ANALISIS KONTRASTIF ANTARA VERBA ~TE AGERU, ~TE KURERU, ~TE MORAU DENGAN KONSTRUKSI VERBA ME- dan DI-.

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Setiap bahasa yang ada di dunia ini pasti memiliki perbedaan tersendiri jika dibandingkan

dengan bahasa-bahasa yang lainnya. Perbedaan tersebut dapat terlihat dari segi struktur

(sintaksis), makna (semantik), pembentukan kata (morfologi), dan sebagainya. Hal ini selalu

menimbulkan kesulitan bagi seseorang dalam proses mempelajari bahasa asing sebagai

bahasa keduanya. Salah satunya yaitu tentang diatesis (

voice

) yang jenisnya berbeda-beda

dalam setiap bahasa dan selalu menarik untuk digali secara lebih mendalam.

Secara umum yang dimaksud dengan diatesis (

voice

) yaitu sebuah kategori gramatikal

yang menunjukkan hubungan antara subjek atau agen atau pelaku dengan perbuatan yang

dilakukannya (Badudu dan Zain, 2001 : 342). Dari perbuatan atau peristiwa yang terjadi itulah

dapat diketahui apakah subjek gramatikalnya dikenai pekerjaan atau menderita akibat

perbuatan tersebut.

Dalam bahasa Indonesia dikenal empat macam diatesis, yaitu :

diatesis aktif, diatesis pasif,

diatesis refleksif

dan

diatesis resiprokal

. Jika subjeknya melakukan perbuatan (pelaku) disebut

diatesis aktif, sedangkan jika subjeknya menjadi sasaran perbuatan tersebut (penderita) disebut

diatesis pasif. Diatesis refleksif adalah diatesis yang secara semantis hanya melibatkan satu

pihak yang berperan ganda, yaitu sebagai pelaku juga sebagai penderita. Diatesis resiprokal

adalah diatesis yang secara semantis melibatkan dua argumen yang sama-sama bertindak

sebagai pelaku juga penderita (Sudaryanto, dkk., 1991).

Penelitian tentang diatesis dalam bahasa Indonesia dirasakan sangat kurang karena hanya

terfokus pada diatesis aktif-pasif saja. Padahal menurut Verhaar (2001), berdasarkan pada

tipologi bahasanya masih banyak terdapat jenis diatesis lainnya di muka bumi ini, seperti :


(2)

diatesis medial, diatesis ergatif, diatesis antipasif,

dan sebagainya, yang mungkin terdapat juga

dalam bahasa Indonesia.

Jika dibandingkan dengan diatesis yang terdapat dalam bahasa Indonesia, diatesis dalam

bahasa Jepang mempunyai jenis yang jauh lebih banyak. Seperti yang diungkapkan oleh Iori

(2001), dalam gramatika bahasa Jepang tradisional pada umumnya penelitian tentang diatesis

hanya terpusat pada empat jenis diatesis, yaitu diatesis aktif (

noudoutai

), diatesis pasif

(

judoutai

), diatesis kausatif (

shieki

) dan aksi memberi-menerima (

jujudou

). Tetapi menurut

Muraki (2001) dalam gramatika bahasa Jepang modern, terdapat 11 macam diatesis, yaitu :

(a)

noudoutai (diatesis aktif), (b) judoutai (diatesis pasif), (c) shieki (kausatif), (d) kanou (potential),

(e) jihatsu (spontaneus), (f) taiou-jitadou (transitif-intransitif), (g) saiki (refleksif), (h)

sougoutekina dousa-sayou (resiprokal), (i) jujudou (aksi memberi-menerima), (j) shite aru (verba

TE+ARU),

dan

(k) shite oku (verba TE+OKU)

.

Dibandingkan dengan bahasa-bahasa lainnya di dunia, bahasa Indonesia merupakan

bahasa yang cukup produktif dalam penggunaan bentuk pasif. Hal ini dikarenakan hampir

seluruh bentuk aktif dalam bahasa Indonesia dapat dijadikan bentuk pasif. Sehingga tidak

sedikit kita temukan kesalahan penerjemahan berupa transfer negatif dari bahasa Asing ke

dalam bahasa Indonesia maupun sebaliknya, yang diakibatkan oleh pengaruh bahasa ibu

pembelajar.

Dari sebelas diatesis yang terdapat dalam bahasa Jepang pun, dalam konteks tertentu

beberapa diatesis bahasa Jepang dapat dipadankan hanya kedalam satu jenis diatesis bahasa

Indonesia, yaitu

diatesis pasif

saja. Diatesis pasif bahasa Indonesia dinyatakan dengan empat

jenis konstruksi, yaitu : (a) konstruksi verba

di-

, (b) konstruksi verba

ter-

, (c) konstruksi

verba

zero

, dan (d) konstruksi verba

ke-

-an.

Seperti yang terlihat pada contoh berikut.

(1)

生徒

先生にほ て

(Muraki, 1991 : 179)

Siswa

dipuji

oleh Gurunya. (=pasif)

(2)

町 見えます

(Minna No Nihongo II, 2002 : 10)

Dari atas gunung

kelihatan/terlihat

kota. (=pasif)


(3)

(3)

交番に町 地図

ってあ

ます

(Minna No Nihongo II, 2002 : 34)

Di pos polisi

tertempel

peta kota. (=pasif)

Hal tersebut menjadi salah satu masalah dan penyebab terjadinya kesalahan berbahasa

Jepang bagi pembelajar bahasa Jepang orang Indonesia, khususnya dalam memahami diatesis

bahasa Jepang.

Kesalahan lainnya timbul ketika seseorang akan menerjemahkan kalimat : “Saya

dibuatkan

kue oleh kakak perempuan saya”, maka akan diterjemahkan kedalam bahasa Jepang menjadi

seperti berikut.

