PELESTARIAN NILAI BUDAYA DALAM SENI TARI TARAWANGSA DI KABUPATEN SUMEDANG :Suatu Studi Pada Sekolah Sebagai Pusat Budaya.
Fitri Nuraini, 2013
No. Daftar FPIPS: 1680/UN.40.2.2/PL/2013
PELESTARIAN NILAI BUDAYA DALAM SENI TARI TARAWANGSA DI KABUPATEN SUMEDANG
(Suatu Studi Pada Sekolah Sebagai Pusat Budaya)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Jurusan Pendidikan Kewarganegaraan
Disusun oleh Fitri Nuraini
0900871
JURUSAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2013
(2)
Fitri Nuraini, 2013
PELESTARIAN NILAI BUDAYA DALAM SENI TARI TARAWANGSA DI KABUPATEN SUMEDANG
(Suatu Studi Pada Sekolah Sebagai Pusat Budaya)
Oleh:
FITRI NURAINI
Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
© FITRI NURAINI 2013 Universitas Pendidikan Indonesia
Juli 2013
Hak Cipta dilindungi undang-undang.
Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis.
(3)
Fitri Nuraini, 2013
LEMBAR PENGESAHAN
PELESTARIAN NILAI BUDAYA DALAM SENI TARI TARAWANGSA DI KABUPATEN SUMEDANG
(Suatu Studi Pada Sekolah Sebagai Pusat Budaya) Oleh
FITRI NURAINI 0900871
Disetujui Dan Disahkan Oleh Pembimbing : Pembimbing I
Dra. Iim Siti Masyitoh, M.Si. NIP. 19620102198602001
Pembimbing II
Susan Fitriasari, S.Pd.,M.Pd. NIP. 1982073020091222004
Mengetahui,
Ketua Jurusan Pendidikan Kewarganegaraan
Prof. Dr. H. Saprya, M. Ed. NIP. 19721112 199903 1 001
(4)
Fitri Nuraini, 2013
Judul Penelitian : Pelestarian Nilai Budaya Dalam Seni Tari Tarawangsa Di Kabupaten Sumedang (Suatu Studi Pada Sekolah Sebagai Pusat Budaya)
Skripsi ini berisi tentang pelestarian nilai budaya dalam seni tari tarawangsa di Kabupaten Sumedang pada sekolah sebagai pusat budaya.Penelitian dilakukan di SMA Negeri Rancakalong dimana sekolah ini menerapkan tari tarawangsa sebagai materi pembelajaran sesuai kurikulum yang memuat seni tradisi daerah setempat.Penelitian ini melibatkan Dinas Pendidikan, Dinas Budaya dan Pariwisata Kabupaten Sumedang, serta masyarakat Kecamatan Rancakalong.Metode yang dilakukan oleh peneliti adalah metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Data-data yang diperoleh oleh peneliti dari informan dilapangan dengan cara melakukan observasi, wawancara, catatan lapangan, studi pustaka dan dokumentasi.Sejalan dengan diberlakukannya PERBUP nomor 113 tahun 2009 tentang Sumedang Puseur Budaya Sunda (SPBS) maka seluruh masyarakat Kabupaten Sumedang mampu meningkatkan kualitas budaya dalam daya saing daerah. Sekolah sebagai laboratorium budaya untuk menciptkan generasi-generasi yang cinta akan kebudayaan daearh khususnya seni tari tarawangsa. Seni tari tarawangsa yang dibelajarkan di kelas X SMA Negeri Rancakalong merupakan bentuk pelestarian nilai budaya karena guru memberikan motivasi kepada peserta didik untuk dapat memahami nilai-nilai yang terkandung dalam setiap gerakan tari tarawangsa sebagai proses mewujudkan nilai-nilai kehidupan seperti yang diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945 dan Pancasila. Nilai-nilai yang terkandung dalam setiap gerakan tari tarawangsa diantaranya; nilai pendidikan, nilai moral, nilai hiburan, nilai religious, nilai seni dan nilai perjuangan hidup. Bentuk kerjasama yang dilakukan antara DISDIK,DISBUDPAR dan sekolah terkait sekolah sebagai pusat budaya maka DISDIK memfasilitasi sekolah dengan cara memberikan alat-alat kesenian selanjutnya DISBUDPAR menyiapkan tenaga teknis untuk membantu guru kesenian dalam mengajarkan kepada peserta didik. Peran masyarakat dan sekolah terhadap pelestarian nilai budaya dalam seni tari tarawangsa yaitu ikut andilnya seniman-seniman yang ada dilikungan masyarakat dengan cara membuka sanggar tari dan membawa kesenian daerah ini ke Kabupaten sekaligus keluar pulau jawa, seperti dikenalkannya tari tarawangsa saat pagelaran di Bali dan TMII pada tahun ke tahun.
(5)
xiv DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PENGESAHAN ... ii
LEMBAR PERNYATAAN ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
ABSTRAK ... vi
UCAPAN TERIMA KASIH ... viii
DAFTAR ISI ... xiv
DAFTAR TABEL,BAGAN DAN GAMBAR ... xvii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 13
C. Tujuan Penelitian ... 14
D. Manfaat Penelitian ... 14
E. Definisi Konseptual ... 15
F. Asumsi ... 17
G. Hipotesis ... 18
H. Metode Penelitian... 18
I. Lokasi dan Subyek Penelitian ... 19
J. Agenda Penelitian... 20
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 22
A. Kebudayaan ... 22
1. Pengertian Kebudayaan... 22
2. Wujud Kebudayaan ... 27
(6)
xv
4. Fungsi unsur-unsur kebudayaan... 31
5. Etos Kebudayaan... 33
6. Kerangka Teori Tindakan Kebudayaan... 34
B. Nilai ... 37
1. Makna Nilai... 37
2. Macam-macam Nilai... 42
3. Sistem Nilai Budaya... 51
4. Solusi penerapan nilai dalam kehidupan... 55
C. Tarawangsa ... 58
1. Sejarah Asal Mula dan Perkembangan Tarawangsa... 58
2. Pengertian dan Istilah Tarawangsa... 61
3. Bahan dan Rancang Bangun ... 63
4. Makna Ragam Hias... 66
5. Cara Memainkan... 67
6. Bentuk Penyajian... 67
7. Makna-makna simbolis... 69
D. Sekolah Sebagai Sistem Sosial Budaya... 70
1. Sekolah sebagai Organisasi Pendidikan Formal... 70
2. Pengembangan Budaya Daerah dalam Persekolahan... 72
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 77
A. Makna Penelitian... 77
B. Penelitian Kualitatif ... 80
C. Karakteristik dan Langkah-langkah Penelitian... 84
D. Fokus Penelitian... 85
E. Karakteristik Permasalahan... 87
(7)
xvi
G. Validitas Data... 96
H. Lokasi dan Subyek Penelitian... 99
I. Tahap Penelitian... 99
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 103
A. Gambaran Umum SMA Negeri Rancakalong... 103
B. Deskripsi Hasil Penelitian ... 106
1. Peran Dinas Pendidikan Dalam Upaya Peningkatan Kreatifitas Siswa Untuk Pelestarian Nilai Budaya Dalam Seni Tari Tarawangsa ……..………... ….. 106
2. Kebijakan Sekolah Terkait Tarawangsa Sebagai Katalisator atau Media Pembelajaran dan Refleksi nilai-nilai Karakter Bangsa yang terkandung dalam Seni Budaya di Persekolahan... 109
3. Peran Masyarakat Dunia Pendidikan dan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata dalam Upaya Pelestarian Nilai Budaya dalam Seni Tari Tarawangsa………..……… 120
C. Pembahasan ………..……….. 126
1. Peran Dinas Pendidikan dalam Upaya Peningkatan Kreatifitas Siswa untuk Pelestarian Nilai Budaya dalam Seni Tari Tarawangsa ………...………. 127
2. Kebijakan Sekolah Terkait Tarawangsa Sebagai Katalisator Atau Media Pembelajaran Dan Refleksi Nilai-Nilai Karakter Bangsa Yang Terkandung Dalam Seni Budaya Di Persekolahan... 131
3. Peran Masyarakat, Dunia Pendidikan dan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata dalam Upaya Pelestarian Nilai Budaya dalam Seni Tari Tarawansa... 139
(8)
xvii
A. Kesimpulan ... 147 B. Saran ... 153
DAFTAR PUSTAKA ... LAMPIRAN ... RIWAYAT HIDUP PENULIS ...
(9)
xviii
Daftar Tabel, Bagan Dan Gambar
Tabel 1 Tata nilai dalam kenyataan sejarah 46
Tabel 2 Kerangka Klockhohn mengenai Lima Masalah Dasar dalam Hidup yang Menentukan Orientasi Nilai Budaya Manusia
54
Tabel 3 Metode Kuantitatif dan Kualitatif 83
Tabel 4 Tabel istilah dalam pengujian keabsahan data antara metode kualitatif dan kuantitatif
96
Bagan 1 Sebagian dari Kerangka Teori Tindakan (Theory of Action) Talcott Parsons
35
Bagan 2 Kerangka Kebudayaan 36
(10)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Berbagai jenis kesenian tradisional asli Sunda khususnya seni Sunda buhun nyaris punah akibat banyak ditinggalkan masyarakatnya sendiri. Sebagai seni yang menjadi kekayaan budaya lokal, seni Sunda buhun terus kehilangan penerus akibat para pelaku seni kurang mendapat tempat dan dihargai publik, serta terdesak seni pop modern yang dianggap lebih menarik. Dunia berubah dengan cepat sehingga kemungkinan besar tidak ada lagi budaya yang dianggap dominan. Keterbukaan arus informasi menyebabkan transformasi kebudayaansatu dengan yang lainnya bergerak lebih cepat dan tidak bisa di tolak. Transformasi tersebut kadang-kadang berjalan timpang dan tidak sesuai dengan nilai-nilai budaya bangsa.
Masyarakat yang terbuka oleh teknologi informasi telah melahirkan kesadaran individu dalam abad ke- 21. Negara-negara maju dengan keunggulan teknologinya mendesakan kebudayaannya kepada Negara kita, sementara bangsa kita tidak bisa melakukan hal yang serupa karena lemahnya teknologi yang dimiliki. Maka dengan mudah pandangan–pandangan budaya barat mempengaruhi pemikiran bangsa kita. Salah satu bukti adalah adanya pandangan bahwa setiap yang berasal dari barat adalah sesuatu yang mempesona dan paling baik. Budaya barat merupakan budaya yang dominan di dunia modern saat ini,
(11)
demikian juga Negara kita tidak terlepas dari pengaruh budaya Negara-negara lain di dunia.
Sejalan dengan perkembangan kehidupan demokrasi, setiap manusia atau kelompok masyarakat mempunyai hak untuk hidup dan memelihara kebudayaannya sendiri. Pengakuan terhadap kebudayaan yang berjenis-jenis di dalam suatu Negara merupakan cara hidup berbangsa yang modern. Salah satu kenyataan sosial bangsa Indonesia memiliki kekayaan budaya yang beranekaragam dengan jumlah suku bangsa yang ratusan dengan budayanya masing-masing merupkan kekayaan yang sangat berharga di dalam pembentukan bangsa Indonesia yang multikultural. Individu merupakan pembentuk kebudayaan dalam masyarakat dimana individu itu berada. Individu yang berbudaya merupakan modal social pembentuk jati diri Bangsa Indonesia, Ki Hajar Dewantara dalam H.A.R Tilaar (2007:33): “kebudayaan merupakan puncak-puncak budaya dari masing-masing suku bangsa. Puncak-puncak-puncak kebudayaan dari suatu bangsa merupakan unsur-unsur budaya lokal yang dapat memperkuat solidaritas nasional“.
