HUBUNGAN ANTARA TINGGI HAK SEPATU DENGAN KELUHAN NYERI PUNGGUNG BAWAH MIOGENIK PADA PRAMUNIAGA DI LIPPO MALL BADUNG BALI.

(1)

SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA TINGGI HAK SEPATU DENGAN

KELUHAN NYERI PUNGGUNG BAWAH MIOGENIK PADA

PRAMUNIAGA DI LIPPO

MALL

BADUNG BALI

NI KOMANG SITITI NIRMALA

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI

PROGRAM STUDI FISIOTERAPI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS UDAYANA


(2)

i

SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA TINGGI HAK SEPATU DENGAN

KELUHAN NYERI PUNGGUNG BAWAH MIOGENIK PADA

PRAMUNIAGA DI LIPPO

MALL

BADUNG BALI

Oleh :

Ni Komang Sititi Nirmala

NIM.1202305021

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI

PROGRAM STUDI FISIOTERAPI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS UDAYANA


(3)

(4)

(5)

(6)

v

HUBUNGAN ANTARA TINGGI HAK SEPATU DENGAN KELUHAN NYERI PUNGGUNG BAWAH MIOGENIK PADA PRAMUNIAGA DI

LIPPO MALL BADUNG BALI ABSTRAK

Hampir setiap wanita menggunakan sepatu hak untuk menunjang penampilannya. Tinggi hak sepatu yang digunakan oleh kalangan wanita bervariasi mulai dari kategori low heels hingga high heels. Pemakaian sepatu hak dapat menimbulkan masalah bagi kesehatan, salah satunya adalah dapat memicu timbulnya keluhan muskuloskeletal, yaitu nyeri punggung bawah miogenik. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara tinggi hak sepatu dengan keluhan nyeri punggung bawah miogenik pada pramuniaga di Lippo Mall Badung Bali.

Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan penelitian analitik dengan pendekatan cross sectional. Penelitian dilakukan pada bulan Maret-April tahun 2016 dengan populasi seluruh pramuniaga wanita yang bekerja di Lippo Mall Badung Bali dengan usia 18-35 tahun.Teknik yang digunakan untuk menentukan sampel adalah simple random sampling dengan besar sampel berjumlah 75 responden. Teknik analisis yang digunakan untuk mengetahui hubungan antara tinggi hak sepatu dengan keluhan nyeri punggung bawah miogenik pada pramuniaga di Lippo Mall Badung bali adalah menggunakan uji chi square test.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 75 responden didapatkan hasil 6 orang (8%) dengan sepatu low heels mengalami keluhan nyeri punggung bawah miogenik, 24 orang (32%) pengguna sepatu medium heels mengalami keluhan nyeri punggung bawah miogenik, dan 15 orang (20%) pengguna sepatu kategori

high heels mengalami keluhan nyeri punggung bawah miogenik. Hasil penelitian setelah dilakukan uji chi square test diperoleh nilai p sebesar 0,001 sehingga (p<0,05).

Berdasarkan hasil uji secara statistik maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara tinggi hak sepatu dengan keluhan nyeri punggung bawah miogenik.

Kata Kunci : Tinggi Hak Sepatu, Nyeri Punggung Bawah Miogenik, Pramuniaga Wanita


(7)

vi

THE RELATION BETWEEN THE HIGH OF HEELS WITH REGARDS TO THE MIOGENIC LOW BACK PAIN BY THE SALESGIRLS AT

LIPPO MALL BADUNG BALI ABSTRACT

Almost every woman use heels to support their appearance. The high of heels which are used by the women varied from the category of low heels to high heels. The use of heels can lead to health problems; one of them can lead to musculoskeletal disorders such as miogenic low back pain. The study aims to review the relation between the high of heels with regards myogenic low back pain by the salesgirls at Lippo Mall Badung Bali.

The research design used in this writing is to design an analytic study with cross sectional approach. This study was conducted on March-April 2016 with the population of all salesgirls who work at Lippo Mall Badung with the average age of 18-35 years. The technique used to determine the sample is simple random sampling with a sample of 75 respondents. The analysis technique used to determine the relation between the high of heels with miogenic low back pain by the salesgirls at Lippo Mall Badung Bali is using chi square test.

The results showed that 75 respondents is obtained 6 people (8%) with shoes low heels experiencing miogenic low back pain, 24 people (32%) the users of shoes medium heels experiencing miogenic low back pain, and 15 (20%) the users of high heels experiencing miogenic low back pain. The results of the study after the chi square test is obtained p-value in the amount of 0.001 so that (p<0.05).

Based on the statistically test results it can be concluded that there is a significant relationship between the high of heels with miogenic low back pain.


(8)

vii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

berjudul “Hubungan antara Tinggi Hak Sepatu dengan Keluhan Nyeri Punggung

Bawah Miogenik pada Pramuniaga di Lippo Mall Badung Bali”.

Skripsi ini merupakan salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar sarjana Fisioterapi. Penulis menyadari bahwa keberhasilan dalam penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu dengan segala kerendahan hati penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang terkait dalam penulisan skripsi ini, yaitu kepada:

1. Prof. Dr. dr. Putu Astawa, Sp.OT, (K), M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.

2. Prof. Dr. dr. I N. Adiputra, MOH, PFK selaku Ketua Program Studi Fisioterapi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana sekaligus sebagai Pembimbing I yang telah banyak memberi petunjuk dan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini.

3. dr. I Dewa Ayu Inten Dwi Primayanti, M. Biomed selaku Pembimbing II yang telah banyak memberi petunjuk dan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini.

4. Ibu, Bapak, dan seluruh keluarga yang telah memberikan dukungan dan semangat untuk menyelesaikan skripsi ini.


(9)

viii

5. Kak Dede yang sudah membantu dan selalu memberi motivasi dalam penyusunan skripsi ini.

6. Seluruh teman-teman AXOPLASMIC yang selalu membantu dan memberikan semangat.

7. Seluruh kerabat dan sejawat yang tidak mungkin penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran yang konstruktif dari semua pihak penulis sangat harapkan.

