PERGESERAN FUNGSI TATA RUANG KOTA MALANG

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembangunan yang pesat di zaman modern ini, gedung gedung
tinggi semakin gencar dibangun. Modernisasi tidak dapat dibendung seiring
dengan berjalannya waktu dan dinamika penduduk. Salah satu sebab utama dari
kejadian tersebut adalah proses globalisasi yang sekarang secara cepat melanda
kota-kota di dunia ketiga (Handinoto, 1996). Pusat-pusat perekonomian
masyarakat seperti pasar dan pusat perbelanjaan sangat mudah ditemukan di
setiap sisi kota. Sebuah kota kecil indische kini dalam pertumbuhannya menjadi
kota metropolitan.
Dahulu, pemerintah Belanda di Kota Malang mengusung pembangunan
kota yang fungsional dengan menempatkan pusat-pusat kebutuhan penduduk
sesuai arah mata angin. Alun-alun sebagai civic center dikelilingi pusat kegiatan
penduduk dan kepemerintahan seperti kompleks administratif, militer,
pemukiman, dan perdagangan. Bangunan-bangunan yang dibangun juga memiliki
keunikan dengan percampuran arsitektur lokal dan Belandanya. Namun kini,
perubahan besar dalam pembangunan modern semakin menggeser fungsi
penataan ruang Kota Malang dan menghilangkan fungsi historis di dalamnya.
Bangunan peninggalan Belanda kini tergusur dengan keberadaan gedunggedung tinggi pusat hiburan dan ekonomi masyarakat. Pemukiman semakin
menjamur tanpa memperhatikan tata guna lahan dan fungsi ekologinya. Oleh

karena itu, penulis mengangkat masalah perbandingan konsep dan fungsi tata
ruang Kota Malang pada zaman kolonial Belanda dengan masa kini menjadi karya
tulis ilmiah.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka pokok permasalahan dalam karya
tulis ilmiah ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana tata ruang Kota Malang dari masa konolial Belanda dengan
masa kini?
1.3 Pembatasan Masalah
Secara ringkas, permasalahan yang akan dibahas dalam karya tulis ilmiah
ini adalah:
1. Konsep dan fungsi tata ruang kota.
2. Kondisi tata ruang Kota Malang masa kini.
3. Perbedaan konsep dan fungsi tata ruang Kota Malang pada zaman
kolonial Belanda dan masa kini.
4. Proses perubahan konsep dan fungsional tata ruang Kota Malang.
1.4 Tujuan penelitian
Tujuan tim penulis melakukan penelitian ini adalah untuk:
1. Dapat menjelaskan konsep dan fungsional tata kota.
2. Dapat menjelaskan kondisi tata ruang Kota Malang masa kini.

3. Menjelaskan perbedaan konsep dan fungsional tata ruang Kota Malang
pada zaman kolonial Belanda dan masa kini.

4. Menjelaskan proses perubahan konsep dan fungsional tata ruang Kota
Malang.
1.5 Manfaat
1.5.1. Bagi Ilmu pengetahuan
Menggagas suatu inovasi yang dapat menambah ilmu pengetahuan
mengenai cara memperbaiki dan meningkatkan fungsi tata ruang
Kota Malang.
1.5.2. Bagi Pembaca
Pembaca dapat mengetahui tentang bagaimana konsep dan fungsi
utama tata ruang Kota Malang yang seharusnya fungsional dari
masa colonial Belandahingga sekarang, dan menyadarkan
masyarakat tentang pentingnya sistem tata kota yang baik sebagai
fondasi pembangunan yang berkelanjutan.
1.5.3. Bagi Penulis
Penulis dapat mempelajari langsung tentang tata ruang Kota
Malang secara menyeluruh dan menemukan solusi untuk
memperbaiki dan meningkatkan fungsi tata Kota Malang.


BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Tata ruang Kota
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia , “Tata” merupakan aturan
(biasanya dipakai di kata majemuk); kaidah, aturan, dan susunan; cara menyusun;
sistem. Sedangkan “Ruang” memiliki arti sela-sela antara dua (deret) tiang atau
sela-sela antara empat tiang (di bawah kolong rumah) dan “Kota” sendiri memiliki
pengertian yaitu daerah permukiman yang terdiri atas bangunan rumah yangg
merupakan kesatuan tempat tinggal dari berbagai lapisan masyarakat.
Dapat disimpulkan bahwa tata ruang kota adalah sebuah sistem yang
mengatur kondisi morfologis dari kota itu sendiri yang bertujuan untuk
memperlancar jalannya sistem kota dan menuju perbaikan masa depan yang lebih
baik.
2.2 Fungsi Tata Ruang Kota
Tata ruang atau dalam bahasa Inggrisnya Land use adalah wujud struktur
ruang dan pola ruang disusun secara nasional, regional dan lokal. Secara nasional
disebut Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, yang dijabarkan ke dalam
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi, dan Rencana Tata Ruang Wilayah
(RTRW) tersebut perlu dijabarkan ke dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kota

(RTRWK) (Wikipedia). Tata ruang kota memiliki fungsi yg mendukung
terbentuknya kota yang nyaman :












Untuk mencegah atau menghindari benturan-benturan kepentingan atau
konflik antar sektor dan antar kepentingan dalam pembangunan masa kini
dan masa yang akan datang
Untuk menghindari terjadinya pembedaab dalam pengelolaan dan
pemanfaatan sumber daya alam.
Untuk tercapainya optimalisasi pemanfaatan ruang yang memperlihatkan

daya dukung dan kesesuaian wlayah terhadap jenis pemanfaatannya.
Untuk terciptanya kemudahan pemanfaatan fasilitas dan pelayanan sosial
ekonomi bagi masyarakat maupun sektor-sektor yang terkait.
Menjaga kelestarian dan kemampuan ruang serta menjamin
kesinambungan pembangunan di berbagai sektor.
Untuk dapat memberikan arahan bagi penyusunan program-program
tahunan.agar dapat terjadi kesesuaian sosial ekonomi akibat pemanfaatan
ruang terhadap perkembangan ekonomi dan sosial mendatang.
Untuk dapat menciptakan kemudahan bagi masyarakat untuk berpatisipasi
pada kegiatan-kegiatan produksi.
Terciptanya suatu pola pemanfaatan ruang yang mampu mengakomodir
segala bentuk kegiatan yang terjadi di dalam ruang tersebut.
Pembangunan dapat terencana sesuai dengan fungsi yang di emban oleh
ruang.

2.3 Tata Ruang Kota Malang
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia , Tata ruang kota adalah pola tata
perencanaan yg terorganisasi untuk sebuah kota dl membangun, msl jalan, taman,
tempat usaha, dan tempat tinggal agar kota itu tampak apik, nyaman, indah,
berlingkungan sehat, dan terarah perluasannya pada masa depan. Kota Malang

yang terletak pada ketinggian antara 440 – 667 meter diatas permukaan air laut,
merupakan salah satu kota tujuan wisata di Jawa Timur karena potensi alam dan
iklim yang dimiliki. Letaknya yang berada ditengah-tengah wilayah Kabupaten
Malang secara astronomis terletak 112,06° – 112,07° Bujur Timur dan 7,06° –
8,02° Lintang Selatan, dengan batas wilayah sebagai berikut :
1.

Sebelah Utara : Kecamatan Singosari dan Kec. Karangploso Kabupaten
Malang
2. Sebelah Timur : Kecamatan Pakis dan Kecamatan Tumpang Kabupaten
Malang
3. Sebelah Selatan : Kecamatan Tajinan dan Kecamatan Pakisaji Kabupaten
Malang
4. Sebelah Barat : Kecamatan Wagir dan Kecamatan Dau Kabupaten Malang
Serta dikelilingi gunung-gunung :
1.
2.
3.
4.


Gunung Arjuno di sebelah Utara
Gunung Semeru di sebelah Timur
Gunung Kawi dan Panderman di sebelah Barat
Gunung Kelud di sebelah Selatan
Dapat disimpulkan bahwa tata ruang kota Malang adalah system yang
mengatur keadaan morfologis Kota Malang dan mengatur secara seluruh tatanan
kota yang bertujuan untuk perbaikan masa depan yang lebih baik.

