Analisis Perencanaan Kebutuhan Obat dalam Implementasi Kebijakan Jaminan Kesehatan Nasional di Instalasi Farmasi Dinas Kesehatan Kota Medan

(1)

ANALISIS PERENCANAAN KEBUTUHAN OBAT DALAM IMPLEMENTASI KEBIJAKAN JAMINAN KESEHATAN

NASIONAL DI INSTALASI FARMASI DINAS KESEHATAN KOTA MEDAN

T E S I S

Oleh

SANTI MERIANI SIMANULLANG 127032040/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

THE ANALYSIS OF MEDICATION NEED PLANNING IN THE NATIONAL HEALTH INSURANCE POLICY IMPLEMENTATION IN THE

PHARMACEUTICAL INSTALLATION OF MEDAN CITY HEALTH SERVICE

THESIS BY

SANTI MERIANI SIMANULLANG 127032040/IKM

MAGISTER OF PUBLIC HEALTH SCIENCE STUDY PROGRAM FACULTY OF PUBLIC HEALTH

UNIVERSITY OF SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

ANALISIS PERENCANAAN KEBUTUHAN OBAT DALAM IMPLEMENTASI KEBIJAKAN JAMINAN KESEHATAN

NASIONAL DI INSTALASI FARMASI DINAS KESEHATAN KOTA MEDAN

T E S I S

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh

SANTI MERIANI SIMANULLANG 127032040/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(4)

Judul Tesis : ANALISIS PERENCANAAN KEBUTUHAN OBAT DALAM IMPLEMENTASI KEBIJAKAN JAMINAN KESEHATAN NASIONAL DI

INSTALASI FARMASI DINAS KESEHATAN KOTA MEDAN

Nama Mahasiswa : Santi Meriani Simanullang Nomor Induk Mahasiswa : 127032040

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi : Administrasi dan Kebijakan Kesehatan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr. Juanita, S.E, M.Kes) (

Ketua Anggota

Dra. Jumirah, Apt, M.Kes)

Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)


(5)

Telah diuji

Pada Tanggal : 21 Agustus 2014

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Juanita, S.E, M.Kes Anggota : 1. Dra. Jumirah, Apt, M.Kes

2. dr. Fauzi, S.K.M


(6)

PERNYATAAN

ANALISIS PERENCANAAN KEBUTUHAN OBAT DALAM IMPLEMENTASI KEBIJAKAN JAMINAN KESEHATAN

NASIONAL DI INSTALASI FARMASI DINAS KESEHATAN KOTA MEDAN

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Oktober 2014

Santi Meriani Simanullang 127032040/IKM


(7)

ABSTRAK

Obat merupakan komponen esensial dari suatu pelayanan kesehatan. Tanggungjawab pengadaan obat esensial untuk pelayanan kesehatan dasar merupakan tanggungjawab pemerintah daerah. Dinas Kesehatan Kota Medan memiliki permasalahan dalam ketersediaan obat pada tahun 2013, pada saat pengadaan kebutuhan obat ternyata hanya 69 item obat (74,2%) yang terealisasi, sehingga kebutuhan obat tidak sesuai dengan permintaan obat.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perencanaan kebutuhan obat dalam implementasi kebijakan JKN di Instalasi Farmasi Dinas Kesehatan Kota Medan. Jenis penelitian survei dengan pendekatan kualitatif. Penelitian ini dilaksanakan bulan April sampai dengan Juni 2014. Informan dalam penelitian ini adalah unsur dari Dinas Kesehatan dan unsur dari Puskesmas Kota Medan berjumlah 16 orang. Data diperoleh dengan melakukan wawancara mendalam menggunakan kuesioner, dianalisis secara kualitatif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (a) perencanaan kebutuhan obat di instalasi farmasi Dinas Kesehatan Kota Medan dalam implementasi JKN belum sepenuhnya sesuai dengan pedoman teknis pengadaan obat dan perbekalan kesehatan, (b) sumber data berdasarkan LPLPO dan usulan permintaan obat Puskesmas belum sepenuhnya dapat mengakomodir data pemakaian obat Puskesmas dalam perencanaan kebutuhan obat, (c) pengadaan kebutuhan obat mengacu kepada Perpres No 70 tahun 2012, pedoman tekhnis pelaksanaan obat publik, purchasing dan

E-catalog serta rujukan obat mengacu pada Formularium Nasional (Fornas), dan (d)

petugas obat Puskesmas tidak secara jelas mengetahui tentang 144 diagnosa penyakit merupakan layanan Puskesmas, dan perihal biaya apa saja yang ditanggung oleh BPJS kalau peserta JKN berobat ke Puskesmas.

Disarankan kepada: (1) Dinas Kesehatan Kota Medan untuk (a) mengupayakan pembentukan tim perencana obat melalui pembentukan tim secara

khusus melibatkan pengelola obat Puskesmas dan petugas BPJS dalam implementasi JKN, (b) meningkatkan peran Puskesmas, apoteker dan dokter melalui Komite Farmasi dan Terapi (KFT) untuk pengadaan obat dalam era JKN, (c) mengupayakan pelatihan perencanaan kebutuhan obat bagi petugas obat Puskesmas dalam merencanakan kebutuhan obat, (d) memfasilitasi pertemuan bulanan dengan pengelola obat Puskesams untuk membahas perencanaan kebutuhan obat, (e) mengupayakan pengadaan kebutuhan obat yang tidak tercantum pada E-catalog melalui peningkatan komunikasi dengan LKPP secara rutin. (2) Pimpinan Puskesmas untuk meningkatkan sosialisasi pada petugas obat khususnya dan seluruh petugas kesehatan umumnya tentang SJSN, BPJS, JKN di lingkungan Puskesmas.

Kata Kunci : Perencanaan Kebutuhan Obat, Implementasi Kebijakan JKN, Instalasi Farmasi


(8)

ABSTRACT

Medication is an essential component of a health service. Responsibility for medication provision is essential for the basic health service and under the responsibility of local government. Medan City Health Service had problems with the availability of medication in 2013, when doing medication provision, only 69 items of medication (74.2%) were realized that the need for medication was not in accordance with its demand.

The purpose of this survey study with qualitative approach conducted from April to June 2014 was to find out the medication need planning in the National Health Insurance (JKN) implementation in the Pharmaceutical Installation of Medan City Health Service. The 16 informants for this study were selected from the staff of Health Service and Puskesmas Kota Medan. The data for this study were obtained through questionnaire-based interviews. The data obtained were qualitatively analyzed.

The result of this study showed that (a) the medication need planning in the Pharmaceutical Installation of Medan City Health Service during the JKN implementation has not yet fully in accordance with the technical guidelines for the procurement of medicines and medical supplies, (b) the data resources were based on LPLPO and the proposal for medication demand for Puskesmas (Community Health Center) in the medication need planning, (c) medication need procurement was referred to Presidential Regulation No. 70/2012, technical guidance of medication procurement, E-purchasing and E-catalog and drug reference referred to fornas National Formularium (Fornas), and (d) the medication staff of Puskesmas did not clearly know about the 144 diagnoses of disease under the service of Puskesmas, and the cost borne by BPJS if the JKN participants came to the Puskesmas for treatment.

It is suggested that (1) Medan City Health Service (a) to establish a medication planning team referring to the Regulation of Minister of Health on the guideline for public medication management and health supplies through the establishment of inter-sectoral team involving the medication manager of Puskesmas and the staff of BPJS in JKN implementation, (b) to facilitate trainings on medication need planning for the medication staff of Puskesmas in order to improve the knowledge and ability in planning medication need, (c) to facilitate monthly meeting with the medication manager to discuss the planning for the need of medication, to evaluate the use of medication and to provide guidance to the medication manager of Puskesmas, (d) to try to provide the medication needed that was not included in the e-catalog through routinely improving the communication with LKPP, (2) the Head of Puskesmas is suggested to increase the socialization of SJSN, BPJS, JKN to the medication staff in particular and all of the health workers working for Puskesmas in general.

Keywords: Medication Need Planning, JKN Policy Implementation, Pharmaceutical Installation


(9)

KATA PENGANTAR

Segala Puji Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat serta pertolonganNya yang berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan tesis ini dengan judul "Analisis Perencanaan Kebutuhan Obat dalam Implementasi Kebijakan Jaminan Kesehatan Nasional di Instalasi Farmasi Dinas Kesehatan Kota Medan ".

Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk menyelesaikan pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Penulis, dalam menyusun tesis ini mendapat bantuan, dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada :

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K) sebagai Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Dr. Ir. Evawany Y. Aritonang, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

4. Dr. Juanita, S.E, M.Kes selaku ketua komisi pembimbing dan Dra. Jumirah, Apt, M.Kes, selaku anggota komisi pembimbing yang dengan penuh perhatian dan


(10)

kesabaran membimbing, mengarahkan dan meluangkan waktu untuk membimbing penulis mulai dari proposal hingga penulisan tesis selesai.

5. Dr. Fauzi, S.K.M, dan Dr. Rumondang Pulungan, M.Kes, selaku komisi penguji tesis yang dengan penuh perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan dan meluangkan waktu untuk membimbing penulis mulai dari proposal hingga penulisan tesis selesai.

6. Drg. Hj. Usma Polita Nasution, M.Kes., selaku Kepala Dinas Kesehatan Kota Medan yang telah mengijinkan penulis mengikuti pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan.

7. Dirgo Dirhamsyah, SKM, M.Kes., selaku kepala Bidang Jaminan Kesehatan, Kefarmasian dan Sarana Kesehatan dan seluruh rekan-rekan kerja di Dinas Kesehatan Kota Medan yang mendukung dan memberi semangat bagi penulis untuk menyelesaikan Tesis ini.

8. Para dosen, staf dan semua pihak yang terkait di lingkungan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. 9. Ucapan terima kasih yang tulus saya tujukan kepada Ayahanda M.I. Manullang

dan Ibunda S. Situmorang atas kasih sayang dan pengorbanan yang tiada pernah berhenti.

10. Suami tercinta Karles Boston Hutauruk, SP., yang telah mengijinkan dan memberi dukungan moril dan materil serta doa dan penuh kesabaran kepada penulis dalam menyelesaikan pendidikan ini.


(11)

11. Bapak N.S. Hutauruk dan keluarga besar Hutauruk yang mendukung dan memberi semangat bagi penulis untuk menyelesaikan tesis ini.

12. Bapak Drs. Rusmanto, Apt., Dr. Shereivia, Salmon Sembiring, M. Kes, yang telah membantu memberi masukan dan mendukung penulis untuk menyelesaikan tesis ini.

13. Seluruh keluarga dan sahabat tidak dapat disebutkan satu-persatu yang telah mendukung dan memberi semangat bagi penulis untuk menyelesaikan tesis ini. 14. Seluruh rekan-rekan mahasiswa di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

khususnya minat studi Administrasi Kebijakan Kesehatan angkatan 2012 serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu yang telah membantu penulis dalam proses penulisan tesis ini.

Penulis menyadari atas segala keterbatasan, untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini dengan harapan, semoga tesis ini bermanfaat bagi pengambil kebijakan di bidang kesehatan, dan pengembangan ilmu pengetahuan bagi penelitian selanjutnya.

Medan, Oktober 2014 Penulis

Santi Meriani Simanullang 127032040/IKM


(12)

RIWAYAT HIDUP

Santi Meriani Simanullang, lahir pada tanggal 10 Juni 1980, anak pertama dari tujuh bersaudara dari pasangan Ayahanda M.I. Manullang dan Ibunda S. Situmorang.

Pendidikan formal penulis dimulai dari pendidikan sekolah dasar di Sekolah Dasar St. Thomas 3 Palipi, selesai Tahun 1992, Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 1 Palipi, selesai Tahun 1995, Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 4 Medan, selesai tahun 1998. Fakultas Farmasi di Universitas Sumatera Utara, selesai Tahun 2003.

