PENGARUH PENGEMBANGAN KEMELEKWACANAAN WARGA NEGARA DAN KETERAMPILAN PARTISIPASI DALAM PEMBELAJARAN KEWARGANEGARAAN TERHDAPA PARTISIPASI POLITIK SISWA.
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK……… i
ABSTRACT………. ii
LEMBAR PERNYATAAN……… iii
KATA PENGANTAR……… iv
UCAPAN TERIMA KASIH ……….. vi
DAFTAR ISI……… viii
DAFTAR TABEL……… x
DAFTAR GAMBAR………... xi
DAFTAR LAMPIRAN………... xii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian………... 1
B. Identifikasi dan Perumusan Masalah……….. 11
C. Tujuan Penelitian ……….. 12
D. Metode Penelitian……… 12
1. Teknik Pengumpulan Data………. 14
2. Populasi Penelitian………. 16
3. Sampel Penelitian……….. 17
E. Manfaat dan Signifikansi Penelitian………... 18
F. Struktur Organisasi Tesis……… 19
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN A. Kajian Pustaka………. 20
1. Civic Literacy (Kemelekwacanaan Warga)……… 20
2. Keterampilan Partisipatori……….. 28
3. Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan……. 37
a. Pendidikan Kewarganegaraan……… 37
b. Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan... 44
4. Partisipasi Politik……… 58
B. Kerangka Pemikiran……… 65
1. Civic Literacy (Kemelekwacanaan Warga)……… 65
2. Keterampilan Partisipatori……….. 72
3. Partisipasi Politik……… 75
C. Hipotesis Penelitian………. 78
1. Hipotesis Mayor………. 78
2. Hipotesis Minor……….. 78
BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian……… 79
B. Prosedur Penelitian……….. 81
C. Variabel dan Definisi Operasional……….. 82
(2)
E. Validitas dan Reliabilitas……… 92
F. Teknik Analisis Data………... 100
G. Populasi dan Sampel………... 109
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Lokasi Penelitian……… 112
1. SMAN 2 Bandung………... 112
2. SMAN 22 Bandung………. 114
3. SMAN 27 Bandung………. 116
B. Deskripsi Hasil Penelitian………... 118
C. Pembahasan Hasil Penelitian……….. 133
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan………. 159
B. Rekomendasi……….. 160
(3)
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Pembagian Cluster SMA Negeri di Kota Bandung………… 16
Tabel 2.1 Keterampilan Kemelekwacanaan Warga (Civic Literacy Skill)……… 24
Tabel 2.2 Indikator Keterampilan Partisipatoris………. 29
Tabel 3.1 Indikator Variabel………... 87
Tabel 3.2 Hasil Uji Validitas Variabel Kemelekwacanaan Warga…… 95
Tabel 3.3 Hasil Uji Validitas Variabel Keterampilan Partisipatoris….. 96
Tabel 3.4 Hasil Uji Validitas Variabel Partisipasi Politik……….. 98
Tabel 3.5 Hasil Uji Reliabilitias Awal Atas 40 Responden……… 99
Tabel 3.6 Kriteria masing-masing Variabel……… 101
Tabel 3.7 Hasil Uji Normalitas dengan Kolmogorov-Smirnov……… 103
Tabel 3.8 Hasil Uji Autokorelasi……… 104
Tabel 3.9 Hasil Uji VIF dan Nilai Tolerance………. 106
Tabel 3.10 Interpretasi Koefisien Korelasi Nilai r ……… 109
Tabel 3.11 Pembagian Cluster SMA Negeri di Kota Bandung………… 110
Tabel 4.1 Kondisi Kemelekwacanaan Warga Siswa SMA Kota Bandung……… 119
Tabel 4.2 Descriptive Statistics Kemelekwacanaan Siswa SMA Kota Bandung……….. 120
Tabel 4.3 Kondisi Keterampilan Partisipatori Siswa SMA Kota Bandung………. 122
Tabel 4.4 Descriptive Statistics Keterampilan Partisipatori Siswa SMA Kota Bandung……… 123
Tabel 4.5 Kondisi Partisipasi Politik Siswa SMA Kota Bandung…… 122
Tabel 4.6 Descriptive Statistics Partisipasi Politik Siswa SMA Kota Bandung………. 125
Tabel 4.7 Korelasi Silang Antar Variabel (N = 100)………. 126
Tabel 4.8 Koefisien Determinasi……… 129
Tabel 4.9 Hasil Uji F ……….. 130
Tabel 4.10 Hasil Analisa Regresi Berganda………. 132
Tabel 4.11 Kontribusi Kemelekwacanaan Warga dan Keterampilan Partisipatori dalam Pembelajaran PKN terhadap Partisipasi Politik Siswa……….. 149
(4)
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kerangka Berfikir Kemelekwacanaan Warga………….. 27
Gambar 2.2 Proses Pembentukan Kepekaan Politik……… 35
Gambar 2.3 Hierarki Partisipasi Politik………... 62
Gambar 2.4 Bagan Kerangka Pemikiran………. 77
Gambar 3.1 Hubungan Antar Variabel Penelitian……….. 82
Gambar 3.2 Hasil Uji Heteroskedastisitas dengan Scatterplots…….. 105
Gambar 4.1 Diagram Kondisi Kemelekwacanaan Warga Siswa SMA Kota Bandung……… 120
Gambar 4.2 Diagram Kondisi Keterampilan Partisipatori Siswa SMA Kota Bandung……… 123
Gambar 4.3 Diagram Kondisi Partisipasi Politik Siswa SMA Kota Bandung………. 125
Gambar 4.4 Diagram Pengaruh Kemelekwacanaan Warga dan Keterampilan Partisipatoris terhadap Partisipasi Politik Siswa………. 150
Gambar 4.5 Besaran koefisien korelasi variabel kemelekwacanaan warga dan keterampilan partisipatori terhadap partisipasi politik siswa……….. 151
(5)
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran I Surat Penelitian
Lampiran II Kisi-kisi Instrumen Penelitian Lampiran III Instrumen Penelitian
Lampiran IV Tabulasi Data
Lampiran V Hasil Pengolahan Data Statistik Lampiran VI Foto-foto Penelitian
(6)
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Para pelajar yang masih duduk di bangku Sekolah Menengah Atas (SMA), adalah mereka yang berumur 17 s.d 21 tahun merupakan pemilih pemula yang baru akan pertama kali mengikuti Pemilu. Jumlah dari pemilih pemula ini sangat banyak sehingga partai-partai politik seringkali memburu pemilih pemula sebagai sasaran utama kampanye politik.
Berdasarkan proyeksi dari Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2009, jumlah penduduk muda (usia di bawah 40 tahun) sekitar 95,7 juta jiwa, jumlah tersebut setara dengan 61,5 % dari penduduk usia pemilih (www.bps.go.id). Sementara, berdasarkan data Komisi Pemilihan Umum, jumlah pemilih pemula di Indonesia mencapai 30% dari 174 juta total pemilih Tahun 2009. (sumber : http://www.bbc.co.uk/indonesian/news/story/2009/04/ 090403 partai24.shtml).
Hasil penelitian Litbang Kompas menyebutkan bahwa antusiasme pemilih pemula, yaitu pemilih yang mengikuti Pemilu 2009 untuk pertama kalinya, terangkum dalam hasil jajak pendapat yang dilakukan Litbang Kompas pada 25-27 November lalu. Dari sejumlah pemilih pemula yang diwawancarai melalui telepon, terungkap bahwa mayoritas (86,4 persen) menyatakan akan menggunakan hak suara mereka dalam pemilu. Tingkat antusiasme ini termasuk paling tinggi. Pada kelompok pemilih muda lainnya, yang sudah pernah menggunakan hak suaranya, seperti kelompok usia 22-29 tahun dan 30-40 tahun,
(7)
tingkat antusiasmenya lebih rendah sekitar 5 %. Pada kelompok usia yang lebih tua, yakni 41 tahun ke atas, antusiasme untuk mengikuti pemilu dalam bentuk memberikan suara lebih rendah lagi, yaitu 79,3 persen. (www.indonesiamemilih.com)
Besarnya potensi pemilih pemula ini haruslah mendapat perhatian khusus sehingga mereka tidak hanya dimanfaatkan oleh partai politik, salah satu pemanfaatan pemilih pemula adalah pada saat kampanye mereka kerap hanya dimobilisasi oleh parpol untuk mengikuti kampanye. Selain itu partai politik yang tujuannya hanya untuk menarik suara sebanyak-banyak seringkali lupa untuk memberikan pendidikan politik yang baik kepada pemilih pemula sehingga mereka sering melupakan untuk mengingatkan kepada pemilih pemula untuk benar-benar peduli dengan Pemilu. Selain rentan dimanfaatkan oleh partai politik, pemilih pemula juga rentan akan menjadi golput, karena kepedulian mereka terhadap Pemilu masih sangat kecil.
Pemahaman mengenai pemilihan umum sangat penting guna membentuk pemilih yang cerdas. Oleh karena itu baru-baru ini Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Bandung sebagai penyelenggara pemilu bekerja sama dengan Dinas Pendidikan dan guru-guru Pendidikan Kewarganegaraan berusaha untuk melakukan sosialisasi pemilu kepada pemilih pemula di sekolah-sekolah agar siswa mengerti dan memahami hak dan kewajiban warga negara Indonesia dalam proses penyelenggaraan demokrasi, khususnya dalam pelaksanaan pemilu. Disamping itu, dengan adanya kegiatan sosialisasi ini, para pemilih pemula tersebut diharapkan dapat memiliki political awareness, political knowledge dan
(8)
political will tentang pemilu/pemilukada sehingga dapat meningkatkan angka partisipasi pemilih Kota Bandung pada pemilu/pemilukada yang akan datang.