Denpasar, Mei 2016


(10)

ix

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i

PERNYATAAN PERSETUJUAN ii

HALAMAN PENGESAHAN iv

ABSTRAK v

ABSTRACT vi

KATA PENGANTAR vii

DAFTAR ISI ix

DAFTAR GAMBAR xiii

DAFTAR TABEL xiv

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Rumusan Masalah 4

1.3 Tujuan Penelitian 5

1.3.1 Tujuan Umum 5

1.3.2 Tujuan Khusus 5

1.4 Manfaat Penelitian 5

1.4.1 Manfaat Teoritis 5

1.4.2 Manfaat Praktis 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6

2.1 Nyeri Punggung Bawah Miogenik 6


(11)

x

2.1.2 Klasifikasi Nyeri 6

2.1.3 Mekanisme Nyeri 7

2.1.4 Definisi Nyeri Punggung Bawah Miogenik 7 2.1.5 Etiologi Nyeri Punggung Bawah Miogenik 8 2.1.6 Patofisiologi Nyeri Punggung Bawah Miogenik 10 2.1.7 Tanda dan Gejala Nyeri Punggung Bawah Miogenik 11 2.2 Anatomi Biomekanik Vertebra Lumbal 11 2.2.1 Anatomi Vertebra Lumbal 11 2.2.2 Biomekanik Vertebra Lumbal 12

2.3 Sepatu Hak 16

2.3.1 Pengertian Sepatu Hak 16 2.3.2 Kategori dan Jenis Sepatu Hak 17 2.4 Hubungan antara Tinggi Hak Sepatu dengan Keluhan Nyeri

Punggung Bawah Miogenik 18 BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS 20

3.1 Kerangka Berpikir 20

3.2 Kerangka Konsep 22

3.3 Hipotesis Penelitian 22

BAB IV METODE PENELITIAN 23

4.1 Rancangan Penelitian 23 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian 23 4.3 Populasi dan Sampel Penelitian 23


(12)

xi

4.3.2 Sampel 24

4.3.3 Besar Sampel 25

4.3.4 Teknik Pengambilan Sampel 25 4.4 Variabel Penelitian 26 4.5 Definisi Operasional Variabel 26 4.6 Instrumen Penelitian 28 4.7 Prosedur Penelitian 28 4.7.1 Persiapan Penelitian 28 4.7.2 Pelaksanaan Penelitian 29

4.8 Alur Penelitian 30

4.9 Teknik Analisis Data 30

BAB V HASIL PENELITIAN 32

5.1 Karakteristik Responden 32 5.2 Distribusi Frekuensi Tinggi Hak Sepatu dan Keluhan Nyeri

Punggung Bawah Miogenik 33

5.3 Uji Normalitas 34

5.4 Uji Statistik Inferensial 35

BAB VI PEMBAHASAN 37

6.1 Karakteristik Responden 37 6.2 Distribusi Frekuensi Tinggi Hak Sepatu dan Keluhan Nyeri

Punggung Bawah Miogenik 38 6.3 Hubungan antara Tinggi Hak Sepatu dengan Keluhan Nyeri


(13)

xii

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN 43

7.1 Kesimpulan 43

7.2 Saran 43

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(14)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Vertebra Lumbal 12 Gambar 2.2 Anatomi Lumbal 14 Gambar 2.3 Ligamen Vertebra Lumbal 15 Gambar 2.4 Model Sepatu Kitten Heels 17 Gambar 2.5 Model Sepatu Stiletto 18 Gambar 2.6 Posisi Tubuh Ketika Memakai Sepatu Hak 19 Gambar 3.1 Skema Kerangka Konsep 22 Gambar 4.1 Alur Penelitian 30


(15)

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Usia 32 Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Lama Kerja 33 Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jadwal Bekerja 33 Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Tinggi Hak Sepatu 33 Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Keluhan Nyeri Punggung Bawah Miogenik 34 Tabel 5.6 Hasil Uji Normalitas dengan Kolmogorov-Smirnov 34 Tabel 5.7 Hubungan antara Tinggi Hak Sepatu dengan Keluhan Nyeri


(16)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, persaingan di dunia kerja pun semakin besar. Hal ini menuntut masyarakat untuk bisa lebih aktif dan profesional dalam menghadapi persaingan kerja. Pekerjaan tidak hanya digeluti oleh pria, wanita juga bisa bekerja sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. Saat menghadapi persaingan kerja, penampilan juga merupakan salah satu hal yang wajib diperhatikan terutama oleh kalangan wanita.

Beberapa perusahaan seperti swalayan atau pusat perbelanjaan mewajibkan para karyawan untuk selalu memperhatikan penampilannya saat bekerja, terutama karyawan wanita yang berprofesi sebagai pramuniga. Pramuniaga adalah profesi yang bergerak di bidang pelayanan untuk membantu pelanggan menemukan tujuan dalam hal beli barang di sebuah pusat perbelanjaan atau departemen store. Seorang pramuniaga dituntut untuk bisa tampil cantik dan menarik dalam memberikan pelayanan kepada konsumen. Selain itu, pramuniaga juga diharuskan oleh perusahaan untuk memakai sepatu hak dalam menunjang penampilan mereka dan selalu berdiri setiap bekerja untuk melayani para konsumen (Purwanto, 2013). Sepatu hak yang dirancang untuk wanita terdiri dari beberapa jenis, meliputi sepatu hak rendah (low heels), sepatu hak sedang (medium heels), dan sepatu hak tinggi (high heels). Sepatu dengan ukuran hak tinggi merupakan jenis sepatu yang lebih digemari oleh kaum wanita, bervariasi mulai dari tinggi hak 5 cm sampai


(17)

2

dengan 17 cm. Penggunaan sepatu hak sangat mempengaruhi postur tubuh saat berjalan. Para ahli mengkhawatirkan jika para wanita yang gemar menggunakan sepatu hak akan lebih beresiko mengalami keluhan muskuloskeletal (Suwarni, 2014).