BAB III
METODE PENELITIAN
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
kualitatif, sedangkan jenis penelitian yang digunakan adalah metode penelitian
sejarah. Metode sejarah menurut Louis Gottschalk adalah suatu proses menguji
dan menganalisa secara kritis rekaman-rekaman peristiwa yang diabadikan dalam
bentuk dokumen, kaset, dan peninggalan-peninggalan masa lampau
(Gottschalk,1986:32). Adapun langkah-langkah penelitian yang ditempuh adalah
sebagai berikut:
3.1 Pemilihan topik
Dalam tahap pemilihan topik, setiap peneliti harus menentukan nilai
kesejarahan yang terkandung dalam permasalahan yang akan diteliti, dengan kata

lain topik haruslah memiliki karakter khas yang sesuai dengan keilmuan sejarah.
Kedekatan intelektual karena peneliti memiliki topik mengenai tata ruang Kota
Malang yang menggambarkan perubahan secara holistic dalam fungsi keruangan
Kota Malang.
Hal yang menarik dalam topik ini yaitu bagaimana tata ruang Kota Malang
begitu pesatnya mengalami perubahan sehingga mengakibatkan perubahan sosial
di masyarakatnya.
3.2 Pengumpulan sumber (Heuristik)
Heuristik adalah mengumpulkan sumber-sumber sejarah sesuai dengan tema
yang akan ditulis. Dimana pengumpulan sumber – sumber tersebut dapat
dilakukan dengan berbagai cara misalnya , dengan observasi langsung ke
lapangan yang akan diteliti , sehingga dapat diperoleh sumber baik secara lisan
maupun tulis. Bersumber dari buku KOTA PRADJA MALANG 50 TAHUN ,
Untukmu Kota Malang , Jurnal Penelitian PERKEMBANGAN KOTA MALANG
PADA JAMAN KOLONIAL (1914-1940) , PROFIL KABUPATEN/KOTA
MALANG , Artikel ….. , Dokumentasi foto yang bersumber dari jurnal penelitian
dan dokumen pribadi.
3.3 Verifikasi Internal dan Eksternal
Verifikasi data yang kami lakukan dengan cara membandingkan data dari
buku dengan foto-foto. Sehingga kami dapat memperkuat interpertasi sejarah

perubahan tata ruang Kota Malang.
3.4 Interpretasi
Setelah data-data telah terverifikasi, kami menafsirkan dan menganalisis data
yang ada dan dilanjutkan dengan penyusunan hasil interpretasi secara runtut.

BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Rencana Tata Ruang Kota Malang
Setelah menjadi gementee (kota madya) pada 1 April 1914 dengan
pertimbangan pertumbuhan penduduk yang sangat pesat , dimulailah perluasan
kota secara besar-besaran. Perluasan melibatkan pihak pemerintah dan swasta
untuk membangun prasarana baik di dalam kota , maupun jalan – jalan yang
menghubungkan Malang sebagai kota pedalaman dengan kota-kota lainnya.
Antara tahun 1914-1929 Kota Malang sudah mempunyai 8 tahapan
perencanaan kota yang pasti. Masing-masing tahapan tersebut dinamakan sebagai
Bouwplan I-VIII. Tuuan utama dari perluasan ini adalah pengendalian penduduk
kota akibat dari pertambahan penduduk serta kemajuan ekonomi yang sangat
pesat (Handinoto, 1996:9). Perencanaan ini tidak lepas dari peran Ir. Herman
Thomas Karsten , insinyur terkenal pada masa itu yang juga menjadi penasehat
keruangan Kota Malang pada masa pemerintahan Walikota H. I . Bussemaker.

Perencanaan yang diusung Karsten secara garis besar membagi Kota
Malang menjadi kompleks fasilitas publik dengan alun alun kulon sebagai titik
pusatnya.

Gambar 4.1 Lokasi-lokasi yang tercakup dalam Bouwplan I-VIII
(Sumber: Handinoto, 1996)
4.2
Bouwplan I-VIII oleh Ir. H.T. Karsten
Kota Malang dibangun tidak dengan serta merta, melainkan melalui tahaptahap yang berkelanjutan. Sebelum ditata secara bertahap, kota Malang cenderung
memiliki pola perkembangan yang linier, bagai pita yang membujur utara-selatan
sepanjang jalan poros Malang-Surabaya.