Modal sosial kultural yang dimiliki bangsa Indonesia lebih beranekaragam dan memiliki karakterisrik budaya Timur. Kebudayaan Timur cenderung tertutup sedangkan kebudayaan Barat cenderung lebih terbuka. Namun apabila masing-masing kelompok menghargai akan perbedaan tersebut seperti kebudayaan Barat yang bersifat terbuka dan kritis terhadap diri sendiri memberi ruang bagi pemahaman-pemahaman serta kemungkinan untuk menerima kebudayaan lainnya.
(12)
Selanjutnya kebudayaan Timur yang cenderung solid namun dinamika akan terbukanya bagi rasionalisme Barat yang disesuaikan dengan integritas kebudayaan Timur, sehingga terjadi asmilasi yang bermakna secara keseluruhan dengan kebudayaan etnisnya yang kokoh. Perbedaan antara kebudayaan Timur dan kebudayaan Barat akan semakin terkikis dalam perjalanan peradaban manusia yang semakin terbuka oleh kemajuan ilmu pengetahuan.
Transisi kearah kesadaran nasional, peranan kebudayaan perlu di perhatikan di dalam kaitannya dengan kontribusi dari studi kultural Center for Contemporary Cultural Studies (CCGS). Raymond Wiliams yang di kutip dari H.A.R. Tilaar (2007:26) menyarankan untuk membawa kembali kebudayaan dalam studi masyarakat, karena menurut beliau kebudayaan mempunyai banyak arti:
1. Kebudayaan sebagai proses intelektual, spiritual, dan estetik dari seorang individu,
2. Kebudayaan sebagai gaya hidup ( way of life ),
3. Kebudayaan sebagai hasil karya dan praktik intelektual khususnya dalam bidang artistic,
4. Kebudayaan sebagai suatu sistem yang signifikan melalui sistem tersebut dikomunikasikan keteraturan social, bahkan direproduksi dan dihayati serta dikembangkan oleh individu serta masyarakat.
Rumusan Raymond tentang kebudayaan diatas sangat penting dalam perkembangan nasionalisme dan identitas suatu bangsa. Pewarisan sejarah dan kebudayaan yang tidak di dukung oleh realita objektif adalah hanya sekedar dongeng – dongeng mitos belaka.
Pelestarian nilai budaya yang di hadapi sekarang, membuat aneka ragam pola fikir yang berkembang. Manusia mulai bertanya mengenai kedudukannya di
(13)
dalam dunia yang berubah secara cepat, pertanyaan mengenai keberadaannya sebagai seorang yang mempunyai identitas dan makna. Setiap individu yang memiliki identitas dan makna kebudayaan daerah merupakan benteng yang kokoh dan kuat terhadap penetrasi budaya asing yang mendominasi. Seringkali kebudayaan asing yang masuk tidak relevan dengan budaya bangsa maupun budaya lokal di daerah. Setiap budaya daerah adalah cerminan cara berpikir etnis-etnis yang ada di Indonesia.
Dr. Radjiman didalam kongres Budi Utomo tahun tahun 1980 mengatakan perlunya orang Jawa menyadari akan pentingnya nilai-nilai budaya Jawa, demikian perlunya setiap etnis yang ada di Indonesia menyadari pentingnya nilai-nilai budaya masyarakat etnis tersebut. Dengan adanya kesadaran pada budayanya sendiri akan terbangun rasa percaya diri yang tinggi manakala berhadapan dengan bangsa lain. Begitupun dengan kebudayaan yang terdapat di Jawa Barat, kebudayaan ini lahir secara turun temurun dan berkembang dalam masyarakat. Kebudayaan adalah suatu sistem pengetahuan, kepercayaan, nilai-nilai, dan produk yang tumbuh dan dimiliki bersama oleh suatu kelompok masyarakat, baik yang tampak (tangible, dapat diraba) maupun yang tidak tampak (intangible, tak dapat diraba).
Kesenian merupakan salah satu kebudayaan Jawa Barat yang masih dilestarikan, kesenian termasuk salah satu produk budaya yang sangat dominan. Bahkan banyak orang mengasumsikan bahwa kebudayaan itu adalah kesenian, walau tidak seluruhnya benar. Kesenian yang lahir di beberapa daerah yang ada di Jawa Barat sangat mempesona membuat daya tarik tersendiri sehingga orang
(14)
memberikan kesan positif terhadap kesenian yang terdapat di Jawa Barat. Misalnya tarian, tarian adalah produk budaya yang hidup juga dalam sistem inetraksi atau struktur sosial. Sebagai salah satu tarian asli yang hadir dan berkembang di Sumedang Jawa Barat, seni tari Tarawangsa cukup dikenal tetapi tariannya tidak semua orang mampu menari Tarangwsa.
Berbagai alasan dan pemikiran secara kasat mata bahwa masyarakat tidak secara khusus dan intens mempelajarinya, entah karena susah atau memang hanya masyarakat Rancakalong saja yang merupakan tempat diman lahir dan berkembangnya tari Tarawangsa ini yang bisa menarikan tarian ini. Jadi anak cucu kita tidak mampu mengenal tarian Tarawangsa apabila orang tuanya saja hanya tahu secara kasat mata tentang tarian Tarawanggsa. Tarian yang semula merupakan tarian komunal kini banyak yang menjadi tontonan, yang dipanggung di kota-kota besar, dalam forum festival kesenian tingkat provinsi, nasional, dan bahkan di luar negeri. Dengan itu, pertemuan antar budaya pun semakin intensif.
“Identitas budaya “, yang dahulu hampir tidak pernah di persoalkan kini menjadi isu yang gencar, diantaranya karena suatu budaya berhadapan dengan budaya lainnya.
Demikian juga sebaliknya, beberapa jenis tarian modern ada yang masuk kampung dan menjadikannya sebagai bagian dari peristiwa komunal. Mungkin ini akan menjadi salah satu pemecahan masalah apabila kesenian Tarawangsa di pelajari di sekolah. Padahal perlu kita ketahui seni tari Tarawangsa ini bisa kita kolaborasikan dalam bentuk tariannya dengan pola lantai dan gerak yang agak menuju kemodernan tanpa merubah kekhasannya.
(15)
Perkembangan modal kultural berlangsung melalui proses pendidikan yang di dalamnya terdiri dari individu, keluarga, komunitas etis, bangsa, dan Universal. Individu adalah makhluk sosial, dia tidak dapat berkembang terisolasi terlepas dari keanggotaanya dari suatu komunitas. Komunitas yang pertama di hadapi ialah di dalam keluarga, dari keluargalah bisa mengenal dan menghayati nilai-niali dari komunitas. Pada tingkat nasional modal kultural berupa identitas bangsa. Tentunya banyak fakta yang mempengaruhi perkembangan modal kebudayaan sebagai identitas bangsa. Pada suatu ketika misalnya generasi muda bangsa Indonesia mampu mengenalkan kesenian tradisional di manca Negara sebagai salah satu identitas bangsa.
Ketika kebudayaan bangsa Indonesia terpuruk oleh berbagai krisis salah satunya contoh pencaplokan budaya Indonesia oleh bangsa lain maka kecenderungan akan berkurangnya rasa kepercayaan diri terhadap budaya bangsa. Di sini dapat dilihat betapa peran pendidikan untuk mempertahankan dan mengembangkan identitas nasional dengan nilai yang positif. Salah satu sarana untuk mengembangkan modal kultural yang positif yaitu melalui pendidikan kewarganegaraaan (civic education). Sudah tentu civic education yang baik tidak bersifat indoktrinasi yang cenderung menghalalkan segala bentuk yang mengagungkan bangsa sendiri. Pendidikan kewarganegaraan yang baik adalah pendidikan yang membangun identitas nasional di dasarkan pada identitas etnis
secara “ buttom up “ (di mulai dari yang sangat mendasar sampai yang tetinggi ). Nasioanlisme yang sehat sebagai modal kultural yang dapat di kembangkan melalui proses pendidikan. Bagi anak-anak proses pendidikan
(16)
tersebut melalui teladan didalam kehidupan keluarga dan masyarakat. Individu adalah hasil kebudayaan dan kebudayaan itu sendiri adalah hasil pendidikan yang pada gilirannya menghasilkan modal kebudayaan. Terlebih lagi di dalam masyarakat modern dewasa ini yang berubah dengan sangat cepat memerlukan modal kebudayaan yang semakin besar dan oleh sebab itu peranan pendidikan di dalam masyarakat modern dewasa ini merupakan kebutuhan bagi kemajuan. Namun demikian rumusan mengeani kebudayaan manusia bukan hanya merupakan suatu rumusan yang berkaitan dengan bangsa Indonesia tetapi juga berkaitan dengan Negara Indonesia. Oleh sebab Negara merupakan suatu organisasi kekuasaaan, maka kebudayaan Indonesia diatur melalui Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Bab XIII mengenai pendidikan dan kebudayaan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 dirumuskan sebagai berikut: Pasal 32 ayat (1):
“Negara memajukan kebudayaan Indonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin arakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-niali budayanya.Negara menghormati dan memelihara bahasa daerah sebagai sebagai kekayaan budaya nasional”.
Salah seorang penggagas mengenai pasal ini ialah Ki Hajar Dewantara, beliau mengatakan bahwa kebudayaan sebagai bentuk kemampuan manusia untuk menggampangkan hidupnya dan memperbesar hasil hidupnya dan oleh sebab itu manusia harus meninggikan pikirean, ras dan kemauannya, usaha ini dapat dicapai melalui pendidikan.
Ada beberapa hak penting di dalam Pasal 32 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, dalam H.A.R Tilaar (2007:150)
(17)
1. Negara memajukan kebudayaan nasional, maka menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan budayanya.
2. Di dalam perkembangan peradaban dunia dewasa ini atau di era globalisasi Negara wajib memajukan kebudayaan nasioanal supaya tidak tenggelam di dalam arus globalisasi yang dapat menggangu identitas bangsa Indonesia.
3. Negara menghormati akan bahasa daerah sebagai kekayaan budaya nasional.
Demikian pula penghargaan pemerintah terhadap kebudayaan daerah yang perlu mempunyai hak untuk dikembangkan dan menjadi dasar dari kehidupan bermasyarakat di daerah itu. Kesadaran serta penghargaan terhadap nilai-nilai yang plural tersebut hanya dapat diperoleh melalui proses pendidikan pertama-tama di dalam lingkungan keluarga, masyarakat lokal dan secara mendasar dikembangkan melalui proses pendidikan formal. Dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan di Daerah digariskan bahwa pendidikan dasar merupakan tugas dan tanggung jawab pemerintah. Hal ini berarti di dalam kurikulum pendidikan dasar harus mengandung unsur-unsur atau nilai-nilai kebudayaan lokal atau kebudayaan etnis. Sudah tentu nilai-nilai kebudayaan lokal tersebut hendaknya diarahkan kepada terbentuknya manusia Indonesia yang berdiri di atas nilai-nilai Pancasila sebagai nilai dari kesatuan bangsa Indonesia.
Agama dan adat sudah merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan satu sama lainnnya dalam masyarakat. Unsur-unsur adat masih dijadikan tuntunan dalam kehidupan sehari-hari meskipun ada sebagian yang masih bertentangan dengan agama. Sebagaimana yang di ungkapkan oleh Edi S. Ekajati dalam skripsi Ai (2007:26):
(18)
” Sukarlah bagi kita untuk memisahkan agama dengan kepercayaan, sebab baik agama maupun system kepercayaan yang masih dijalankan oleh sebagian orang sunda berfungsi untuk mengatur sikap dan sistem nilai, sehingga disamping mereka taat menjalankan agama sering pula menjalankan upacara-upacara yang tidak terdapat dalam ajaran agama malahan sesungguhnya ada yang tidak
dibenarkan oleh agama “.