Penelitian sebelumnya menyebutkan bahwa tinggi hak sepatu dapat menjadi penyebab terjadinya keluhan muskuloskeletal, yaitu memicu timbulnya kasus nyeri plantaris pada karyawan wanita, timbulnya masalah pada lutut karena berat tubuh bagian bawah bergeser ke depan sehingga meningkatkan tekanan pada lutut, meningkatkan resiko terjadinya sprain ankle karena terlalu tingginya hak sepatu yang digunakan membuat tubuh kehilangan keseimbangan dan meningkatkan insiden jatuh (Herlina, 2012).

Berbagai hasil studi mengenai hubungan penggunaan tinggi hak sepatu juga menyebutkan bahwa tinggi hak sepatu dapat mempengaruhi lordosis lumbal. Namun, dari sisi biomekanik hasil penelitian yang dilakukan oleh Lee, dkk (2001) menunjukkan bahwa pada setiap peningkatan tinggi dari hak sepatu selalu diikuti dengan berkurangnya sudut fleksi lumbal. Selain itu, setiap peningkatan dari tinggi hak sepatu tersebut juga meningkatkan aktivitas otot paravertebral

khususnya otot erector spine, yaitu otot yang berperan untuk mempertahankan posisi tegak tubuh yang tidak stabil yang diakibatkan oleh tinggi dari hak sepatu tersebut. Apabila hal ini terjadi dalam jangka waktu lama dapat menimbulkan ketidaknyamanan dan memicu terjadinya kelelahan otot yang pada akhirnya akan menimbulkan keluhan nyeri punggung bawah yang bersifat miogenik (Winata, 2014).


(18)

3

Nyeri miogenik adalah nyeri yang bersifat tidak wajar serta tidak sesuai dengan distribusi saraf dan menimbulkan reaksi nyeri yang berlebih. Saat berdiri lama otot cenderung dalam keadaan statis. Kerja otot statis ditandai oleh adanya kontraksi otot yang dipengaruhi oleh postur tubuh. Kerja otot statis ini yang dalam waktu lama dapat memicu timbulnya keluhan nyeri (Effendi, 2007).

Nyeri punggung bawah miogenik adalah nyeri yang terjadi di daerah punggung bawah yang disebabkan oleh adanya gangguan pada unsur muskuloskeletal. Nyeri punggung bawah miogenik dapat terjadi akibat dari adanya kerusakan jaringan pada daerah dermis, pembuluh darah, fascia, otot, tendon, kartilago, tulang, ligamen, meniskus, dan bursa (Paliyama, 2003).

Nyeri punggung bawah miogenik juga berhubungan dengan strain otot-otot punggung bawah, tendon, dan ligamen yang bisa timbul bila melakukan aktivitas sehari-hari secara berlebihan. Nyeri yang ditimbulkan bersifat tumpul dan tidak menjalar ke tungkai (Magee, 2013). Keluhan yang dapat timbul akibat nyeri punggung bawah miogenik, yaitu nyeri tekan pada regio lumbal dan terdapat spasme pada otot-otot punggung bawah sehingga dapat memicu terjadinya keterbatasan gerak (Meliana dan Pinzon, 2004).

Nyeri punggung bawah miogenik dapat menjadi masalah jika mengganggu aktivitas sehari-hari. Nyeri yang dirasakan dapat menimbulkan rasa tidak nyaman terutama bagi para pramuniaga wanita yang bekerja menggunakan sepatu hak dengan ukuran tinggi hak sepatu yang bervariasi, ditambah lagi dengan aktivitas pramuniaga yang selalu berdiri dalam melayani konsumen dengan waktu kerja minimal 6-8 jam perhari (Purwanto, 2013).


(19)

4

Hasil studi Laboratorium Pusat Studi Kesehatan dan Ergonomi di ITB pada tahun 2006-2007 diperoleh data bahwa sebanyak 40-80% pekerja wanita melaporkan keluhan muskuloskeletal sesudah bekerja (Yassierli, 2009). Bekerja memakai sepatu hak menimbulkan gelombang kejut dari tumit menuju tubuh sehingga mempengaruhi postur tubuh terutama tulang belakang dan meningkatkan resiko nyeri punggung bawah miogenik pada wanita. Survei yang dilakukan di Amerika Serikat menunjukkan data bahwa sekitar 59% wanita menggunakan sepatu hak kurang lebih satu sampai delapan jam perharinya (Dawson dkk., 2002). Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis ingin mengetahui tentang hubungan antara penggunaan tinggi hak sepatu terhadap kasus terjadinya keluhan nyeri punggung bawah miogenik dan menjadikan pramuniaga wanita yang bekerja diLippo Mall Badung Bali sebagai sampel penelitian. Hal ini bisa dilihat bahwa para pramuniaga wanita di Lippo Mall Badung Bali bekerja menggunakan sepatu hak dengan tinggi hak sepatu yang bervariasi dan penulis memaparkannya dalam bentuk skripsi dengan judul “Hubungan antara tinggi hak sepatu dengan keluhan nyeri punggung bawah miogenikpada pramuniaga di Lippo Mall Badung Bali”.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah dari penelitian ini adalah :

Apakah ada hubungan antara tinggi hak sepatu dengan keluhan nyeri punggung bawah miogenik pada pramuniaga di Lippo Mall Badung Bali ?


(20)

5

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui gambaran umum tentang penggunaan tinggi hak sepatu pada pramuniaga.

1.3.2 Tujuan Khusus

Untuk membuktikan hubungan antara tinggi hak sepatu dengan keluhan nyeri punggung bawah miogenik pada pramuniaga di Lippo Mall Badung Bali.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk menambah wawasan ilmu pengetahuan bagi pembaca dalam pengembangan teori nyeri yang disebabkan oleh tinggi hak sepatu dengan keluhan nyeri punggung bawah miogenik.

1.4.2 Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan yang dapat dipergunakan untuk pertimbangan pramuniaga dengan tinggi hak sepatu dalam kehidupan seharinya.


(21)

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Nyeri Punggung Bawah Miogenik

2.1.1 Definisi Nyeri

Menurut International Association for the Study of Pain (IASP), nyeri adalah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat dari adanya kerusakan jaringan, baik yang bersifat aktual maupun potensial, atau yang digambarkan oleh kerusakan itu.

