Studi Deskriptif tentang Expectancy-Task Value pada Siswa Kelas II Jurusan IPS SMA 'X' di Bandung.

(1)

ii

ABSTRAK

Penelitian ini dilaksanakan untuk mengetahui bagaimana gambaran Chinese values pada siswa/i SMAK “X”, Bandung. Sesuai dengan maksud dan tujuan penelitian maka rancangan penelitian menggunakan metode deskriptif dengan teknik survei. Variabel penelitian ini adalah Chinese values. Sampel penelitian berukuran 219 siswa/i etnis Tionghoa di SMAK “X”, Bandung yang salah satu atau kedua orang tuanya beretnis Tionghoa. Alat ukur yang digunakan adalah modifikasi Chinese Values Survey (CVS) yang dikembangkan oleh Michael Harris Bond. Data yang diperoleh berskala ordinal, selanjutnya diolah dengan menggunakan Analyze Descriptive Statistics-Frequencies untuk mencari mean dan standar deviasi tiap value.Untuk memperoleh gambaran tentang Chinese values pada siswa/i SMAK ”X, Bandung, data diolah menggunakan Analyze Descriptive Statistics-Crosstabs dan pengolahan Data Reduction-Factor Analysis dengan metode Maximun Likelihood yang menghasilkan faktor analisis.

Chinese Values yang dianggap sangat penting 13 values, yang dianggap penting 16 values, yang dianggap cukup penting 8 values dan yang dianggap kurang penting 3 values. Dalam penelitian ini tidak terdapat Chinese values yang dianggap tidak penting.

Dengan pengolahan data keempat puluh item Chinese values yang terdiri atas 40 values dengan faktor analisis diperoleh 4 faktor, yaitu integritas dan aktualisasi diri (14 values); melestarikan kebudayaan (4 values); menjaga relasi sosial(6 values); serta identitas diri dan budaya (4 values). Terdapat 12 values Chinese Value yang tidak termasuk ke dalam empat faktor di atas.

Berdasarkan hasil penelitian ini, maka penulis mengajukan saran untuk melanjutkan penelitian ini, dengan mengambil data dari para orang tua siswa/i tersebut, sehingga dapat menunjukkan proses transmisi Chinese values vertikal secara tepat dan detil. Bagi pihak sekolah SMAK “X”, Bandung dapat melihat Chinese values mana yang sejalan dan tidak sejalan dengan misi sekolah yang didasari oleh Christian value untuk kemudian dapat ditindaklanjuti dalam proses pembinaan siswa guna mendukung pencapaian visi SMAK “X”. Sedangkan bagi siswa/i SMAK “X”, Bandung dapat dijadikan sebagai bahan masukan dalam rangka mengenal derajat kepentingan Chinese values yang dimilikinya serta membantu siswa/i untuk menyesuaikan diri dengan values dari budaya-budaya lain di sekeliling mereka.


(2)

vi

DAFTAR ISI

Hal.

ABSTRAK... ii

KATA PENGANTAR... iii

DAFTAR ISI... vi

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR SKEMA... xii

DAFTAR LAMPIRAN... xiii

BAB 1 PENDAHULUAN... 1

1.1 Latar Belakang Masalah... 1

1.2 Identifikasi Masalah... 11

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian... 11

1.4 Kegunaan Penelitian... 12

1.5 Kerangka Pemikiran...13

1.6 Asumsi... 23

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 KEBUDAYAAN... 24

2.1.1 Definisi Kebudayaan... 24

2.1.2 Tiga Wujud Kebudayaan... 24


(3)

vii

2.2 BUDAYA SUNDA ... 26

2.2.1 Pengertian Budaya Sunda... 26

2.2.2 Adat-adat Kebudayaan Sunda... 27

2.2.3 Ciri-Ciri Orang Sunda... 29

2.3 Masyarakat Tionghoa di Indonesia... 31

2.3.1 Tionghoa Totok dan Peranakan... 31

2.3.2 Pada Jaman Penjajahan Belanda... 33

2.3.3 Pada Jaman Penjajahan Jepang... 33

2.3.4 Era Pemerintahan Soekarno... 34

2.3.5 Era Pemerintahan Soeharto... 34

2.3.6 Era Pemerintahan B.J. Habibie... 35

2.3.7 Era Pemerintahan K.H. Abdurahman Wahid... 36

2.3.8 Era Pemerintahan Megawati Soekarno Putri... 37

2.4 Budaya Tionghoa... 37

2.4.1 Upacara-upacara Tradisi Tionghoa... 37

2.4.2 Ajaran Dalam Masyarakat Tionghoa... 38

2.4.3 Beberapa Persamaan dan Perbedaan Ajaran Taoisme dan Agama Kristen... 43

2.4.4 Nilai-nilai Familiisme Etnis Tionghoa...47

2.4.5 Streotipe Tentang Keturunan Tionghoa di Indonesia……….. 49

2.5 Values... 50

2.5.1 Value Menurut Rokeach... 50


(4)

viii

2.5.3 Sentralitas dari Values... 57

2.5.4 Perbedaan antara Terminal dan Instrumental Values... 59

2.5.5 Fungsi dari Values dan Value Systems... 60

2.5.6 Values dan Konsep-konsep Lain... 63

2.5.7 Anteseden dan Konsekuensi dari Values... 67

2.5.8 Sikap dan perilaku berdasarkan latar belakang sosial... 68

2.5.9 Rangkuman... 69

2.6 Christian Values... 70

2.6.1 Pengaruh Injil Terhadap Budaya... 70

2.6.2 Ajaran Kristen... 71

2.6.2.1 Sepuluh Perintah Allah... 71

2.6.2.2 Ayat-ayat Lainnya... 72

2.7 Proses Transmisi Budaya... 75

2.7.1 Akulturasi... 75

2.7.2 Enkulturasi dan Sosialisasi... 76

2.8 REMAJA... 79

2.8.1 Batasan dan Ciri-ciri Masa Remaja... 79

2.8.2 Tugas-tugas Perkembangan Masa Remaja... 80

2.8.3 Perubahan Fundamental pada Masa Remaja... 80

2.8.3.1 Perubahan Biologis... 81

2.8.3.2 Perubahan Kognitif... 81

2.8.3.3 Perubahan sosial... 82


(5)

ix

2.8.5 Remaja dan Lingkungannya... 85

2.9 Visi dan Misi SMAK “X” Bandung... 87

2.9.1 Visi ... 87

2.9.2 Misi... 87

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 88 3.1 Rancangan Penelitian... 88

3.2 Variabel Penelitian dan definisi operasional... 89

3.3.1 Variabel Penelitian ... 89

3.3.2 Definisi Operasional... 89

3.3 ALAT UKUR... 92

3.3.1 Kuesioner... 92

3.3.2 Prosedur Pengisian... 92

3.3.3 Sistem Penilaian... 92

3.3.4 Data Penunjang... 93

3.3.5 Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur... 93

3.4 SAMPEL PENELITIAN... 94

3.4.1 Karakteristik Sampel... 94

3.4.2 Teknik Penarikan Sampel... 94

3.5 Teknik Analisis... 94

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN... 96

4.1 Gambaran Responen... 96

4.2 Hasil Penelitian... 98


(6)

x

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 117

5.1 Kesimpulan ... 117

5.2 Saran... 119

DAFTAR PUSTAKA... 120

DAFTAR RUJUKAN... 122 LAMPIRAN


(7)

xi

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Tugas-Tugas perkembangan masa remaja... 80

Tabel 4.1 Jenis Kelamin……….……. 96

Tabel 4.2 Tempat lahir……….... 97

Tabel 4.3 Usia……….……….… 97

Tabel 4.4 Kelas………..………….. 97

Tabel 4.5 Agama………..…… 98

Tabel 4.6 Mean dan Standar Deviasi Chinese Values... 98

Tabel 4.7 Faktor analisis : Integritas dan aktualisasi diri... 99

Tabel 4.8 Faktor analisis : Melestarikan budaya... 100

Tabel 4.9 Faktor analisis : Menjaga relasi sosial... 100

Tabel 4.10 Faktor analisis : Identitas diri dan budaya... 100


(8)

xii

DAFTAR SKEMA

Skema 1.1 Kerangka pikir... 22 Skema 2.1 Transmission... 78 Skema 3.1 Skema Rancangan Penelitian... 89


(9)

xiii

LAMPIRAN

Lampiran 1 Alat Ukur: Modifikasi CVS (Chinese Values Survey)

Lampiran 2 Data Pribadi dan Penunjang

Lampiran 3 Acculturation index

Lampiran 4 Output Frekuensi Data Utama (CVS)


(10)

LAMPIRAN

Lampiran 1 Alat Ukur: Modifikasi CVS (Chinese Values Survey)

Lampiran 2 Data Pribadi dan Penunjang

Lampiran 3 Aculturation index

Lampiran 4 Output Frekuensi Data Utama (CVS)


(11)

Lampiran 1

Alat Ukur : Modifikasi CVS (Chinese Values Survey)

ALAT UKUR CHINESE VALUES

No

VALUE

Tidak Penting

kurang Penting

Cukup

Penting Penting

Sangat Penting 1 Patuh, hormat, mengurusi

orang tua

2 Bekerja keras, rajin bekerja 3 Bertoleransi terhadap orang

lain

4 Hidup harmonis, rukun, bisa bergaul dengan orang lain 5 Rendah hati, tidak sombong 6 Setia kepada atasan/bos, jujur

(dalam hal pekerjaan) 7 Melakukan ritual sosial,

keagamaan, upacara sesuai tradisi

8 Melakukan timbal balik bila diberi salam, pertolongan dan hadiah oleh orang lain

9 Baik hati, mengasihi, suka menolong orang yang membutuhkan; memaafkan 10 Mencapai pendidikan yang

tinggi

11 Solider terhadap orang lain, kompak, bersatu

12 Moderat (mengambil jalan tengah)

13 Memelihara/ mengasuh diri, contoh: bila sakit istirahat dulu, tidak usah bekerja

14 Menata hubungan berdasarkan status, dari yang tinggi sampai yang rendah


(12)

No

VALUE

Tidak Penting

kurang Penting

Cukup

Penting Penting

Sangat Penting 15 Memiliki rasa kebenaran; hati,

pikiran, dan perbuatan yang tidak menyimpang dari kebenaran

16 Kebaikan hati yang tetap didampingi oleh ketegasan/ otoritas

17 Tidak mementingkan persaingan dengan orang lain 18 Tenang dan berhati-hati, tidak

panik dalam menghadapi masalah

19 Tidak korupsi/ menipu, Jujur 20 Cinta kepada leluhur, patriotik

(RRC/ Tiongkok) 21 Kesungguhan, tulus hati 22 Menjaga diri agar tetap bersih,

luhur, murni

23 Hemat

24 Tabah, tahan banting, ulet, punya daya tahan

25 Sabar

26 Membalas kebaikan dengan kebaikan dan kejahatan dengan kejahatan

27 Merasa kebudayaan sendiri (Tionghoa) sebagai yang lebih unggul

28 Menyesuaikan diri dengan lingkungan, dengan orang lain di sekitar

29 Berhati-hati

30 Dapat dipercaya

31 Tahu malu

32 Mempunyai sopan santun, tata krama


(13)

No

VALUE

Tidak Penting

kurang Penting

Cukup

Penting Penting

Sangat Penting 33 Bertingkah laku sesuai posisi

atau keadaan yang dimiliki sekarang, taat terhadap peraturan, tidak melanggar

34 Konservatif, memelihara teguh tradisi

35 Ingin menimbulkan kesan baik, jaga image, jaga gengsi

36 Menghargai persahabatan. Akrab, dekat

37 Menjaga keperawanan dan kesetiaan pada diri wanita 38 Tidak banyak memiliki

keinginan, tidak banyak permintaan, tidak ingin macam-macam

39 Menghormati tradisi


(14)

Lampiran 2

Data Pribadi dan Penunjang

KATA PENGANTAR

Saya mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha akan mengadakan penelitian mengenai Chinese values (nilai-nilai Tionghoa) yang masih dipegang Siswa siswi SMU dan faktor-faktor yang mempengaruhi Chinese values tersebut, seperti budaya dan nilai-nilai lain yang ditemui dalam hidup Saudara/i, pergaulan dengan orang dari etnis lain, dsb. Penelitian ini ditujukan dalam rangka memenuhi syarat tugas akhir.