Pada masyarakat adat atau kebiasaan yang telah menjadi tradisi akan sulit dihilangkan. Nenek moyang atau para leluhur telah mewariskan adat tersebut dan generasi selanjutnya dapat menerima. Pujiawati Sajogyo dalam Lita Meiliawati (2001:23) ” arti tradisi yang paling mendasar adalah “Traditium” yaitu sesuatu yang diteruskan dari masa lalu ke masa sekarang bisa berupa benda atau tingkah laku sebagai unsur kebudayaan atau berupa niali, norma, harapan, dan cita-cita “. Dalam hal ini tidak dipermasalahkan berapa lama unsur-unsur tersebut dibawa dari satu generasi ke generasi berikutnya. Kriteria yang paling menentukan bagi konsepsi tradisi itu adalah bahwa tradisi diciptakan melalui tindakan dan kealakuan orang-orang melalui fikiran dan imaginasi orang-orang yang diteruskan dari generasi ke generasi berikutnya.
Asumsi masyarakat akan budaya yang terdapat didaerahnya sendiri akan memotivasi dirinya untuk ikut melestarikan agar citra,karsa yang di buat nenek moyangnya tidak akan pernah tergeser dan tergantikan. Khususnya di Kabupaten Sumedang sendiri tempat yang saya jadikan objek sasaran penelitian dimana Kesenian tumbuh dan berkembang sesuai dengan kondisi kebudayaan yang hidup dalam masyarakat penyangganya. Sejak dulu masyarakat Sunda terkenal dengan budaya ngahuma atau berladang, karena itu kesenian yang tumbuh di masyarakat Sunda selalu terkait dengan mitos Dewi Sri. Begitu pula dengan kesenian Jentreng
(19)
atau lebih terkenal dengan sebutan Tarawangsa. Namun Tarawangsa masih terdengar jelas keberadaannya kesenian tradisi ini lahir di Rancakalong Kabupaten Sumedang, daerah yang masih kental akan nilai-nilai leluhurnya.
Seni Jentreng atau Tarawangsa adalah kesenian yang tumbuh dari pola kehidupan bertani masyarakat Rancakalong Kabupaten Sumedang. Seni Jentreng adalah upacara ritual yang berhubungan dengan magis religius untuk menghormati Dewi Sri. Masyarakat Rancakalong menyebutnya dengan nama Kersa Nyai dengan tujuan supaya Kersa Nyai tetap tinggal dan betah di Rancakalong. Hal ini sesuai dengan kebiasaan masyarakat yang menempatkan Seni Jentreng sebagai media pokok dalam penyelenggaraan upacara Nyalin atau panen padi dan tarian dalam upacara ini juga terdapat bubur suro yang wajib dibuat dengan 1000 bahan, kacang-kacangan, pisang dan di tutup dengan pisang yang di namakan pisang sewu yang berarti seribu, jadi bubur suro ini terbuat dari 1000 macam sayuran dan buah-buahan. Mitos yang berjembang pun menyebutkan bahwa kita harus memakan bubur suro ini agar mendapatkan barokahnya. Maka dari itu seringnya adat kebiasaan ini di lakukan tidak menutup kemungkinan kesenian ini akan tergeser dengan melihat atmosfer pola fikir yang berkembang pada jaman sekarang.
Kabupaten Sumedang sebagai kota yang berbudaya sesuai dengan
selogannya “ Sumedang Puseur Budaya Sunda “, memberi ruang kepada Dinas Budaya dan Pariwisata dan Dinas Pendidikan untuk memuat materi yang dipelajari di persekolahan. Materi tersbut terdapat dalam kurikulum mata pelajaran Seni Budaya yaitu Seni Tradisi yang di dalamnya mengajarkan dan
(20)
mengenalkan Kesenian daerah setempat. Sejalan dengan hal diatas Ganjar Kurnia dalam Majalah Pendidikan UPI ( 2010: 9) menyebutkan bahwa fungsi puseur budaya juga bisa diterapkan di sekolah. Fungsi yang pertama menjadi trend-setter mungkin untuk fungsi yang pertama ini susah dijangkau. Tapi fungsi yang kedua yaitu sekolah menjadi tempat untuk menjalankan proses kaderisasi calon-calon yang akan mempelajari kesenian, maka fungsi yang kedua ini mudah untuk dijalankan.
Perwujudan Kebudayaan Kewarganegaraan dapat difasilitasi dalam dunia pendidikan formal. Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal, dimana sekolah merupakan alat transformasi budaya. Sehubungan lingkungan kegiatan kesenian sudah mulai menyusut keberadannya, maka lembaga yang paling strategis untuk menghidupkan kembali iklim kesenian tiada lain adalah sekolah. Seperti yang telah disebutkan diatas bahwa kurikulum yang memuat tentang kesenian daerah sudah pasti dipelajari, selain dari itu untuk lebih menghidupkan kegiatan kesenian di sekolah bisa diwujudkan dalam ekstra kurikuler. Pendidikan Kewarganegaraan persekolahan ( School Civic ) harus bercirikan budaya ke-Indonesiaan yang ideal. Dalam penelitian ini SMA Negeri Rancakalong harus menjadi wadah bagi pengembangan budaya kewarganegaraan. SMA Negeri Rancakalong menerapkan tari Tarawangsa dalam pokok materi seni tradisi daerah setempat. Secara historis tari tarawangsa yang lahir dan berkembang di Kecamatan Rancakalong lebih diutamkan untuk dipelajari, disamping pengajar dan para peserta didik sama-sama berdomisili di Rancakalong maka memiliki partisipasi aktif antar individu yang berada pada lingkungan yang saling
(21)
menguntungkan dalam hal mendidik, dapat mewujudkan lingkungan sekolah yang baik dan kondusif.
Tarawangsa dapat menjadi budaya nasional yang beridiologikan Pancasila. Nilai-nilai yang terkandung dalam sila Pancasila merupakan substansi budaya kewarganegaraan ( Civic Cultur ). Nilai yang paling dominan dalam seni tari Tarwangsa adalah nilai gotong royong dan nilai religi. Pengembangan budaya kewarganegaraan tidak bisa dipisahkan dari PKn yang menciptakan iklim kewarganegaraan sekolah ( School citizenship ) yang baik dan individu sebagai warga Negara yang baik ( Good citizenship). Menurut pendapat Riza Alrakhman dalam tesisnya ( 2008:5 ) budaya kewarganegaraan yang ideal di lingkungan sekolah merupakan sistem sosio-edukatif yang terkandung dari konsepsi dan kemitraan terwujudnya semangat kebangsaan dan cinta tanah air.
Penelitian yang dilakukan di SMA Negeri Rancakalong dianggap sudah menjalankan kebijakan Pemerintah Daerah untuk menerapkan materi ajar tentang seni tradisi daerah setempat. Walaupun kebijakan ini baru diterapkan tetapi SMA Negeri Rancakalong sudah menerapkan seni tradisi dalam mata pelajaran seni budaya jauh sebelum kebijakan ini di sosialisasikan. Tarawangsa yang dipilih untuk dipelajari sebagai tarian daerah setempat mampu memotivasi para peserta didik untuk melestarikan budaya lokal serta toleran terhadap budaya nasional dan mewujudkan Warga Negara yang baik dan cerdas juga cinta tanah air.
Dalam upaya mengatasi pergeseran nilai budaya yang demikian meluas maka perlu mencari dan menciptakan konsepsi kebudayaan yang terencana, jelas dan dapat dilakukan secara kolektifdalam setiap gerakan cultur, oleh karena
(22)
gerakan kultur adalah evolusi berjamaah bukan munfaridah, ilmuan, politsi dan lai-lain ibarat ikan-ikan yang hidup dalam air. Setiap individu memiliki fitrah kreativitas berjamaah, inovatif, progresif dan dinamis. Dan dari itu pula untuk menjadikan sesuatu yang ideal kita tidak harus mengesampingkan aturan yang mengikat nahkan sebaliknya kita harus bisa memiliki kiat mempertahankan sejauh kita meminta payung hukum agar kita bisa mengikat dan mampu melestarikan kekhasan budya daerah kita sendiri. Dalam hal ini harus adanya kesiapan, dorongan dan kemauan terlebih awal dalam diri kita sendiri. Namun terkadang banyak yang kita jumpai khususnya di Kabupaten Sumedang sendiri awam akan seni tari Tarawangsa. Payung regulasi dan kebijakan untuk mengatasi upaya pergesaran dan pelestarian pun merupakan faktor penting, tanpa dukungan dari yang di nomor satukan di Kabupaten Sumedang yang memiliki kewenangan, maka sistem tidak akan memiliki kekuatan legal dalam implementasinya. Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis mengambil judul
“PELESTARIAN NILAI BUDAYA DALAM SENI TARI TARAWANGSA DI KABUPATEN SUMEDANG (Suatu Studi Pada Sekolah Sebagai Pusat Budaya) ”.
B. Rumusan Masalah
Untuk menjelaskan fokus masalah yang diteliti dalam penelitian ini, maka penulis mengidentifikasikan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana peran Dinas Pendidikan dalam upaya peningkatan kreatifitas siswa untuk pelestarian nilai budaya dalam seni Tari Tarawangsa ?
(23)
2. Bagaimanakah kebijakan sekolah terkait Tarawangsa sebagai katalisator atau media pembelajaran dan refkeksi nilai-nilai karakter bangsa yang terkandung dalam Seni Budaya di Persekolahan ?
3. Bagaimanakah peran masyarakat, dunia Pendidikan dan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata dalam upaya Pelestarian nilai Budaya dalam Seni Tari Tarawangsa?
C. Tujuan dari Penelitian
1. Untuk mengetahui sejauh mana peran Dinas Pendidikan dalam upaya pelestarian seni Tari Tarawangsa di Persekolahan.
2. Untuk mengetahui kebijakan apa yang akan di berikan sekolah terkait seni tari tarawangsa di persekolahan dan siswa mampu merefleksikan nilai-nilai karakter bangsa yang termuat dalam seni tari tarawangsa.
3. Untuk mengetahui sejauh mana peran masyarakat,dunia penidikan dan Disparbud dalam melestarikan seni tari Trawangsa di Rancakalong Kabupaten Sumedang.
D. Manfaat Penelitian
1. Dapat memberikan jawaban yang signitifkan tentang Seni Tari Tarawangsa yang ada di Rancakalong Kabupaten Sumedang dalam Persekolahan
2. Dapat dijadikan sebuah gambaran dari makna dan hakikat nilai karakter bangsa yang terkandung oleh masyarakat Rancakalong dalam Seni Tari tarawangsa sebagai penyambutan panen.
(24)
3. Sebagai bahan pengetahuan tentang sejauh mana pemerintah dan masyarakat ikut melestarikan Seni Tari Tarawangsa.
E. Definisi Operasional
Menurut Ranidar Darwis (2008:39) kata kebudayaan berasal dari bahasa Sansakerta yaitu buddhaya, yaitu bentuk jamak dari budhi yang berarti budi atau akal. Oleh karena itu kebudayaan itu secara etimologis dapat diartikan sebagai hal-halyang bersangkutan dengan budi dan akal. Dalam bahasa Inggris kebudayaan itu disebut Culture. Kata Culture itu berasal dari kata Colere dari bahasa Latin, yang berarti mengolah, mengerjakan, terutama mengolah tanah atau bertani. Kemudian dari itu arti kata tersebut berkembang menjadi Culture yang berarti sebagai segala daya dan usaha manusia untuk merobah alam.
