PENGEMBANGAN SIKAP KEWIRASWASTAAN MELALUI PELATIHAN: Studi Kasus Terhadap Pelatihan Santri Berdikari Dalam Upaya Pengembangan Sikap Kewiraswastaan Di Pesantren Daarut Tauhiid Bandung.

PENGEMBANGAN SIKAP KEWIRASWASTAAN
MELALUI PELATIHAN

Studi Kasus Terhadap Pelatihan Santri Berdikaii Dalam
Upaya Pengembangan Sikap Kewiraswastaan
Di Pesantren Daarut Tauhiid Bandung

TESIS
Diajukan Kepada Panitia Ujian Tesis PPS - UPI
Untuk Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan
Penyelesaian Studi pada Program Magister
Jurusan Pendidikan Luar Sekolah
Konsentrasi Pelatihan

Oleh:

HAMZAH HAKIM
NIM: 989522

4fe
PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG-2000

Disetujui dan Disahkan olehPembimbing:

Prof. Dr. H. Sutarvat Trisnamansvah. MA
Pembimbing I

fit'/ (l C< /
Dr. H. Zainudin Arif. MS

Pembimbing II

ABSTRAK

Penelitian ini mengangkat permasalahan utama, yakni: Sejauhmana peran
pelatihan santri berdikari dalam upaya mengembangkan sikap kewiraswastaan peserta
pelatihan? yang dijabarkan ke dalam tiga sub permasalahan: (1) Bagaimana proses
pelaksanaan Pelatihan santri berdikari [proses pendidikan dan latihan dasar (diklatsar)
dan proses pemagangan] yang dilaksanakan Pesantren Daarut Tauhiid Bandung ? (2)

Bagaimana dampak pelatihan santri berdikari terhadap upaya pengembangan sikap
kewiraswastaan peserta pelatihan ? dan (3) Faktor-faktor apa saja yang berpengaruh
terhadap pengembangan sikap kewiraswastaan santri berdikari di Pesantren Daarut

Tauhiid Bandung ? Penelitian ini dilakukan: (1) Untuk mendeskripsikan proses
pelatihan santri berdikari [pendidikan dan latihan dasar (diklatsar) dan Proses
Pemagangan] yang dilaksanakan oleh Pesantren Daarut Tauhiid, (2) Untuk

mendeskripsikan dampak pelatihan santri berdikari dalam upaya pengembangan sikap
kewiraswastaan santri berdikari, dan (3) Mendeskrisikan faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap pengembangan sikap kewiraswastaan santri berdikari.

Dari permasalahan dan tujuan penelitian, secara teoritis dapat dikaji dengan
teori belajar conditioning yang dikemukakan oleh B.F. Skinner. Menurut teori ini

bahwa belajar bukan hanya proses yang berlangsung secara internal melainkan juga
prosesadaptasi atau penyesuaian tingkahlaku yang dikontrol oleh unsur-unsur eksternal.

Teori ini juga didukung oleh Watson dan Thorndike's yang mengemukakan
bahwasanya manusia dianggap memadai apabila diikuti dengan melakukan observasi

atas tindakannya dengan menggunakan metode yang berlaku untuk 'science'. Oleh

karena itu menurut Soeharsono Sagir jiwa dan sikap wiraswasta dapat dikembangkan.
Lebih lanjut dikemukakan Joice & Weil (1980) untuk mencapai tingkat kesempurnaan
dalam proses pembelajaran harus ditempuh tahap-tahap; klarifikasi, penjelasan teoritis,
demonstrasi, simulasi dan transfer. Sedangkan mengenai sikap kewiraswastaan dapat
dikaji dengan teori tentang sikap yang dikemukakan oleh Thurstone (1928), Likert
(1932), Allport (1967), Gerungan (1996), Saifuddin Azwar (1998), dan konsep
kewiraswastaan sebagai suatu karakteristik sikap mental seseorang (Wasty Soemanto,
Suparman, Hamzah Ya'kub, Suharsono Sagir), kewiraswastaan sebagai pilihan kerja,
pilihan karier (Sri Edi Swasono)

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus.
Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan teknik; (a) wawancara, (b)
observasi, dan (c) studi dokumentasi, dengan subjek penelitian adalah santri berdikari
sebanyak tujuh orang yang mewakili unit/kegiatan usaha yang ditekuni di Pesantren
Daarut Tauhiid Bandung. Yang juga melibatkan kiyai, Uztad, pelatih dan
penyelenggara Pelatihan. Di dalam melaksanakan penelitian ini, peneliti bertindak

sebagai Instrumen utama (key instrumen). Analisis data dilakukan dalam empat sumbu;

pengumpulan data, reduksi data, penyimpulan dan verifikasi. Sedangkan aktifitas
validasi dilakukandengan triangulasi dan member chek.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) proses pelatihan santri berdikari yang
dilaksanakan melalui dua tahapan yaitu, diklatsar dan proses pemagangan secara

signifikan berpengaruh terhadap pengembangan sikap kewiraswastaan santri berdikari,
(2) Pelatihan santri berdikari yang dilaksanakan Pesantren Daarut Tauhiid mempunyai
dampak yang sangat positif terhadap pengembangan sikap kewiraswastaan santri
berdikari, hal ini terbukti dengan banyaknya usaha yang didirikan dan dipimpin oleh
santri berdikari, (3) Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pengembangan sikap
kewiraswastaan santri berdikari antara lain: (a) Niat dan keyakinan yang tinggi kepada
Allah SWT, dapat mengembangkan keimanan, keberanian, kepercayaan diri, kemauan
kerja keras, optimisme dan orientasi ke masa depan, (b) Keteladanan Kiyai dan pelatih
yang terlibat dalam pelatihan santri berdikari dapat mengembangkan kreatifitas,
keberanian dan kemandirian santri berdikari, (c) Pesantren Daarut Tauhiid yang tumbuh
dan berkembang dari kelompok mahasiswa Islam wiraswasta yang mempunyai visi dan
misi yang jelas dan komitmen yang tinggi dalam mencapainya dapat mengembangkan
nilai-nilai keberanian, kreatifitas, keuletan, kerja keras dan orientasi ke masa depan. (d)
Penciptaan tantangan dan nilai kejuangan yang tinggi dapat mengembangkan

keberanian, disiphn, kerja keras, rasa percaya diri dan kemandirian. (e) Aktifitas
pengabdian, khidmat (melayani) dan Dchtiar untuk mencari nafkah secara halal dapat
menghilangkan perasaan malu, rasa rendah diri, juga dapat menumbuhkan keberanian,
tanggungjawab, kepercayaan diri, optimisme, kreatifitas dan kemandirian. (f) Proses
pemagangan yang ditempuh santri berdikari selama tiga bulan dapat membangkitkan

dan mengembangkan potensi wiraswasta para santri berdikari. Implikasi dari hasil
penelitian ini, bahwa dalam merencanakan dan melaksanakan Pelatihan kewiraswastaan

proses pelaksanaannya harus melahirkan tantangan-tantangan yang sifatnya dapat
menumbuhkan potensi wiraswasta para peserta, demikian pula perlunya peserta melalui
proses magang guna mengetahui secara nyata kondisi dunia kerja. Implikasi lainnya

bahwa niat dan keyakinan yang tinggi kepada Allah SWT, Keteladanan para pelatih dan
pengelola, perlunya visi dan misi yang jelas, dan aktifitas pengabdian, pelayanan dan

ikhtiar akan sangat berguna dalam mengembangkan nilai; keimanan, keberanian, kerja
keras, keuletan, disiplin, optimisme, kreatifitas, tanggungjawab, menghilangkan rasa
malu dan rendah diri,


orientasi ke masa depan sebagai ciri-ciri utama manusia

wiraswasta.

