PERGESERAN FUNGSI TARI JA’I DARI RITUAL KE PROFAN DI KOTA KUPANG.

(1)

Margaret Pula Elisabeth Djokaho, 2013

Pergeseran Fungsi Tari Ja’i Dari Ritual Ke Profan Di Kota Lampung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

i

PERGESERAN FUNGSI TARI

JA’I

DARI RITUAL

KE PROFAN DI KOTA KUPANG

TESIS

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Pendidikan

Program Studi Pendidikan Seni Konsentrasi Pendidikan Seni Tari

Oleh:

Margaret P. E. Djokaho, S.Sn 1101233

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SENI SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2013


(2)

Margaret Pula Elisabeth Djokaho, 2013

Pergeseran Fungsi Tari Ja’i Dari Ritual Ke Profan Di Kota Lampung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

ii

Pergeseran Fungsi Tari

Ja’i

Dari Ritual

Ke Profan Di Kota Kupang

Oleh

Margaret Pula Elisabeth Djokaho

S.Sn Institut Seni Indonesia Yogyakarta, 2006

Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd.) pada Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan

Indonesia

© Margaret P.E. Djokaho 2013 Universitas Pendidikan Indonesia

Juli 2013

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Tesis ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian,


(3)

Margaret Pula Elisabeth Djokaho, 2013

Pergeseran Fungsi Tari Ja’i Dari Ritual Ke Profan Di Kota Lampung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu


(4)

Margaret Pula Elisabeth Djokaho, 2013

Pergeseran Fungsi Tari Ja’i Dari Ritual Ke Profan Di Kota Lampung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

iv

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis ini dengan judul “PERGESERAN FUNGSI TARI JA’IDARI RITUAL KE PROFAN DI KOTA KUPANG” ini beserta segala isinya adalah benar-benar karya saya sendiri, dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuann yang berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung resiko/sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini, atau ada klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.

Bandung, 29 Juli 2013 Yang membuat pernyataa,

Margaret P. E. Djokaho NIM. 1101233


(5)

Margaret Pula Elisabeth Djokaho, 2013

Pergeseran Fungsi Tari Ja’i Dari Ritual Ke Profan Di Kota Lampung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu ABSTRAK

Penelitian yang berjudul “Pergeseran Fungsi Tari Ja’i Dari Ritual Ke Profan di Kota Kupang ”, merupakan kajian teks dan konteks yang berhubungan dengan seni budaya Nusa Tenggara Timur. Lokasi penelitian adalah Kampung Adat Guru Sina, Desa Watumanu, Kabupaten Ngada Bajawa dan Kota Kupang. Permasalahan penelitian berkaitan dengan: 1) Bagaimana bentuk dan struktur penyajian tari Ja’i ritual di Bajawa- Ngada? 2) Bagaimana bentuk dan struktur penyajian tari Ja’i profan di Kota Kupang? Dan 3) Faktor-faktor apa yang mempengaruhi pergesaran fungsi? Tujuan penelitian ini adalah untuk memahami bentuk dan struktur penyajian Ja’i ritual dan profan serta faktor-faktor yang mempengaruhi pergeseran fungsi.

Penelitian ini mengunakan metode kualitatif dengan pendekatan etnokoreologi oleh karena, peneliti ingin mengkaji tari Ja’i yang memiliki karakteristik khas dari etnik Ngada Bajawa. Sebagai analisis tari digunakan notasi laban, analisis perubahan menggunakan pendekatan sinkronis serta pendekatan antropologi budaya untuk mengkaji budaya dan tingkah laku masyarakat dalam ritual Sa’o Ngaza (syukuran rumah adat). Bentuk dan struktur penyajian Ja’i dalam ritual Sa’o Ngaza berfungsi sebagai wujud syukur kepada Yang Maha Kuasa dan para leluhur yang dilaksanakan secara kolektif. Hasil penelitian terdapat perubahan dari bentuk ritual menuju profan. Bentuk ritual terdapat pada ritus Sa’o Ngaza di Ngada Bajawa. Adapun perubahan secara profan terjadi pada, Ja’i inkulturasi dengan bentuk pseudo ritual tradisional art, Ja’i pergaulan dengan bentuk ritual tradisional art, Ja’i hari-hari besar dengan bentuk tradisional art, dan Ja’i festival dengan Bentuk pop art. Perubahan sosial budaya terjadi berdasarkan aspek; 1) manusia melalui praktisi tari/seniman dan masyarakat penggunanya berdampak pada aspek ekonomi, 2) pendidikan para praktisi tari/seniman, 3) sarana transportasi yang terpenuhi memberikan kesempatan untuk kontak dengan budaya lainnya, dan 4) pemanfaatan teknologi komunikasi oleh seniman sebagai media memperkenalkan/mempromosikan karya seninya.

Berdasarkan analisis karakteristik gerak, ciri khas utama dalam gerak Ja’i adalah penggunaan unsur ruang, dengan langkah volume gerak yang kecil dalam bentuk lintasan (Pathway) dan dilakukan berulang-ulang (Rezilient). Analisis ini sebagai rekomendasi dalam mengembangkan tari yang bersumber dari Ja’i ritual. Kata kunci: Ja’i, Fungsi, Ritual, Profan.


(6)

Margaret Pula Elisabeth Djokaho, 2013

Pergeseran Fungsi Tari Ja’i Dari Ritual Ke Profan Di Kota Lampung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu ABSTRACT

Research that titled “Shift Function Dance Ja’i Of Ritual To Profane In The City Of Kupang”, is a study of text and the context of dealing with cultural East Nusa Tenggara. The research is kampung customary Teacher Sina, village Watumanu, and the city district Ngada Bajawa and Kupang. Problems research relating to: 1 ) How form and structure serving dance Ja’i ritual in Bajawa- Ngada? 2 ) How form and structure serving tari Ja’i profane in the city of Kupang? and 3 ) What factors that affects shift function? The aim of this research is to understand the form and structure of the presentation of Ja’ i rituals and profane as well as factors affecting shift function.

This research using qualitative methods with etnokoreologi because of the approach, the researchers want to study dance Ja’i which has characteristics typical of the ethnic population of Ngada. Analysis of dance notation used as laban, analysis of changes using the synchronous approach as well as the approach to cultural anthropology to study the culture and behavior of the community in ritual Sa’o Ngaza (prenatal custom homes). The form and structure of presentation of Ja’i in ritual Sa’o Ngaza serves as a form of gratitude to the Almighty and his ancestors carried out collectively. Results of the research there is a change of the form of the ritual to the profane. Of ritualistic forms contained in its rites Sa’o Ngaza in Ngada Bajawa. The change by profane happening at, Ja’i inkulturasi with form pseudo traditional rites art, Ja’i intercourse with form of ritual traditional art, Ja’i major holidays with form traditional art, and Ja’i festival with form pop art. Change socio-culture occurs based on aspect; 1 ) humans by practition dance / artists and society the user impact on economic aspects, 2 ) education practitioners of dance / artists, 3 ) a means of transportation a self-fulfilling give occasion to contact with other culture, and 4 ) utilization of communications technology by artists as media / introduce promote his art.

The motion characteristic, by virtue of analysis typical major in motion Ja’i is the use of space, with a volume of motion being small in the form of a trajectory (pathway) and done repeatedly (rezilient). This analysis as recommendations in developing dance originating from Ja’i ritual.


(7)

viii

Margaret Pula Elisabeth Djokaho, 2013

Pergeseran Fungsi Tari Ja’i Dari Ritual Ke Profan Di Kota Lampung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN………... i

PERNYATAAN………... ii

KATA PENGANTAR………... iii

ABSTRAK……….………... vi

DAFTAR ISI……….. viii

DAFTAR TABEL……….. xi

DAFTAR GAMBAR………... xii

DAFTAR BAGAN………. xiv

DAFTAR LAMPIRAN……… xv

BAB I PENDAHULUAN……….. 1

A. Latar Belakang Masalah………..……… 1

B. Rumusan Masalah……….……….. 8

C. Tujuan Penelitian…..……….. 8

D. Manfaat Penelitian……….. 8

E. Defenisi Operasional………... 9

F. Metode Penelitian………... 10

1. Pendekatan dan Metode………... 10

2. Subjek dan Lokasi Penelitian……….……… 12

1. Subjek Penelitian………... 12

b. Lokasi Penelitian………... 13

3. Teknik Pengumpulan Data………... 15

a. Observasi……….. 15

b. Wawancara……… 17

c. Studi Dokumentasi………... 18

d. Studi Pustaka……… 19

4. Instrumen Penelitian……… 19

5. Teknik Analisis Data……….... 20


(8)

ix

Margaret Pula Elisabeth Djokaho, 2013

Pergeseran Fungsi Tari Ja’i Dari Ritual Ke Profan Di Kota Lampung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

H. Sistematika Penulisan……… 21

BAB II LANDASAN TEORETIS………. 23

A. Penelitian Terdahulu………... 23

1. Ja’i Dalam Ritual………. 23

2. Fungsi Seni Dalam Masyarakat……… 25

B. Konsep Teoretis………... 32

1. Fungsi………... 33

2. Ritual……… 35

3. Profan………... 36

4. Perubahan………... 37

BAB III JA’I RITUAL………... 40

A. Gambaran Umum Wilayah Penelitian……… 40

B. Bentuk Upacara-Upacara Ritual Dalam Masyarakat……….. 44

1. Upacara Yang Berhubungan Dengan Siklus Hidup Manusia……… 46

2. Upacara Yang Berhubungan Dengan Mempertahankan Kelangsungan Hidup Manusia………. 49

C. Bentuk dan Struktur Penyajian Ja’i dalam Upacara Sa’o Ngaza………... 53

1. Ritual Sa’o Ngaza……… 53

2. Bentuk dan Struktur Penyajian Ja’i dalam ritual Sa’o Ngaza………. 62

a. Madhi Wasi – Tibo Dhio……… 63

b. Ja’i, Toa Kaba sampai Ka Sa’o………. 63

c. Nenu Ngia Dewa-Jena Sadho Gedha……… 66

3. Deskripsi Gerak Ja’i……… 67

4. Busana dan Rias Ja’i……….. 73

5. Musik Iringan Ja’i……….. 80

D. Ja’idalam Upacara Ritual di Masyarakat……… 83

E. Analisis Gerak Ja’i ………. 90

BAB IV JA’IPROFAN……….. 95

A. Gambaran Umum Wilayah Penelitian………. 95

B. Awal Perkembangan Ja’iProfan Di Kota Kupang………. 101

C. Bentuk dan Struktur Penyajian Ja’i Profan……….... 105

1. Ja’iInkulturasi………... 107

2. Peringatan Hari-hari Besar Nasional……….. 108

3. Festival Ja’i Pada Pameran Pembangunan HUT RI ………... 109

4. Sebagai Tari Pergaulan di Masyarakat……….. 110

D. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pergeseran Fungsi……….. 116


(9)

x

Margaret Pula Elisabeth Djokaho, 2013

Pergeseran Fungsi Tari Ja’i Dari Ritual Ke Profan Di Kota Lampung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