Kebudayaan yang lahir di dalam kehidupan masyarakat mendorong kehidupan peserta didik dalam dunia persekolahan untuk menjadikan sekolah sebagai lembaga sosial-edukatif dalam pengembangan budaya kewarganegaaraan. Soemantri (2000) yang dikutip Riza (2008: 18)
menyebutkan “ dalam konteks kehidupan bermasyarakat yang berbangsa dan
bernegara, kehidupan para peserta didik dalam dunia persekolahan pada dasarnya merupkan proses pendidikan bermasyarakat dalam menyiapkan diri sebagai warga Negara. Winataputra (2001:2007) berpendapat bahwa pendidikan kewarganegaraan di persekolahan (School civic) memiliki peranan strategis dalam mewujudkan pengembangan budaya
(25)
kewarganegaraan, karena PKn merupakan salah satu modal dasar dalam mewujudkan kehidupan bermasyarakat yang berbudaya dan beradab.
Pengertian nilai (value), menurut Djahiri (1999) dalam materi ajar kurikulum 2006, adalah harga, makna, isi dan pesan, semangat, atau jiwa yang tersurat dan tersirat dalam fakta, konsep, dan teori, sehingga bermakna secara fungsional. Disini, nilai difungsikan untuk mengarahkan, mengendalikan, dan menentukan kelakuan seseorang, karena nilai dijadikan standar perilaku. Sedangkan menurut Dictionary dalam Winataputra (1989), nilai adalah harga atau kualitas sesuatu. Artinya, sesuatu dianggap memiliki nilai apabila sesuatu tersebut secara intrinsic memang berbeda.
Nilai merupakan sesuatu yang baik, yang diinginkan dicita-citakan dan dianggap penting oleh masyarakat. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Endang Soemantri (1993:2) bahwa nilai adalah suatu ide atau konsep tentang apa yang seseorang fikirkan hal penting dalam hidupnya.
Seni Jentreng atau Tarawangsa adalah kesenian yang tumbuh dari pola kehidupan bertani masyarakat Rancakalong Kabupaten Sumedang. Seni Jentreng adalah upacara ritual yang berhubungan dengan magis religius untuk menghormati Dewi Sri. Masyarakat Rancakalong menyebutnya dengan nama Kersa Nyai dengan tujuan supaya Kersa Nyai tetap tinggal dan betah di Rancakalong. Hal ini sesuai dengan kebiasaan masyarakat yang menempatkan Seni Jentreng sebagai media pokok dalam penyelenggaraan upacara Nyalin atau panen padi.
(26)
Seperti yang di kemukakan oleh Ubun Kubarsah dalam bukunya (1997:26) Tarawangsa adalah waditra jenis alat gesek terbuat dari bahan kawat sebagai sumber bunyi dan kayu sebagai wadah gema. Alat ini berperan membawakan melodi yang diiringi oleh Kacapi indung, seperti pada Pagelaran Seni Pantun Sunda, atau Ngekngek di Rancakalong Kabupaten Sumedang.
F. Asumsi
Kesenian Seni Tari Tarawangsa di Rancakalong Kabupaten Sumedang merupakan kesenian buhun yang masih sering di selenggarakan sebagai upacara Penyambutan Panen. Menurut Yus Rusyanadalam mengatakan, kondisi tradisional Sunda buhun saat ini secara berangsur mulai menghilang. “Dewasa ini generasi muda lebih menyenangi seni yang datangnya dari luar dibandingkan kesenian asli milik bangsa sendiri,” ujarnya, dalam acara Rembuk Tokoh Sunda, Menggali Akar Budaya Sunda Buhun, Senin (14-3-2013) di Aula Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Jawa Barat, Jalan R.E. Martadinata 209 Bandung. Khusunya untuk masyarakat Rancakalong dapat kita lihat anak- anak kecil yang tumbuh dewasa, anak-anak dewasa yang tumbuh remaja serta remaja sudah banyak mengenal jenis seni tari tarawangsa ini.
Apabila orang berpandangan bahwa seni tari tarawangsa mengandung unsur magis dan keluar dari ajjaran agama islam maka ditegskan olehmasyarakat Rancakalong untuk seni tari tarawangsa tidak melenceng dari ajaran agama islam kalo saja itu terjadi tidak mungkin bahkan masyarakat Rancakalong sudah lama meninggalkan tradis tseni tari tarawangsa ini. Islam adalah agama yang kokoh
(27)
dengan tujuan untuk melengkapi dan mengakhiri tradisi nenek moyang serta mengakhiri nabi-nabi secara sempurna. Apabila mengkaji falsafah budaya Kasumedangan secara mendasar, dapat terlihat adanya pandangan filsafat alam (pengetahuan alam) dan nilai-nilai kemanusiaan (humanisme). Inti dari semua pandangan tersebut di kategorikan ke dalam ilmu Kasumedangan. Untuk kesenian tari tarawangsa ini bakalan tetap ada meskipun tidak sesempurna dahulu ketika leluhhur kita serimng melakukan. dalam hal ritual pasti dari generasi kegenerasi akan ada perbedaan.
G. Hipotesis
Keterkaitan dengan masalah yang sedang di teliti, maka penulis mengajukan hipotesis yaitu melalui berbagai upaya pelestarian nilai sejarah, adat istiadat dan budaya bangsa serta pengenalan berbagai potensi pembangunan yang dimiliki daerah maka diharapkan akan muncul generasi-generasi yang tangguhyang menghargai dan menjunjung tinggi budaya sendiri serta mampu mempertahankannya di tengah terpaan budaya asing yang datang menyerbu.
H. Metode Penelitian
Penelitian Kualitatif (Qualitative research) adalah suatu penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan dan menganalisis fenomena, peristiwa, aktivitas sosial, sikap, kepercayaan, persepsi, pemikiran orang secara individual maupn kelompok bersifat .
Penelitian ini akan di lakukan di persekolahan yang berada di kabupaten sumedan dalam tingkat sekolah atas yaitu SMA Negeri 1 Sumedang.
(28)
Adapun teknik dalam pengumpulan data yaitu menggunakan :
1. Metode Observasi, melakukan pengamatan atas perilaku seseorang dengan mendengarkan berbagai ucapan mengenai berbagai ragam soal pada aparatur pemerintahan Dinas Pendidikan Kabupaten Sumedang, Dinas Budaya dan Pariwisata Kabupaten Sumedang, dan SMA Negeri Rancakalong
2. Wawancara, merupakan pertemuan dua orang untuk bertuka informasi dan ide melalui tanya jawab yang di lakukan oleh penulis dengan semua pihak yang menjadi sasaran penulis, sehinga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu.
3. Studi Pustaka, memilih dan membaca buku – buku yang berhubungan dengan usaha-usaha dalam pengelolaan data sumber-sumber pendapatan daerah.
4. Dokumentasi, sebagai salah satu buktinyata adanya penelitian melalui foto dan atau vidio shooting yang dilakukan penulis.
I. Lokasi dan Sampel Penelitian
Lokasi penelitian ini akan di lakukan di SMA Negeri Rancakalong yang beralamatkan di Jalan Raya Citungku Sumedang Jawa Barat , karena SMA Negeri Rancakalong merupakan salah satu sekolah sebagai pusat budaya. Maka penulis tertarik melakukan penelitian di SMA Negeri Rancakalong,penulis yakin bahwa SMA Negeri Rancakalong masih melestarikan budaya lokalnya.
(29)
a. Lokasi Penelitian
Lokasi yang dipilih peulis dalam penelitian ini sesuai dengan judul yang diajukan adalah yaitu di SMA Negeri 1 Rancakalong, Dinas Pendidikan Kabupaten sumedang, dan Dinas Budaya dan Pariwisata Kabupaten Sumedang.
b. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh kelas X SMA Negeri Rancakalong.
c. Sampel
Sampel penelitian ini di lakukan pada kelas X dan XI yang berjumlah kurang lebih 620.
J. Agenda Penelitian
JENIS KEGIATAN
BULAN
Orientasi Lapangan
September Oktober November Desember Januari Februari Maret
Penyusunan Proposal
(30)
Izin Penelitian
Penyampaian surat penelitian
Melakukan cross checking di
berbagai segi/item
Observasi kelapangan penyebaran instrumen penelitian
Pengolahan Data
Penyusunan akhir Laporan
(31)
Fitri Nuraini, 2013
Pelestarian Nilai Budaya Dalam Seni Tari Tarawangsa Di Kabupaten Sumedang (Suatu Studi Pada BAB III
METODE PENELITIAN
A. Makna Penelitian
Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untukmendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu,hal tersebut memiliki empat kata kunci yang perlu di perhatikan yaitu cara ilmiah, data,tujuan,dan kegunaan. Cara ilmiah yang berarti kegiatan penelitian itu di dasarkan pada ciri-ciri keilmuanyaitu rasional, empiris dan sistematis, rasional berarti kegiatan penelitian itu di lakukan dengan cara-cara yang masuk akal sehingga terjangkauoleh penalaran manusia,empiris berarti cara-cara yang dilakukan itu dapat di amati oleh indra manusia sehingga orang lain dapat mengamati dan mengetahui cara-cara yang di gunakan. Dan yang terakhir sistematis artinya proses yang digunakan dalam penelitian itu menggunakan langkah-langkah tertentu yang bersifat logis.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Dalam penelitian yang menggunakan pendekatan kualitatif, peneliti tidak menggunakan instrumen yang berbentuk statistik. Dalam pendekatan ini, penelitian mencoba untuk mendeskripsikan kejadian atau fenomena yang ada kemudian dilakukan proses interpretasi terhadap fenomena atau permasalahan tersebut. Sebagaimana dijelaskan di atas, penelitian ini menggunakan metode deskriptif.Penelitian ini mencoba untuk menggambarkan sebuah fenomena atau fakta-fakta yang berkaitan
(32)
Fitri Nuraini, 2013
Pelestarian Nilai Budaya Dalam Seni Tari Tarawangsa Di Kabupaten Sumedang (Suatu Studi Pada
dengan penelitian yang dilakukan. Di dalam penelitian ini masalah yang akan diteliti oleh penulis adalah memgenai proses pelestarian Nilai Budaya dalam Seni Tari Tarawangsa oleh siswa sebagai anak didik dalam persekolahan sebagai pusat budaya.
Setelah mendapatkan informasi atau data yang diperlukan, peneliti akanmelakukan analisis terhadap informasi tersebut yang kemudian akan dilakukan tahap interpretasi terhadap informasi atau fakta-fakta yang ditemukan.
Menurut Sugiyono(1994:1), Penelitian adalah terjemahan dari search yang berarti suatu upaya atau pekerjaan untuk mencari kemabali yang di lakukan melalui suatu metode tertentu dan dengan cara hati-hati, sistematis serta sempurna terhadap permasalahan, sehingga dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah.
Sedangkan penelitian ilmiah dapat di definisikan sebagai penelitian yang sistematis, terkontrol, empiris, dan penyelidikan krisis dari proposisi-proposisi hipotesis tentang hubungan yang diperkirakan antara gejala alam. Kegiatan penelitian dilaksanakan dengan tujuan tertentu, pada umumnya tujuan penelitian dapat dikelompokkan menjadi tiga hal yaitu; menemukan, membuktikan dan mengembangkan pengetahuan tertentu. Tentunya dari ketiga hal diatas, maka implikasi dari suatu penelitian dapat digunakan untuk memahami, memecahkan serta mengantisipasi masalah.
Metode sendiri memiliki pengertian dalam (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1989:581) adalah “cara yang teratur dan berpikir baik-baik untuk mencapai suatu hasil atau maksud, cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang di tentukan.”