Mulai bekerja sebagai Apoteker Penelitian dan Pengembangan di PT Varse tahun 2004 sampai tahun 2005, Apoteker CPNS di Rumah Sakit Umum Daerah Sidikalang Kabupaten Dairi tahun 2006 sampai tahun 2007, Apoteker PNS di Dinas Kesehatan Kabupaten Dairi tahun 2007 sampai 2008, Apoteker di Dinas Kesehatan Kota Medan tahun 2008 sampai sekarang.

Penulis mengikuti pendidikan lanjutan di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara sejak tahun 2012 hingga saat ini.


(13)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xii

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Permasalahan ... 9

1.3 Tujuan Penelitian ... 9

1.4 Manfaat Penelitian ... 9

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 10

2.1 Jaminan Kesehatan Nasional... 10

2.1.1 Pengertian Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) ... 10

2.1.2 Tujuan dan Manfaat Jaminan Kesehatan Nasional ... 11

2.1.3 Prinsip Jaminan Kesehatan Nasional ... 11

2.1.4 Program Jaminan Kesehatan Nasional ... 13

2.2 Obat ... 17

2.2.1 Pengertian Obat ... 17

2.2.2 Peran Obat ... 17

2.2.3 Penggolongan Obat ... 18

2.3 Obat Nama Generik... 21

2.3.1 Pengertian Obat Generik ... 21

2.3.2 Pengenalan Obat Generik ... 21

2.3.3 Manfaat Obat Generik ... 22

2.3.4 Kebijakan Obat Generik ... 22

2.3.5 Faktor yang Menghambat Masyarakat Terhadap Obat Generik ... 23

2.4 Dasar Kebijakan Umum Obat ... 25

2.5 Manajemen Logistik Obat ... 27

2.6 Perencanaan Kebutuhan Obat Publik ... 30

2.7 Puskesmas ... 41

2.7.1 Pengertian Puskesmas ... 41

2.7.2 Fungsi Puskesmas ... 43

2.7.3 Program Puskesmas ... 43

2.8 Landasan Teori ... 44


(14)

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 46

3.1 Jenis Penelitian ... 46

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 46

3.2.1 Lokasi Penelitian ... 46

3.2.2 Waktu Penelitian ... 46

3.3 Informan ... 46

3.4 Fokus Penelitian ... 47

3.5 Jenis dan Sumber Data ... 48

3.6 Instrumen Penelitian ... 48

3.7 Metode Pengumpulan Data ... 48

3.8 Metode Analisis Data ... 49

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 50

4.1 Gambaran Umum Dinas Kesehatan Kota Medan ... 50

4.2 Karakteristik Informan ... 51

4.3 Perencanaan Kebutuhan Obat dalam Implementasi Kebijakan Jaminan Kesehatan Nasional... 52

4.3.1 Data Dasar dan Sumber Data yang dibutuhkan Merencanakan Kebutuhan Obat Puskesmas ... 52

4.3.2 Pemilihan Jenis dan Jumlah Obat ... 55

4.3.3 Proses Perencanaan Kebutuhan Obat ... 58

4.3.4 Penetapan Kebutuhan Obat ... 62

4.3.5 Pengadaan Obat ... 65

4.4 Petugas Obat Puskesmas ... 68

4.4.1 Biaya yang Ditanggung BPJS untuk Pelayanan JKN di Puskesmas ... 68

4.4.2 Pemenuhan Kebutuhan Obat Puskesmas Sebagai PKD dalam Era JKN ... 70

4.4.3 144 Diagnosa Penyakit Merupakan Layanan Puskesmas dalam Era JKN ... 72

4.4.4 Tanggapan tentang Kapitasi yang Dibayarkan BPJS ... 74

BAB 5. PEMBAHASAN ... 77

5.1 Perencanaan Kebutuhan Obat dalam Implementasi Kebijakan Jaminan Kesehatan Nasional di Instalasi Farmasi Dinas Kesehatan Kota Medan ... 77

5.1.1 Data Dasar dan Sumber Data yang dibutuhkan Merencanakan Kebutuhan Obat Puskesmas ... 77

5.1.2 Pemilihan Jenis dan Jumlah Obat ... 79

5.1.3 Proses Perencanaan Kebutuhan Obat ... 81

5.1.4 Penetapan Kebutuhan Obat ... 84


(15)

5.1.6 Biaya yang Ditanggung BPJS untuk Pelayanan JKN di

Puskesmas ... 87

5.1.7 Pemenuhan Kebutuhan Obat Puskesmas Sebagai PKD dalam Era JKN ... 89

5.1.8. 144 Diagnosa Penyakit Merupakan Layanan Puskesmas dalam Era JKN ... 89

5.1.9. Tanggapan tentang Kapitasi yang Dibayarkan BPJS ... 90

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 92

6.1 Kesimpulan ... 92

6.2 Saran ... 92

DAFTAR PUSTAKA ... 94


(16)

DAFTAR TABEL

No Judul Halaman

4.1 Karakteristik Informan Berdasarkan Unit Tugas ... 51 4.2 Matrik Jawaban Informan tentang Data Dasar dan Sumber Data yang

dibutuhkan ... 53 4.3 Matrik Jawaban Informan Triangulasi tentang Data Dasar dan Sumber

Data yang dibutuhkan ... 54 4.4. Matrik Jawaban Informan tentang Pemilihan Jenis dan Jumlah Obat ... 56 4.5 Matrik Jawaban Informan Triangulasi tentang Pemilihan Jenis dan

Jumlah Obat ... 57 4.6 Matrik Jawaban Informan tentang Proses Perencanaan Kebutuhan Obat .. 59 4.7 Matrik Jawaban Informan Triangulasi tentang Proses Perencanaan

Kebutuhan Obat ... 62 4.8 Matrik Jawaban Informan tentang Penetapan Kebutuhan Obat ... 63 4.9 Matrik Jawaban Informan Triangulasi tentang Penetapan Kebutuhan

Obat ... 64 4.10 Matrik Jawaban Informan tentang Pengadaan Obat ... 65 4.11 Matrik Jawaban Informan Triangulasi tentang Pengadaan Obat ... 67 4.12 Matrik Jawaban Informan tentang Biaya yang Ditanggung BPJS untuk

Pelayanan JKN di Puskesmas ... 69 4.13 Matrik Jawaban Informan Triangulasi tentang Biaya yang Ditanggung

BPJS untuk Pelayanan JKN di Puskesmas ... 70 4.14 Matrik Jawaban Informan tentang Pemenuhan Kebutuhan Obat

Puskesmas sebagai PKD dalam Era JKN ... 71 4.15 Matrik Jawaban Informan Triangulasi tentang Pemenuhan Kebutuhan


(17)

4.16 Matrik Jawaban Informan tentang 144 Diagnosa Penyakit Merupakan Layanan Puskesmas dalam Era JKN ... 73 4.17 Matrik Jawaban Informan Triangulasi tentang 144 Diagnosa Penyakit

Merupakan Layanan Puskesmas dalam Era JKN ... 74 4.18 Matrik Jawaban Informan tentang Kapitasi yang Dibayarkan BPJS ... 75 4.19 Matrik Jawaban Informan Triangulasi tentang Kapitasi yang Dibayarkan


(18)

DAFTAR GAMBAR

No Judul Halaman

2.1 Prosedur Pengadaan Obat Sebelum dan Setelah E-catalog ... 38 2.2. Kerangka Pikir Penelitian ... 45


(19)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1 Pedoman Wawancara ... 97

2 Matrik Jawaban Informan ... 99

3 Surat izin penelitian dari Program Studi S2 IKM FKM USU Medan ... 111

4 Surat izin selesai penelitian dari Dinas Kesehatan Kota Medan ... 112

5. Dokumentasi Penelitian ... 154

6. Surat Izin Penelitian dari Pascasarjana USU ... 155


(20)

ABSTRAK

Obat merupakan komponen esensial dari suatu pelayanan kesehatan. Tanggungjawab pengadaan obat esensial untuk pelayanan kesehatan dasar merupakan tanggungjawab pemerintah daerah. Dinas Kesehatan Kota Medan memiliki permasalahan dalam ketersediaan obat pada tahun 2013, pada saat pengadaan kebutuhan obat ternyata hanya 69 item obat (74,2%) yang terealisasi, sehingga kebutuhan obat tidak sesuai dengan permintaan obat.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perencanaan kebutuhan obat dalam implementasi kebijakan JKN di Instalasi Farmasi Dinas Kesehatan Kota Medan. Jenis penelitian survei dengan pendekatan kualitatif. Penelitian ini dilaksanakan bulan April sampai dengan Juni 2014. Informan dalam penelitian ini adalah unsur dari Dinas Kesehatan dan unsur dari Puskesmas Kota Medan berjumlah 16 orang. Data diperoleh dengan melakukan wawancara mendalam menggunakan kuesioner, dianalisis secara kualitatif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (a) perencanaan kebutuhan obat di instalasi farmasi Dinas Kesehatan Kota Medan dalam implementasi JKN belum sepenuhnya sesuai dengan pedoman teknis pengadaan obat dan perbekalan kesehatan, (b) sumber data berdasarkan LPLPO dan usulan permintaan obat Puskesmas belum sepenuhnya dapat mengakomodir data pemakaian obat Puskesmas dalam perencanaan kebutuhan obat, (c) pengadaan kebutuhan obat mengacu kepada Perpres No 70 tahun 2012, pedoman tekhnis pelaksanaan obat publik, purchasing dan

E-catalog serta rujukan obat mengacu pada Formularium Nasional (Fornas), dan (d)

petugas obat Puskesmas tidak secara jelas mengetahui tentang 144 diagnosa penyakit merupakan layanan Puskesmas, dan perihal biaya apa saja yang ditanggung oleh BPJS kalau peserta JKN berobat ke Puskesmas.

Disarankan kepada: (1) Dinas Kesehatan Kota Medan untuk (a) mengupayakan pembentukan tim perencana obat melalui pembentukan tim secara

khusus melibatkan pengelola obat Puskesmas dan petugas BPJS dalam implementasi JKN, (b) meningkatkan peran Puskesmas, apoteker dan dokter melalui Komite Farmasi dan Terapi (KFT) untuk pengadaan obat dalam era JKN, (c) mengupayakan pelatihan perencanaan kebutuhan obat bagi petugas obat Puskesmas dalam merencanakan kebutuhan obat, (d) memfasilitasi pertemuan bulanan dengan pengelola obat Puskesams untuk membahas perencanaan kebutuhan obat, (e) mengupayakan pengadaan kebutuhan obat yang tidak tercantum pada E-catalog melalui peningkatan komunikasi dengan LKPP secara rutin. (2) Pimpinan Puskesmas untuk meningkatkan sosialisasi pada petugas obat khususnya dan seluruh petugas kesehatan umumnya tentang SJSN, BPJS, JKN di lingkungan Puskesmas.

Kata Kunci : Perencanaan Kebutuhan Obat, Implementasi Kebijakan JKN, Instalasi Farmasi


(21)

ABSTRACT

Medication is an essential component of a health service. Responsibility for medication provision is essential for the basic health service and under the responsibility of local government. Medan City Health Service had problems with the availability of medication in 2013, when doing medication provision, only 69 items of medication (74.2%) were realized that the need for medication was not in accordance with its demand.

The purpose of this survey study with qualitative approach conducted from April to June 2014 was to find out the medication need planning in the National Health Insurance (JKN) implementation in the Pharmaceutical Installation of Medan City Health Service. The 16 informants for this study were selected from the staff of Health Service and Puskesmas Kota Medan. The data for this study were obtained through questionnaire-based interviews. The data obtained were qualitatively analyzed.