Dari hasil penelitian dan implikasinya terhadap pelatihan kewiraswastaan,
maka direkomendasikan (1) bagi pihak penyelenggara program Pusdiklat Daarut

Tauhiid baik secara kelembagaan maupun para pelatih dan penyelenggara program
dalam pelaksanaan pelatihan serupa, agar dalam merancang dan melaksanakan
pelatihan mengacu kepada sistem PLS dengan tetap memperhatikan manajemen proses
tanpa mengenyampingkan hasil, (2) pengembang program PLS agar dapat mempelajari
dan menggali kelebihan model pelatihan yang dikembangkan di Pusdiklat Daarut

Tauhiid, yang telah memperlihatkan hasil yang sangat positif, (3) penelitian lanjutan
masih banyak aspek yang perlu diteliti tentang pelatihan santri berdikari, diantaranya;
model pelatihan santri berdikari, penilaian kebutuhan, perencanaan pelatihan dan
keteriibatan kiyai sebagai faktor yang dominan dalam pelatihan serta studi dampak
pelatihan.

VI


DAFTARISI
HALAMANJUDUL

i

PENGESAHAN PEMBIMBING

ii

PERNYATAAN

iii

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

iv

ABSTRAK


v

KATA PENGANTAR

vii

UNGKAPAN PENGHARGAAN DAN TERMA KASIH

viii

DAFTAR ISI

xii

DAFTAR GAMBAR DAN TABEL

xiii

DAFTAR LAMPIRAN


xiv

BAB I PENDAHULUAN

A.
B.
C.
D.
E.
F.

1

Latar Belakang Masaiah
Pernyataan Masaiah
Rumusan Masaiah dan Pertanyaan Penelitian
Pengertian Istilah
Tujuan Penelitian dan Kegunaan Penelitian
ParadigmaPenelitian


1
7
8
9
13
14

BAB II KONSEPSI TENTANG PENGEMBANGAN SIKAP KEWIRASWAS
TAAN

A. Konsepsi Tentang Pelatihan
1. Pengertian Pelatihan
2. Tujuan dan Kegunaan Pelatihan

16

16
16
21


3. Landasan Filosofis tentang Pelatihan
4. Komponen-komponen Pelatihan ditinjaudari SistemPLS
5. Model Sistem Pelatihan

24
28
30

B. Konsepsi TentangSikapdan Tingkahlaku
1. Pengertian dan karakteristik sikap
2. Komponen-komponen sikap
3. Teori-teori tentang sikap
4. Pembentukan sikap
5. Sikap dan perilaku
6. Perubahansikap
C. Konsepsi Tentang Kewiraswastaan
1. Pengertian dan ciri-ciri kewiraswastaan
xi

,-...-?...

40
40
49
51
55
59
64
73
73

2. Kewiraswastaan dan Pengembangannya

80

D. Beberapa Hasil Penelitian yang Relevan

91

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

97

A. Metode penelitian dan alat pengumpul data
1. Mekanisme kerja peneliti
2. Pertimbangan penggunaan metode studi kasus
3. Teknik pengumpulan data
4. Validitas data penelitian
B. Wilayah kerja penelitian dan subjek penelitian
C. Tahap-tahap dan prosedur penelitian
D. Pengolahan dan analisis data

97
97
98
98
1°1
103
104
107

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANNYA

109

A.Hasil Penelitian
1. Gambaran Pesantren Daarut Tauhiid Bandung

l09
109

a.Perjalanan Pesantren Daarut Tauhiid dari 1987-2000
b.Pengembangan pendidikan dan usaha di Daarut Tauhiid

109
113

c.Peran Daarut Tauhiid dalam dalam mengembangkan kewiras

wastaan dan mengangkat pengusaha lemah
118
2. Gambaran tentang proses pelatihan santri berdikari
123
3. Gambaran tentang dampak pelatihan terhadap pengembangan sikap
kewiraswastaan santri

l39

4. Gambaran tentang faktor-faktor yang berpengaruh terhadap sikap
kewiraswastaan santri berdikari
B. Pembahasan Hasil Penelitian

177
179

1. Proses pelatihan santri berdikari
179
2. Pengembangan sikap kewiraswastaan
187
3. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pengembangan sikap ke
wiraswastaan
C. Keterbatasan Penelitian

•••• 191
199
201

BAB VPENUTUP.

A. Kesimpulan
B. Implikasi hasil penelitian

201
206

C. Rekomendasi

209

DAFTAR PUSTAKA

••••

XI1

213

DAFTAR GAMBAR DAN TABEL
I. Daftar Gam bar:

1. Skema Paradigma Penelitian

15

2. Hubungan fungsional antara komponen-komponen PLS

28

3. Skema konsepsi Rosenberg & Hovland mengenai sikap

44

4. Bagan model tindakan yang masuk akal tentang faktor-faktor yang
menentukan perilaku seseorang

63

5. Bagan proses perubahan sikap menurut Hovland

65

TL Daftar Tabel:

1. Gambaran tentang ciri-ciri dan watak wiraswastawan

74

2. Susunan materi Pelatihan Santri Berdikari

125

3. Tingkat pendidikan formal pelatih/fasilitator

127

4. TingkatPendidikan formal Santri Berdikari

129

5. Tingkat usia para santriberdikari

130

6. Jadual acara harian pelatihan santri berdikari

133

7. Penempatan magang peserta pelatihan

136

Xlll

DAFTAR LAMPERAN
1. Foto-foto Pelatihan Santri Berdikari

214

2. Permohonan izin mengadakanpenelitian

217

3. Surat keterangan telah melaksanakan penelitian

218

4. Daftar Riwayat Hidup penulis

219

XIV

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masaiah
Dalam Garis-garis Besar Haluan Negara ditegaskan bahwa visi
bangsa Indonesia adalah:

Terwujudnya masyarakat Indonesia yang damai, demokratis,
berkeadilan, berdaya saing, maju dan sejahtera, dalam wadah negara
kesatuan Republik Indonesia yang didukung oleh manusia Indonesia
yang sehat, mandiri, beriman, bertakwa, berakhlak mulia, cinta tanah
air, berkesadaran hukum dan lingkungan, menguasai ilmupengetahuan
dan teknologi, memiliki etos kerja yang tinggi dan berdisiplin. (GBHN,
1999:70).

Untuk mewujudkan visi bangsa Indonesia sebagaimana di atas,
ditetapkan suatu misi. Di dalam misi kesebelas disebutkan bahwa:

Perwujudan sistem dan iklim pendidikan nasional yang
demokratis dan bermutu guna memperteguh akhlak mulia, kreatif,
inovatif, berwawasan kebangsaan, cerdas, sehat, berdisiplin dan
bertanggungjawab, berketerampilan serta menguasai ilmupengetahuan
dan teknologi dalam rangka mengembangkan kualttas manusia
Indonesia. (GBHN, 1999:71).
Upaya untuk menciptakan manusia Indonesia yang berkualitas
sebagaimana disiratkan oleh GBHN tersebut, masih membutuhkan berbagai
upaya sungguh-sungguh dan kerja keras dari segenap komponen bangsa ini,

k arena kita masih menghadapi berbagai kompleksitas masaiah kemiskinan,

kesenjangan

ekonomi,

pengangguran

yang

sekaligus

mengindikasikan

banyaknya lulusan dari sekolah-sekolah formal yang belum siap mandiri, sikap
dan jiwa kewiraswastaannya perlu ditingkatkan, terbatasnya lapangan kerja, dan
1

ekses dari industrialisasi yang diperparah dengan krisis ekonomi dan politik
yang masih berkepanjangan.