(4)

姉に 菓子を作

ました

(5)

姉に 菓子を作って

いました

(Nihongo Shoho, 1990 : 249)

Untuk mentransfer kalimat bahasa Indonesia diatas ke dalam bahasa Jepang, dapat

dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan menggunakan diatesis pasif seperti contoh (4) dan

dengan menggunakan ungkapan memberi-menerima seperti contoh (5). Kandungan makna

pada kedua contoh ini sangat berbeda. Contoh (4) diucapkan ketika pembicara merasakan

gangguan karena dibuatkan kue oleh kakak perempuannya. Misalnya karena dia merasa bosan

dengan jenis kue yang dibuatkan oleh kakak perempuannya, rasanya yang tidak enak, dan

sebagainya, sehingga ia merasa tidak suka dan sama sekali tidak terkandung rasa terimakasih

kepada kakak perempuannya. Sebaliknya contoh (5) diucapkan ketika pembicara merasa

senang dan terkandung rasa syukur atau rasa terimakasih kepada kakak perempuan yang telah

membuatkan kue untuknya.

Seperti yang telah diutarakan diatas, hampir semua diatesis aktif (transitif) dalam bahasa

Indonesia dapat diubah kedalam bentuk pasif, sedangkan dalam bahasa Jepang diatesis pasif

dapat dibentuk dari verba transitif atau verba intransitif. Akan tetapi, dalam penggunaannya

diatesis pasif bahasa Indonesia lebih produktif dibandingkan diatesis pasif bahasa Jepang. Hal

ini dikarenakan adanya pembatasan dalam penggunaan diatesis pasif bahasa Jepang, yang


(4)

sebagian besar digunakan untuk ungkapan yang mengandung makna gangguan (

meiwaku

)

atau makna netral saja. Akibatnya, tidak sedikit pembelajar bahasa Jepang orang Indonesia

yang menggunakan diatesis pasif secara berlebihan, terutama ketika akan mentransfer kalimat

bahasa Jepang seperti yang terlihat pada contoh diatas.

Dalam penelitian ini penulis bermaksud untuk menganalisis dan mengkontrasfkan diatesis

aktif-pasif bahasa Indonesia dan diatesis bahasa Jepang secara lebih mendalam dari segi

makna dan fungsinya. Analisis yang akan dilakukan terfokus pada pemadanaan konstruksi

verba

Te Ageru, Te Kureru, Te Morau

bahasa Jepang ke dalam konstruksi verba bahasa

Indonesia. Sesuai dengan sasaran masalah yang akan diteliti tersebut, maka jelas akan didapat

sebuah pemadanan yang paling tepat untuk menerjemahkan ketiga konstruksi verba bahasa

Jepang tersebut dilihat dari segi makna dan strukturnya.

Karena kedua bahasa tersebut tidak serumpun tidak menutup kemungkinan adanya

perbedaan-perbedaan yang lain dari segi fungsi dan makna verba-verba tersebut diatas.

Sehingga penulis akan mencoba meneliti lebih jauh tentang masalah ini dengan menggunakan

metode penelitian kontrastif, yang diharapkan dapat memberikan jawaban atas kesulitan belajar

dalam pengajaran bahasa asing (bahasa II). Dengan adanya perbandingan yang memaparkan

tentang persamaan dan perbedaan antara kedua bahasa (linguistik kontrastif), diharapkan akan

menjadi masukan bagi para pembelajar kedua bahasa tersebut dalam memahami diatesis

bahasa Indonesia dan diatesis bahasa Jepang.

Berdasarkan masalah-masalah diatas, perlu diadakan penelitian secara kontrastif yang

diharapkan hasilnya dapat melengkapi atau menambah referensi yang berkaitan dengan

masalah sintaksis bahasa Jepang dan bahasa Indonesia, khususnya yang menyangkut dengan

diatesis. Sehingga penulis bermaksud untuk meneliti masalah tersebut dengan judul :

“ANALISIS KONTRASTIF

~TE AGERU, ~TE KURERU, ~TE MORAU

DENGAN KONSTRUKSI

VERBA ME - DAN DI - ”.


(5)

B. RUMUSAN DAN BATASAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang yang penulis uraikan diatas, maka penulis merumuskan

permasalahan sebagai berikut :

1. Apa padanan konstruksi verba ~てあげ

dalam bahasa Indonesia ?

2. Apa padanan konstruksi verba

~てく

dalam bahasa Indonesia ?

3. Apa padanan konstruksi verba

~て

dalam bahasa Indonesia ?

4. Apa yang menjadi alasan pemadanan tersebut ?

Dalam penelitian ini penulis membatasi masalah sebagai berikut :

1. Penelitian ini hanya meneliti pemadanan konstruksi verba

~てあげ

~てく

dan

~て

bahasa Jepang ke dalam bahasa Indonesia ditinjau dari makna dan

fungsi.

2. Makna dilihat dari sudut semantik berdasarkan konteks kalimatnya.

3. Struktur dilihat dari sudut tata bahasa berdasarkan pada sosio kulturnya.

C. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

Sesuai dengan rumusan masalah yang telah diungkapkan, tujuan penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui secara lebih mendalam tentang pemadanan konstruksi verba

~てあ

ke dalam bahasa Indonesia.

2. Untuk mengetahui secara lebih mendalam tentang pemadanan konstruksi verba ~てく

ke dalam bahasa Indonesia.

3. Untuk mengetahui secara lebih mendalam tentang pemadanan konstruksi verba

~て

う ke dalam bahasa Indonesia.


(6)

Adapun manfaat yang ingin diperoleh dari penelitian ini, yang pertama ialah dapat menjadi

bahan referensi untuk mengatasi kesulitan para pembelajar kedua bahasa, khususnya

mengenai bentuk padanan yang paling tepat untuk menerjemahkan konstruksi verba ~てあげ

~てく

~て

bahasa Jepang ke dalam bahasa Indonesia yang selama ini

masih jarang dibahas secara mendalam.

Kemudian manfaat yang kedua ialah dengan diadakannya penelitian ini diharapkan dapat

dijadikan acuan untuk menyusun bahan ajar pembelajaran bahasa Jepang dan bahasa

Indonesia, khususnya mengenai masalah diatesis bahasa Jepang dan bahasa Indonesia.