2. Perubahan Sosial Budaya………... 123

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI………. 127

A. Kesimpulan………. 127

B. Rekomendasi………... 129

DAFTAR PUSTAKA……… 130

GLOSARIUM………. 134

LAMPIRAN………... 144

Daftar Riwayat Hidup Penulis……… 153


(10)

xi

Margaret Pula Elisabeth Djokaho, 2013

Pergeseran Fungsi Tari Ja’i Dari Ritual Ke Profan Di Kota Lampung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu DAFTAR TABEL

3.1. Jumlah Penduduk dan Tingkat Pendidikan di Desa Watumanu…………. 42

3.2. Peninggalan-peninggalan Budaya……… 45

3.3. Analisis Gerak Ja’iRitual……… 91

4. 1. Bentuk dan struktur penyajian Ja’iProfan……….. 106 4.2. Perubahan Bentuk dan Struktur penyajian Ja’i dari Aspek Tekstual…… 112 4.3. Perubahan Bentuk dan Struktur Penyajian Ja’i Berdasarkan Ciri-ciri Seni

Pertunjukan Ritual (Soedarsono)……….. 114 4.4. Kategorisasi Perubahan Bentuk dan Struktur Penyajian Ja’i………... 117


(11)

xii

Margaret Pula Elisabeth Djokaho, 2013

Pergeseran Fungsi Tari Ja’i Dari Ritual Ke Profan Di Kota Lampung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu DAFTAR GAMBAR

1.1. Peta Propinsi NTT... 13

1.2. Peta Kabupaten Ngada... 14

1.3. Peta Kota Kupang ………... 15

3.1. Kampung Adat Guru Sina... 41

3.2. Denah Lokasi Rumah Adat……….... 54

3.3. Sa’o Pu’u (Rumah Awal)... 55

3.4. Sa’o Lobo (Rumah Akhir)... 57

3.5. Sa’o Dhoro (Rumah Turunan)... 58

3.6. Watu Lanu……….. 58

3.7. Sa’Ngaza………... 69

3.8. Motif La’a Ro’i-ro’i ... 70

3.9. Motif Pera... ………….. 71

3.10. Motif Were Weo ... 72

3.11. Motif Lea... 72

3.12. Busana dan Properti Penari Laki-laki... 75

3. 13 Busana dan Properti Penari Laki-laki sebagai Ana Doda…………... 76

3.14. Busana dan Properti Penari Perempuan………. 78


(12)

xiii

Margaret Pula Elisabeth Djokaho, 2013

Pergeseran Fungsi Tari Ja’i Dari Ritual Ke Profan Di Kota Lampung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

3. 16. Alat Musik Go…... 81

3. 17. Alat Musik Laba... 82

3. 18. Pemusik Go Laba……….. 83

3.20. Pola Ritme Musik Ja’i (notasi musik tari)……….... 83

3. 21. Ngadhu………. 87

3.22. Bhaga………... 87

4.1. Penari Ja’iProfan……… …… 104

4.2. Ja’iInkulturasi………... 108

4.3. Ja’iPergaulan……… 109

4.4. Ja’i Hari-hari Besar ………. .... 110

4.5. Festival Ja’i………. 111


(13)

xiv

Margaret Pula Elisabeth Djokaho, 2013

Pergeseran Fungsi Tari Ja’i Dari Ritual Ke Profan Di Kota Lampung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu DAFTAR BAGAN

1.1. Alur Pelaksanaan Penelitian……… 12


(14)

xv

Margaret Pula Elisabeth Djokaho, 2013

Pergeseran Fungsi Tari Ja’i Dari Ritual Ke Profan Di Kota Lampung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu DAFTAR LAMPIRAN

1. Instrumen Penelitian………. 145

2. Surat Ijin Penelitian……….. 149

3. Surat Keterangan Penelitian………. 151

4. Surat Keterangan Penelitian………..……… 153

5. Wawancara Dengan Narasumber……… 155

6. Sesaji Dalam Ritual Proses Wawancara……….. 156


(15)

Margaret Pula Elisabeth Djokaho, 2013

Pergeseran Fungsi Tari Ja’i Dari Ritual Ke Profan Di Kota Lampung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu BAB I

PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Seni tari merupakan salah satu bentuk seni pertunjukan yang sudah cukup lama keberadaannya atau telah hadir dari zaman dahulu dan berkembang hingga saat ini. Pada zaman dahulu, seni tari menjadi bagian terpenting dari berbagai ritual kehidupan masyarakat yang berkaitan dengan siklus hidup manusia dan mempertahankan kelangsungan hidup manusia. Hubungannya dengan tingkah laku, khususnya menandai peralihan tingkatan kehidupan seseorang, baik secara individu, maupun dalam kelompok masyarakat. Ritual dalam siklus hidup manusia dilaksanakan sebagai ungkapan syukur, menolak ancaman bahaya gaib, baik dari luar maupun lingkungan sekitar, dan sebagai pengakuan bahwa yang bersangkutan telah menjadi warga baru dalam lingkungan sosialnya, misalnya seperti tarian dalam ritual kelahiran, khitanan, perkawinan dan kematian. Paparan di atas sejalan dengan pendapat Soedarsono (2002:123), mengungkapkan bahwa, sebagai berikut.

Di lingkungan masyarakat Indonesia yang masih sangat kental nilai-nilai kehidupan agrarisnya, sebagian besar seni pertunjukannya memiliki fungsi ritual. Fungsi-fungsi ritual itu bukan saja berkenaan dengan peristiwa daur hidup yang dianggap penting seperti misalnya kelahiran, potong gigi, potong rambut yang pertama, turun tanah, khitan, pernikahan serta kematian; berbagai kegiatan dianggap penting juga memerlukan seni pertunjukan, seperti misalnya berburu, menanam padi, panen, bahkan sampai pula persiapan untuk perang.

Ritual yang dilaksanakan secara musiman umumnya ritual yang berhubungan dengan mempertahankan kelangsungan hidup manusia dibedakan menurut kurun waktu tertentu, misalnya seperti tarian dalam ritual panen, ritual tahun baru adat, ritual mendirikan rumah adat, dan ritual memohon hujan pada musim kemarau. Ritual ini dilaksanakan sebagai bentuk permohonan dan perlindungan kepada yang maha kuasa, ungkapan syukur, menolak bala, dan sebagai pewarisan nilai-nilai ritual. Bentuk tariannya cendrung sederhana, baik dari segi gerak, busana, musik dan jauh dari pengertian "indah". Dikarenakan, seni


(16)

Margaret Pula Elisabeth Djokaho, 2013

Pergeseran Fungsi Tari Ja’i Dari Ritual Ke Profan Di Kota Lampung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

tari yang tercipta dalam suatu ritual merupakan sarana yang digunakan untuk mengungkapkan berbagai rasa, dalam rangka pencapaian tujuan dilaksanakannya ritual tersebut. Menurut Soedarsono (2002:124) “pertunjukan yang dilaksanakan untuk kepentingan ritual, penikmatnya merupakan penguasa dunia atas serta dunia bawah, sedangkan manusia sendiri hanya mementingkan tujuan upacara tersebut daripada menikmati bentuknya (art of participation)”.

Sejalan dengan perkembangan dan peradaban, budaya dan sistem keyakinan berubah. Sejak kemerdekaan Republik Indonesia, seni pertunjukan mengalami perkembangan hingga saat ini, salah satunya ialah seni tari. Seni gerak ini sedikit demi sedikit mengalami perubahan bentuk, yakni gerakan-gerakan badan yang teratur dalam ritme dan ekspresi yang indah, yang mampu menggetarkan perasaan manusia. Gerak yang indah ialah gerak yang distilir, di dalamnya mengandung ritme tertentu (Soedarsono, 1985:16). Kreativitas dan konstruksi tari berkembang dengan menggabungkan berbagai elemen yang dapat menghasilkan sebuah karya seni yang inovatif dan modern. Hal yang perlu dipahami, bahwa dalam mengembangkan sebuah karya seni tari, tidak hanya mewujudkan gerak-gerak atas dasar penggarapan komposisi saja, melainkan perwujudan sesuatu bentuk yang utuh dari orientasi makna serta simbol-simbol yang telah menjadi bagian dalam tarian tersebut. Tari dimanfaatkan dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat, karena itu penggembangan yang dilakukan harus bersifat edukatif. Artinya dalam proses pengembangan tari yang berdasarkan etnis budaya tertentu, perlu adanya pemahaman pengetahuan berkaitan dengan tarian tersebut, baik dari aspek kontekstual maupun tekstualnya. Jika masalah ini mendapat perhatian yang cukup besar dari praktisi tari, maka penyajian-penyajian tari akan terhindar dari kedangkalan persepsi dalam gerak, bukan saja keindahan gerak yang menjadi prioritas tetapi ciri khas dan filosofi yang terkandung dalam tarian tersebut. Letak nilai keindahan yang lebih dalam adalah di dalam gaya tari (Sedyawati, 1986: 11-12).

Nusa Tenggara Timur memiliki kekayaan serta keanekaragaman seni budaya, yang tersebar diantara sebagian pulau-pulau besar seperti pulau Flores,


(17)

Margaret Pula Elisabeth Djokaho, 2013

Pergeseran Fungsi Tari Ja’i Dari Ritual Ke Profan Di Kota Lampung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Alor, Timor, Sumba, Sabu dan Rote. Setiap pulau memiliki seni pertunjukan khususnya berkenaan dengan upacara-upacara ritual. Latar belakang dari kebudayaan masyarakat NTT, hampir sebagian besar sudah terbiasa dengan menari dan menyanyikan lagu-lagu saat melaksanakan upacara ritual. Saat ini di NTT sangat terkenal sebuah tarian yang disebut tari Ja’i. Tarian ini berasal tari pulau Flores etnis Ngada Bajawa. Posisi antara kabupaten Ngada Bajawa dengan Kota Kupang dipisahkan oleh bentangan lautan yang luas. Untuk mencapai kabupaten Ngada menggunakan transportasi laut dan transportasi udara dengan jadwal penerbangan empat kali dalam seminggu dan pelayaran dilaksanakan dua kali dalam seminggu. Sebaliknya demikian, untuk mencapai ke kota Kupang dari Kabupaten Ngada Bajawa. Kedua letak geografis yang berbeda menjadi faktor perkembangan Ja’i.

Kata Ja’i dalam bahasa daerah etnis Ngada berarti tarian. Tari ini pada mulanya menjadi tarian milik etnis Ngada, untuk merayakan sukacita dari kemuliaan jiwa dan kemerdekaan roh. Tari Ja’i ditampilkan di tengah pelataran Kampung (Wewa Nua/Kisa Nata) yang dijadikan tempat pemujaan yang sakral. Di tempat ini juga merupakan ruang bagi para pemusik „gong-gendang‟ (go-laba) memainkan alat musik untuk mengiringi tari Ja’i (Watu Yohanes Vianey, 2008).

Ritual syukur dilaksanakan masyarakat setelah menyelesaikan rumah adat (Ritus Sa’o Ngaza) terdiri dari suatu unit kampung, yang ditandai dengan Ja’i sebagai pujaan kepada Yang Maha Kuasa ('Susu Keri Asa Kae'). Musik dibunyikan dari dalam rumah adat, selanjutnya mereka bergerak ke pelataran kampung. Menari dilakukan oleh para pemilik rumah yang berkontribusi terhadap ritual tersebut: orang tua, pemuda, laki-laki maupun perempuan. Semua penari berpakaian adat lengkap, baik laki-laki maupun perempuan bahkan berbagai harta benda sebagai warisan dari leluhur dipakai sebagai properti, seperti emas, perak dan senjata pusaka (Setda NTT, 2005: 60-63).