Pola yang demikian kurang baik untuk perkembangan lebih lanjut. Oleh
karena itu, Kota Malang perlu diperluas ke arah timur dan barat. Namun,
perluasan ke arah barat dan timur itu terhalang oleh aliran Sungai Brantas dan
Bango di sisi timur serta aliran Kali Metro di barat, yang prakstis menjadi batas
terluar perkembangan Kota Malang ketika itu.
Untuk mengendalikan perubahan bentuk kota yang cenderung mengarah
utara-selatan, Kotapraja Malang dari tahun 1917-1929 mengeluarkan 8 buah
rencana perluasan kota (bouwplan). Pada tahun sebelumnya (1914-1916),

perhatian pemerintah lebih banyak diarahkan kepada peningkatan sarana dan
prasarana kota, seperti penyediaan air bersih, jaringan listrik, perbangkan dengan
mendirikan “Javasche Bank (kini Bank Indonesia)”, per-hotelan dengan membuka
“Palace Hotel (kini Hotel Pelangi)”, serta mendirikan perusahaan tanah guna
meminimalkan ulah para spekulan tanah.
Bouwplan I: Keputusan rapat Dewan Kota (Gemeenteraat) tanggal 13 April 1916,
namun baru dilaksanakan 18 Mei 1917. Tujuannya membangun daerah
perumahan baru untuk golongan orang Eropa di antara Celaket - Rampal. Naman
jalan menggunakan nama anggota keluarga kerajaan Belanda, sehingga dinamai
“Oranyebuurt”.Daerah Oranjebuurt tersebut memakai nama-nama jalan dengan
nama-nama anggota keluarga kerajaan Belanda. Seperti Wilhelmina straat
(sekarang Jl. Dr Cipto), Juliana straat (sekarang Jl. RA Kartini), Emma straat
(sekarang Jl. dr Sutomo), Willem straat (sekarang Jl. Diponegoro), Maurits straat
(sekarang Jl. MH Thamrin), dan Sophia straat (sekarang Jl.
Cokroaminoto).Daerah yang terletak antara Jalan Tjelaket dengan Jalan Rampal
dan berbatasan dengan rel kereta api yang akan memasuki Kota Malang tersebut
cepat terisi oleh perumahan orang Eropa, karena letaknya yang sangat strategis
pada waktu itu.

Gambar 2.1 Sophia straat (sekarang Jl. Cokroaminoto)
tahun 1922

Sumber: http://ngalam.id/read/4291/rencanapengembangan-kota-malang-i-bouwplan-i

Bouwplan II: Keputusan rapat Gemeenteraat 26 April 1920, namun baru
dilaksanakan tahun 1922 dengan tujuan membentuk daerah pusat pemerintahan
yang baru, yakni Kotapraja (Gemeente) Malang, yang dibentuk 1 April 1914.
Berintikan lapangan terbuka berbentuk bundar dengan bagian di tengah berupa
kolam air mancur, yang kemudian populer dengan sebutan “Alon-alon Bunder”.
Di sekitanya didirikan bangunan resmi dan monumental seperti Balai Kota, Hotel

Sumber: http://ngalam.id/read/4305/rencanapengembangan-kota-malang-ii-bouwplan-ii/
Gambar
2.2 Alun-alun bunder pada awal pembangunan tahun

Splendid, sekolah HBS/AMS, stasiun kereta api, rumah tinggal panglima militer
dsb. Jalan-jalan diberi nama dengan nama para gubernur jendral terkenal masa
Hindia-Belanda
sehingga
dinamai
“Gouverneur-Generaalbuurt”.
Daerah Gouverneur-Generaalbuurt tersebut jalan-jalannya memakai nama
gubernur jendral pada masa Hindia Belanda yang terkenal, seperti Daendels
Boulevard (sekarang Jalan Kertanegara), Van Imhoff straat (sekarang Jalan
Gajahmada), Speelman straat (sekarang Jalan Mojopahit), Maetsuucker straat
(sekarang Jalan Tumapel), Riebeeck straat (sekarang Jalan Kahuripan), Van
Oudthoorn straat (sekarang Jalan Brawijaya), Idenburg straat (sekarang Jalan
Suropati), Van den Bosch straat (sekarang Jalan Sultan Agung), Van Heutz straat
(sekarang Jalan Pajajaran), dan van der Capellen straat (sekarang Jalan Sriwijaya).
Sedangkan Alun-alun Bundernya sendiri pada waktu itu dinamakan sebagai Jan
Pietersoon Coen Plein sekarang menjadi Alun-alun Tugu. Pada sekitar tahun
1950-an, air mancur di tengah Alun-alun Bunder itu didirikan tugu yang
diresmikan oleh Presiden Soekarno. Monumen Tugu sempat dihancurkan Belanda
pada saat Agresi Militer Belanda I tahun 1948. Belanda menghancurkan monumen
Tugu sebagai bentuk kekesalan Belanda atas kegigihan arek-arek Malang. Pada
tahun 1953 monumen Tugu dibangun kembali oleh pemerintah Malang dan
diresmikan (lagi) oleh Presiden RI pada waktu itu, Ir. Soekarno.