D. METODE PENELITIAN

Pada peneltian ini digunakan metode deskriptif analisis. Karena penelitian ini berusaha

untuk memaparkan tentang persamaan dan perbedaan antara diatesis pasif bahasa Indonesia

dan bahasa Jepang, baik secara sintaksis, semantik dan pragmatiknya berdasarkan pada

penggunaan kedua bahasa tersebut secara kongkret sebagai bahasa yang digunakan dewasa

ini. Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa contoh penggunaan kalimat pasif secara

kongkret (

jitsurei

) dalam kedua bahasa tersebut yang terdapat dalam berbagai karya tulis baik

novel, tulisan ilmiah maupun dalam surat kabar dan sejenisnya. Kemudian dilengkapi dengan

contoh buatan peneliti (

sakurei

) untuk melengkapi data yang diperlukan. Data tersebut akan

diklasifikasikan lalu dianalisis, sehingga akan didapat suatu generalisasi secara induktif.

E. INSTRUMEN DAN SUMBER DATA

Sumber data yang digunakan berupa contoh kalimat yang diperoleh dari buku-buku level

shokyuu dan chuukyuu. Diantaranya : Minna No Nihongo I & II, Nihongo Shoho, Shokyuu


(7)

Nihongo, dan berbagai contoh kalimat yang digunakan dalam novel, majalah berbahasa Jepang

atau contoh kalimat buatan penulis sendiri.

Instrumen yang digunakan pada penelitian ini yaitu berupa kajian terhadap penelitian

terdahulu tentang diatesis pasif bahasa Indonesia dan diatesis pasif bahasa Jepang. Untuk

kajian tentang diatesis pasif bahasa Indonesia, misalnya : Chung (1976), Cartier (1979),

McCune (1979), Hopper (1983), Verhaar (1988), Kaswanti (1989) dan yang lainnya. Sedangkan

untuk kajian tentang diatesis bahasa Jepang diantaranya : Muraki (1991), Iori (2001). Untuk

penelitian terdahulu yang mengkaji tentang penelitian kontrastif diatesis pasif bahasa Indonesia

dan bahasa Jepang, penulis berpedoman pada penelitian Sutedi (2006).

F. TEKNIK ANALISIS DATA

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu melalui teknik

komparatif-kontrastif (perbandingan). Melalui teknik ini dapat diketahui perbandingan antara diatesis

aktif-pasif bahasa Indonesia dan konstruksi verba

~てあげ

~てく

~て

bahasa

Jepang. Teknik ini pun memberikan gambaran persamaan dan perbedaan penggunaan diatesis

bahasa Indonesia dan bahasa Jepang.

Dalam penelitian ini, akan ditempuh langkah-langkah sebagai berikut :

Tahap 1 : Pengumpulan Data

Tahap ini merupakan pengumpulan data yang dianggap penting dan representatif dari

berbagai buku, majalah dan novel berbahasa Jepang atau berbahasa Indonesia.

Tahap 2 : Analisis Data

Setelah semua data terhimpun, kemudian akan dilanjutkan dengan langkah-langkah

berikut, yaitu : menyeleksi dan menerjemahkan data yang dianggap representatif, untuk


(8)

kemudian dilakukan pengklasifikasian terhadap konstruksi verba apa saja yang digunakan

untuk menerjemahkan diatesis

jujudou

bahasa Jepang.

Setelah itu dilakukan analisis terhadap apa yang menjadi penyebab dari pemadanan

konstruksi verba ~てあげ

~てく

~て

bahasa Jepang ke dalam diatesis

aktif-pasif bahasa Indonesia, dilihat dari struktur gramatikal yang terdapat pada kedua bahasa

tersebut.

Tahap 3 : Generalisasi Secara Induktif

Mengambil keputusan secara induktif tentang pemadanan konstruksi verba

~てあげ

~てく

~て

ke dalam bahasa Indonesia, dilihat dari segi struktur dan makna yang

terkandung di dalam ungkapan tersebut.


(9)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Penelitian merupakan suatu kegiatan penyelidikan yang dilakukan dengan terencana dan

terarah. Untuk memulai suatu penelitian diperlukan metode yang tepat agar penelitian berhasil

dengan baik. Hal ini sesuai dengan pengertian metode dan penelitian itu sendiri yang terdapat

dalam

Kamus Besar Bahasa Indonesia

(Balai Pustaka, 1989) yang menyebutkan bahwa :

“Metode adalah cara yang teratur dan terpikir baik-baik untuk mencapai suatu maksud.

Penelitian adalah pemeriksaan yang teliti atau penyelidikan. Sementara itu Arikunto (1989 : 6)

mendefinisikan penelitian sebagai berikut : “Penelitian merupakan suatu proses yang dilakukan

oleh peneliti yang bertujuan untuk mencari jawaban atas pertanyaan yang diajukan melalui

prosedur ilmiah yang telah ditentukan”.

Dari definisi diatas dapat dipahami bahwa suatu kegiatan penelitian tidak dapat dilakukan

dengan sembarangan tetapi harus dikerjakan dengan teratur dan terencana.

Pada penelitian ini penulis bermakud melakukan penelitian kontrastif, yaitu “aktivitas atau

kegiatan yang mencoba membandingkan struktur B1 dengan struktur B2 untuk mengidentifikasi

perbedaan-perbedaan diantara kedua bahasa” (Tarigan, 1992 : 4). Sehingga dapat ditarik

kesimpulan bahwa penelitian kontrastif adalah penelitian yang membandingkan sistem-sistem

linguistik dua bahasa, misalnya sistem bunyi atau sistem gramatikal.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode komparatif-kontrastif, yaitu

metode yang digunakan untuk membandingkan 2 (dua) atau lebih fenomena bahasa dan

mengkontraskan antara keduanya sebagai jalan untuk memecahkan masalah. Dalam penelitian

ini lebih ditekankan pada penggunaan istilah metode kontrastif, karena penelitian ini bermaksud

mengkontraskan salah satu unsur bahasa Indonesia dan unsur bahasa Jepang, dimana kedua

bahasa tersebut tidak serumpun.


