Makalah Seni dan Iptek Dalam Islam seni dan iptek

SENI DAN IPTEK DALAM ISLAM
Selain menjadi agama ukhrowi, islam adalah agama yang juga memperhatikan kehidupan yang
bersifat duniawi. Ajaran islam mengarahkan manusia pada satu prinsip nilai kebajikan agar bisa
lebih dekat dengan tuhannya dengan tanpa mengenyampingkan sedikit pun nilai duniawinya.
Didalam agama islam juga ada beragam norma-norma kehidupan yang mengatur tatanan
keduniaan bagi manusia. Gambaran yang jelas mrngenai konsep tersebut bisa tampak sekali di
dalam al-Qur'an, yang dengan tegas menghimabau -di samping juga memelihara urusan akhiratmanusia agar tidak melupakan urusan dunianya, Allah I berfirman:

‫ما آةتا ة‬
‫ن الد دن بةيا‬
‫داةر ال خ‬
‫صيةبكة خ‬
‫س نة خ‬
‫ه ال د‬
‫ك الل د ه‬
‫ةواب بت ةخغ خفي ة‬
‫خةرة ة ةول ت ةن ب ة‬
‫م ة‬

“Raihlah apa yang Allah  berikan pada mu berupa kehidupan akhirat dan jangan lupakan bagianmu berupa dunia”


Semua hal itu akan gamablang sekali bila kita juga merujuk kembali pada lteratur-literatur karya
ulama' dan cendekiawan muslim pada beberapa abad silam, yang sejatinya mereka menyerap
semua ilmu pengetahuan tersebut dari al-Qur'an dan al-Hadits. Perkembangan fenomenologis ilmu
pengetahuan dan institusi-institusi pendidikan islam berawal dari abad-abad pertengahan antara
tahun 750 M hingga 1350 M. Dimana paada masa ketika raja-raja Eropa menyewa guru-guru
untuk mengajarkan cara menulis, institusi pendidkan islam justru tengah memelihara,
memodifikasi, dan menyempurnakan kebudayaan-kebudayaan klasik melalui sekolah tinggi dan
pusat-pusat riset di bawah para lindungan penguasa yang memiliki wawasan keilmuan. Hingga
hasil dari kejeniusan tersebut menjangkau wilayah Latin Barat melalui penerjemahn versi bahasa
Arab atas karya-karya klasik cendekiawan muslim mulai dari kedokteran, filsafat, geografi,
sejarah, tekhnologi, dan disiplin ilmu-ilmu lainnya.
Selain itu juga banyak kesenian dan kebudayaan islam yang berkembang dan berpengaruh di
selain tanah kelahirannya. Warisan khazanah keislaman menjelajah jauh dari benua Eropa sampai
ke Benua Asia hingga ke Indonesia ini. Kita bisa melihat masjid agung Cordova di Spanyol, Taj
Mahal di Hindia dan bangunan-bangunan bersejarah lainnya di Indonesia sebagai warisan dari para
penyebar agama islam waktu itu, atau yang kita juluki dengan Wali Sanga.
Walisanga ditulis dalam Serat Walisanga karya pujangga Mataram RM. Ng. Ranggawarsita pada
abad 19 sebagai walisanga, wali sembilan. Kemudian muncul pelurusan, atau lebih tepatnya
penafsiran ulang. Sebagian berpendapat, kata sanga (baca: songo) merupakan perubahan dari kata
tsana (mulia, Arab). Maka, walisana berarti wali-wali mulia atau terpuji. Yang lainnya melihat kata

sana diambil dari bahasa Jawa kuno yang berarti tempat. Karenanya, walisana berarti wali atau
kepala suatu tempat atau daerah. Namun kebanyakan pakar sepakat, bahwa Walisanga merupakan
kumpulan ulama dengan dakwah yang bertujuan menegakkan agama Allah.
Ilmu pengetahuan islam
Selama abad kesepuluh, sebagaimana dalam abad kesembilan pengetahuan dan ilmu
pengetahuan muslim tetap tertinggi dalam bidang sains seperti astronomi, trigonimetri, aljabar, dan
kedokteran. Bahkan didalam Al-Fihrist karya an-Nadim di indkasikan bahwa di dalam ilmu
sejarah, geografi, ceramah tentang perjalanan, kronikal raja-raja, dan lain sebagainya, islam telah
unggul selama abad tersebut. Diantara cendekiawa-cendekiawan muslim abad kesepuluh itu ialah
al-Farabi, Abu Bakr ar-Razi, Ahmad al-Khawarizmi, Abul Wafa, al-Khujand, ibnu Syahriar, Abu
Sahl, dan ibnu Maskawaih dari istana Sultan Buwaihid. Sedangkan para cwendekiawan islam yang
berada di abad ke sebelas adalah seperti Firdausi dari Thus, al-Biruni dari Khawarizm, ibnu Sina
dari Afshana, Khusyar ibnu labban dari Gilan, al-Gazali dari Thus, Zarrin dari Gorgan, dan Asadi,
kemenakan Firdausi.

