat Tidak Sesuai (STS).


(55)

Ada beberapa pertimbangan penggunaan metode ini yang didasarkan oleh pendapat yang dikemukakan Hadi (2000) yaitu:

a. Subyek adalah orang yang paling tahu tentang dirinya sendiri.

b. Apa yang dinyatakan subyek kepada peneliti adalah benar dan dapat dipercaya.

c. Interpretasi subyek tentang pernyataan yang sudah tersedia jawabannya adalah sama dengan apa yang dimaksudkan oleh peneliti.

Data mengenai hubungan seks pranikah didapat melalui identitas diri yang dituliskan oleh subyek pada lembar pertama skala. Melalui pengisian identitas diri ini bisa diketahui bahwa subyek penelitian melakukan hubungan seks pranikah atau tidak melakukan hubungan seks pranikah.

i) Blue Print dan Cara Penilaian

Untuk mengungkapkan harga diri wanita dewasa awal yang melakukan hubungan seks pranikah dan wanita dewasa awal yang tidak melakukan seks pranikah digunakan skala harga diri. Skala Harga diri ini terdiri dari aspek-aspek harga diri yaitu:

- Perasaan diterima oleh kelompok sosial, berarti individu sebagai bagian dari suatu kelompok, merasa diterima dan dihargai oleh anggota kelompok atau individu lain.

- Perasaan produktif, berarti individu merasa mampu mencapai suatu hasil yang diharapkannya secara efisien, sehingga ia menilai dirinya positif.


(56)

36

- Perasaan berharga, berarti individu merasa berharga, memiliki arti dan nilai.

Tabel 3.1.

Blue Print dan Distribusi Item Skala Harga Diri

Sebelum Uji Coba

ITEM

No ASPEK JUMLAH PERSENTASE

Favorable Unfavorable

1 Perasaan Diterima 7, 9, 15, 17, 1, 2, 4, 5, 18 33.33 % Oleh Kelompok 18, 28, 48, 10, 12, 14,

Sosial 49, 54 20, 47

2 Perasaan 11,19, 21, 8,13, 16, 26, 18 33.33 % Produktif 23, 24, 30, 31, 34,

25,27,29, 36, 53 35

3 Perasaan 3, 6, 32, 39, 22, 33, 37, 18 33.33 % Berharga 41, 43,44, 38, 40, 42,

45, 51 46, 50, 52

TOTAL 27 27 54 100 %

Alternatif pilihan jawaban dalam skala harga diri yang

digunakan dalam penelitian ini dibedakan menjadi 4 yaitu : Sangat Sesuai (SS). Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS), Sangat Tidak Sesuai (STS). Sistem penilaian skala harga diri ini dimulai dari satu sampai empat. Pernyataan yang tergolong favorable, subyek akan mendapat skor 4 jika menjawab sangat sesuai (SS), skor 3 jika menjawab Sesuai (S), skor 2 jika menjawab Tidak Sesuai (TS), dan skor 1 jika menjawab Sangat Tidak Sesuai STS. Pernyataan yang tergolong

unfavorable, subyek akan mendapat skor 4 jika menjawab Sangat


(57)

jika menajawab Sesuai (S), dan skor 1 jika menjawab Sangat Sesuai (SS). Semakin tinggi skor yang diperoleh berarti semakin tinggi harga diri seseorang. Sebaliknya semakin rendah skor yang diperoleh berarti semakin rendah harga diri seseorang.

ii) Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang akan dilakukan peneliti ada 2, yaitu pertama langsung diambil dari responden dengan mengisi angket dan yang kedua menggunakan google document. Untuk memudahkan dalam pengumpulan data, peneliti membutuhkan bantuan asisten agar data cepat terkumpul dan cepat diproses, Asisten yang akan digunakan adalah seseorang yang telah diberikan penjelasan tentang prosedur kerja dan mengenai jalannya penelitian.