Nyeri merupakan suatu bentuk peringatan akan adanya kerusakan pada jaringan. Nyeri secara alamiah memberikan sinyal dan respon kepada tubuh untuk berhenti melakukan kegiatan yang dapat memperburuk kondisi tubuh dan cara ini bertujuan untuk memproteksi tubuh dari kerusakan jaringan yang berlanjut (Dharmady, 2004).

2.1.2 Klasifikasi Nyeri

Berdasarkan lama waktu terjadinya nyeri dibedakan menjadi dua, yaitu nyeri akut dan nyeri kronis. Nyeri akut merupakan nyeri yang bersifat normal dan terjadi akibat dari adanya lesi atau kerusakan pada jaringan. Nyeri dapat dikatakan bersifat akut apabila waktu terjadinya kurang dari 6 bulan. Nyeri kronis adalah nyeri yang terjadi dalam kurun waktu lebih dari 6 bulan. Nyeri kronis bersifat memanjang, berlarut-larut, dan lama sesudah penyakit awal yang menimbulkan nyeri tersebut sembuh (Moeliono, 2008).


(22)

7

2.1.3 Mekanisme Nyeri

Nyeri terjadi akibat dari adanya rangsangan pada tubuh yang melewati ambang rangsang tertentu. Rangsangan ini kemudian terdeteksi oleh ujung-ujung saraf bebas nosiseptor. Proses rangsangan tersebut akan dibawa dalam bentuk impuls saraf melalui serabut A delta yang bertanggung jawab terhadap nyeri yang bersifat cepat dan tajam, serta serabut tipe C yang bertanggung jawab atas nyeri yang bersifat tumpul (Moeliono, 2008).

Berdasarkan mekanisme terjadinya nyeri dibedakan menjadi dua, yaitu nyeri nosiseptif dan nyeri neuropatik. Nyeri nosiseptif adalah nyeri yang terjadi akibat dari adanya kerusakan pada jaringan yang mengakibatkan dilepaskannya bahan kimiawi seperti histamin dan bradikinin yang bertanggung jawab terhadap proses timbulnya reaksi inflamasi. Nyeri neuropatik merupakan nyeri yang berasal dari kerusakan jaringan saraf akibat dari adanya suatu penyakit atau trauma. Disebut nyeri neuropatik perifer apabila nyeri tersebut disebabkan oleh lesi pada saraf tepi dan disebut nyeri sentral apabila disebabkan oleh lesi pada otak, batang otak, atau medula spinalis (Moeliono, 2008).

2.1.4 Definisi Nyeri Punggung Bawah Miogenik

Nyeri punggung bawah miogenik adalah nyeri yang terjadi di daerah punggung bawah yang disebabkan oleh adanya gangguan pada unsur muskuloskeletal. Nyeri punggung bawah miogenik terjadi akibat dari adanya kerusakan jaringan pada daerah dermis, pembuluh darah, fascia, otot, tendon, kartilago, tulang, ligamen, meniskus, dan bursa (Paliyama, 2003).


(23)

8

Nyeri punggung bawah miogenik berhubungan dengan strain pada otot-otot punggung bawah, tendon, dan ligamen yang dapat timbul apabila melakukan aktivitas sehari-hari secara berlebihan, seperti duduk dan berdiri dalam waktu yang lama atau mengangkat beban berat dengan cara yang tidak ergonomis. Nyeri yang terjadi pada nyeri punggung bawah miogenik bersifat tumpul, intensitas nyeri bervariasi, dan sering kali menjadi kronik. Nyeri punggung bawah miogenik dapat terlokalisir atau dapat meluas ke sekitar glutea. Nyeri tidak disertai dengan adanya hipertensi, paresthesia, maupun defisit neurologis (Magee, 2013).

Gangguan yang terjadi pada nyeri punggung bawah miogenik adalah adanya nyeri tekan pada regio lumbal dan terdapat spasme pada otot-otot punggung bawah sehingga terjadi penurunan stabilitas pada otot abdominal dan

paravertebral yang dapat memicu terjadinya keterbatasan gerak. Penurunan mobilitas lumbal terjadi akibat adanya nyeri dan spasme otot sehingga dapat mengganggu aktivitas fungsional sehari-hari (Meliana dan Pinzon, 2004).

2.1.5 Etiologi Nyeri Punggung Bawah Miogenik

Ditinjau dari aspek biomekaniknya, nyeri punggung bawah miogenik dapat disebabkan oleh dua faktor, yaitu :

1. Faktor Statik atau Postural

Faktor statik atau postural berhubungan dengan sikap atau postur tubuh yang mempengaruhi sudut lumbosacral. Normalnya titik pusat gravitasi pada posisi anatomis terletak pada garis median 2,5 cm di depan korpus vertebra S1-S2. Apabila posisi tubuh dalam keadaaan yang salah


(24)

9

tubuh akan menggunakan tenaga ekstra untuk tetap mempertahankan atau mengembalikan posisi ke tempat semula. Keadaan ini apabila terjadi secara terus-menerus dalam waktu yang lama dapat menimbulkan kelelahan otot (Santoso, 2001).

Peningkatan sudut lumbosacral dan pergeseran titik pusat berat badan dapat menimbulkan peregangan pada ligamen dan terjadi kontraksi otot-otot paravertebral untuk mempertahankan postur tubuh yang normal. Akibatnya, akan terjadi sprain pada ligamen maupun strain pada otot punggung bawah yang dapat menimbulkan nyeri (Santoso, 2001).

2. Faktor Dinamik atau Kinetik

Faktor dinamik atau kinetik disebabkan oleh adanya beban abnormal pada struktur jaringan (otot/ligamen) di area punggung bawah saat melakukan gerakan. Beban mekanis tersebut melebihi kapasitas fisiologis dan toleransi otot maupun ligamendi daerah punggung bawah.

Menurut Harsono (2007), nyeri punggung bawah miogenik disebabkan oleh kontraksi otot, spasme otot, defisiensi otot, dan otot yang hipersensitif.

a. Kontraksi otot bertujuan untuk mengurangi beban pada ligamen, bila otot berkontraksi dalam waktu yang lama maka dapat menimbulkan kelelahan pada otot sehingga ligamen yang kurang elastis menerima beban yang lebih berat. Rasa nyeri timbul akibat dari adanya iskemik ringan pada jaringan otot, regangan yang berlebihan pada perlengketan miofascial terhadap tulang, dan regangan pada kapsul sendi.