Gambar 2.2 Alun-alun bunder pada awal pembangunan tahun 1922

Sumber: http://ngalam.id/read/4305/rencana-pengembangan-kota-malang-ii-bouwplanii/

Bouwplan III: Keputusan rapat Gemeenteraat 26 Agustus 1919 dan 26 April
1920, dengan maksud untuk membangun areal pemakamkam yang cukup luas
guna menampung kebutuhan akan makam bagi orang Eropa yang tinggal di
Malang. Kompleks tersebut haruslah cukup luas untuk menampung areal kuburan
bagi orang Eropa yang ada di Malang, yang pada saat itu dirasakan tidak
mempunyai kompleks pekuburan yang layak. Daerah yang dipilih adalah daerah
Soekoen (Staadgemeente Malang 1914-1939: XLVI), yang terletak di sebelah
tenggara kota. Daerah Soekoen dipandang masih luas dan penduduknya masih
jarang sehingga tidak begitu banyak terdapat perumahan (pada waktu itu).
Keputusan tersebut diambil setelah beberapa kali pihak pemerintah kota
(gemeente) gagal menentukan lokasi daerah pekuburan.

Bouwplan IV: Diperuntuk bagi perumahan kelas menengah ke bawah diantara
Celaket-Lowokwaru, yang didalamnya terdapat komleks kuburan Samaan (6.2045
Ha), sekolah dan lapangan olah raga tersendiri. Nama jalan menggunakan nama
sungai. Luas bouwplan IV: 41.401 m².Secara keseluruhan rencana pengembangan
pemukiman di Kota Malang dimaksudkan untuk membagi menurut jalur dan
sektor di dalam rencana pemukiman kota. Hal itu diharapkan akan dapat
mencegah sentuhan langsung antar golongan penduduk yang bisa mengganggu
Gambar 2.4 Pos Polisi daerah Tjelaket
ketentraman kedua belah pihak.
tahun 1930
Gambar 2.3 Gerbang makam orang Eropa di sukun

Sumber: http://ngalam.id/read/4566/rencanaSumber: http://ngalam.id/read/4328/rencanapengembangan-kota-malang-iv-bouwplan-iv/
pengembangan-kota-malang-iii-bouwplan-iii/

Bouwplan V: Rencana pembangunan dimulai tahun 1924/1925. Diperuntukan
bagi perumahan golongan Eropa dengan rumah tipe vila. Lokasi di bagian barat
kota dari arah Kayutangan, yang berpermukaan tanah relatif tinggi. Jalan utama
dalam bouwplan V adalah Jl. Besar Ijen yang membujur utara-selatan dan
dilengkapi dengan jajaran pohon palem, serta taman-taman kota di setiap
perpotongan jalan. Dengan pusat kota Alun-alun Lama, daerah Bouwplan
V tersebut dihubungkan dengan daerah Taloen (sekarang Jl. Kawi). Dengan
demikian daerah perluasan kota yang baru ini selain berfungsi mencegah bentuk
kota yang memanjang ke arah utara-selatan, juga sekaligus mempunyai hubungan
yang baik sekali ke seluruh kota. Yang juga menjadi daya tarik dalam perluasan
kota ini adalah pembangunan komplek olahraga di sekitar Jalan Semeru, yang
besar sekali menurut ukuran jaman itu. Taman olahraga tersebut terdiri dari
stadion, lapangan hoki, dua buah lapangan sepakbola dan 9 lapangan tenis dengan
sebuah club house dan kolam renang.
Jalan utama dalam kompleks perluasan Bouwplan V ini adalah Jalan Ijen
yang membujur ke arah utara-selatan. Jalan ini kelak menjadi salah satu ciri khas
Kota Malang. Setiap ada perpotongan dengan jalan yang membujur ke arah timurbarat maka perpotongan tersebut diselesaikan dengan taman-taman yang indah.
Misalnya saja Smeroe Plein(pertemuan antara Jl. Semeru dengan Jl. Ijen), Ijen
Plein pada akhir Jalan Ijen. Dengan demikian secara keseluruhan Jalan Ijen yang
megah dengan pohon palemnya lebih semarak lagi dengan banyaknya tamantaman. Jalan Ijen sebagai jalan utama pada perluasan Kota Malang ke arah barat
ini rasanya pantas dijuluki sebagai salah satu jalan yang paling indah di antara
kota-kota di Hindia Belanda pada saat itu.
Tanah pada perluasan Bouwplan V ini memang tidak sepenuhnya dikuasai
pihak kota karena sebagian besar dari tanah yang berada di sebelah barat Kota
Malang ini dikuasai oleh NV. Bouwmaatschappij Villapark. Meskipun demikian
pihak Gementee berhasil mengendalikan perkembangan daerah ini dengan
sepenuhnya. Rencana perluasan pembangunan kota Malang V ini seluas 16.768
M².