Kompleksitas masaiah kemiskinan, menurut Sa'dun Akbar (1996:3)
setidak-tidaknya dapat dijelaskan melalui empat komponen: Pertama:
Kemiskinan sebagai vicious circle, yakni bagaikan lingkaran setan yang tak
berujungpangkal (produktifitas rendah —-^pendapatan rendah —>daya beli

rendah —•
rendah

konsumsi rendah

• kesehatan rendah—•kualitas tenaga kerja

•produktivitas rendah—• dan seterusnya). Kedua: teori akumulasi

kapital tak berlaku bagi simiskin, teori ini justru lebih menjelaskan adanya
kecenderungan yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin miskin.

Posisi orang miskin menjadi semakin Iemah dengan adanya ekonomi kapital
pada kelompok the have. Ketiga: dengan adanya jenis kemiskinan struktural
yang ada menjadikan orang miskin menjadi lumpuh (upah buruh rendah yang

ditentukan secara sepihak, adanya kecenderungan konglomerasi, bentuk pasar
oligopolis, bahkan cenderung monopolis membuat orang miskin menjadi

semakin tak berdaya). Keempat: dalam masyarakat miskin biasanya juga
berkembang budaya kemiskinan khas keluarga miskin yang membudaya (kurang
menghargai waktu, malas, ketidak stabilan, struktur keluarga yang kurang baik,
kawin di bawah umur, putus asa, pesimis, pasif, nrimo, perasaan tak berdaya,

bahkan fetalisme). Budaya kemiskinan ini justru semakin menjadikan orang
miskin tetap dalam kemiskinan.

Sejalan dengan pendapat tersebut, Bintoro Tjokroamidjojo dan
Mustopodidjaya melihat hambatan terbesar dalam pembangunan ekonomi
berupa lingkaran kemiskinan yang tak berujungpangkal (vicious circle of
proverty). Sebab utama adalah adanya kekurangan serta keterbatasan yang amat

parah dalam pendapatan, modal dan keterampilan. Kekurangan modal untuk

investasi disebabkan karena tabungan masyarakat yang rendah. Pendapatan yang
rendah merupakan cermindari produktivitas yang rendah terutama adalahakibat
kurangnya keterampilan dan modal. Kurangnya modal untuk investasi

menyebabkan sulitnya usaha pertumbuhan ekonomi, dan seterusnya. (1982:5).
Berbagai masaiah (pengangguran, kemiskinan, semangat wiraswasta

rendah, ekses industrialisasi) di atas membutuhkan adanya upaya-upaya

sistematis

untuk

mengembangkan

sikap

kewiraswastaan,

sehingga

dimungkinkan mampu memutus rantai lingkaran setan kemiskinan, mendobrak

kemiskinan

structural, merubah budaya kemiskinan menjadi

budaya

kemakmuran, mengurangi pengangguran, memungkinkan orang-orang miskin
menikmati kemanfaatan dari akumulasi kapital, semangat wiraswasta menjadi
tinggi secara massal dan mengurangi ekses industrialisasi melalui pendidikan
dan pelatihan. Kata Soeharsono Sagir dalam Sa'dun Akbar (1996:8) jiwa
wiraswasta dapat dikembangkan.

Pribadi wiraswasta adalah pribadi yang beriman dan bertakwa,

memiliki dorongan berprestasi yang tinggi, berani mengambil resiko, kreatif,

inovatif dan inventif, pekerja keras, percaya diri, ulet, berwawasan ke depan,
disiplin dan berani hidup mandiri.

Lebih lanjut Suparman Sumahamidjaya (1980:115) menyatakan
wiraswasta merupakan sifat-sifat keberanian, keutamaan, keteladanan dan

semangat yang bersumber dari diri sendiri dari seorang pendekar kemauan baik

dalam pemerintah maupun non pemerintah dalam arti positif yang menjadi
pangkal keberhasilan seseorang.

Berbagai upaya untuk mewujudkan cita-cita dan tujuan pendidikan
tersebut telah ditempuh baik melalui jalur pendidikan sekolah maupun luar
sekolah dengan berbagai jenis dan bentuk pendidikan. Pendidikan luar sekolah

sebagai sub sistem Pendidikan Nasional mempunyai peranan yang sangat
strategis dalam berperan akuf memecahkan berbagai permasalahan di atas.
Dalam Peraturan Pemerintah No. 73 tahun 1991 dijelaskan bahwa tujuan
pendidikan luar sekolah adalah:

1) Melayani warga belajar supaya dapat tumbuh dan berkembang sedini
mungkin dan sepanjang hayatnya guna meningkatkan martabat dan
mutu kehidupannya.
2) Membina warga belajar agar memiliki pengetahuan, ketrampilan dan
sikap mental yang diperlukan untuk mengembangkan diri, bekeria
mencari nafkah atau melanjutkan ketingkat dan/atau jenjang
pendidikan yang lebih tinggi, dan
3) Memenuhi kebutuhan belajar masyarakat yang tidak dapat dipenuhi
dalam jalur pendidikan sekolah. (Sudjana, 1996:275).

Lebih jauh dijelaskan Sudjana, "bahwa kehadiran pendidikan luar
sekolah

di

negara-negara

berkembang termasuk

Indonesia,

setidaknya

memberikan tiga manfaat yaitu: Pertama: segi biaya lebih raurah apabila

dibandingkan dengan biaya yang digunakan dalam pendidikan sekolah. Kedua:
program pendidikan luar sekolah lebih relevan dengan kebutuhan masyarakat.
Ketim: pendidikan luarsekolah memiliki program yangfleksibel". (1996:36).
Salah satu bentuk lembaga yang banyak menyelenggarakan satuan-

satuan pendidikan luar sekolah yaitu Pondok Pesantren. Sebagai salah satu

bentuk satuan pendidikan luar sekolah yang cukup lama berkiprah dalam dunia
pendidikan (jauh sebelum istilah pendidikan luar sekolah digunakan), menurut

Azizah Husin memiliki spesifikasi/kekhasan dalam pelaksanaan kegiatan
pendidikannya. Kekhasan ini dapat dilihatpada berbagai komponen yangterlibat
didalamnya, seperti: Model Pembelajarannya, warga belajarnya (santri),
pengajarnya (kiyai dan ustadz), manajemennya, serta interaksi yang terjadi baik
antara manusia yang terlibat didalamnya, maupun antara manusia dengan
lingkungannnya. (Azizah Husin, 1994:2).

Bentuk lain.dari kekhasan pondok pesantren terletak pada acuan: nilai,
norma serta aturan-aturan yang mengikat lainnya yang saling mendukung antara

pelaksanaan pendidikan, ibadah dan upaya pengamalannya yang menekankan
pada tujuan hidup yang hakiki yakni: Menggapai tujuan sukses dunia, sukses

akhirat insya Allah. Dengan berpegang pada ajaran Nabi Muhammad yang
didasarkan pada akhlak dan prilakunya. Sebagaimana yang dikemukakan
Djamari dan Ibnu Hakar dalam Azizah Husin "Bahwa setiap santri hams
menjalani tradisi pondok pesantren dengan penuh keikhlasan, kemandirian,
kesederhanaan, pergaulanyang baikdan kebebasan. (1994:3).