The result of this study showed that (a) the medication need planning in the Pharmaceutical Installation of Medan City Health Service during the JKN implementation has not yet fully in accordance with the technical guidelines for the procurement of medicines and medical supplies, (b) the data resources were based on LPLPO and the proposal for medication demand for Puskesmas (Community Health Center) in the medication need planning, (c) medication need procurement was referred to Presidential Regulation No. 70/2012, technical guidance of medication procurement, E-purchasing and E-catalog and drug reference referred to fornas National Formularium (Fornas), and (d) the medication staff of Puskesmas did not clearly know about the 144 diagnoses of disease under the service of Puskesmas, and the cost borne by BPJS if the JKN participants came to the Puskesmas for treatment.

It is suggested that (1) Medan City Health Service (a) to establish a medication planning team referring to the Regulation of Minister of Health on the guideline for public medication management and health supplies through the establishment of inter-sectoral team involving the medication manager of Puskesmas and the staff of BPJS in JKN implementation, (b) to facilitate trainings on medication need planning for the medication staff of Puskesmas in order to improve the knowledge and ability in planning medication need, (c) to facilitate monthly meeting with the medication manager to discuss the planning for the need of medication, to evaluate the use of medication and to provide guidance to the medication manager of Puskesmas, (d) to try to provide the medication needed that was not included in the e-catalog through routinely improving the communication with LKPP, (2) the Head of Puskesmas is suggested to increase the socialization of SJSN, BPJS, JKN to the medication staff in particular and all of the health workers working for Puskesmas in general.

Keywords: Medication Need Planning, JKN Policy Implementation, Pharmaceutical Installation


(22)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Konsep Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) pertama kali dicetuskan di Inggris pada tahun 1911 (ILO, 2007) yang didasarkan pada mekanisme asuransi kesehatan sosial dan pertama kali diselenggarakan di Jerman tahun 1883 (Schramm, 2004). Di Indonesia Undang-undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU SJSN), diundangkan pada tanggal 19 Oktober 2004 melalui Rapat Pleno DPR. UU SJSN ini memuat salah satu isinya adalah JKN.

Undang-undang (SJSN) No. 40/2004 disebutkan bahwa jaminan pemeliharaan kesehatan penduduk fakir miskin dan orang tidak mampu menjadi tanggung jawab pemerintah. Melalui undang-undang ini memberikan landasan hukum tentang kepastian perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia dalam memenuhi kebutuhan dasar hidupnya secara layak. Selain itu, dalam UU No. 32/2004 tentang Otonomi Daerah telah memberikan kewenangan yang lebih luas kepada pemerintah kabupaten/kota untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui dinas kesehatan. Namun urusan pemerintahan dibidang kesehatan tetap merupakan urusan bersama (concurrent function) antara pemerintah pusat dan pemerintah kabupaten/kota sesuai dengan keputusan menteri kesehatan No.922/MENKES/SK/X/2008.


(23)

Dinas kesehatan sebagai unit pelaksana teknis yang bertanggung jawab di sektor kesehatan di kabupaten/kota harus memiliki kemampuan menjalankan fungsi manajemen terutama fungsi perencanaan dan penganggaran, sehingga program dan kegiatan kesehatan dapat mencapai sasaran yang diharapkan. Hal ini terkait dengan Peraturan Pemerintah (PP) No. 38/2007 disebutkan bahwa salah satu urusan wajib kabupaten/kota adalah urusan kesehatan.

Untuk menjalankan amanat UU No.40/2004 dan UU No. 32/2004, menuju tercapainya jaminan kesehatan bagi semua penduduk (universal health coverage) maka pemerintah provinsi dan kabupaten/kota harus mengupayakan sumber dana pembiayaan. Sumber dana pembiayaan program dan kegiatan selama ini berasal dari Dana Alokasi umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), dana dekonsentrasi melalui Dinas Kesehatan Provinsi serta dana hibah dari Bank Dunia melalui proyek HWS Health Workforce (Service) yang digunakan untuk melaksanakan fungsi sebagai service provider dalam mengembangkan dan mengimplementasikan kebijakan JKN sesuai dengan UU No. 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).

Mendukung pelaksanaan tersebut, Kementerian Kesehatan memberikan prioritas kepada jaminan kesehatan dalam reformasi kesehatan. Kementerian Kesehatan mengupayakan suatu regulasi berupa Peraturan Menteri, yang akan menjadi payung hukum untuk mengatur pelayanan kesehatan pada fasilitas kesehatan tingkat pertama, dan pelayanan kesehatan pada fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjutan. Peraturan Menteri juga mengatur jenis, plafon harga alat bantu kesehatan,


(24)

pelayanan obat serta bahan medis habis pakai untuk peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) (Permenkes RI No. 71, 2013).

Salah satu fasilitas kesehatan primer adalah Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas). Puskesmas merupakan sebuah organisasi di bawah Kementerian Kesehatan Republik Indonesia yang berfungsi menyediakan pelayanan kesehatan kepada masyarakat di tingkat kecamatan atau daerah (district). Pelayanan yang ditawarkan bersifat menyeluruh, terpadu, dapat diterima dan dijangkau oleh masyarakat. Rata-rata jumlah penduduk yang memperoleh pelayanan sebuah puskesmas biasanya mencapai 25,000-30,000 orang dalam sebuah wilayah pelayanan (Depkes RI, 2001)

Puskesmas sebagai pusat pelayanan kesehatan dasar tingkat pertama (fasilitas kesehatan primer) memberikan pelayanan kesehatan perorangan yang bersifat non spesialistik (primer) meliputi pelayanan rawat jalan dan rawat inap. Ini berarti puskesmas harus berusaha menyediakan pelayanan kesehatan tingkat dasar yang bersifat holistik, komprehensif, terpadu dan terus menerus kepada masyarakat baik di perkotaan maupun di pedesaan. Menurut panduan penyelenggaraan puskesmas di era desentralisasi, pembangunan kesehatan Indonesia mewujudkan lingkungan dan gaya hidup yang sehat, memiliki upaya untuk mencapai taraf pelayanan kesehatan yang berkualitas, adil, dan menyeluruh menuju pencapaian derajat kesehatan yang sangat tinggi (Depkes RI, 2001).

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2013 tentang Pelayanan Kesehatan pada JKN mengungkapkan bahwa fasilitas kesehatan


(25)

tingkat pertama adalah puskesmas atau setara yang bekerja sama dengan BPJS kesehatan harus menyelenggarakan pelayanan kesehatan komprehensif berupa pelayanan kesehatan promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif, pelayanan kebidanan, dan pelayanan kesehatan darurat medis, termasuk pelayanan penunjang meliputi pemeriksaan laboratorium sederhana dan pelayanan kefarmasian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2014, puskesmas sebagai pelayanan kesehatan publik dalam era BPJS diberikan wewenang kesehatan layanan primer mencakup 144 macam diagnosis penyakit dengan alur klinis (clinical pathway) yang sudah disusun organisasi profesi terkait. Hal ini memberikan makna bahwa puskesmas sebagai Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK) tingkat pertama wajib menangani pelayanan kesehatan mencakup 144 jenis diagnosis penyakit dan tidak boleh dirujuk ke PPK 2 atau PPK 3 kecuali memenuhi kondisi TACCC (time, age, complication, comorbidity, condition). Bila PPK 2 dan PPK 3 menangani kasus dengan diagnosis tersebut dan tidak memenuhi kondisi TACCC berarti juga tidak akan dibayar oleh BPJS.

Mendukung puskesmas sebagai PPK tingkat pertama dalam implementasi JKN dinas kesehatan sebagai pelaksana bidang pembangunan kesehatan mempunyai wewenang terhadap penyediaan dan pengelolaan obat pelayanan kesehatan dasar, alat kesehatan, reagensia dan vaksin skala kabupaten/kota. Sumber biaya anggaran obat di kabupaten/kota dapat diambil dari dana APBD II (DAU), APBD I, Askes, buffer stok kabupaten/kota, atau dari sumber anggaran program (Kemenkes RI, 2008).


(26)

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 679/MENKES/SK/V/2005 tentang pedoman umum pengadaan obat publik untuk Pelayanan Kesehatan Dasar (PKD) dalam rangka meningkatkan penggunaan obat generik di sektor pemerintah menekankan bahwa pada prinsipnya pengadaan obat untuk PKD yaitu: ”mutu obat terjamin, memenuhi kriteria, khasiat, keamanan dan keabsahan obat serta mempunyai izin edar (nomor registrasi), menerapkan konsepsi obat esensial dan dilaksanakan melalui Pedagang Besar Farmasi (PBF) yang mempunyai izin dari Depkes yang masih berlaku” (Depkes RI, 2006).

Dinas Kesehatan Kota Medan selaku pelaksana teknis bidang pembangunan kesehatan membawahi 39 puskesmas (12 Puskesmas rawat inap dan 27 Puskesmas rawat jalan) dan 41 Puskesmas Pembantu (Pustu) pada 21 kecamatan harus mampu memenuhi kebutuhan obat publik pada setiap puskesmas. Selama ini perencanaan kebutuhan obat puskesmas mengacu pada penggunaan obat tahun sebelumnya untuk setiap tahunnya. Kebutuhan obat puskesmas tersebut skala prioritasnya mengacu kepada 10 penyakit terbesar pada puskesmas. Kemudian kebutuhan obat puskesmas disampaikan melalui Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO) ke instalasi farmasi Dinas Kesehatan Kota Medan dan pengadaan jenis dan itemnya merujuk pada Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN).

Sedangkan pengadaan kebutuhan obat puskesmas tahun 2013 mengacu kepada Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2013 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengadaan Obat dengan Prosedur E-Purchasing Berdasarkan E-catalog yang menegaskan bahwa pengadaan obat harus melalui


(27)

Layanan Pengadaan Barang/Jasa Secara Elektronik (LPSE) atau E-catalog secara on line pada website pelelangan elektronik dan pengadaannya dilaksanakan oleh

Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP). Melalui sistem

E-catalog obat ini maka Kementerian/Lembaga/Dinas/Instansi (K/L/D/I) tidak perlu

melakukan proses pelelangan, namun dapat langsung memanfaatkan sistem

E-catalog obat dalam pengadaan obat dengan prosedur E-Purchasing.

Pengadaan obat dengan sistem E-catalog ini maka jenis, jumlah dan harganya telah ditetapkan oleh Menteri Kesehatan yang ditayangkan di portal pengadaan nasional serta pengadaan jenis dan itemnya merujuk pada Formularium Nasional (Fornas). Daftar obat ini digunakan sebagai acuan untuk penulisan resep dalam sistem JKN. Kemudian Tim perencana obat dan Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) menyusun rencana kebutuhan obat disesuaikan dengan ketersediaan anggaran. Tim perencana obat dan rencana kebutuhan obat yang akan diadakan tersebut ditandatangani oleh PPTK dan penanggung jawab bidang kefarmasian.

Mengacu kepada Permenkes Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2014 bahwa puskesmas dalam era BPJS diberikan wewenang kesehatan layanan primer mencakup 144 macam diagnosis penyakit maka seharusnya kebutuhan obat di puskesmas disesuaikan dengan 144 macam diagnosis penyakit, namun sewaktu dilakukan pemesanan kebutuhan obat pada tahun 2013 kebutuhan obat belum sepenuhnya mengacu kepada 144 macam diagnosis penyakit.