Kepekaan seseorang terhadap politik pun berkembang sejalan dengan berlansungnya proses sosialisasi dan kepekaan politik itu dapat dipelajari dan dibelajarkan. Sekolah sebagai saana sosialisasi politik merupakan tempat yang banyak memberikan pengaruh terhadap terbentuknya kepekaan politik anak. Semakin ekstensif pendidikan seseorang, semakin banyak dia menyadari pengaruh pemerintah, untuk mengikuti politik, untuk mendapatkan informasi politik, untuk memiliki cakrawala lebih lebar mengenai opini-opini dan masalah-masalah politik, terlibat dalam diskusi-diskusi politik dengan sekumpulan orang yang lebih banyak, merasa mempunyai kemampuan yang lebih besar untuk mempengaruhi permasalahan-permasalahan politik, untuk menjadi anggota suatu organisasi dan aktif dalam suatu organisasi secara sukarela, dan memperlihatkan/menaruh kepercayaan terhadap lingkungan sosialnya, dan memperlihatkan perasaan-perasaan kepercayaan dan pada akhirnya akan mendorong seseorang untuk berpartisipasi lebih aktif. (Mas’oed dan MacAndrews dalam Sapriya & Winataputra : 2003, Almond dan Verba dalam Rush dan Althoff 2005 : 67-68)
Dalam pasal 3 Undang-undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), secara imperatif digariskan bahwa :
”Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak dan peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa , berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab
(9)
Pendidikan Kewarganegaraan menjadi mata pelajaran yang penting dalam rangka memberikan wawasan politik bagi warga negara terutama yang masih duduk dalam persekolahan. Sehingga diharapkan generasi muda memiliki sikap partisipatoris terhadap setiap kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah. Seperti disebutkan dalam Penjelasan Pasal 37 ayat (1) ”Pendidikan Kewarganegaraan dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta atanah air”. Kemudian lebih lanjut oleh Quingley, (1991 : 3) dijelaskan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan dalam demokrasi adalah pendidikan dalam pemerintahan sendiri, dan pemerintahan sendiri diartikan sebagai partisipasi aktif dalam pengaturan sendiri, bukan penerimaan pasif dalam hubungannya dengan orang lain.
Pendidikan Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan warga negara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warga negara yang cerdas, terampil dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945. Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan itu sendiri adalah sebagai berikut :
1. Berfikir secara kritis, rasional dan kreatif dalam menanggapai isu-isu kewarganegaraan
2. Berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab, dan bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara serta anti korupsi 3. Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan
karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lainnya
4. Berinteraksi degan bangsa-bangsa lain dalam pencaturan dunia secara langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi
(10)
Sehingga tujuan akhir dari adanya Pendidikan Kewarganegaraan adalah partisipasi yang bermutu dan bertanggungjawab dalam kehidupan politik dan masyarakat baik di tingkat lokal maupun nasional. Partisipasi semacam itu memerlukan kompetensi kewarganegaraan sebagai berikut: (1) penguasaan terhadap pengetahuan dan pemahaman tertentu; (2) pengembangan kemampuan intelektual dan partisipatoris; (3) pengembangan karakter atau sikap mental tertentu; dan (4) komitmen yang benar terhadap nilai dan prinsip fundamental demokrasi konstitusional.
Winataputra (2001:317-318) mengatakan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan dalam paradigma baru mengusung tujuan utama mengembangkan “civic competences” yakni civic knowledge (pengetahuan dan wawasan kewarganegaraan), civic disposition (nilai, komitmen, dan sikap kewarganegaraan), dan civic skills (perangkat kecakapan intelektual, sosial, dan personal kewarganegaraan) yang seyogyanya dikuasai oleh setiap individu warga negara. Tiga kompetensi di atas menjadi acuan yang harus dimiliki untuk mengambangkan sikap partisipatoris siswa sesuai dengan tujuan Pendidikan Kewarganegaraan di atas, karena itu dalam pembelajarannya di kelas adalah tugas guru menjadikan siswa menjadi kompeten dan partisipatori.
Dalam mewujudkan kompetensi tersebut, kemelekwacanaan warga negara (civic literacy) penting bagi peningkatan kualitas partisipasi politik karena keterlibatan rakyat dalam proses politik harus didasari pengetahuan yang memadai. Partisipasi warga negara yang dilandasi pengetahuan yang memadai diyakini akan menambah efikasinya. "The expression “civic literacy”
(11)
encapsulates the closely linked concepts of “civic engagement” (a key component of social capital for Putnam) and “literacy”
or
political knowledge. … possible ways of enhancing civic literacy in Canada under three headings: education, media use and political institutions”. (Suryadi, 2009 : 207, Milner 2001 : 7-8).Dari ungkapan di atas dapat diketahui bahwa civic literacy berhubungan dengan pengetahuan warga negara (civic knowledge). Kemelekwacanaan warga negara disini diartikan sebagai kapasitas pengetahuan dan kemampuan warga negara untuk memahami dunia politik mereka. Kemelekwacanaan warga negara juga merupakan ciri dari masyarakat madani dan keseluruhan indikator yang memungkinkan untuk membandingkan masyarakat sesuai dengan proporsi kewarganegaraannya masing-masing, yakni memiliki pengetahuan yang diperlukan untuk pilihan politik yang efektif. Dimana pengetahuan poltik tersebut bisa didapat dari dunia pendidikan, media baik eletronik maupun cetak dan institusi politik yang diantaranya adalah partai politik. Tiga poin penting ini yang berperan sangat penting memberikan pengaruh terhadap kualitas partisipasi politik siswa. Sehingga para pemilih diharapkan dapat lebih bijak untuk memilih (civic virtue) partai mana yang akan di pilihnya dalam Pemilu.
Pendidikan Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang paling menunjang untuk mendorong peningkatan civic literacy sebagaimana yang dijelaskan Milner (2001 : 22) bahwa “… the most likely method of improving levels of civic literacy is civics education” kemudian dijelaskan lebih lanjut sebagai berikut :
(12)
“The challenge is to ensure that students are inculcated with literacy skills, and encouraged to develop what the IALS calls “habits of literacy”: reading newspapers and books, using libraries, making use of different sorts of maps, writing letters”
(Tantangannya adalah memastikan bahwa siswa ditanamkan keterampilan keaksaraan dan didorong untuk mengembangkan apa yang disebut IALS sebagai “kebiasaan melek wacana” : membaca koran dan buku, menggunakan perpustakaan, memanfaatkan berbagai jenis peta, menulis surat.
Pada kenyataannya literasi ini terus berkembang, kita tidak bisa lagi menyebut literasi hanya berkaitan dengan kemampuan menulis dan membaca saja. Seiring dengan perkembangan teknologi dan informasi dengan adanya media elektronik audio visual dan internet proses pembelajaran ke arah penguatan kemelekwacanaan ini haruslah mengikuti perubahan tersebut. Metoda pembelajaran berbasis teknologi pun menjadi wajib untuk menunjang kemelekwacanaan warga negara.
Dalam KTT 21th Century Literacy Summit (Iriantara, 2009 : 10) dirumuskan kompetensi yang harus dimiliki warga negara dalam perkembangan sosial, profesional dan teknologi untuk memperkaya pengetahuan dan keterampilan kritis manusia sebagai berikut :
1. Literasi teknologi : kemampuan untuk memanfaatkan media baru seperti internet untuk mengakses dan mengkomunikasikan informasi secara efektif.
2. Literasi Informasi : kemampuan untuk mengunpulkan, mengorganisasikan, menyaring dan mengevaluasi informasi dan untuk membentuk opini yang kokoh berdasarkan kemampuan tersebut.
3. Kreativitas media : kapasitas individu untuk berkembang di mana pun untuk membuat dan menyebarluaskan konten pada berbagai khalayak 4. Tanggungjawab dan kompetensi sosial : kompetensi untuk
memperhitungkan akibat-akibat sosial dari publikasi on-line dan tanggung jawab terhadap anak-anak
(13)
Indikator dari kemelekwacanaan warga negara adalah meliputi pengetahuan faktual (factual knowledge) dam kecakapan kognitif (cognitive proficiency). Dengan mengkombinasikan batas perbedaan pengetahuan dari faktual dan dimensi kognitif dari pengetahuan politik, kita akan mendapatkan hasil yang lebih baik.
Sedangkan keterampilan partisipatori (participatory skill) dalam civic education model ”Foundation of Democracy” ini sangat peduli terhadap pengembangan keterampilan berfikir kritis dan reflektif, yang memang menjadi salah satu ciri dari tradisi ”Reflektife Inquiry” dalam ”social studies”. Sementara itu keterampilan partisipatori juga dikembangkan dalam program ”Foundation of Democracy” dengan rincian keterampilan partisipatoris sebagai berikut : (1) Interacting, (2) Monitoring, (3) Influencing. Dalam ketiga kategori ”participatory skill” ini sangat potensial mendukung partisipasi siswa secara cerdas dan baik dalam kehidupan masyarakat.
Pendidikan kewarganegaraan memusatkan perhatian pada pembentukan kecerdasan civic intelligence, tanggung jawab civic responsibility, dan partisipasi warga negara sebagai landasan untuk mengembangkan nilai dan perilaku demokrasi. Pendidikan Kewarganegaraan adalah suatu proses pencerdasan, pendekatan mengajar yang selama ini seperti menuangkan air kedalam gelas watering down seharusnya diubah menjadi pendekatan yang lebih partisipatif dengan menekankan pada latihan penggunaan nalar dan logika. Sehingga pembelajaran PKN sekurang-kurangnya mengembangkan empat keterampilan yakni keterampilan dalam meneliti terutama melalui metode inkuiri, keterampilan
(14)
berfikir, keterampilan partisipasi sosial dan keterampilan berkomunikasi sosial. Dalam proses pendidikan politik di sekolah PKN mengajarkan siswa untuk memiliki kepekaan politik, hal ini berkaitan dengan kesadaran politik (political awareness), ialah kemampuan siswa menjadi paham (informed about) dan peka (sensitive) terhadap aspek-aspek politik, sosial, dan ekonomi di masyarakatnya. (Suryadi, 2000:24, Sapriya dan Winataputra, 2003 : 167)
Partisipasi politik menurut Hutington dan Nelson dalam Damsar (2010 : 180) adalah kegiatan warga negara yang bertindak sebagai pribadi-pribadi, yang dimaksud untuk mempengaruhi pembuatan keputusan oleh pemerintah. Partisipasi bisa bersifat individu atau kolektif, terorganisasi atau spontan, mantap atau sporadis, secara damai atau dengan kekerasan, legal atau ilegal, efektif atau tidak efektif.
Bentuk-bentuk partisipasi politik tersebut menurut Milbrath dan Goel (dalam Sastroadmodjo 1995 : 8) dibedakan sekurangnya dalam empat kategori:
1. Pertama apatis artinya orang yang tidak berpartisipasi dan menarik diri dari proses politik.
2. Kedua spektator artinya orang yang setidak-tidaknya ikut memilih dalam pemilihan umum.
3. Ketiga gladiator artinya mereka yang secara aktif terlibat dalam proses politik yakni komunikator, spesialis mengadakan kontak tatap muka, aktivis partai dan pekerja kampanye dan aktivis masyarakat.
4. Keempat pengritik artinya dalam bentuk partisipasi tak konvensional Sedangkan Milbrath (Sastroadmodjo 1995 : 92-94) menyebutkan empat faktor utama yang mendorong orang berpartisipasi politik, antara lain :
Sejauh mana orang menerima perangsang politik.
Karena adanya perangsang, maka seseorang mau berpartisipasi dalam kehidupan politik. Dalam hal ini minat untuk berpartisipasi dipengaruhi
(15)
misalnya oleh sering mengikuti diskusi-diskusi politik melalui mass media atau melalui diskusi formal.
Faktor karakteristik pribadi seseorang.