Sehubungan dengan hal tersebut, maka Saudara/i dimohon kesediaannya meluangkan waktu untuk mengisi kuesioner ini. Data yang diperoleh nantinya akan sangat berguna bagi penelitian yang akan dilakukan.

Saudara/i diharapkan mengisi kuesioner ini dengan sejujurnya, teliti, dan jangan sampai ada yang terlewat. Saudara/i tidak perlu kuatir atau takut karena kerahasiaan identitas dan jawaban akan dijaga.

Atas kesediaan dan bantuan Saudara/i, saya ucapkan terima kasih.

Hormat saya,


(15)

Untuk pertanyaan di bawah ini, Saudara/i diharapkan memilih jawaban yang sesuai dengan diri Saudara/i. Bila jawaban yang Saudara/i maksud tidak ada di pilihan jawaban yang tersedia, Saudara/i bisa menuliskan sendiri jawaban di atas titik-titik (□ ...). Selamat mengerjakan.

Data Pribadi

1. Jenis kelamin : □ Laki-laki □ Wanita 2. Tempat/tanggal lahir :

3. Usia :

4. Kelas : IPA/IPS

5. Agama :

6. Suku Bangsa : Tionghoa / Jawa / Sunda / Batak/ ... Ayah : Tionghoa / Jawa / Sunda / Batak/ ... Ibu : Tionghoa / Jawa / Sunda / Batak/ ...

Data Penunjang

1. Saya memandang diri saya:

□ Masih memegang kuat tradisi Tionghoa

□ Tradisi yang dipegang sudah bercampur dengan budaya lain, yaitu budaya...

2. Sejak kecil budaya yang ditanamkan oleh orang tua saya: (Jawaban bisa lebih dari satu)

□ Budaya Tionghoa □ Budaya Indonesia □ Budaya Belanda □... 3. Tetangga di sekeliling saya adalah orang: (Jawaban boleh lebih dari satu)

□ Tionghoa □ Jawa □ Sunda □ ... 4. Apakah saya bisa berbahasa Mandarin? □ Ya □ Tidak

5. Saat berbicara dengan orang tua, saya menggunakan bahasa: (Jawaban boleh lebih dari satu)


(16)

□ Mandarin □ Indonesia □ Sunda □ Jawa □ ... 6. Saat berbicara dengan generasi etnis Tionghoa yang lebih tua (saudara, tetangga,

dll), saya menggunakan bahasa: (Jawaban boleh lebih dari satu)

□ Mandarin □ Indonesia □ Sunda □ Jawa □ ... 7. Saat berbicara dengan orang pribumi Indonesia yang lebih tua (tetangga,

saudara,dll), saya menggunakan bahasa: (Jawaban boleh lebih dari satu) □ Indonesia □ Sunda □ Jawa □ ... 8. Kebanyakan teman akrab saya berasal dari:

□ Etnis yang sama (Tionghoa)

□ Satu etnis tertentu yang berbeda, yaitu etnis ... □ Berbagai macam etnis

9. Saat berbicara dengan teman dari etnis Tionghoa, saya menggunakan bahasa: (Jawaban boleh lebih dari satu)

□ Mandarin □ Indonesia □ Sunda □ Jawa □ ... 10. Saat berbicara dengan teman pribumi Indonesia, saya menggunakan bahasa:

(Jawaban boleh lebih dari satu)

□ Indonesia □ Sunda □ Jawa □ ...

11. Secara keseluruhan, bagaimana pengaruh orang dari etnis Tionghoa yang lebih tua (saudara, tetangga, dll) terhadap Chinese values (nilai-nilai Tionghoa) saya: □ Memperkuat □ Memperlemah □ Tidak berpengaruh

12. Secara keseluruhan, bagaimana pengaruh orang pribumi Indonesia yang lebih tua (tetangga, saudara,dll) terhadap Chinese values (nilai-nilai Tionghoa) saya:

□ Memperkuat □ Memperlemah □ Tidak berpengaruh

13. Secara keseluruhan, bagaimana pengaruh teman dari etnis Tionghoa terhadap Chinese values (nilai-nilai Tionghoa) saya:

□ Memperkuat □ Memperlemah □ Tidak berpengaruh

14. Secara keseluruhan, bagaimana pengaruh teman pribumi Indonesia terhadap Chinese values (nilai-nilai Tionghoa) saya:


(17)

15. Secara keseluruhan, bagaimana pengaruh media massa dan media elektronik terhadap Chinese values (nilai-nilai Tionghoa) saya:

□ Memperkuat □ Memperlemah □ Tidak berpengaruh

16. Secara keseluruhan, bagaimana pengaruh budaya sekarang yang lebih menekankan kemajuan teknologi dan pendidikan terhadap Chinese values (nilai-nilai Tionghoa) saya:

□ Memperkuat □ Memperlemah □ Tidak berpengaruh

17. Secara keseluruhan, bagaimana Christian values (nilai-nilai Kristen) terhadap Chinese values (nilai-nilai Tionghoa) saya:


(18)

Lampiran 3

Aculturation Index

Di bawah ini terdapat pertanyaan-pertanyaan mengenai gaya hidup Saudara/i. Saudara/i diharapkan memilih jawaban yang sesuai dengan diri Saudara/i.

Jawablah pertanyaan tersebut dengan cara memberi tanda pada kolom yang tersedia. Selamat mengerjakan.

KET: MT = Mirip orang Tionghoa CMT = Cukup Mirip orang Tionghoa MI = Mirip orang Indonesia CMI = Cukup Mirip orang Indonesia

Contoh:

1. Menurut saya, apakah cara berpakaian orang Tionghoa dan orang Indonesia sama?

□ Ya □ Tidak

Bila ya, langsung pindah ke soal no. 2

Bila tidak, cara berpakaian saya: MT CMT CMI MI

2. Orang Tionghoa dalam melakukan kegiatan sehari-hari cenderung cepat. Menurut saya, apakah kecepatan orang Tionghoa dan orang Indonesia dalam melakukan kegiatan sehari-hari sama? □ Ya □ Tidak

Bila ya, langsung pindah ke soal no. 3

Bila tidak, dalam melakukan kegiatan sehari-hari, saya:

MT CMT CMI MI

1. Menurut saya, apakah cara berpakaian orang Tionghoa dan orang Indonesia sama? □ Ya □ Tidak


(19)

Bila tidak, cara berpakaian saya: MT CMT CMI MI

1. Orang Tionghoa dalam melakukan kegiatan sehari-hari cenderung cepat. Menurut saya, apakah kecepatan orang Tionghoa dan orang Indonesia dalam melakukan kegiatan sehari-hari sama? □ Ya □ Tidak

Bila ya, langsung pindah ke soal no. 3

Bila tidak, dalam melakukan kegiatan sehari-hari, saya:

MT CMT CMI MI

2. Menurut saya, apakah makanan yang dikonsumsi sehari-hari oleh orang Tionghoa dan orang Indonesia sama? □ Ya □ Tidak

Bila ya, langsung pindah ke soal no. 4

Bila tidak, dalam mengkonsumsi makanan sehari-hari, saya:

MT CMT CMI MI

3. Menurut saya, apakah standar hidup

(layak/tidaknya hidup dengan materi yang dipunyai) orang Tionghoa dan orang Indonesia sama? □ Ya □ Tidak

Bila ya, langsung pindah ke soal no.5

MT CMT CMI MI

Bila tidak, standar hidup saya:

4. Menurut saya, apakah kegiatan rekreasi (musik tradisional, sandiwara, tarian, permainan, olahraga, dll) orang Tionghoa dan orang Indonesia sama? □ Ya □ Tidak

Bila ya, langsung pindah ke soal no. 6

MT CMT CMI MI

Bila tidak, kegiatan rekreasi saya:

5. Orang Indonesia memanggil keluarga/saudara dengan sebutan seperti kakek, paman, tante, dsb. Menurut saya, apakah panggilan terhadap keluarga/saudara pada orang Tionghoa dan orang Indonesia sama? □ Ya □ Tidak


(20)

MT = Mirip orang Tionghoa CMT = Cukup Mirip orang Tionghoa MI = Mirip orang Indonesia CMI = Cukup Mirip orang Indonesia

MT CMT CMI MI Bila ya, langsung pindah ke soal no. 7

Bila tidak, dalam memanggil keluarga/saudara, saya:

6. Keluarga besar Tionghoa biasanya tinggal dalam satu rumah, atau tinggal berdekatan di satu daerah/lingkungan. Menurut saya, apakah cara bertempat tinggal orang Tionghoa dan orang Indonesia sama? □ Ya □ Tidak Bila ya, langsung pindah ke soal no. 8

Bila tidak, cara bertempat tinggal saya: MT CMT CMI MI

7. Menurut saya, apakah cara berbicara/berkomunikasi orang Tionghoa dan orang Indonesia sama? □ Ya □ Tidak

Bila tidak, cara berbicara/berkomunikasi saya:

MT CMT CMI MI

8. Menurut saya, apakah kegiatan budaya orang (hari-hari besar yang dirayakan, peringatan-peringatan, dsb) Tionghoa dan orang Indonesia sama?

□ Ya □ Tidak

Bila ya, langsung pindah ke soal no. 10

MT CMT CMI MI

Bila tidak, kegiatan budaya saya:

9. Menurut saya, apakah ideologi politik (dalam memilih partai, menilai

pemerintahan, dll) orang Tionghoa dan orang Indonesia sama? □ Ya □ Tidak

Bila ya, langsung pindah ke soal no. 11

MT CMT CMI MI


(21)

MT = Mirip orang Tionghoa CMT = Cukup Mirip orang Tionghoa MI = Mirip orang Indonesia CMI = Cukup Mirip orang Indonesia

10. Menurut saya, apakah kebiasaan sosial, tata krama, dan sopan santun orang Tionghoa dan orang Indonesia sama?

□ Ya □ Tidak

Bila ya, langsung pindah ke soal no. 12 MT CMT CMI MI Bila tidak, kebiasaan sosial, tata krama, dan

sopan santun saya:

11. Di keluarga Tionghoa biasanya laki-laki yang mencari nafkah, wanita mengurus rumah tangga dan anak-anak. Menurut saya, apakah pembagian tugas dalam rumah tangga orang Tionghoa dan Indonesia sama? □ Ya □ Tidak Bila ya, tidak usah menjawab pertanyaan di bawah ini

Bila tidak, pembagian tugas dalam rumah tangga saya:


(22)

Lampiran 4

Output Frekuensi Data Utama (CVS

)

Tabel 3.1 Berbakti kepada orang tua

8 3.7 69 31.5 142 64.8 219 100.0 3 4 5 Total Valid Frequency Percent

Tabel 3.2 Bekerjakeras

16 7.3 105 47.9 98 44.7 219 100.0 3 4 5 Total Valid Frequency Percent

Tabel 3.3 Toleransi terhadap orang lain

2 .9 35 16.0 96 43.8 86 39.3 219 100.0 2 3 4 5 Total Valid Frequency Percent

Tabel 3.4 Harmonis dengan orang lain

1 .5 17 7.8 95 43.4 106 48.4 219 100.0 2 3 4 5 Total Valid Frequency Percent


(23)