F. Metode Pengolahan dan Analisis Data

1. Metode Pengolahan

Setelah hasil skala harga diri diperoleh, maka dilakukan

pengolahan data secara manual dengan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Scoring

Merupakan tahap kedua setelah editing yaitu penelitian dengan memberi nilai pada setiap kategori yang telah dibuat oleh peneliti.

b. Seleksi Item

Seleksi item bertujuan untuk menyeleksi item-item yang layak digunakan dalam tes secara keseluruhan. Seleksi item dapat


(58)

38

dilakukan dengan melihat daya diskriminasi setiap item yang ada. Daya diskriminasi item adalah suatu keadaan dimana item mampu membedakan subjek penelitian yang memiliki atau tidak memiliki atribut-atribut yang diukur. Daya diskriminasi item merupakan salah satu teknik guna meningkatkan realibilitas skor tes. (Azwar, 2009)

Pemilihan item berdasarkan korelasi item-total menggunakan batasan koefisien > 0.30. Semua item yang mencapai koefisien korelasi minimal 0.30 data pembedanya dinyatakan memenuhi syarat sebagai bagian dari test. Sebaliknya, jika sebuah item memiliki koefisien korelasi item-total kurang dari 0.30, maka item tersebut dinyatakan memiliki daya diskriminasi rendah (Azwar, 2009).

Pada skala harga diri, terdapat 54 item dengan 27 item

favorable dan 27 item Unfavorable. Item-item ini kemudiandiseleksi

dengan melihat r

ix

-nya. Item dengan nilai r

ix

> 0,30

dikategorikan sebagai item yang baik, sedangkan item dengan nilai r

ix

< 0,30 dikategorikan sebagai item yang kurang baik sehingga akan digugurkan.

Hasil dari pengujian data skala harga diri yang menggunakan SPSS 16.0, menunjukkan bahwa terdapat 48 item yang memiliki nilai r

ix

> 0,30, dan 6 item yang memiliki nilai r

ix

> 0,30 yaitu item 6,7,10,33,34, dan 43, sehingga harus digugurkan. Setelah digugurkan jumlah dari setiap aspek harga diri menjadi tidak


(59)

seimbang, yaitu 16 (Perasaan Diterima Oleh Kelompok Sosial), 17 (Perasaan Produktif), dan 15 (Perasaan berharga). Sehingga beberapa item harus digugurkan lagi agar jumlah setiap aspek menjadi seimbang, dengan cara melihat keterwakilan indikator seperti :

1) Variasi Indikator dan,

2) Bahasa yang mudah dimengerti

Seleksi item dengan melihat keterwakilan indikator ini menunjukkan bahwa terdapat 6 item lagi yang harus digugurkan, yaitu item 5, 15, 25, 30, 35, dan 40. Sehingga jumlah item dalam skala harga diri adalah 42 item.

Jumlah setiap aspek dalam skala harga diri harus seimbang dikarenakan, masing-masing aspek dalam komponen harga diri memimiliki nilai yang sama pentingnya. Baik aspek Perasaan Diterima Oleh Kelompok Sosial, aspek Perasaan Produktif, maupun aspek Perasaan berharga sama-sama memiliki kontribusi yang sama pentingnya dalam mengukur apakah seseorang memiliki harga diri yang baik, harga diri yang buruk. Azwar (2012)


(60)

40

Tabel 3.2.

Blue Print dan Distribusi Item Skala Harga Diri

Setelah Uji Coba

ITEM

No ASPEK JUMLAH

Favorable Unfavorable

1 Perasaan Diterima 7*, 9, 15, 17**, 1, 2, 4, 5**, 10*, 14 Oleh Kelompok 18, 28, 48, 49, 54 12, 14, 20, 47

Sosial

2 Perasaan Produktif 11,19, 21, 23, 24, 8,13, 16, 26, 14 25**, 27, 29, 30**, 31, 34*, 36,

35** 53

3 Perasaan Berharga 3, 6*, 32, 39, 41, 22, 33*, 37, 38, 14 43*, 44, 45, 51 40**, 42, 46, 50,

52

TOTAL 21 21 42

*item yang gugur pada seleksi pertama. **item yang gugur pada seleksi kedua.

c. Uji Validitas dan Reliabilitas 1) Uji Validitas

Uji validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat validita dan keaslian suatu instrumen (Arikunto, 2010). Menurut Sugiyono (2006), untuk mencari nilai validitas sebuah item peneliti perlu mengkorelasikan skor item dengan total item-item tersebut, Jika koefisien sama atau sama dengan 03, maka item tersebut dinyatakan valid, tetapi jika nilai korelasi dibawah 0,3 maka item dinyatakan tidak valid. Untuk mencari nilai korelasi, peneliti menggunakan rumus metode pearson product moment, yaitu angka korelasi yang diperoleh (r hitung) harus dibandingkan dengan korelasi nilai r (r tabel). Instrumen