Orang-orang yang berwatak sosial yang mempunyai kepedulian sosial yang besar terhadap masalah sosial, politik, ekonomi, sosial budaya hankamrata, biasanya mau terlibat dalam aktivitas politik.
Karakteristik sosial seseorang.
Karakter sosial menyangkut status sosial ekonomi, kelompok ras, etnis dan agama seseorang. Bagaimanapun juga lingkungan sosial itu ikut mempengaruhi persepsi, sikap, perilaku seseorang dalam bidang politik. Orang yang berasal dari lingkungan sosial yang lebih rasional dan menghargai nilai-nilai seperti keterbukaan, kejujuran, keadilan dan lain-lain tentu akan mau juga memperjuangkan tegaknya nilai-nilai tersebut dalam bidang politik. Oleh sebab itulah, mereka mau berpartisipasi dalam bidang politik.
Keadaan politik.
Lingkungan politik yang kondusif membuat orang dengan senang hati berpartisipasi dalam kehidupan politik. Dalam lingkungan politik yang demokratis orang merasa lebih bebas dan nyaman untuk terlibat dalam aktivitas-aktivitas politik daripada dalam lingkungan politik yang totaliter. Lingkungan politik yang sering diisi dengan aktivitas-aktivitas brutal dan kekerasan dengan sendirinya menjauhkan masyarakat dari wilayah politik. Partisipasi politik dalam Pendidikan Kewarganegaraan merupakan salah satu kemampuan yang diajarkan dalam pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dalam rangka mencapai tujuannya yakni pemberdayaan segala potensi dan kemampuan siswa baik kemampuan, sikap maupun keterampilan serta berpartisipasi aktif dalam berbagai kegiatan kemasyarakatan.
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, siswa sebagai bagian dari warga negara atau warga masyarakat yang hidup di tengah-tengah masyarakat akan banyak dihadapkan pada masalah-masalah politik. Untuk menghadapi masalah-masalah politik itu, siswa perlu memahami poltik agar tumbuh kesadaran politik dan pada akhirnya akan berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab dalam kehidupan bermasayarakat, berbangsa dan bernegara. Pendidikan Kewarganegaraan sebagai sebuah mata pelajaran diharapkan mampu memberikan
(16)
kontribusi terhadap kemelekwacanaan warga negara dan keterampilan parsipatori siswa sehingga siswa diharapkan menjadi warga negara yang partisipatif.
B. Identifikasi dan Perumusan Masalah
Penelitian ini didasarkan pada asumsi bahwa kemelekwacanaan warga negara dan keterampilan partisipatori diharapkan dapat meningkatkan partisipasi politik dalam hal ini siswa Sekolah Menengah Atas. Bedasarkan pemaparan latar belakang masalah di atas, maka secara umum yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimanakah pengaruh kemelekwacanaan warga negara dan keterampilan partisipatori dalam meningkatkan partisipasi politik siswa? Untuk lebih menfokuskan penelitian yang dilakukan, maka penulis merumuskan beberapa sub-permasalahan sebagai berikut:
1. Seberapa besar pengaruh kemelekwacanaan warga negara terhadap partisipasi politik siswa?
2. Seberapa besar pengaruh keterampilan partisipatori terhadap partisipasi politik siswa?
3. Seberapa besar pengaruh kemelekwacanaan warga negara terhadap keterampilan partisipatori siswa?
4. Seberapa besar pengaruh kemelekwacanaan warga negara dan keterampilan partisipatori secara bersama-sama terhadap partisipasi politik siswa?
(17)
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis secara mendalam pengaruh pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dalam mengembangkan kemelekwacanaan warga negara dan keterampilan partisipatori untuk meningkatkan partisipasi politik siswa. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mendeskripsikan dan menganalisis secara mendalam seberapa besar pengaruh kemelekwacanaan warga negara terhadap partisipasi politik siswa
2. Mendeskripsikan dan menganalisis secara mendalam seberapa besar pengaruh keterampilan partisipatori terhadap partisipasi politik siswa
3. Mendeskripsikan dan menganalisis secara mendalam seberapa besar pengaruh kemelekwacanaan warga negara terhadap keterampilan partisipatori siswa 4. Mendeskripsikan dan menganalisis secara mendalam seberapa besar pengaruh
kemelekwacanaan warga negara dan keterampilan partisipatori secara bersama-sama terhadap partisipasi politik siswa
D. Metode Penelitian
Pendekatan dalam penelitian ini adalah kuantitatif, yaitu penelitian yang datanya berupa angka-angka. Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analitis dengan teknik survey. Metode deskriptif-analitis dalam penelitian dioperasionalisasikan dengan menggunakan statistik
(18)
inferensial yaitu untuk menganalisis data sampel dan hasilnya digeneralisasikan (diinferensikan) untuk populasi dimana sampel diambil. (Sugiyono, 2001: 14).
Borg and Gall (1989) sebagaimana dikutip Sugiyono (2006: 7-8) menyatakan sebagai berikut:
Many labels have been used to distinguish between traditional research methods and these new methods: positivistic versus postpositivistic research; scientivic versus artistic research; confirmatiry versus discovery-oriented research; quantitative versus interpretive research; quantitative versus qualitative research. The quantitative-qualitative distinction seem most widely used. Both quantitative researchers and qualitative researcher go about inquiry in different ways. ”
Metode deskriptif analitis dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan teknik survey, karena mengambil sampel dari suatu populasi dengan menggunakan angket sebagai alat pengukur data pokok. Mc Millan & Schumacher (2001:304) menyatakan bahwa “dalam penelitian survey, peneliti menyeleksi suatu sampel dari responden dan menggunakan kuesioner untuk mengumpulkan informasi terhadap variabel yang menjadi perhatian peneliti. Data yang dikumpulkan kemudian digunakan untuk mendeskripsikan karakteristik dari populasi tertentu”. Kerlinger (2002: 267) juga menyatakan bahwa “para peneliti survey mengambil sampel dari banyak responden yang menjawab sejumlah pertanyaan. Mereka mengukur banyak variabel, mengetes banyak hipotesis, dan membuat kesimpulan dari pertanyaan-pertanyaan mengenai perilaku, pengalaman, atau karakteristik dari suatu fenomena”.
(19)
1. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data utama menggunakan teknik kuesioner dengan instrumen angket dan didukung dengan teknik wawancara, observasi dan studi dokumentasi. Variabel kemelekwacanaan warga negara (civic literacy) (X1) bagian pengetahuan faktual (factual knowledge) diukur dengan menggunakan instrumen tes berbentuk pilihan ganda, dimana hanya ada satu jawaban benar. Jawaban benar diberik skor 1 dan yang salah 0.
Sedangkan variabel keterampilan partisipatori (X2) dan variabel partisipasi politik siswa (Y) digunakan skala SSHA (Survey of Study Habits and Attitudes) dari Brown dan Holtzman. Pola skala SSHA Brown dan Holtzman ini dengan lima option, yaitu: (1) Selalu, (2) Sering, (3) Jarang; dan (4) Tidak Pernah. Jawaban yang tepat diberi bobot empat, dan yang tidak tepat sekali diberi bobot/skor 4,3,2,1. Keunggulan skala model ini tidak mengukur aspek kemampuan seseorang untuk menjawab, sebab yang dituntut dalam skala ini bukan bagaimana seharusnya ia menjawab soal ini dengan benar berdasarkan pengetahuannya, tetapi bagaimana kebiasaan mereka melakukan aktivitas sehari-hari.
Adapun teknik pengumpulan data pendukung yang digunakan adalah teknik observasi lapangan, dan studi dokumentasi sesuai kebutuhan. Dalam penelitian ini observasi dilakukan untuk mengetahui gambaran langsung tentang
(20)
proses pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. Setelah data observasi diperoleh maka data tersebut dianalisis. Hadi (Sugiyono, 2009:145) mengemukakan bahwa observasi merupakan suatu proses yang tersusun dari berbagai proses biologis dan psikologis. Teknik pengumpulan data dengan observasi digunakan bila penelitian berkenaan dengan prilaku manusia, proses kerja, gejala-gejala alam dan bila responden yang diamati tidak terlalu besar.
Teknik dokumentasi adalah pengumpulan data melalui hasil laporan tulisan yang resmi. Dokumen dapat berbentuk tulisan maupun gambar, peta maupun karya-karya monumental dari seseorang atau instansi tertentu. Dalam penelitian ini, teknik dokumentasi digunakan untuk mendapatkan data-data dari pihak sekolah dan pengambilan gambar ketika proses pembelajaran.
Hasil ketiga teknik tersebut digunakan untuk memperdalam atau memperkuat data yang diperoleh melalui angket. Angket merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawabnya (Sugiyono, 2009:142). Angket merupakan teknik pengumpulan data yang efisien bila peneliti tahu dengan pasti variabel yang akan diukur dan tahu apa yang bisa diharapkan dari responden. Dalam penelitian ini angket digunakan untuk menggali dan mengungkapkan hal-hal atau informasi sehingga terkumpul data yang lebih lengkap, akurat dan konsisten.
(21)
2. Populasi Penelitian
Lokasi penelitian adalah SMA Negeri Kota Bandung. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa SMA kelas XI di Kota Bandung. Sampel penelitian siswa SMA kelas XI di 3 SMA yang berada di Kota Bandung yang ditentukan melalui cluster sampling dan proportional random sampling.
Tabel 1.1
Pembagian Cluster SMA Negeri di Kota Bandung
Cluster Nama SMA
Cluster 1 SMAN 2, SMAN 3, SMAN 5, SMAN 8
Cluster 2 SMAN 1, SMAN 4, SMAN 11, SMAN 20, SMAN 22, SMAN 24
Cluster 3 SMAN 6, SMAN 7, SMAN 9, SMAN 10, SMAN 12, SMAN 14
Cluster 4 SMAN 13, SMAN 15, SMAN 19, SMAN 23, SMAN 25
Cluster 5 SMAN 16, SMAN 17, SMAN 18, SMAN 21, SMAN 26, SMAN 27
Sumber:http//inggris.upi.edu/english/images/folderbaru/clustersmabdg.pdf Dari kelima cluster SMA Negeri di Bandung, maka dipilih tiga cluster yang mewakili SMA Negeri yang dikategorikan elite, sedang, dan rendah. Sehingga diperoleh sampel :
SMA Negeri elite : SMA Negeri 2 Bandung SMA Negeri Sedang : SMA Negeri 22 Bandung
(22)
SMA Negeri rendah : SMA Negeri 27 Bandung
3. Sampel Penelitian
Sampel penelitian adalah sebagian dari populasi yang diambil sebagai sumber data dan dapat mewakili seluruh populasi. Pemilihan sampel penelitian dilakukan melalui pengambilan sampel dengan dua cara. Pertama, pengambilan sampel SMA dilakukan dengan teknik cluster dan acak, yaitu secara cluster mengklasifikasikan seluruh SMA Negeri di Kota Bandung menjadi tiga kelompok sekolah dengan cluster atas, sedang dan menengah. Kemudian secara acak memilih sekolah yang dijadikan sampel penelitian.