Berdasarkan survei pendahuluan pada Dinas Kesehatan Kota Medan diperoleh informasi ketersediaan obat tahun 2013 belum sesuai dengan yang dibutuhkan. Hal


(28)

ini dilihat dari kebutuhan obat yang telah ditetapkan untuk dipesan pada awalnya sebanyak 125 item ternyata setelah disesuaikan dengan E-catalog hanya 93 item kebutuhan obat yang dapat dipesan. Pada saat pengadaan kebutuhan obat ternyata hanya 69 item obat (74,2%) yang terealisasi selebihnya belum terealisasi. Penyebab ketidaksesuaian kebutuhan dengan realisasi obat ini diantaranya adalah; (a) sewaktu pemesanan kebutuhan obat melaui E-catalog ternyata tidak semua item obat yang dibutuhkan tertera (terdaftar) pada E-catalog, (b) kebutuhan obat yang telah dipesan sesuai dengan E-catalog tidak seluruhnya pula terealisasi.

Disamping itu jika diasumsikan kebutuhan obat mengacu kepada 144 macam diagnosis penyakit maka estimasi kebutuhan obat sebanyak 432 item. Sementara sampai dengan bulan Maret 2014 ketersediaan obat di instalasi farmasi Dinas Kesehatan Kota Medan hanya sebanyak 250 item. Ketersediaan obat di instalasi farmasi Kota Medan yang belum sepenuhnya sesuai dengan kebutuhan dikhawatirkan secara jangka panjang berdampak terhadap kebutuhan obat di Puskesmas sebagai PPK-I .

Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa petugas obat di puskesmas mengeluhkan ketersediaan obat ini, karena ketersediaan obat di instalasi farmasi Dinas Kesehatan Kota Medan tidak sesuai lagi dengan LPLPO kebutuhan puskesmas, sehingga pasien pengguna obat di puskesmas menerima jumlah dan jenis obat yang diresepkan oleh dokter untuk kebutuhan obat seminggu hanya bisa diberikan untuk kebutuhan obat selama 2-3 hari saja.

Dinas kesehatan Kota Medan dan puskesmas sebagai pelayan publik dalam aktivitasnya sehari-hari merupakan pusat pelayanan kesehatan yang paling dekat


(29)

dengan masyarakat yang menjadi bagian pelaksana program JKN kerap mendapat kritikan dari masyarakat. Citra negatif tentang birokrasi publik maupun rendahnya kualitas pelayanan publik tercermin pada maraknya tanggapan, keluhan dan cibiran di berbagai media cetak dan elektronik.

Upaya yang dilakukan Dinas kesehatan Kota Medan adalah mendistribusikan obat dengan cara membagi obat secara merata sesuai dengan realisasi kebutuhan obat yang diterima oleh instalasi farmasi Dinas Kesehatan Kota Medan ke seluruh puskesmas.

Hasil penelitian Sunarsih (2002) menyimpulkan bahwa (a) pola penggunaan obat pada terapi 5 penyakit utama (ISPA, infeksi usus, infeksi kulit, alergi kulit, sistim otot dan jaringan pengikat) sangat tergantung pada ketersediaan obat di Puskesmas, (b) pola penggunaan obat belum sesuai dengan pedoman pengobatan dasar di Puskesmas walaupun penerapan yang dilakukan menggunakan obat esensial, (c) perubahan ketersediaan obat di gudang farmasi kota dan di Puskesmas berpengaruh terhadap pola penggunaan obat pada terapi ISPA, infeksi kulit dan alergi kulit, yakni peningkatan penggunaan antibiotik, penggunaan injeksi dan rata-rata jumlah item obat.

Adanya kebijakan SJSN dan BPJS sebagai penyelenggara JKN terkait dengan Puskesmas sebagai PPK I serta Dinas Kesehatan Kota Medan sebagai pelaksana bidang pembangunan kesehatan maka perlu dikaji tentang ”Analisis Perencanaan Kebutuhan Obat dalam Implementasi Kebijakan Jaminan Kesehatan Nasional di Instalasi Farmasi Dinas Kesehatan Kota Medan.


(30)

1.2. Permasalahan

Adapun permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana perencanaan kebutuhan obat dalam implementasi kebijakan jaminan kesehatan nasional di Instalasi Farmasi Dinas Kesehatan Kota Medan.

1.3. Tujuan Penelitian

Mengetahui perencanaan kebutuhan obat dalam implementasi kebijakan jaminan kesehatan nasional di Instalasi Farmasi Dinas Kesehatan Kota Medan.

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian diharapkan bermanfaat bagi;

1. Dinas Kesehatan Kota Medan sebagai masukan tentang kebijakan perencanaan kebutuhan obat puskesmas secara efektif dan efisien.

2. BPJS dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya sebagai penyelenggara jaminan sosial melalui Jaminan Kesehatan Nasional.

3. Akademik, memperkaya khasanah ilmu pengetahuan administrasi dan kebijakan kesehatan khususnya yang berkaitan dengan pelayanan kebijakan publik.


(31)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Jaminan Kesehatan Nasional

2.1.1. Pengertian Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)

Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dalah jaminan berupa perlindungan kesehatan agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah. Sedangkan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) merupakan badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan kesehatan. BPJS Kesehatan mulai operasional pada tanggal 1 Januari 2014 (Kemenkes RI, 2013).

Di Indonesia, falsafah dan dasar negara Pancasila terutama sila ke 5 juga mengakui hak asasi warga atas kesehatan. Hak ini juga termaktub dalam UUD 45 pasal 28H dan pasal 34, dan diatur dalam UU 36/2009 tentang Kesehatan. Dalam UU 36/2009 ditegaskan bahwa setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh akses atas sumber daya di bidang kesehatan dan memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau.

Mendukung hal tersebut pada tahun 2004, pemerintah mengeluarkan Undang-Undang No.40 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Undang-Undang-Undang-Undang 40/2004 ini mengamanatkan bahwa jaminan sosial bersifat wajib (mandatory) bagi


(32)

seluruh penduduk termasuk Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) melalui suatu Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) (Kemenkes RI, 2013).

2.1.2. Tujuan dan Manfaat Jaminan Kesehatan Nasional

Tujuan diadakannya JKN adalah agar semua penduduk Indonesia terlindungi dalam sistem asuransi, sehingga mereka dapat memenuhi kebutuhan dasar kesehatan masyarakat yang layak. Sedangkan Manfaat JKN bersifat pelayanan kesehatan perorangan, mencakup pelayanan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif termasuk pelayanan obat dan bahan medis habis pakai sesuai dengan kebutuhan medis yang diperlukan. JKN merupakan program asuransi sosial yang diselenggarakan secara wajib berdasarkan suatu undang-undang, dengan tujuan untuk memberikan perlindungan dasar bagi kesejahteraan masyarakat. Asuransi tersebut memberikan beberapa keuntungan sebagai berikut : Pertama, memberikan manfaat yang komprehensif dengan premi terjangkau. Kedua, menerapkan prinsip kendali biaya dan mutu (Kemenkes RI, 2013).

2.1.3. Prinsip Jaminan Kesehatan Nasional

Jaminan Kesehatan Nasional mengacu pada prinsip-prinsip Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), yaitu :

a. Prinsip Kegotongroyongan

Gotongroyong sesungguhnya sudah menjadi salah satu prinsip dalam hidup bermasyarakat berbudaya. Dalam SJSN, prinsip gotong royong berarti peserta yang mampu membantu peserta yang kurang mampu, peserta yang sehat membantu yang sakit atau yang berisiko tinggi, dan peserta yang sehat membantu yang sakit. Hal ini


(33)

terwujud karena kepesertaan SJSN bersifat wajib untuk seluruh penduduk, tanpa pandang bulu. Dengan demikian, melalui prinsip gotong jaminan sosial dapat menumbuhkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

b. Prinsip Nirlaba

Pengelolaan dana amanat oleh BPJS adalah nirlaba bukan untuk mencari laba (for profit oriented). Sebaliknya, tujuan utama adalah untuk memenuhi sebesar-besarnya kepentingan peserta. Dana yang dikumpulkan dari masyarakat adalah dana amanat, sehingga hasil pengembangannya, akan di manfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan peserta. Prinsip keterbukaan, kehati-hatian, akuntabilitas, efisiensi, dan efektivitas. Manajemen ini mendasari prinsip kegiatan pengelolaan dana yang berasal dari iuran peserta dan hasil pengembangannya.

c. Prinsip Portabilitas

Prinsip portabilitas jaminan sosial dimaksudkan untuk memberikan jaminan yang berkelanjutan kepada peserta sekalipun mereka berpindah pekerjaan atau tempat tinggal dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

d. Prinsip Kepesertaan Bersifat Wajib

Kepesertaan wajib dimaksudkan agar seluruh rakyat menjadi peserta sehingga dapat terlindungi. Meskipun kepesertaan bersifat wajib bagi seluruh rakyat, penerapannya tetap disesuaikan dengan kemampuan ekonomi rakyat dan pemerintah serta kelayakan penyelenggaraan program. Tahapan pertama dimulai dari pekerja di sektor formal, bersamaan dengan itu sektor informal dapat menjadi peserta secara


(34)

mandiri, sehingga pada akhirnya Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dapat mencakup seluruh rakyat.

e. Prinsip Dana Amanat

Dana yang terkumpul dari iuran peserta merupakan dana titipan kepada badan-badan penyelenggara untuk dikelola sebaik-baiknya dalam rangka mengoptimalkan dana tersebut untuk kesejahteraan peserta.

f. Prinsip hasil pengelolaan Dana Jaminan Sosial

Dana jaminan sosial dipergunakan seluruhnya untuk pengembangan program dan untuk sebesar-besar kepentingan peserta (Kemenkes RI, 2013).

2.1.4. Program Jaminan Kesehatan Nasional

Program JKN secara umum sama dengan asuransi pada umumnya. Dalam Undang-undang No.40 Tahun 2004 tentang SJSN mendelegasikan 4 teknis penyelenggaran program JKN, yaitu:

a. Kepesertaan

Peserta adalah setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, yang telah membayar iuran. Peserta tersebut meliputi Penerima Bantuan Iuran (PBI) JKN dan bukan PBI JKN dengan rincian sebagai berikut:

a. Peserta PBI Jaminan Kesehatan meliputi orang yang tergolong fakir miskin dan orang tidak mampu.

b. Peserta bukan PBI adalah peserta yang tidak tergolong fakir miskin dan orang tidak mampu yang terdiri atas:


(35)

1) Pekerja penerima upah dan anggota keluarganya, yaitu: a) Pegawai Negeri Sipil;

b) Anggota TNI; c) Anggota Polri; d) Pejabat Negara;

e) Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri; f) Pegawai Swasta; dan

g) Pekerja yang tidak termasuk huruf a sampai dengan huruf f yang menerima Upah.

2) Pekerja Bukan Penerima Upah dan anggota keluarganya, yaitu: a) Pekerja di luar hubungan kerja atau Pekerja mandiri dan

b) Pekerja yang tidak termasuk huruf a yang bukan penerima Upah.

c) Pekerja sebagaimana dimaksud huruf a dan huruf b, termasuk warga negara asing yang bekerja di Indonesia paling singkat 6 (enam) bulan.

3) Bukan Pekerja dan anggota keluarganya terdiri atas: a) Investor;

b) Pemberi Kerja; c) Penerima Pensiun; d) Veteran;

e) Perintis Kemerdekaan; dan

f) Bukan Pekerja yang tidak termasuk huruf a sampai dengan huruf e yang mampu membayar iuran.


(36)

4) Penerima pensiun terdiri atas:

a) Pegawai Negeri Sipil yang berhenti dengan hak pensiun;

b) Anggota TNI dan Anggota Polri yang berhenti dengan hak pensiun; c) Pejabat Negara yang berhenti dengan hak pensiun;

d) Penerima Pensiun selain huruf a, huruf b, dan huruf c; dan

e) Janda, duda, atau anak yatim piatu dari penerima pensiun sebagaimana dimaksud pada huruf a sampai dengan huruf d yang mendapat hak pensiun. Anggota keluarga bagi pekerja penerima upah meliputi:

a. Istri atau suami yang sah dari Peserta; dan

b.Anak kandung, anak tiri dan/atau anak angkat yang sah dari Peserta, dengan kriteria:

1. Tidak atau belum pernah menikah atau tidak mempunyai penghasilan sendiri; dan

2.Belum berusia 21 (dua puluh satu) tahun atau belum berusia 25 (dua puluh lima) tahun yang masih melanjutkan pendidikan formal.