Dalam perkembangannya, dikenal ada dua bentuk pondok pesantren,
yaitu: Pesantren salafiah (tradisional) dan Pesantren modern. Pesantren

salafiah (tradisional) adalah pondok pesantren yang masih tetap eksis

mempertahankah

tradisi

dengan

menjauhkan

diri

dari

penganih

budaya/peradaban barat. Sedangkan pesantren modern adalah pondok pesantren
yang telah memodifikasi berbagai bentuk kegiatannya, tanpa meninggalkan
tradisi pondok yakni penguasaan akan ilmu agama. Di lihat dari lokasinya,

pesantren tradisional banyak terdapat diluar kota atau dikampung-kampung.
Sedangkan pesantren modern pada umumnya terdapat dikota-kota besar.
Pesantren Daarut Tauhiid Bandung, yang secara resmi berdiri pada
tanggal 4 September 1990, dalam perkembangannya terbilang masih relatif baru,
namun dalam pelaksanaan kegiatannya pesantren ini mengalami kemajuan yang
sangat pesat, hal ini dapat di lihat dari; (1) semakin banyaknya santrinya, baik
itu santri mukim maupun jamaah dalam setiap kegiatan ibadahnya, (2) semakin
berkembangnya bangunan fisik yang dimiliki serta sarana pendukung lainnya,

(3) ekspansi kegiatan usahanya yang semakin bervariasi, dan (4) semakin
banyaknya kegiatan pendidikan dan pelatihan yang dilaksanakan, serta (5)
semakin banyaknya pihak-pihak yang menawarkan kerjasama dengan Pesantren
Daarut Tauhiid Bahkan menurut data terakhir asset yang dimiliki pesantren

Daarut Tauhiid di atas 8 Miliyar rupiah.
Di

awal

tahun

1999,

Pesantren

Daarut

Tauhiid

Bandung

melaksanakan suatu jenis, kegiatan yang sangat strategis dalam bentuk

"Pelatihan santri berdikari". Kegiatan ini ditujukan bagi pemuda dan sarjana

yang belum memiliki pekerjaan tetap, dengan harapan bahwa melalui kegiatan
tersebut para santri diharapkan dapat terbuka wawasannya untuk menguasai
berbagai jenis keterampilan, yang pada akhimya diharapkan untuk membuka
usaha dan mandiri.

Hal ini sejalan dengan pandangan A. Malik Fajar, sebagaimana
dikemukakan dihadapan Santri Pesantren As Safiiyah Jakarta: "Bahwa para
santri diharapkan bukan saja menguasai ilmu agama semata, tetapi harus
menguasai berbagai jenis keterampilan, sehingga diharapkan dapat menjadi

tenaga kerja potensial yang mampu menjawab tantangan dan peluang kerja
yang semakin kompetittf". (RCTI, Seputar Indonesia, 6 September 1999).
Pandangan Menteri Agama tersebut, telah direspon oleh Pesantren

Daarut Tauhiid Bandung melalui kegiatan "Pelatihan Santri berdikari' yang
dilaksanakan

pada tanggal

15 Maret

1999,

sebagai

upaya untuk

mengembangkan sikap kewiraswastaan para santri di Pesantren Daarut Tauhiid
Bandung.

B. Pernyataan Masaiah
Pesantren merupakan salah satu bentuk satuan Pendidikan Luar

sekolah yang menyelenggarakan pendidikan dengan mated utama adalah

pendidikan keagamaan'. Denganmateri dasar agamamemberikan bekal kepada
santri tentang sikap, pandangan, kebiasaan, nilai-nilai dan aspirasi positif dalam

8

menjalani kehidupan. Sikap dan kebiasaan positif ini menjadi suatu sistim nilai

budaya yang menjadi acuan/norma yang harus diikuti dan dipatuhi oleh santri.
Sistim nilai yang mentradisi menjadi nilai budaya tersebut dalam
pondok pesantren melahirkan sikap: kemandirian, kesederhanaan, keikhlasan,
ukhuwah Islamiah.

pengembangan

Bekal ini akan menjadi salah satu modal dasar dalam

kepribadian

santri

dalam

menyerap

materi

dan

mengintegrasikannya dalamkegiatan usahayang mandiri.

C. Perumusan Masalah/Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan pada latar belakang dan pernyataan masaiah di atas,

maka dapat dirumuskan masaiah pokok dalam penelitian ini yaitu: Sejauhmana
peran pelatihan santri berdikari dalam upaya mengembangkan sikap
kewiraswastaan peserta pelatihan?

Dari masaiah pokok di atas, dapat dikembangkan dalam bentuk
pertanyaan-pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana bentuk pelaksanaan Pelatihan Santri Berdikari {proses

pendidikan dan latihan dasar (diklatsar) dan Proses Pemagangan] yang
dilaksanakan Pesantren Daarut Tauhiid Bandung.

2. Bagaimana

dampak Pelatihan

Santri

Berdikari

terhadap

upaya

pengembangan sikap kewiraswastaan peserta pelatihan?

3. Faktor-faktor apa saja yang berpengaruh terhadap pengembangan sikap
kewiraswastaan para santri berdikari ?

D. Pengertian Istitah
/.

Kewiraswastaan

Geoffrey

G.

Meredith

(1989:5)

mengemukakan

bahwa

"Wiraswasta adalah individu-individu yang berorientasi kepada tindakan
yang bermotivasi tinggi yang mengambil resiko dalam mengejar tujuannya".
Wiraswasta tersebut dapat dirunjukkan oleh ciri; percaya diri, berorientasi

tujuan dan hasil, mengambil resiko, kepemimpinan, keorisinilan dan
berorientasi ke masa depan.

Yang dimaksud dengan wiraswasta adalah pelaku usaha yang

memiliki kemampuan untuk melakukan kegiatan ekonomi secara mandiri
dengan dilandasi ide inovatif, kreatif dan produktif serta memiliki

kemampuan manajerial dalam mengembangkan usaha ekonominya.
Kewiraswastaan adalah proses yang membawa ide atau nilai kreatif, inovatif

dan tindakan manajerial dalammengembangkan usaha ekonomi produktif.
Secara operasional makna pengembangan sikap kewiraswastaan
merupakansetiap usaha yang dilakukan melalui pendidikan, penyuluhan dan
pelatihan sebagai upaya untuk menumbuhkan perubahan pada santri (peserta

pelatihan), agar mampu mengembangkan sikap dan keterampilan sehingga
dengan kekuatannya sendiri dapat mengembangkan usahanya.
2. Sikap Kewiraswastaan

Menurut Shaver (Mar'at: 1992:21) Sikap memiliki komponen

kognisi yang akan menjawab pertanyaan tentang apa yang dipikirkan atau

10

dipersepsikan tentang objek; dan memiliki komponen-komponen konasi

yang akan menjawab pertanyaan tentang apa yang dirasakan (senang/tidak
senang) terhadap objek.

Berdasarkan

pengertian

tersebut,

sikap

kewiraswastaan

dimaksudkan sebagai kecenderungan para santri (peserta pelatihan) untuk
melaksanakan dan mengadopsi nilai-nilai inovatif, kreatif, produktif dan
manajemen usahayang diberikanselama pelatihan berlangsung.
3.