Kedua, jumlah sampel yang diambil menggunakan rumus : n = N/{1+N(e)²}
Keterangan :
n = ukuran sampel
N = jumlah populasi, dalam hal ini 20038 orang
e = tingkat presisi (batas ketelitian) yang diinginkan, dalam hal ini 10% Penentuan jumlah sampel dari masing-masing sekolah dilakukan secara proporsional, dan responden dari masing-masing sekolah dipilih secara acak (random). Dengan kata lain teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah proportional ramdom sampling.
(23)
E. Manfaat/Signifikansi Penelitian
Penelitian ini akan lebih bermakna apabila memberikan manfaat, baik bagi pengembangan ilmu pengetahuan maupun bagi masyarakat. Dalam segi keilmuan diharapkan penelitian ini nantinya akan dapat :
1. Memberikan gambaran mengenai pengaruh pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan terhadap pengembangan kemelekwacanaan warga negara dan keterampilan partisipatori terhadap partisipasi politik siswa.
2. Menambah khasanah ilmu pendidikan khususnya dalam mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan mengenai kontribusi Pendidikan Kewarganegaraan terhadap pengembangan kemelekwacanaan warga negara dan keterampilan pertisipatori terhadap partisipasi politik siswa.
3. Menemukan konsep-konsep baru sebagai bahan masukan dalam pembuatan / perumusan kurikulum Pendidikan Kewarganegaraan yang lebih signifikan terhadap tujuan pendidikan nasional
Secara praktis, penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi kepada :
1. Institusi Pemerintahan : Penelitian ini dapat dijadikan referensi untuk mempertegas bahwa pendidikan sebagai wahana mempertajam pengetahuan dan keterampilan warga negara berperan dalam menentukan partisipasi politik warga negara yang berkualitas.
(24)
2. Warga negara pada umumnya : Penelitian ini dapat dijadikan referensi untuk menambah wawasan keilmuan sekaligus sebagai stimulus untuk menggugah kesadaran kolektif pentingnya pendidikan dalam upaya mengembangkan warga negara yang partisipatoris
3. Institusi Pendididikan : Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pengkajian yang lebih komprehensif mengenai pentingnya pendidikan dalam upaya mengembangkan warga negara yang partisipatoris.
F. Struktur Organisasi Tesis BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
B. Identifikasi dan Perumusan Masalah C. Tujuan Penelitian
D. Metode Penelitian
E. Manfaat/Signifikansi Penelitian F. Struktur Organisasi Tesis
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
(25)
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif sedangkan metode yang digunakan adalah metode deskriptif analitis dengan teknik survey. Metode ini dilakukan dengan dokumentasi, survey dan penyebaran angket. Metode yang dipakai untuk mengumpulkan data yaitu kuesioner, wawancara, observasi dan studi kepustakaan.
Metode deskriptif-analitis dalam penelitian dioperasionalisasikan dengan menggunakan statistik inferensial yaitu untuk menganalisis data sampel dan hasilnya digeneralisasikan (diinferensikan) untuk populasi dimana sampel diambil.
Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah survey, dimana peneliti mendeskriptifkan secara kuantitatif (angka-angka), kecenderungan-kecenderungan, perilaku-perilaku atau opini-opini dari suatu populasi dengan meneliti sampel populasi tersebut dengan menggunakan angket sebagai alat pengukur data pokok. Dari sampel ini peneliti melakukan generalisasi atau membuat klaim-klaim tentang populasi itu. Penelitian survey biasanya tidak membatasi dengan satu atau beberapa variabel. Para peneliti umumnya dapat menggunakan variabel serta populasi yang luas sesuai dengan tujuan penelitian yang hendak dicapai.
(26)
Mc Millan & Schumacher (2001:304) menyatakan bahwa “dalam penelitian survey, peneliti menyeleksi suatu sampel dari responden dan menggunakan kuesioner untuk mengumpulkan informasi terhadap variabel yang menjadi perhatian peneliti. Data yang dikumpulkan kemudian digunakan untuk mendeskripsikan karakteristik dari populasi tertentu”. Para peneliti survey mengambil sampel dari banyak responden yang menjawab sejumlah pertanyaan. Mereka mengukur banyak variabel, mengetes banyak hipotesis, dan membuat kesimpulan dari pertanyaan-pertanyaan mengenai perilaku, pengalaman, atau karakteristik dari suatu fenomena. Teknik survey dipilih karena memiliki keuntungan-keuntungan seperti mengidentifikasi sifat-sifat suatu populasi berdasarkan sekelompok kecil individu (sampel). Hal ini dapat menghemat waktu dan biaya dalam melaksanakan penelitian.
Dari pernyataan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kontribusi pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan sebagai wahana pengembangan kemelekwacanaan warga (civic literacy) dan keterampilan partisipatori terhadap partisipasi politik siswa. Sesuai dengan tujuan penelitian dan rumusan masalah yang ditentukan dan pendekatan penelitian peneliti mencoba untuk meneliti hubungan antara variabel tersebut melalui data statistik sehingga dapat menyimpulkan sejauh mana pengaruh variabel tersebut secara deskriptif.
(27)
B. Prosedur Penelitian
Dalam penelitian ini prosedur penelitiannya dibagi menjadi empat tahapan, yakni persiapan, pengumpulan data, analisis data dan kesimpulan.
1. Persiapan
Tahap persiapan dalam penelitian ini meliputi : a. Merumuskan masalah penelitian
b. Pengembangan teori-teori yang berhubungan dengan civic literacy, keterampilan partisipatori dan partisipasi politik
c. Pembuatan hipotesisi
d. Penyusunan instrumen penelitian 2. Pengumpulan Data
a. Data dari Dinas Pendidikan Kota Bandung b. Penyebaran kuesioner pada responden 3. Analisis Data
Analisis data berupa uji korelasi sederhana, uji regresi sederhana, korelasi ganda, regresi ganda dan analisis deskriptif
4. Kesimpulan
a. Perumusan temuan penelitian
(28)
C. Variabel Penelitian dan Definisi Oprasional 1. Variabel Penelitian
Variabel bebas (X) dalam penelitian ini adalah kemelekwacanaan warga (X1) dan keterampilan partisipatori (X2) dan adapun yang menjadi variabel terikat (Y) dalam penelitian ini adalah partisipasi siswa.
Gambar 3,1. Hubungan Antar Variabel Penelitian
2. Definisi Operasional Variabel Penelitian
Dalam judul penelitian ini, terdapat tiga konsep utama, yakni kemelekwacanaan warga (civic literacy), keterampilan partisipatori dan partisipasi politik
a. Kemelekwacanaan Warga (Civic Literacy) (X1)
Kemelekwacanaan Warga (Civic Literacy) dalam penelitian ini diartikan sebagai pengetahuan tentang bagaimana untuk perpartisipasi secara aktif, dan memprakarsai perubahan dalam komunitasnya masing-masing atau masyarakat yang lebih besar. Untuk mengukur tingkat civic literacy ada dua indikator yakni factual knowledge dan cognitive proficiency (Milner, 2003:55).
KEMELEKWACANAAN WARGA
(Variabel X1)
PARTISIPASI POLITIK SISWA
(Variabel Y) KETERAMPILAN
PARTISIPATORI (Variabel X2)
(29)
1. Factual knowledge (pengetahuan faktual) merujuk pada pengetahuan mengenai sistem politik dan pemerintahan negara masing-masing, sehingga tidak ada instrumen baku untuk mengukur tingkat pengetahuan faktual ini. Namun, ada hal yang biasa di tanyakan di setiap negara antara lain mengenai posisi politik yang paling penting di negara mereka (perdana menteri, keuangan, menteri dll), dan meminta responden nama dan afiliasi politik dari orang yang menduduki posisi tersebut. Serangkaian pertanyaan lain dapat menguji pengetahuan tentang posisi partai besar pada isu-isu kunci dan praktek konstitusional dan institusional dasar seperti selang waktu antara pemilihan umum, komposisi komite legislatif, atau kekuasaan tertentu dari pemerintah daerah.
2. Cognitive Proficiency (kecakapan kognitif) di dapat dari materi pembelajaran Pendidikan Kewarganegaran di sekolah. Dalam mengukur tingkat penguasaan kecakapan kognitif ini digunakan indikator sebagai berikut :
(a) Dapat menjelaskan pentingnya ideologi politik dan perkembangannya, dan bagaimana ideologi mempengaruhi pandangan dalam berbagai kondisi sosial,
(b)Mengetahui pengetahuan yang luas tentang bagaimana kondisi negara saat ini dan mampu membuat perbandingan dengan kondisi negara-negara lain, (c) Tahu apa pengaruh kondisi ekonomi komunitas, perusahaan dan individu, (d)Dapat menempatkan ekonomi, pembangunan politik dan sosial dalam
(30)
(e) Dapat mempertimbangkan hubungan internasional dan kondisi global dari ekonomi, politik, aspek hukum dan budaya serta menjadi sadar kondisi untuk melakukan kerja sama internasional untuk tujuan politik dan sarana kebijakan keamanan,
(f) Dapat menggunakan berbagai sumber pengetahuan dan alat untuk menganalisis dan mendiskusikan isu-isu sosial, menggunakan pendekatan yang berbeda, dan dalam seperti cara memperkuat pendapat sendiri.
b. Keterampilan Partisipatori (X2)
Keterampilan partisipatori juga dikembangkan dalam program “Foundation of Democracy” (dalam Winataputra & Budimansyah, 2007 : 48) agar warga negara dapat mempengaruhi jalannya kehidupan politik dan kebijakan publik, mereka perlu menambah kemampuannya dalam keterampilan partisipatoris. Seperangkat kemampuan yang berhubungan dengan keterlibatan dan peran serta seseorang. Menyangkut hal interacting (berinteraksi) termasuk berkomunikasi terhadap obyek yang berkaitan dengan masalah-masalah publik seperti bertanya, menjawab, berdiskusi dengan sopan santun, menjelaskan artikulasi kepentingan; membangun koalisi, negosiasi, kompromi; mengelola konflik secara damai; mencari konsensus
Monitoring (memonitor) masalah politik dan pemerintahan terutama dalam penanganan persoalan-persoalan publik, upaya mendapatkan informasi tentang persoalan publik dari kelompok-kelompok kepentingan, pejabat pemerintah, lembaga-lembaga pemerintah. Misalnya dengan cara menghadiri
(31)
berbagai pertemuan publik seperti: pertemuan organisasi siswa, komite sekolah, dewan sekolah, pertemuan desa/BPD, pertemuan wali kota, LSM, dan organisasi kemasyarakatan lainnya.