Musik sebagai partner dalam tari, menjadi keselarasan yang saling mengisi, melengkapi serta memiliki hubungan yang mengikat antara gerak tari dan musik pengiringnya. Seperti halnya penyajian tarian Ja’i dalam upacara Sa’o Ngaza


(18)

Margaret Pula Elisabeth Djokaho, 2013

Pergeseran Fungsi Tari Ja’i Dari Ritual Ke Profan Di Kota Lampung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

yang menggunakan iringan gong gendang terdiri dari lima buah gong dan satu set (tiga) tambur/gendang. Pola ritme dan tempo, dari bunyi gong gendang terdengar statis atau monoton dari awal hingga akhir. Terdengar sedikit bervariasi, didukung oleh musik secara internal dari penari, baik itu melalui teriakan-teriakan maupun bunyi yang dihasilkan oleh hentakan gerak kaki. Struktur musik iringan tari yang terdengar monoton serta pola ritme musik tari yang selalu diulang-ulang menjadi ciri musik yang hadir dalam berbagai upacara ritual. Ciri iringan musik tari ini berdasarkan ritme dan tempo yang terdengar begitu rancak memperkuat karakter gerak tari yang digerakan dengan begitu dinamis. Hadirnya hal tersebut dikarenakan pertimbangan struktur metrikal musik yang akan memperkuat struktur metrikal tarian atau tempo musik yang berkesesuaian dengan tempo gerak tarinya. Banyak hadir dalam tari-tarian rakyat, menggunakan iringan tarinya berdasarkan struktur ritme musik (Murgiyanto, 1986: 131-132).

Pelaksanaan tari Ja’i dalam upacara Sa’o Ngaza sebagai wujud pemersatu, pengikat hubungan kekeluargaan dalam masyarakat. Makna filosofis dari Sa’o: a). Perwajahan leluhur turunan/ go weka da dela. b). Sangkar keselamatan/ kodo sua. c). Selimut Kehangatan/ lawo ine. d). Tempat Kediaman/ gubhu mu kaja maza (Setda NTT, 2005: 100-102). Masyarakat diajak untuk selalu mengingat suatu peristiwa yang sudah terjadi di masa lampau dari garis keturunan/hirarki (woe). Pendirian rumah adat Sa’o telah melembaga dan sangat erat kaitannya dengan para leluhur ngadhu/ lambang laki-laki dan bhaga/ lambang perempuan serta ahli waris selanjutnya di masa mendatang.

Rumah yang telah dibuatkan kawa pare atau tempat pelindung berada pada tingkat suci, disertai dengan tarian Ja’i dan penyembelihan hewan besar sebagai korban syukur. Peresmian ini juga diakui sebagai pengumuman kepada masyarakat dan anggota suku-suku yang lainnya (awal pembangunan rumah adat ditandai dengan bunyi gong gendang). Hiasan lega jara (bulu kuda) pada properti Kelewang dan tongkat yang digunakan penari kaitannya dengan makna dan simbol ukiran kuda yang terdapat pada pintu masuk rumah adat, dipercaya untuk mengawasi roh jahat yang masuk ke dalam rumah inti, karena kekuatan kuda


(19)

Margaret Pula Elisabeth Djokaho, 2013

Pergeseran Fungsi Tari Ja’i Dari Ritual Ke Profan Di Kota Lampung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

terletak pada tendangan kaki kuda sebagai lambang leluhur yang suci dan berwibawa tinggi. Lega jara (bulu kuda) sebagai lambang kesucian dan berwibawa tinggi tidak dapat ditundukan oleh segala macam roh jahat yang hendak menganggu keselamatan jiwa dan raga manusia (Setda NTT, 2005: 110).

Kota Kupang sebagai ibukota propinsi NTT, menjadi tempat perkembangan

Ja’i. Ja’i hadir melalui sanggar-sanggar etnis Bajawa yang didirikan oleh seniman daerah. Sejak tahun 1990-an Ja’i telah menjadi bagian dalam tari penyambutan untuk menjamu tamu-tamu pemerintahan, bahkan sering juga digunakan dalam lingkungan Gereja Khatolik sebagai bentuk inkulturasi budaya. Ja’i menjadi bagian dalam prosesi Liturgi, kebaktian, pada awal prosesi para Romo/Pastur berjalan masuk ke dalam gereja menuju ke altar diiringi dengan tari Ja’i. Hal ini dipandang sebagai strategi kreatif, suatu rencana dan upaya agar beberapa unsur kebuduyaan lokal yang secara prinsipil tidak bertentangan dengan pandangan dan ajaran Kristiani atau Gereja, diterima dalam Gereja dan kehidupan Gerejani (Hadi, 2006:44).

Tarian Ja’i diperkenalkan oleh seorang tokoh seniman Bajawa, yakni Niko Nonowago. Ja’i menjadi tari pergaulan atau massal yang ditarikan oleh berbagai unsur masyarakat seperti petinggi pemerintahan, orang tua, muda-mudi dan anak-anak. Pada setiap akhir acara, baik itu dalam pemerintahan maupun lingkungan masyarakat seperti; menjamu tamu Pemerintahan, HUT RI, kegiatan-kegiatan instansi pemerintah dan swasta, syukuran pernikahan maupun syukuran lainnya dalam masyarakat, Ja’i menjadi tarian yang paling ditunggu dan begitu meriah, karena semua unsur masyarakat secara spontan ikut menari, bahkan tanpa ada batasan.

Pada kalangan sekolah, pemerintahan, keagamaan, organisasi-organisasi pemerintahan maupun swasta Ja’i menjadi bentuk tarian yang selalu dipakai untuk difestivalkan. Busana dan properti yang digunakan juga sangat bervariasi, dengan pengembangan yang terlihat sangat berbeda jauh dengan aslinya. Ditambahkan ornamen-ornamen yang terkini seperti tato, riasan-riasan karakter dan lain sebagainya. Musik pengiringnya tidak lagi menggunakan alat musik


(20)

Margaret Pula Elisabeth Djokaho, 2013

Pergeseran Fungsi Tari Ja’i Dari Ritual Ke Profan Di Kota Lampung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

gong-gendang tetapi menggunakan lagu pop daerah dari etnis Ngada. Dengan beragamnya etnis di NTT yang berbaur di Kota kupang, hal tersebut berpengaruh terhadap bentuk pertunjukan Ja’i. Gerak tari yang hadir hanya sebagai hiburan, dengan bentuk-bentuk gerak sederhana yang mudah ditirukan dengan iringan lagu Pop daerah, tempo lagu yang ritmis membangkitkan rasa untuk melakukan gerak.

Menurut Watu Yohanes Vianey, tarian Ja'i pada era posmo dewasa ini pengembangannya sudah melampaui batas-batas ritual dan akar etnisitasnya. Terjadinya transformasi hanya sekedar sebagai tarian populer orang NTT dengan tanpa kewajiban moral untuk melihat filosofi dasar dari tarian Ja’i tersebut. Tari Ja'i yang diwariskan para leluhur Ngada, sekiranya tidak sekedar menjadi salah satu tarian modifikasi dan komodifikasi, yang dikoreografikan dengan pengembangan, baik dari segi gerak, musik maupun kostum, namun, tetap harus berorientasi pada filosofi dasar dari tarian ja’i tersebut.

Salah satu upaya untuk meningkatkan kreativitas dan kecintaan terhadap seni dan budaya NTT, baik di kalangan sekolah, pemerintahan, keagamaan, organisasi-organisasi, maupun swasta Ja’i menjadi bentuk tari yang selalu dipakai untuk difestivalkan. Para seniman tari NTT mencoba membuat standarnisasi penilaian tari Ja’i dengan prosentase 60% gerak otentik dan 40% pengembangan. Dalam kriteria penilaian ini yang berkaitan dengan gerak otentik ialah standar gerak yang telah dibuat oleh “mereka” sebagai gerak dasar Ja’i, gerak tersebut akan selalu diulang pada saat akan memulai ragam gerak baru.

Kriteria penilaian dilakukan berdasarkan aspek, orisinalitas gerak otentik, gerak pengembangan, kreativitas dan penampilan. Gerak pengembangan ialah gerak yang diciptakan berdasarkan kreativitas masing-masing kelompok, ditampilkan setiap selesai gerak otentik. Seiring berkembangnya tarian Ja’i justru pengembangan gerak lebih diprioritaskan ketimbang gerak dasar dari tari Ja’i tersebut. Semakin banyak pengembangan gerak semakin tinggi nilai yang diperoleh. Kekhasan gerak Ja’i tidak tampak lagi, yang hadir justru tari kreasi dengan pengembangan berbagai elemen-elemen tari, baik dari gerak, musik, maupun rias busananya. Hal ini menjadi masalah yang diungkapkan oleh para


(21)

Margaret Pula Elisabeth Djokaho, 2013

Pergeseran Fungsi Tari Ja’i Dari Ritual Ke Profan Di Kota Lampung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

seniman dan budayawan etnis Ngada. Siapakah yang membuat standar otentisitas tarian itu? sejatinya, tari Ja'i yang Anda pentaskan dan jurikan itu adalah relevansi gerak diri sejati (tebo weki) yang berakar dalam puisi kehidupan Bumi-Langit (Role Nitu Sadho Dewa) menurut salah seorang budayawan etnis Ngada, (Viane Watu, http://kupang.tribunnews.com/read/artikel/37479).

Terjadilah pro dan kontra dari para seniman, budayawan yang berasal dari etnis Ngada dengan praktisi tari Ja’i di NTT. Menindaklanjuti pelbagai polemik yang terjadi berkaitan dengan tarian Ja’i, peneliti merasa perlu menganalisis kembali fungsi tarian Ja’i ritual yang berada di Bajawa Kabupaten Ngada dengan berbagai elemen yang terkandung di dalamnya serta pergeseran fungsi tari Ja’i yang terjadi di Kota Kupang. Pertunjukan Ja’i yang berkembang di kota Kupang telah mengalami pergeseran dan perubahan, baik dari aspek gerak, musik pengiring tari maupun tampilan berupa rias dan busananya. Fungsi tariannyapun menjadi berubah. Pergeseran bentuk pertunjukan Ja’i di kota Kupang bervariasi, dari pertunjukan yang masih terlihat sama dari aspek gerak, musik, dan rias busana maupun bentuk pertunjukan yang nampak berbeda jauh dari pertunjukan

Ja’i pada ritual Sa’o Ngaza yang ada di Ngada Bajawa.

Pergeseran fungsi seni tari terjadi, dikarenakan berkembangnya kehidupan sosial budaya suatu masyarakat, berbaur berbagai etnis, baik secara intrinsik maupun ekstrinsik serta pengaruh globalisasi. Fenomena sosial budaya masyarakat dari dua latarbelakang etnis yang berbeda, memiliki sifat saling mempengaruhi. Tumbuh dan berkembangnya Ja’i tidak terlepas dari peran serta para seniman dalam memperkenalkan tarian tersebut. Menurut Narawati (2003:198), perkembangan seni pertunjukan di satu wilayah tak pernah lepas dari adanya kontak budaya dengan seni pertunjukan dari wilayah lain. Pengaruh eksternal (Boskoff dalam Narawati, 2003: 198) kebudayaan suatu masyarakat di satu tempat akan berubah bila ada sentuhan dari luar yang memiliki budaya yang lebih unggul.