Tersebarnya agama islam di segala penjuru menjadikan islam itu sendiri berbaur dengan
kebudayaan asing ditanah taklukannya. Kita tahu betapa kontribusi dari orang-orang persia -meski
bukan Arab- sangat besar sekali di dalam dunia ilmu intelektual islam, sebut saja Ahmad alKhawarizmi dari Khiva. Karya-karyanya telah memberikan kontribusi penting, bukan hanya bagi
orang-orang islam dikala itu, tapi juga terhadap pendidikan Barat, yang boleh jadi karena dialah
orang-orang Barat mengenal istilah aljabar. Bahkan kata logaritma [istilah dalam perhitungan]

ternyata di adopsi dari nama al-Khawarizmi [algorism, menurut Barat] yang mereka juluki Bapak
matematika [bukan Isaac Newton seperti yang diklaim orang Barat sekarang].
Islam juga sangat berperan terhadap dunia kedokteran Barat. Diantara penulis ilmu kedokteran
yang terbesar adalah Imam ar-Razi, lebih dikenal sebagai Razhes [865-925], seorang
cendekiawan muslim Persia, lahir di Rayy. Rhazes belajar di Baghdad di bawah tradisi ahli
kedokteran Hunain ibnu Ishaq. Disamping ar-Razi, pakar kkedokteran yang lain adalah Imam
Ibnu Sina, atau Avicenna, yang juga seorang filosuf [980-1037]. Didalam ilmu kedokteran dia
mengembangkan ilmu pengetahuan Hippocrate dan Galen maupun fisafat Aristoteles dan Plato. Ia
telah banyak memberikan gagasan yang menjadi bagian dari aliran filsafat yang pendidikan di
Barat. Dalam ilmu kedokteran inilah dnia Islam dan Eropa berhutang kepadanya, suatu hutang
yang tak terhitunng, sebagai seorang peneliti ilmu pengobatan klinis terbesar dalam Islam.
Dan masih mengenai ilmu kedokteran, jika selama ini pendapat yang diyakini bahwa teori
mengenai sirkulasi paru-paru -- kaitan antara pernapasan dan peredaran darah -- ditemukan oleh
ilmuwan Eropa mulai abad ke-16, yang penggiatnya berturut-turut mulai dari Servetus, Vesalius,
Colombo, dan terakhir Sir William Harvey dari Kent, Inggris, ternyata penelusuran sejarah lebih
lanjut dengan meneliti berbagai manuskrip dan objek sejarah lain, maka kejelasan mulai
diungkapkan: penemu sirkulasi paru-paru adalah Ibnu Al-Nafis, ilmuwan Muslim abad ke-13.
Adalah Dr. Muhyo Al-Deen Altawi, fisikawan Mesir, yang mulai menyusur kanal-kanal sejarah
sejak tahun 1924. Ia menemukan sebuah tulisan berjudul Commentary on the Anatomy of Canon
of Avicenna di perpustakaan nasional Prussia, Berlin (Jerman). Saat itu, ia tengah belajar mengenai

sejarah Kedokteran Arab di Albert Ludwig's University Jerman.
Seni kebudayaan dalam islam
Seni dan sastra mulai berkembang di masa keemasan islam dan sangat berpengaruh atas
perkembangan sastra dan kebudayaan bagi generasi sesudahnya. Pada era tersebut banyak sekali
para sastrawan dan penyair berlomba-lomba menampilkan kemahirannya dalam bahasa dan puisipuisi, di antara mereka semisal sastrawan Persia, Firdausi [akhir abad kesebelas]. Keakraban
Firdausi dengan kesusutraan Pahlavi dan Arab serta sejarah umum, menghasilkan puisi-epiknya
dalam jumlah yang sangat besar [60.000 syair] Shah Namah [Book of King], merupakan inspirasi
bagi epiknya yang belakangan, didaktik, mistik, romantik, dan puisi-puisi liris.
Pusat urat-syaraf pendidikan dan kreatifitas kesusastraan selama periode abad pertengahan
adalah persia di islam [bagian] Timur dan Spanyol di islam [bagian] Barat. Tapi ada hal perbedaan
diantara keduanya. Spanyol yang ketika itu menjadi pusat geografis islam barat bereaksi melawan
keberadaan islam ditanah mereka karena dari latar belakangnya Kristen Latin. Islam tidak pernah
mendapat tempat di Spanyol, dan keberhasilan yang hanya sementara itu kemudian hanyut ketika
orang-orang Muslim di paksa keluar dari negara mereka. Akan tetapi islam mendapat tempat di
Persia dan menggantikan Zoroastrianisme sebagai agama nasional.
Islam tidak dapat menegakkan dirinya di Spanyol, akan tetapi islam banyak menanam seni dan
kebudayaan di negeri itu khususnya dan Eropa pada umumnya. Maka ketika orang muslim diusir
dari tanah Eropa, maka pada abad ketiga belas inilah mereka berusaha menebus kekalahannya
dengan berpindah dari Eropa dan bergeraka keAsia tenggara, yakni Malaysia, Jawa, Sumatra,
beberapa bagian di Indonesia, dan beberapa pulau di Pasifik, termasuk Filipina.


Dan di tanah barunya inilah orang-orang Islam melebarkan kembali sayap nya, seni dan
kebudayaanya sebagaimana di Eropa, dan Islam ternyata mendapatkan apresisai yang baik disini.
Yang selanjutnya islam dengan sendirinya berkembang di dunia belahan timur berkat tangantangan para da’i yang kala itu banyak berasal dari para tokoh yang ada di Timur Tengah.
Tersebarnya agama islam di bagian timur bermula dari sebssuah proses asimilasi para
penyebarnya dengan budaya dan kultur masyarakat setempat, kalau memang tidak bertentangan
dengan syariat islam. Oleh karena itu tidak salah kalau di Indonesia sendiri banyak budaya dan
seni dari agama Hindu-Budha yang di adopsi dan di sesuaikan dengan aturan islam -semisal
tahlilan- tanpa menghapus identitas budaya itu sendiri.
Seni dan iptek di dalam agama islam akan terus berkembang sejalan dengan perkembangan pola
pikir manusia terhadap perubahan waktu dan masa. Dan yang terpenting bagi kita adalah
bagaimana mengisi perubahan itu, dan memberikan kontribusi terhadap agama islam sebagaimana
peran dari para ulama’ dan cendekiawan muslim masa lalu.