(61)

dikatakan valid jika nilai r hitung lebih besar dari r tabel dan dikatakan tidak valid jika r hitung lebih kecil dari r tabel (Siswanto dkk, 2013) 2) Uji Reabilitas

Uji reabilitas adalah suatu cara untuk mengetahui suatu instrumen yang diperoleh dengan cara uji coba berdasarkan data dari instrumen tersebut (Sugiyono, 2010). Uji reliabilitas dengan menggunakan metode koefisien Alfa Cronbach. Alfa Cronbach dipilih karena instrumen dalam penelitian ini berbentuk angket atau daftar pertanyaan yang skornya merupakan rentangan antara 1-4 dan uji validitas menggunakan item total, dimana menurut Azwar (1997) untuk mencari reliabilitas instrument yang skornya bukan 1 dan 0, misalnya angket atau soal bentuk uraian maka menggunakan rumus

AlphaCronbach.

Pada penelitian ini skala harga diri menggunakan

AlphaCronbach dan didapat hasil (r) = 0,907, dan koefisien Alpha Cronbach setelah seleksi item pertama adalah (r) = 0,953. Nilai Alpha Cronbach setelah seleksi menjadi lebih besar karena ada 6 item

yangkurang baik dan kemudian digugurkan sehingga meningkatkan nilai koefisen Alpha Cronbach tersebut. Namun setelah seleksi item kedua dilakukan nilai Alpha Cronbach mengalami sedikit penurunan yaitu dari (r) = 0,953 menjadi (r) = 0,947. Akan tetapi menurut Azwar (2012) hal ini bukanlah masalah, sebab tingginya korelasi item total, walaupun berperan dalam meningkatkan reliabilitas tes, tetapi tidak


(62)

42

meningkatkan validitas tes bila tidak memperhatikan cakupan isi domain (content of the test domain) dan tujuan penggunaan hasil test, sebab kedua hal ini juga merupakan salah satu patokan yang penting dalam menentukan item mana yang akhirnya diikutkan sebagai bagian test final.

2. Analisis Data

Pada tahap ini data diolah sedemikian rupa sehingga berhasil disimpulkan kebenaran-kebenaran yang dapat dipakai untuk menjawab masalah yang diajukan dalam penelitian. Metode analisa data pada penelitian ini menggunakan uji asumsi dan uji hipotesis. Uji asumsi yang digunakan yaitu uji normalitas dan uji homogenitas. Uji normalitas digunakan untuk melihat apakah data penelitian berasal dari populasi yang sebarannya normal. Jika nilai p >0,05 maka disimpulkan bahwa data memiliki sebaran data yang normal. Sedangkan jika data memiliki nilai p <0,05 maka disimpulkan bahwa data tidak memiliki sebaran data yang tidak nornmal (Santoso, 2010).

Uji Homogenitas bertujuan untuk mengetahui apakah variansi dari populasi adalah sama. Selanjutnya Uji hipotesis yang digunakan adalah (T-test). Uji-t digunakan untuk menguji adanya perbedaan rerata yang bermakna antara 2 kelompok bebas yang berskala interval/ordinal, dengan menggunakan program SPSS for windowsversi 16.0


(63)

G. Etika Penelitian

Masalah etika penelitian merupakan masalah yang sangat penting dalam penelitian, mengingat penelitian berhubungan langsung dengan manusia, maka segi etika penelitian harus diperhatikan Peneliti dalam melaksanakan seluruh kegiatan penelitian telah memegang teguh sikap ilmiah (scientific attitude) serta menggunakan prinsip-prinsip etika penelitian. Meskipun intervensi yang dilakukan dalam penelitian tidak memiliki resiko yang dapat merugikan atau membahayakan responden penelitian, namun peneliti tetap mempertimbangkan aspek sosioetika dan menjunjung tinggi harkat dan martabat kemanusiaan. Masalah etika yang harus diperhatikan meliputi beberapa tahap:

1. Anonimity (tanpa nama)

Penelitian ini memberikan memberikan jaminan dalam penggunaan subyek penelitian dengan cara tidak memberikan atau mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur dan hanya menuliskan kode atau inisial nama pada lembar pengumpulan data atau hasil penelitian yang akan disajikan.