Seni pertunjukan Ja’i ritual maupun Ja’i profan, tercipta sebagai sebuah refleksi dari para pelaku seni, ungkapan kecintaan dan pelestarian terhadap seni


(22)

Margaret Pula Elisabeth Djokaho, 2013

Pergeseran Fungsi Tari Ja’i Dari Ritual Ke Profan Di Kota Lampung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

budaya lokal. Seni pertunjukan yang dikreasikan berdasarkan suatu ritual, hakekatnya menjadi bentuk transformasi budaya yang mempertimbangkan berbagai aspek laku ritusnya, sehingga seni ritual dalam tradisi lingkungan masyarakat yang sudah ada sejak zaman dahulu, dapat dilestarikan dengan cara yang baik. Hasil penelitian ini sebagai bentuk rekonstruksi dan pengetahuan bagi para praktisi tari serta edukator seni yang ada di Kota Kupang berkaitan dengan fungsi tari Ja’i serta pemahaman bahwa, mengkreasikan tari yang bersumber dari ritual tertentu, sebaiknya berpijak pada keaslian tarian tersebut.

B. Rumusan Masalah

Perkembangan Tari Ja’i secara profan terjadi di kota Kupang tanpa melihat keaslian fungsi tari Ja’i ritual yang berasal dari Bajawa Kabupaten Ngada. Faktor-faktor eksternal maupun internal mempengaruhi terjadinya pergeseran fungsi dalam tarian Ja’i, maka rumusan masalah dalam penelitian ini terfokus pada:

1. Bagaimana bentuk dan struktur penyajian tari Ja’i ritual di Bajawa- Ngada ? 2. Bagaimana bentuk dan struktur penyajian tari Ja’i profan di Kota Kupang ? 3. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pergesaran fungsi ?

Ja’i menjadi tarian kolektif masyarakat NTT dan tidak hanya Etnis Ngada -Bajawa sebagai pemilik budaya aslinya, karena tiap kabupaten di NTT sering melakukan tarian Ja’i sebagai hiburan dan bagian dari festival-festival. Namun hakekatnya mereka perlu memahami secara kontekstual dan tekstual fungsi tarian

Ja’i tersebut hadir di Etnis Ngada-Bajawa, sehingga tidak terjadi kedangkalan persepsi ketika mengkreasikan tari Ja’i.

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian untuk mendapatkan jawaban dari pertanyaan penelitian yang diajukan pada rumusan masalah dengan mendeskripsikan dan menganalisis masalah, maka tujuan penelitian ini antara lain sebagai berikut.


(23)

Margaret Pula Elisabeth Djokaho, 2013

Pergeseran Fungsi Tari Ja’i Dari Ritual Ke Profan Di Kota Lampung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

2. Memahami bentuk dan struktur penyajian tari Ja’i profan di Kota Kupang. 3. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pergeseran fungsi.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini dapat menjadi acuan yang dipakai, dalam mengembangkan seni tari yang berpijak dari suatu ritual tertentu. Penelitian ini sebagai bentuk pengembangan ilmu pengetahuan berkaitan dengan dunia seni tari di NTT. Keanekaragaman seni tari yang ada di NTT menjadi kekayaan yang perlu dijaga keasliannya. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi semua pihak, diantaranya:

1. Penelitian ini sebagai bentuk pengalaman yang sangat berharga dan menambah wawasan bagi peneliti berkaitan kebudayaan Ngada, khususnya fungsi tari Ja’i dalam masyarakat Bajawa-Ngada.

2. Penelitian ini dapat memberi pemahaman kepada masyarakat kota Kupang tentang tari Ja’i ritual khususnya para praktisi tari sebagai bahan acuan mengembangkan suatu tarian harus berdasarkan keaslian serta orientasi filosofi gerak yang terkandung di dalam tarian tersebut.

3. Bagi pemerintah Kabupaten Ngada, menambah bahan referensi berkaitan dengan kajian budaya khususnya seni tari daerah setempat.

4. Unit Pelaksanaan Teknis Daerah (UPTD) Pengkajian dan Pengembangan Kebudayaan Daerah NTT, dalam melihat fenomena pergeseran fungsi Tari

Ja’i yang terjadi di Kota Kupang dengan memperbanyak kajian-kajian tentang seni tari dari berbagai etnis yang ada di NTT, karena masih banyak kekayaan seni budaya di NTT yang belum mendapat atensi dari Pemerintah. 5. Sebagai acuan bahan ajar bagi para edukator tari di sekolah-sekolah, karena

tarian ini sering dipakai dalam festival-festival antar sekolah, maupun umum.

E. Definisi Operasional

Pergeseran fungsi tari Ja’i merupakan variabel utama yang akan dikaji dalam penelitian ini. Fungsi yang dimaksud dalam konteks ini berkaitan dengan


(24)

Margaret Pula Elisabeth Djokaho, 2013

Pergeseran Fungsi Tari Ja’i Dari Ritual Ke Profan Di Kota Lampung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

fungsi primer seni pertunjukan menurut Soedarsono (2002:123), yakni: “1) sebagai sarana ritual; 2) sebagai ungkapan pribadi yang pada umumnya berupa

hiburan pribadi; 3) Sebagai presentasi estetis”. Fungsi adalah hubungan yang

terjadi antara kegunaan satu hal dengan hal lain dalam satu sistem yang

terintegrasi”(Purwanto,2000:143). Ja’i berasal tari pulau Flores etnis Ngada Bajawa NTT, kata Ja’i dalam bahasa daerah etnis Ngada berarti tarian. Ja’i dilaksanakan masyarakat dalam tahapan akhir (Ka Sa’o) sebagai ungkapan syukur dalam rangka pengkukuhan rumah adat atau Sa’o Ngaza(Watu Yohanes Vianey, 2009). Secara etimologis, profan memiliki arti tidak bersangkutan dengan agama atau tujuan keagamaan, tidak termasuk kudus, bersifat duniawi. Dalam konteks ini berkaitan dengan Perkembangan Ja’i di Kota Kupang.

F. Metode Penelitian

1. Pendekatan dan Metode.

Sasaran penelitian ini adalah untuk menemukan dan menganalisis pergeseran fungsi tari Ja’i dari ritual ke profan secara kualitatif interaktif. Penelitian kualitatif interaktif merupakan studi yang mendalam dengan menggunakan teknik pengumpulan data langsung dari subjek dalam lingkungan alamiahnya (Ghony dan Almanshur, 2012: 58). Peneliti sebagai instrumen utama dalam proses penelitian. Penelitian ini mengkaji secara langsung terhadap Ja’i ritual yang hidup dalam masyarakat Ngada-Bajawa dengan berbagai nilai filosofinya dan perkembangan Ja’i profan di Kota Kupang yang mengalami perubahan bentuk dan struktur penyajiannya.

Studi kualitatif interaktif dibangun berdasarkan beberapa disiplin ilmu yang bertitik tolak pada pendekatan etnokoreologi dan pendekatan sinkronis. Pendekatan etnokoreologi menggunakan beberapa teori dan konsep dari berbagai disiplin ilmu, dengan demikian penelitian ini dapat disebut penelitian dengan menggunakan pendekatan multidisiplin. Peneliti berusaha mengkaji, mendeskripsikan dan memahami secara mendasar beragam fenomena sosial budaya masyarakat yang dipahami sebagai sebuah bentuk, prilaku, peristiwa,


(25)

Margaret Pula Elisabeth Djokaho, 2013

Pergeseran Fungsi Tari Ja’i Dari Ritual Ke Profan Di Kota Lampung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

tindakan dan kreativitas dari diri sendiri dan lingkungannya. Etnokoreologi sebagai sebuah pendekatan yang dipakai dalam melihat komponen-komponen sosial budaya yang terjadi dalam masyarakat menyangkut, fungsi, makna filosofis serta wujud kebudayaan yang menaungi suatu bentuk karya seni. Penelaahan ini berlandaskan pada konsep dan teori fungsi serta ritual.

Pendekatankedua yang digunakan adalah pendekatan sinkronis. Pendekatan yang titik kajiannya pada peristiwa yang terjadi dalam satu kurun masa tertentu, berdasarkan disiplin ilmu sejarah, antropologi dan sosiologi, menitikberatkan pada teori profan dan teori perubahan. Penelitian komparatif untuk mencapai pemahaman terhadap proses perubahan yang terjadi karena berbagai faktor, baik secara eksternal maupun internal menggunakan suatu penelitian lapangan yang bersifat sinkronis (Koentjaraningrat, 2010: 4). Tujuan pendekatan ini memberikan kemungkinan yang sangat luas untuk menampilkan berbagai sumber data, baik itu di lapangan maupun sumber referensi, yang dengan sendirinya akan menyediakan data yang akurat di lapangan dengan harapan akan menjawab faktor yang mempengaruhi perubahan bentuk dan struktur penyajian Ja’i dari ritual ke profan di masyarakat.

Berdasarkan langkah di atas ada beberapa langkah yang dilakukan dalam proses penelitian ini, antara lain sebagai berikut: Pertama, melakukan observasi partisipatif terlibat secara langsung di lapangan dengan masyarakat pemilik Seni

Ja’i yang menjadi bagian penting dalam ritual Sa’o Ngaza dan observasi partisipatif terhadap Ja’i profan yang berkembang di Kota Kupang dengan berbagai aspek yang mempengaruhi perubahannya. Kedua, Memahami bentuk, struktur penyajian, gerak, musik, kostum dan makna filosofi dari Ja’i ritual yang dilaksanakan masyarakat Guru Sina dalam ritual Sa’o Ngaza dan Ja’i profan di Kota Kupang sesuai dengan pandangan atau pemahaman para pelaku seperti pemimpin ritual, budayawan lokal dan praktisi seni. Ketiga, berusaha mengetahui transformasi dan korelasi berbagai data yang sudah ditemukan. Keempat, setelah data dapat dipahami dengan mengkategorikan serta mengidentifikasi berbagai aspek tersebut, maka berusaha mengembangkan konsep dan teori yang dapat


(26)

Margaret Pula Elisabeth Djokaho, 2013

Pergeseran Fungsi Tari Ja’i Dari Ritual Ke Profan Di Kota Lampung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

menjawab berbagai masalah penelitian ini. Proses penelitian ini dilakukan secara berulang dalam rangka menghimpun data dan cara menganalisisnya berjenjang sampai ditemukan konklusi pemahaman yang lebih baik, sesuai dengan yang ada di lapangan.

Bagan 1. 1. Alur Pelaksanaan Penelitian

2. Subjek dan Lokasi Penelitian a. Subjek Penelitian

Fokus dalam penelitian ini ialah: (1). Upacara ritual Sa’o Ngaza, upacara syukur pengukuhan rumah adat bagi masyarakat Ngada Bajawa, di mana pada upacara tersebut dilaksanakan Ja’i pada tahapan Ka Sa’o sebagai bentuk ungkapan syukur: para tua adat, penari dan pemusik berpakian adat lengkap menari massal mengelilingi pelataran kampung dengan diiringi Gong-Gendang (go-laba) Bajawa (Setda NTT, 2005: 138): (2). Sanggar Gandrung Flobamora, Sanggar Lopo Gaharu dan Sanggar Sekolah (SMU) serta praktisi tari di Kota Kupang yang telah menggarap ulang Ja’i berdasarkan interpretasi mereka.