(33)
Fitri Nuraini, 2013
Pelestarian Nilai Budaya Dalam Seni Tari Tarawangsa Di Kabupaten Sumedang (Suatu Studi Pada
Beberapa makna penelitian yang dikutip penulis dari skripsi Riyana (2008: 18) :
1. Manusia di dalam kehidupannya selalu dihadapkan kepada masalah, tantangan, ancaman, kesulitan, baik di dalam dirinya, keluarganya, masyarakat sekitarnya serta di lingkungan kerjanya.
2. Manusia memiliki dorongan untuk mengetahui atau curiousity. Manusia selalu bertanya, apa itu, bagaimana itu, mengapa begitu, dansebagainya. 3. Manusia merasa tidak puas dengan apa yang telah dicapai, dikuasai, dan
dimilikinya, ia selalu ingin yang lebih baik, lebih sempurna, lebih kemudahan, selalu ingin menambah dan meningkatkan “kekayaan” dan fasiltas hidupnya.
4. Karena pengetahuan, pemahaman dan kemampuan manusia sangat terbatas, di bandingkan dengan lingkungannya yang begitu luas. Banyak hal yang tidak diketahui, tidak dipahami, tidak jelas dan menimbulkan keraguan dan pertanyaan bagi dirinya. Ketidaktahuan, ketidakpahaman, dan ketidakjelasan, seringkali menimbulkan kecemasan, rasa takut, rasa terancam.
Data yang diperoleh melalui penelitian itu adalah data empiris (teramati) yang mempunyai kriteria tertentu yang valid. Valid menunjukan derajat ketepatan antara data yang sesungguhnya terjadi pada obyek dengan data yang dapat di kumpulkan oleh peneliti. Setiap penelitian mempunyai tujuan dan kegunaan tertentu secara umum tujuan penelitian ada tiga macam yaitu yang bersifat penemuan berarti data yang diperoleh dari penelitian itu adalah data yang betul-betul baru yang sebelumnya belum pernah diketahui,pembuktian berarti data yang diperoleh itu digunakan untuk membuktikan adanya keraguan-keraguan terhadap informasi atau pengetaguan tertentu dan pengembangan yang berarti memperdalam dan memperluas pengetahuan yang telah ada.
Melalui penelitian manusia dapat menggunakan hasilnya, data yang telah diperoleh dapat digunakan untuk memahami, memecahkan, dan
(34)
Fitri Nuraini, 2013
Pelestarian Nilai Budaya Dalam Seni Tari Tarawangsa Di Kabupaten Sumedang (Suatu Studi Pada
mengantisipasi masalah. Memahami berarti memperjelas suatu masalah atau informasi yang tidak diketahui dan selanjutnya menjadi tau, memecahkan berarti meminimalkan atau menghilangkan masalah,dan mengantisipasi berarti mengupayakan agar masalah tidak terjadi.
B. Penelitian Kualitatif
Penulis memilih metode dalam penelitiannya yaitu metode penelitian deskriptif -analitik. Metode deskriptif-analitik merupakan metode yang digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara trianggulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi”, Menurut Sugiyono (2011:7 ):
“Penelitian Kualitatif (Qualitative research) adalah suatu penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan dan menganalisis fenomena, peristiwa, aktivitas sosial, sikap, kepercayaan, persepsi, pemikiran orang secara individual maupn kelompok bersifat induktif”.
Penelitian kualitatif digunakan untuk mendapatkan data yang mendalam, suatu data yang mengandung makna. Makna adalah data yang sebenarnya, data yang pasti yang merupakan suatu nilai dibalik data yang tampak. Oleh karena itu dalam penelitian kualitatif tidak menekankan pada generalisasi, akan tetapi lebih menekankan pada makna.
Bogdan dan Taylor (1975) dalam Moleong (2000:130) mengatakan bahwa
(35)
Fitri Nuraini, 2013
Pelestarian Nilai Budaya Dalam Seni Tari Tarawangsa Di Kabupaten Sumedang (Suatu Studi Pada
deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang atau perilaku yang
diamati”.
Penelitian kualitatif dalam melakukan pengumpulan data terjadi interaksi antara peneliti data dengan sumber data. Dalam interaksi ini baik peneliti maupun sumber data memiliki latar belakang, pandangan, keyakinan, nilai-nilai, kepentingan dan persepsi berbeda-beda, sehingga dalam pengumpulan data, analisis, dan pembuatan laporan akan terikat oleh nilai masing-masing.
Berdasarkan karakteristik penelitian kualitatif menurut Bogdan dan Biklen (1982) yang di kutip oleh Sugiyono (2011:13) adalah sebagai berikut :
Dilakukan pada kondisi yang alamiah, (sebagai lawannya adalah eksperimen), langsung ke sumber data dan peneliti adalah instrument kunci,
Peneliti kualitatif lebih bersifat deskriptif. Data yang terkumpul berbentuk kata-kata atau gambar, sehingga tidak menekankan pada angka,
Peneliti kualitaif lebih menekankan pada proses dari pada produk atau outcome,
Peneliti kualitaif melakukan analisis data secara induktif,
Penelitian kualitatif lebih menekankan makna (data dibalik yang teramati).
Erickson dalam Susan Stainback (2003) yang dikutip oleh Sugiyono (2011:14) menyatakan bahwa ciri-ciri penelitian kualitatif adalah sebagai berikut :
1. Intensive, long term participation in field setting
2. Careful recording of what happens in the setting by writing field notes and interview notes by collecting other kinds of documentary evidence
(36)
Fitri Nuraini, 2013
Pelestarian Nilai Budaya Dalam Seni Tari Tarawangsa Di Kabupaten Sumedang (Suatu Studi Pada
3. Analytic reflection on the documentary records obtained in the field
Reporting the result by means of detailed descriptions, direct quotes from interview, and interpretative commentary
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini juga adalah metode penelitian studi kasus.Danial dan Warsiah (2009:63) :
“Metode penelitian studi kasus atau metode kasus dan lapangan (case and field studies) ini merupakan metode yang intensif dan teliti tentang pengungkapan latar belakang, status, dan interaksi lingkungan terhadap individu, kelompok, institusi dan komunitas masyarakat tertentu”.
Setelah memasuki obyek peneliti kualitatif akan terlihat segala sesuatu yang ada di tempat itu yang masih bersifat umum. Pada tahap ini disebut tahap orientasi atau deskripsi, dengan grand tour question, pada tahap ini juga peneliti mendeskripsikan apa yang dilihat,didengar,dirasakan,dan ditanyakan.
Pada tahap berikutnya disebut tahap reduksi atau fokus pada proses ini peneliti mereduksi data yang ditemukan pada tahap sebelumnya untuk memfokuskan pada masalah tertentu,peneliti juga menyortir data dengan cara memilih mana data yang menarik, penting, berguna, dan baru. Selanjutnya tahap selection tahap ini peneliti menguraikan fokus yang telah ditetapkan menjadi lebih rinci. Setelah peneliti melakukan analisis yang mendalam terhadap data dan di informasi yang telah diperoleh, maka peneliti dapat menemukan tema dengan cara mengkonstruksikan data yang diperoleh menjadi suatu bangunan pengetahuan, hipotesis atau ilmu yang baru.
(37)
Fitri Nuraini, 2013
Pelestarian Nilai Budaya Dalam Seni Tari Tarawangsa Di Kabupaten Sumedang (Suatu Studi Pada
Hasil dari penelitian kualitatif, bukan sekedar menghasilkan data atau informasi yang sulit cari melalui metode kuantitatif, tetapi juga harus mampu menghasilkan informasi-informasi yang bermakna, bahkan hipotesis atau ilmu baru yang dapat digunakan untuk membantu mengatasi masalah dan meningkatkan tarap hidup manusia.
Menurut Sugiyono (2011:9) untuk memenuhi metode penelitian kuantitatif dan kualitatif secara lebih mendalam, maka harus diketahui perbedaannya. Hal ini akan di tunjukan pada table berikut.
KUANTITATIF KUALITATIF
Eksperimental Non
Eksperimental
Interaktif Non Interaktif
Eksperiment al murni Eksperiment al kuasi Eksperiment al lemah Subjek tunggal Deskriptif Komparatif Korelasion al Survai Ekspos fakto Tindakan Etnografis Historis Fenomenol ogis Studi kasus Teori dasar Studi kritis Analisis konsep Analisis kebijakan Analisis historis
Tabel 3: Metode Kuantitatif dan Kualitatif
Dari pendapat para ahli diatas dapat penulis simpulkan bahwa sebuah penelitian yang merupakan penelitian stusi kasus yaitu mengalami fenomena-fenomena di lapangan dimana subyek penelitiannya berupa orang,
(38)
Fitri Nuraini, 2013
Pelestarian Nilai Budaya Dalam Seni Tari Tarawangsa Di Kabupaten Sumedang (Suatu Studi Pada
kelompok atau komunitas. Dengan metode penelitian studi kasus diharapkan mampu menjawab berbagai pertanyaan yang menyangkut tentang Pelestarian Nilai Budaya Dalam Seni Tari Tarawangsa Di
Kabupaten Sumedang.
C. Karakteristik dan Langkah-langkah Penelitian
Adapun proses penelitian kualitatif rancangan penelitiannya di ibaratkan oleh Bogdan Sugiono (2011:19) seperti orang mau piknik, sehingga ia baru tau tempat yang akan dituju tetapi belum tentu tau pasti apa yang ada ditempat itu. Ia akan tau setelah memasuki obyek dan membaca informasi tertulis, dapat dikemukakan bahwa walaupun peneliti kualitatif belum memiliki masalah, atau keinginan yang jelas tetapi dapat langsung memasuki obyek atau lapangan.
Adapun langkah-langkah penggunaan metode menurut Sugiyono (2011: 298) sebagai berikut :
1) Mengidentifikasi Masalah
Kegiatan penelitian dimulai dengan mengidentifikasi isu-isu dan masalah-masalah penting (esensial), hangat (actual), dan mendesak (krusial) yang dhadapi saat ini, dan paling banyak arti atau kegunaannya bila isu atau masalah tersebut diteliti.
2) Merumuskan dan Membatasi Masalah
Perumusan masalah merupakan perumusan dan pemetaan faktor-faktor, atau variabel-variabel yang terkait dengan fokus masalah.
(39)
Fitri Nuraini, 2013
Pelestarian Nilai Budaya Dalam Seni Tari Tarawangsa Di Kabupaten Sumedang (Suatu Studi Pada
Mengkaji teori-teori yang mendasari penelitian,dalam studi kepustakaan juga di kaji hal-hal yang bersifat empiris bersumber dari temuan-temuan penelitian terdahulu.
4) Merumuskan Hipotesis atau Pertanyaan Penelitian 5) Menentukan Desain dan Metode Penelitian
6) Menyusun Instrumen dan Mengumpulkan Data 7) Menganalisis Data dan Menyajikan Hasil
8) Menginterpretasikan Temuan, Membuat Kesimpulan dan Rekomendasi
Dari beberapa langkah-langkah metode diatas ada beberapa karakteristik yang dapat diberikan penjelasan sebagai berikut :
1. Objektifititas
Objektivitas dicapai melalui keterbukaan, terhindar dari bias dan subkjektivitas.
2. Ketepatan
Secara teknis instrument pengumpulan datanya harus memiliki validitas dan reliabilitas yang memadai, desain penelitian, pengambilan sampel dan teknik analisisnya tepat.
3. Verifikasi
Dalam arti dikonfirmasikan, drevisi dan diulang dengan cara yang sama atau berbeda.
4. Penjelasan Ringkas
Tujuan akhir dari penelitian adalah mereduksi realita yang kompleks dke dalam penjelasan yang singkat.
5. Empiris
Empiris berarti berdasarkan pengalaman praktis. Dalam penelitian empiris kesimpulan didasarkan atas kenyataan-kenyataan yang diperoleh dengan menggunakan metode penelitian yang sistematik, bukan berdasarkan pendapat atau kekuasaan.