2. Confidentiality (kerahasiaan)

Penelitian ini memberikan jaminan kerahasiaan penelitian, baik informasi maupun masalah–masalah lainnya. Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaannya oleh peneliti dengan cara dihancurkan dan hanya kelompok data yang dilaporkan pada hasil riset (Hidayat, 2007). Untuk menjaga kerahasian data subjek peneliti juga memberikan kenyamanan


(64)

44

kepada subjek dalam mengisi skala. Peneliti memberikan angket hardcopy beserta dengan amplop kepada subjek, dengan perintah untuk memasukan angket kedalam amplop dan menutup rapat amplop tersebut dengan lem.

Sebelum mengisi angket, peneliti akan menjelaskan kepada subjek bahwa angket subjek akan subjek masukkan sendiri kedalam sebuah kotak, milik peneliti yang juga berisi angket skala harga diri dari responden lainnya. Hal ini peneliti lakukan untuk mengurangi faking good maupun faking bad pada subjek.


(65)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Persiapan dan Pelaksanaan Penelitian

1. Persiapan Penelitian

Sebelum melakukan penelitian, peneliti mempersiapkan alat ukur yang akan digunakan dalam penelitian. Persiapan dilakukan dengan menyusun alat ukur berupa skala harga diri yang meliputi 3 aspek harga diri, yaitu perasaan diterima, perasaan produktif, dan perasaan berharga. Setelah alat ukur disusun, kemudian try out skala harga diri dilakukan pada karakteristik subjek yang diinginkan, yaitu wanita berusia 20-40 tahun yang sedang berpacaran. Try out dilakukan dengan tujuan untuk melihat apakah subjek memahami item pada skala.

Skala disebarkan secara online dan Offline. Peneliti tidak menentukan ranah kancah penelitian, dengan pertimbangan variasi responden yang akan mengisi skala harga diri, bisa lebih banyak. Total responden yang dibagikan skala try out berjumlah 75 orang. Adapun yang mengisi skala secara on line yaitu 35 responden dan secara off line yaitu 30 responden, 10 responden lainnya mengembalikan angket kosong. Jumlah keseluruhan item setelah di seleksi dari proses try out adalah 42 item, terdiri dari 21 item favorable dan 21 item unfavorable. Semakin tinggi skor yang diperoleh berarti semakin tinggi harga dirinya. Sebaliknya, semakin rendah skor yang diperoleh berarti semakin rendah harga dirinya.


(66)

46

Seperti yang disebutkan diatas bahwa try out penelitian ini menggunakan dua jenis angket, yaitu angket berupa hardcopy yang disebarkan secara langsung dengan bantuan beberapa asisten, dan angket berupa softcopy yang disebarkan secara online menggunakan bantuan google document. Pembuatan angket dengan bantuan google document ini dibantu oleh seorang asisten yang ahli dibidangnya.

Dalam menyebarkan angket berupa softcopy, peneliti tidak memberikan kontrol tertentu pada item-item skala harga diri, untuk meminimalisir, subjek memberikan data atau jawaban palsu. Peneliti hanya berusaha sebisa mungkin meminimalisir terjadinya facking good maupun

facking bad dengan cara, meyakinkan subjek bahwa data subjek aman,

dansubjek bisa memberikan jawaban dengan nyamanan.

Uji coba alat ukur yang menggunakan hardcopy disebarkan pada tanggal 10 November - 14 November dengan jumlah 40 angket, sedangkan alat ukur yang menggunakan softcopy disebarkan pada tanggal 16 November – 21 November dengan jumlah 35 angket. Sebaran item skala harga diri dapat dilihat pada tabel 4.1

Tabel 4.1

Sebaran Item Skala Harga Diri

No ASPEK ITEM JUMLAH

Favorable Unfavorable

1 Perasaan Diterima 9, 15, 18, 28, 48, 49, 54 1, 2, 4, 12, 14, 20, 47 14 Oleh Kelompok

Sosial

2 Perasaan Produktif 11, 19, 21, 23, 24, 27, 29 8, 13, 16, 26, 31, 36, 53 14 3 Perasaan Berharga 3, 32, 39, 41, 44, 45, 51 22, 37, 38, 42, 46, 50, 52 14


(67)