Pelatihan

Pelatihan merupakan penciptaan suatu lingkungan di mana
peserta pelatihan dapat mempelajari atau memperoleh sikap, kemampuan
dan keahlian, pengetahuan dan prilaku yang spesifik yang berkaitan dengan
tugas dan pekerjaan yang akan dilakukan dan ditekuninya. Hal ini sesuai

dengan pendapat James R. Davis & Adelaide B. Davis dalam bukunya yang
berjudul Effective Training Strategies yang menyatakan bahwa:
Training is the process thought which skill are developed,
information is provided, and attitudes are nurtured in order to help
individuals who work in organizations to become more effective and
efficient in their work Training helps the organization to fulfill its
purposes and goals, while contributing to the overall development of
workers. Training is necessary to help workers qualityfor a job, do
the job, or advance, but it is also essential for enhancing and
transforming the job, so that the job actually adds value to the
enterprise. Trainingfacilitates learning, but learning is not only a
formal activity designed and encouraged by specially prepared
trainers to generate specific performance improvements. Learning is
also a more universal activity, designed to increase capability and
capacity and is facilitatedformally and informally by many types of
people at different levels ofthe organization. Training should always
holdforth thepromise ofmaximizing learning. (1998:44).

11

Dari definisi tersebut dapat diartikan; pelatihan adalah proses
untuk mengembangkan keterampilan, menyebarluaskan informasi dan

memperbaharui tingkahlaku serta membantu individu atau kelompok pada
suatu organisasi agar lebih efektif dan eflsien di dalam menjalankan

pekerjaan. Pelatihan membantu organisasi mencapai sasaran dan tujuan dan
berkontribusi terhadap pengembangan keseluruhan karyawan. Pelatihan
diperlukan untuk membantu karyawan meningkatkan kualitas dalam

melakukan pekerjaan, serta membantu meningkatkan keuntungan organisasi.
la juga esensial untuk mengembangkan pekerjaan dan proses transformasi
pekerjaan sehingga pekerjaan tersebut benar-benar bernilai. Pelatihan adalah

proses pembelajaran, tetapi pembelajaran tersebut tidak hanya dirancang

secara formal dan diberikan oleh pelatih khusus yang disiapkan untuk
mencapai peningkatan performans tertentu. Pembelajaran tersebut adalah
suatu aktifitas yang sangat universal, dirancang untuk meningkatkan
kapabilitas dan kapasitas serta dapat dilakukan secara formal dan informal
oleh berbagai jenis orang pada level/tingkatan organisasi yang berbeda-beda.
Pelatihan sebaiknya selalu memiliki semangat untuk memaksimalkan
pembelajaran.

Senada

dengan

mengemukakan bahwa:

pendapat

di

atas,

Simamora .(1995)

12

Pelatihan adalah serangkaian aktifitas yang dirancang untuk
meningkatkan keahlian-keahlian, pengetahuan, pengalaman, ataupun
perubahan sikap seseorang individu. Pelatihan berkenaan dengan
perolehan pengetahuan dan keahlian-keahlian tertentu atau
pengetahuan tertentu. Program pelatihan berusaha untuk
mengajarkan 'trainee' bagaimana melaksanakan aktivitas pekerjaan
atau aktivitas tertentu. (Simamora, 1995:287).

Dari kedua definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa tujuan
utama pelaksanaan suatu pelatihan adalah adanya suatu proses yang
digunakan untuk memenuhi kebutuhan atau tujuannya. Melalui pelatihan

tersebut diharapkan dapat menjadi solusi dalam mengatasi ketimpangan
yang ada.

Pelatihan santri berdikari adalah suatu proses kegiatan yang
mencakup proses pembelajaran dan proses pemagangan yang dirancang
untuk meningkatkan pengetahuan, pengalaman, keahlian ataupun perubahan
sikap seseorang/individuberdasarkan kegiatan yang ditekuni (diminati).
4. Santri Beralkari

Pengertian santri adalah "orang yang menuntut ilmu/berguru di

pondok pesantren". Dalam hal ini santri dapat berupa orang-orang yang
bermukim maupun yang tidak bermukim dipondok pesantren, tetapi kriteria
utamanya mereka menuntut ilmu pada suatu pondok pesantren.

Sedangkan santri berdikari adalah "Santri yang direkrut menjadi

karyawan (beasiswa) yang ditempah melalui suatu pelatihan yang sangat
unik dan spesifik yang dirancang oleh Pesantren Daarut Tauhiid Bandung,
dan melalui suatu persyaratan dan seleksi yang sangat ketat". (Hasil

13

wawancara dengan Wahyu Prihartono Ketua Lembaga Pengembangan
Organisasipesantren Daarut tauhiid).

E. Tujuan Dan Kegunaan Pelatihan
1. Tujuan Penelitian

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk memperoleh
gambaran empirik tentang pengembangan sikap kewiraswastaan melalui
pelatihan santri berdikari yang dilaksanakan oleh Pusdiklat Pesantren Daarut

Tauhiid Bandung. Temuan hasil penelitian diharapkan mampu memberikan
masukan berarti bagi perencana, pelatih dan pengelola program pendidikan
luar sekolahdalam mencarialternatifpengembangan sumberdaya manusia.
Sejalan dengan tujuan tersebut, secara khusus penelitian ini
dimaksudkan untuk:

a. Mendeskripsikan proses pelatihan santri berdikari [pendidikan dan
latihan dasar (diklatsar) dan pemgangan] yang dilaksanakan oleh
Pesantren Daarut Tauhiid Bandung.

b. Mendeskripsikan dampak pelatihan santri berdikari dalam upaya
pengembangan sikap kewiraswastaan peserta pelatihan.

c. Mendeskripsikan

faktor-faktor

yang

berpengaruh

terhadap

pengembangan sikap kewiraswastaan peserta pelatihan.
2. Kegunaan Penelitian

Ada dua kegunaan utama yang diharapkan dari penelitian ini,
yakni yang bersifat teoretik dan kegunaan yang bersifat praktis. Secara

14

teoretis, melalui temuan yang diperoleh, diharapkan mampu memberi nilai

yang berarti bagi pengayaan pengembangan sikap kewiraswastaan yang
dilakukan melalui pelatihan santri berdikari serta mampu memberi
sumbangan bagi pengayaan konsep pendidikan luar sekolah dalam
mengembangkan pendidikan kewiraswastaan.

Secara praktis, penelitian ini diharapkan mampu memberi

masukan bagi para perencana dan pengelola program pengembangan sumber
daya manusia khususnya dalam hal pengembangan sikap kewiraswastaan
yang dilaksanakan dalam berbagai bentuk pelatihan.

F. Paradigma Penelitian
Pengembangan sikap dan perilaku kewiraswastaan dapat

dilakukan dengan berbagai cara, salah satu diantaranya adalah dengan
melalui pelatihan santri berdikari sebagaimana yang dilaksanakan oleh

Pesantren Daarut Tauhiid Bandung. Melalui kegiatan pelatihan ini, para
santri akan memperoleh berbagai pengetahuan, pengembangan sikap dan
penguasaan

berbagai

keahlian/keterampilan

praktis yang bertujuan

membentuk pribadi wiraswasta.