(10)

Yang menjadi objek dalam penelitian ini yaitu mengenai diatesis bahasa Indonesia dan

bahasa Jepang, yaitu diatesis aktif-pasif bahasa Indonesia serta diatesis

~てあげ 、~てく

、~てもらう bahasa Jepang.

Dalam tahap analisis masalah, penulis akan menganalisis struktur, fungsi dan makna

verba-verba yang digunakan dalam kedua diatesis tersebut yang terdapat dalam buku pegangan

pengajaran bahasa Jepang, yaitu : Nihongo Shoho, Shokyuu Nihongo, Minna no Nihongo I & II,

novel dan majalah berbahasa Jepang dan Indonesia.

Adapun alasan penulis memilih objek tersebut adalah :

1. adanya perbedaan konsep dan struktur yang terdapat dalam kedua bahasa terhadap

penggunaan verba pemberian-penerimaan sehingga sering terjadi kesalahan dalam

penerjemahan maupun dalam penggunaannya.

2. ungkapan

yarimorai

yang terbentuk dari verba

Ageru, Kureru

dan

Morau

dalam buku

pegangan mata kuliah bahasa Jepang sering muncul dan banyak contoh kalimatnya.

Literatur-literatur yang akan penulis gunakan sebagai bahan acuan untuk menganalisis

masalah terdiri dari :

1. Serpih-Serpih Telaah Pasif dalam Bahasa Indonesia (Bambang Kaswanti .ed, 1989)

2. Dasar-Dasar Linguistik Bahasa Jepang (Dedi Sutedi, 2003)

3. Nihongo Doushi no Shousou (Hitsuji Shoubou, 1991)

4. Nihongo Bunpo Nyumon (Iori Isao, 2001)

5. Indonesia-go no [Di-doushi] Koubun To Nihongo no [-rareru] to no Taishou Kenkyuu (Dedi

Sutedi, 2006)

Dan literatur-literatur lainnya yang berhubungan dengan penelitian ini.


(11)

Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa contoh penggunaan kalimat pasif secara

kongkret (

jitsurei

) dalam kedua bahasa tersebut yang terdapat dalam berbagai karya tulis baik

novel, tulisan ilmiah maupun dalam surat kabar dan sejenisnya. Kemudian dilengkapi dengan

contoh buatan peneliti (

sakurei

) untuk melengkapi data yang diperlukan. Data tersebut akan

diklasifikasikan lalu dianalisis, sehingga akan didapat suatu generalisasi secara induktif.

Sumber data yang digunakan berupa contoh kalimat yang diperoleh dari buku-buku level

shokyuu dan chuukyuu. Diantaranya : Minna No Nihongo I & II, Nihongo Shoho, Shokyuu

Nihongo, dan berbagai contoh kalimat yang digunakan dalam novel, majalah berbahasa Jepang

atau contoh kalimat buatan penulis sendiri.

Instrumen yang digunakan pada penelitian ini yaitu berupa kajian terhadap penelitian

terdahulu tentang diatesis aktif-pasif bahasa Indonesia dan diatesis bahasa Jepang. Untuk

kajian tentang diatesis aktif-pasif bahasa Indonesia, misalnya : Chung (1976), Cartier (1979),

McCune (1979), Hopper (1983), Verhaar (1988), Kaswanti (1989) dan yang lainnya. Sedangkan

untuk kajian tentang diatesis bahasa Jepang diantaranya : Muraki (1991), Iori (2001). Untuk

penelitian terdahulu yang mengkaji tentang penelitian kontrastif diatesis pasif bahasa Indonesia

dan bahasa Jepang, penulis berpedoman pada penelitian Sutedi (2006).

C. Teknik Pengolahan Data

Selanjutnya penelitian ini dibagi kedalam tiga tahap, yaitu tahap persiapan, tahap

pelaksanaan dan pelaporan.

1. Tahap Persiapan

a. Pada tahap ini penulis mengkaji buku, jurnal maupun kamus yang memuat informasi

tentang diatesis atau

voice

. Baik berupa gambaran diatesis secara umum, maupun

diatesis yang menjadi objek penelitian, yaitu : diatesis aktif-pasif bahasa Indonesia dan

diatesis

~てあげ 、~てく

、~てもらう

bahasa Jepang.


(12)

2. Tahap Pelaksanaan

a. Mengumpulkan contoh-contoh kalimat yang berhubungan dengan objek penelitian, yang

dikumpulkan dari buku-buku, majalah, novel dan sebagainya, yang merupakan sumber

data dalam penelitian ini.

b. Mengklasifikasikan berdasarkan kriteria bentuk padanan yang sering digunakan untuk

menerjemahkan diatesis

~てあげ

、~てく

、~てもらう

bahasa Jepang, dengan

tujuan untuk mendapatkan bentuk padanan yang paling tepat.

c. Setelah diklasifikasikan, dilanjutkan dengan analisis data dengan langkah-langkah

sebagai berikut :

1) Mendeskripsikan tentang pemadanan

~てあげ 、~てく

、~てもらう

bahasa

Jepang ke dalam bahasa Indonesia dengan sudut pandang mulai dari struktur,

makna dan fungsinya.

2) Dengan berdasarkan hasil yang didapat pada langkah satu diatas, akan dilanjutkan

dengan proses pengontrasan antara kedua diatesis tersebut untuk menemukan

alasan yang mendasari pemadanan diantara kedua bahasa tersebut..

3) Langkah terakhir merupakan penyimpulan dari proses pengontrasan pada langkah 2.

yaitu merumuskan dan menyajikan bentuk pemadanan yang paling tepat untuk

diatesis

~てあげ

、~てく

、~てもらう

bahasa Jepang dilihat dari struktur

dan maknanya.