Sedangkan Peserta bukan PBI JKN dapat juga mengikutsertakan anggota keluarga yang lain.

JKN sebagai sebuah program asuransi kesehatan mengatur tentang hak dan kewajiban peserta:

Setiap Peserta yang telah terdaftar pada BPJS Kesehatan berhak:

(a) mendapatkan a) identitas peserta dan b) manfaat pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan.


(37)

(b) Setiap Peserta yang telah terdaftar pada BPJS Kesehatan berkewajiban untuk: a). membayar iuran dan b). melaporkan data kepesertaannya kepada BPJS Kesehatan dengan menunjukkan identitas Peserta pada saat pindah domisili dan atau pindah kerja (Kemenkes RI, 2013).

b. Pembiayaan 1. Iuran

Iuran Jaminan Kesehatan adalah sejumlah uang yang dibayarkan secara teratur oleh Peserta, Pemberi Kerja, dan/atau Pemerintah untuk program Jaminan Kesehatan (pasal 16, Perpres No. 12/2013 tentang Jaminan Kesehatan).

2. Pembayar Iuran

(a) Peserta PBI, iuran dibayar oleh Pemerintah.

(b) Peserta Pekerja Penerima Upah, Iurannya dibayar oleh Pemberi Kerja dan Pekerja.

(c) Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta Bukan Pekerja iuran dibayar oleh Peserta yang bersangkutan.

(d) Besarnya Iuran Jaminan Kesehatan Nasional ditetapkan melalui Peraturan Presiden dan ditinjau ulang secara berkala sesuai dengan perkembangan sosial, ekonomi, dan kebutuhan dasar hidup yang layak (Kemenkes RI, 2013).

C. Pelayanan 1. Jenis Pelayanan

Ada 2 (dua) jenis pelayanan yang akan diperoleh oleh Peserta JKN, yaitu berupa pelayanan kesehatan (manfaat medis) serta akomodasi dan ambulans (manfaat


(38)

non medis). Ambulans hanya diberikan untuk pasien rujukan dari fasilitas kesehatan dengan kondisi tertentu yang ditetapkan oleh BPJS Kesehatan.

2. Prosedur Pelayanan

Peserta yang memerlukan pelayanan kesehatan pertama-tama harus memperoleh pelayanan kesehatan pada fasilitas kesehatan tingkat pertama. Bila Peserta memerlukan pelayanan kesehatan tingkat lanjutan, maka hal itu harus dilakukan melalui rujukan oleh fasilitas kesehatan tingkat pertama, kecuali dalam keadaan kegawatdaruratan medis (Kemenkes RI, 2013).

2.2. Obat

2.2.1. Pengertian Obat

Obat merupakan sedian atau paduan bahan-bahan yang siap digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistim fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan, kesehatan dan kontrasepsi (Depkes RI, 2005). Menurut Ansel (2006), obat adalah zat yang digunakan untuk diagnosis, mengurangi rasa sakit, serta mengobati atau mencegah penyakit pada manusia atau hewan.

2.2.2. Peran Obat

Peran obat secara umum adalah sebagai berikut: 1. Penetapan diagnosa

2. Untuk pencegahan penyakit 3. Menyembuhkan penyakit


(39)

5. Mengubah fungsi normal tubuh untuk tujuan tertentu 6. Peningkatan kesehatan

7. Mengurangi rasa sakit (Chaerunissa dkk, 2009). 2.2.3. Penggolongan Obat

2.2.3.1. Berdasarkan Jenisnya

1. Obat Bebas dan Obat Bebas Terbatas

Obat bebas merupakan obat yang bisa dibeli bebas di apotek, bahkan warung, tanpa resep dokter, ditandai lingkaran hijau bergaris tepi hitam. Obat Bebas Terbatas (dulu disebut daftar W=Waarschuwing = peringatan), yakni obat-obatan dalam jumlah tertentu masih bisa dibeli di apotik, tanpa resep dokter, memakai lingkaran biru bergaris tepi hitam.

2. Obat Keras

Obat keras (dulu disebut obat daftar G = Gevaarlijk = berbahaya), yaitu obat berkhasiat keras yang untuk mendapatkannya harus dengan resep dokter, memakai tanda lingkaran merah bergaris tepi hitam dengan tulisan huruf K didalamnya.

3. Psikotropika dan Narkotika

Psikotropika adalah zat atau obat yang dapat menurunkan aktivitas otak atau merangsang susunan syaraf pusat dan menimbulkan kelainan prilaku. Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menimbulkan pengaruh tertentu bagi mereka yang menggunakan dengan memasukkannya kedalam tubuh manusia (Chaerunissa dkk, 2009).


(40)

2.2.3.2. Berdasarkan Mekanisme Kerja Obat Obat digolongkan menjadi lima jenis :

1. Obat yang bekerja terhadap penyebab penyakit, misalnya penyakit karena bakteri atau mikroba, contoh: antibiotik.

2. Obat yang bekerja mencegah keaadan patologis dari penyakit, contoh: serum, vaksin.

3. Obat yang menghilangkan gejala penyakit = simptomatik, missal gejala penyakit nyeri, contoh: analgetik, antipiretik.

4. Obat yang bekerja untuk mengganti atau menambah fungsi-fungsi zat yang kurang, contoh: vitamin, hormon.

5. Pemberian placebo, adalah pemberian sediaan obat yang tanpa zat berkhasiat untuk orang-orang yang sakit secara psikis, contoh: aqua proinjection Selain itu, obat dapat dibedakan berdasarkan tujuan penggunaannya misalkan antihipertensi, cardiaca, diuretic, hipnotik, sedative dan lain-lain (Chaerunissa dkk, 2009).

2.2.3.3. Berdasarkan Tempat atau Lokasi Pemakaiannya Obat dibagi dua golongan:

1. Obat Dalam, misalnya obat-obat peroral. Contoh: antibiotik, acetaminophen

2. Obat Topikal, untuk pemakaian luar badan. Contoh sulfur, antibiotik (Anief, 2007).


(41)

2.2.3.4. Berdasarkan Cara Pemberiannya

1. Oral, obat yang diberikan atau dimasukkan melalui mulut, Contoh: serbuk, kapsul, tablet sirup.

2. Parektal, obat yang diberikan atau dimasukkan melalui rectal. Contoh supositoria, laksatif.

3. Sublingual, dari bawah lidah, kemudian melalui selaput lendirdan masuk ke pembuluh darah, efeknya lebih cepat. Untuk penderita tekanan darah tinggi, Contoh: tablet hisap, hormone.

4. Parenteral, obat suntik melaui kulit masuk ke darah. Ada yang diberikan secara intravena, subkutan, intramuscular, intrakardial.

5. Langsung ke organ, contoh intrakardial.

6. Melalui selaput perut, intraperitoneal (Anief, 2007). 2.2.3.5. Berdasarkan Efek yang Ditimbulkannya

1. Sistemik: masuk ke dalam sistem peredaran darah, diberikan secara oral 2. Lokal : pada tempat-tempat tertentu yang diinginkan, misalnya pada kulit,

telinga, mata (Anief, 2007). 2.2.3.6. Berdasarkan Penamaannya

Menurut Widodo (2004), penamaan obat dibagi menjadi tiga, yaitu : 1. Nama Kimia, yaitu nama asli senyawa kimia obat.

2. Nama Generik (unbranded name), yaitu nama yang lebih mudah yang disepakati sebagai nama obat dari suatu nama kimia.


(42)

3. Nama Dagang atau Merek, yaitu nama yang diberikan oleh masing-masing produsen obat. Obat bermerek disebut juga dengan obat paten.

2.3. Obat Nama Generik

2.3.1. Pengertian Obat Generik

Obat Generik (Unbranded Drug) adalah obat dengan nama generik, nama resmi yang telah ditetapkan dalam Farmakope Indonesia dan INN (International

Non-propietary Names) dari WHO (World Health Organization) untuk zat berkhasiat yang

dikandungnya. Nama generik ini ditempatkan sebagai judul dari monografi sediaan obat yang mengandung nama generik tersebut sebagai zat tunggal.

Obat generik berlogo yaitu obat yang diprogram oleh pemerintah dengan nama generik yang dibuat secara CPOB (Cara Produksi Obat yang Baik). Harga obat disubsidi oleh pemerintah. Logo generik menunjukkan persyaratan mutu yang ditetapkan oleh Mentri Kesehatan Republik Indonesia. Sedangkan obat generik esensial adalah obat generik terpilih yang paling dibutuhkan untuk pelayanan kesehatan bagi masyarakat (Widodo, 2004).

2.3.2. Pengenalan Obat Generik

Obat pada waktu ditemukan diberi nama kimia yang menggambarkan struktur molekulnya. Nama kimia obat biasanya amat kompleks sehingga tidak mudah diingat orang awam. Untuk kepentingan penelitian biasanya nama kimia disingkat dengan kode tertentu. Setelah obat itu dinyatakan aman dan bermanfaat melalui uji klinis, kemudian obat tersebut didaftarkan pada Badan Pengawasan Obat dan Makanan


(43)

(BPOM). Obat tersebut mendapat nama generik dan nama dagang. Nama dagang ini sering disebut nama paten. Perusahaan obat yang menemukan obat tersebut dapat memasarkannya dengan nama dagang. Nama dagang biasanya diusahakan yang mudah diingat oleh pengguna obat. Disebut obat paten karena penemu tersebut berhak atas paten penemuan obat tersebut dalam jangka waktu tertentu. Selama paten tersebut masih berlaku, obat ini tidak boleh diproduksi oleh pabrik lain, baik dengan nama dagang pabrik peniru ataupun dijual dengan nama generiknya. Obat nama dagang yang telah habis masa patennya dapat diproduksi dan dijual oleh pabrik lain dengan nama dagang berbeda yang biasanya disebut sebagai me-too product di beberapa negara barat disebut branded generic atau tetap dijual dengan nama generik (Chaerunissa, dkk, 2009).

2.3.3. Manfaat Obat Generik

Menurut Widodo (2004) manfaat obat generik secara umum adalah :

1. Sebagai sarana pelayanan kesehatan masyarakat untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.

2. Dari segi ekonomis obat generik dapat dijangkau masyarakat golongan ekonomi menengah kebawah.

3. Dari segi kualitas obat generik memiliki mutu atau khasiat yang sama dengan obat yang bermerek dagang (obat paten).

2.3.4. Kebijakan Obat Generik

Kebijakan obat generik adalah salah satu kebijakan untuk mengendalikan harga obat, di mana obat dipasarkan dengan nama bahan aktifnya. Agar upaya


(44)

pemanfaatan obat generik ini dapat mencapai tujuan yang diinginkan, maka kebijakan tersebut mencakup komponen-komponen berikut :

1. Produksi obat generik dengan Cara Produksi Obat yang Baik (CPOB). Produksi dilakukan oleh produsen yang memenuhi syarat CPOB dan disesuaikan dengan kebutuhan akan obat generik dalam pelayanan kesehatan.

2. Pengendalian mutu obat generik secara ketat.

3. Distribusi dan penyediaan obat generik di unit-unit pelayanan kesehatan. 4. Peresapan berdasarkan atas nama generik, bukan nama dagang.