(25)

10

b. Spasme otot memberi gejala yang khas yaitu dengan adanya kontraksi otot yang disertai dengan nyeri yang hebat. Setiap gerakan dapat memperberat rasa nyeri sekaligus menambah kontraksi.

c. Defisiensi otot disebabkan oleh kurangnya latihan akibat dari adanya mekanisme kerja otot yang berlebihan, efek tirah baring lama, atau akibat efek immobilisasi.

d. Otot yang hipersensitif dapat memicu timbulnya trigger point dan apabila dirangsang dapat menimbulkan nyeri yang hebat dan menjalar. 2.1.6 Patofisiologi Nyeri Punggung Bawah Miogenik

Pada nyeri miogenik aktivasi nosiseptor pada umumnya disebabkan oleh adanya rangsangan mekanik, yaitu akibat dari penggunaan otot yang melebihi kapasitas fungsionalnya (Bernard, 2003). Kerja otot secara berlebihan dapat terjadi pada saat tubuh dalam posisi statik atau posisi yang salah dalam waktu lama. Hal ini menyebabkan otot-otot di daerah punggung akan berkontraksi secara berlebihan untuk mempertahankan postur tubuh yang normal (Sidharta, 1994).

Kerja otot secara berlebihan akan menimbulkan iskemia atau inflamasi pada jaringan sehingga terjadi peningkatan berbagai mediator inflamasi, seperti histamin, bradikinin, serotonin, dan prostaglandin (Meliana dan Pinzon, 2004). Mediator inflamasi tersebut akan mensensitisasi nosiseptor yang ada di dalam otot, akibatnya otot akan lebih sensitif. Setiap gerakan pada otot akan menimbulkan nyeri dan menambah spasme otot. Adanya spasme otot akan menimbulkan ketidakseimbangan antara otot abdominal dan paravertebral


(26)

11

2.1.7 Tanda dan Gejala Nyeri Punggung Bawah Miogenik

Tanda dan gejala dari nyeri punggung bawah miogenik adalah adanya nyeri otot atau yang dikenal sebagai nyeri miogenik, yaitu nyeri yang bersifat tidak wajar serta tidak sesuai dengan distribusi saraf dan menimbulkan reaksi nyeri yang berlebih. Nyeri miogenik yang khas ditandai dengan adanya nyeri tekan pada daerah yang bersangkutan (trigger point), adanya keterbatan gerak (loss of range of motion), dan adanya spasme pada otot punggung bawah (Soedomo, 2002).

2.2 Anatomi Biomekanik Vertebra Lumba

2.2.1 Anatomi Vertebra Lumbal

Vertebra lumbal adalah daerah antara L1 sampai L5 dan L5-S1 pada

vertebra serta terdiri atas 5 ruas tulang dengan 5 pasang facet joints. Vertebra lumbal merupakan regio pada vertebra yang menerima stress mekanikal paling besar dan merupakan regio yang paling besar menerima berat atau beban tubuh. Ciri-ciri vertebra lumbal antara lain:

1) Korpus besar dan berbentuk ginjal.

2) Pediculus kuat dan mengarah ke belakang. 3) Lamina tebal.

4) Foramina vertebra berbentuk segitiga. 5) Processus transversus panjang dan langsing.

6) Processus spinosus pendek, rata, berbentuk segiempat, dan mengarah ke belakang.


(27)

12

7) Facies articularis superior menghadap ke medial dan facies articularis inferior menghadap ke lateral (Johannes, 2010).

Gambar 2.1. Vertebra Lumbal (Sumber : Pearson Education, 2006) 2.2.2 Biomekanik Vertebra Lumbal

Susunan anatomi dan fungsi pada regio lumbal terbagi dalam 5 bagian sebagai berikut :

1. Thoracolumbal junction

Thoracolumbal junction adalah daerah perbatasan fungsi dari lumbal dengan spine, di mana Th

12 arah superior facet geraknya terbatas,

sedangkan arah inferior facet di bidang sagital gerakan utamanya flexion-extension luas. Pada gerak lumbar spine memaksa Th

12 hingga Th10 untuk

mengikutinya.

2. Lumbar spine

Vertebra lumbal bentuknya lebih tebal dan besar serta membentuk kurva lordosis pada puncak L

3 dan beban tubuh yang diterima sangat besar

dalam bentuk kompresi maupun gerakan. Facet, diskus, ligamen, otot, dan korpus sangat menentukan stabilitas serta gerakan lumbar spine.


(28)

13

Permukaan facet joints cenderung dalam posisi bidang sagital sehingga pada regio lumbal dominan menghasilkan gerakan flexion-exstension. 3. Lumbosacral joint

Vertebra lumbal L5-S1 adalah daerah yang menerima kompresi yang

paling berat sepanjang vertebra. Vertebra lumbal mempunyai gerak yang luas, sementara sakrum bersifat rigid (kaku). Hal ini menyebabkan berat badan paling besar diterima oleh regio lumbal dan yang menerima beban gerakan tersebut adalah lumbosacral joint.

4. Diskus intervertebralis.

Diskus intervertebralis berada diantara dua korpus yang merupakan

fibrocartilago compleks yang membentuk articulasio antara korpus vertebra atau sering dikenal dengan symphisis joint. Diskus juga dapat memungkinkan gerak yang luas pada vertebra. Setiap diskus terdiri atas 2 komponen yaitu :

a. Nukleus pulposus : mengandung 90% air dan merupakan substansia gelatinosa yang berbentuk jelly transparan. Nukleus pulposus memiliki kandungan cairan yang sangat tinggi dan berfungsi untuk mentransmisikan sebagian gaya ke annulus serta berfungsi sebagai

shock absorber. Nukleus pulposus tidak memiliki pembuluh darah dan saraf.

b. Annulus fibrosus : merupakan struktur yang lebih sensitif pada gerakan rotasi daripada beban kompresi karena annulus fibrosus tersusun oleh sekitar 90 serabut konsentrik jaringan kolagen serta letak


(29)

14

serabutnya saling menyilang secara vertikal sekitar 30osatu sama lainnya. Orientasi serabutnya juga memberikan kekuatan tension

ketika vertebra mengalami beban kompresi, twisting, atau pembengkokan sehingga membantu mengendalikan gerakan vertebra yang beragam.