Gambar 2.5 Smeroestraat tahun 1935

Gambar 2.6 Ijen Boulevard

Bouwplan VI: Areal terbangun berada di sebelah selatan Alon-alon dan dari
Sawahan ke arah timur serta barat. Nama jalan di ambil dari nama pulau-pulau,
sehingga lazim dinamai dengan “Eilandenbuurt”. Terkait dengan perluasan kota
Sumber:
pada bouwplan
VI ini, pihak Gemeente Malang menaruh Sumber:
perhatian guna
http://ngalam.id/read/4587/rencana-perluasanhttps://ijenboulevard.wordpress.com/2013/11/17/ij
memperluas Pasar Pecinan, dengan membangun pasar sore dan pasar malam di
pembangunan-kota-malang-v-bouwplan-v/
en-boulevard/
Pasar Pecinan (1932) serta pembangunan termina bus di belakang
Pasar Pecinan
(1937). Luas bouwplan VI : 220.901 m².

Sumber: http://ngalam.id/read/4847/rencana-pengembangan-kota-malang-vi-bouwplan-vi/

Gambar 2.7 Petjinanstraat tahun 1930

Bouwplan VII : Dimaksudkan untuk melanjutkan pembangunan bagian barat
kota pada bouwplan V, yaitu perumahan elit tipe vila berukuran besar serta arena
pacuan kuda. Sebagaimana nama jalan di sekitarnya yang dibangun pada masa
sebelumnya, jalan-jalan yang dibangun dalam bouwplan VII juga mengambil
nama gunung.Luas bouwplan VII : 252.948 m².

Bouwplan VIII: Dimaksudkan untuk membangun zona industri bagi perusahanperusahaan Besar. Zona industri ini dlengkapi dengan jalan kereta api . Oleh
karenanya, lokasi yang dipilih berdekatan dengan emplasemen kereta api dan trem
uap di selatan kota. Luas bouwplan VIII : 179.820 m².

Gambar 2.8 Lapangan pacuan kuda

Sumber: http://rochmanhadi.blogspot.co.id/2012/08/malang-tempoe-doeloe.html

Gambar 2.9 Komplek Industri tahun 1950

Sumber:
http://ngalam.id/read/4873/rencana-pengembangan-kota-malang-vii-viii-bouwplan-vii-viii/

Dengan adannya perluasan kota tahap I-VIII diatas, Kota Malang bertambah luas
744.064 m² dari luas semula. Selanjutnya, pembangunan diarahkan pada

terbentuknya sebuah kota sebagai suatu kesatuan organis. Tidak cukup hanya
dengan pekerjaan teknis, namun perlu pula dilakukan tindakan-tindakan
organisasi dan perencanaan yang baru.
Untuk kepentingan itu, pihak Gemeente Malang menunjuk Thomas Karsten
sebagai penasihat (adviseur) resmi Kota Malang dari tahun 1929 hingga 1935.
Terhitung dari tahun 1935 s.d. 1940 pihak Gemeente Malang melakukan
perluasan tambahan bagi kota Malang, yang di-beri sebutan “Rencana Tambahan
Global”, meliputi: rencana jaringan jalan utama, rencana tanam dan ruang luar,
serta rencana jaringan kereta api dan tram. Dengan adana jaringan transportasi itu,
ke arah utara wilayah kota Malang meluas hingga mencapai Blimbing dan ke
barat hingga mencapai daerah yang diberi nama dengan nama kota-kota.
4.3