Pelatihan santri berdikari merupakan satu sistem pelatihan yang
dikembangkan oleh Pesantren Daarut Tauhiid Bandung sejak awal tahun

1999 dalam upaya mencetak wiraswastawan-wiraswastaan muda. Tahapantahapan pelatihan ini meliputi tiga tahap: (1) tahap pendidikan dan latihan

15

dasar (diklatsar), (2) tahap pemagangan, dan (3) tahap pemandirian. Untuk
lebihjelasnya dapat di lihat pada skema di bawahini:

Gambar I

Paradigma Penelitian

Pengembangan sikap danprilaku kewiraswastaan melaluiPelatihanSantri
Berdikari di Pesantren DaarutTauhiidBandung

J^

Faktor-faktor yang berpengaruh
A

Peserta

A

Diklatsar

Dampak

^D/0//t

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. METODE PENELITIAN DAN ALAT PENGUMPUL DATA

Penelitian ini menggunakan metode "naturalistic inquiry research"
atau sering dikenal

dengan

penelitian kualitatif dengan menggunakan

pendekatan studi kasus. Melalui penelitian ini, peneliti berapaya untuk melacak
dan mendeskripsikan data dari kasus-kasus yang terjadi dilapangan secara alami.

/. Mekanisme kerja yang dilakukan peneliti melalui penelitian kualitatif ini,
antara lain:

a) Mempelajari pengembangan sikap kewiraswastaan para santri berdikari
setelah mengikuti pelatihan santri berdikari sampai pada upaya-upaya
pemandiriannya.

b) Mempelajari dampak dari pelatihan santri berdikari, dengan berapaya

menyelami, pikiran, perasaan dan harapan para responden yang sebagian
besar menjadi karyawan pada unit-unit kerja Pesantren Daarut Tauhiid.
c) Menggali pengalaman para santri berdikari selama mengikuti pelatihan
dalam bentuk diklatsar dan pemagangan sampai pada perekrutan sebagai
karyawan.

d) Mengamati aspek-aspek pengembangan sikap kewiraswastaan para santri
berdikari sebagai upaya pemandiriannya.

97

98

2. Dasar pertimbangan peneliti menggunakan metode "kualitatif dengan
pendekatan studi kasus ini, antara lain:

a) Bahwa sasaran kegiatan penelitian ini adalah manusia yang mempunyai
sikap, pikiran, perilaku dan harapan yang selalu berabah-ubah secara
cepat.

b) Penyelenggaraan program pelatihan santri berdikari adalah salah satu
program yang unik dan dilakukan oleh pondok pesantren sebagai upaya
pengembangan sumber daya manusia.
c) Semuanya membutuhkan pengamatan secara kontinyu, mendalam dan
terintegratif yang sulit dilacak melalui penelitian kuantitatif.

Dalam penelitian ini, peneliti bertindak sebagai instrumen utama
(key instrumen) untuk melacak, menyeleksi dan meratifikasi data yang
diperoleh dari lapangan. Karena bertindak sebagai instrumen utama, maka

peneliti terjun langsung kelapangan, mengadakan wawancara langsung
dengan para responden, mengadakan pengamatan langsung terhadap para
responden, dalam hal

ini santri

berdikari,

para

instruktur maupun

panitia/penyelenggara serta pimpinan pondok Pesantren Daarut Tauhiid
Bandung.

3. Teknik Pengumpulan data yang digunakan peneliti antara lain:
1) Observasi

Observasi (pengamatan) digunakan oleh penulis sebagai salah satu
cara untuk mengumpulkan data melalui pengamatan langsung dilapangan.

99

Data-data dan peristiwa yang diamati langsung oleh peneliti antara lain;

kondisi tempat aktivitas usaha para santri berdikari, keteriibatan para santri
dalam usaha tersebut sertajumlah tenaga/karyawan yang terlibat.

Dari observasi (pengamatan) tersebut, peneliti dapat mempelajari

langsung tentang perilaku para santri tersebut dalam upaya pengembangan
sikap kewiraswastaannya, baik aktivitasnya sebagai karyawan pada berbagai
unit usaha Pesantren Daarut Tauhiid, maupun aktivitas sampingannya dalam
upaya merintis upayapemandiriannya.

Observasi ini telah dimulai peneliti sejak bulan Maret 1999 ketika

pelatihan santri berdikari itu dilaksanakan. Kebetulan pada saat itu peneliti
mendapatkan tugas dari Bapak Prof. Dr. H. Sutaryat Trisnamansvah, MA.
untuk menyusun proposal sebagai tugas akhir dari Mata Kuliah Penelitian
Pendidikan yang diasuh beliau. Dan secara resmi observasi ini dimulai

peneliti setelah medapatkan surat izinmengadakan penelitian padatanggal 27
Maret 2000, setelah terlebih dahulu menyelesaikan beberapaprosedur formal
sebagai langkah-langkah dalam melaksanakan penelitian.
2) Wawancara

Selain observasi lapangan, sebagian besar upaya peneliti melacak

data adalah dengan menggalinya lewat teknik wawancara. Upaya ini peneliti

lakukan dalam mengungkap data-data langsung kepada para santri berdikari
sebagai responden utama. Dan wawancara lainnya dilakukan peneliti

100

terhadap para pelatih/instruktur, para penyelenggara program serta pimpinan
pondok sebagai pencetus kegiatan ini.

Kegiatan wawancara terhadap para santri berdikari ini dilakukan

dengan penuh kekeluargaan baik ditempat tugasnya maupun ditempat
tinggalnya (pondokannya) masing-masing. Dari kegiatan tersebut peneliti
banyak mendapatkan data dari para responden secara langsung dan spontan

tanpa direkayasa. Hubungan antara peneliti dengan para santri berdikari
sangat akrab dan terkadang peneliti menginap dipondokannya untuk melacak
data-data pendukung dari wawancara tersebut, dan hampir setiap saat peneliti
bertemu dengan responden dan jika bertemu para santri tersebut selalu ramah
dan bertanya masih ada yang bisa saya bantu Pak ? Sedangkan wawancara

dengan para pimpinan pondok dan para pelatili/instruktur peneliti lakukan
biasanya usai shalat jamaah di masjid Daamt Tauhiid, biasa juga menjelang

pengajian rutin. Pelaksanaan pengajian rutin ini dilaksanakan dua kali
seminggu, yakni pada hari ahad siang dan pada hari kamis malam, disinilah
biasanya peneliti memanfaatkan momen untuk menggali data kepada
berbagai sumber tersebut.

Dalam pelaksanaan wawancara kepada para responden peneliti
menggunakan dua alat bantu yakni: tape recorder dan note book penggunaan

keduanya disesuaikan dengan momennya biasanya kalau agak santai dan
wawancaranya secara informal peneliti hanya menggunakan buku catatan

wawancara, namun jika waktunya sangat terbatas dan wawancaranya dalam

101

suasana formal peneliti menggunakan alat perekam. Untuk alat perekam ini

peneliti gunakan pada saat wawancara dengan pimpinan pondok dan tokoh
masyarakat dan para instruktur yang terlibat dalam membina para santri
berdikari tersebut.

3) Studi Dokumentasi

Untuk melengkapi kekurangan data yang tidak dapat diperoleh dari
observasi dan wawancara, peneliti menggunakan studi dokumentasi. Cara ini
dipergunakan oleh peneliti untuk mencari data-data yang berhubungan

dengan pelaksanaan pelatihan, laporan maupun rancangan termasuk foto-foto
kegiatan pelatihan. Di samping itu studidokumentasi inijuga peneliti lakukan
untuk mengklarifikasi data hasil wawancara khususnya yang berhubungan
dengan pelaksanaan pelatihan santri berdikari.