Influenting (mempengaruhi) proses politik, pemerintah baik secara formal maupun informal seperti :berperan serta aktif, berpikir kritis, dan tanggap terhadap keadaan. Contohnya melakukan simulasi tentang kegiatan: kampanye, pemilu, dengar pendapat di DPR/DPRD, pertemuan wali kota, lobby, peradilan. Memberikan suara dalam suatu pemilihan; Membuat petisi; Melakukan pembicaraan/memberi kesaksian di hadapan lembaga publik; Bergabung atau bekerja dalam lembaga advokasi untuk memperjuangkan tujuan bersama atau pihak lain; Meminta atau menyediakan diri untuk menduduki jabatan tertentu.
c. Partisipasi Politik (Y)
Partisipasi politik adalah aktivitas warganegara yang bertujuan untuk mempengaruhi pengambilan keputusan politik. Partisipasi politik dilakukan orang dalam posisinya sebagai warganegara, bukan politikus ataupun pegawai negeri. Sifat partisipasi politik ini adalah sukarela, bukan dimobilisasi oleh negara ataupun partai yang berkuasa pada bermacam-macam tingkatan di dalam sistem politik. Jika menggunakan istilah dari Branson dalam Budimansyah dan Winataputra (2007:190) partisipasi politik dapat dibagi sebagai berikut :
1. Kecakapan intelektual adalah kemampuan siswa dalam membaca dan memahami informasi tentang pemerintahan dan isu yang ditemukan di media, kemampuan membedakan antara fakta dan opini dalam tulisan teks,
(32)
Kemampuan mengartikulasikan konsep abstrak tentang politik. Atau dengan kata lain mampu mengidentifikasi, menggambarkan, menjelaskan, menganalisis, dan mengevaluasi serangkaian informasi tentang politik yang mereka terima atau dengan kesadaran untuk mencari sendiri informasi tersebut.
2. Keterampilan partisipatoris adalah kemampuan siswa dalam partisipasi umum, kemampuan berkomunikasi, partisipasi melalui kemampuan menganalisis isu-isu publik, kepemimpinan, kelompok, mobilisasi dan komunikasi dalam berpartisipasi politik. Atau dengan kata lain siswa mampu berinteraksi, memantau/memonitor, dan mempengaruhi proses politik pada masing-masing tingkatan. Keterampilan ini meliputi kemampuan siswa dalam partisipasi umum, kemampuan berkomunikasi dalam mempengaruhi sikap politik orang lain, partisipasi melalui kemampuan menganalisis isu-isu publik, kepemimpinan, kelompok, mobilisasi dan komunikasi dalam berpartisipasi politik, menduduki jabatan politik atau administratif, mencari jabatan politik/administratif, menjadi anggota aktif dalam suatu organisasi politik, menjadi anggota pasif organisasi politik, menjadi anggota aktif organisasi semi-politik ( quasi-political ), menjadi anggota pasif suatu organisasi semi-politik, menjadi partisipan dalam rapat umum, demonstrasi, dan sebagainya, menjadi partisipan dalam diskusi politik informal, menjadi partisipan dalam pemungutan suara/voting (Rush dan Althoff, 2003 : 144-146, David F Roth dan Frank L Wilson dalam Damsar 2010 : 183)
(33)
Adapun indikator variabel di atas dapat dilihat lebih jelas dalam tabel sebagai berikut :
Tabel 3.1 Indikator Variabel
VARIABEL Dimensi Indikator Alat Ukur
Kemelekwacanaan Warga Negara (Variabel X1) Pengetahun Faktual (Factual Knowledge)
a. Mengetahui sistem pemerintahan, sistem politik dan hukum yang berlaku di negara Indonesia b. Mengetahui dasar negara dan
konstitusi yang berlaku di Indonesia
c. Mengatahui sejarah perjuangan bangsa Indonesia
d. Mengetahui hubungan kerjasama antar bangsa baik nasional, regional maupun internasional e. Mengetahui konsep globalisasi
Tes pilihan ganda Benar = 1 Salah = 0
Kecakapan Kognitif (Cognitive Proficiency)
a. Dapat menjelaskan pentingnya ideologi politik dan
perkembangannya, dan bagaimana ideologi
mempengaruhi pandangan dalam berbagai kondisi sosial
b. Mengetahui pengetahuan yang luas tentang bagaimana kondisi negara saat ini dan mampu membuat perbandingan dengan kondisi negara-negara lain c. Tahu apa pengaruh kondisi
ekonomi komunitas, perusahaan dan individu
d. Dapat menempatkan ekonomi, pembangunan politik dan sosial dalam perspektif sejarah e. dapat
mempertimbangkan hubungan internasional dan kondisi global dariekonomi, politik, aspek hukum dan budaya serta menjadi sadar kondisi untuk melakukan kerja sama internasional untuk tujuan politik
(34)
dan sarana kebijakan keamanan f. dapat menggunakan berbagai
sumber pengetahuan dan alat untuk menganalisisdan
mendiskusikan isu-isu sosial, menggunakan pendekatan yang berbeda, dan dalam seperti cara memperkuat pendapat sendiri Keterampilan
Partisipatori (Variabel X2)
Berinteraksi Berinteraksi (termasuk
berkomunikasi) terhadap obyek yang berkaitan dengan masalah-masalah publik, yang termasuk dalam kecakapan ini, antara lain:
a. bertanya, menjawab, berdiskusi dengan sopan santun
b. menjelaskan artikulasi kepentingan;
c. membangun koalisi, negosiasi, kompromi
d. mengelola konflik secara damai; e. mencari konsensus
Angket skala SSHA (Survey of Study Habitsand Attitides) dari Brown dan Holtman. Pola sekala tersiri dari option: a. Selalu b. Sering c. Pernah d. Tidak pernah Jawaban diberi bobot skor dari 4-1 Memantau/mem onitor masalah politik dan pemerintahan terutama dalam penanganan persoalan-persoalan publik
a. menggunakan berbagai sumber informasi seperti perpustakaan, surat kabar, TV, dll untuk mengetahui persoalan-persoalan publik
b. upaya mendapatkan informasi tentang persoalan publik dari kelompok-kelompok kepentingan, pejabat pemerintah, lembaga-lembaga pemerintah. Misalnya dengan cara menghadiri berbagai pertemuan publik seperti:
pertemuan organisasi siswa, komite sekolah, dewan sekolah, pertemuan desa/BPD, pertemuan wali kota, LSM, dan organisasi kemasyarakatan lainnya. Mempengaruhi proses politik, pemerintah baik secara formal maupun
a. Melakukan simulasi tentang kegiatan: kampanye, pemilu, dengar pendapat di DPR/DPRD, pertemuan wali kota, lobby, peradilan.
(35)
informal b. Memberikan suara dalam suatu pemilihan;
c. Membuat petisi;
d. Melakukan pembicaraan/memberi kesaksian di hadapan lembaga publik;
e. Bergabung atau bekerja dalam lembaga advokasi untuk
memperjuangkan tujuan bersama atau pihak lain;
f. Meminta atau menyediakan diri untuk menduduki jabatan tertentu. Partisipasi politik
(variabel Y)
Kecakapan intelektual Politik siswa
a. kemampuan siswa dalam membaca dan memahami informasi tentang pemerintahan dan isu yang ditemukan di media, b. kemampuan membedakan antara
fakta dan opini dalam tulisan teks, c. Kemampuan mengartikulasikan
konsep abstrak tentang politik. d. mampu mengidentifikasi,
menggambarkan, menjelaskan, menganalisis, dan mengevaluasi serangkaian informasi tentang politik yang mereka terima
Angket skala SSHA (Survey of Study Habitsand Attitides) dari Brown dan Holtman. Pola sekala tersiri dari option: a.Selalu b.Sering c.Pernah d.Tidak pernah Jawaban diberi bobot skor dari 4-1 Keterampilan
partisipatoris
a. kemampuan siswa dalam partisipasi umum,
b. kemampuan berkomunikasi dalam mempengaruhi sikap politik orang lain,
c. partisipasi melalui kemampuan menganalisis isu-isu publik, kepemimpinan, kelompok, mobilisasi dan komunikasi dalam berpartisipasi politik. Menduduki jabatan politik atau administratif,
d. Mencari jabatan politik /
Angket skala SSHA (Survey of Study Habitsand Attitides) dari Brown dan Holtman. Pola sekala tersiri dari option: a. Selalu b. Sering
(36)
administratif,
e. Menjadi anggota aktif dalam suatu organisasi politik, f. Menjadi anggota pasif
organisasi politik, g. Menjadi anggota aktif
organisasi semi-politik ( quasi-political ),
h. Menjadi anggota pasif suatu organisasi semi-politik,
i. Menjadi partisipan dalam rapat umum, demonstrasi, dan sebagainya,
j. Menjadi partisipan dalam diskusi politik informal, k. Menjadi partisipan dalam
pemungutan suara ( voting )
c. Pernah d. Tidak
pernah Jawaban diberi bobot skor dari 4-1
D. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data utama menggunakan teknik kuesioner dengan instrumen angket dan didukung dengan teknik wawancara, observasi dan studi dokumentasi.
Variabel civic literacy (X1) bagian Pengetahuan Faktual (Factual
Knowledge) dan Kecakapan Kognitif (Cognitive Proeficiency) )diukur dengan menggunakan instrumen tes berbentuk pilihan ganda, dimana hanya ada satu jawaban benar. Jawaban benar diberik skor 1 dan yang salah 0.
Sedangkan variabel Keterampilan Partisipatoris (X2) dan Variabel
Partisipasi politik siswa (Y) digunakan skala SSHA (Survey of Study Habits and Attitudes) dari Brown dan Holtzman. Pola skala SSHA Brown dan Holtzman ini dengan lima option, yaitu: (1) Selalu, (2) Sering, (3) Jarang; dan (4) TP = tidak pernah. Jawaban yang tepat diberi bobot empat, dan yang tidak tepat sekali diberi bobot/skor 4,3,2,1. Keunggulan skala model ini tidak mengukur aspek
(37)
kemampuan seseorang untuk menjawab, sebab yang dituntut dalam skala ini bukan bagaimana seharusnya ia menjawab soal ini dengan benar berdasarkan pengetahuannya, tetapi bagaimana kebiasaan mereka melakukan aktivitas sehari-hari.
Adapun teknik pengumpulan data pendukung yang digunakan adalah teknik observasi lapangan, dan studi dokumentasi sesuai kebutuhan. Dalam penelitian ini observasi dilakukan untuk mengetahui gambaran langsung tentang proses pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. Setelah data observasi diperoleh maka data tersebut dianalisis. Hadi (dalam Sugiyono, 2009:145) mengemukakan bahwa observasi merupakan suatu proses yang tersusun dari berbagai proses biologis dan psikologis. Teknik pengumpulan data dengan observasi digunakan bila penelitian berkenaan dengan prilaku manusia, proses kerja, gejala-gejala alam dan bila responden yang diamati tidak terlalu besar.