3. Pelaporan

Tahap ini merupakan tahap pelaporan hasil penelitian yang berupa kesimpulan tentang

bentuk padanan diatesis

~てあげ

、~てく

、~てもらう bahasa Jepang ke dalam

bahasa Indonesia yang paling tepat. Juga diharapkan dapat diketahui apakah yang menjadi

penyebab terjadinya kesalahan penggunaan dan penerjemahan diatesis tersebut oleh

pembelajar kedua bahasa.


(13)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari hasil analisis data dan pembahasan yang telah penulis sajikan pada bab sebelumnya,

dapat ditarik sebuah kesimpulan berupa padanan yang paling tepat untuk menerjemahkan

konstruksi verba

Te

Ageru, Te Kureru, Te Morau

ke dalam bahasa Indonesia beserta alasan

yang mendasari pemadanan tersebut, yaitu seperti yang akan penulis sajikan selengkapnya

berikut ini.

1. Bentuk padanan yang paling tepat untuk menerjemahkan konstruksi verba

~てあげ

ke

dalam bahasa Indonesia yaitu dengan menggunakan konstruksi verba aktif

me-

dan

me-/-kan

.

2. Bentuk padanan yang paling tepat untuk menerjemahkan konstruksi verba

~てく

ke

dalam bahasa Indonesia yaitu dengan menggunakan konstruksi verba aktif

me-

dan

me-/-kan

. Walaupun untuk beberapa ungkapan tertentu dapat juga digunakan konstruksi verba

pasif

di-

dan verba Ø (verba zero) untuk menerjemahkan konstruksi verba

~てく

ke

dalam bahasa Indonesia.

3. Bentuk padanan yang paling tepat untuk menerjemahkan konstruksi verba

~てもらう

ke

dalam bahasa Indonesia yaitu dengan menggunakan konstruksi verba pasif

di-

.

4. Alasan pemadanan konstruksi verba

~てあげ

ke dalam bentuk aktif

me-

dan

me-/-kan

bahasa Indonesia adalah karena adanya kemiripan dari segi struktur gramatikal antara

konstruksi verba

~てあげ

dengan kalimat aktif bahasa Jepang (

nodoutai

) dan kalimat

aktif bahasa Indonesia. Terutama dari segi pelaku dan penderita dalam kegiatan tersebut,

serta penempatan

shiten

(S)-nya.


(14)

5. Alasan pemadanan konstruksi verba

~てく

ke dalam bentuk aktif

me-

dan

me-/-kan

serta konstruksi pasif

di-

dan verba Ø (verba zero) bahasa Indonesia adalah karena

konstruksi verba

~てく

mempunyai struktur gramatikal yang menggabungkan sifat

kalimat aktif (

nodoutai

) dan sifat kalimat pasif (

judoutai

) bahasa Jepang.

6. Alasan pemadanan konstruksi verba

~ て も ら う

ke dalam bentuk pasif

di-

bahasa

Indonesia adalah karena adanya kemiripan dari segi struktur gramatikal antara konstruksi

verba ~てもらう dengan kalimat pasif bahasa Jepang (

judoutai

) dan kalimat pasif bahasa

Indonesia. Terutama dari segi pelaku dan penderita dalam kegiatan tersebut, serta

penempatan

shiten

(S)-nya.

B. Saran

Untuk melengkapi berbagai macam kekurangan dan ketebatasan penulis dalam penelitian

ini, maka penulis mengajukan beberapa buah saran sebagai berikut:

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut kepada mahasiswa untuk mengetahui apakah

masih terdapat kesalahan dan kesulitan ketika menerjemahkan ~te ageru, ~te kureru

dan ~te morau, terutama dalam penggunaan ketiga konstruksi verba tersebut dalam

kehidupan sehari-hari.

2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui bagaimana bentuk pemadanan

yang paling tepat untuk ketiga verba

yarimorai

tersebut ke dalam bahasa Indonesia

bukan hanya pada tingkatan predikatnya saja, melainkan pada tingkatan frasenya juga.

3. Para pengajar bahasa Jepang, seyogyanya, disamping menguasai metode-metode

pengajaran bahasa Jepang, juga meguasai Linguistik bahasa Jepang secara lengkap

dan spesifik karena selama ini dalam perkuliahan mahasiswa kurang dirangsang dan

diperkenalkan secara mendalam mengenai kelinguistikan bahasa Jepang secara


(15)

mendalam. Sehingga para mahasiswa kurang paham dan berminat dalam mengkaji ilmu

linguistik bahasa Jepang.

4. Perlu dilakukan penelitian lebih mendalam tentang apa yang menjadi kesulitan bagi

mahasiswa program pendidikan bahasa Jepang dalam memahami maupun

menggunakan dan menerjemahkan kalimat atau ungkapan yang menggunakan

konstruksi verba ~te ageru, ~te kureru dan ~te morau.

5. Dengan diadakannya berbagai macam penelitian mengenai cabang-cabang linguistik ini,

dapat menambah literatur megenai linguistik bahasa Jepang yang sekarang ini

dirasakan sangat kurang jumlahnya, sehingga dapat memudahkan para pembelajar

bahasa Jepang memahami segala persoalan kelinguistikan bahasa Jepang.

Sehingga untuk melengkapi kekurangan-kekurangan yang terdapat pada penelitian ini dan

untuk menjawab permasalahan yang penulis kemukakan diatas, penulis mengajukan beberapa

buah tema untuk penelitian selanjutnya, diantaranya

1. Analisis kesalahan mahasiswa dalam penggunaan konstruksi verba

yarimorai

dalam

kehidupan sehari-hari:

2. Analisis kesulitan mahasiswa dalam penggunaan dan penerjemahan konstruksi verba

yarimorai

pada tingkatan frase.

Diharapkan pada penelitian selanjutnya akan didapat suatu kesimpulan yang mampu

memberikan jawaban untuk masalah yang penulis kemukakan diatas.