Tari

Ja’i

Profan

Di Kota

Pergeseran Fungsi

Bentuk dan

struktur

Penyajian

Gerak, Musik,

Kostum

Filosofi

Tari

Ja’i

Ritual


(27)

Margaret Pula Elisabeth Djokaho, 2013

Pergeseran Fungsi Tari Ja’i Dari Ritual Ke Profan Di Kota Lampung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Kedua subjek dengan lokasi yang berbeda ini dipilih sebagai pusat pengamatan karena,Etnis Ngada Bajawa salah satu etnis yang ada di pulau Flores NTT merupakan masyarakat pemilik asli seni budaya Ja’i, yang awal hadirnya Ja’i ritus Sa’o Ngaza.Pulau Flores merupakan salah satu pulau terbesar yang ada di propinsi NTT. Kabupaten Ngada Bajawa terletak di bagian tengah pulau Flores. Adapun Kota Kupang, merupakan ibukota propinsi NTT termasuk dalam gugusan pulau Timor. Kota Kupang menjadi lokasi perkembangan Ja’i profan. Pengembangan tersebut dilakukan oleh sanggar-sangar seni dan para praktisi tari yang ada di kota Kupang. Dari kedua pengamatan tersebut peneliti dapat menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi Pergeseran fungsi tari tersebut.

Gambar 1.1. Peta Propinsi NTT, penyebaran kabupaten dibeberapa pulau besar, diantaranya pulau Timor, Flores, Alor, Sumba, Sabu dan Rote. Kab.

Ngada-Bajawa terletak di P. Flores dan Kota Kupang terletak di P. Timor (Dokumentasi foto, saripedia.wordpress.com, 2012)

b. Lokasi Penelitian

Kabupaten Ngada Bajawa terletak di bagian tengah pulau Flores. Di sebelah utara berbatasan dengan laut Flores, disebelah selatan dengan laut Sawu, di sebelah timur berbatasan dengan kabupaten Nagekeo dan di sebelah barat


(28)

Margaret Pula Elisabeth Djokaho, 2013

Pergeseran Fungsi Tari Ja’i Dari Ritual Ke Profan Di Kota Lampung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

berbatasan dengan kabupaten Manggarai Timur. Lokasi penelitian di Kampung Guru Sina, Desa Watumanu, Kecamatan Jerebuu, Kabupaten Ngada, Propinsi NTT. Untuk mencapai lokasi ini dari kota Kupang menggunakan transportasi laut yaitu kapal Ferry atau kapal laut jadwal pelayaran dua kali seminggu Kupang-Aimere PP dengan lamanya perjalanan selama 1 hari setengah (36 jam), dari dermaga Bolok/Tenau Kupang menuju dermaga Aimere Ngada. Transportasi udara menggunakan pesawat Cassa milik maskapai Merpati Nusantara Air Lines dan pesawat jenis Foker milik maskapai Trans Nusa. Penerbangan dilakukan

empat kali dalam seminggu tiap hari selasa, rabu dan jum‟at, dan minggu lamanya

penerbangan 1 jam, dari Bandar Udara Eltari Kupang ke Bandar Udara di Turelelo-Soa. Perjalanan dari Bandar Udara Turelelo-Soa ke Kota Bajawa ditempuh dengan jarak 15 km. Setelah tiba di Kota Bajawa untuk menuju lokasi penelitian berjarak 26 km menggunakan kendaraan umum (truk kayu) atau ojek motor, perjalanan ditempuh dengan waktu 1 jam 30 menit.

Gambar 1.2. Peta Kabupaten Ngada. Kabupaten Ngada terletak ditengah Pulau Flores, lokasi penelitian di Kec. Jerebuu, Desa Watumanu

(Dokumentasi foto, petantt.com, 2012)

Untuk lokasi penelitian di kota Kupang sanggar seni Gandrung Flobamor alamatnya: jl. Jend. Soeharto no 56, kelurahan Naikoten II kecamatan Oebobo kota Kupang dan Sanggar-sanggar Seni di beberapa SMU di Kota Kupang. Jarak


(29)

Margaret Pula Elisabeth Djokaho, 2013

Pergeseran Fungsi Tari Ja’i Dari Ritual Ke Profan Di Kota Lampung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

lokasi-lokasi penelitian ini kurang lebih 5 km, untuk mencapai lokasi-lokasi tersebut, dapat ditempuh dengan kendaraan umum maupun pribadi dengan waktu kurang lebih 15-20 menit.

Gambar 1.2. Peta Kota Kupang. Kota Kupang terletak dibagian barat Pulau Timor. Lokasi penelitian termasuk dalam wilayah II, Kec. Oebobo.

(Dokumentasi foto, petantt.com, 2012)

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan data kualitatif dilaksanakan secara interaktif, sebagai sebuah tindakan komunikatif untuk menghasilkan data yang akurat. Dengan teknik observasi, wawancara, studi dokumentasi dan studi pustaka.

a. Observasi

Pelaksanaan observasi dilakukan di 2 tempat dengan letak geografis yang berbeda. Pengamatan pertama dilakukan di Kota Kupang sejak tanggal 15 Maret


(30)

Margaret Pula Elisabeth Djokaho, 2013

Pergeseran Fungsi Tari Ja’i Dari Ritual Ke Profan Di Kota Lampung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

sampai 20 April 2013, sebanyak 8 kali, dengan lokasi sanggar Seni Gandrung Flobamora dan Sanggar Seni di Sekolah(SMU). Pengamatan kedua dilakukan pada Kampung Adat Guru Sina, Desa Watumanu Kecamatan Jerebuu, Kabupaten Ngada, selama dua minggu dari tanggal 24 April sampai 8 Mei 2013. Untuk lokasi kedua selama pengamatan, peneliti diperkenankan untuk menginap di rumah narasumber kunci Aloysius Dopo yang letak rumahnya berdekatan dengan Kampung adat.

Tahap observasi merupakan teknik pengamatan langsung di lokasi penelitian (situasi), bertujuan mengamati dan mendengar untuk mencoba memahami, mencari jawaban, mencari bukti, terhadap fenomena sosial. Observasi menampilkan data dalam bentuk prilaku, baik disadari maupun kebetulan, yaitu masalah-masalah yang berada dibalik prilaku yang disadari itu dengan menyajikan sudut pandang menyeluruh mengenai kehidupan sosial budaya tertentu (Ratna, 2010: 217). Peneliti sebagai instrumen utama menggunakan teknik observasi partisipatif terlibat langsung melihat keberadaan masyarakat Ngada Bajawa dengan pola rutinitas berhubungan dengan Upacara ritual Sa’o Ngaza dan proses melakukan tari Ja’i dalam upacara tersebut. Penelitian ini dilaksanakan dalam kampung Adat Guru Sina. Hal yang diobservasi adalah bentuk gerak Ja’i ritual, busana yang digunakan dalam Ja’i, serta musik pengiring Ja’i. Peneliti menjadi bagian dalam lingkungan masyarakat, terlibat dalam beberapa proses kesenian yang dilaksanakan di Kampung tersebut. Segala suasana yang dialami, dilihat dan didengar menjadi data atau informasi yang dapat dikelola menjadi bagian dalam laporan penelitian.

Untuk Ja’i profan, peneliti mengamati proses latihan di sanggar Gandrung Flobamora dan beberapa Sanggar sekolah (SMU) yang ada di Kota kupang dengan pola dasar penggarapan tari Ja’i yang mereka lakukan. Proses penggarapan dilakukan secara kolektif oleh anggota sanggar, masing-masing berkewajiban membuat sebuah motif gerak. Awal gerak dimulai dengan pola gerak dasar Ja’i 32 hitungan yang berkembang di Kota Kupang, yakni gerak 32 hitungan (serong kiri-serong kanan, mundur kanan-mundur kiri, berputar kiri 180


(31)

Margaret Pula Elisabeth Djokaho, 2013

Pergeseran Fungsi Tari Ja’i Dari Ritual Ke Profan Di Kota Lampung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

% kemudian kembali ke posisi awal diulangi 2 kali) menjadi step/gerak dasar setiap akan memulai motif gerak baru. Kemudian dilanjutkan dengan gerak-gerak pengembangan yang mereka kreasikan. Dalam proses ini peneliti mengamati dan ikut dilatih motif-motif gerak Ja’i yang mereka kreasikan.

Beberapa hal yang menjadi bahan untuk melakukan observasi: Fungsi tari

Ja’i dalam upacara ritual Sa’o Ngaza, Masyarakat Bajawa sebagai pelaku seni (tua adat, penari dan pemusik), terlibat langsung dalam pelaksanaan Upacara Sa’o Ngaza, bentuk penyajian tari Ja’i dalam upacara ritual Sa’o Ngaza dan bentuk penyajian tari Ja’i di sanggar-sanggar yang ada di kota Kupang, musik penggiring tarian yang asli dan perubahan musik penggiring yang dikembangkan, bentuk busana penari yang asli dan yang sudah dimodifikasi. Dalam tahapan observasi, peneliti menyiapkan catatan, instrumen penelitian, dan peraralatan elektronik sebagai media untuk mendokumentasikan semua kegiatan selama observasi dilakukan (alat perekam audio, foto/gambar dan perekam gambar/video).

b. Wawancara

Wawancara merupakan cara memperoleh data dengan berhadapan langsung baik antar individu dengan individu maupun individu dengan kelompok (informan). Wawancara adalah teknik pengambilan data dengan proses tanya jawab antara peneliti dan informan untuk mematangkan kebenaran formulatif tentang hal yang ditelti (Moleong, 1981:135). Dalam melakukan wawancara dengan sendirinya pasti berkaitan dengan observasi, karena dalam observasi tentu harus melakukan wawancara. Wawancara dilakukan untuk mendapat informasi yang diperlukan dalam penelitian. Informasi tersebut didapat dari: Budayawan/ tua adat, Praktisi tari, Pengamat seni, Penari dan pemusik.

Dalam melakukan wawancara terhadap informan, proses ritual dialami oleh peneliti dalam hal memperoleh informasi berkaitan dengan penelitian dimaksud. Sebelum wawancara dimulai dilakukan ritual Vedhi Tua, tujuan ritual ini mengundang Riwu Dewa (para leluhur) dengan Moke/arak. Moke dituangkan pada wadah yang terbuat dari tempurung kelapa (se’a tua), seperti didoakan dengan menggunakan tuturan adat dan diminum oleh kami (saya dan tua adat sebagai


(32)

Margaret Pula Elisabeth Djokaho, 2013

Pergeseran Fungsi Tari Ja’i Dari Ritual Ke Profan Di Kota Lampung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

informan kunci). Pada malam berikutnya dilanjutkan dengan ritual Mate Ura Manu, yakni Ayam Jantan dibakar dan dibersihkan bulunya, kemudian dibelah untuk melihat Ura Manu/tali perut ayam. Tujuan ritual ini untuk mengetahui kerestuan dari para leluhur dengan maksud dan tujuan yang akan kita lakukan berkaitan budaya mereka, serta kelangsungan penelitian tersebut akan berjalan dengan lancar. Daging ayam tersebut kemudian dimasak dengan tradisi kuliner, daging tersebut dicampur dengan kelapa parut yang sudah digoreng dan siraman darah segar dari ayam korban tersebut. Masakan ini dalam budaya setempat disebut ra’a rete.