5. Facet joints : dibentuk oleh processus articularis inferior dari vertebra atas dan processus articularis superior dari vertebra bawah. Sekitar 30% beban kompresi pada spine terutama pada saat spine hyperexstension

ditopang juga oleh sendi facet (Netter dkk., 2001).

Gambar 2.2 Anatomi Lumbal (Sumber : Kishner, 2014)

Vertebra lumbal agar dapat stabil dibantu oleh ligamen-ligamen yang berada di lumbal. Berikut adalah sistem ligamen yang ada pada vertebra lumbal :

1. Ligamen utama dari vertebra lumbal (lumbar spine) adalah ligamen longitudinal anterior. Ligamen ini berfungsi sebagai stabilisator pasif pada saat gerakan ekstensi lumbal dan merupakan ligamen yang tebal dan kuat.


(30)

15

2. Ligamen longitudinal posterior merupakan ligamenyang berperan sebagai stabilisator pasif saat gerakan fleksi lumbal. Ligamen ini mengandung serabut saraf afferent nyeri sehingga bersifat sensitif dan banyak memiliki sirkulasi darah.

3. Ligamen flavum merupakan ligamen yang mengandung serabut elastin lebih banyak daripada serabut kolagen jika dibandingkan dengan ligamen lainnya di vertebra. Ligamen flavum memiliki fungsi dalam mengontrol gerakan fleksi lumbal.

4. Ligamen supraspinosus dan interspinosus merupakan ligamen yang berperan dalam gerakan fleksi lumbal. Ligamen intertransversal merupakan ligamen yang berfungsi untuk mengontrol gerakan lateral fleksi pada daerah lumbal kearah kontralateral (Anshar dan Sudaryanto, 2011).

Gambar 2.3 Ligamen Vertebra Lumbal (Sumber : Kishner, 2014)

Selain ligamen, otot juga ikut berperan dalam mempertahankan vertebra lumbal agar dapat tegak. Berikut adalah sistem otot yang ada pada vertebra lumbal.


(31)

16

Otot-otot yang memperkuat gerakan lumbaladalah :

1. Otot erector spine, merupakan kelompok otot yang luas dan letaknya berada di dalam facia lumbodorsal. Kelompok otot erector spine bertugas sebagai stabilisator vertebra lumbal saat tubuh dalam keadaan tegak dan merupakan penggerak utama pada gerakan ekstensi lumbal. Otot erector spine terdiri atas : m.tranverso spinalis, m.longissimus, m.iliocostalis, m.spinalis, dan m.paravertebral.

2. Otot abdominal, merupakan kelompok otot ekstrinsik yang dapat memperkuat dan membentuk dinding abdominal. Otot abdominal berperan dalam mendatarkan kurva lumbal dan berperan sebagai fleksor trunk. Kelompok otot abdominal terdiri dari m.rectus abdominis, m.obliqus external, m.obliqus internal, dan m.transversalis abdominis.

3. Deep lateral muscle, merupakan group otot intrinsik yang berperan pada saat gerakan lateral fleksi dan rotasi lumbal. Kelompok otot ini terdiri dari

m.quadratus lumborum dan m.psoas (Rinta, 2013).

2.3 Sepatu Hak

2.3.1 Pengertian Sepatu Hak

Sepatu hak adalah sepatu yang memiliki bagian tumit lebih tinggi dibandingkan dengan seluruh telapak kaki. Semua sepatu yang didisain dengan bagian tumit atau hak lebih tinggi dibandingkan dengan bagian tengah telapak kaki atau ujung jari kaki maka sepatu tersebut dikategorikan sebagai sepatu hak. Sepatu yang dirancang memiliki sole tinggi, tetapi pada bagian tumit rata dengan


(32)

17

seluruh permukaan telapak kaki maka sepatu tersebut tidak dimasukkan ke dalam jenis sepatu hak (Suwarni, 2014).

2.3.2 Kategori dan Jenis Sepatu Hak

Beragamnya ukuran tinggi hak sepatu membuat sepatu hak dibagi dalam beberapa subkategori, antara lain : low heels, medium heels, dan high heels. Sepatu yang memiliki hak berukuran di atas 8,9 cm dapat dikategorikan sebagai

high heels, untuk ukuran tinggi hak sepatu di bawah 6,4 cm dikategorikan sebagai

low heels, sedangkan untuk tinggi hak sepatu dengan ukuran antara 6,4-8,9 cm dapat dikategorikan sebagai medium heels (Suwarni, 2014).

Sepatu hak kategori low heels dan medium heel sebagian besar merupakan sepatu berjenis kitten heels, sedangkan sepatu hak kategori high heels pada umumnya adalah sepatu berjenis stiletto. Sepatu kitten heels adalah jenis sepatu dengan ukuran hak yang tidak terlalu tinggi dan merupakan jenis sepatu yang aman digunakan sehari-hari (Purnamasari, 2014).

Gambar 2.4 Model Sepatu Kitten Heels

(Sumber : Themify, 2014)

Stiletto adalah jenis sepatu hak kategori high heels yang sering dianggap menyempurnakan penampilan seorang perempuan. Efek kaki yang terlihat jenjang saat menggunakan sepatu stiletto membuat wanita terlihat lebih atraktif dan sensual. Hal ini akan menambah rasa percaya diri seseorang saat memakainya.


(33)

18

Gambar 2.5 Model Sepatu Stiletto

(Sumber : Purnamasari, 2015)

2.4 Hubungan antara Tinggi Hak Sepatu dengan Keluhan Nyeri Punggung Bawah Miogenik

Wanita sangat tertarik menggunakan sepatu hak karena dapat menunjang penampilan mereka. Akan tetapi, tinggi hak sepatu yang digunakan oleh wanita dapat menimbulkan keluhan muskuloskeletal bagi penggunanya. Semakin tinggi hak sepatu yang digunakan maka akan mempengaruhi postur tubuh terutama tulang belakang bagian lumbal.