Perubahan Fisik Kota Malang
Bouwplan I-VIII melahirkan dampak besar perubahan Kota Malang
dengan pelbagai pembangunan fasilitas publik seperti jaringan jalan, kantorkantor pelayanan, dan pemukiman berdasarkan etnis. Secara garis besar, laporan
Karsten mengenai tata ruang Kota Malang (1935:59), Bouwplan I-VIII mengubah
beberapa pokok keruangan kota yaitu:
1) bentuk utama dan pusatnya
2) kelompok utama dan peruntukannya
3) jaringan jalan utama
Atas perencanaannya, Bouwplan I-VIII dilaksanakan dalam kurun waktu kurang
lebih 15 tahun, dimulai sejak 1914 hingga 1929 dan penetapan-penetapan lain
hingga 1935.

Gambar 4.2 Pemetaan perkembangan keruangan Kota Malang dari tahun 1882
sampai 1938. (Sumber: Handinoto, 1996)
Dapat dicermati dalam gambar di atas berbagai perubahan diantaranya
jarangan jalan, pemukiman dan pusat kegiatan penduduk yang semakin padat.
Adapun perubahan yang terjadi semakin pesat dan besar dampaknya jika ditarik
sumbu waktunya kea rah abad 21 setelah periode pembangunan Orde Baru hingga
kini.
Mengingat terlalu luasnya pembahasan dalam topik perluasan Kota
Malang pada periode tersebut, penulis memfokuskan pembahasan di titik-titik
penting Kota Malang yang berdasarkan dampak dan tingkat perubahannya.
Salah satu perubahan yang mencolok tampak di area Pecinan atau kini
akrab dikenal dengan daerah Pasar Besar. Di dalam tata ruang kota, daerah
Pecinan sering menjadi “Pusat Perkembangan” karena daerah tersebut merupakan
daerah perdagangan yang ramai. Daerah yang punya kepadatan tinggi dengan
penampilan bangunan berbentuk ruko (rumah toko atau Shop houses) sering
menjadi ciri daerah Pecinan. Dapat dilihat pada dokumentasi foto diatas
menunjukkan adanya perubahan fisik yang sangat signifikan. Hal ini
menunjukkan bahwa Kota Malang terus menerus melakukan pembangunan untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya namun tanpa disadari lambat laun
nilai historis pada daerah tersebut juga memudar.
Rencana awal , pada th. 1826 pemerintah kolonial Belanda mengeluarkan
undang-undang yang disebut sebagai “wijkenstelsel”. Undang-undang ini
mengharuskan etnik-etnik yang ada di suatu daerah untuk tinggal

didaerah/wilayah yang telah ditentukan didalam kota. Misalnya orang Cina harus
tingal di Pecinan, yang tinggal diluar Pecinan harus pindah kedalam wilayahnya
sendiri yang telah ditentukan. Sehingga daerahdaerah etnik yang memang sudah
ada di berbagai kota terutama di kota-kota pantai di Jawa lebih diperkuat lagi
kehadirannya.

Gambar 4.3 Pemandangan daerah Chineschestraat , kemudian menjadi
Pecinan Straat (sekarang Jalan Pasar Besar). Pemandangan tersebut
diambil sekitar th 1900 an.
(Sumber: Handinoto, 1996)