Tabel 3.5 Rendah hati 29 13.2 91 41.6 99 45.2 219 100.0 3 4 5 Total Valid Frequency Percent

Tabel 3.6 setia kepada atasan

8 3.7 50 22.8 79 36.1 82 37.4 219 100.0 2 3 4 5 Total Valid Frequency Percent

Tabel 3.7 Ritual sosial dan keagamaan

23 10.5 33 15.1 85 38.8 57 26.0 21 9.6 219 100.0 1 2 3 4 5 Total Valid Frequency Percent

Tabel 3.8 Timbal balik

1 .5 13 5.9 69 31.5 99 45.2 37 16.9 219 100.0 1 2 3 4 5 Total Valid Frequency Percent


(24)

Tabel 3.9 Baik hati, menolong, memaafkan 1 .5 34 15.5 82 37.4 102 46.6 219 100.0 2 3 4 5 Total Valid Frequency Percent

Tabel 3.10 Pengetahuan

1 .5 3 1.4 40 18.3 90 41.1 85 38.8 219 100.0 1 2 3 4 5 Total Valid Frequency Percent

Tabel 3.11 Solider

1 .5 37 16.9 103 47.0 78 35.6 219 100.0 2 3 4 5 Total Valid Frequency Percent

Tabel 3.12 Mengambil jalan tengah

5 2.3 24 11.0 105 47.9 72 32.9 13 5.9 219 100.0 1 2 3 4 5 Total Valid Frequency Percent


(25)

Tabel 3.13 Pemeliharaan jiwa 2 .9 26 11.9 88 40.2 72 32.9 31 14.2 219 100.0 1 2 3 4 5 Total Valid Frequency Percent

Tabel 3.14 menata hubungan-status

69 31.5 59 26.9 53 24.2 26 11.9 12 5.5 219 100.0 1 2 3 4 5 Total Valid Frequency Percent

Tabel 3.15 Memiliki rasa kebenaran

1 .5 47 21.5 93 42.5 78 35.6 219 100.0 2 3 4 5 Total Valid Frequency Percent

tabel 3.16 Baik hati dan ketegasan

1 .5 10 4.6 58 26.5 99 45.2 51 23.3 219 100.0 1 2 3 4 5 Total Valid Frequency Percent


(26)

Tabel 3.17 Tidak bersaing 18 8.2 42 19.2 94 42.9 50 22.8 15 6.8 219 100.0 1 2 3 4 5 Total Valid Frequency Percent

Tabel 3.18 Tenang

1 .5 4 1.8 40 18.3 101 46.1 73 33.3 219 100.0 1 2 3 4 5 Total Valid Frequency Percent

Tabel 3.19 Tidak korupsi, jujur

6 2.7 28 12.8 73 33.3 112 51.1 219 100.0 2 3 4 5 Total Valid Frequency Percent

Tabel 3.20 Patriotisme(Cina)

40 18.3 70 32.0 62 28.3 31 14.2 16 7.3 219 100.0 1 2 3 4 5 Total Valid Frequency Percent


(27)

Tabel 3.21 Kesungguhan,tulushati 1 .5 3 1.4 41 18.7 89 40.6 85 38.8 219 100.0 1 2 3 4 5 Total Valid Frequency Percent

Tabel 3.22 Menjaga kemurnian&luhur

5 2.3 44 20.1 76 34.7 94 42.9 219 100.0 2 3 4 5 Total Valid Frequency Percent

Tabel 3.23 Hemat

4 1.8 50 22.8 91 41.6 74 33.8 219 100.0 2 3 4 5 Total Valid Frequency Percent

Tabel 3.24 Tabah

3 1.4 39 17.8 92 42.0 85 38.8 219 100.0 2 3 4 5 Total Valid Frequency Percent


(28)

Tabel 3.25 Sabar 2 .9 31 14.2 105 47.9 81 37.0 219 100.0 2 3 4 5 Total Valid Frequency Percent

Tabel 3.26 Balas budi & dendam

73 33.3 64 29.2 53 24.2 15 6.8 14 6.4 219 100.0 1 2 3 4 5 Total Valid Frequency Percent

Tabel 3.27 Merasa budaya Cina lebih unggul

75 34.2 65 29.7 43 19.6 25 11.4 11 5.0 219 100.0 1 2 3 4 5 Total Valid Frequency Percent

Tabel 3.28 Menyesuaikan diri

1 .5 51 23.3 90 41.1 77 35.2 219 100.0 1 3 4 5 Total Valid Frequency Percent


(29)

Tabel 3.29 Berhati-hati 1 .5 41 18.7 108 49.3 68 31.1 1 .5 219 100.0 2 3 4 5 45 Total Valid Frequency Percent

Tabel 3.30 Dapat dipercaya

2 .9 24 11.0 87 39.7 106 48.4 219 100.0 2 3 4 5 Total Valid Frequency Percent

Tabel 3.31 Tahu malu

1 .5 8 3.7 48 21.9 92 42.0 70 32.0 219 100.0 1 2 3 4 5 Total Valid Frequency Percent

Tabel 3.32 Punya sopan santun

15 6.8 86 39.3 118 53.9 219 100.0 3 4 5 Total Valid Frequency Percent


(30)

Tabel 3.33 Puas dengan keadaan skrg 6 2.7 52 23.7 100 45.7 61 27.9 219 100.0 2 3 4 5 Total Valid Frequency Percent

Tabel 3.34 Pegang teguh tradisi

13 5.9 70 32.0 83 37.9 37 16.9 16 7.3 219 100.0 1 2 3 4 5 Total Valid Frequency Percent

Tabel 3.35 Menimbulkan kesan baik

15 6.8 42 19.2 78 35.6 62 28.3 22 10.0 219 100.0 1 2 3 4 5 Total Valid Frequency Percent

Tabel 3.36 Persahabatan

2 .9 1 .5 19 8.7 93 42.5 104 47.5 219 100.0 1 2 3 4 5 Total Valid Frequency Percent


(31)

Tabel 3.37 Keperawanan pada wanita 4 1.8 1 .5 14 6.4 47 21.5 153 69.9 219 100.0 1 2 3 4 5 Total Valid Frequency Percent

Tabel 3.38 Keinginan tidak berlebihan

16 7.3 38 17.4 115 52.5 36 16.4 14 6.4 219 100.0 1 2 3 4 5 Total Valid Frequency Percent

Tabel 3.39 Menghormati tradisi

5 2.3 29 13.2 107 48.9 57 26.0 21 9.6 219 100.0 1 2 3 4 5 Total Valid Frequency Percent

tabel 3.40 Kesejahteraan ekonomi

10 4.6 32 14.6 76 34.7 57 26.0 44 20.1 219 100.0 1 2 3 4 5 Total Valid Frequency Percent


(32)

Lampiran 4

Lampiran 5

Output Frekuensi Data Pribadi dan Penunjang

Tabel 5.1 Jenis Kelamin

98 44.7 121 55.3 219 100.0 Laki-laki

Wanita Total Valid

Frequency Percent

Tabel 5.2 Tempat lahir

208 95.0

1 .5

1 .5

9 4.1

219 100.0

Jabar Jateng Jatim Luar Jabar Total Valid

Frequency Percent

Tabel 5.3 Usia

2 .9

61 27.9 109 49.8 44 20.1 3 1.4 219 100.0 14

15 16 17 18 Total Valid


(33)

Tabel 5.4 Kelas 85 38.8 71 32.4 63 28.8 219 100.0 1 2 IPA 2 IPS Total Valid Frequency Percent

Tabel 5.5 Agama

13 5.9 30 13.7 176 80.4 219 100.0 Budha Katolik Kristen Total Valid Frequency Percent

Tabel 5.6 Suku bangsa

2 .9 212 96.8 2 .9 3 1.4 219 100.0 Sunda Tionghoa Tionghoa,asing Tionghoa,Sunda Total Valid Frequency Percent

Tabel 5.7 Suku bangsa ayah

1 .5 1 .5 3 1.4 213 97.3 1 .5 219 100.0 Belanda Selain Tionghoa,Sunda Sunda Tionghoa Tionghoa,Sunda Total Valid Frequency Percent


(34)

Tabel 5.8 Suku bangsa ibu 3 1.4 3 1.4 211 96.3 1 .5 1 .5 219 100.0 Selain Tionghoa,Sunda Sunda Tionghoa Tionghoa,asing Tionghoa,Sunda Total Valid Frequency Percent

Tabel 5.9 Budaya saya

25 11.4 34 15.5 17 7.8 77 35.2 7 3.2 4 1.8 55 25.1 219 100.0 Asing Budaya lain daerah Indonesia Indonesia,Asing Kristen Pegang tradisi Total Valid Frequency Percent

Tabel 5.10 Budaya yang ditanamkan orang tua

5 2.3 1 .5 37 16.9 1 .5 1 .5 74 33.8 3 1.4 93 42.5 4 1.8 219 100.0 Asing Asing,Tionghoa Indonesia IndonesiaAsing Kristen Tionghoa Tionghoa,Asing Tionghoa,Indonesia Tionghoa, Indonesia,Asing Total Valid Frequency Percent


(35)

Tabel 5.11 Tetangga 2 .9 60 27.4 64 29.2 1 .5 60 27.4 1 .5 9 4.1 22 10.0 219 100.0 Asing Campur daerah daerah,daerah Tionghoa Tionghoa,Asing Tionghoa,Campur Tionghoa,daerah Total Valid Frequency Percent

Tabel 5.12 Bicara Mandarin

112 51.1 107 48.9 219 100.0 Tidak Ya Total Valid Frequency Percent

Tabel 5.13 Bicara dengan orang tua bahasa

38 17.4 3 1.4 118 53.9 7 3.2 44 20.1 4 1.8 1 .5 3 1.4 1 .5 219 100.0 campur daerah Indonesia Indonesia,asing Indonesia,daerah Indonesia,daerah,asing Indonesia,Inggris Mandarin Mandarin,campur Total Valid Frequency Percent


(36)

Tabel 5.14 Bicara dengan generasi tua Tionghoa bahasa

29 13.2

161 73.5

1 .5

18 8.2

1 .5

6 2.7

1 .5

2 .9

219 100.0

campur Indonesia Indonesia,asing Indonesia,daerah Indonesia,daerah,asing Mandarin

Mandarin,asing Sunda

Total Valid

Frequency Percent

Tabel 5.15 Bicara dengan generasi tua pribumi bahasa

10 4.6

145 66.2

1 .5

63 28.8

219 100.0

daerah Indonesia Indonesia,asing Indonesia,daerah Total

Valid

Frequency Percent

Tabel 5.16 Teman akrab etnis

45 20.5

4 1.8

169 77.2

1 .5

219 100.0

Berbagai Etnis etnis lain Tionghoa

TionghoaBerbagai Etnis Total

Valid


(37)

Tabel 5.17 Bicara dengan teman Tionghoa bahasa 7 3.2 1 .5 145 66.2 1 .5 53 24.2 6 2.7 5 2.3 1 .5 219 100.0 campur daerah Indonesia Indonesia,asing Indonesia,daerah Indonesia,daerah,asing Mandarin Mandarin,Indonesia Total Valid Frequency Percent