Teknik dokumentasi adalah pengumpulan data melalui hasil laporan tulisan yang resmi. Dokumen dapat berbentuk tulisan maupun gambar, peta maupun karya-karya monumental dari seseorang atau instansi tertentu. Dalam penelitian ini, teknik dokumentasi digunakan untuk mendapatkan data-data dari pihak sekolah dan pengambilan gambar ketika proses pembelajaran.
Hasil ketiga teknik tersebut digunakan untuk memperdalam atau memperkuat data yang diperoleh melalui angket. Angket merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawabnya (Sugiyono,
(38)
2009:142). Angket merupakan teknik pengumpulan data yang efisien bila peneliti tahu dengan pasti variabel yang akan diukur dan tahu apa yang bisa diharapkan dari responden. Dalam penelitian ini angket digunakan untuk menggali dan mengungkapkan hal-hal atau informasi sehingga terkumpul data yang lebih lengkap, akurat dan konsisten.
E. Validitas dan Realibitas 1. Pengukuran Validitas
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan dan kesahihan suatu instrumen. Uji validitas ini dilakukan unuk menguji ketepatan suatu item dalam pengukuran instrumennya. Uji Validitas digunakan rumus pearson product moment, yaitu sebagai berikut :
2
2 2 2
( )( )
{ ( ) }{ ( ) }
i i i i
i i i
n X Y X Y r
n X X n Y Y
dimana :
r = koefisien korelasi pearson product moment n = jumlah responden
∑X = jumlah skor X ∑Y = jumlah skor Y
∑XY = jumlah hasil kali skor X dan Y ∑X2
= kuadrat jumlah skor X ∑Y2
(39)
Suatu pertanyaan dikatakan valid dan dapat mengukur variabel penelitian yang dimaksud jika nilai koefisien validitasnya lebih dari atau sama dengan 0,300 (Kaplan & Saccuzo, 1993). Dipilih rumus pearson product moment karena peneliti bermaksud untuk menganalisis hubungan variabel yang satu dengan variabel yang lain dan rumus ini relatif mudah digunakan.
2. Pengukuran Realibilitas
Reliabilitas menunjukkan sejauh mana tingkat kekonsistenan pengukuran dari suatu responden ke responden yang lain atau dengan kata lain sejauh mana pertanyaan dapat difahami sehingga tidak menyebabkan beda interpretasi dalam pemahaman pertanyaan tersebut. Uji reliabilitas yang digunakan menggunakan rumus Alpha Cronbach dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
total k i i S S k k 2 1 2 1 1 dimana :k = banyaknya belahan item Si2 = varians dari item ke-i
S2total = total varians dari keseluruhan item
(40)
Validitas dan reliabilitas merupakan point penting dalam sebuah analisa data. Hal itu dilakukan untuk menguji apakah suatu alat ukur atau instrumen penelitian (dalam hal ini data dari kuesioner) sudah valid dan reliabel. Sebuah item dikatakan valid adalah jika mempunyai dukungan yang kuat terhadap skor total. Dengan kata lain sebuah item pertanyaan dikatakan mempunyai validitas jika memiliki tingkat korelasi yang tinggi terhadap skor total item. (Wahyono, 2004 : 56).
Analisis ini dilakukan dengan menggunakan uji Bivariate Pearson (Korelasi Produk Momen Pearson) dengan cara mengkorelasikan masing-masing variabel dengan skor total variabel. Skor total variabel adalah penjumlahan dari keseluruhan variabel. Variabel-variabel yang berkorelasi signifikan dengan skor total variabel menunjukkan variabel tersebut mampu memberikan dukungan dalam mengungkap apa yang ingin diungkap.
Pengujian menggunakan uji dua sisi dengan taraf signifikansi 0.05. Kriteria pengujian adalah sebagai berikut :
Jika r hitung ≥ r tabel (uji 2 sisi dengan sig 0.05) maka instrumen atau variabel pertanyaan berkorelasi signifikan terhadap skor total variabel (dinyatakan valid).
Jika r hitung < r tabel (uji 2 sisi dengan signifikansi 0.05) maka instrumen atau variabel pertanyaan tidak berkorelasi signifikan terhadap skor total variabel (dinyatakan tidak valid).
Uji instrumen awal dari indikator Kemelekwacanaan, Keterampilan partisipatoris dan Partisipasi politik yang digunakan dilakukan pada 40 jumlah
(41)
responden yaitu siswa SMAN 20 Bandung atas pertanyaan Kemelekwacanaan, Keterampilan partisipatoris dan Partisipasi politik untuk mengetahui validitas awal instrumen yang digunakan. Dipilih SMAN 20 Bandung sebagai responden karena dianggap memiliki karakteristik yang sama dengan sampel yang akan dipakai untuk penelitian.
Uji Signifikansi dilakukan dengan membandingkan nilai r-hitung dengan r-table. Pada uji awal ini, jumlah sample (n) = 40 dan besarnya df dapat dihitung 40-2 = 38. Dengan df=38 dan alpha = 0.05 didapat r-table = 0.312 (lihat r-table pada df=38 dengan uji dua sisi).
Tabel 3.2. Hasil Uji Validitas Variabel Kemelekwacanaan Warga
Indikator Korelasi Pearson Product (r hitung)
Angka Kritis
(r table) Keterangan
P1 0.489 0.312 Valid
P2 0.502 0.312 Valid
P3 0.721 0.312 Valid
P4 0.413 0.312 Valid
P5 0.846 0.312 Valid
P6 0.528 0.312 Valid
P7 0.400 0.312 Valid
P8 0.405 0.312 Valid
P9 0.778 0.312 Valid
P10 0.621 0.312 Valid
P11 0.635 0.312 Valid
P12 0.443 0.312 Valid
P13 0.717 0.312 Valid
P14 0.298 0.312 Tidak Valid
P15 0.733 0.312 Valid
P16 0.738 0.312 Valid
P17 0.662 0.312 Valid
P18 0.402 0.312 Valid
P19 0.433 0.312 Valid
P20 0.453 0.312 Valid
P21 0.475 0.312 Valid
P22 0.368 0.312 Valid
P23 0.721 0.312 Valid
(42)
P25 0.485 0.312 Valid
P26 0.490 0.312 Valid
P27 0.500 0.312 Valid
P28 0.228 0.312 Tidak Valid
P29 0.507 0.312 Valid
P30 0.442 0.312 Valid
Berdasarkan hasil pada tabel 3.2 dapat dianalisa sebagai berikut :
1. Dari hasil análisis didapat nilai korelasi antara skor variabel dengan skor total variabel. Nilai ini kemudian dibandingkan dengan nilai r tabel. 2. Didapat hasil nilai korelasi untuk 30 indikator yang digunakan dalam
mengukur Kemelekwacanaan semuanya valid dan memenuhi syarat validitas karena memiliki nilai r hitung > r tabel (r hitung > 0.312), kecuali P14 dan P28. Maka dapat disimpulkan bahwa semua variabel berkorelasi signifikan dengan skor total sehingga dapat digunakan untuk analisa selanjutnya, sedangkan P14 dan P28 tidak berkorelasi signifikan sehingga akan dikeluarkan dari analisa selanjutnya.
Tabel 3.3. Hasil Uji Validitas Variabel Keterampilan PARTISIPATORIS
Indikator Korelasi Pearson Product (r hitung)
Angka Kritis
(r table) Keterangan
P31 0.571 0.312 Valid
P32 0.757 0.312 Valid
P33 0.518 0.312 Valid
P34 0.442 0.312 Valid
P35 0.445 0.312 Valid
P36 0.546 0.312 Valid
P37 0.518 0.312 Valid
P38 0.869 0.312 Valid
P39 0.368 0.312 Valid
P40 0.531 0.312 Valid
P41 0.754 0.312 Valid
P42 0.276 0.312 Tidak Valid
P43 0.389 0.312 Valid
P44 0.626 0.312 Valid
(43)
P46 0.333 0.312 Valid
P47 0.390 0.312 Valid
P48 0.561 0.312 Valid
P49 0.558 0.312 Valid
P50 0.706 0.312 Valid
P51 0.408 0.312 Valid
P52 0.235 0.312 Tidak Valid
Berdasarkan hasil pada tabel 3.3 dapat dianalisa sebagai berikut :
1. Dari hasil análisis didapat nilai korelasi antara skor variabel dengan skor total variabel. Nilai ini kemudian dibandingkan dengan nilai r tabel. 2. Didapat hasil nilai korelasi untuk 22 indikator yang digunakan dalam
mengukur Keterampilan partisipatoris semuanya valid dan memenuhi syarat validitas karena memiliki nilai r hitung > r tabel (r hitung > 0.312). kecuali P42 dan P52. Maka dapat disimpulkan bahwa semua variabel berkorelasi signifikan dengan skor total sehingga dapat digunakan untuk analisa selanjutnya, sedangkan P42 dan P52 tidak berkorelasi signifikan sehingga akan dikeluarkan dari analisa selanjutnya.
(44)
Tabel 3.4. Hasil Uji Validitas VARIABEL Partisipasi politik Indikator Korelasi Pearson Product (r hitung) Angka Kritis (r table)
Keterangan Indikator
Korelasi Pearson Product (r hitung) Angka Kritis (r table) Keterangan
P53 0.504 0.312 Valid P75 0.197 0.312 Tidak Valid
P54 0.415 0.312 Valid P76 0.052 0.312 Tidak Valid
P55 0.567 0.312 Valid P77 0.482 0.312 Valid
P56 0.563 0.312 Valid P78 0.355 0.312 Valid
P57 0.543 0.312 Valid P79 0.549 0.312 Valid
P58 0.523 0.312 Valid P80 0.544 0.312 Valid
P59 0.049 0.312 Tidak Valid P81 0.779 0.312 Valid
P60 0.513 0.312 Valid P82 0.352 0.312 Valid
P61 0.652 0.312 Valid P83 0.329 0.312 Valid
P62 0.571 0.312 Valid P84 0.434 0.312 Valid
P63 0.630 0.312 Valid P85 0.619 0.312 Valid
P64 0.360 0.312 Valid P86 0.604 0.312 Valid
P65 0.397 0.312 Valid P87 0.593 0.312 Valid
P66 0.403 0.312 Valid P88 0.154 0.312 Tidak Valid
P67 0.563 0.312 Valid P89 0.362 0.312 Valid
P68 0.708 0.312 Valid P90 0.488 0.312 Valid
P69 0.638 0.312 Valid P91 0.463 0.312 Valid
P70 0.487 0.312 Valid P92 0.527 0.312 Valid
P71 0.500 0.312 Valid P93 0.605 0.312 Valid
P72 0.467 0.312 Valid P94 0.574 0.312 Valid
P73 0.405 0.312 Valid P95 0.537 0.312 Valid
P74 0.577 0.312 Valid
Berdasarkan hasil pada tabel 3.4 dapat dianalisa sebagai berikut :
1. Dari hasil análisis didapat nilai korelasi antara skor variabel dengan skor total variabel. Nilai ini kemudian dibandingkan dengan nilai r tabel. 2. Didapat hasil nilai korelasi untuk 43 indikator yang digunakan dalam
(45)
mengukur Partisipasi politik semuanya valid dan memenuhi syarat validitas karena memiliki nilai r hitung > r tabel (r hitung > 0.312). kecuali P59, P75, P76 dan P88. Maka dapat disimpulkan bahwa semua variabel berkorelasi signifikan dengan skor total sehingga dapat digunakan untuk analisa selanjutnya, sedangkan P59, P75, P76 dan P88 tidak berkorelasi signifikan sehingga akan dikeluarkan dari analisa selanjutnya.