2. Pelaksanaan Penelitian

Penelitian ini dimulai pada tanggal 4 Desember 2014 - 11 Januari 2015 dengan menyebar angket menggunakan bantuan beberapa asisten. Penelitian ini juga menggunakan bantuan google document yang disebar secara online melalui jejaring sosial, dan forum-forum internet. Adapun alasan menggunakan google document adalah karena penelitian ini meneliti tentang status virginitas pada wanita, yang mana hal itu adalah merupakan hal yang bersifat sensitive. Oleh sebab itu, dengan menggunakan metode online seperti ini maka responden akan lebih leluasa memberikan informasi berdasarkan pikirannya yang sudah masak tanpa harus merasa takut identitasnya terungkap. Selain itu kelebihan menggunakan google document adalah responden mengisi skala karena kemauannya sendiri.

Subyek penelitian ini adalah wanita dewasa awal usia 20 - 40 tahun yang belum menikah dan sedang berpacaran. Alasan menggunakan kriteria subyek yang sedang berpacaran, adalah karena peneliti berusaha meminimalisir kemunginan wanita dewasa awal yang terlibat kegiatan seks komersial ikut serta menjadi subyek penelitian ini. Jumlah subyek penelitian ini adalah 158 orang, yang terdiri dari 70 wanita dewasa awal yang melakukan hubungan seks pranikah dan 88 wanita dewasa awal yang tidak melakukan hubungan seks panikah.

Jumlah subyek yang tidak seimbang membuat peneliti memutuskan untuk melakukan randomisasi, hingga jumlah subyek


(68)

48

menjadi seimbang, yaitu 100 yang terdiri dari 50 wanita dewasa awal yang melakukan hubungan seks pranikah dan 50 wanita dewasa awal yang tidak melakukan hubungan seks pranikah. Adapun deskripsi subyek berdasarkan usia dan suku dijelaskan dalam tabel berikut.

Tabel 4.2

Deskripsi Subjek Berdasarkan Usia

Usia Jumlah Persentase

20 16 16%

21 14 14%

22 21 21%

23 15 16%

24 13 13%

25 3 3%

26 2 2%

27 5 5%

28 6 6%

31 3 3%

34 1 1%

35 1 1%

Tabel diatas menjelaskan bahwa usia subyek terbanyak yang ikut berpartisipasi dalam penelitian ini adalah subyek dengan usia 22 tahun, yaitu sebanyak 21 orang, sedangkan usia subyek yang paling sedikit yang ikut berpartisipasi dalam penelitian ini adalah subyek dengan usia 34 dan 35 tahun dengan jumlah masing-masing 1 orang.


(69)

Tabel 4.3

Deskripsi Subjek Berdasarkan Suku

Yang Melakukan Yang Tidak Melakukan

Suku Hubungan Seks Total

Hubungan Seks Pranikah

Pranikah

Jawa 16 14 30 %

Toraja 13 7 20%

Manado 10 5 15%

Bugis 4 6 10%

Tionghoa 1 9 10%

Batak 6 3 9%

Flores 0 5 5%

Banjar 0 1 1%

Tabel diatas menjelaskan bahwa wanita dewasa awal yang paling banyak melakukan hubungan seks pranikah berasal dari suku Jawa (16 orang), disusul suku Toraja (13 orang), Manado (10 orang), Batak (6 orang), Bugis (4 orang), dan Terakhir Tionghoa 1 orang. Sedangkan seluruh wanita dewasa awal yang berasal dari suku Flores (5 orang) tidak melakukan hubungan seks pranikah, begitupun dengan wanita dewasa awal yang berasal dari suku Banjar (1 orang)

B. Hasil Penelitian

1. Uji Asumsi

Sebelum melakukan analisis data, terlebih dahulu dilakukan uji normalitas yang bertujuan untuk mengetahui apakah sampel yang diperoleh, berasal dari populasi berdistribusi normal atau dengan kata lain mewakili populasi, dan uji homogenitas yang bertujuan untuk mengetahui apakah variansi dari populasi adalah sama.