Tabel 5.18 Bicara dengan teman pribumi bahasa

10 4.6 133 60.7 73 33.3 2 .9 1 .5 219 100.0 daerah Indonesia Indonesia,daerah Indonesia,daerah,asing Sunda Total Valid Frequency Percent

Tabel 5.19 Pengaruh generasi tua Tionghoa terhadap CV

2 .9 103 47.0 114 52.1 219 100.0 Mempelemah Memperkuat Tidak berpengaruh Total Valid Frequency Percent

Tabel 5.20 Pengaruh generasi tua pribumi thd CV

29 13.2 10 4.6 180 82.2 219 100.0 Mempelemah Memperkuat Tidak berpengaruh Total Valid Frequency Percent


(38)

Tabel 5.21 Pengaruh teman Tionghoa thd CV 6 2.7 54 24.7 159 72.6 219 100.0 Mempelemah Memperkuat Tidak berpengaruh Total Valid Frequency Percent

Tabel 5.22 Pengaruh teman pribumi thd CV

17 7.8 7 3.2 195 89.0 219 100.0 Mempelemah Memperkuat Tidak berpengaruh Total Valid Frequency Percent

Tabel 5.23 Pengaruh media massa/elektronik thd CV

28 12.8 42 19.2 149 68.0 219 100.0 Mempelemah Memperkuat Tidak berpengaruh Total Valid Frequency Percent

Tabel 5.24 Pengaruh budaya urban thd CV

47 21.5 60 27.4 112 51.1 219 100.0 Mempelemah Memperkuat Tidak berpengaruh Total Valid Frequency Percent

Tabel 5.25 Pengaruh Christian value thd CV

68 31.1 38 17.4 113 51.6 219 100.0 Mempelemah Memperkuat Tidak berpengaruh Total Valid Frequency Percent


(39)

Tabel 5.26 Cara berpakaian 14 6.4 45 20.5 5 2.3 13 5.9 142 64.8 219 100.0

Cukup Mirip Indonesia Cukup Mirip Tionghoa Mirip Indonesia Mirip Tionghoa Sama Total Valid Frequency Percent

Tabel 5.27 Kecepatan melakukan kegiatan sehari-hari

1 .5 18 8.2 85 38.8 7 3.2 45 20.5 63 28.8 219 100.0

Cukup Mirip Indonesia Cukup Mirip Tionghoa Mirip Indonesia Mirip Tionghoa Sama Total Valid Frequency Percent

Tabel 5.28 Makanan sehari-hari

10 4.6 52 23.7 2 .9 38 17.4 117 53.4 219 100.0

Cukup Mirip Indonesia Cukup Mirip Tionghoa Mirip Indonesia Mirip Tionghoa Sama Total Valid Frequency Percent

Tabel 5.29 Standar hidup

4 1.8 59 26.9 3 1.4 53 24.2 100 45.7 219 100.0

Cukup Mirip Indonesia Cukup Mirip Tionghoa Mirip Indonesia Mirip Tionghoa Sama Total Valid Frequency Percent


(40)

Tabel 5.30 Kegiatan rekreasi 14 6.4 71 32.4 6 2.7 36 16.4 92 42.0 219 100.0

Cukup Mirip Indonesia Cukup Mirip Tionghoa Mirip Indonesia Mirip Tionghoa Sama Total Valid Frequency Percent

Tabel 5.31 Panggilan di keluarga

1 .5 48 21.9 3 1.4 137 62.6 30 13.7 219 100.0

Cukup Mirip Indonesia Cukup Mirip Tionghoa Mirip Indonesia Mirip Tionghoa Sama Total Valid Frequency Percent

Tabel 5.32 Cara bertempat tinggal

26 11.9 45 20.5 14 6.4 22 10.0 112 51.1 219 100.0

Cukup Mirip Indonesia Cukup Mirip Tionghoa Mirip Indonesia Mirip Tionghoa Sama Total Valid Frequency Percent

Tabel 5.33 Cara berkomunikasi/bicara

7 3.2 49 22.4 5 2.3 20 9.1 138 63.0 219 100.0

Cukup Mirip Indonesia Cukup Mirip Tionghoa Mirip Indonesia Mirip Tionghoa Sama Total Valid Frequency Percent


(41)

Tabel 5.34 Kegiatan budaya 3 1.4 78 35.6 2 .9 108 49.3 28 12.8 219 100.0

Cukup Mirip Indonesia Cukup Mirip Tionghoa Mirip Indonesia Mirip Tionghoa Sama Total Valid Frequency Percent

Tabel 5.35 Ideologi politik

10 4.6 53 24.2 8 3.7 38 17.4 110 50.2 219 100.0

Cukup Mirip Indonesia Cukup Mirip Tionghoa Mirip Indonesia Mirip Tionghoa Sama Total Valid Frequency Percent

Tabel 5.36 Kebiasaan sosial, tata krama, sopan santun

6 2.7 59 26.9 4 1.8 80 36.5 70 32.0 219 100.0

Cukup Mirip Indonesia Cukup Mirip Tionghoa Mirip Indonesia Mirip Tionghoa Sama Total Valid Frequency Percent

Tabel 5.37 Pembagian tugas dalam rumah tangga

15 6.8 38 17.4 9 4.1 35 16.0 122 55.7 219 100.0

Cukup Mirip Indonesia Cukup Mirip Tionghoa Mirip Indonesia Mirip Tionghoa Sama Total Valid Frequency Percent


(42)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Etnis Tionghoa merupakan salah satu etnis yang tidak hanya diperhitungkan tidak hanya di Indonesia saja melainkan di dunia karena kemajuannya yang pesat dalam berbagai bidang sehingga menguasai semua aspek kehidupan khususnya dalam bidang ekonomi-perdagangan. Orang Tionghoa terkenal memegang perekonomian penting di berbagai negara bahkan Negara China diprediksikan akan menjadi raksasa perekonomian global dan berdasarkan hasil penelitian dalam hal pendidikan, para murid di Tionghoa temasuk berprestasi. Saat ini pun muncul suatu sistem management Tsun Zu yang dipakai dalam management Barat (western) yang menyiratkan pengakuan atas keunggulan orang Tionghoa oleh masyarakat Barat. Keberhasilan yang dicapai oleh kebanyakan orang Tionghoa tidak terlepas dari budaya dan nilai-nilai hidupnya.

Keberadaan orang-orang Tionghoa di Indonesia sudah berlangsung ratusan tahun karena pemukiman-pemukiman kecil orang Tionghoa sudah terdapat di Indonesia jauh sebelum kedatangan orang Eropa. Namun orang Tionghoa selalu merupakan kelompok minoritas di Indonesia dan selalu menonjol sebagai kelompok etnis tersendiri yang dianggap sebagai etnis “asing”. (Coppel:1994)


(43)

2

Keberadaan mereka di Indonesia yang cukup lama memungkinkan terjadinya percampuran atau bahkan perubahan pewarisan budaya Tionghoa termasuk nilai-nilainya (Chinese values). Perubahan tersebut dapat terjadi melalui interaksi yang terjadi antara etnis Tionghoa dengan penduduk Indonesia asli, atau transmisi dari media masa, film/sinetron Indonesia, majalah, musik, dan produk Indonesia lainnya.

Kondisi demikian dapat meningkatkan atau mengurangi derajat kepentingan nilai-nilai Tionghoa(Chinese values) yang telah dimiliki. Derajat kepentingan yang dimaksud adalah seberapa penting siswa/i memandang suatu value dalam Chinese values. Perubahan budaya yang paling mudah untuk diamati saat ini adalah cukup banyak siswa/i Tionghoa di Indonesia kurang mengetahui ataupun bahkan tidak mengetahui sama sekali mengenai budaya Tionghoa serta tidak lagi menjalankan adat istiadat dan budayanya sendiri termasuk tidak mampu berbahasa Tionghoa/ Mandarin, padahal bahasa merupakan akar dari suatu budaya. Meskipun tidak tertutup kemungkinan sebagian dari siswa/i Tionghoa masih memegang teguh nilai-nilai (values) dari budaya Tionghoa.

Values dalam Chinese values membentuk suatu sistem nilai budaya (Chinese values system) yang merupakan tingkat paling tinggi dan paling abstrak dari adat istiadat. Hal itu disebabkan nilai-nilai budaya merupakan konsep-konsep yang hidup dalam pikiran siswa/i mengenai apa yang mereka anggap bernilai, berharga, dan penting dalam hidup sehingga dapat berfungsi sebagai suatu pedoman yang memberi arah dan orientasi kepada siswa/i tersebut.


(44)

3

Nilai-nilai budaya berfungsi sebagai pedoman hidup siswa/i dalam hidup bermasyarakat. Namun sebagai suatu konsep, suatu nilai budaya bersifat sangat umum yang mempunyai ruang lingkup sangat luas dan biasanya sangat sulit untuk dijelaskan secara rasional dan nyata. Oleh karena sifatnya tersebut. Maka nilai-nilai budaya dalam suatu kebudayaan berada dalam daerah emosional. Kecuali jika nilai-nilai itu telah meresap dalam diri siswa/i sejak kecil, maka konsep-konsep itu akan mengakar dalam jiwa mereka.

Nilai-nilai hidup orang Tionghoa disebut Chinese values, dimiliki siswa/i dengan derajat kepentingan setiap nilai yang berbeda-beda. Perbedaan derajat kepentingan tersebut dipengaruhi oleh perubahan budaya yang dialami oleh siswa/i etnis Tionghoa di Indonesia, termasuk pengalaman-pengalaman sosial, ekonomi dan politik yang terjadi dan merupakan strategi yang dengan sengaja telah dilakukan sejak lama oleh pemerintah Orde Baru dengan tujuan menghilangkan kebudayaan Tionghoa berikut dengan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya.

Indonesia mengalami masa penjajahan sebelum memasuki pemerintahan orde baru. Pada masa penjajahan, keadaan orang Tionghoa Indonesia sangatlah nyaman karena perlakuan kepara penjajah (Jepang dan Belanda) yang mengistimewakan orang Tionghoa di Indonesia dengan memberikan berbagai perlakuan khusus pada mereka. Kedudukan mereka dalam hukum dan pemerintahan pun dianggap lebih tinggi daripada orang pribumi serta diberi kebebasan dalam mendirikan organisasi, sekolah dan vihara. Bahkan pemerintah Belanda membangun China town (Pecinan)


(45)

4

sehingga pergaulan orang Tionghoa menjadi lebih eksklusif karena terlokalisasi. Begitu pula dengan media massa berbahasa Mandarin berkembang pesat pada saat itu dan menyebabkan budaya Tionghoa termasuk Chinese values dapat bertumbuh dengan subur di Indonesia hingga pemerintahan Orde lama berakhir. Kenyamanan tersebut membuat orang Tionghoa merasa “lebih tinggi” dalam status sosial dibandingkan orang Indonesia asli. Penghayatan ini termasuk a sense of cultural superiority (rasa unggul diri terhadap kebudayaan) dalam Chinese values .

Pada sisi lain, hal di atas menjadi pemicu timbulnya kesenjangan dan kecemburuan sosial pada masyarakat pribumi yang merasa diperlakukan tidak adil di negara mereka sendiri. Masyarakat pribumi tidak dapat menerima jika etnis Tionghoa masyarakat pendatang di negaranya justru mendapatkan perlakuan yang lebih baik dibandingkan masyarakat pribumi.