4. Uji Reliabilitas (Test of Reliability)
Setelah dilakukan uji validitas terhadap indikator-indikator dalam penelitian ini, selanjutnya dilakukan uji reliabilitas. Reliabilitas berhubungan dengan kepercayaan terhadap alat test (Wahyono, 2004). Reliabilitas adalah ukuran untuk menunjukkan kestabilan dalam mengukur. Kestabilan disini berarti kuesioner tersebut konsisten jika digunakan untuk mengukur konsep atau konstruk dari suatu kondisi ke kondisi yang lain.
. Pengujian reliabilitas dengan melakukan perhitungan koefisien reliabilitas mempergunakan Cronbach’s Alpha. Hasil-hasil dari perhitungan dapat dilihat dalam tabel dibawah ini. Dengan alat bantu software SPSS versi 16.0 berikut merupakan angka koefisien Cronbach’s Alpha dari masing-masing variabel pada pengukuran yang digunakan oleh penelitian ini. Pada program SPSS, metode ini dilakukan dengan metode Cronbach alpha, dimana suatu kuesioner dikatakan reliabel jika nilai Cronbach Alpha lebih besar dari 0.70.
Tabel 3.5 Hasil Uji Reliabilitas Awal Atas 40 Responden Nomor Variabel Nilai Kesimpulan
(46)
1 Kemelekwacanaan 0.915 Reliabel/Andal 2 Keterampilan partisipatoris 0.869 Reliabel/Andal 3 Partisipasi politik 0.922 Reliabel/Andal
Berdasarkan tabel 4. diatas, maka dapat dilihat bahwa pada hasil pengujian pretest terhadap 40 responden, koefisien Cronbach Alpha variabel Kemelekwacanaan, sebesar 0.915, Keterampilan partisipatoris sebesar 0.869 dan Partisipasi politik sebesar 0.922 adalah reliable karena memenuhi persyaratan minimal reliabilitas dengan minimal koefisien Cronbach Alpha sebesar 0.70.
Jadi semua item pertanyaan/variabel Kemelekwacanaan, Keterampilan partisipatoris dan Partisipasi politik yang digunakan dinyatakan reliabel/andal, artinya semuanya pertanyaan Reliabel/berkesinambungan karena memiliki nilai Cronbach alpha diatas 0.70. Nilai ini menunjukan bahwa indikator-indikator yang digunakan mempunyai ketepatan, keakuratan, kestabilan atau konsistensi yang tinggi.
F. Teknik Analisis Data
1. Analisis deskriptif analisis ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran atau potret yang lebih jelas tentang variabel penelitian tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi, yang kemudian disajikan dalam bentuk tabel, grafik. Dalam analisis deskriptif ini digunakan analisis deskriptif presentase adalah metode yang digunakan untuk mendeskripsikan masing-masing variabel bebas. Dalam analisis deskriptif
(47)
ini, perhitungan yang digunakan untuk mengetahui tingkat persentase skor jawaban dari masing-masing siswa yang diambil sebagai sampel ditulis dengan rumus sebagai berikut :
��=
� � 100%
Dimana :
n = Jumlah skor jawaban responden (skor empirik) N = Jumlah skor jawaban ideal
DP = Descriptive Presentace (%) (Mohamad Ali, 1987 : 184)
Untuk menentukan kategori atau jenis deskriptif persentase yang diperoleh darimasing-masing indikator dalam variabel, dari perhitungan deskriptif persentasekemudian ditafsirkan ke dalam kalimat. Cara menentukan tingkat kriteria adalahsebagai berikut :
Menentukan angka presentase tertinggi
� � �
� � � � 100% =
4
4 � 100 % = 100 %
Menentukan angka presentase terendah
� � �
� � � � 100% =
1
4 � 100 % = 25 %
Rentang presentase = 100 % - 25% = 75%
Interval kelas presentase = 75 % : 4 = 18,75%
Tabel 3.6 Kriteria untuk masing-masing variabel
No Interval Kriteria
(48)
2 3 4
62,50% < % skor < 81,25 % 43,75% < % skor < 62,50 % 25,00% < % skor < 43,75 %
Baik Cukup Baik Kurang Baik 2. Analisis induktif. Analisis ini dilakukan untuk mendapatkan kesimpulan
dengan memanfaatkan teknik-teknik statistika. Analisis data ini menggunakan statistik inferensial (atau sering juga disebut statistik induktif atau statistik probabilitas), adalah teknik statistik yang digunakan untuk menganalisis data sampel yang hasilnya diberlakukan untuk populasi (Sugiyono, 2011 :208).
a. Perubahan Data dari Ordinal ke Interval
Untuk memenuhi syarat analisis parametrik yang mana data setidak-tidaknya berskala interval, maka harus ada perubahan dari data ordinal ke interval yang dilakukan dengan menggunakan Methods Successive Interval (MSI). Analisis korelasi pearson
b. Uji Normalitas
Uji Normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah populasi data berdistribusi normal atau tidak. Dalam riset ini akan digunakan uji One Sample Kolmogorov-Smirnov dengan menggunakan taraf signifikansi 0.05. Data dinyatakan berdistribusi normal jika signifikansi lebih besar dari 5% (> 0.05).
(49)
Tabel 3.7
Hasil Uji Normalitas dengan Kolmogorov-Smirnov
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardized Residual
N 100
Normal Parametersa Mean .0000000
Std. Deviation 11.28077481
Most Extreme Differences Absolute .064
Positive .064
Negative -.033
Kolmogorov-Smirnov Z .636
Asymp. Sig. (2-tailed) .813
a. Test distribution is Normal.
Dari hasil diatas kita dapat diketahui bahwa nilai signifikansi untuk unstandardized residual sebesar 0.813. Nilai signifikan untuk unstandardized residual variabel tersebut sudah lebih besar dari 0.05, maka dapat disimpulkan bahwa data pada variabel Kemelekwacanaan warga dan Keterampilan Partisipatori pada model regresi Partisipasi Politik sudah berdistribusi normal.
(50)
Uji Autokorelasi bertujuan menguji apakah dalam model regresi linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya). Cara yang digunakan untuk menguji autokorelasi dalam penelitian menggunakan uji Durbin-Watson (DW Test).
Tabel 3.8 Hasil Uji Autokorelasi
Model Summaryb
Model R R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the
Estimate Durbin-Watson
1 .835a .697 .690 11.39648 1.790
a. Predictors: (Constant), X2, X1
b. Dependent Variable: Y
Dari tabel tersebut, didapat hasil nilai DW (d) sebesar 1.790. Nilai ini akan kita bandingkan dengan nilai tabel dengan menggunakan nilai signifikan 0.05, dan jumlah variabel bebas/independen 2 (k=2), maka di tabel Durbin Watson akan didapatkan nilai batas atas (du)=1.715 dan batas bawah (dl)=1.634. Oleh karena nilai DW (d) = 1.790, maka 1.715<1.790<2.285 (du<d<4-du). Sehingga dapat disimpulkan bahwa hipotesa nol yang menyatakan tidak ada autokorelasi positif dan negative berdasarkan hasil penelitian ini adalah diterima.
d. Uji Heteroskedastisitas
Uji Heteroskedastisitas digunakan untuk mengetahui ada tidaknya penyimpangan asumsi klasik Heteroskedastisitas, yaitu adanya
(51)
ketidaksamaan varian dari residual untuk semua pengamatan pada model regresi. Prasyarat yang harus terpenuhi dalam model regresi adalah tidak adanya gejala Heteroskedastisitas. Dalam riset ini dilakukan uji Heteroskedastisitas dengan Scatterplots.
Deteksi ada tidaknya heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik scatterplots antara SRESID dan ZPRED dimana sumbu Y adalah Y yang telah diprediksi, dan sumbu X adalah residual (Y prediksi – Y sesungguhnya) yang telah distudentized (Ghozali, 2005).
Gambar 3.2 Hasil uji Heteroskedastisitas dengan Scatterplots
Dari grafik scatterplots terlihat bahwa titik-titik menyebar secara acak serta tersebar baik diatas maupun dibawah angka 0 pada sumbu Y. Hal ini dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas pada model regresi, sehingga model regresi layak dipakai untuk memprediksi Partisipasi Politik berdasarkan masukan variable independen Kemelekwacanaan wargadan Keterampilan Partisipatori .
(52)
Uji multikolonieritas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen). Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel independen.
Uji Multikolinearitas juga digunakan untuk mengetahui ada tidaknya penyimpangan asumsi klasik multikolinearitas, yaitu adanya hubungan linear antar variabel independent dalam model regresi. Prasyarat yang harus terpenuhi dalam model regresi adalah tidak adanya Multikolinearitas. Pada riset ini akan dilakukan uji Multikolinearitas dengan melihat nilai Inflation Factor (VIF) pada model regresi. Jika VIF lebih besar dari 10 dan nilai tolerance < 0.01, maka variabel tersebut mempunyai persoalan Multikolinearitas dengan variabel bebas lainnya
Tabel 3.9 Hasil Uji VIF dan Nilai Tolerance
Model
Collinearity Statistics
Tolerance VIF
1 (Constant)
X1 1.000 1.000
X2 1.000 1.000
Berdasarkan tabel di atas, hasil uji multikolinieritas dari masing-masing variabel independen diperoleh nilai tolerance untuk kedua variable independen yaitu Kemelekwacanaan warga dan Keterampilan Partisipatori
(53)
sebesar 1.000, keduanya memiliki nilai tolerance > 0.01. Hasil pengujian ini menunjukkan bahwa antara Kemelekwacanaan warga dan Keterampilan Partisipatori tidak saling berkorelasi atau tidak terjadi multikolinieritas pada model regresi.