(70)

50

Tabel 4. 4

Uji Asumsi Variabel

Melakukan Tidak Melakukan

Normalitas (Kolmogorov-Smirnov Z) 0,200 0,200

(Tabel 1.1 (Tabel 1.2

pada lampiran) pada lampiran)

Homogenitas Variansi 1.000 1.000

(Tabel 1.1 (Tabel 1.2

pada lampiran) pada lampiran)

Hasil Uji Asumsi untuk Skala Harga Diri 2. Uji Normalitas

Sampel atau data penelitian dapat dikatakan normal jika p>0,05. Sebaliknya data penelitian memiliki sebaran data tidak normal jika p<0,05 (Santoso, 2010). Dalam penelitian ini uji normalitas dilakukan dengan analisis Kolmogorov-Smirnov dengan menggunakan komputer program Statistical Packages for Social Science (SPSS) for

WindowsRelease16. Hasil uji normalitas menyatakan bahwa data

terdistribusisecara normal, hal ini dapat dilihat dari diagram Normal Q-Q Plots pada lampiran dimana plots-plots mengikuti garis fit line. Besarnya nilai Kolmogorov-Smirnov pada tabel dan nilai p lebih besar dari 0,05 juga menunjukkan bahwa data mengikuti distribusi normal (Santoso, 2010).

3. Uji Homogenitas

Perhitungan uji homogenitas dilakukan dengan Statistical

Packagesfor Social Science (SPSS) for Windows Release 16. Hasil

ujihomogenitas yang diperoleh wanita dewasa awal yang melakukan hubungan seks pranikah dan yang tidak melakukan hubungan seks pranikah dengan menggunakan uji F pasangan diperoleh F sebesar 1,000;


(71)

p>0,05. Hal ini menunjukkan bahwa kedua kelompok memiliki variansi yang homogen, sebab besarnya nilai f berpasangan lebih besar dari 0,05. (Sugiyono 2007)

4. Analisa Data

Dengan menggunakan Statistical Packages for Social Science16.00

(SPSS 16.00) dengan uji indepent sample test didapatkan hasilsebagai

berikut:

Tabel 4.5

Independent Samples Test

Harga diri t df Sig.(2-tailed)

Equal variances assumed 17.150 98 0.000 Equal variances not assumed 17.150 98.000 0.000

Hasil Uji analisa data untuk Skala Harga Diri

Tabel diatas menunjukkan bahwa p (value) untuk uji dua sisi

(2-tailed) = 0,000, karena penelitian ini menggunakan hipotesis

berarahmaka digunakan uji satu sisi (one tailed) sehingga nilai P–value

harus dibagi 2 = 0,000 : 2 = 0. Nilai P value uji satu sisi ini lebih kecil

dari α = 0,05 yang menunjukkan penolakan terhadap H0:π ≤ 0,05. Hal ini

menunjukkan bahwa ada perbedaan harga diri pada wanita dewasa awal yang melakukan hubungan seks pranikah dengan wanita dewasa awal yang tidak melakukan hubungan seks pranikah, dimana wanita dewasa awal yang melakukan hubungan seks pranikah memiliki harga diri yang lebih tinggi.


(72)

52

Tabel 4.6

Group Statistik Harga diri

Seks Pranikah N Mean Std.Deviation

Ya 50 75.5000 14.57738

Tidak 50 25.5000 14.57738

Hasil Uji Analisa Data untuk Skala Harga Diri

Tabel 4.6 memperlihatkan bahwa mean empiris harga diri wanita dewasa awal yang melakukan hubungan seks pranikah lebih besar daripada mean empiris harga diri pada wanita dewasa awal yang tidak melakukan hubungan seks pranikah, yang berarti bahwa rerata tingkat harga diri wanita dewasa awal yang melakukan hubungan seks pranikah lebih tinggi dibandingkan dengan wanita dewasa awal yang melakukan hubungan seks pranikah. Tabel Deskriptives yang lengkap dapat dilihat pada lampiran.

Dengan menggunakan rumus rating scale azwar (2004), didapatkan hasil bahwa mean teoritis adalah 105 dan satuan standar deviasi adalah 21. Hal ini menunjukkan bahwa mean empiris lebih kecil dibanding mean teoritis, yang artinya adalah pada variabel harga diri tingkat harga diri responden lebih banyak yang berada pada kategori harga diri rendah. Tabel 4.6 juga menunjukkan bahwa standar deviasi empiris wanita dewasa awal yang melakukan hubungan seks pranikah dengan wanita dewasa awal yang tidak melakukan hubungan seks pranikah yaitu 14.57, lebih kecil dari standari deviasi teoritis yaitu 21. Hal ini menunjukkan bahwa skor wanita dewasa awal yang melakukan hubungan seks pranikah dengan wanita dewasa awal yang tidak melakukan hubungan


(73)

seks pranikah memiliki variasi yang yang rendah, atau dengan kata lain skor pada masing-masing kelompok responden cenderung seragam.

