Kebijakan Pendidikan Inklusi di Kota Surakarta: Tiniauan terhadap Implementasi Kebijakan dan Partisipasi Masyarakat Mewujudkan Education for All.

(B. Sosial)
Kebijakan Pendidikan Inklusi di Kota Surakarta: Tiniauan terhadap Implementasi Kebijakan
dan Partisipasi Masyarakat Mewujudkan Education for All
Mulyadi, Asal Wahyuni Erlin; Sudarto; Nurhariadmo, Wahyu
Fakultas ISIP UNS, Penelitian, BOPTN UNS, Hibah Penelitian Program Sarjana, 2012
Sebagai wujud nyata mencapai pendidikan bagi semua (education for all) di Indonesia, pemerintah
antara lain menetapkan Permendiknas No. 70 tahun 2009 tentang pendidikan inklusif. Hal ini sejalan
dengan deklarasi yang disampaikan pada tahun 2001 yaitu Indonesia Towards Inclusive Education.
Penyelenggaraan pendidikan inklusi merupakan salah satu syarat untuk membangun tatanan masyarakat
inklusif (inclusive society). Sesuai dengan rancangan penelitian, pada tahun pertam4 penelitian ini
dilakukan dengan tujuan untuk mengidentifikasi dan mengeksplorasi hal-hal terkait kebijakan pendidikan
inklusi dan memperoleh gambaran mengenai implementasinya di Kota Surakarta. Penelitian ini dirancang
dengan menggunakan pendekatan kualitatif serta didukung dengan temuan kuantitatif. Informan dalam
penelitian ini ditentukan secara purposive dengan teknik pengumpulan data meliputi wawancara, studi
dokumentasi, dan Focus Group Discussion (FGD).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebijakan pendidikan inklusif di Surakarta diimplementasikan di
setiap tingkat pendidikan sebagaimana diatur dalam Permendiknas 70/2009. Sekolah pendidikan inklusif
di Surakarta termasuk 7 sekolah dasar (satu sekolah swasta dan menjadi sekolah percontohan untuk
pendidikan inklusif tingkat nasional), 2 SMP, dan 4 SMA. Namun, jumlah sekolah inklusi di kota Surakarta,
terutama di tingkat SMP, belum memenuhi kualifikasi yang diatur dalam Permendiknas 70/2009 yang
menyatakan bahwa di setiap kabupaten setidaknya memiliki satu sekolah inklusif. Secara umum,

penentuan sekolah-sekolah untuk melaksanakan pendidikan inklusif didasarkan pada satu alasan, yaitu
karena mereka memiliki siswa dengan kebutuhan khusus (ABK). Partisipasi masyarakat serta fasilitas
penunjang ditemukan masing kurang. Pemahaman dari para pelaksana relatif bervariasi. Pelaksanaan
Permendiknas 70/2009 masih memerlukan dukungan dan koordinasi yang sinergis dengan semua
pemangku kepentingan untuk meminimalkan rasa "berjuang sendiri", serta untuk mempertahankan dan
meningkatkan komitmen mereka. Temuan ini menunjukkan pentingnya studi lebih lanjut (seperti yang
telah dirancang pada tahun kedua) tentang faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi serta
partisipasi masyarakat dan seluruh stakeholders dalam pelaksanaan kebijakan pendidikan inklusif untuk
mencapai pendidikan untuk semua yang juga merupakan target MDGs di Indonesia.