Sedangkan dari nilai VIF untuk kedua variable independen tersebut sebesar 1.000, keduanya berada dibawah 10, Hasil pengujian ini menunjukkan bahwa antara Kemelekwacanaan warga dan Keterampilan Partisipatori tidak saling berkorelasi atau tidak terjadi multikolinieritas pada model regresi.
f. Analisis Korelasi
Karena pada penelitian ini yang ingin dibuktikan adalah terdapat hubungan yang signifikan antara variabel X dan varibel Y, maka korelasi yang digunakan adalah korelasi pearson product moment dengan menggunakan rumus :
n i i n i i n i li n i li n i i n i n i i i i yx y y n x x n y x y x n r 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1Selanjutnya untuk mengetahui apakah korelasi tersebut signifikan atau tidak, maka dalam penelitian ini digunakan uji dua pihak yaitu uji signifikan korelasi Product moment dengan menggunakan formulasi sebagai berikut: t = 2 1 2 r n r
(54)
Keterangan
t = uji dua pihak korelasi product moment r = koefisien korelasi product moment n = ukuran atau jumlah sampel
a. Uji korelasi dua prediktor
Perhitungan korelasi dua prediktor dapat dilakukan dengan menggunakan rumus:
Ry(1,2,3) =
� ⅀ +� ⅀ +� ⅀
⅀
b. Analisis dengan metode regresi
Analisis regresi multipel (Multiple Regression Analysis) adalah metode untuk mengetahui hubungan antara dua variabel atau lebih variabel bebasdengan satu varibel terikat. Kerlinger (2002) menyebutkan bahwa: Multiple regression analysis is a method for studying the effects and magnitudes of the effects of more than one independent variable on one dependent variable using principles of correlation and regression.
Sebagai rumus dasar persamaan regresi multiple ini adalah : Y’ = a + b1 X1 + b2 X2 ….. bk Xk + e
dimana : b1, b2………bk, adalah koefisien regresi yang berhubungan dengan variable independen X1, X2, …… Xk.
dimana : a = ) ( ) )( ( ) )( ( 2 1 2 1 1 1 1 2 1 1 x x n y x x x y
(1)
membentuk warga negara muda yang partisipatoris. Sehingga hal ini dapat mendukung penelitian yang akan dilakukan. Kedua, ukuran sampel diambil dari populasi menggunakan rumus yang dibuat oleh Slovin, yaitu :
n = N/{1+N(e)²}
n = 20091/{1+20091(0,01)} n = 20091/(1+200,91) n = 20091/201,91 n = 99,50 = 100 Keterangan :
n = ukuran sampel
N = jumlah populasi, dalam hal ini 20038 orang
e = tingkat presisi (batas ketelitian) yang diinginkan, dalam hal ini 10% Dengan demikian, jumlah sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 100 orang.
(2)
BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis penelitian dan pengujian terhadap hipotesis yang dilakukan peneliti serta hasil pembahasan yang didapat secara umum dapat diambil kesimpulan bahwa pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan berpengaruh dalam mengembangkan kemelekwacanaan warga negara dan keterampilan partisipatorinya, sehingga dapat membuat partisipasi politik siswa menjadi lebih aktif. Hal ini mengindikasikan bahwa semakin tinggi tingkat kemelekwacanaan warga negara dan keterampilan partisipatori siswa maka partisipasi politik siswa pun akan lebih aktif. Kenyataan tersebut dapat dilihat dari ketertarikan siswa dalam mendiskusikan masalah-masalah politik dan kemampuan siswa untuk ikut berperan serta dalam memutuskan masalah.
Secara khusus kesimpulan ang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Kemelekwacanaan warga menjadi elemen penting dalam menentukan kualitas partisipasi warga negara. Hal ini disebabkan proses partisipasi yang disertai dengan daya nalar yang kuat dan melalui pemikiran yang kritis akan mempengaruhi kemajuran partisipasi politik tersebut. Pendidikan Kewarganegaraan memiliki kontribusi dalam mengembangkan pengetahuan politik siswa. Pengetahuan tersebut berupa pengetahuan faktual dan kecakapan kognitif. Dengan demikian, siswa memiliki kemauan untuk berpartisipasi
(3)
dalam lingkungannya. Partisipasi yang dilandasi dengan pengetahuan yang baik diyakini akan menambah kemajurannya.
2. Siswa yang memiliki keterampilan partisipatori yang baik maka ia akan berpartisipasi secara aktif dalam kehidupan politiknya. Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan bukan hanya sekedar memberikan penguasaan pengetahuan saja, namun dibelajarkan mengenai keterampilan-keterampilan yang berguna dalam kehidupan bermasyarakat. Keterampilan seperti berinteraksi, memonitoring, dan mempengaruhi proses pembuatan kebijakan publik merupakan wujud pengembangan dari partisipasi politik yang positif, sehingga dengan demikian warga negara memiliki kemampuan untuk turut memikirkan apa yang dipertimbangkan pemerintah bagi perwujudan kepentingan bersama.
3. Seorang siswa memiliki pengetahuan yang memadai, maka ia juga akan cenderung memiliki keterampilan yang baik pula. Hal ini terlihat apabila siswa memiliki tingkat berfikir yang kritis, maka siswa tersebut akan berpartisipasi secara aktif dalam setiap kegiatan diskusi mengenai masala-masalah politik di kelas. Sehingga siswa dituntut untuk dapat memecahkan masalahnya sehingga ketika terjun ke masyarakat ia sudah siap menjadi seorang decission maker. 4. Pengembangan kemelekwacanaan warga dan keterampilan partisipatori dalam
pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan memiliki peranan penting dalam meningkatkan partisipasi politik siswa. Untuk menghasilkan partisipasi yang positif bukan hanya diperlukan pengetahuan saja, tetapi dibutuhkan keterampilan yang memadai guna adanya perubahan terhadap situasi yang
(4)
ada. Pendidikan Kewarganegaraan bertujuan bukan hanya sekedar menumbuhkan partisipasi dari warga negara namun benar-benar sebagai partisipasi yang cerdas dan penuh tanggung jawab, serta terampil dalam melakukan tindakan yang terarah dan efektif.
B. Rekomendasi
Berdasarkan temuan-temuan penelitian mengenai Pengaruh Pengembangan Kemelekwacanaan Warga Negara dan Keterampilan Partisipatori dalam Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan terhadap Partisipasi Politik Siswa SMA Negeri Kota Bandung, peneliti merumuskan rekomendasi diantaranya adalah :
1. Kemelekwacanaan warga negara berpengaruh positif terhadap partisipasi politik siswa dan pengaruhnya cukup kuat. Untuk meningkatkan kemelekwacanaan tersebut guru Pendidikan Kewarganegaraan hendaklah melakukan inovasi-inovasi pembelajaran, seperti pemanfaatan media massa seperti majalah, koran, dan internet sebagai sumber belajar sehingga siswa dapat memiliki pengetahuan yang terbaru yang akan menambah kemampuan kognisinya. Tugas yang diberikan guru juga haruslah membuat siswa menjadi tertantang sehingga mereka akan menikmati pembelajaran seperti proses pemecahan masalah. Guru Pendidikan Kewarganegaraan berperan dalam menunaikan tugas-tugas profesinya untuk meningkatkan pengetahuan melalui pembelajaran. Guru harus memiliki kemampuan dalam penggunaan metode, media dan sumber belajar yang relevan agar siswa dapat memahami setiap
(5)
materi yang disampaikan oleh guru dengan mudah dan siswa dapat memiliki pengetahuan yang luas. Penggunaan media seperti koran, televisi dan internet merupakan sarana penunjang untuk peningkatan pengetahuan siswa. Kemudian kerjasama dengan berbagai pihak guna meningkatkan pemahaman siswa dari sumber yang berkompeten harus senantiasa dilakukan.
2. Keterampilan partisipatori berpengaruh positif terhadap partisipasi politik siswa, pengaruh tersebut sangat baik sehingga untuk mempertahankan keterampilan partisipatori terhadap partisipasi politik siswa maka pendidikan kewarganegaraan harus memberikan suasana belajar yang menuntut keaktifan dan partisipasi siswa dalam belajar, menciptakan kondisi yang kondusif bagi terciptanya pembelajaran yang berpusat kepada siswa sehingga siswa bisa berdiskusi dan berinteraksi dengan temannya. Dengan pembelajaran seperti itu, diharapkan siswa dapat mengembangkan kemampuannya untuk bisa memecahkan masalah yang dihadapinya ketika ia turun di masyarakat.
3. Kemelekwacanaan warga negara berpengaruh positif dan cukup kuat terhadap keterampilan partisipatori siswa, untuk meningkatkan hal tersebut dalam melakukan evaluasi pembelajaran secara menyeluruh, bukan siswa saja yang menjadi sumber evaluasi, tetapi kegiatan guru dalam mengajar dan komponen penunjang pembelajaran juga perlu dievaluasi keberadaannya. Evaluasi bukan hanya terletak pada penguasaan pengetahuan saja tetapi nilai, sikap dan keterampilan merupakan proses penting dalam evaluasi. Sehingga dalam hal ini guru perlu menilai aspek afektif siswa. VCT merupakan salah satu cara untuk menilai keterampilan partisipatori siswa. Oleh karena itu, penilaian
(6)
berbasis sikap perlu dikembangkan dalam pembelajaran pendidikan kewarganegaraan.
4. Kemelekwacanaan warga negara dan keterampilan partisipatori secara bersama-sama berpengaruh secara positif dan cukup kuat terhadap partisipasi politik siswa, maka untuk meningkatkan hal tersebut pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan harus diarahkan kepada titik maksimal dimana didefinisikan secara luas, mewadahi berbagai aspirasi dan melibatkan berbagai unsur masyarakat, kombinasi pendekatan formal dan informal, diberi label "citizenship education", menitikberatkan pada partisipasi siswa melalui pencarian isi dan proses interaktif di dalam maupun di luar kelas, hasilnya lebih sukar dicapai dan diukur karena kompleksnya hasil belajar
5. Penelitian ini masih memiliki sejumlah keterbatasan dalam lingkup metode penelitian, fokus permasalahan, dan setting penelitian. Pendekatan kuantitatif yang yang digunakan dalam penelitian ini tidak dapat mengeksplorasi secara mendalam dan holistik terhadap persepsi siswa dalam memaknai program Pendidikan Kewarganegaraan yang sedang mereka ikuti dan tingkat partisipasi politik mereka, serta apa yang tidak terungkap di permukaan. Diharapkan adanya pengembangan hasil penelitian ini dengan penelitian-penelitian lain yang dapat menjadi bahan pertimbangan dalam merumuskan dan pengaplikasian pengembangan Kemelekwacanaan warga dan keterampilan partisipatori dalam Pendidikan Kewarganegaraan dalam upaya meningkatkan partisipasi politik siswa.