Sebelum masa Orde Baru, Indonesia telah mengalami beberapa kali perubahan dalam kondisi sosial, politik dan ekonomi yang cukup berpengaruh pada masyarakat Tionghoa yang berada di Indonesia saat itu. Dimulai dengan “Demokrasi konstitusional” tahun 1949-1958. Pada masa tersebut masyarakat peranakan sangat diliputi oleh “diskriminasi rasial” dan “integrasi” sehubungan dengan sikap pemerintah sebelumnya yang mencurigai orang Tionghoa di Indonesia dan menganggap mereka sebagai ancaman besar bagi keamanan pemerintah terkait dengan perkembangan komunis yang semakin luas. Akan tetapi mereka tidak tinggal diam melainkan berjuang untuk menentang apa yang mereka anggap sebagai


(46)

5

“kebijaksanaan yang diskriminatif” terhadap masyarakat Tionghoa. Pada tahun 1959-1965 Indonesia memasuki masa “Demokrasi terpimpin”. Pada masa ini dikeluarkan Peraturan Presiden no 10 (PP 10) yang menyatakan bahwa orang asing tidak diperkenankan berusaha di bidang perdagangan eceran dan oleh hukum diwajibkan untuk mengalihkan perusahaan mereka kepada warga Indonesia sebelum 1 januari 1960. Peraturan tersebut menyebabkan banyak orang Tionghoa di Indonesia kehilangan pekerjaan. Pada masa “Orde Baru” (1966-1975) terjadi kudeta yang diprakarsai oleh PKI yang terkenal dengan nama Gerakan Tigapuluh September pada pagi hari tanggal 1 Oktober 1965 yang berdampak pada penutupan organisasi dan sekolah Tionghoa yang berusaha dihilangkan pemerintah, sehingga mereka masuk ke dalam sekolah Indonesia serta berkembangnya perasaan anti-Tionghoa (Suryadinata:177-200, 1986).

Terlebih pada masa Orde Baru, etnis Tionghoa banyak mengalami tekanan yang memaksa mereka untuk tidak menunjukkan identitas diri mereka sebagai etnis Tionghoa di Indonesia. Penutupan sekolah, media masa dan organisasi merupakan awal dari tindakan pemerintah yang berusaha menghilangkan tiga pilar utama dari etnis Tionghoa, dengan tujuan menghilangkan eksistensi dan kebudayaan Tionghoa dari masyarakat Indonesia. Padahal sekolah Tionghoa merupakan salah satu sarana untuk menanamkan kebudayaan dan filosofi atau nilai-nilai hidup orang Tionghoa (Chinese values), pemerintah juga menutup secara paksa perusahaan yang bergerak di bidang media massa (majalah dan koran) yang menggunakan bahasa Mandarin dan


(47)

6

melarang masyarakat etnis Tionghoa untuk berkumpul dalam organisasi-organisasi ataupun agama yang sebelumnya menjadi wadah untuk melestarikan budaya dan memperkuat tali persaudaraan di antara mereka.

Lebih lanjut pemerintah saat itu melarang pemakaian simbol-simbol dan bahasa Mandarin dalam kehidupan sehari-hari sehingga dampak yang terasa hingga sekarang adalah para siswa/i Tionghoa kurang mampu berbahasa Mandarin. Masyarakat Tionghoa saat itu, juga merasakan sulitnya menjalankan ibadah dalam agama Budha dan Kong Hu Cu, sehingga menjadi faktor banyaknya masyarakat etnis Tionghoa yang kemudian memilih pindah agama, selain karena disebabkan oleh terjadinya pembauran dengan agama lain khususnya Kristen/Katolik. Padahal dalam agama Budha dan Kong Hu Cu sarat dengan adat istiadat Tionghoa, sehingga perpindahan agama tersebut secara tidak langsung mempengaruhi Chinese values pada masyarakat Tionghoa di Indonesia

Kenyataan di atas berlangsung dalam kurun waktu yang cukup lama dan melewati beberapa generasi hingga generasi para siswa/i SMA etnis Tionghoa saat ini. Siswa/i-siswi SMAK “X”, Bandung yang berusia 15-18 tahun lahir pada akhir tahun 1980-an, mereka masih merasakan jaman orde baru dan di akhir tahun 90-an mereka merasakan situasi yang mencekam ketika tragedi kerusuhan bulan Mei. Namun beberapa saat kemudian kejadian tersebut menjadi titik awal bagi keberadaan para orang Tionghoa di Indonesia yang mulai mendapatkan pengakuan, kebebasan dan kesempatan untuk berkembang. Selanjutnya mereka lebih banyak merasakan


(48)

7

situasi sosial dan politik yang lebih baik terkait pula dengan usia mereka yang lebih dewasa untuk mengerti situasi yang terjadi.

Bangkitnya kebudayaan Tionghoa di Indonesia secara tidak langsung membangkitkan kembali tiga pilar (sekolah dan organisasi Tionghoa serta media massa berbahasa Mandarin) yang pada masa sebelumnya berusaha dihilangkan. Hal itu diawali dengan mengesahkan Tahun baru Cina (Imlek) sebagai hari libur nasional dan mengijinkan adat istiadat Tionghoa dilaksanakan secara terang-terangan tidak hanya dilakukan di lingkungan Tionghoa saja melainkan juga dipertunjukkan untuk masyarakat umum seperti di mal, kampus dan bahkan di jalan-jalan besar. Adat istiadat yang dimaksud seperti Sin Chia yang biasa dimeriahkan dengan Barong Xai dan yang pada umumnya dimainkan oleh para remaja. Serta penggunaan bahasa Mandarin yang semakin meluas termasuk radio swasta berbahasa Mandarin dan stasiun TV diijinkan memiliki acara menggunakan bahasa Mandarin. Penggunaan bahasa Mandarin secara bebas dan terbuka merupakan salah satu terobosan yang sangat berarti bagi etnis Tionghoa karena bahasa menjadi salah satu komponen penting yang mendukung Chinese values dan merupakan salah satu sarana untuk penanaman values yang pada waktu sebelumnya dihapuskan dan sama sekali tidak diperbolehkan untuk digunakan. Selain itu tuntutan jaman dalam bekerja saat ini salah satunya adalah kemampuan berbahasa Mandarin sehingga menimbulkan animo para siswa untuk belajar dan mengembangkan kemampuan berbahasa Mandarin mereka.


(49)

8

Saat ini para siswa/i berada pada masa transisi menuju kebebasan dan pengakuan keberadaan etnis Tionghoa di Indonesia, sehingga mereka memiliki kesempatan untuk menerapkan adat istiadat dan kebudayaan tanpa merasa tertekan dan dapat meningkatkan derajat kepentingan Chinese values mereka. Akan tetapi peningkatan derajat kepentingan Chinese values pada siswa/i tidak lepas dari peranan orang tua mereka sebagai salah satu pihak yang menanamkan values pada siswa/i. Penghayatan para orang tua di masa lalu mengenai keberadaannya sebagai orang Tionghoa di Indonesia seringkali masih melekat dalam kehidupannya dan mempengaruhi Chinese values yang dimilikinya dan yang ditanamkan kepada anak-anak mereka yang menjadi siswa/i SMAK “X”, Bandung. Meskipun demikian, internalisasi yang dilakukan para siswa/i mengenai Chinese values juga dipengaruhi oleh situasi jaman yang modern dan lingkungan pergaulan mereka.

Selain keanekaragaman budaya, dunia pendidikan juga memberikan pengaruh berupa agama. SMAK “X”, Bandung berorientasi pada agama Kristen, oleh karena itu Siswa/i Tionghoa SMAK “X”, Bandung mendapatkan pengaruh dari agama Kristen berupa Christian Values yang salah satunya melarang penganutnya untuk melakukan penyembahan selain kepada Tuhan. Pengaruh tersebut dapat menyebabkan pergeseran terutama pada Chinese values dalam menjalankan tata cara budaya tradisional yang menekankan penghormatan kepada nenek moyang dengan cara sembahyang pada hari-hari besar (raya). Agama Kristen yang mengubah pandangan siswa/i Tionghoa tentang Tuhan, termasuk mengubah tata cara dan


(50)

9

budaya seperti melarang memegang hio dan bersembahyang. Namun terdapat pula nilai-nilai dalam Christian values yang sejalan dengan Chinese values, sehingga dapat meningkatkan derajat kepentingan Chinese values tersebut, seperti values mengenai sabar, jujur, rendah hati, dapat dipercaya dan berbakti kepada orang tua.

Meskipun demikian, siswa/i Tionghoa yang berusia antara 15-18 termasuk remaja akhir yang memiliki cara berpikir operasional formal diharapkan mampu untuk berpikir abstrak (Piaget, dalam Santrock, 2003:109). Chinese values merupakan konsep yang abstrak, oleh karena itu siswa/i Tionghoa diharapkan dapat memahami budaya yang dimilikinya termasuk Chinese values dan kemudian dapat mengaplikasikannya di dalam lingkungan dengan budaya yang berbeda.

Berdasarkan survei awal mengenai Chinese values yang terdapat pada 10 orang siswa/i Tionghoa SMAK “X”, Bandung, diperoleh data bahwa lingkungan pergaulan siswa/i-siswi di SMAK “X”, Bandung adalah etnis Tionghoa 90% dan dari beberapa suku bangsa lainnya 10%. Siswa/i yang menyatakan memiliki teman kebanyakan orang Tionghoa terdapat 90% dan yang berasal dari bermacam-macam suku bangsa 10%. Mereka yang sering berinteraksi dengan teman dari suku berbeda memiliki kemungkinan untuk mengalami perubahan derajat kepentingan nilai-nilai (Chinese values); sebaliknya, siswa/i/i SMAK “X” yang mayoritas bergaul dengan teman dari etnis yang sama memiliki kemungkinan lebih besar untuk mengalami peningkatan derajat kepentingan Chinese values. Dalam berbahasa Mandarin, mereka yang mampu berbahasa Mandarin terdapat 20%, siswa/i yang menyatakan sedikit


(51)

10

mampu berbahasa Mandarin terdapat 40% dan 40% lainnya tidak mampu berbahasa Mandarin. Hal ini perlu mendapat perhatian karena bahasa merupakan salah satu akar yang mendasari suatu budaya. Siswa/i yang merasa budayanya sebagai orang Tionghoa sudah berbaur dengan budaya lain 90% dan 10% masih memegang kuat tradisi Tionghoa dengan menerapkan adat-istiadat Tionghoa di keluarganya, seperti sembahyang dan memperingati hari besar Tionghoa (seperti: Imlek, Cap Go Meh, Ceng Beng), penghayatan demikian dapat mempengaruhi derajat kepentingan dan penerimaan siswa/i terhadap Chinese values. Siswa/i yang masih menjalankan tradisi 70% dan 30% tidak lagi menjalankan tradisi. Siswa/i yang memandang sangat penting untuk bekerja keras 30% dan 70% lainnya memandang hal tersebut penting. Siswa/i yang memandang sangat penting untuk menghormati orang tua 70% dan 30% lainnya menganggap penting. Siswa/i yang memandang cukup penting untuk mencintai tanah leluhur (Cina) 40% dan 60% lainnya memandang kurang penting. Dari kesepuluh siswa/i yang diambil datanya dalam survey awal, 100% siswa/i Tionghoa tersebut beragama Kristen; yang memungkinkan masuknya pengaruh Christian values yang berisi ajaran Kristen. Sebagian besar ajaran Kristen sejalan dengan Chinese values, namun ada beberapa yang bertentangan seperti menghormati tradisi dalam konteks ajaran Kristen melarang umatnya untuk sembahyang menggunakan Hio serta membalas kebaikan dengan kebaikan dan kejahatan dengan kejahatan pada Chinese values bertentangan dengan ajaran Kristen yang mengajarkan untuk membalas kejahatan dengan kebaikan.