Wawancara dilakukan melalui dua cara, yakni pertama, secara langsung untuk mendapat informasi sesuai dengan tujuan penelitian. Komunikasi secara langsung antara peneliti dengan tua adat, budayawan lokal dan praktisi tari. Narasumber yang diwawancarai; Nikolaus Nonoago (60 th) sebagai budayawan dan warga asli Ngada yang memperkenalkan Ja’i di Kota Kupang, Aloysius Dopo (63 th) sebagai tua adat di Kampung Guru Sina, Kletus Wou (71 th) sebagai penghuni kampung Adat Guru Sina, Arnoldus Meka (35 th) sebagai pegawai bidang kebudayaan Dinas PKPO Kab. Ngada, Erna Poela Kalla (49 th) sebagai praktisi tari di Kota Kupang dan Erni Handayani (48 th) sebagai Guru seni tari. Kedua, melalui media komunikasi telepon. Teknik ini dilakukan dikarenakan kesibukan narasumber, sehingga untuk mendapatkan data yang dibutuhkan maka teknik inilah yang dilakukan. Dalam tahap ini wawancara dilakukan terhadap dua

narasumber yakni, Polo Letik (40 th) sebagai pengembang Ja‟i di Kota Kupang,

Ursula Dando (54 th) sebagai penyelenggara festival-festival Ja’i kreasi di Kota Kupang pada even pameran pembangunan dalam rangka HUT RI. Semua data yang diperoleh dari narasumber merupakan data-data primer yang berkaitan dengan permasalahan pergeseran fungsi Ja’i.

c. Studi Dokumentasi

Dokumentasi merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan untuk melengkapi observasi dan wawancara. Studi dokumentasi ini berkaitan dengan


(33)

Margaret Pula Elisabeth Djokaho, 2013

Pergeseran Fungsi Tari Ja’i Dari Ritual Ke Profan Di Kota Lampung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

gambar dan lambang seperti foto, video, peta, kondisi alam dan sebagainya. Dalam penelitian ini yang menjadi sumber dokumentasi penting ialah:

1. Gambaran kehidupan sosial budaya masyarakat Kampung Adat Guru Sina, dokumentasi berupa tulisan profil desa, dan secara langsung mengamati gambaran kehidupan masyarakat, foto, peta dan gambar.

2. Gambaran kehidupan sosial budaya masyarakat Kota Kupang, dokumentasi berupa tulisan tentang profil Kota Kupang, peneliti lebih memahami karena berdomisili di Kupang. Selain itu didukung juga dengan peta, foto dan gambar.

3. Pertunjukan tari Ja’i pada upacara ritual Sa’o Ngazadi masyarakat Bajawa kabupaten Ngada, dokumentasi berupa video, tulisan dan terlibat langsung. 4. Festival-festival Tari Ja’i yang dilaksanakan di Kota Kupang, dokumentasi

berupa video, gambar, foto dan teribat langsung.

5. Instrumen Penelitian, dokumentasi berupa pertanyaan-pertanyaan atau kuesioner.

6. Studi literatur, dokumentasi tulisan disertasi, buku dan internet.

d. Studi Pustaka

Teknik ini dipakai untuk menemukan data kepustakaan yang tepat, sesuai dengan variabel dan indikator dalam penelitian ini. Adapun sumber kepustakaan yang dipakai dalam penelitian ini ialah: Buku, Jurnal, Internet, Laporan Hasil penelitian, Tesis, dan Disertasi. Data-data yang bersumber dari literatur ini, menjadikan bahan acuan untuk menginterpretasi dan memperkuat berbagai hasil temuan yang diperoleh di lapangan dengan fokus pada hasil penelitian yang akan dicapai.

e. Instrumen Penelitian

Penelitian ini terdiri dari tiga variabel meliputi yakni; Pergeseran fungsi, Tari Ja’i ritual dan tari Ja’i profan. Instrumen yang digunakan dalam pengumpulan data dan informasi yang berkaitan dengan penelitian ini berdasarkan tiga variabel tersebut adalah studi literatur dari penelitian terdahulu, baik tesis


(34)

Margaret Pula Elisabeth Djokaho, 2013

Pergeseran Fungsi Tari Ja’i Dari Ritual Ke Profan Di Kota Lampung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

maupun disertasi, berbagai sumber buku, jurnal, dan internet. Observasi menggunakan teknik observasi partisipatif terlibat langsung dalam penelitian. Wawancara langsung dengan individu atau kelompok (informan). Studi dokumentasi dilakukan untuk mengetahui masalah yang berkaitan dengan gambar dan lambang dalam penelitian.

Pedoman penelitian yang digunakan dalam memperoleh data dari berbagai subjek dan objek penelitian dengan beberapa alat yang dipakai untuk: a) menggumpulkan data: daftar pertanyaan, kartu data (primer), kamera foto, alat rekam, kertas, pensil, b) Analisis data: Peneliti (instrumen kunci), kartu data (sekunder), komputer, kertas, pensil, c) penyajian hasil analisis data: menggunakan komputer, OHP atau LCD, hasil penelitian berupa tesis.

f. Teknik Analisis Data

Analisis data penelitian merupakan tahap pengolahan seluruh proses pengkajian hasil observasi, wawancara, dokumentasi yang telah terkumpul, untuk melahirkan kedalaman analisis dalam penelitian (Yuliawan, 2010: 66) Analisis dilakukan secara induktif sekaligus emik, memahami bahwa data tersebut bersifat interpretatif dan akan dideskripsikan secara kualitatif dengan metode deskriptif analisis dan penggunaan teori berdasarkan hakikat dari data yang diperoleh. Data tersebut merupakan interpretatif dari peneliti, kemudian data itu dideskripsikan ke dalam hasil penelitian. Hasil penelitian tersebut perlu divalidasi untuk menjawab masalah yang ada dalam penelitian ini.

Data-data dianalisis dengan menggunakan triangulasi yakni, pengkajian data dengan cara membandingkan berbagai data yang diperoleh dari beberapa narasumber, baik yang berkaitan dengan Ja’i ritual di masyarakat Guru Sina maupun Ja’i Profan di Kota Kupang. Triangulasi adalah usaha memahami data melalui berbagai sumber, subjek peneliti, cara (teori, metode, tenik) dan waktu. Analisis data dilakukan sejak pengumpulan data awal, dilanjutkan dengan analisis data itu sendiri. Data dianalisis dengan memberikan pengkodean (Coding), kode terbuka (open coding), kode terhubung (axial coding) dan kode terpilih (selective coding) Ratna (Strauss dan Corbin, 2010: 511).


(35)

Margaret Pula Elisabeth Djokaho, 2013

Pergeseran Fungsi Tari Ja’i Dari Ritual Ke Profan Di Kota Lampung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Teknik analisis data dilakukan secara bertahap seperti yang diutarakan Miles dan Huberman (1984) dalam Hadi (2006:79), yaitu mereduksi data, memaparkan bahan empirik, dan menarik kesimpulan serta memverifikasi. Mereduksi data berkaitan pengurangan, penyederhanaan dan mentransformasikan data di lapangan berdasarkan aspek permasalahannya yakni pergeseran fungsi Ja’i. Hal ini untuk memilah dan memfokuskan data, sehingga dapat terorganisir data yang sangat diperlukan. Memaparkan berkaitan dengan penyajian data yang telah direduksi untuk mempermudah pemahaman melalui ringkasan terstruktur yang disajikan tertulis dalam bentuk laporan penelitian. Cara ini membantu menyusun analisis sebagai kesimpulan dalam hasil temuan. Tahap penarikan kesimpulan serta verifikasi disajikan dalam bentuk deskripsi berdasarkan tahapannya. Penafsiran data dalam penelitian ini meliputi fungsi Ja’i di masyarakat dan faktor pergeseran fungsi. Kesimpulan tahap akhir perlu ditinjau kembali atau diverifikasi selama penelitian dilaksanakan. Untuk memahami analisis tersebut dapat digambarkan sebagai berikut.

Bagan 1.2. Analisis Triangulasi Data (Hadi, 2006: 80)

G. Penulisan Hasil Laporan

Pengumpulan Data Di Lapangan

Reduksi Data: Pengurangan, Penyederhanaan

,

Pemaparan atau penyajian data

Penafsiran kesimpulan dan verifikasi


(36)

Margaret Pula Elisabeth Djokaho, 2013

Pergeseran Fungsi Tari Ja’i Dari Ritual Ke Profan Di Kota Lampung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Penyajian hasil analisis data kualitatif ini akan dideskripsikan dalam bentuk naratif, dan penyajiannya juga dilakukan dalam bentuk foto, bagan dan tabel. Penyajian hasil penelitian dideskripsikan ke dalam lima bab.

H. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan penelitian ini berdasarkan Pedoman Penulisan Karya ilmiah yang dikeluarkan oleh UPI. Penelitian ini terdiri dari lima bab yang menjelaskan sebagai berikut.

BAB I. PENDAHULUAN

Pada bab ini berisi uraian tentang latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, defenisi operasional, metode penelitian yaitu: Pendekatan Penelitian, Subjek Penelitian, Pertanyaan Penelitian, Instrumen penelitian, Teknik pengumpulan data, Teknik analisis data dan menulis laporan penelitian. Pada bagian akhir bab ini mengulas tentang sistematika penulisan.

BAB II. LANDASAN TEORETIS

Landasan teori mempunyai peranan yang penting. Landasan teori berfungsi sebagai landasan teoretis dalam penyusunan pertanyaan penelitian dan tujuan penelitian. Bab ini membahas hasil penelitian terdahulu dan berbagai teori-teori yang mendukung penelitian ini. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori fungsi seni pertunjukan, dan teori perubahan. Teori pendukung substansi penelitian yaitu Antropologi Budaya dan Sosiologi Budaya. Grand Theory yang digunakan sebagai fokus kajian dalam penelitian ini adalah performance studies. BAB III. JA’I RITUAL

Bab ini menjabarkan hal-hal yang rinci berkaitan dengan bentuk dan struktur penyajian Ja’i ritual di Ngada-Bajawa. Aspek-aspek yang dibahas dalam bab ini meliputi: latar belakang wilayah penelitian, bentuk upacara-upacara ritual dalam masyarakat, bentuk dan struktur penyajian tari Ja’i ritual pada upacara Sa’o Ngaza di Bajawa-Ngada dan analisis gerak Ja’i ritual.


(37)

Margaret Pula Elisabeth Djokaho, 2013

Pergeseran Fungsi Tari Ja’i Dari Ritual Ke Profan Di Kota Lampung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Deskripsi hasil penelitian yang didasarkan atas jawaban pertanyaan penelitian dan pembahasan yang meliputi analisis hasil penelitian. Aspek yang tercakup dalam bab ini meliputi; gambaran umum lokasi penelitian, bentuk dan struktur penyajian tari Ja’i profan di kota Kupang, dan faktor-foktor yang mempengaruhi pergeseran fungsi tari Ja’i dari ritual ke profan.