Selain hal-hal yang telah penulis kemukakan diatas, selama proses pengerjaan penelitian

ini, penulis menemukan hal-hal baru yang penulis rasakan sangat bermanfaat bagi pembelajar

bahasa Jepang pada umumnya. Khususnya mengenai materi pembelajaran yang berhubungan

dengan konstruksi verba

yarimorai

. Diantaranya yaitu penggunaan konsep

shiten

dalam

diatesis bahasa Jepang terutama dalam verba

yarimorai

pada khususnya. Selain itu, penulis

juga menemukan adanya perbedaan nuansa yang dirasakan ketika menggunakan ketiga verba

yarimorai

tersebut. Hal ini harus benar-benar dipahami oleh para pembelajar bahasa Jepang


(16)

agar tidak menimbulkan kesalahan persepsi ketika menggunakan ketiga verba

yarimorai

tersebut dalam kehidupan sehari-hari terutama ketika menggunakannya kepada orang Jepang.


(17)

! "

! "

! "

! "

####$%&'($

$%&'($

$%&'($

$%&'($))))

1

DAFTAR PUSTAKA

Alwi, Hasan, dkk. (2003).

Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia

. Edisi Ketiga.

Jakarta : Balai Pustaka.

Chaer, Abdul. (1998).

Tata Bahasa Praktis Bahasa Indonesia.

Jakarta : PT

Rineka Cipta.

Depdiknas, Universitas Pendidikan Indonesia. (2006).

Pedoman Penulisan

Karya Ilmiah

. Bandung: UPI.

Harmann, R. R. K dan Stork, F. C. (1973).

Dictionary of language and

linguistics

. London : Applied Science Publishers, Ltd.

Ichikawa, Yasuko. (2005).

Shokyuu Nihongo Bunpo to Oshiekata no Point

.

Japan : 3 A Corporation.

Iori, Isao. (2001).

Atarashii Nihongo Gaku Nyuumon, Kotoba no Shikumi wo

Kangaeru

. Japan : 3 A Corporation.

Kaswanti Purwo, Bambang (ed.). (1989).

Serpih-Serpih Telaah Pasif dalam

Bahasa Indonesia

. Yogyakarta : Kanisius.

Kridalaksana, Harimurti. (1996).

Pembentukan Kata dalam Bahasa Indonesia

.

Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.

Matsuura, Kenji. (1994).

Nihongo Indonesiago Jiten

. Kyoto : Kyoto Sangyo

Univ. Press.

Mc Arthur, Tom. (1992).

The Oxford Companion to The English Language

.

NewYork : Oxford University Press. Inc.

Muraki, Shinjirou. (1991).

Nihongo Doushi no Shousou

. Tokyo : Hitsuji

Shobou

Nugraha, Tedhie. (2006). Ruigigo “yatto, youyaku, tsuini, toutou” no Imi

Bunseki. Sotsugyou Ronbun.

Rahardi, Kunjana (2005).

Pragmatik : Kesatuan Imperatif Bahasa Indonesia

.

Jakarta : Erlangga.

Sawardi, F. X. (2003).

Sistem Pemarkahan Diatesis Pada Beberapa Bahasa

Nusantara

. [Online]. Tersedia :


(18)

! "

! "

! "

! "

####$%&'($

$%&'($

$%&'($

$%&'($))))

2

Sudaryanto, dkk. (1991).

Diatesis dalam Bahasa Jawa

. Jakarta : Departemen

Pendidikan dan Kebudayaan.

Sukesti, Restu, dkk. (1998).

Diatesis Aktif-Pasif dalam Wacana Naratif

Bahasa Jawa

. Jakarta : Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.

Sutedi, Dedi. (2002).

Nihongo no Bunpo (Tata Bahasa Jepang untuk Tingkat

Dasar)

. Bandung : Humaniora Utama Press.

____________. (2002).

Masalah Kalimat Pasif dalam Bahasa Jepang

.

dalam :

Fokus Jurnal Pendidikan Bahasa Asing, Vol. 1 No.2 April 2004.

Bandung : Jurusan Pendidikan Bahasa Asing FPBS-UPI.

____________. (2006).

Indoneshiago no “di-doushi” Koubun to Nihongo

no ”(ra)reru” to no Taishou Kenkyuu

. dalam :

Journal of Japanese Language and

Culture, No. 2

. Diterbitkan atas kerjasama : The Japan Foundation Japanese

Language Institute, The National Institute for Japanese Language, dan National

Graduate Institute for Policy Studies, Tokyo.

Sudjianto dan Dahidi, Ahmad. (2004).

Pengantar Linguistik Bahasa Jepang

.

Jakarta : Kesaint Blanc.

Tarigan, H. G. (1984).

Pengajaran Sintaksis

. Bandung : Angkasa.

____________(1992).

Pengajaran Analisis Kontrastif Bahasa

. Bandung :

Angkasa

Universitas Pendidikan Indonesia. (2004).

Fokus Jurnal Pendidikan Bahasa

Asing vol. 1 no. 2 April

. Bandung : UPI.

Wamafma, Dance. (2006).

Penerjemahan Konfiks Bahasa Indonesia

Terhadap Bahasa Jepang -Studi Analisis Kontrastif Bahasa-

. dalam : Jurnal Sastra

Jepang, Volume 5, Nomor 2, Februari. Bandung : Program Studi Sastra Jepang,

Fakultas Sastra – Univ Kristen Maranatha.

Verhaar, J. W. M. 2001.

Asas-Asas Linguistik Umum

. Cetakan Ketiga.

Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.


(19)

! "

! "

! "

! "

####$%&'($

$%&'($

$%&'($

$%&'($))))

3

Sumber Data :

Ogawa, Iwao . (2002).

Minna no Nihongo (Shokyuu I)

. Surabaya : PT.

Pustaka Lintas Budaya.

Ogawa, Iwao . (2000).

Minna no Nihongo I (Shokyuu I Honyaku Bunpo

Kaisetsu Indoneshiago Ban)

. Japan : 3 A Corporation.

Ogawa, Iwao . (2002).

Minna no Nihongo (Shokyuu II)

. Surabaya : PT.

Pustaka Lintas Budaya.

Ogawa, Iwao . (2001).

Minna no Nihongo II (Shokyuu II Honyaku Bunpo

Kaisetsu Indoneshiago Ban)

. Japan : 3 A Corporation.