Saat menggunakan sepatu hak, tubuh akan berusaha untuk tetap menjaga keseimbangan dengan cara mempertahankan posisi tubuh dalam keadaan tegak. Hal ini akan memaksa tulang belakang, khususnya vertebra lumbal untuk memposisikan tubuh lebih hyperexstensi sehingga meningkatkan lordosis lumbal. Keadaan ini menyebabkan otot-otot yang berada di punggung bawah terutama otot erector spine, yaitu otot yang berperan sebagai stabilisator vertebra lumbal saat tubuh dalam keadaan tegak dan merupakan penggerak utama pada gerakan ekstensi lumbal dalam keadaan tegang.


(34)

19

Gambar 2.6 Posisi Tubuh Ketika Memakai Sepatu Hak (Sumber : Erik, 2012)

Semakin tinggi hak sepatu yang digunakan maka akan semakin besar pula kontraksi otot-otot pada vertebra lumbal terutama otot erector spine. Kontraksi otot yang terus-menerus dalam waktu yang lama akan memicu terjadinya peningkatan ketegangan serabut otot sehingga timbul stress mekanis pada jaringan injury. Hal ini akan menimbulkan iskemia dan inflamasi pada jaringan sehingga terjadi peningkatan berbagai mediator inflamasi. Mediator inflamasi tersebut akan mensensitisasi nosiseptor yang ada di dalam otot. Semakin sering dan semakin kuat nosiseptor tersebut terstimulasi maka akan semakin kuat reflek ketegangan. Stimulasi tersebut akan memicu timbulnya keluhan nyeri punggung bawah miogenik.


(1)

serabutnya saling menyilang secara vertikal sekitar 30osatu sama lainnya. Orientasi serabutnya juga memberikan kekuatan tension ketika vertebra mengalami beban kompresi, twisting, atau pembengkokan sehingga membantu mengendalikan gerakan vertebra yang beragam.

5. Facet joints : dibentuk oleh processus articularis inferior dari vertebra atas dan processus articularis superior dari vertebra bawah. Sekitar 30% beban kompresi pada spine terutama pada saat spine hyperexstension ditopang juga oleh sendi facet (Netter dkk., 2001).

Gambar 2.2 Anatomi Lumbal (Sumber : Kishner, 2014)

Vertebra lumbal agar dapat stabil dibantu oleh ligamen-ligamen yang berada di lumbal. Berikut adalah sistem ligamen yang ada pada vertebra lumbal :

1. Ligamen utama dari vertebra lumbal (lumbar spine) adalah ligamen longitudinal anterior. Ligamen ini berfungsi sebagai stabilisator pasif pada saat gerakan ekstensi lumbal dan merupakan ligamen yang tebal dan kuat.


(2)

2. Ligamen longitudinal posterior merupakan ligamen yang berperan sebagai stabilisator pasif saat gerakan fleksi lumbal. Ligamen ini mengandung serabut saraf afferent nyeri sehingga bersifat sensitif dan banyak memiliki sirkulasi darah.

3. Ligamen flavum merupakan ligamen yang mengandung serabut elastin lebih banyak daripada serabut kolagen jika dibandingkan dengan ligamen lainnya di vertebra. Ligamen flavum memiliki fungsi dalam mengontrol gerakan fleksi lumbal.

4. Ligamen supraspinosus dan interspinosus merupakan ligamen yang berperan dalam gerakan fleksi lumbal. Ligamen intertransversal merupakan ligamen yang berfungsi untuk mengontrol gerakan lateral fleksi pada daerah lumbal kearah kontralateral (Anshar dan Sudaryanto, 2011).

Gambar 2.3 Ligamen Vertebra Lumbal (Sumber : Kishner, 2014)

Selain ligamen, otot juga ikut berperan dalam mempertahankan vertebra lumbal agar dapat tegak. Berikut adalah sistem otot yang ada pada vertebra lumbal.


(3)

Otot-otot yang memperkuat gerakan lumbal adalah :

1. Otot erector spine, merupakan kelompok otot yang luas dan letaknya berada di dalam facia lumbodorsal. Kelompok otot erector spine bertugas sebagai stabilisator vertebra lumbal saat tubuh dalam keadaan tegak dan merupakan penggerak utama pada gerakan ekstensi lumbal. Otot erector spine terdiri atas : m.tranverso spinalis, m.longissimus, m.iliocostalis, m.spinalis, dan m.paravertebral.

2. Otot abdominal, merupakan kelompok otot ekstrinsik yang dapat memperkuat dan membentuk dinding abdominal. Otot abdominal berperan dalam mendatarkan kurva lumbal dan berperan sebagai fleksor trunk. Kelompok otot abdominal terdiri dari m.rectus abdominis, m.obliqus external, m.obliqus internal, dan m.transversalis abdominis.

3. Deep lateral muscle, merupakan group otot intrinsik yang berperan pada saat gerakan lateral fleksi dan rotasi lumbal. Kelompok otot ini terdiri dari m.quadratus lumborum dan m.psoas (Rinta, 2013).

2.3 Sepatu Hak

2.3.1 Pengertian Sepatu Hak

Sepatu hak adalah sepatu yang memiliki bagian tumit lebih tinggi dibandingkan dengan seluruh telapak kaki. Semua sepatu yang didisain dengan bagian tumit atau hak lebih tinggi dibandingkan dengan bagian tengah telapak kaki atau ujung jari kaki maka sepatu tersebut dikategorikan sebagai sepatu hak. Sepatu yang dirancang memiliki sole tinggi, tetapi pada bagian tumit rata dengan


(4)

seluruh permukaan telapak kaki maka sepatu tersebut tidak dimasukkan ke dalam jenis sepatu hak (Suwarni, 2014).

2.3.2 Kategori dan Jenis Sepatu Hak

Beragamnya ukuran tinggi hak sepatu membuat sepatu hak dibagi dalam beberapa subkategori, antara lain : low heels, medium heels, dan high heels. Sepatu yang memiliki hak berukuran di atas 8,9 cm dapat dikategorikan sebagai high heels, untuk ukuran tinggi hak sepatu di bawah 6,4 cm dikategorikan sebagai low heels, sedangkan untuk tinggi hak sepatu dengan ukuran antara 6,4-8,9 cm dapat dikategorikan sebagai medium heels (Suwarni, 2014).