(40)
Fitri Nuraini, 2013
Pelestarian Nilai Budaya Dalam Seni Tari Tarawangsa Di Kabupaten Sumedang (Suatu Studi Pada
Penalaran merupakan proses berpikir, menggunakan prinsip-prinsip logika deduktif atau induktif.
D. Fokus Penelitian
Dalam penelitian kualitatif seperti yang telah dikemukakan di atas, rumusan masalah yang merupakan fokus penelitian masih bersifat sementara dan akan berkembang setelah peneliti masuk lapangan atau situasi sosial tertentu. Namun dengan demikian setiap peneliti baik peneliti kuantitatif maupun kualitatif harus membuat rumusan masalah. Pertanyaan peneliti kualitatif dirumuskan dengan maksud untuk memahami gejala yang kompleks dalam kaitannya dengan aspek-aspek lain (in context). Peneliti yang menggunakan pendekatan kualitatif, pada tahap awal penelitiannya, kemungkinan belum memiliki gambaran yang jelas tentang aspek-aspek masalah yang akan ditelitinya.
Seperti yang sudah dijelaskan diatas, bahwa fokus utama dalam penelitian ini adalah tentang pelestarian nilai yang terkandung dalam seni tari Tarawangsa pada persekolahan sebagai pusat budaya. Penelitian yang awal mulanya akan di laksanakan di SMA Negeri 1 Sumedang, sekarang akan adanya perbandingan dengan SMA Negeri Rancakalong, dikarenakan di SMA Negeri Rancakalong sudah dibelajarkan tentang tarian Tarawangsa. Sesuai dengan kurikulum yang memuat materi ajar seni tradisi daerah setempat, SMA Negeri Ramcakalong menjadi pelopor pertama yang memasukan seni tari
(41)
Fitri Nuraini, 2013
Pelestarian Nilai Budaya Dalam Seni Tari Tarawangsa Di Kabupaten Sumedang (Suatu Studi Pada
tarawangsa untuk dipelajari oleh peserta didik. Selain sebagai materi pelajaran, seni tari tarawangsa juga dimasukan dalam ekstrakurikuler di sekolah.
Berbicara teori dalam penelitian kualitatif yang bersifat holistik, jumlah teori yang harus dimiliki oleh peneliti kualitatif jauh lebih banyak karena harus disesuaikan dengan fenomena yang berkembang di lapangan. Teori bagi peneliti kualitatif akan berfungsi sebagai bekal untuk bisa memahami konteks sosial secara lebih luas dan mendalam. Peneliti kualitatif harus bersifat perspektif emic artinya memperoleh data bukan sebagaimana seharusnya, bukan berdasarkan apa yang difikirkan oleh peneliti, tetapi berdasarkan sebagimana adanya yang terjadi di lapangan, yang dialami, dirasakan, dan difikirkan oleh partisipan/sumber data.
Oleh karena itu penelitian kualitatif jauh lebih sulit dari penelitiankuantitaif, karena peneliti kualitatif harus berbekal teori yang luas sehingga mampu menjadi human instrument yang baik.
Dalam hal ini Borg dan Gall yang di kutip oleh Sugiyono (2011:213) menyatakan bahwa “ Qualitative research is much more difficult to do well than quantitative research because the data collected are usually subjective and the
main measurement tool for collecting data is investigator himself “. Penelitian kualitatif lebih sulit bila dibandingkan dengan penelitian kuantitatif, karena data yang terkumpul bersifat subyektif dan instrument sebagai alat pengumpul data adalah peneliti itu sendiri.
Spradley dalam Sanapiah Faisal yang dikutip oleh Sugiyono (2011:209) mengemukakan empat alternatif untuk menetapkan fokus yaitu:
(42)
Fitri Nuraini, 2013
Pelestarian Nilai Budaya Dalam Seni Tari Tarawangsa Di Kabupaten Sumedang (Suatu Studi Pada
1. Menetapkan fokus pada permasalahan yang disarankan oleh informan
2. Menetapkan fokus berdasarkan domain-domain tertentu organizing domain
3. Menetapkan fokus yang memiliki nilai temuan untuk pengembangan iptek
4. Menetapkan fokus berdasarkan permasalahan yang terkait dengan teori-teori yang telah ada.
E. Karakteristik Permasalahan
Dapat penulis simpulkan dari berbagai teori yang dikutip dari Sugiyono (2011:209), bentuk-bentuk rumusan masalah berdasarkan penelitian yang di gunakan :
1. Dapat Diteliti Mencari informasi:
a. Bertanya pada responden dengan melakukan wawancara b. Melakukan observasi
c. Studi kepustakaan dengan buku, selebaran, dan dokumentasi lain yang berkaitan erat dengan masalah tenaga kerja
d. Menggunakan angket dan menyebarkan kepada responden yang terkait :
1. Mempunyai Kontrbusi Signifikan 2. Dapat Didukung dengan Data Empiris
3. Sesuai dengan Kemampuan dan Keinginan Peneliti
Setelah memasuki obyek peneliti kualitatif akan terlihat segala sesuatu yang ada di tempat itu yang masih bersifat umum. Pada tahap ini disebut tahap orientasi atau deskripsi, dengan grand tour question, pada tahap ini juga peneliti mendeskripsikan apa yang dilihat, didengar, dirasakan,dan ditanyakan.
(43)
Fitri Nuraini, 2013
Pelestarian Nilai Budaya Dalam Seni Tari Tarawangsa Di Kabupaten Sumedang (Suatu Studi Pada
Pada tahap berikutnya disebut tahap reduksi atau fokus pada proses ini peneliti mereduksi data yang ditemukan pada tahap sebelumnya untuk memfokuskan pada masalah tertentu, peneliti juga menyortir data dengan cara memilih mana data yang menarik, penting, berguna, dan baru. Selanjutnya tahap selection tahap ini peneliti menguraikan fokus yang telah ditetapkan menjadi lebih rinci. Setelah peneliti melakukan analisis yang mendalam terhadap data dan di informasi yang telah diperoleh, maka peneliti dapat menemukan tema denagn cara mengkonstruksikan data yang diperoleh menjadi suatubangunan pengetahuan,hipotesis atau ilmu yang baru.
Hasil dari penelitian kualitatif,bukan sekedar menghasilkan data atau informasi yang sulit cari melalui metode kuantitatif, tetapi juga harus mampu menghasilkan informasi-informasi yang bermakna, bahkan hipotesis atu ilmu baru yang dapat digunakan untuk membantu mengatasi masalah dan meningkatkan taraf hidup manusia.
F. Instrumen Penelitiandan Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian kualitatif instrument utamanya adalah peneliti sendiri, namun selanjutnya setelah fokus penelitian menjadi jelas, maka kemungkinan akan dikembangkan instrument penelitian sederhana, yang diharapkan dapat melengkapi data dan membandingkan dengan data yang telah ditemukan melalui observasi dan wawancara. Peneliti akan terjun ke lapangan sendiri, baik pada grand tour question, tahap focused and selection, melakukan
(44)
Fitri Nuraini, 2013
Pelestarian Nilai Budaya Dalam Seni Tari Tarawangsa Di Kabupaten Sumedang (Suatu Studi Pada
pengumpulan data, analisis dan membuat kesimpulan. Jadi peneliti adalah merupakan instrument kunci dalam penelitian kualitatif.
Dalam penelitian kualitatif, akan terjadi tiga kemungkinan terhadap masalah yang dibawa oleh peneliti dalam penelitian. Yang Pertama masalah yang dibawa oleh peneliti tetap, sehingga sejak awal sampai akhir peneliti sama. Yang kedua masalah yang dibawa peneliti setelah memasuki penelitian berkembang yaitu memperluas atau memperdalam masalah yang telah disiapkan.Yang ketiga masalah yang dibawa peneliti setelah memasuki lapangan berubah total, sehingga harus ganti masalah.
Menurut Nasution (2003:33), tahap-tahap penelitian dalam penelitian kualitatif tidak memiliki batas-batas yang tegas sebab fokus penelitian dapat mengalami perubahan, jadi bersifat emergent. Dalam hal ini instrument penelitian kualitatif, Lincoln and Guba yang di kutip Sugiyono (2011:223) menyatakan bahwa :
“The instrument of choice in naturalistic inquiry is the human. We
shall see that other forms of instrumentations may be used in later phases of the inquiry, but the human is the initial and continuing mainstay. But if the human instrument has been used extensively in earlier stages of inquiry, so that an instrument can be constructed that is grounded in the data that the
human instrument has product”.
Selanjutnya menurut Nasution yang di kutip oleh Sugiyono (2011:223) menyatakan :
“ Dalam penelitian kualitatif, tidak ada pilihan lain dari pada
menjadikan manusia sebagai instrument penelitian utama. Alasannya ialah bahwa, segala sesuatunya belum mempunyai bentuk yang pasti. Masalah, fokus penelitian, prosedur penelitian, hipotesis yang digunakan, bahkan hasil
(45)
Fitri Nuraini, 2013
Pelestarian Nilai Budaya Dalam Seni Tari Tarawangsa Di Kabupaten Sumedang (Suatu Studi Pada
yang diharapkan, itu semuanya tidak dapat ditentukan secara pasti dan jelas sebelumnya. Segala sesuatu masih perlu dikembangkan sepanjang penelitian itu. Dalam keadaan yang serba tidak pasti dan tidak jelas itu, tidak ada pilihan lain dan hanya peneliti itu sendiri sebagai alat satu-satunya yang
dapat mencapainya “.
Maka dapat penulis simpulkan dari pernyataan diatas bahwa dalam penelitian kualitatif yang menjadi instrument itu adalah penulis sendiri dan apabila permasalahannya sudah jelas maka dapat dikembangkan sutu instrument. Kualitas instrumen penelitian berkenaan dengan validitas dan reliabilitas instrument dan kualitas pengumpulan data berkenaan ketepatan cara-cara yang digunakan untuk mengumpulkan data. Pengumpulan data dapat dilakukan dalam berbagai setting,sumber dan cara.
Selanjutnya media pengumpul data dapat dilakukan dalam berbagai setting, adapun macam-macam teknik pengumpulan data sebagai berikut :
1. Observasi
Observasi sebagai teknik pengumpulan data yang mempunyai ciri yang spesifik bila dibandingkan dengan teknik yang lainnya, yaitu wawancara dan kuesioner. Sedangkan wawancara dan kuesioner selalu berkomunikasi dengan orang, maka observasi tidak terbatas pada orang, tetapi juga obyek-obyek alam yang lain.
Sutrisno Hadi yang di kutip oleh Sugiyono (2011:145) mengemukakan bahwa, observasi merupakan suatu proses yang kompleks, suatu proses yang tersusun dari berbagai proses biologi dan phisiologis. Dua diantara yang terpenting adalah proses-proses pengamatan dan ingatan.
Nasution Nasution (2003:122) mengungkapkan bahwa dengan berobservasi dapat kita peroleh gambaran yang lebih jelas tentang kehidupan sosial yang sukar diperoleh dengan metode lain.
(46)
Fitri Nuraini, 2013
Pelestarian Nilai Budaya Dalam Seni Tari Tarawangsa Di Kabupaten Sumedang (Suatu Studi Pada
Teknik pengumpulan data dengan observasi digunakan bila, penelitian berkenaan dengan perilaku manusia, proses kerja, gejala-gejala alam dan bila responden yang diamati tidak terlalu besar.