5. Penggantian (substitusi) dengan obat generik diusulkan diberlakukan di unit pelayanan kesehatan.

6. Informasi dan komunikasi mengenai obat generik bagi dokter dan masyarakat luas secara berkesinambungan.

7. Pemantauan dan evaluasi penggunaan obat generik secara berkala. 2.3.5. Faktor yang Menghambat Masyarakat terhadap Obat Generik 1. Akses Obat

Akses masyarakat terhadap obat esensial dipengaruhi oleh empat faktor utama, yaitu:

a) Penggunaan obat yang rasional; b) Harga yang terjangkau;

c) Pembiayaan yang berkelanjutan

d) Sistim pelayanan kesehatan beserta sistem suplai obat yang dapat menjamin ketersediaan, pemerataan, keterjangkauan obat (Depkes RI, 2005)


(45)

2. Harga Obat

Harga obat di Indonesia umumnya dinilai mahal dan struktur harga obat tidak transparan. Penelitian WHO menunjukkan perbandingan harga antara satu nama dagang dengan nama dagang yang lain untuk obat yang sama, berkisar 1:2 sampai 1:5. Penelitian di atas juga membandingkan harga obat dengan nama dagang dan obat generik menunjukkan obat generik bukan yang termurah. Survai dampak krisis rupiah pada biaya obat dan ketersediaan obat esensial antara 1997 – 2002 menunjukkan bahwa biaya resep rata-rata di sarana kesehatan sektor swasta jauh lebih tinggi dari pada di sektor publik yang menerapkan pengaturan harga dalam sistem suplainya (Depkes RI, 2005)

3. Tingkat Ketersediaan Obat

Rendahnya ketersediaan obat generik di fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah dapat berimplikasi secara langsung pada akses obat generik, sebagai gantinya pasien membeli obat generik di apotik. Apotik swasta mempunyai obat generik lebih sedikit dibandingkan dengan yang disediakan oleh dokter. Sehingga apotik menyediakan obat paten lebih banyak. Selama ketersedian obat kurang tersedia maka pasien mengeluarkan uang lebih banyak untuk membayar obat.

4. Informasi Obat

Keterbatasan informasi masyarakat akan obat sangat erat kaitannya dengan ketidaktahuan akan pengenalan, penggunaan dan pemanfaatan obat terutama bagi mereka yang ingin memakai obat generik. Informasi obat, antara lain mengenai khasiat, indikasi, kontraindikasi, efek samping, dosis dan aturan pakai,


(46)

peringatan-peringatan penggunaan suatu obat, serta harga obat, dan informasi mengenai pilihan obat yang tepat bagi konsumen (Widodo, 2004).

5. Keterjangkauan Obat

Keterjangkauan obat dapat dipandang dari sudut geografis, ekonomi dan sosial politik. Indonesia adalah negara kepulauan yang terdiri dari 17.504 pulau dimana 5.707 diantaranya sudah bernama. Namun pulau yang telah berpenghuni jumlahnya lebih kecil. Saat ini sebagian masyakat Indonesia tinggal di daerah terpencil, daerah tertinggal, dan wilayah perbatasan. Sebagian lagi tinggal di daerah rawan bencana baik bencana alam dan bencana buatan manusia seperti : ketidak-stabilan politik dan tingginya tingkat kemiskinan. Dengan pola penyebaran penduduk seperti tersebut di atas, maka diperlukan adanya perbedaan pengelolaan obat sesuai dengan karateristik masing-masing daerah. Sebagai contoh kita dapat melakukan pengelompokan Provinsi Kepulauan : Riau, NTB, NTT, Maluku dan Maluku Utara lebih memiliki karakteristik geografis kepulauan. Sedangkan propinsi di Kalimantan dan Papua dapat dikategorikan daratan luas dengan hambatan transportasi. Kategori lain adalah Pulau Jawa, Bali, Sumatera dan Sulawesi (Depkes RI, 2005).

2.4. Dasar Kebijakan Umum Obat

Menurut Kemenkes RI (2010) penyelenggaraan subsistem obat dan perbekalan kesehatan mengacu pada beberapa prinsip antara lain:


(47)

1. Obat dan perbekalan kesehatan adalah kebutuhan dasar manusia dan karena itu tidak diperlakukan sebagai komoditas ekonomi semata

2. Obat dan perbekalan kesehatan sebagai barang publik harus dijamin ketersediaan dan keterjangkauannya, dan karena itu penetapan harga obat dan perbekalan kesehatan tidak diserahkan kepada mekanisme pasar melainkan dikendalikan oleh pemerintah

3. Pengadaan obat, yang mengutamakan obat esensial generik bermutu, serta penyediaan perbekalan kesehatan, diselenggarakan secara adil dan merata serat terjangkau oleh masyarakat, melalui optimalisasi industri nasional yang didukung oleh industri bahan baku sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi

4. Pengadaan dan pemanfaatan obat di sarana pelayanan kesehatan mengacu pada Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN)

5. Pemanfaatan obat dan perbekalan kesehatan diselenggarakan secara rasional dengan memperhatikan aspek mutu, manfaat, harga, kemudahan diakses serta keamanan bagi masyarakat dan lingkungannya

Bentuk pokok subsistem obat dan perbekalan kesehatan (Kemenkes RI, 2010) antara lain :

1. Perencanaan obat dan perbekalan kesehatan secara nasional diselenggarakan oleh pemerintah.

2. Perencanaan obat merujuk pada Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) yang ditetapkan oleh pemerintah bekerja sama dengan organisasi profesi


(48)

3. Pengadaan obat dan perbekalan kesehatan yang dibutuhkan oleh pembangunan kesehatan menjadi tanggungjawab pemerintah

4. Pendistribusian obat dan perbekalan kesehatan diselenggarakan melalui Pedagang Besar Farmasi (PBF)

5. Pemerataan obat dan perbekalan kesehatan diarahkan pada pemakaian obat-obat esensial generik

6. Peningkatan keterjangkauan obat dan perbekalan kesehatan dilaksanakan melalui kajian dan penetapan harga secara berkala oleh pemerintah bersama pengusaha dengan menggunakan harga obat produksi industri farmasi pemerintah sebagai acuan (price leader)

7. Pengawasan mutu produksi obat dan perbekalan kesehatan pada tahap pertama dilakukan oleh industri yang bersangkutan sesuai denga CPOB yang ditetapkan oleh pemerintah

8. Pengawasan distribusi, promosi serta pemanfaatan obat dan perbekalan kesehatan, termasuk efek samping serta pengendalian harganya dilakukan oleh pemerintah bekerja sama dengan kalangan pengusaha, organisasi profesi dan masyarakat.

2.5. Manajemen Logistik Obat

Pengelolaan obat merupakan suatu proses yang dimaksudkan untuk mencapai tujuan secara efektif dan efisien. Proses pengelolaan obat dapat terwujud dengan baik apabila didukung dengan kemampuan sumber daya yang tersedia dalam suatu sistem. Tujuan utama pengelolaan obat kabupaten/kota adalah tersedianya obat yang


(49)

berkualitas baik, tersebar secara merata, jenis dan jumlah sesuai dengan kebutuhan pelayanan kesehatan dasar bagi masyarakat di unit pelayanan kesehatan (Kemenkes RI, 2010).

Pengelolaan obat yang efektif dan efisien diharapkan dapat menjamin :

1. Tersedianya rencana kebutuhan jenis dan jumlah obat sesuai dengan kebutuhan Pelayanan Kesehatan Dasar (PKD) di kabupaten/kota

2. Tersedianya anggaran pengadaan obat yang dibutuhkan sesuai dengan waktunya 3. Terlaksananya pengadaan obat yang efektif dan efisien

4. Terjaminnya penyimpanan obat dengan mutu yang baik

5. Terjaminnya pendistribusian obat yang efektif dengan waktu tunggu (lead time) yang pendek

6. Terpenuhinya kebutuhan obat yang mendukung PKD sesuai dengan jenis, jumlah dan waktu yang dibutuhkan

7. Tersedianya Sumber Daya Manusia (SDM) dengan jumlah dan kualifikasi yang tepat

8. Digunakannya obat secara rasional sesuai dengan pedoman yang disepakati. 9. Tersedianya informasi pengelolaan dan penggunaan obat yang sahih, akurat dan

mutakhir.

Dalam rangka mencapai tujuan pengelolaan obat yang efektif dan efisien, menurut Kemenkes RI (2010) sistem pengelolaan dan penggunaan obat kabupaten/kota mempunyai 4 (empat) fungsi dasar, yaitu : (a) perumusan kebutuhan (selection), pengadaan (procurement), distribusi (distribution) dan penggunaan obat


(50)

(use). Keempat fungsi tersebut didukung oleh penunjang pengelolaan yang terdiri dari organisasi (organization), pembiayaan dan kesinambungan (financing and

sustainability), pengelolaan informasi (information management) dan pengelolaan

dan pengembangan SDM (human resources managament).

Pelaksanaan keempat fungsi dasar dan keempat elemen sistem pendukung pengelolaan tersebut didasarkan pada kebijakan (policy) dan atau peraturan perundangan yang mantap serta didukung oleh kepedulian masyarakat dan petugas kesehatan terhadap program bidang obat dan pengobatan (Kemenkes RI, 2010).

Pada prinsipnya perencanaan obat merupakan suatu proses kegiatan menentukan jenis dan jumlah obat dalam rangka pengadaan obat agar sesuai dengan kebutuhan untuk pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Adapun tujuan perencanaan pengadaan obat antara lain adalah:

1. Mengetahui jenis dan jumlah obat yang tepat sesuai dengan kebutuhan 2. Menghindari terjadinya kekosongan obat

3. Meningkatkan penggunaan obat yang rasional 4. Meningkatkan efisiensi penggunaan obat

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1121/MENKES/SK/XII/2008, Proses perencanaan pengadaan obat publik dan perbekalan kesehatan diawali dari data yang disampaikan puskesmas ke Unit Pengelola Obat/Gudang Farmasi Dinas Kesehatan kabupaten/kota yang selanjutnya dokompilasi menjadi rencana kebutuhan obat publik dan perbekalan kesehatan kabupaten/kota yang dilengkapi dengan teknik-teknik perhitungannya.


(51)

Menurut Depkes RI (2009) bahwa perencanaan kebutuhan obat adalah salah satu aspek penting dan menentukan dalam pengelolaan obat karena perencanaan kebutuhan akan mempengaruhi pengadaan, pendistribusian dan penggunaan obat di unit pelayanan kesehatan. Tujuan perencanaan kebutuhan obat adalah untuk menetapkan jenis dan jumlah obat sesuai dengan pola penyakit dan kebutuhan pelayanan kesehatan dasar termasuk program kesehatan yang telah ditetapkan.

Menurut Depkes RI (2004) data yang diperlukan untuk mendukung proses proses perencanaan obat antara lain :

1. Data populasi total disuatu wilayah dan rata-rata pertumbuhan penduduk per tahun

2. Data status kesehatan yang menyangkut angka penyakit terbanyak pada dewasa dan anak

3. Data yang berkaitan dengan obat, seperti jumlah penulis resep (prescriber), jumlah biaya yang tersedia, jumlah farmasis dan asisten apoteker dan jumlah item obat yang tersedia di pasaran.

2.6. Perencanaan Kebutuhan Obat Publik

Perencanaan kebutuhan obat merupakan kegiatan utama sebelum melakukan proses pengadaan obat. Langkah-langkah yang diperlukan dalam kegiatan perencanaan kebutuhan obat antara lain:

1. Tahap Pemilihan Obat

Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan obat (Depkes RI, 2009) antara lain :


(52)

a. Obat yang dipilih sesuai dengan standar mutu yang terjamin b. Dosis obat sesuai dengan kebutuhan terapi

c. Obat mudah disimpan d. Obat mudah didisitribusikan e. Obat mudah didapatkan / diperoleh f. Biaya pengadaan dapat terjangkau g. Dampak administrasi mudah diatasi

Seleksi obat didasarkan pada obat generik terutama yang terdaftar dalam DOEN yang masih berlaku dengan patokan harga sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan tentang Harga Obat dan Perbekalan Kesehatan untuk Obat Pelayanan Kesehatan Dasar (PKD) dan Obat Program Kesehatan. Disamping itu juga diperlukan pemilihan obat menjadi kelompok VEN (Vital, Esensial dan Non Esensial).