(52)

11

Data di atas merupakan gambaran secara garis besar mengenai value yang dimiliki oleh siswa/i, namun belum dapat menggambarkan secara utuh mengenai Chinese values yang dimiliki siswa/i. Berdasarkan hal tersebut maka peneliti tertarik untuk meneliti gambaran mengenai Chinese values pada siswa/i Tionghoa SMAK “X”, Bandung sehubungan dengan seberapa penting Chinese values tersebut bagi siswa/i Tionghoa SMAK “X”, Bandung.

1.2DENTIFIKASI MASALAH

Masalah yang ingin diketahui :

ƒ Gambaran Chinese values pada siswa/i etnis Tionghoa SMAK “X”, Bandung. ƒ Seberapa penting Chinese values bagi siswa/i etnis Tionghoa SMAK “X”,

Bandung.

1.3MAKSUD DAN TUJUAN PENELITIAN

1.3.1 Maksud penelitian :

ƒ Memperoleh gambaran mengenai derajat kepentingan Chinese values yang terdapat pada siswa/i etnis Tionghoa SMAK “X”, Bandung .

1.3.2 Tujuan penelitian :

ƒ Memberikan gambaran mengenai derajat kepentingan Chinese values yang terdapat pada siswa/i etnis Tionghoa SMAK “X”, Bandung.


(53)

12

1.4KEGUNAAN PENELITIAN

1.4.1 Kegunaan Ilmiah:

ƒ Menambah informasi dalam bidang ilmu pengetahuan Psikologi Lintas Budaya mengenai Chinese values pada siswa/i etnis Tionghoa SMAK “X”, Bandung.

ƒ Menambah informasi bagi peneliti lain yang akan melakukan penelitian lebih lanjut mengenai Chinese values pada siswa/i etnis Tionghoa.

1.4.2 Kegunaan Praktis :

ƒ Membantu siswa/i etnis Tionghoa SMAK “X” untuk menyadari Chinese values yang dimiliki, yang selanjutnya dapat dimanfaatkan untuk menyesuaikan diri dalam masyarakat.

ƒ Sebagai masukan bagi SMAK “X”, Bandung untuk dapat lebih mengenal karakteristik siswa/i-nya tersebut yang selanjutnya dapat digunakan sebagai bahan masukan di dalam membimbing siswa/i terutama yang berkaitan dengan values.

ƒ Memberikan informasi kepada orang tua siswa/i etnis Tionghoa SMAK ”X”, Bandung mengenai Chinese values yang dimiliki oleh anak-anak mereka, yang berguna dalam penanaman (transmisi) values selanjutnya.


(54)

13

1.5Kerangka Pikir

Dalam diri setiap orang, value merupakan hal yang pasti dimiliki; namun secara spesifik berdasarkan kultur tertentu, terdapat values yang dimiliki oleh etnis Tionghoa yang disebut Chinese values. Chinese values diwariskan secara turun temurun pada setiap generasi namun dapat terjadi pergeseran derajat kepentingan pada setiap generasi baru yang menerima pewarisan Chinese values. Chinese values didapatkan secara kolektif sebagai Chinese culture connection dari respon yang menurut Bond dan kelompoknya perlu untuk diukur, dan dari hasil evaluasi cultural value dengan setting sistem value social Chinese yang berasal dari etos Confucian (Matthews, 2000:117)

Chinese values adalah beliefs yang bertahan yang mendasari cara bertingkah laku yang dianggap ideal oleh siswa/i etnis Tionghoa SMAK “X”, Bandung yang secara personal lebih disukai dan dianggap penting. Orang Tionghoa mempunyai 40 values dalam budayanya, di antaranya adalah menghormati orang tua, bekerja keras, hemat, sabar, dapat dipercaya, tahu malu, memegang teguh tradisi Tionghoa, dan values lainnya. (Bond, dalam Matthews, 2000: 117). Keempat puluh Chinese values tersebut akan diorganisasikan menjadi values system. Value system menggambarkan organisasi beliefs yang bertahan mengenai cara bertingkah laku yang dianggap ideal yang lebih disukai dan dianggap penting oleh siswa/i pada suatu kontinum yang menggambarkan beliefs siswa/i berdasarkan derajat kepentingannya secara relatif. Chinese values mempunyai karakteristik yang relatif stabil dan diaplikasikan dalam


(55)

14

pengorganisasian values system berdasarkan derajat kepentingannya, namun Chinese values juga bisa berubah dalam derajat kepentingannya akibat perubahan budaya, masyarakat, dan pengalaman personal siswa/i (Rokeach, dalam Feather, 1975).

Chinese values systems juga diasumsikan berfungsi sebagai skema umum (general plans) yang bisa digunakan siswa/i untuk memecahkan konflik dan sebagai dasar dalam pengambilan keputusan. Berbagai jenis situasi dapat mengaktifkan beberapa Chinese values yang berbeda, beberapa diantara Chinese values tersebut berkonflik satu sama lain. Hierarki Chinese values yang terorganisasi pada diri seseorang memampukan orang tersebut untuk memecahkan konflik ini. Tidak semua Chinese values pada Chinese values system yang melekat pada diri seseorang dapat dilakukan atau dipegang secara bersamaan pada waktu yang sama. Lebih tepatnya Chinese values system seseorang dapat dikatakan sebagai skema umum (generalized plan) yang relevan untuk digunakan pada saat itu, dan sisanya diabaikan atau tidak digunakan untuk sementara. Values systems yang diabaikan pada suatu saat, dapat digunakan siswa/i pada saat situasi berbeda. (Rokeach, 1973: 14)

Etos Confucian yang merupakan dasar dari Chinese values berasal dari nama seorang guru yang juga seorang pakar pendidikan yaitu Kong Hu Cu, yang ajaran Kong Hu Cu telah mempengaruhi kebudayaan Tionghoa sangat dalam dan sangat luas. Keempat puluh values tersebut bersifat universal dalam Chinese values namun ada beberapa values yang merupakan ciri khas ajaran Confucian, seperti respect for tradition value (menghormati tradisi), siswa/i Tionghoa menjalankan semua adat


(56)

15

istiadat yang berlaku seperti sembahyang dan sujud menghormati orang tua pada saat Tahun Baru Imlek, mendatangi dan sembahyang di makam leluhur pada saat Ceng Beng; filial piety value (patuh, hormat, mengurus orang tua), mentaati semua perintah orang tua tanpa berbantah-bantah, merawat orang tua terutama ketika sudah lanjut usia dan kondisi tubuh yang lemah; dan protecting your’s face value (ingin menimbulkan kesan baik, jaga image, jaga gengsi), hal ini berkaitan dengan menjaga nama baik diri sendiri maupun keluarga, melakukan apa pun untuk menjaga kesan baik dan menjaga harga diri. Ajaran Confucian terutama berkisar mengenai soal-soal kekeluargaan dan ketatanegaraan. Filsafatnya bertalian dengan hubungan antara anak dan orang tua terutama mengenai kewajiban kebaktian anak terhadap orang tuanya. Dengan tercapainya ketentraman keluarga maka ketentraman masyarakat dan negara akan tercapai pula (Vasanty, dalam Koentjaraningrat, 1994: 360).

Proses pembentukan Chinese values pada siswa/i SMAK “X” dipengaruhi oleh kebudayaan Tionghoa (own culture) dan Kebudayaan Sunda (contact culture) terkait dengan siswa/i yang mayoritas lahir dan tinggal di Jawa Barat. Kebudayaan Tionghoa (own culture) akan memunculkan enkulturasi dan sosialisasi sedangkan kebudayaan Sunda akan memunculkan akulturasi dan resosialisasi. Berry dan Cavalli-Sforza membagi transmisi budaya menjadi dua level, yaitu upper transmission dan horizontal transmission yang dimiliki oleh kedua kultur budaya tersebut. Upper transmission terbagi lagi atas vertical transmission dan oblique transmission. (Berry, 2002: 20).


(57)

16

Dalam vertical transmission, orang tua mentransmisikan nilai-nilai budaya (cultural values) dalam hal ini adalah Chinese values, ketrampilan, beliefs, dan motif-motifnya kepada para siswa/i yang merupakan keturunan mereka. Orang tua memiliki kesempatan lebih besar untuk mentransmisikan Chinese values yang mereka miliki mengingat intensitas pertemuan yang terjadi secara terus menerus sehingga terjadi komunikasi yang merupakan media untuk mentrasmisikan Chinese values mereka, selain itu orang tua memiliki otoritas dan kapasitas dalam mendidik yang dapat berpengaruh cukup besar. Pengalaman orang tua pun turut mempengaruhi transmisi ini termasuk situasi politik di Indonesia yang telah mengalami beberapa kali perubahan dan menekan keberadaan orang Tionghoa di Indonesia. Sebagian besar dari orang tua siswa/i diperkirakan merupakan generasi ketiga dari orang Tionghoa asli yang lahir di Tiongkok sehingga mereka termasuk orang Tionghoa peranakan. Mereka diperkirakan lahir di tahun 1950-1960an, mengalami orde baru secara keseluruhan beserta pergantian pemerintahannya hingga sekarang. Walaupun pada masa itu kebudayaan Tionghoa sangat ditekan dan berusaha dihilangkan, namun pada umumnya mereka masih memiliki derajat kepentingan akan Chinese values yang cukup tinggi karena Chinese values berusaha diturunkan dari generasi ke generasi secara hati-hati agar tidak mengubah ataupun mengurangi nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Meskipun terdapat nilai yang sulit untuk diterapkan karena situasi politik yang terjadi, seperti memelihara dan melestarikan tradisi karena adanya larangan dari pemerintah, adanya iklim permusuhan dan diskriminatif yang dilakukan


(58)

17

oleh kalangan pribumi menyulitkan orang Tionghoa untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan; serta anggapan kalangan pribumi bahwa orang Tionghoa adalah orang asing dan pembatasan atas hak-hak yang seharusnya diterima oleh orang Tionghoa sebagai warga negara Indonesia menghalangi munculnya perasaan cinta terhadap tanah air Indonesia. Kesulitan mereka menjalankan tradisi yang mengandung Chinese values membuat Chinese values yang terdapat dalam diri para orangtua pun sedikit memudar yang mempengaruhi proses transmisi Chinese values terhadap siswa/i. Meskipun demikian mereka akan berusaha mempertahankan budaya mereka dan mewariskannya kepada siswa/i dengan memegang Chinese values secara sembunyi-sembunyi melalui interaksi dalam keluarga yang menerapkan Chinese values yang masih memungkinkan untuk dilakukan pada masa tersebut.

Oblique transmission, yaitu transmisi yang dilakukan oleh orang dewasa lain. Level ini dibedakan berdasarkan asal budaya yaitu dari budaya sendiri (own culture-Tionghoa), meskipun kondisi pemerintahan menekan kebudayaan Tionghoa, namun mayoritas orang dewasa etnis Tionghoa lainnya akan tetap berusaha mempertahankan budaya mereka dengan melakukan transmisi Chinese values terhadap siswa/i dan budaya lain (contact culture- Sunda), transmisi ini akan mempengaruhi derajat kekuatan Chinese values, meskipun secara umum Chinese values tidak jauh berbeda dengan Sundanese values. Akan tetapi tetap saja terdapat perbedaan yang menentukan kekuatan Chinese values secara keseluruhan.


(59)

18

Selain hal di atas, Oblique transmission diperoleh dari figur yang memiliki pengaruh yang cukup kuat dengan posisi lebih tinggi seperti sekolah, guru, kerabat, orang dewasa lain, orang-orang yang memiliki kedudukan dalam struktur sosial; media massa berupa koran, televisi, internet, majalah. Hal-hal tersebut merupakan hal yang sudah tidak asing lagi bagi para siswa/i dan sangat mungkin memberikan pengaruh yang cukup signifikan terhadap Chinese values mereka.