BAB V. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Bab ini berisi uraian atas temuan dari jawaban pertanyaan penelitian atau rumusan masalah. Hasil penelitian dapat direkomendasikan sebagai bahan pembelajaran di sekolah atau perguruan tinggi dan bagi praktisi tari, selanjutnya dapat diaplikasikan lebih lanjut. Dilengkapi dengan daftar kepustakaan, daftar narasumber dan lampiran-lampiran.


(38)

Margaret Pula Elisabeth Djokaho, 2013

Pergeseran Fungsi Tari Ja’i Dari Ritual Ke Profan Di Kota Lampung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu BAB III

JA’I RITUAL A. Gambaran Umum Wilayah Penelitian

Kabupaten Ngada merupakan salah satu dari 20 kabupaten dan kota yang berada di Propinsi Nusa Tenggara Timur. Terletak diantara 8° - 9° lintang selatan dan 120° 45° – 121° 50° bujur timur. Pada bagian utara berbatasan dengan laut Flores, bagian selatan berbatasan dengan laut Sawu, bagian timur berbatasan dengan kabupaten Nagekeo dan bagian barat berbatasan dengan kabupaten Manggarai Timur. Persebaran wilayah kabupaten Ngada terdiri atas 12 kecamatan, diantaranya; Kecamatan Bajawa, Kecamatan Golewa, Kecamatan Bajawa Utara, Kecamatan Aimere, Kecamatan Soa, Kecamatan Riung, Kecamatan Riung Barat, Kecamatan Wolomeze, Kecamatan Golewa Selatan, Kecamatan Golewa Barat, Kecamatan Inerie dan Kecamatan Jerebuu. Topografi persebaran budaya Ngada, pada umumnya berada pada bagian selatan kabupaten Ngada, berada pada dataran rendah yang curam dengan kemiringan rata-rata 0-60% menurun dari arah utara ke selatan dan timur ke barat.

Kecamatan Jerebuu sebagai salah satu kecamatan yang ada di Kabupaten Ngada memiliki potensi budaya yang sangat beragam, salah satunya yakni; kampung Adat yang masih asli (dilihat dari bentuk bangunan rumah adat yang ada) seperti; Kampung Bena dan Kampung Guru Sina. Kampung adat ini merupakan potensi budaya pariwisata yang menjadi salah satu andalan Kabupaten Ngada dan Provinsi NTT. Disamping itu potensi alam juga sangat bervariasi dan mempesona seperti; keindahan gunung Inerie, air terjun Waeroa, dan air panas alam Mala. Daya tarik lainnya adalah area perkebunan yang memproduksi berbagai hasil pertanian yang terkenal seperti, fanili, cengkeh, kemiri, kakao, pala, marica, dan kelapa. Aspek sarana dan prasarana sangat minim dalam mendukung berbagai aktivitas dan pengunjungan ke lokasi-lokasi tersebut. Garis besar topografi daerahnya merupakan pengunungan yang hijau dengan deretan perkebunan rakyat. Kecamatan Jerebuu terdiri dari 6 desa yang terletak pada


(39)

Margaret Pula Elisabeth Djokaho, 2013

Pergeseran Fungsi Tari Ja’i Dari Ritual Ke Profan Di Kota Lampung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

cekungan di bawah kaki Gunung Inerie, diantaranya; Desa Tiworiwu, Desa Watumanu, Desa Nenowea, Desa Dariwali, Desa Manubhara dan Desa Nenowea. Berdasarkan topografi tersebut, keasrian alam yang ada di Kampung Guru Sina masih terjaga dengan baik. Perkampungan yang dikelilingi dengan pemandangan pengunungan membuat kampung tersebut menjadi lebih eksotis. Akses ke lokasi tersebut cukup sulit, memerlukan waktu yang lebih dalam perjalanan dan sarana umum yang dipandang masih sangat minim. Untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakat, masih banyak yang memanfaatkan hasil kebun untuk memenuhi kebutuhan pangan. Secara alamiah alam di Kampung Guru Sina masih sangat terkonservasi dengan baik, hal ini berdampak juga pada seni budaya yang bersifat ritual, masih tetap dilestarikan hingga saat ini. Untuk dapat terjadi kontak budaya secara langsung dimungkinkan agak sulit, tetapi dampak dari globalisasi khususnya teknologi, baik berupa alat komunikasi maupun televisi, dirasakan cukup berpengaruh terhadap perkembangan di Desa ini.

Gambar 3. 1. Kampung Adat Guru Sina, terdapat di desa Watumanu Kecamatan Jerebuu, Kabupaten Ngada NTT. Masih sangat asri, dikelilingi oleh

pegunungan. (Dokumentasi foto, Djokaho, April 2013).

Desa Watumanu sebagai wilayah penelitian dengan ibu Kota Desa di Gurusina. Jarak tempuh ke Desa Watumanu dari Kecamatan Jerebuu 5 km,


(40)

Margaret Pula Elisabeth Djokaho, 2013

Pergeseran Fungsi Tari Ja’i Dari Ritual Ke Profan Di Kota Lampung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

sedangkan jarak tempuh dari ibukota Kabupaten Ngada (Bajawa) sejauh 26 km. topografi wilayah ini berbukit, dikelilingi beberapa kali kering (mati) serta areal perkebunan rakyat pada sisi kemiringan yang di atas rata-rata 40° sedikit sekali daerah landai yang dapat dijumpai hanya 0,5% di sekitar Kampung Gurusina. Keadaan iklim dengan siklus enam bulan basah, berkisar antara bulan November sampai April, dan enam bulan kering antara bulan Mei sampai Oktober.

Pola pesebaran penduduk tidak merata, sebagian besar bermukim di ibukota desa/kampung-kampung. Namun masih banyak juga yang menetap di pondok-pondok yang ada di sekitar ladang mereka. Mereka termasuk dalam kelompok masyarakat agraris, yang mayoritas anggotanya mencukupi kebutuhan hidupnya dari pengolahan terhadap alam. Selain bertani ladang dan perkebunan, mata pencaharian lain masyarakat adalah berternak, pengrajin kayu, dan tekun ikat tradisional. Ada pula yang berbisnis lain seperti usaha perdagangan membuka kios-kios yang menjual bahan kebutuhan rumah tangga, dan jasa angkutan umum dari desa menuju ibukota kabupaten, bahkan daerah lain di dataran flores, namun dalam skala kecil. Jumlah keseluruhan penduduk desa Watumanu yang terdiri dari tiga dusun sebanyak 895 jiwa, terdiri dari 424 laki-laki dan 471 perempuan. Tingkat pendidikan masyarakat bervariasi dari taman kanak-kanak sampai dengan perguruan tinggi, bahkan yang buta aksara. Berikut tabel datanya.

Tabel. 3.1.

Jumlah Penduduk dan Tingkat Pendidikan di Desa Watumanu No Tingkatan Pendidikan BA BS dan

TK

SD SMP SMA PT

1 Jumlah Jiwa 144 104 373 180 71 23

2 Total 895 Jiwa

Sumber Data: Profil Desa Watumanu, April 2013.

Keterangan: BA = Buta Aksara; BS = Belum sekolah; TK = Taman kanak-kanak; SD = Sekolah Dasar; SMP = Sekolah Menengah Pertama; SMA = Sekolah Menengah Atas; PT = Perguruan Tinggi.


(41)

Margaret Pula Elisabeth Djokaho, 2013

Pergeseran Fungsi Tari Ja’i Dari Ritual Ke Profan Di Kota Lampung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Dari data jumlah penduduk dan tingkat pendidikan menggambarkan bahwa masih banyak mereka yang pendidikannya hanya sampai tingkat Sekolah Dasar, bahkan yang Buta Aksara juga ada. Mereka yang pendidikannya dari Perguruan Tinggi hampir sebagian adalah warga Desa tersebut yang kembali dari rantau, membangun dan mengembangkan potensi yang menjadi kekayaan kampung tersebut. Salah satu faktor pendidikan masyarakat paling banyak pada tingkat Sekolah Dasar, kemungkinan disebabkan belum adanya sarana prasarana gedung sekolah baik untuk Sekolah Tingkat Pertama (SMP) maupun Sekolah Menengah Atas (SMA). Mereka harus ke desa lain bahkan harus ke kota Bajawa untuk melanjutkan sekolah yang lebih tinggi.

Data tingkat pendidikan ini memberikan dampak bahwa, kearifan budaya lokal yang dimiliki khususnya berbagai ritual budaya masyarakat masih terjaga dengan baik, karena belum terkontaminasi dengan pemikiran-pemikiran

„kekinian” yang lambat laut beranggapan bahwa, kurang pentingnya ritual-ritual tersebut dilaksanakan dalam era modernisasi saat ini. Aspek-aspek kearifan lokal ini dapat dikelola sebagai sumber pendapatan bagi masyarakat, dalam bentuk pariwisata budaya, dibutuhkan juga Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas dan ahli di bidangnya masing-masing.

Sistem kekerabatan dalam masyarakat bersifat matrilineal dengan mengutamakan perempuan sebagai pelanjut garis keturunan. Sistem ini berdampak terhadap keseluruhan hidup masyarakat, baik secara individu maupun kelompok. Struktur sosial masyarakat masih mengenal strata/tingkatan dalam masyarkat. Woe/Klan sebagai strata/tingkatan, sebuah persekutuan kekerabatan geneologis, yang berasal dari leluhur yang sama. Komunitas Woe/klan dalam strata/tingkatan terdiri atas; Ga’e sebagai yang tertinggi, Ga’e Kisa, Ga’e Dhiri dan Ho’o sebagai yang terendah.

Dalam sistem kepercayaan hampir semua masyarakatnya beragama Khatolik, namun secara eksplisit mereka belum melepas kepercayaan religi aslinya(Puju-Vedhi), sistem kepercayaan lokal terhadap Yang Maha Kuasa yang diyakini kerberadaannya melalui tempat atau benda-benda keramat dan kepada


(42)

Margaret Pula Elisabeth Djokaho, 2013

Pergeseran Fungsi Tari Ja’i Dari Ritual Ke Profan Di Kota Lampung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Leluhur. Ritus-ritus yang hadir dalam dunia kehidupan orang Ngada pada umumnya, ditandai oleh tindakan korban penyujian (sacrifice) untuk memuja yang sakral (Hubert Muda, 1986: 253 melalui Watu). Sistem religi merupakan adanya entitas ritus dan praktis ritualnya, yang mengungkapkan relasi manusia dengan Yang Maha Kuasa.

Semua aspek kehidupan masyarakat Guru Sina selalu berhubungan dengan ritual-ritual. Proses ritual dialami oleh peneliti dalam hal memperoleh informasi berkaitan dengan penelitian. Sebelum wawancara dimulai, dilakukan ritual Vedhi Tua, tujuan ritual ini mengundang Riwu Dewa (para leluhur) dengan Moke/arak. Moke dituangkan pada wadah yang terbuat dari tempurung kelapa, seperti didoakan dengan menggunakan tuturan adat dan diminum oleh kami (saya dan tua adat sebagai narasumber). Pada malam berikutnya dilanjutkan dengan ritual Mate Ura Manu, yakni Ayam Jantan disembelih dan dibersihkan bulunya, kemudian dibelah untuk melihat Ura Manu/tali perut ayam. Tujuan ritual ini untuk mengetahui kerestuan dari para leluhur dengan maksud dan tujuan yang akan dilakukan berkaitan budaya mereka serta kelangsungan penelitian tersebut akan berjalan dengan lancar atau mendapat hambatan.