Dari segi proses pelaksanaan pengumpulan data, observasi dapat dibedakan menjadi participant observation (observasi berperan serta) dan non participant observation, selanjutnya dari segi instrumentasi yang digunakan, maka observasi dapat dibedakan menjadi observasi terstruktur dan tidak terstruktur.
a. Observasi Berperan Serta (Participant observation)
Dalam observasi ini, peneliti terlibat dengan kegiatan sehari-hari orang yang sedang diamati atau yang digunakan sebagai sumber data penelitian. Sambil melakukan pengamatan, peneliti ikut melakukan apa yang dikerjakan oleh sumber data, dan ikut merasakan suku dukanya. Dengan observasi partisipan ini, maka data yang diperoleh akan lebih lengkap, tajam, dan sampai mengetahui pada tingkat makna dari setiap perilaku yang nampak.
b. Observation Nonpartisipan
Kalau dalam observasi partisipan peneliti terlibat langsung dengan aktivitas orang-orang yang sedang diamati, maka dalam observasi nonpartisipan peneliti tidak terlibat dan hanya sebagai pengamat independen. Pengumpulan data dengan nonpartisipan ini tidak akan mendapatkan data
(47)
Fitri Nuraini, 2013
Pelestarian Nilai Budaya Dalam Seni Tari Tarawangsa Di Kabupaten Sumedang (Suatu Studi Pada
yang mendalam dan tidak sampai pada tingkat makna. Makna adalah nilai-nilai di balik perilaku yang tampak, yang terucapkan dan yang tertulis.
Observasi Terstruktur
Observasi terstuktur adalah observasi yang telah dirancang secara sistematis, tentang apa yang akan diamati, kapan dan dimana tempatnnya. Jadi observasi terstruktur dilakukan apabila peneliti telah tahu dengan pasti tentang variabel apa yang akan diamati. Dalam melakukan pengamatan peneliti menggunakrnstan instrument penelitianyang telah teruji validitas dan reliabilitas.
Observasi Tidak Terstruktur
Observasi tidak terstruktur adalah observasi yang tidak dipersiapkan secara sistematis tentang apa yang akan diobservasikan. Hal ini dilakukan karena peneliti tidak tahu secara pasti tentang apa yang akan diamati. Dalam melakukan pengamatan peneliti tidak menggunakan instrument yang telah baku, tetapi hanya berupa rambu-rambu pengamatan.
2. Wawancara
Teknik pengumpulan data ini mendasarkan diri pada laporan tentang diri sendiri atau self-report,atau setidak-tidaknya pada pengetahuan dan atau keyakinan pribadi. Sutrisno Hadi yang di kutip oleh Sugiono (2011:138) mengemukakan bahwa anggapan yang perlu dipegang oleh peneliti dalam menggunakan metode wawancara dan kuesioner (angket) adalah sebagai berikut:
(48)
Fitri Nuraini, 2013
Pelestarian Nilai Budaya Dalam Seni Tari Tarawangsa Di Kabupaten Sumedang (Suatu Studi Pada Bahwa subyek (responden) adalah orang yang paling tau tentang
dirinya sendiri
Bahwa apa yang dinyatakan oleh subyek kepada peneliti adalah benar dan dapat dipercaya
Bahwa interpretasi subyek tentang pertanyaan-pertantaan yang diajukan peneliti kepadanya adalah sama dengan apa yang dimaksudkan oleh peneliti
Sebagaimana dikemukakan Nasution (2003:72)
“wawancaraialah tanya jawab lisan antara dua orang atau lebih secara langsung. Pewawancara disebut interviewer, sedangkan orang yang diwawancara disebut interviewee”.
Wawancara dapat dilakukan secara terstruktur maupun tidak terstruktur. Selanjutnya Esterberg (2002) dalam Sugiyono (2011: 233) mengemukakan beberapa macam wawancara:
1. Wawancara Terstruktur
Wawancara terstruktur digunakan sebagai teknik pengumpulan data,bila peneliti mengetahui dengan pasti tentang informasi apa yang diperoleh oleh karena itu dalam melakukan wawacara peneliti menyiapkan instrument berupa pertanyaan-pertanyaan. Dalam melakukan wawacara selain harus membawa instrument sebagai pedoman untuk wawancara maka pengumpulan data juga dapat menggunakan alat bantu seperti tape recorder,gambar,brosur dan material lainnya.
2. Wawancara Tidak Struktur
Wawancara tidak terstruktur adalah wawancara yang bebas dimana peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara sitematis dan lengkap untuk pengumpulan datanya.Wawancara tidak terstruktur
(49)
Fitri Nuraini, 2013
Pelestarian Nilai Budaya Dalam Seni Tari Tarawangsa Di Kabupaten Sumedang (Suatu Studi Pada
atau terbuka sering digunakan dalam penelitian pendahuluan atau malahan untuk penelitian yang lebih mendalam tentang responden. Untuk mendapatkan informasi yang lebih dalam tentang responden,maka peneliti dapat juga menggunakan wawancara tidak struktur.
Menurut Esterberg (2002) dalam Sugiyono (2011:231) mendefinisikan interview sebagai berikut. “a meeting of two persons to exchange information and idea through question and responses, resulting in
communication and joint construction of meaning about a particular topic”.
Wawancara adalah merupakan pertemuan dua orang untuk bertuka informasi dan ide melalui tanya jawab, sehinga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu.
3. Dokumentasi
Studi dokumentasi merupakan salah satu sumber data penelitian kualitatif yang sudah lama di gunakan, karena begitu bermanfaat. Menurut Sugiono ( 2007:22) “ Catatan peristiwa yang sudah berlalu, dukumentasi biasa berbentuk tulisan, gambar atau karya-karya monumental dari
seseorang”. Selanjutnya menurut Nasution (2003:85) studi dokumentasi ialah pengambilan data yang diperoleh melalui dokumen-dokumen.
4. Studi Pustaka
Menurut Cahyono (1996:18), mengatakan bahwa studi kepustakaan adalah landasan teoritis dari permasalahan penelitian yang di lakukan bukan kegiatan yang bersifat cash and error tetapi menunjukan jalan pemecahan. Selanjutnya untuk menambah referensi penulis memilih dan membaca buku – buku yang berhubungan dengan kebudayaan dan nilai-nilai juga tentang tari tarawangsa yang ada di kabupaten sumedang.
(50)
Fitri Nuraini, 2013
Pelestarian Nilai Budaya Dalam Seni Tari Tarawangsa Di Kabupaten Sumedang (Suatu Studi Pada
5. Metode Literatur
Yakni mencari data di internet untuk melengkapi karya tulis.Kalau dalam penelitian kuantitatif masalah yang akan dipecahakan melalui penelitian harus jelas, spesifik, dan dianggap tidak berubah, tetapi dalam penelitian kualitatif masalah yang dibawa oleh peneliti masih remang-remang, bahkan gelap kompleks dan dinamis. Oleh karena itu, masalah dalam penelitian kualitatif masih bersifat sementara, tentatif dan akan berkembang atau berganti setelah berada di lapangan.
6. Catatan lapangan (field note)
Salah satu pendukung selama berlangsungnya penelitian, peneliti juga membuat catatan-catatan singkatdi lapangan. Peneliti melihat segala peristiwa yang terjadi berkenaan dengan pelestarian nilai dalam seni tari Tarawangsa yang diajarkan dalam mata pelajaran seni budaya. Menurut Bodgan dan Biklen (dalam Moleong, 2005:209) merupakan catatan tertulis mengenai apa yang didengar, dilihat, dialami, dan dipikirkan dalam rangka mengumpulkan data dalam penelitian kualitatif.
(51)
Fitri Nuraini, 2013
Pelestarian Nilai Budaya Dalam Seni Tari Tarawangsa Di Kabupaten Sumedang (Suatu Studi Pada
Validitas merupakan derajat ketepatan antara data yang terjadi pada obyek penelitian dengan daya yang dapat di laporkan oleh peneliti. Dengan
demikian data yang valid adalah data “yang tidak berbeda” antar data yang
dilaporkan oleh peneliti dengan data yang sesungguhnya terjadi pada obyek penelitan.
Dalam pengujian keabsahan data, metode penelitian kualitatif menggunakan istilah yang berbeda dengan penelitian kuantitatif. Perbedaan tersebut ditunjukkan pada tabel berikut.
Tabel istilah dalam pengujian keabsahan data antara metode kualitatif dan kuantitatif
Aspek Metode Kualitatif Metode Kuantitatif
Nilai kebenaran Validitas Internal Kredibilitas (credibility)
Penerapan Validitas Eksternal
(generalisasi)
Transferability/keteralihan
Konsistensi Reliabilitas Auditability,dependability
Naturalitas Obyektivitas Confirmability (dapat
dokonfirnasi)
Tabel 4 : Tabel istilah dalam pengujian keabsahan data antara metode kualitatif dan kuantitatif
Jadi uji keabsahan data dalam penelitian kualitatif meliputi uji credibility (validitas interbal), transferability (validitas eksternal), dependsability (reliabilitas), dan confirmability (obyektifitas).
(52)
Fitri Nuraini, 2013
Pelestarian Nilai Budaya Dalam Seni Tari Tarawangsa Di Kabupaten Sumedang (Suatu Studi Pada Uji Kredibilitas
Gambar 1: Uji Kredibilitas data dalam penelitian kualitatif
Berdasarkan hal diatas ; dengan perpanjangan pengamatan berarti penelitin kembali ke lapangan, melakukan pengamatan, wawancara lagi dengan sumber data yang pernah ditemui maupun yang baru. Pada tahap awal peneliti memasuki lapangan,peneliti masih dianggap orang asing, masih dicurigai, sehingga informasi yang di berikan belum lengkap, tidak mendalam, dan mungkin masih banyak yang dirahasiakan. Dengan perpanjangan pengamatan ini, peneliti mengecek kembali apakah data yang telah diberikan selama ini merupakan data yang sudah benar atau tidak.
Dalam perpanjangan pengamatan untuk menguji kredibilitas data penelitian ini, sebaiknya difokuskan pada pengujian terhadap data yang telah diperoleh, apakah data yang diperoleh itu setelah di cek kembali ke lapangan benar atau tidak, berubah atau tidak. Dalam meningkatkan ketentuan berarti melakukan pengamatan secara lebih cermat dan berkesinambungan. Dengan cara terebut maka kepastian data dan urutan peristiwa akan dapat di rekam
Uji kreadibiltas data
Perpanjangan
Pengamatan Peningkatan
Ketekunan Triangulasi Diskusi dengan
teman sejawat Analisis Kasus
negatif •
(53)
Fitri Nuraini, 2013
Pelestarian Nilai Budaya Dalam Seni Tari Tarawangsa Di Kabupaten Sumedang (Suatu Studi Pada
secara pasti dan sistematis. Sebagai bekal peneliti untuk meningkatkan ketekunan adalah dengan membaca berbagai referensi buku maupun hasil penelitian atau dokumentasi-dokumentasi yang terkait dengan temuan yang diteliti.
Selanjutnya triangulasi dalam pengujian kredibilitas ini diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara dan berbagai waktu. Dengan demikian terdapat triangulasi sumber,triangulasi tektik pengumpulan data dan waktu. Mengapa dengan analisis kasus negatif akan dapat meningkatkan kredibilitas? Kasus negatif adalah kasus yang tidak sesuai atau berbeda dengan hasil penelitian hingga pada saat tertentu. Melakukan analisis kasus negatef berarti peneliti mencari data yang berbeda atau bahkan bertentangan dangan data yang ditemukan. Bahan referensi,dengan bahan referensi disini yang dimaksud adalah adanya pendukung untuk membuktikan data yang ditemukan oleh peneliti.