Horizontal transmission, siswa/i belajar dari peers di dalam interaksi sehari-hari yang memungkinkan terjadinya proses transmisi. Pada level ini pun dibedakan berdasarkan budaya yang mencakup peer atau teman sebaya dari kebudayaan Tionghoa dan Sunda. SMAK “X”, Bandung memiliki siswa/i-siswi dengan mayoritas etnis Tionghoa yang mempermudah transmisi Chinese values, karena sebagian besar dari waktu mereka dihabiskan di sekolah. Seberapa jauh pergaulan siswa/i dengan peer budaya Sunda turut menentukan derajat Chinese values yang dimiliki siswa/i. Pergaulan siswa/i dengan peer cukup besar pengaruhnya, karena siswa/i yang berada pada tahap perkembangan remaja sangat mudah dipengaruhi oleh peer daripada orang dewasa.

Di kota-kota besar, generasi muda jaman sekarang juga sudah banyak yang terpengaruh oleh budaya urban, termasuk siswa/i SMAK “X”, Bandung. Budaya tersebut lebih dipengaruhi oleh kemajuan teknologi dan pendidikan, yang efeknya dapat membuat derajat kepentingan beberapa Chinese values seperti memegang teguh tradisi Tionghoa; menghormati tradisi Tionghoa; melakukan ritual sosial dan


(60)

19

keagamaan sesuai tradisi Tionghoa; tidak mempunyai keinginan yang berlebihan, tidak mengikuti nafsu keduniawian; menjaga kemurnian dan keluhuran diri; tidak mementingkan persaingan; dan hemat menurun derajat kepentingannya. Budaya urban juga dapat membuat derajat kepentingan Chinese values seperti bekerja keras; pengetahuan, pendidikan; dan kesejahteraan ekonomi; meningkat. Budaya urban lebih menekankan pentingnya teknologi dan pendidikan, sehingga budaya ini kurang memperhatikan tradisi dan lebih mengutamakan modernisasi dan kemajuan yang menyebabkan orang lebih mengejar pendidikan yang tinggi dan kekayaan dengan bekerja keras dan berkompetisi dengan orang lain. Kurang kentalnya Chinese values pada siswa/i ditambah dengan didapatkannya Christian values di sekolah Kristen “X” atau Sundanese values, dan berkembangnya budaya urban pada siswa/i mempengaruhi derajat kepentingan Chinese values mereka. Derajat kepentingan Chinese values menurun bila values pada siswa/i bertentangan dengan Christian value, dan sebaliknya derajat kepentingan Chinese values siswa/i meningkat bila values tersebut sejalan.

Siswa/i etnis Tionghoa pada SMAK “X”, Bandung yang berusia 15-18 termasuk remaja akhir yang memiliki cara berpikir pada tahap operasional formal (Piaget, dalam Santrock, 2003:109). Tahap pemikiran Operasional formal bercirikan abstraksi dan idealisme sebagaimana penalaran hipotetis-deduktif dan meliputi kemampuan untuk menalar mengenai apa yang mungkin dan hipotetis, yang berlawanan dengan apa yang nyata dan kemampuan untuk berefleksi pada pemikiran


(61)

20

diri sendiri. Oleh karena itu mereka diharapkan sudah mampu mengambil keputusan-keputusan termasuk keputusan-keputusan penting yang berkaitan dengan dirinya dan mempertanggungjawabkan keputusannya itu. Salah satu hal yang mendasari siswa/i untuk mengambil keputusan adalah Chinese values. Selain itu para siswa/i pun akan masuk dalam masyarakat yang lebih luas dan kompleks yang menjunjung tinggi serta memperhatikan nilai-nilai dalam hidup seseorang. Etnis Tionghoa memegang Chinese values, nilai-nilai yang terkandung di dalamnya merupakan nilai-nilai yang secara umum disetujui sebagai suatu nilai yang positif dan bermanfaat sehingga dengan memegang Chinese values para siswa/i etnis Tionghoa diharapkan dapat mengambil keputusan yang tepat dan dapat membantu siswa/i untuk menyesuaikan diri dimanapun ia berada.

Proses sosialisasi para siswa/i dengan masyarakat Sunda termasuk perubahan nilai-nilai, gaya hidup, dan bahasa yang merupakan hasil dari kontak langsung dengan budaya Sunda yang berbeda dengan budaya asli yang dimiliki individu yang bersangkutan secara berkesinambungan disebut sebagai strategi akulturasi (Herskovits, dalam Colleen Ward, 2001: 99). Proses akulturasi tersebut dapat dilakukan secara individu maupun kelompok. Menurut Berry (1999: 541-542) ada empat macam strategi akulturasi, yang pertama adalah asimilasi, yaitu siswa/i mengidentifikasikan diri terhadap budaya masyarakat setempat tanpa mempertahankan budaya aslinya dengan menerima Sundanese values tanpa mempertahankan Chinese values. Strategi yang kedua adalah separasi, yaitu siswa/i


(62)

21

menolak dengan tegas untuk melakukan identifikasi terhadap budaya masyarakat dengan menolak sama sekali untuk menerima Sundanese values. Strategi yang ketiga adalah integrasi, yaitu siswa/i melakukan identifikasi terhadap budaya masyarakat setempat, namun tetap mempertahankan budaya aslinya dengan menerima Sundanese values sambil tetap mempertahankan Chinese values. Strategi yang keempat adalah marjinalisasi, yaitu siswa/i memiliki sedikit minat untuk melakukan identifikasi terhadap budaya masyarakat setempat dan juga memiliki sedikit minat untuk mempertahankan budaya asli. Dengan perkataan lain, adanya sedikit minat dari siswa/i untuk menerima Sundanese values dan juga sedikit minat untuk mempertahankan Chinese values.

Strategi akulturasi di atas sejalan bersamaan dengan proses transmisi Chinese values yang diperoleh siswa/i. Derajat kepentingan Chinese values siswa/i yang menerapkan strategi akulturasi asimilasi dan marjinalisasi rendah, karena siswa/i tidak berusaha mempertahankan Chinese values. Derajat kepentingan Chinese values siswa/i yang menerapkan strategi akulturasi separasi dan integrasi lebih tinggi daripada siswa/i yang menerapkan dua strategi lainnya, namun yang derajat kepentingannya paling tinggi adalah siswa/i yang menerapkan strategi akulturasi separasi karena siswa/i berusaha mempertahankan Chinese values tanpa berusaha menerima Sundanese values. Untuk memperjelas uraian di atas, maka dibuat kerangka pikir sebagai berikut:


(63)

22

SKEMA KERANGKA PIKIR

Chinese Culture Sundanese Culture

(Own Culture) (Contact Culture)

Culture Transmission Acculturation Transmission Oblique Transmission

Orang dewasa lain (Guru, saudara, teman, tetangga);

Media massa & elektronik

Vertical Transmission Orang tua

Oblique Transmission ƒ Orang dewasa lain

(Guru, saudara, teman, tetangga) ƒ Media massa &

elektronik ƒ Christian values ƒ Sekolah, gereja ƒ Budaya urban

Siswa/i SMAK ` X `, Bandung

Horizontal Transmission Peer (Teman, tetangga, saudara)

Horizontal Transmission Peer (Teman, tetangga, saudara)

Faktor Internal

Usia, Jenis kelamin

CHINESE VALUES


(64)

23

1.6 ASUMSI

Chinese values yang terdapat pada siswa/i dipengaruhi oleh transmisi dari budaya setempat (contact culture) dan budaya sendiri yaitu Tionghoa (own culture).

Chinese values dipengaruhi dan ditransmisikan oleh orang tua (vertical transmission); guru, orang dewasa lain dan media massa (oblique transmission) dari budaya Tionghoa dan budaya setempat; teman di sekolah dan luar sekolah, tetangga (horizontal transmission) dari budaya Tionghoa dan budaya setempat.

• Transmisi dapat mempengaruhi pemilihan strategi akulturasi yang terbagi atas empat macam, yaitu Asimilasi, Separasi, Integrasi dan marginalisasi oleh siswa/i etnis Tionghoa SMAK “X”, Bandung.

• Transmisi budaya dan strategi akulturasi akan mempengaruhi derajat kepentingan Chinese values yang terdapat pada siswa/i etnis Tionghoa SMAK “X”, Bandung.


(65)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh melalui pengolahan data Chinese values pada 219 siswa/i SMAK “X”, Bandung, diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1. Terdapat 29 values dari 40 Chinese values (72.5%) (tabel 4.6) yang dianggap

penting hingga sangat penting oleh siswa/i, hal itu menandakan bahwa Chinese values masih cukup kuat dimiliki oleh siswa/i.

2. Berdasarkan hasil yang diperoleh transmisi dari teman sebaya (peer) cenderung tidak berpengaruh (72.6%) (tabel 5.21), peranan media cenderung tidak berpengaruh (68%) (tabel 5.23), sedangkan transmisi dari orang tua dan orang tua lain etnis Tionghoa bagi sebagian siswa/i cenderung tidak berpengaruh (52.1%) namun bagi sebagian lainnya memperkuat (47%) (tabel 5.19).

3. Pengolahan keempat puluh item Chinese values yang menggunakan faktor analisis menghasilkan empat faktor, yaitu: integritas dan aktualisasi diri (14 values); melestarikan kebudayaan (4 values); menjaga relasi sosial (6 values); dan identitas diri dan budaya (4 values).

4. Terdapat 12 values dari Chinese values yang tidak termasuk ke dalam empat faktor di atas.


(66)

118

5. Christian values banyak mewarnai Chinese values pada siswa. Hal itu terkait dengan 80.4% siswa/i yang beragama Kristen dan memperoleh transmisi Christian values dari orang tua, gereja maupun sekolah. Kedua values tersebut pun dapat saling mendukung dan melengkapi sehingga dapat dijalankan secara bersamaan, kecuali values yang berkaitan dengan budaya dalam beberapa hal tidak sejalan.

6. Item dari Chinese values yang dianggap kurang penting adalah menata hubungan berdasarkan status (2.33); merasa kebudayaan Tionghoa lebih unggul dari kebudayaan lain (2.23); dan membalas kebaikan dengan kebaikan dan kejahatan dengan kejahatan (prinsip keadilan) (2.24) yang tidak sejalan dengan Christian values.

7. Sundanese values cukup mewarnai Chinese values siswa/i, yang berkaitan dengan makanan dimana 53.4% siswa/i menyatakan kesamaan antara makanan Tionghoa dan Indonesia khususnya Sunda dan bahasa Sunda yang digunakan bercampur dengan bahasa Indonesia sebanyak 26%.

8. Ada pula Sundanese values yang bertentangan dengan Chinese values yaitu dalam budaya Sunda lebih santai dalam bekerja sementara budaya Tionghoa bekerja keras yang termasuk sangat penting (4.37).


(67)

119

5.2 SARAN

Berdasarkan pembahasan dan kesimpulan di atas serta mengingat berbagai keterbatasan dalam pelaksanaan dan pengolahan data guna menyelesaikan penelitian ini, maka peneliti mengajukan beberapa saran bagi kesempurnaan penelitian di masa yang akan datang berkaitan dengan Chinese values pada siswa/i SMAK “X”, Bandung. Beberapa saran tersebut antara lain :

1. Melanjutkan penelitian ini, dengan mengambil data dari para orang tua siswa/i tersebut. Sehingga dapat menunjukkan proses transmisi Chinese values vertikal secara tepat dan detil. Baik melalui penelitian kualitatif ataupun dengan penelitian kuantitatif.

