Refleksi Penegakan Hukum.

-

-

--- -------

-- -- ------

Pikiran Rakyat
o Selasa . Rabu
4

5

6

20

21

o Mar


OApr

7
22

0

0

Kamis

8
23

9

o Me; OJun

10

24

Jumat
11

25

OJul

26

0 Ags

-Refleksi Penegakan Hukum
_
_

;a.

~.;.;..~~..;;..;


Oleh DINI DEWI HENIARTI
"Hukum mengalami kemandulan tidak dapat mendukung arah perubahan masyarakat dan tidak membantu
usaha-usaha produktif yang sedang
dijalankan oleh masyarakat. Hukum
tidak peka lagi terhadap proses sosial
dalam masyarakat. Masyarakat banyak memilih jalur-jalur di mar hukum untuk memecahkan permasalahan, konjlik, dan sengketa sosialnya"
(Satjipto Rahardjo).
ASYARAKAT Indonesia
tengah menyaksikan "perhelatan penyelesaian hokum
akbar" yang disinyalir melibatkan penyelenggara negara dan aparat penegak
hokum dalam berbagai kasus akhirakhir ini. Permasalahan hukum di Indonesia teIjadi karena beberapa hal, haik dari sistem peradilannya, perangkat
hukumnya, inkonsistensi penegakan
hukum, maupun intervensi kekuasaan.
Persepsi masyarakat yang buruk mengenai penegakan hokum menggiring
masyarakat pada pola kehidupan sosial
yang tidak memercayai hukum sebagai
sarana penyelesaian konflik dan cenderung menyelesaikan konflik dan permasalahan mereka di luar jalur (street justice). Pemanfaatan inkonsistensi penegakan h~m .?leh ~kelompok orang

M


-

~

demi kepentingannya sendiri, selalu
berakibat merugikan pihak yang tidak
mempunyai kemampuan yang setara.
Banyak kasus tidak dapat dituntaskan karena tarik-menarik dan saling
mempertahankan keutuhan korps masing-masing institusi penegak hukum.
Penataan kelembagaan aparatur hukum belum dibentuk secara komprehensif sehingga melahirkan berbagai
ekses antara lain egoisme sektoral dan
menurunnya keIja sarna antaraparatur
hukum secara signifikan. Hal itu disebabkan miskinnya visi dan misi aparatur hukum, antara lain tentang pengertian due process of law, impartial trial,
transparency, accountability, dan the
right to counsel. Kebenaran menurut
hukum tidak dianut sarna sekali.
Masing-masing menghadapi kasus
nyata di mana dapat teIjadi ketegangan
antara tuntutan kepastian hokum dan

tuntutan keadilan hukum. Yang dituntut adalah keseimbangan yang terukur
dan accountable antara kepastian hukum dan keadilan hukum. ltu berarti
keputusan yang diambil tiap subsistem
yudisial harus bernalar dan selalu dapat
diuji dan dipertanggungjawabkan secara terbuka. Pendekatan ini akan dapat
dihindari praktik penegakan hokum
yang sewenang-wenang dan kolutif.
Penegakan hukum
Refleksi penegakan hokum mendorong teIjadinya reformasi hukum, yaitu
redemokratisasi
hukum yang bermakna
-.
--'--

--

merevisi kesalahan bangsa Indonesia
dalam kealpaan berdemokrasi dalam
penegakan hukum. Pemberdayaan masyarakat baik dalam bentuk meningkatkan akses masyarakat ke dalam lOneIja
pemerintahan maupun peningkatan kesadaran hukum masyarakat merupakan

rangkaian yang tidak terpisahkan satu
sarna lain karena peningkatan akses masyarakat tanpa disertai peningkatan kesadaran hukum akan menimbulkan ekses pemaksaan kehendak, bahkan memuncu1kan karakter anarkisme.
Penegakan hukum yang murni dalam
penanganan suatu perkara hanya dapat
teIjadijika para aparat penegak hukum
diOOrikebebasan seluas-Iuasnya untuk
menentukan pilihan sesuai dengan kata
hatinya dengan menggunakan tata cara
yuridis sesuai prosesn~ Memang tidak
semua institusi hukum itu baik, jujur,
serta beramanah. Hal itu memang memprihatinkan karena dapat merusak repu~
tasi lembaga hukum. Pembangunan suatu sistem hukum yang baru merupakan
pekeIjaan raksasa. ltu dimulai dari perubahan paradigma, penyiapan doktrin
dan asas, komponen-komponen sistem
peradilan, sarnpai ke pengaturan baru
dalam beracara. Posisi komponen-komponen peradilan yang berhadap-hadapan, seperti da1amarsitektur peradilan sekarang, tidak menggambarkan arsitektur
kekeluargaan yang dikehendaki.
Dengan demikian, posisi hakim, jaksa, polisi,
dalam sistem per- - advokat,
-adilan memerlukan penataan kembali.

PekeIjaan itu tidak dapat hanya dibebankan kepada pengemban kekuasaan
formal, melainkan menjadi hajat selurub bangsa. Refleksi penegakan hukum
akan mengarahkan lOtakepada refoma. si tatanan hukum nasional yang merupakan pembangunan majemuk, berdimensi dan OOrfasetbanyak, tidak teIjadi di atas lahan kosong, harus diantisipasi dan diakomodasi ke dalam peren-'
canaan dan pelaksanaan pembangunan
hukum, transparan, mendorong partisipasi masyarakat, agar memperoleh Iegitimasi dan akseptasi yang kokoh dan
menuntut penanganan secara ilmiah
sehingga tercipta fora dialogia rasional.
Pembenahan sistem hokum nasional
dan politik hukum diarahkan terutama
untuk memperkuat upaya pemberantasan korupsi melalui perbaikan substansi hukum, struktur hukum, dan budaya hokum dengan meningkatkan
profesionalisme dan memperbaiki kualitas sistem pada semua lingkup peradilan, menyederhanakan sistem peradilan dan memastikan hukum diterapkan dengan adil dengan menghormati
dan memperkuat kearifan dan hukum
adat yang bersifat lokal untuk memperkaya sistem hukum dan peraturan.***

Kliping

Hum as

Un pod


2009'

PenuHs, Kandidat doktor flmu Hukum Universitas Padjadjaran, dosen
Fakultas Hukum dan PascasaTjana
Unisba.

-~-