Masyarakat dalam sistem kesenian mengalami sentuhan estetika, dengan menghasilkan berbagai produk budaya yang tanpa disadari memuat unsur-unsur seni. Sistem adat istiadat, budaya dan pariwisata yang dimiliki Kampung Adat Guru Sina masih sangat terjaga dengan baik, menjadi bentuk kearifan lokal yang perlu diperkenalkan kepada masyarakat luas. Untuk itu perlu adanya kerjasama berbagai pihak, sehingga semua aspek ini tetap terjaga dan dilestarikan dengan cara yang baik. Sistem kelembagaan adat masih sangat kuat, bahkan dalam hal yang berhubungan dengan agama maupun pemerintahan selalu dikaitkan dengan adat istiadat. Ini adalah suatu budaya turun temurun yang masih dilaksanakan sampai saat ini, sekiranya dapat dipertahankan kearifan lokal ini sampai dengan generasi yang akan datang. Berikut tabel peninggalan budaya di Kampung Guru Sina, Desa Watumanu.


(43)

Margaret Pula Elisabeth Djokaho, 2013

Pergeseran Fungsi Tari Ja’i Dari Ritual Ke Profan Di Kota Lampung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu Tabel. 3.2. Peninggalan-peninggalan Budaya No Nama Kampung

Tradisional

Desa Keterangan Potensi

1 Guru Sina Watumanu  Rumah Adat Ngada

Ngadhu (Simbol leluhur laki-laki)

Bhaga (Simbol Leluhur Perempuan)

 Kompleks Megalitikum

 Upacara-upacara Tradisional

 Permainan Rakyat

 Tarian Tradisional

 Musik Tradisional

 Ukiran-ukiran Tradisional

 Tenun Ikat Tradisioanl

 Berbagai cerita rakyat dan legenda Sumber: Bidang Kebudayaan, Dinas PKPO Kab. Ngada, April 2013.

Semua jenis kesenian yang hadir dalam masyarakat Guru Sina tidak otonom (seni untuk seni), tetapi seni ditampilkan untuk Tuhan dan manusia, dengan ekspresi yang bersifat holistik (serba terkait, saling tergantung sebagai sebuah kesatuan dalam keragaman). Hal ini terlihat dari proses pembangunan Sa’o Ngaza, semua bentuk seni hadir dalam ritus tersebut, seperti seni ukir, seni tari, seni musik/suara, maupun seni sastra, semuanya saling mengikat menjadi satu kesatuan yang penting dalam ritual Sa’o Ngaza.

B. Bentuk Upacara-upacara Ritual Dalam Masyarakat

Kehidupan masyarakat Guru Sina tidak pernah lepas dari upacara-upacara ritual budaya. Rangkaian upacara-upacara ritual tersebut masih dilaksanakan


(1)

Margaret Pula Elisabeth Djokaho, 2013

Pergeseran Fungsi Tari Ja’i Dari Ritual Ke Profan Di Kota Lampung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Tajja Sue Pedang pusaka, yang ditempatkan pada alur kedua dari Mata Raga. Simbol kehadiran Dewa Sa’o

Lapu api Ruang dapur perapian

Lewa Panjang, tinggi, dalam

Lewa Roja Salah satu nama „Rumah Turunan‟ dari Woe Kabi

Lika Tungku api

Lika Lapu Ruang „setiga berapi‟ di antara tiga batu tungku

Lizu Langit, angkasa

Lego Kandang

Lego modhe Ungkapan tentang rumah adat sebagai „rumah yang

baik‟

Lena Angkasa, surga

Lie seko Nama bagian inti dari hati babi

Lima Angka lima, tangan

Lina Bening, jernih

Lo Batang

Lobo Puncak, pucuk, akhir

Mae Roh

Magha Pikiran

Maghi Pohon lontar, bahan korban perjamuan pada Yang Ilahi

Maki Nasi

Maki faru Nasi yang harum, bahan korban perjamuan pada Yang Ilahi

Manu Ayam, unggas

Manu Milo Nama „Rumah Awal‟ dari Woe Ago Ka’e / ayam sakral

Mata Mata, sumber, mati

Mata Raga Secara fungsional, Mata Raga adalah wadah untuk menaruh “tombok pusaka” dan “tofa pusaka” dalam ruang inti Sa’o Ngaza. Mata Raga adalah ikon kehadiran Yang Ilahi yang teciri dalam tradisi lokal


(2)

Margaret Pula Elisabeth Djokaho, 2013

Pergeseran Fungsi Tari Ja’i Dari Ritual Ke Profan Di Kota Lampung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Mau Tua Memohon restu leluhur menggunakan media tuak

Mesu Belas kasihan, peduli

Milo Suci, kudus, sakral

Molo Benar, tepat, bijaksana

Mori Tuan, pemilik

Mori tana Pemilik tanah, tuan tanah

Ngadhu Tiang korban di halaman kampung / simbol leluhur laki-laki

Ngaza Nama

Ngaza mogo Nama kolektif

Ngia Wajah, di depan

Ngizu Hidung

Ngizu nuke Pintu masuk ke ruang inti rumah tradisional

Nio Kelapa

Nio manu Kepala ayam

Nitu Roh ibu alam semesta, roh bumi

Nitu Bidhu Salah satu nama „Rumah Turunan' dari Woe Ago Ka‟e (roh ibu biduk)

Nua Kampung

Ota ala Alam raya

Pali wa’i Nama keset pembersih, yang dibuat dari batu ceper,

yang ditempatkan di depan masuk rumah adat

Padha jawa Beranda rumah tradisional (jembatan Damai Sejahtera)

Papa bhoko Ruang tempat duduk pada wanita dalam ruang inti rumah adat

Pare Padi


(3)

Margaret Pula Elisabeth Djokaho, 2013

Pergeseran Fungsi Tari Ja’i Dari Ritual Ke Profan Di Kota Lampung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

disembelih sebagai korban peyembelihan

Poso Gunung

Puju vedhi Memuja kepada Yang Ilahi

Pu’u Awal, pangkal, sumber, asal, muasal, pohon.

Ra’a Darah

Ra’a ga’e Status sosial masyarakat Ngadha, berdasarkan ideology

„darah sejati‟

Ra’a rete Kuliner dengan mencampurkan darah pada makanan

Rade zi’a Ungkapan tentang rumah adat sebagai „rumah yang

membawa keselamatan‟

Rasa Rasa

Remo Tempat tindakan

Reti Tempat waktu

Riji rai Murah hati

Riwu Dewa Termasuk golongan Dewa, leluhur yang telah bersekutu dengan Yang Kudus

Roro Ruang tempat duduk para pekerja dalam ruang inti rumah adat

Sa Ngaza Ungkapan berupa pernyataan identitas/nama, sebagai pembuka tarian Ja‟i dalam rangka perayaan pengukuhan

Sa’o Ngaza

Sae Jagung

Sa’o Rumah adat orang Ngadha, baik dalam arti bangunan

tempat tinggal maupun dalam arti komunitas insane yang tinggal di dalammnya.

Sa’o Ngaza „Rumah Bernama‟

S’o Pu’u „Rumah Awal‟

Sa’o Lobo „Rumah Akhir‟

Sa’o Dhoro „Rumah Turunan‟


(4)

Margaret Pula Elisabeth Djokaho, 2013

Pergeseran Fungsi Tari Ja’i Dari Ritual Ke Profan Di Kota Lampung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

kutukan dari Yang Kudus.

Se’a tua Gelas dari batok kelapa, yang dikhususkan sebagai

media persembahan tuak.

Sei Siapa

Siga Bersih, cerah

Sui Daging

Susu Keri Asa Kae Nama lain dari Dewa Sa’o. Tuhan yang menyertai komunitas rumah dalam atribut sebagai „Pemberi Kasih Yang Tak Berhingga‟

Tana Tanah, bertanya

Tebo Tubuh

Tebo tada Tubuh dari simbolik

Tebo sa’o Tubuh dari sosial

Tebo weki Tubuh diri, tubuh diri personal

Tebo woe Tubuh diri religius

Teda Beranda rumah tradisional

Teda one Beranda dalam

Teda mo’a Beranda luar

Teki rolu Lembaran papan yang menjadi dinding ruang inti rumah adat yang letaknya sesudah papan kedu

Tibo Ramalan adat dengan menggunakan media ruas bambu

Tobo Mayat

Tuba Tiang

Tua 1). Tuak, minuman keras yang diolah dari pohon lontar

dan enau; 2). Serapan dari kata „tuan‟.

Tua teme Tuak yang enak, salah satu bahan korban persembahan kepada Yang Ilahi


(5)

Margaret Pula Elisabeth Djokaho, 2013

Pergeseran Fungsi Tari Ja’i Dari Ritual Ke Profan Di Kota Lampung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Ube Sebutan kolektif dari dinding ruang inti Sa‟o Ngaza

yang dibuat dari papan.

Ube Manu Dinding yang diukir dengan figur ayam kembar, sebagai ikon „ayam langit‟ (Manu Lizu), yang salah satu fungsinya adalah sebagai pengusir setan dan ditempatkan di dinding bagian depan dari ruang inti rumah adat.

Ulu dalam rumah adat

Kepala, pimpinan, penyelenggara, bagian utara dari ruang inti Sa‟o Ngaza

Ulu padi Ukiran dalam rumah adat yang berbentuk ular, yang ekornya diukir seperti kepala, sehingga kepalanya bersifat ganda

Uma Kebun, ladnag

Uma moni Kebun, ladang

Uwi Ubi

Wae Air

Wae bata Air laut

Wa’i Kaki

Wali Terus menerus, lagi

Waka Jiwa yang baik

Wara Badai

Watu Salah satu nama leluhur kolektif orang Guru Sina

Wati Piring tradisional yang disebut dari anyaman daun lontar

Wea Emas

Widha Ada

Wela Membunuh

Wena Bagian selatan

Wengo wango Masa bodoh, apatis

Wijo – Wajo Salah satu nama pasangan leluhur kolektif orang Ngadha


(6)

Margaret Pula Elisabeth Djokaho, 2013

Pergeseran Fungsi Tari Ja’i Dari Ritual Ke Profan Di Kota Lampung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Wula Bulan

Wawo Di atas

Weki Diri insani yang terdiri dari unsur waka„jiwa yang baik‟

dan wera „jiwa yang jahat‟

Wera Jiwa yang jahat

Wera dhea Menaburkan beras ritual untuk menyucikan babi korban

Wisu Tiang sudut pada lantai kedua dari tubuh rumah adat

Woe Ikatan persaudaraan, kekerabatan, teman/sahabat, Unit sosial religius

Woe Ago Ka’e Salah satu unit sosial religius atau komunitas koalisi rumah adat di Kampung Guru Sina

Woe Ago Azi Salah satu unit sosial religius atau komunitas koalisi rumah adat di Kampung Guru Sina

Woe Kabi Salah satu unit sosial religius atau komunitas koalisi rumah adat di Kampung Guru Sina

Wutu Empat

Zala Jalan

Zi’a Sembuh, selamat

Zi’a ura manu Doa sebelum mengorbankan ayam