Beberapa kriteria yang dipergunakan sebagai dasar acuan dalam pemilihan obat yaitu;

a. Obat merupakan kebutuhan untuk sebagian besar populasi penyakit b. Obat memiliki keamanan dan khasiat yang didukung dengan bukti ilmiah

c. Obat mempunyai mutu yang terjamin baik ditinjau dari segi stabilitas maupun bioavaibilitasnya (ketersediaan hayati).

d. Biaya pengobatan mempunyai rasio antar manfaat dan biaya yang baik

e. Bila pilihan lebih dari satu, dipilih yang paling baik, paling lengkap data ilmiahnya dan farmakokinetiknya paling menguntungkan.


(53)

g. Obat sedapat mungkin sediaan tunggal (Depkes RI, 2009) 2.Tahap Kompilasi Pemakaian Obat

Kompilasi pemakaian obat untuk mengetahui pemakaian obat setiap bulan dari masing-masing jenis obat di unit pelayanan kesehatan selama setahun serta menentukan stok optimum (stok optimum = stok kerja + stok pengaman). Data pemakaian obat di puskesmas diperoleh dari LPLPO

Beberapa Informasi yang diperoleh dari kompilasi pemakaian obat adalah : a. Jumlah pemakaian tiap jenis obat pada masing-masing unit pelayanan

kesehatan

b. Persentase (%) pemakaian tiap jenis obat terhadap total pemakaian setahun seluruh unit pelayanan kesehatan.

c. Pemakaian rata-rata untuk setiap jenis obat pada tingkat kabupaten/kota (Depkes RI, 2009).

3.Tahap Perhitungan Kebutuhan Obat

Menentukan kebutuhan obat merupakan tantangan berat yang senantiasa dihadapi oleh apoteker dan tenaga farmasi yang bekerja baik di tingkat PKD. Baik kekosongan maupun kelebihan jenis obat tertentu dapat terjadi apabila perhitungan hanya berdasarkan teoritis. Dengan koordinasi dan proses perencanaan untuk pengadaan obat secara terpadu serta melalui beberapa tahapan seperti di atas, maka diharapkan obat yang direncanakan dapat tepat baik ditinjau dari jenis, jumlah maupun waktu. Untuk menentukan kebutuhan obat dilakukan pendekatan perhitungan melalui metode konsumsi dan atau morbiditas (Depkes RI, 2009).


(54)

Melengkapi data rencana pengadaan obat, unit pengelola obat kabupaten/ kota perlu mengumpulkan 10 besar penyakit dari unit terkait. Data ini bermanfaat untuk menentukan skala prioritas dalam menyesuaikan rencana pengadaan obat dengan dana yang tersedia.

4. Tahap Proyeksi Kebutuhan Obat

Beberapa kegiatan yang perlu dilakukan pada tahap ini antara lain :

a. Menetapkan rancangan stok akhir periode yang akan datang. Rancangan stok akhir diperkirakan sama dengan hasil perkalian antara waktu tunggu dengan estimasi pemakaian rata-rata per bulan ditambah stok penyangga

b. Menghitung rancangan pengadaan obat periode tahun yang akan datang.

Perencanaan pengadaan obat tahun yang akan datang dapat dirumuskan sebagai berikut : a = b + c + d – e - f

Dimana :

a = Rancangan pengadaan obat tahun yang akan datang

b = Kebutuhan obat untuk sisa periode berjalan (sesuai dengan tahun anggaran yang bersangkutan)

c = Kebutuhan obat untuk tahun yang akan datang

d = Rancangan stok akhir tahun (lead time dan buffer stok)

e = Stok awal periode berjalan / stok per 31 Desember di Unit Pengelola Obat / Gudang Farmasi Kabupaten / Kota


(55)

c. Menghitung rancangan anggaran untuk total kebutuhan obat dengan cara sebagai berikut

a) Melakukan analisis ABC–VEN (vital, esensial, non esensial)

b) Menyusun prioritas kebutuhan dan penyesuaian kebutuhan dengan anggaran yang tersedia

c) Menyusun prioritas kebutuhan dan penyesuaian kebutuhan berdasarkan 10 besar penyakit.

d. Pengalokasian kebutuhan obat per sumber anggaran dengan melakukan kegiatan : a) Menetapkan kebutuhan anggaran untuk masing-masing obat per sumber

anggaran

b) Menghitung persentase (%) belanja untuk masing-masing obat terhadap masing-masing sumber anggaran

c) Menghitung persentase (%) anggaran masing-masing obat terhadap total anggaran dari semua sumber

5. Tahap Penyesuaian Rencana Pengadaan Obat

Penyesuaian rencana pengadaan obat dengan jumlah dana yang tersedia, maka informasi yang diperoleh adalah adanya jumlah rencana pengadaan obat, skala prioritas jenis obat dan jumlah kemasan untuk rencana pengadaan obat pada tahun yang akan datang. Sebagai contoh teknik manajemen untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi pengadaan obat berdasarkan dana yang tersedia adalah dengan cara analisa ABC dan analisa VEN (Vital, Esensial, Non Esensial)

Analisa ABC merupakan pengelompokan item obat berdasarkan kebutuhan dana dimana :


(56)

a. Kelompok A adalah kelompok jenis obat yang jumlah rencana pengadaannya menunjukan penyerapan dana sekitar 70 % dari jumlah dana obat keseluruhan. b. Kelompok B adalah kelompok jenis obat yang jumlah rencana pengadaannya

menunjukan penyerapan dana sekitar 20 % dari jumlah dana obat keseluruhan. c. Kelompok C adalah kelompok jenis obat yang jumlah rencana pengadaannya

menunjukkan penyerapan dana sekitar 10 % dari jumlah dana obat keseluruhan. Analisa VEN merupakan pengelompokan obat berdasarkan kepada dampak tiap jenis obat terhadap kesehatan. Semua jenis obat yang direncanakan dikelompokan ke dalam tiga kategori yakni :

a. Kelompok V adalah kelompok jenis obat yang sangat esensial (vital), yang termasuk dalam kelompok ini antara lain : obat penyelamat (life saving drug), obat-obatan untuk pelayanan kesehatan pokok dan obat-obatan untuk mengatasi penyakit penyebab kematian terbesar,

b. Kelompok E adalah kelompok obat-obat yang bekerja pada sumber penyebab penyakit (kausal)

c. Kelompok N merupakan kelompok jenis obat-obat penunjang yaitu obat yang berkerjanya ringan dan biasa dipergunakan untuk menimbulkan kenyamanan atau untuk mengatasi keluhan ringan

Perkiraan kebutuhan obat dalam suatu populasi harus ditetapkan dan ditelaah secara rutin agar penyediaan obat sesuai dengan kebutuhan. Ada tiga metode untuk memperkirakan kebutuhan obat dalam populasi.


(57)

Population based merupakan metode penghitungan kebutuhan obat berdasarkan

prevalensi penyakit dalam masyarakat dan menggunakan pedoman pengobatan yang baku untuk memperkirakan jumlah obat yang diperlukan

2. Berdasarkan jenis pelayanan kesehatan (service based)

Service based merupakan metode penghitungan kebutuhan obat berdasarkan jenis

pelayanan kesehatan yang teredia serta jenis penyakit yang pada umumnya ditangani oleh masing-masing pusat pelayanan kesehatan

3. Berdasarkan pemakaian obat tahun sebelumnya (consumption based)

Consumption based merupakan penghitungan kebutuhan obat berdasarkan pada

data pemaikaian obat tahun sebelumnya. Perkiraan kebutuhan obat dengan metode ini pada umumnya bermanfaat bila data penggunaan obat dari tahun ke tahun tersedia secara lengkap dan konsumsi di unit pelayanan kesehatan bersifat konstan atau tidak fluktuatif.

Setelah dilakukan penghitungan kebutuhan obat untuk tahun yang akan datang, biasanya akan diperoleh jumlah angka yang sangat besar, bahkan biasanya lebih besar daripada anggaran yang tersedia, apalagi bila penghitungan dengan menggunakan metode konsumsi. Untuk itu setiap kali selesai penghitungan kebutuhan obat, idealnya diikuti dengan evaluasi.

H. Pengadaan Obat

Pengadaan obat publik dan perbekalan kesehatan dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Kesehatan Propinsi dan Kabupaten/Kota, sehingga obat ini yang tersedia di puskesmas. Berdasarkan Kepmenkes RI (2010) obat yang tersedia di puskesmas


(58)

adalah obat esensial dimana jumlah dan jenisnya telah ditetapkan oleh Menteri Kesehatan merujuk pada DOEN. Tahun 2014 era JKN merujuk pada E-catalog. Hal ini sesuai dengan kebijakan Menteri Kesehatan bahwa Puskesmas selaku PKD wajib menggunakan obat generik sebagai persediaan obat pada fasilitas kesehatan.

Tujuan pengadaan obat adalah :

1. Tersedianya obat dengan jenis dan jumlah yang cukup sesuai dengan kebutuhan pelayanan kesehatan

2. Mutu obat terjamin

3. Obat dapat diperoleh pada saat dibutuhkan

Beberapa kriteria obat publik dan perbekalan kesehatan antara lain :

1. Obat termasuk dalam Daftar Obat Publik, Obat Program Kesehatan, Obat Generik yang tercantum dalam DOEN yang masih berlaku

2. Obat telah memiliki izin edar atau nomor regristrasi dari Departemen Kesehatan RI

3. Batas kedaluwarsa obat pada saat pengadaan minimal 2 tahun

4. Obat memiliki sertifikat analisa dan uji mutu yang sesuai dengan nomor batch masing-masing produk

5. Obat diproduksi oleh industri farmasi yang memiliki sertifikat CPOB

Prosedur pengadaan obat sebelum dan setelah era JKN dapat dilihat pada Gambar 2.1.


(1)

5. Pengadaan Obat

a. Jawaban Informan Utama

Pertanyaan Informan

PPTK Bagaimana cara pengadaan obat

yang sudah ditetapkan dalam era JKN

Setelah kebutuhan obat ditetapkan maka cara pengadaan obat untuk era JKN melalui sistem E-purchasing dan E-catalog obat, itu memang sudah ada aturannya kalau untuk pengadaan obat publik saat ini harus memakai E-catalog Apakah ada hambatan yang

ditemui dalam pengadaan obat kebutuhan puskesmas dalam era JKN

Hambatannya ada terutama daftar obat yang ada pada E-catalog belum semua memenuhi apa yang kita butuhkan, seperti misalnya tahun lalu itu GG dan prednisone itu tidak terdapat di E-catalog dan gangguan jaringan on line Bagaimana realisasi pengadaan

obat dalam era JKN di instalasi farmasi

Realisasi pengadaan obatnya tidak bisa 100 persen, karena beberapa jenis obat yang kita pesan tidak bisa terpenuhi, makanya tahun lalu itu kita pertanyakan ke panitia pengadaan tentang obat-obat yang tidak bisa kita dapat. Bagaimana ketersediaan obat

dalam era JKN di instalasi farmasi

Ketersediaan obat saat ini pernah saya konfirmasi ke instalasi farmasi hanya sekitar 65 % pada awal tahun ini, jadi sebenarnya kurang itu

Berapa lama waktu dibutuhkan untuk pengadaan obat dengan e-catalog

Kalau itu yang lebih tahu orang pengadaan atau ULP ya…mungkin coba ditanya ke mereka pastinya..