Dengan menggunakan rumus rating scale azwar (2004) didapatkan hasil bahwa kategori harga diri adalah sebagai berikut:

X < μ-1,0σ : rendah

(μ-1,0σ) ≤ X < (μ+1,0σ) : sedang

(μ+1,0σ) ≥ X : tinggi

Keterangan :

X : hasil jawaban responden

μ : mean teoritis 1/2( skor maksimal item +skor minimal item)K

σ : satuan standar deviasi [1/6x(skor maksimal subyek-skor minimal

subyek)]

Skor maksimal subyek : 4 x 42 :168 skor minimal subyek : 1x 42 : 42

μ = ½ (4+1)42 = 105

σ = 1/6 (168-42) = 21

X < 105-1,0(21) = 84

84 ≤ X < (105+1,0(21)) =126 84 ≤ X < 126

126 ≥ X

Dengan demikian kategori harga diri adalah Rendah = 83 - 21

Sedang = 125 - 84 Tinggi = 168 - 126


(74)

54

Tabel 4.7 Kategori Harga diri

KATEGORI Total

Tinggi Sedang Rendah 168-126 125-84 83-21

SEKS Tidak 0 3 47 50

0% 6% 94% 100%

Ya 1 21 28 50

2% 42% 56% 100%

Total 1 24 75 100

1% 24% 75% 100%

Tabel diatas menjelaskan bahwa kategori rendah berada pada mean 83-21, kategori sedang pada mean 125-84, dan kategori tinggi pada mean 168-126. Dari 100 responden yang berpartisipaasi dalam penelitian ini, ada 75 % yang memiliki harga diri rendah, 24% yang memiliki harga diri sedang dan 1 % yang memiliki harga diri tinggi. Subyek wanita dewasa awal yang melakukan hubungan seks pranikah banyak yang berada pada kategori harga diri rendah, yaitu 28 orang dengan rerata 56 %, tetapi subyek wanita dewasa awal yang tidak melakukan hubungan seks pranikah juga berada pada kategori harga diri rendah dengan jumlah yang lebih banyak, yaitu 47 orang dengan rerata 94,0%.

Kedua kelompok subjek diidentifikasi sama-sama memilliki harga diri yang rendah tetapi tingkat harga diri wanita dewasa awal yang melakukan hubungan seks pranikah lebih tinggi daripada wanita dewasa awal yang tidak melakukan hubungan seks pranikah. Hal ini semakin memperkuat bahwa hipotesis diterima yaitu, terdapat perbedaan harga diri pada wanita dewasa awal yang melakukan hubungan seks pranikah


(75)

dengan yang tidak melakukan hubungan seks pranikah, dimana tingkat harga diri wanita dewasa awal yang melakukan hubungan seks pranikah lebih tinggi daripada wanita dewasa awal yang tidak melakukan

hubungan seks pranikah.

Tabel 4.8

Kategori Harga Diri Berdasarkan Suku

KATEGORI Total

Tinggi Sedang Rendah 168-126 125-84 83-21

SEKS Suku

Ya Jawa 1 8 7 16

7% 50% 43% 54%

Tidak Jawa 0 2 12 14

0% 14% 86% 46%

Ya Toraja 0 5 8 13

0% 38% 62% 65%

Tidak Toraja 0 1 6 7

0% 15% 85% 35%

Ya Manado 0 3 7 10

0% 30% 70% 67%

Tidak Manado 0 0 5 5

0% 0% 100% 33%

Ya Bugis 0 3 1 4

0% 75% 25% 40%

Tidak Bugis 0 0 6 6

0% 0% 100% 60%

Ya Tionghoa 0 0 1 1

0% 0% 100% 10%

Tidak Tionghoa 0 0 9 9

0% 0% 100% 90%

Ya Batak 0 2 4 6

0% 34% 66% 66%

Tidak Batak 0 0 3 3

0% 0% 100% 34%

Ya Flores 0 0 0 0


(1)

88

Normal Q-Q Plots

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(2)

(3)

90

Detrended Normal Q-Q Plots

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(4)

(5)

92

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(6)