Studi dokumentasi ini bagi peneliti sangat penting juga artinya,

utamanya dalam membandingkan kejadian-kejadian yang telah lama yang
tidak dapat lagi di lihat pada saat pelaksanaan penelitian ini, juga setidaknya
menjadi bahan dalam menafsirkan data/informasi jika terdapat pertentangan

data dan informasi yang membutuhkan perlunya menggali dari berbagai
dokumen-dokumen yang ada.
4. Validitas data penelitian

Sebagai upaya untuk mendapatkan data penelitian yang objektif,
dengan mengurangi unsur-unsur subjektifitas penelitian, maka perlu ada

h

i

102

langkah-langkah validasi data penelitian. Untuk memvalidasi data penelitian
tersebut ditempuhcara-cara berikut.
1) Trianggulasi

Kemungkinan adanya responden yang terkadang berbicara hanya

berdasarkan pikiran dan perasaannya semata, tanpa memperhatikan pikiran

dan perasaan orang lain. Bila ada responden seperti itu, maka tidak menutup

kemungkinan akan muncul data yang bersifat subjektif. Untuk mengatasi
subjektifitas data, peneliti mencari responden lain yang dapat berbicara secara
netral sesuai dengan fakta yang ada dilapangan. Cara inilah yang diharapkan

dapat meluruskan data yang subjektif sehingga menjadi data yang objektif.
Cara inilah yang penulis maksudkan dengan trianggulasi, dengan cara ini

peneliti dapat berfungsi sebagai penafsir data dari yang positif dengan data
yang negatif.
2) Member chek

Pelaksanaan member chek sebagai upaya untuk mengklarifikasi data

hasil penelitian baik itu hasil wawancara, pengamatan maupun studi
dokumentasi dengan cara memberikan kepada responden narasi hasil

penelitian tersebut untuk dipelajari dan disempumakan seandainya ada
kekurangan atau kesalahan dalam penafsiran data hasil penelitian yang
bersangkutan dengan responden tersebut.

Fungsi member chek adalah upaya korektif data dari responden yang
dilakukan sendiri oleh responden untuk menghindari adanya data-data yang

103

bias utamanya yang berhubungan dengan privaci dan keadaan diri dan
aktivitas pekerjaanresponden.
B. WDLAYAH KERJA PENELITIAN DAN SUBYEK PENELITIAN

Yang dijadikan tempat dan sumber data oleh peneliti adalah lembaga

dan orang-orang yang terlibat langsung dalam pelaksanaan pelatihan santri
berdikari. Lembaga dalam hal ini adalah Pesantren Daamt Tauhiid Bandung,

selaku pencetus dan penyelenggara program pelatihan santri berdikari.
Sedangkan unit-unit dalam lembaga tersebut yang menjadi sasaran dan Iingkup

penelitian ini terdapat tujuh unit yang sekaligus tempat para santri berdikari
tersebut bekerja, antara lain:

1) Kafetaria DaarutTauhiid

2) Lembaga Pendidikan Daarut Tauhiid

3) Super Mini Market (SMM) Daamt Tauhiid

4) Koperasi Pondok Pesantren (Koppontren) Daamt Tauhiid
1

5) MQ 1026 Radio Ummat Daarut Tauhiid

6) Lembaga Pengabdian Masyarakat (LPM) Daamt Tauhiid
7) StafAjudan Kiyai dan Forum Silaturrahmi Manejemen Qolbu
(FSMQ) Daamt Tauhiid

Sedangkan para responden yang terlibat dalam penelitian ini adalah

tujuh orang santri berdikari yang sekarang ini bekerja pada unit-unit usaha di
atas, yang sekaligus menjadi responden utama. Responden lainnya adalah dari

104

penyelenggara dan pelatih/intstruktur serta unsur pimpinan pondok Pesantren
Daarut Tauhiid Bandung.

Dari para santri berdikari, peneliti akan menggali data dan informasi

tentang pengalamannya mengikuti pelatihan santri berdikari, aktivitasnya setelah
mengikuti pelatihan santri berdikari, baik setelah menjadi karyawan maupun
aktivitas sampingannya. Sedangkan dari pimpinan pondok peneliti akan

menggali konsep dan latar belakang pelaksanaan pelatihan santri berdikari,
kebijakan-kebijakannya dalam mempekerjakan para santri berdikari pada
berbagai unit usaha di Pesantren Daamt Tauhiid. Sedangkan dari penyelenggara

dan pelatih, peneliti akan berusaha menggali data dan informasi tentang berbagai
metode dan pendekatan yang digunakan dalam pelatihan mulai dari
perencanaan, penyelenggaraan dan evaluasi pelatihan.
C. TAHAP-TAHAP DAN PROSEDUR PENELITIAN

Sebagai suatu kegiatan ilmiah, dalam pelaksanaan penelitian ini

peneliti menempuh berbagai prosedur formal serta tahap-tahap penelitian,
adapun prosedur yang dimaksud diantaranya:

1. Pengajuan permohonan izin penelitian; permohonan izin penelitian

ditujukan kepada Direktur Program Pascasarjana Universitas Pendidikan
Indonesia. Dari permohonan tersebut Direktur Program Pascasarjana

menerbitkan permohonan untuk mengadakan observasi/studi penelitian

lapangan yang ditujukan kepada Pimpinan Pesantren Daamt Tauhiid
Bandung.

105

2. Mengajukan permohonan meneliti pada Pesantren Daarut Tauhiid
Bandung; dengan berbekal permohonan izin penelitian dari Direktur
Program Pasca Sarjana Universitas Pendidikan Indonesia, peneliti
menghadap kepada pimpinan pondok Pesantren Daarut Tauhiid Bandung
melalui bagian Humas Daarut Tauhiid untuk menyampaikan maksud

peneliti. Dan setelah diproses selama seminggu peneliti mendapat
persetujuan dan izin meneliti di lembaga tersebut.

3. Tahapan pelaksanaan penelitian; pelaksanaan penelitian ini dimulai dengan
mengumpulkan data-data dan laporan yang berhubungan dengan pelatihan
santri berdikari. Setelah identitas para santri terkumpul, peneliti mendatangi

satu persatu para santri tersebut dan melakukan perkenalan dan
menyampaikan maksud peneliti. Selama peneliti melakukan pertemuan

dengan santri berdikari, peneliti didampingi oleh Benni dari Lembaga
Pendidikan Daarut Tauhiid dan Lukman Hakim dari Lembaga Pengabdian

Masyarakat Daarut Tauhiid yang bertanggungjawab terhadap kegiatan
penelitiandi Daarut Tauhiid.

Setelah melakukan pertemuan dengan para santri yang menjadi

responden, maka disepakati untuk pelaksanaan wawancara dengan mereka

yang sebagian besar dilakukan ditempat tinggal/pondokan para santri
tersebut. Sedangkan untuk pengamatan sebagaian besar dilakukan ditempat

kerja/usaha para santri sesuai dengan aspek yang diamati.

Upaya melacak

data penelitian dilakukan oleh peneliti hampir tiga bulan lamanya, Suasana

r

106

kekeluargaan yang terjalin antara peneliti dan santri berdikari beserta seluruh
staf dan pimpinan Pesantren Daarut Tauhiid Bandung mempakan faktor
yang sangat mendukung kelancaran penelitian ini.

4. Penyelesaian kegiatan penelitian; setelah beriangsung selama hampir tiga
bulan lamanya, setelah data penelitian yang diperlukan telah terkumpul

akhimya peneliti secara resmi merampungkan tahapan penelitian di
Pesantren Daamt Tauhiid tersebut. Walaupun demildan peneliti masih aktif

mengunjungi Pesantren Daamt Tauhiid Bandung, utamanya untuk mengikuti
acara pengajian rutin setiap hari ahad siang dan kamis malam.