Dari mana saja sumber biaya pengadaan obat puskesmas

Sumber biayanya bisa dari DAK, bisa… juga DAU, bisa… APBD, dan baru-baru ini ada dari kapitasi juga


(2)

b. Jawaban Informan Triangulasi

Pertanyaan

Jawaban Informan Triangulasi Kepala Bidang Kefarmasian Bagaimana cara

pengadaan obat yang sudah ditetapkan dalam era JKN

Selama ini pengadaan obat melalui tender. Sejak pengadaan obat untuk tahun 2013 sudah melalui E-catalog dan E-purchasing dan rujukan mengacu ke Fornas.

Apakah ada hambatan yang ditemui dalam

pengadaan obat kebutuhan puskesmas dalam era JKN

Hambatan yang ada ditemui adalah tidak semua jenis obat yang sudah ditetapkan sebagai kebutuhan tercantum pada E-catalog disamping itu adanya gangguan jaringan sewaktu hendak mengentri data secara on line

Bagaimana realisasi pengadaan obat dalam era JKN di instalasi farmasi

Pengadaan obat tidak bisa semua terealisasi, karena beberapa jenis obat tidak tercantum dalam E-catalog, hal ini sudah diupayakan ditanya ke panitia pengadaan obat secara nasional. LKPP berupaya terus melengkapi sesuai Fornas tapi sampai saat ini belum lengkap juga.

Bagaimana ketersediaan obat dalam era JKN di instalasi farmasi

Ketersediaan obat saat ini tidak bisa 90%. Kadang-kadang penyedia atau distributor tidak mencukupi kuotanya untuk memenuhi kebutuhan, penyedia hanya menyediakan 500 juta tablet misalnya untuk seluruh Indonesia sementara waktu kabupaten/kota memesan sudah tidak kebagian lagi jadi terjadi kekososngan stok penyedia, itulah pengalaman tahun lalu terjadi.


(3)

6. Petugas Obat Puskesmas

a. Biaya yang Ditanggung BPJS untuk Pelayanan JKN di Puskesmas Jawaban Informan Utama

Informan Petugas

Obat

Pertanyaan

Biaya apa saja yang ditanggung BPJS untuk pelayanan JKN di Puskesmas

Jawaban

1 Biaya pemeriksaan, obat

2 Ya....kemarin itu kapus bilang obat, trus katanya bila ada kayak kemarin kurang bisa juga dari uang JKN itu

3 Saya belum paham tentang hal itu

4 Yang saya tau biaya obat, biaya pemeriksaan 5 Oh belum ada saya tau itu

6 Dengar-dengar biaya obat cuman belum jelas kali 7 Setahuku obat ditanggung, yang lain gak tau 8 Obat, pelayanan

9 Kalau dari kapus dibilangnya pelayanan, obat. 10 Ga tau, belum ada dibilang kapus

11 Semuanya, artinya termasuk obat juga pemeriksaan yang diperlukan 12 Ya belum tahu

Jawaban Informan Triangulasi Informan

Kepala Puskesmas

Pertanyaan

Biaya apa saja yang ditanggung BPJS untuk pelayanan JKN di Puskesmas

Jawaban Triangulasi

1 Semua mulai dari pelayanannya, obatnya, jasa medis juga ditanggung 2 Semuanya ya, mulai dari jasa petugas, obat, bahan medis habis pakai, alkes.. 3 Ya semua mulai dari obat, jasa medis, keperluan operasional lainnya..

4 Biaya jasa medis, obat, alkes, biaya promosi dan preventif, untuk sistem informasi yakni komputer..

5 Biaya yang ditanggung itu biaya obat, jasa medis, untuk pembelian alkes juga bisa

6 Hampir semua ditanggung, obatnya, jasa medis,

7 Biaya yang terdapat dalam aturan kapitasi seperti honor atau jasa medis, biaya alkes, operasional pendukung lainnya

8 Biaya obat, jasa medis, pokoknya yang mendukung pelayanan kesehatan 9 Biaya obat, honor tenaga medis dan paramedis, belanja bahan medis habis

pakai

10 Biaya yang ditanggung itu antara lain obat, perlengkapan lainnya, jasa medis.. 11 Semua ya.. mulai dari obat, jasa medis, pelayanan lainnya termasuk biaya

home visite juga

12 Biaya pegawai, belanja barang dan jasa, obat-obatan, bahan medis habis pakai, operasinal lainnyalah..


(4)

b.Pemenuhan Kebutuhan Obat Puskesmas Sebagai PKD dalam Era JKN Jawaban Informan Utama

Informan Petugas

Obat

Pertanyaan

Bagaimana pemenuhan kebutuhan obat dalam era JKN di Puskesmas Jawaban

1 Ada beberapa obat gak ada

2 Seperti yang saya bilang..ada beberapa yang kurang jadi apa yang ada di Puskesmas itu yang kita berikan ke pasien …

3 Ada beberapa jenis obat yang kosong dan juga jumlahnya kurang… 4 Ada beberapa obat yang gak ada …

5 Pemenuhan obat diminta dari gudang .. ada yang banyak jumlahnya, ada yang kurang dari kita minta …

6 ..itulah,, kadang ada yang kosong dari gudang…. jadinya ya harus kami resepkan keluar …

7 Sebagian ada beberapa obat kurang dan ada yang kosong dari gudang farmasi 8 Obatnya sebagian ada yang kurang dan ada juga yang kosong

9 Sesudah berlangsung BPJS ini obat terbatas dikasi dari gudang farmasi, kalau dulu banyak-banyak tetapi belakangan ini dibatasi

10 Sebagian ada yang kurang dan kosong

11 Beberapa item obat kurang dan bahkan ada yang kosong, kayak parasetamol, trus GG juga gak ada

12 Ya sebagian ada, sebagian enggak ada Jawaban Informan Triangulasi

Informan Kepala Puskesmas

Pertanyaan

Bagaimana pemenuhan kebutuhan obat dalam era JKN di Puskesmas Jawaban Triangulasi

1 Belum memenuhi semua yang dibutuhkan, masih ada yang kurang obatnya dan ada juga yang gak ada

2 Ada beberapa jenis obat yang kurang

3 Pemenuhan kebutuhan obatnya kurang, misalnya kami butuh 5.000 tablet tapi yang dapat sedikit, kurang dari yang diminta..

4 Pemenuhannya kurang, misalnya bulan ini lansoprazole ga ada, ranitidine ga ada, kadang pasien kita suruh beli ga mau dia, kadang terpaksa dirujuk karena tak ada obat , pasiennya ga mau diresepkan obatnya untuk dibeli

5 Kurang, ya karena ada obat yang kosong itu seperti GG kosong, amoksilin juga 6 Kuranglah, misalnya metformin ga ada, yang ada glibenklamid…tapi kalau

sudah biasa pake metformin mana mau diganti…

7 Seperti yang telah saya bilang, beberapa item obat itu kurang dan ada yang gak ada, kemarin itu sempat ada kosong seperti etil klorida untuk gigi ga ada

8 Terkadang obatnya ga cukup jadi pemenuhannya kurang itu..

9 Kurang, sebagian jenis obat kurang karena memang dari gudang farmasi juga ga ada untuk beberapa jenis obat

10 Pemenuhannya kurang karena beberapa obat gak ada

11 Masih kuranglah, karena beberapa obat memang kurang dan gak ada stoknya 12 Pemenuhan obatnya kuranglah, misalnya obat gula kosong, cotri juga amoksilin


(5)

c. 144 Diagnosa Penyakit Merupakan Layanan Puskesmas dalam Era JKN Jawaban Informan Utama

Informan Petugas Obat

Pertanyaan

Apakah Bapak/Ibu pernah diberitahu tentang 144 diagnosa penyakit merupakan layanan puskesmas dalam era JKN

Jawaban

1 Memang sudah dengar tapi belum tau tentang itemnya…

2 Pernah dengar cuman belum hapal kali..memang daftarnya ada di bagian kartu ..

3 …Belum pernah dengar…

4 Memang sudah dengar tetapi belum tau tentang itu … 5 …Belum..mungkin nanti saya cari tau dulu …

6 Belum pernah dengar

7 Belum tau sama sekali tentang itu

8 Belum pernah diberitahu tentang 144 jenis penyakit tersebut 9 Pernah dengar tetapi daftarnya belum tau

10 Pernah dengar tapi gak tau apa aja 11 Sudah pernah

12 Belum pernah mendengar... apa itu ya.... Jawaban Informan Triangulasi

Informan Kepala Puskesmas

Pertanyaan

Apakah Bapak/Ibu pernah diberitahu tentang 144 diagnosa penyakit merupakan layanan puskesmas dalam era JKN

Jawaban Triangulasi

1 Sudah

2 Ya ..sudah, jenis penyakit tersebut yang bisa menentukan diagnosanya adalah dokter

3 Sudah, daftarnya juga sudah ditempelkan di poli..

4 Sudah, sama yang lain juga sudah disosialisasikan tetapi obatnya untuk itupun kan belum lengkap..

5 Ya sudah tahu tentang itu, sudah disosialisasikan terutama ke dokter 6 Sudah, sudah diberitahu juga terutama dokter, di poli juga sudah ada

daftarnya

7 Sudah disosialisasikan ke pegawai khususnya dokter kalau bisa yang 144 penyakit itu tidak kita rujuk

8 Sudah, sudah dibuat daftarnya di poli 9 Ya, sudah tahu

10 Sudah dan sudah disosialisasikan

11 Ya, sudah tahu dan sudah dibuat di poli daftarnya

12 Sudah, sudah disosialisasikan, sudah ada kita kopikan untuk dokter, di poli juga..


(6)

d. Tanggapan tentang Kapitasi yang Dibayarkan BPJS Jawaban Informan Utama

Informan Petugas

Obat

Pertanyaan

Bagaimana tanggapan Bapak/Ibu tentang kapitasi yang dibayarkan BPJS apakah sudah termasuk komponen obat didalamnya

Jawaban

1 Saya kurang mengetahui, bingung juga tentang kapitasi tetapi yang jelas obat ditanggung dan juga pelayanan yang di poli ..

2 Ga tau..masih bingung tapi disuruh kapus membuat jumlah kebutuhan obat …

3 Setahuku biaya obat sudah termasuk dalam BPJS 4 Ya sudah ada biaya obat di dalamnya

5 Belum tau..ga ada dibilang kapus…

6 Katanya obat sudah termasuk di dalam kapitasi… 7 Setahuku sudah

8 Katanya obat sudah termasuk yang dibayar BPJS 9 Kalau obat sudah didalam biaya BPJS itu

10 Gak ada dibilang jadi gak tau

11 Ya obat sudah termasuk dalam kapitasi itu 12 Belum pernah mendengar... apa itu kapitasi Jawaban Informan Triangulasi

Informan Kepala Puskesmas

Pertanyaan

Bagaimana tanggapan Bapak/Ibu tentang kapitasi yang dibayarkan BPJS apakah sudah termasuk komponen obat didalamnya

Jawaban Triangulasi 1 Sudah, obat sudah termasuk disitu

2 Komponen obat sudah termasuk

3 Sudah, dalam kapitasi itu sudah termasuk obat 4 Obat sudah termasuk dalam kapitasi BPJS itu.. 5 Sudah termasuk

6 Dalam kapitasi itu sudah termasuk obat di dalamnya 7 Sudah termasuk komponen obat di dalamnya

8 Sudah ya, obat termasuk di dalamnya 9 Obat masuk dalam kapitasi

10 Ya sudah, obat sudah termasuk

11 Komponen obat termasuk dalam kapitasi