Kokusai Kouryuu Kikin Nihongo Kokusai Senta. (1990).

Nihongo Shoho

.

Cetakan Kesebelas. Japan : Bonjinsha.

Tanaka,

Koji.

(1991).

Mafia

Yori

Koi

Wo

Komete

.

Japan

:

Jitsugyounonihonsha.

Toukyou Gaikokugo Daigaku Ryuugakusei Nihongo Kyouiku Center. (2002).

Shokyuu Nihongo Shinsou Ban (Dai Roku Satsu Hakkou)

. Japan : Bonjinsha.

________________________________________________________.

(2006).

Penjelasan Tata Bahasa & Daftar Kosakata Shokyuu Nihongo

. --- : ---.

Hiramoto, Terashimaru. (1997).

Nihongo Journal 1997/10

. Japan : Kabushiki

Kaisha Aruku

Hiramoto, Terashimaru . (2002).

Nihongo Journal 2002/01

. Japan : Kabushiki

Kaisha Aruku

Hiramoto, Terashimaru . (2003).

Nihongo Journal 2003/01

. Japan : Kabushiki

Kaisha Aruku

Hiramoto, Terashimaru . (2003).

Nihongo Journal 2003/02

. Japan : Kabushiki

Kaisha Aruku


(1)

5. Alasan pemadanan konstruksi verba

~てく

ke dalam bentuk aktif

me-

dan

me-/-kan

serta konstruksi pasif

di-

dan verba Ø (verba zero) bahasa Indonesia adalah karena

konstruksi verba

~てく

mempunyai struktur gramatikal yang menggabungkan sifat

kalimat aktif (nodoutai) dan sifat kalimat pasif (judoutai) bahasa Jepang.

6. Alasan pemadanan konstruksi verba

~ て も ら う

ke dalam bentuk pasif

di-

bahasa

Indonesia adalah karena adanya kemiripan dari segi struktur gramatikal antara konstruksi

verba

~てもらう

dengan kalimat pasif bahasa Jepang (judoutai) dan kalimat pasif bahasa

Indonesia. Terutama dari segi pelaku dan penderita dalam kegiatan tersebut, serta

penempatan shiten (S)-nya.

B. Saran

Untuk melengkapi berbagai macam kekurangan dan ketebatasan penulis dalam penelitian

ini, maka penulis mengajukan beberapa buah saran sebagai berikut:

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut kepada mahasiswa untuk mengetahui apakah

masih terdapat kesalahan dan kesulitan ketika menerjemahkan ~te ageru, ~te kureru

dan ~te morau, terutama dalam penggunaan ketiga konstruksi verba tersebut dalam

kehidupan sehari-hari.

2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui bagaimana bentuk pemadanan

yang paling tepat untuk ketiga verba

yarimorai tersebut ke dalam bahasa Indonesia

bukan hanya pada tingkatan predikatnya saja, melainkan pada tingkatan frasenya juga.

3. Para pengajar bahasa Jepang, seyogyanya, disamping menguasai metode-metode

pengajaran bahasa Jepang, juga meguasai Linguistik bahasa Jepang secara lengkap

dan spesifik karena selama ini dalam perkuliahan mahasiswa kurang dirangsang dan


(2)

mendalam. Sehingga para mahasiswa kurang paham dan berminat dalam mengkaji ilmu

linguistik bahasa Jepang.

4. Perlu dilakukan penelitian lebih mendalam tentang apa yang menjadi kesulitan bagi

mahasiswa program pendidikan bahasa Jepang dalam memahami maupun

menggunakan dan menerjemahkan kalimat atau ungkapan yang menggunakan

konstruksi verba ~te ageru, ~te kureru dan ~te morau.

5. Dengan diadakannya berbagai macam penelitian mengenai cabang-cabang linguistik ini,

dapat menambah literatur megenai linguistik bahasa Jepang yang sekarang ini

dirasakan sangat kurang jumlahnya, sehingga dapat memudahkan para pembelajar

bahasa Jepang memahami segala persoalan kelinguistikan bahasa Jepang.

Sehingga untuk melengkapi kekurangan-kekurangan yang terdapat pada penelitian ini dan

untuk menjawab permasalahan yang penulis kemukakan diatas, penulis mengajukan beberapa

buah tema untuk penelitian selanjutnya, diantaranya

1. Analisis kesalahan mahasiswa dalam penggunaan konstruksi verba

yarimorai

dalam

kehidupan sehari-hari:

2. Analisis kesulitan mahasiswa dalam penggunaan dan penerjemahan konstruksi verba

yarimorai pada tingkatan frase.

Diharapkan pada penelitian selanjutnya akan didapat suatu kesimpulan yang mampu

memberikan jawaban untuk masalah yang penulis kemukakan diatas.

Selain hal-hal yang telah penulis kemukakan diatas, selama proses pengerjaan penelitian

ini, penulis menemukan hal-hal baru yang penulis rasakan sangat bermanfaat bagi pembelajar

bahasa Jepang pada umumnya. Khususnya mengenai materi pembelajaran yang berhubungan

dengan konstruksi verba

yarimorai. Diantaranya yaitu penggunaan konsep

shiten dalam

diatesis bahasa Jepang terutama dalam verba

yarimorai pada khususnya. Selain itu, penulis

juga menemukan adanya perbedaan nuansa yang dirasakan ketika menggunakan ketiga verba


(3)

agar tidak menimbulkan kesalahan persepsi ketika menggunakan ketiga verba

yarimorai


(4)

! "

! "

! "

! "

####$%&'($

$%&'($

$%&'($

$%&'($))))

1

DAFTAR PUSTAKA

Alwi, Hasan, dkk. (2003). Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Edisi Ketiga.

Jakarta : Balai Pustaka.

Chaer, Abdul. (1998). Tata Bahasa Praktis Bahasa Indonesia. Jakarta : PT

Rineka Cipta.