2. Bagi pihak sekolah SMAK “X”, Bandung dapat melihat Chinese values mana yang sejalan dan tidak sejalan dengan misi sekolah yang didasari oleh Christian valuesuntuk kemudian dapat ditindaklanjuti dalam proses pembinaan siswa guna mendukung pencapaian visi SMAK “X”.

3. Bagi siswa/i SMAK “X”, Bandung dapat dijadikan sebagai bahan masukan dalam rangka mengenal derajat kepentingan dari Chinese values yang dimilikinya serta membantu siswa/i untuk menyesuaikan diri dengan values dari budaya-budaya lain di sekeliling mereka.


(68)

120

DAFTAR PUSTAKA

Berry, John, W. Poortinga, Ype H., Segall, Marshall H., & Dasen, Pierre R. 1999. Psikologi Lintas Budaya, Riset dan Aplikasi, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

Berry, John, W. Poortinga, Ype H., Segall, Marshall H., & Dasen, Pierre R.

2002. Cross-Cultural Psychology, Research and Applications. Cambridge : Cambridge University Press

Bond, Michael Harris.1991. Beyond The Chinese Face. Hong Kong; Oxford University Press

Bond, Michael Harris.1993. The Psychology of The Chinese People. Hong Kong; Oxford University Press

Bond, Michael Harris.1996. The Psychology of The Chinese Psychology. Hong Kong; Oxford University Press

Chaplin, J.P. 1997. Kamus Lengkap Psikologi. Edisi Keempat, Jakarta: P.T. Raja Grafindo Persada

Chinese Cultural Conection. 1987. Chinese values and the search for a culture-free dimension of culture. Journal of cross-cultural Psychology, 18, 143-164 Coppel, Charles A. 1994. Tionghoa Indonesia Dalam Krisis, Jakarta: Pustaka Sinar

Harapan

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1996. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi ke-2, Jakarta: Balai Pustaka

Ekadjati, Edi, S. 1982. Kebudayaan Sunda dan Kebudayaannya. Jakarta: Giri Murti Pustaka

Feather, N. T. 1975. Values In Education and Society. New York: Free Press.

Gulo, W. 2002. Metodologi Penelitian. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia Hidajat. 1993. Masyarakat dan Kebudayaan Cina Indonesia, Bandung: Penerbit

Tarsito


(69)

121

Koentjaraningrat. 1979. Pengantar ilmu Antropologi. Jakarta: Aksara Baru

Matthews, Barbara M. 2000. The Chinese values Survey: An Interpretation of Value Scale and Consideration of Some Preliminary Results. International

Education Journal Vol 1, No. 2.

Mustapa, Hasan. 2002. Adat Istiadat Sunda. Bandung: Alumni Bandung

Poerwadarminta, W.J.S. Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: PN Balai Pustaka Santrock, John W. 2003.In. Kristiaji, W.C., Sumuharti, Y.Eds. Perkembangan

Remaja. Edisi Keenam, Jakarta: Erlangga.

Santrock, John W. 2004. Life-Span Development, Ninth Edition. New York: McGraw-Hill.

Singarimbun, Masri & Effendi, Sofyan. 1989. Metode Penelitian Survey, edisi pertama (revisi). Jakarta: PT. Pustaka LP3ES Indonesia.

Suryadinata, Leo. 1986. Dilema Minoritas Tionghoa. Jakarta: PT. Grafiti Pers. Suryadinata, Leo. 2004. Chinese Indonesians (State Policy, Monoculture and

Multiculture). Singapore: Eastern Universities Press.

Tan, Markus. 2004. Imlek dan Alkitab, Edisi Revisi. Jakarta: PT. Betlehem Publisher. Ward, C. Bochner, & Furham, A. 2001. The Psychology of Culture Shock. USA and

Canada: Routledge.


(1)

1.6 ASUMSI

Chinese values yang terdapat pada siswa/i dipengaruhi oleh transmisi dari

budaya setempat (contact culture) dan budaya sendiri yaitu Tionghoa (own culture).

Chinese values dipengaruhi dan ditransmisikan oleh orang tua (vertical

transmission); guru, orang dewasa lain dan media massa (oblique transmission) dari budaya Tionghoa dan budaya setempat; teman di sekolah dan luar sekolah, tetangga (horizontal transmission) dari budaya Tionghoa dan budaya setempat.

• Transmisi dapat mempengaruhi pemilihan strategi akulturasi yang terbagi atas empat macam, yaitu Asimilasi, Separasi, Integrasi dan marginalisasi oleh siswa/i etnis Tionghoa SMAK “X”, Bandung.

• Transmisi budaya dan strategi akulturasi akan mempengaruhi derajat kepentingan Chinese values yang terdapat pada siswa/i etnis Tionghoa SMAK “X”, Bandung.


(2)

5.1 KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh melalui pengolahan data Chinese values pada 219 siswa/i SMAK “X”, Bandung, diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1. Terdapat 29 values dari 40 Chinese values (72.5%) (tabel 4.6) yang dianggap

penting hingga sangat penting oleh siswa/i, hal itu menandakan bahwa Chinese values masih cukup kuat dimiliki oleh siswa/i.

2. Berdasarkan hasil yang diperoleh transmisi dari teman sebaya (peer) cenderung tidak berpengaruh (72.6%) (tabel 5.21), peranan media cenderung tidak berpengaruh (68%) (tabel 5.23), sedangkan transmisi dari orang tua dan orang tua lain etnis Tionghoa bagi sebagian siswa/i cenderung tidak berpengaruh (52.1%) namun bagi sebagian lainnya memperkuat (47%) (tabel 5.19).

3. Pengolahan keempat puluh item Chinese values yang menggunakan faktor analisis menghasilkan empat faktor, yaitu: integritas dan aktualisasi diri (14 values); melestarikan kebudayaan (4 values); menjaga relasi sosial (6 values); dan identitas diri dan budaya (4 values).

4. Terdapat 12 values dari Chinese values yang tidak termasuk ke dalam empat faktor di atas.


(3)

5. Christian values banyak mewarnai Chinese values pada siswa. Hal itu terkait dengan 80.4% siswa/i yang beragama Kristen dan memperoleh transmisi Christian values dari orang tua, gereja maupun sekolah. Kedua values tersebut pun dapat saling mendukung dan melengkapi sehingga dapat dijalankan secara bersamaan, kecuali values yang berkaitan dengan budaya dalam beberapa hal tidak sejalan.

6. Item dari Chinese values yang dianggap kurang penting adalah menata hubungan berdasarkan status (2.33); merasa kebudayaan Tionghoa lebih unggul dari kebudayaan lain (2.23); dan membalas kebaikan dengan kebaikan dan kejahatan dengan kejahatan (prinsip keadilan) (2.24) yang tidak sejalan dengan Christian values.

7. Sundanese values cukup mewarnai Chinese values siswa/i, yang berkaitan dengan makanan dimana 53.4% siswa/i menyatakan kesamaan antara makanan Tionghoa dan Indonesia khususnya Sunda dan bahasa Sunda yang digunakan bercampur dengan bahasa Indonesia sebanyak 26%.

8. Ada pula Sundanese values yang bertentangan dengan Chinese values yaitu dalam budaya Sunda lebih santai dalam bekerja sementara budaya Tionghoa bekerja keras yang termasuk sangat penting (4.37).


(4)

5.2 SARAN

Berdasarkan pembahasan dan kesimpulan di atas serta mengingat berbagai keterbatasan dalam pelaksanaan dan pengolahan data guna menyelesaikan penelitian ini, maka peneliti mengajukan beberapa saran bagi kesempurnaan penelitian di masa yang akan datang berkaitan dengan Chinese values pada siswa/i SMAK “X”, Bandung. Beberapa saran tersebut antara lain :

1. Melanjutkan penelitian ini, dengan mengambil data dari para orang tua siswa/i tersebut. Sehingga dapat menunjukkan proses transmisi Chinese values vertikal secara tepat dan detil. Baik melalui penelitian kualitatif ataupun dengan penelitian kuantitatif.

2. Bagi pihak sekolah SMAK “X”, Bandung dapat melihat Chinese values mana yang sejalan dan tidak sejalan dengan misi sekolah yang didasari oleh Christian valuesuntuk kemudian dapat ditindaklanjuti dalam proses pembinaan siswa guna mendukung pencapaian visi SMAK “X”.

3. Bagi siswa/i SMAK “X”, Bandung dapat dijadikan sebagai bahan masukan dalam rangka mengenal derajat kepentingan dari Chinese values yang dimilikinya serta membantu siswa/i untuk menyesuaikan diri dengan values dari budaya-budaya lain di sekeliling mereka.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Berry, John, W. Poortinga, Ype H., Segall, Marshall H., & Dasen, Pierre R. 1999. Psikologi Lintas Budaya, Riset dan Aplikasi, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

Berry, John, W. Poortinga, Ype H., Segall, Marshall H., & Dasen, Pierre R.

2002. Cross-Cultural Psychology, Research and Applications. Cambridge : Cambridge University Press

Bond, Michael Harris.1991. Beyond The Chinese Face. Hong Kong; Oxford University Press

Bond, Michael Harris.1993. The Psychology of The Chinese People. Hong Kong; Oxford University Press

Bond, Michael Harris.1996. The Psychology of The Chinese Psychology. Hong Kong; Oxford University Press

Chaplin, J.P. 1997. Kamus Lengkap Psikologi. Edisi Keempat, Jakarta: P.T. Raja Grafindo Persada

Chinese Cultural Conection. 1987. Chinese values and the search for a culture-free dimension of culture. Journal of cross-cultural Psychology, 18, 143-164 Coppel, Charles A. 1994. Tionghoa Indonesia Dalam Krisis, Jakarta: Pustaka Sinar

Harapan

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1996. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi ke-2, Jakarta: Balai Pustaka

Ekadjati, Edi, S. 1982. Kebudayaan Sunda dan Kebudayaannya. Jakarta: Giri Murti Pustaka

Feather, N. T. 1975. Values In Education and Society. New York: Free Press.

Gulo, W. 2002. Metodologi Penelitian. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia Hidajat. 1993. Masyarakat dan Kebudayaan Cina Indonesia, Bandung: Penerbit

Tarsito


(6)

Koentjaraningrat. 1979. Pengantar ilmu Antropologi. Jakarta: Aksara Baru

Matthews, Barbara M. 2000. The Chinese values Survey: An Interpretation of Value Scale and Consideration of Some Preliminary Results. International

Education Journal Vol 1, No. 2.

Mustapa, Hasan. 2002. Adat Istiadat Sunda. Bandung: Alumni Bandung

Poerwadarminta, W.J.S. Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: PN Balai Pustaka Santrock, John W. 2003.In. Kristiaji, W.C., Sumuharti, Y.Eds. Perkembangan

Remaja. Edisi Keenam, Jakarta: Erlangga.

Santrock, John W. 2004. Life-Span Development, Ninth Edition. New York: McGraw-Hill.

Singarimbun, Masri & Effendi, Sofyan. 1989. Metode Penelitian Survey, edisi pertama (revisi). Jakarta: PT. Pustaka LP3ES Indonesia.

Suryadinata, Leo. 1986. Dilema Minoritas Tionghoa. Jakarta: PT. Grafiti Pers. Suryadinata, Leo. 2004. Chinese Indonesians (State Policy, Monoculture and

Multiculture). Singapore: Eastern Universities Press.

Tan, Markus. 2004. Imlek dan Alkitab, Edisi Revisi. Jakarta: PT. Betlehem Publisher. Ward, C. Bochner, & Furham, A. 2001. The Psychology of Culture Shock. USA and

Canada: Routledge.