Mengapa peneliti memakai kamera handycam dan tape? Karena supaya data yang didapat lebih dapat dipercaya. Proses terakhir adalah membecheck. Membercheck adalah proses pengecekan data yang diperoleh peneliti kepada pemberi data. Tujuannya adalah untuk mengetahui data yang diperoleh sesuai dengan apa yang diberikan oleh pemberi data. Pelaksanaan membercheck dapat dilakukan setelah satu periode pengumpulan data selesai,atau setelah mendapat suatu temuan,atau kesimpulan. Jadi dapat
(54)
Fitri Nuraini, 2013
Pelestarian Nilai Budaya Dalam Seni Tari Tarawangsa Di Kabupaten Sumedang (Suatu Studi Pada
disimpulkan oleh peneliti tujuan membercheck adalah agar informasi yang diperoleh dapat digunakan dalam penulisan laporan sesuai dengan apa yang di maksud sumber data atau informan.
H. Lokasi dan Subyek Penelitian
Lokasi dan subyek penelitian di lakukan di Kabupaten Sumedang. Mengapa penulis melakukan penelitian di Kabupaten sumedang, karena seni tari Tarawangsa masih dilestarikan oleh waraga masyarakat Rancakalong yang ada di Kabupaten Sumedang, dan merupakan kesenian lokal maka penulis ingin mengetahui apakah seni tari Tarawangsa juga di lestarikan dalam dunia pendidikan? Selanjutnya untuk melengkapi penelitian ini penulis melakukan observasi di SMA Negeri Rancakalong yang merupakan salah satu sekolah favorit dan merupakan sekolah pusat budaya, karena SMA Negeri Rancakalong memasukan mata pelajaran Seni Budaya dalam Kurikulum pembelajarannya dan di ajarkan dari mulai kela X samapai dengan kelas XII. Adapun yang dijadikan subyek dalam penelitian terdiri dari :
1. Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Sumedang
2. Kepala Seksi Kesnian DISBUDPAR Kabupaten Sumedang 3. Guru Kesenian SMA Negeri Rancakalong
4. Guru PKn SMA Negeri Rancakalong 5. Seniman Kabupaten Sumedang 6. Warga masyarakat Rancakalong
(55)
Fitri Nuraini, 2013
Pelestarian Nilai Budaya Dalam Seni Tari Tarawangsa Di Kabupaten Sumedang (Suatu Studi Pada
7. Siswa SMA Negeri 1 Rancakalong
I. Tahap Penelitian
Penelitian tentang Pelestarian Nilai Budaya dalam Seni Tari Tarawangsa di Kabupaten Sumedang perlu melakukan tahap penelitian agara pengolahan dan analisis data dapat memberikan makna terhadap data yang dikumpulkan oleh peneliti. Dalam penelitian ini, pengolahan data dan analisis melalui proses menyusun, mengkategorikan data, mencari kaitan isi dari berbagai data yang diperoleh dengan maksud untuk mendapatkan maknanya. Hal ini senada dengan pendapat Nasution dalam Ira Fatria (2012:77) bahwa “dalam penelitian kualitatif analisis data harus dimulai sejak awal. Data yang diperoleh dalam lapangan segera harus dituangkan dalam bentuk tulisan dan dianalisis”.
Oleh karena itu, dapat dijelaskan bahwa dalam pengolahan data dan menganalisis data dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut:
1. Tahap Pra Penelitian
Tahap ini dimana peneliti mencari berbagai sumber atau literature untuk pembuatan proposal penelitian dengan cara melalukan bimbingan. Selanjutnya menetapkan lokasi penelitian, yang dipilih oleh peneliti yaitu SMA Negeri Rancakalong yang beralamatkan di Jalan Raya Citungku Sumedang Jawa Barat.
Kemudian setelah ditetapkan objek penelitian, maka tahap berikutnya adalah membuat surat perijinan pra penelitian. Tahap ini dimana peneliti mengajukan maksud dan tujuan penelitiannya untuk mendapatkan informasi
(1)
termasuk Maulid Nabi sering diselenggarakan. Sudah banyak sanggar-sanggar yang didirikan di Kecamatan Rancakalong untuk menampung para generasi mempelajari seni tari tarawangsa dari anak-anak yang belum mengenal pendidikan sampai anak-anak yang sudah mengeyam pendidikan di SMA. Sejalan dengan didirikannya sanggar-sanggar beberapa seniman dari Rancakalong mempunyai rencana untuk membawa seni tari tarawangsa keluar negeri untuk kesekian kalinya.
B. SARAN
Berdasarkan dari kesimpulan diatas, saran yang dapat disampaikan dan rekomendasi dari beberapa pihak yang ikut bertanggung jawab atas Pelestarian Nilai Budaya Dalam Seni Tari Tarawangsa Di Kabupaten Sumedang, sebagai berikut :
1. Dinas Pendidikan Kabupaten Sumedang
Meningkatkan rasa cinta terhadap budaya lokal agar mampu melestarikan budaya khususnya kesenian yang ada di Kabupaten Sumedang, karena salah satu lembaga atau wadah pelestarian nilai di Kabupaten Sumedang adalah sekolah. Maka dari itu diharapkan sekolah-sekolah mampu mengembangkan
(2)
153
Fitri Nuraini, 2013
Pelestarian Nilai Budaya Dalam Seni Tari Tarawangsa Di Kabupaten Sumedang (Suatu Studi Pada Sekolah Sebagai Pusat Budaya)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
otonomi sekolahnya agar kearifan budaya lokal tetap bisa terjaga dan bisa dipelajari oleh para peserta didiknya.
2. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata
Peningkatan mutu diupayakan dengan meningkatkan kualitas proses pendidikan dan output pendidikan. Proses pendidikan ditingkatkan kualitasnya dengan meningkatkan kompetensi guru dan siswa, memperbaiki sarana dan prasarana. Selain itu untuk kesenian tari tarawangsa diharapkan sekolah-sekolah yang ada di Kabupaten Sumedang bisa menerapkan dalam mata pelajaran seni budaya agar siswa dapat mengetahui seni tarawangsa yang ada di Kecamatan Rancakalong, karena bagaimana pun seni tari tarawangsa merupakan produk Kabupaten Sumedang.
3. Jurusan Pendidikan Kewarganegaraan
Kearifan lokal merupakan kajian dari Pendidikan Kewarganegaraan, pelestarian nilai budaya yang terdapat di persekolahan sebagai pusat budaya memberikan pandangan bahwa sekolah harus mengenalkan budaya daerahnya agar para generasi penerus tidak kehilangan jati dirinya sebagai warga Negara yang berbudaya. Harus diadakannya seminar rutin tentang kearifan lokal untuk sekolah-sekolah sebagai penerapan mata pelajaran seni tradisi daerah setempat. Seperti yang sudah dilakukan oleh SMA Negeri Rancakalong tentang seminar seni tari tarawangsa.
(3)
4. Bagi Peneliti
Diharapkan seluruh generasi penerus yang ada di Kabupaten Sumedang melestarikan budaya daerah sebagai jati diri bangsa. Khususnya untuk seni tari tarawangsa yang ada di Kecamatan Rancakalong bisa dipelajari disetiap sekolah yang ada di Kabupaten Sumedang dari jenjang TK sampai dengan SMA. Dengan adanya Perda tentang Sumedang Puseur Budaya Sunda memberikan motivasi yang lebih untuk tetap melestarikan kebudayaan daerah khususnya tarawangsa, agar tarawangsa bisa dijadikan simbol kesenian khas Kabupaten Sumedang. Skripsi yang dibuat peneliti tentang Pelestarian Nilai Budaya Dalam Seni Tari Tarawangsa Di Kabupaten Sumedang (Suatu Studi Pada Sekolah Sebagai Pusat Budaya) dapat membangun motivasi untuk sekolah-sekolah lain agar dapat melestarikan kesenian daerah dalam mata pelajarannya dan para peserta didik dapat mengetahui jenis-jenis kesenian daerah yang terdapat di Kabupaten Sumedang.
5. Bagi SMA Negeri Rancakalong
Bagi SMA Negeri Rancakalong sebagai objek utama penelitian diharapkan dapat mempertahankan predikat sekolah sebagai pusat budaya dan juga mampu mengajak sekolah-sekolakh lain sesuai dengan seminar yang pernah diselenggarakan agar sekolah-sekolah lain bisa mengembangkan budaya daerahnya masing-masing. Selain itu SMA Negeri Rancakalong bisa
(4)
155
Fitri Nuraini, 2013
Pelestarian Nilai Budaya Dalam Seni Tari Tarawangsa Di Kabupaten Sumedang (Suatu Studi Pada Sekolah Sebagai Pusat Budaya)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
mencetak para alumni yang memcintai dan melestarikan budaya daerah khususnya tari Tarawangsa.
(5)
Daftar Pustaka
Black, James.2001. Metode dan Masalah Penelitian Sosial. Bandung. Refika Aditama.
Ekadjati.S.Edi. 2009. Kebudayaan Sunda Suatu Pendekatan Sejarah jilid 1. Jakarta. PT Dunia Pustaka Jaya.
Ekadjati.S.Edi. 2009. Kebudayaan Sunda Suatu jilid 2. Jakarta. PT Dunia Pustaka Jaya.
Darwis, Ranidar.2008. Hukum Adat. Bandung. CV Yasindo Multi Aspek.
Dibia, Wayan I, dkk. 2006. Tari Komunal. Jakarta. Lembaga Pendidikan Seni Nusantara.
Fikri, Jernih. (2010). Pentingnya Pelestarian nilai Budaya. [Oline]. [Tersedia] Gunawan, Heri.2012. Pendidikan Karakter. Bandung. ALFABETA CV.
Hasan, Iqbal. 2002. Poko-Poko Materi Metode Penelitian dan Aplikasinya. Jakarta. Ghalia Indonesia.
http://fikirjernih.blogspot.com/2010/03/pentingnya-pelestarian-nilai-budaya.html
http://www.sundanet.com/?p=151 [18 Januari 2012]
Ideralam Dharmawan.WD. 2004. Mitos Para Pelaku Budaya Kasumedangan. Sumedang. Paguyuban Tembong Agung.
Ideralam Dharmawan.WD. Benang Merah Sejarah Sumedang Larang. Sumedang. Kandaga Seni Budaya Sumedang.
Khasderia. (2010). Kesenian Tarawangsa. [Online].{Tersedia]
http://khasdaerah.blogspot.com/2010/03/kesenian-tarawangsa.html [18 Januar 2012i]
(6)
Fitri Nuraini, 2013
Pelestarian Nilai Budaya Dalam Seni Tari Tarawangsa Di Kabupaten Sumedang (Suatu Studi Pada Sekolah Sebagai Pusat Budaya)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
Koentjaraningrat.2009. Pengantar Ilmu Antropologi Edisi Revisi 2009. Jakarta. PT Rineka Cipta.
Moloeong, J Lexxy. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung. PT Remaja Rosdakarya.
R. Kubarsah Ubun. 1997. WADITRA. Bandung. CV. Beringin Sakti.
S.kosoh, dkk. 1994. Sejarah Daerah Jawa Barat. Jakarta. Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional.
Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&D. Bandung. ALFABETA CV.
Suhardi,dkk.1995.Corak dan Pola Kehidupan Sosial Budaya di Daerah Perbatasan. Jakarta. Proyeksi pengkajian dan pembinaan nilai-nilai budaya direktorat sejarah dan nilai tradisional direktorat jenderal kebudayaan.
Sunda.duraring.(2009). Bentuk dan Makna Simbol Pada Musik. [Oline]. [Tersedia] http://sunda-duraring.blogspot.com/2009/05/bentuk-dan-makna-simbol-pada-musik-dan.html [18 Januari 2012]
Supardan, Dadang. 2009. Pengantar Ilmu Sosial. Jakarta. PT Bumi Aksara. Soekanto Soerjano.2007. Sosiologi Satu Pengantar. Jakarta. PT Raja Grafindo Persada.