Sepatu hak kategori low heels dan medium heel sebagian besar merupakan sepatu berjenis kitten heels, sedangkan sepatu hak kategori high heels pada umumnya adalah sepatu berjenis stiletto. Sepatu kitten heels adalah jenis sepatu dengan ukuran hak yang tidak terlalu tinggi dan merupakan jenis sepatu yang aman digunakan sehari-hari (Purnamasari, 2014).

Gambar 2.4 Model Sepatu Kitten Heels (Sumber : Themify, 2014)

Stiletto adalah jenis sepatu hak kategori high heels yang sering dianggap menyempurnakan penampilan seorang perempuan. Efek kaki yang terlihat jenjang saat menggunakan sepatu stiletto membuat wanita terlihat lebih atraktif dan sensual. Hal ini akan menambah rasa percaya diri seseorang saat memakainya.


(5)

Gambar 2.5 Model Sepatu Stiletto (Sumber : Purnamasari, 2015)

2.4 Hubungan antara Tinggi Hak Sepatu dengan Keluhan Nyeri Punggung

Bawah Miogenik

Wanita sangat tertarik menggunakan sepatu hak karena dapat menunjang penampilan mereka. Akan tetapi, tinggi hak sepatu yang digunakan oleh wanita dapat menimbulkan keluhan muskuloskeletal bagi penggunanya. Semakin tinggi hak sepatu yang digunakan maka akan mempengaruhi postur tubuh terutama tulang belakang bagian lumbal.

Saat menggunakan sepatu hak, tubuh akan berusaha untuk tetap menjaga keseimbangan dengan cara mempertahankan posisi tubuh dalam keadaan tegak. Hal ini akan memaksa tulang belakang, khususnya vertebra lumbal untuk memposisikan tubuh lebih hyperexstensi sehingga meningkatkan lordosis lumbal. Keadaan ini menyebabkan otot-otot yang berada di punggung bawah terutama otot erector spine, yaitu otot yang berperan sebagai stabilisator vertebra lumbal saat tubuh dalam keadaan tegak dan merupakan penggerak utama pada gerakan ekstensi lumbal dalam keadaan tegang.


(6)

Gambar 2.6 Posisi Tubuh Ketika Memakai Sepatu Hak (Sumber : Erik, 2012)

Semakin tinggi hak sepatu yang digunakan maka akan semakin besar pula kontraksi otot-otot pada vertebra lumbal terutama otot erector spine. Kontraksi otot yang terus-menerus dalam waktu yang lama akan memicu terjadinya peningkatan ketegangan serabut otot sehingga timbul stress mekanis pada jaringan injury. Hal ini akan menimbulkan iskemia dan inflamasi pada jaringan sehingga terjadi peningkatan berbagai mediator inflamasi. Mediator inflamasi tersebut akan mensensitisasi nosiseptor yang ada di dalam otot. Semakin sering dan semakin kuat nosiseptor tersebut terstimulasi maka akan semakin kuat reflek ketegangan. Stimulasi tersebut akan memicu timbulnya keluhan nyeri punggung bawah miogenik.


Dokumen yang terkait

HUBUNGAN ANTARA LAMA MENGEMUDI DENGAN TERJADINYA NYERI PUNGGUNG BAWAH MIOGENIK PADA SOPIR BUS DI Hubungan Antara Lama Mengemudi Dengan Terjadinya Nyeri Punggung Bawah Miogenik Pada Sopir Bus di Terminal Tirtonadi.

0 1 16

HUBUNGAN ANTARA LAMA MENGEMUDI DENGAN TERJADINYA NYERI PUNGGUNG BAWAH MIOGENIK PADA SOPIR BUS DI Hubungan Antara Lama Mengemudi Dengan Terjadinya Nyeri Punggung Bawah Miogenik Pada Sopir Bus di Terminal Tirtonadi.

0 2 19

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KONDISI NYERI PUNGGUNG BAWAH MIOGENIK Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Kondisi Nyeri Punggung Bawah Miogenik Di RSUD Sragen.

0 2 14

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KONDISI NYERI PUNGGUNG BAWAH MIOGENIK Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Kondisi Nyeri Punggung Bawah Miogenik Di RSUD Sragen.

0 2 17

HUBUNGAN GERAKAN SHOLAT DENGAN KELUHAN NYERI PUNGGUNG BAWAH MYOGENIK Hubungan Gerakan Sholat Dengan Keluhan Nyeri Punggung Bawah Myogenik Pada Wanita Lanjut Usia.

0 4 13

HUBUNGAN GERAKAN SHOLAT DENGAN KELUHAN NYERI PUNGGUNG BAWAH MYOGENIK Hubungan Gerakan Sholat Dengan Keluhan Nyeri Punggung Bawah Myogenik Pada Wanita Lanjut Usia.

0 2 16

HUBUNGAN BERDIRI LAMA DENGAN KELUHAN NYERI PUNGGUNG BAWAH MIOGENIK PADA PEKERJA KASIR.

0 0 11

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA NYERI PUNGGUNG BAWAH MIOGENIK DI RS PKU Penatalaksanaan Fisioterapi pada Nyeri Punggung Bawah Miogenik di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta.

0 0 15

PENGARUH PEMAKAIAN SEPATU HAK TINGGI TERHADAP NYERI PUNGGUNG BAWAH (NPB) MIOGENIK PENGARUH PEMAKAIAN SEPATU HAK TINGGI TERHADAP NYERI PUNGGUNG BAWAH (NPB) MIOGENIK PADA SALES PROMOTION GIRLS (SPG) DI COUNTER PAKAIAN MATAHARI SOLO SQUARE.

0 0 18

HUBUNGAN SIKAP KERJA DENGAN KELUHAN TERJADINYA NYERI PUNGGUNG BAWAH PADA HUBUNGAN SIKAP KERJA DENGAN KELUHAN TERJADINYA NYERI PUNGGUNG BAWAH PADA PENGRAJIN MEBEL DI TRUCUK.

0 1 16