Depdiknas, Universitas Pendidikan Indonesia. (2006). Pedoman Penulisan

Karya Ilmiah. Bandung: UPI.

Harmann, R. R. K dan Stork, F. C. (1973). Dictionary of language and

linguistics. London : Applied Science Publishers, Ltd.

Ichikawa, Yasuko. (2005). Shokyuu Nihongo Bunpo to Oshiekata no Point.

Japan : 3 A Corporation.

Iori, Isao. (2001). Atarashii Nihongo Gaku Nyuumon, Kotoba no Shikumi wo

Kangaeru. Japan : 3 A Corporation.

Kaswanti Purwo, Bambang (ed.). (1989). Serpih-Serpih Telaah Pasif dalam

Bahasa Indonesia. Yogyakarta : Kanisius.

Kridalaksana, Harimurti. (1996). Pembentukan Kata dalam Bahasa Indonesia.

Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.

Matsuura, Kenji. (1994). Nihongo Indonesiago Jiten. Kyoto : Kyoto Sangyo

Univ. Press.

Mc Arthur, Tom. (1992). The Oxford Companion to The English Language.

NewYork : Oxford University Press. Inc.

Muraki, Shinjirou. (1991). Nihongo Doushi no Shousou. Tokyo : Hitsuji

Shobou

Nugraha, Tedhie. (2006). Ruigigo “yatto, youyaku, tsuini, toutou” no Imi

Bunseki. Sotsugyou Ronbun.

Rahardi, Kunjana (2005). Pragmatik : Kesatuan Imperatif Bahasa Indonesia.

Jakarta : Erlangga.

Sawardi, F. X. (2003). Sistem Pemarkahan Diatesis Pada Beberapa Bahasa

Nusantara. [Online]. Tersedia :


(5)

! "

! "

! "

! "

####$%&'($

$%&'($

$%&'($

$%&'($))))

2

Sudaryanto, dkk. (1991). Diatesis dalam Bahasa Jawa. Jakarta : Departemen

Pendidikan dan Kebudayaan.

Sukesti, Restu, dkk. (1998). Diatesis Aktif-Pasif dalam Wacana Naratif

Bahasa Jawa. Jakarta : Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.

Sutedi, Dedi. (2002). Nihongo no Bunpo (Tata Bahasa Jepang untuk Tingkat

Dasar). Bandung : Humaniora Utama Press.

____________. (2002).

Masalah Kalimat Pasif dalam Bahasa Jepang.

dalam :

Fokus Jurnal Pendidikan Bahasa Asing, Vol. 1 No.2 April 2004.

Bandung : Jurusan Pendidikan Bahasa Asing FPBS-UPI.

____________. (2006).

Indoneshiago no “di-doushi” Koubun to Nihongo

no ”(ra)reru” to no Taishou Kenkyuu. dalam :

Journal of Japanese Language and

Culture, No. 2

. Diterbitkan atas kerjasama : The Japan Foundation Japanese

Language Institute, The National Institute for Japanese Language, dan National

Graduate Institute for Policy Studies, Tokyo.

Sudjianto dan Dahidi, Ahmad. (2004). Pengantar Linguistik Bahasa Jepang.

Jakarta : Kesaint Blanc.

Tarigan, H. G. (1984). Pengajaran Sintaksis. Bandung : Angkasa.

____________(1992).

Pengajaran Analisis Kontrastif Bahasa. Bandung :

Angkasa

Universitas Pendidikan Indonesia. (2004). Fokus Jurnal Pendidikan Bahasa

Asing vol. 1 no. 2 April. Bandung : UPI.

Wamafma, Dance. (2006). Penerjemahan Konfiks Bahasa Indonesia

Terhadap Bahasa Jepang -Studi Analisis Kontrastif Bahasa-. dalam : Jurnal Sastra

Jepang, Volume 5, Nomor 2, Februari. Bandung : Program Studi Sastra Jepang,

Fakultas Sastra – Univ Kristen Maranatha.

Verhaar, J. W. M. 2001. Asas-Asas Linguistik Umum. Cetakan Ketiga.

Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.


(6)

! "

! "

! "

! "

####$%&'($

$%&'($

$%&'($

$%&'($))))

3

Sumber Data :

Ogawa, Iwao . (2002).

Minna no Nihongo (Shokyuu I). Surabaya : PT.

Pustaka Lintas Budaya.

Ogawa, Iwao . (2000).

Minna no Nihongo I (Shokyuu I Honyaku Bunpo

Kaisetsu Indoneshiago Ban). Japan : 3 A Corporation.

Ogawa, Iwao . (2002).

Minna no Nihongo (Shokyuu II). Surabaya : PT.

Pustaka Lintas Budaya.

Ogawa, Iwao . (2001).

Minna no Nihongo II (Shokyuu II Honyaku Bunpo

Kaisetsu Indoneshiago Ban). Japan : 3 A Corporation.

Kokusai Kouryuu Kikin Nihongo Kokusai Senta. (1990).

Nihongo Shoho.

Cetakan Kesebelas. Japan : Bonjinsha.

Tanaka,

Koji.

(1991).

Mafia

Yori

Koi

Wo

Komete.

Japan

:

Jitsugyounonihonsha.

Toukyou Gaikokugo Daigaku Ryuugakusei Nihongo Kyouiku Center. (2002).

Shokyuu Nihongo Shinsou Ban (Dai Roku Satsu Hakkou). Japan : Bonjinsha.

________________________________________________________.

(2006). Penjelasan Tata Bahasa & Daftar Kosakata Shokyuu Nihongo. --- : ---.

Hiramoto, Terashimaru. (1997). Nihongo Journal 1997/10. Japan : Kabushiki

Kaisha Aruku

Hiramoto, Terashimaru . (2002). Nihongo Journal 2002/01. Japan : Kabushiki

Kaisha Aruku

Hiramoto, Terashimaru . (2003). Nihongo Journal 2003/01. Japan : Kabushiki

Kaisha Aruku

Hiramoto, Terashimaru . (2003). Nihongo Journal 2003/02. Japan : Kabushiki

Kaisha Aruku