Di samping keempat tahapan utama dalam penelitian di atas, masih

ada langkah-langkah yang ditempuh peneliti dalam pelaksanaan kegiatan
!

penelitianini, diantaranya:

a) Melakukan observasi awal; kegiatan ini dilaksanakan ketika pelatihan santri
berdikari dilaksanakan bulan Maret 1999, yang sekaligus dijadikan

pertimbangan dalam perumusan desain penelitian dan penyusunan proposal
dari mata kuliah metodologi penelitian pendidikan yang diasuh oleh Bapak
Prof. Dr. H. Sutaryat Trisnamansyah, MA.

b) Seminar pra desain penelitian; presentasi pra desain penelitian ini dilakukan
sebagai salah satu prosedur formal yang harus dilalui oleh setiap mahasiswa
sebelum melaksanakan kegiatan penelitian. Peneliti mempresentasikan desain

penelitian pada seminar pra-desain penelitian tesis di depan tiga dosen
penguji, diantaranya: Prof. Dr. H. Sutaryat Trisnamansyah, MA., Prof. Dr. H.

107

Rusli Luthan dan Dr. H. Zainudin Arif MS. Dari ketiga dosen penguji

tersebut diperoleh kesepakatan untuk meneruskan penelitian setelah

mendapat berbagai masukan dan revisi, sebagaimana yang tertuang dalam
rancangan desain penelitian.

c) Pelaksanaan bimbingan; Setelah terbitnya SK penunjukan pembimbing,
kegiatan konsultasi kepada pembimbing mulai dilaksanakan, mulai dari
desain penelitian, kisi-kisi penelitian dan instrumen alat pengumpul data,

penyusunan kerangka teori, penulisan laporan hasil penelitian (tesis), sampai
pada persiapan untuk menghadapi tahap laporan kemajuan.

d) Pengumpulan dan pengolahan data; secara rinci kegiatan yang dilaksanakan
pada tahap ini mencakup:

• Mengumpulkan catatan lapangan dan hasil observasi secara keseluruhan.

• Menyusun dan mengelompokkan data sejenis sesuai fokus permasalahan.
• Menganalisa hubungan antara data yang satu dengan yang lainnya.
• Memberikan komentar dan tafsiran data secara kontekstual.

• Menyimpulkan data tersebut menjadi pernyataan umum, sekaligus
menyusun temuan-temuan penelitian.

• Mengkonsultasikan hasil penelitian kepada pembimbing sampai pada
pengesahan tesis.
D. PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA

Pengolahan data penelitian yang dilakukan melalui analisis data yang

telah beriangsung sejak penelitian ini dimulai, hanya bentuk analisisnya ada

108

yang bersifat parsial dan ada yang bersifat kontekstual. Data-data yang bersifat
insidental dan parsialpun dimasukkan dalam analisis yang bersifat kontekstual
sebagai pendukung setelah data itu terkumpul secara utuh.
Kegiatan pengolahan data penelitian ini dilakukan dengan cara:

1. Mengumpulkan catatan-catatan lapangan yang berasal dari hasil wawancara,

observasi lapangan dan dari studi dokumentasi, termasuk foto-foto dan hasil
rekaman yang sempat peneliti lakukan

2. Mengelompokkan data penelitian dari para responden ke dalam data sejenis.
3. Menyusun data sesuai dengan fokus permasalahan dan tujuan penelitian.
4. Memberikan komentar bempa tanggapan, kritikan dan tafsiran terhadap data
secara kontekstual.

5. Mendeskripsikan data dalam bentuk pernyataan-pemyataan umum, sekaligus

menyusun temuan-temuan penelitian, baik yang ada hubungannya dengan
fokus permasalahan dan tujuan penelitian.

6. Menyusun temuan-temuan dan gagasan-gagasan inovatif.
7. Menyimpulkan laporan penelitian secara umum.

'

eViD/0/^
9

BABV

PENUTUP

Upaya untuk mengembangkan sikap kewiraswastaan melalui pelatihan
santri berdikari di Pesantren Daarut Tauhiid memperiihatkan keberhasilan yang

positif. Keberhasilan itu tidak teriepas dari peran serta semua pihak yang terlibat
langsung dalam proses pelatihan, mulai dari penilaian kebutuhan, perencanaan,

pelaksanaan, evaluasi dan upaya tindak lanjut dari pelatihan santri berdikari tersebut.
Berdasarkan uraian dan analisis data hasil penelitian di lapangan terhadap

berbagai kasus yang terjadi, maka secara khusus peneliti akan menarik kesimpulan,

implikasi dan mengajukan rekomendasi sebagai tindak lanjut dari penelitian ini,
sebagai berikut:
A. KESIMPULAN

Bahwa proses pelatihan santri berdikari yang dilaksanakan oleh
Pesantren Daarat Tauhiid Bandung secara kualitas dan kuantitas telah berhasil
melatih wiraswastawan-wiraswastawan muda, dengan menggunakan pendekatan

sistem atau hubungan antara komponen-komponen pendidikan luar sekolah
dapat digambarkan sebagai berikut:

1) Di lihat dari masukan sarana, tujuan program pelatihan sangat jelas
apalagi pelatihan ini merupakan program rintisan dan tidak
mengutamakan aspek kepentingan lembaga tetapi lebih menekankan
pada pemenuhan kebutuhan peserta pelatihan. Para pelatih yang

901

202

terlibat di samping memiliki latar belakang tingkat pendidikan yang

tinggi, juga memiliki kualifaid dalam bidangnya masing-masing.
Demikian pula keteriibatan pengelola program yang sudah

profesional

dalam

mengelola

program

pelatihan,

sehingga

keteriibatan unsur masukan sarana ini merupakan satu sinergi dalam
mendukung kesuksesan pelatihan.

2) Di lihat dari masukan mentah, motivasi para peserta yang sangat

tinggi dan latar belakang pendidikan yang bervariasi dari SMP
sampai sarjana sangat berpengaruh terhadap daya serap peserta

pelatihan, apalagi para peserta telah memiliki pengalaman, konsep
diri, kesiapan belajar dan orientasi ke masa depan, tentu
mengharapkan nilai lebih dari pelatihan ini.

3) Di lihat dari masukan lingkungan, nuansa pesantren nilai-nilai
keagamaan merupakan faktor yang paling menonjol dalam
pembinaan pengetahuan, sikap dan keterampilan kewiraswastaan.
Keberadaan unit-unit usaha dan lembaga di Pesantren Daarat Tauhiid

merapakan penunjang utama dan pendorong keberhasilan bagi
pengembangan kewiraswastaan santri berdikari.

4) Di lihat dari proses pelaksanaan pelatihan, pelaksanaan diklat dasar
selama3 minggu dan pemagangan selama 3 bulan, dengan penerapan

metode pelatihan yang bervariasi disesuaikan dengan konteks materi
telah membentuk

pribadi

santri

berdikari.

Apalagi

dengan

203

dilaksanakannya suatu evaluasi behavior (perilaku) dalam bentuk;

pengabdian, khidmat (pelayanan) dan ikhtiar yang dilalui oleh semua

peserta semakin menambah kepercayaan diri para santri berdikari.
5) Di lihat dari keluaran, terlihat perubahan perilaku yang signifikan
pada diri santri berdikari, hal ini terlihat dari 30 orang peserta yang

mengikuti pelatihan ini hanya tiga orang