Gambar 4.4 Pemandangan daerah Pecinan saat ini.
(Sumber: Dokumen Pribadi 2015 )
Namun pada saat ini, Pecinan sudah dirubah menjadi toko-toko yang
mengedepankan kemodernan saat ini hal ini disebabkan oleh masalah ekonomi ,
Seperti halnya pecinan sekarang yang telah berubah menjadi kawasan toko yang
arsitekturnya sudah berubah tanpa menyisakan nilai sejarah. Terutama jalan -

jalan di sekitar Pasar Besar yang sekarang mengalami kemacetan parah dimana
semua area Pecinan sudah dijadikan toko-toko. Padahal zaman dahulu area
pacinan merupakan “rumah-toko” yang dapat kita persentase kan sekitar 60%
meruapakan ruang keluarga , kamar mandi , wc dan dapur sedangkan 40% nya
adalah toko. Namun , Pecinan sekarang sudah hampir 90% merupakan area toko
dan sisanya kamar mandi. Sehingga semua kegiatan ekonomi akan bertumpu pada
Pasar Pecinan apalagi jalan sempit dan banyaknya kendaraan yang parkir
menyebabkan jalan pecinan sekarang mengalami kemacetan yang cukup parah.
Selain pusat perekonomian rakyat seperti Pecinan atau daerah sekitar Pasar
Besar, kompleks pemerintahan juga menunjukkan perubahan yang cukup dominan
pada penataannya. Alun-alun Bunder yang bertempat di kompleks Balaikota
sempat mengalami pemugaran dan beberapa perubahan di sekitar kompleks
tersebut. Pada zaman kolonial, taman ini pertama kali dibuat oleh Gubernur
Pemerintah Hindia Belanda yang waktu itu dipimpin oleh Jenderal Pieter Zoen
Coen. Modelnya yang masih sederhana dengan konsep terbuka (belum ada
tugunya) tanpa dibatasi pagar yang menghalang. Dulu taman ini dibangun untuk
sekedar pelengkap halaman gedung Kegubernuran Hindia Belanda.
Setahun setelah Kemerdekaan Indonesia (hasil KMB di Den Haag)
tepatnya 17 Agustus 1946, masyarakat Malang mendesak untuk merubah struktur
pemerintahan daerahnya dengan menjadikan orang Indonesia sebagai
pimpinannya. Sekaligus diletakkan batu pertama pertanda dibangunnya Monumen
Tugu yang ditandatangani oleh Mr. Soekarno dan A.G. Suroto lalu diresmikanlah.
Tapi pada tahun 1948, terjadi agresi militer Belanda I yang menghancurkan
monumen tugu ini (bentuk kekesalan Belanda atas kegigihan “arek-arek”
Malang). Dan pada tahun 1953, pemerintah Malang kembali membangun
Monumen Tugu dan diresmikan (lagi) oleh Presiden RI yaitu Ir. Soekarno.
Dari sebuah monumen tugu yang berada di tengah melambangkan pusat
untuk kelima penjuru arah, dimana arah yang lebih diutamakan adalah yang
menuju Gedung Balaikota. Sedangkan keempat arah lainnya mewakili jalan raya
yang berada di luar lingkaran taman ini.

Gambar 4.5 (kiri) Alun-alun Bunder nampak dari atas tahun 2011 dan
(kanan) Alun-alun Bunder pada tahun 1930
(Sumber: http://mediacenter.malangkota.go.id/2011/04/sekilas-tentangtaman-tugu-balaikota-malang/#ixzz3m6RNuBrE)
Banyaknya bangunan yang ada pada sekitar balai kota Malang
menyebabkan tujuan awal dari Karsten ttidak terlaksana. Dimana karsten
menitikberatkan keindahan alam kota lebih diutamakan untuk warga Malang.
Namun pada saat ini , daerah sekitar balai kota sudah padat. Banyaknya bangunan
pemerintah menyebabkan hilangnya nilai historis dari Balai Kota itu sendiri.
Alun – alun bunder juga mengalami perubahan yang signifikan banyaknya
lampu – lampu yang di pasang pada alun-alun cukup memberikan hal yang
controversial bagi saya sendiri. Seharusnya bukan Lampu impor yang dipasang
karena itu akan membuat pengeluaran kota membengkak. Banyaknya seniman di
Malang dapat dimanfaatkan untuk meramaikan nilai sejarah yang ada pada Balai
Kota.

BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Tata ruang Kota Malang saat ini sudah banyak berubah sejak
perencanaannya yang terkenal, Bouwplan I-VIII oleh Ir. H.T. Karsten. Perubahan
yang terjadi semakin jauh menggeser fungsi awal tata ruang Kota Malang dan
perlahan menghilangkan fungsi historis di dalamnya. Konsep keindahan kota,
keteraturan, dan pemenuhan kebutuhan yang berorientasi pada masa depan
terkikis seiring dengan modernisasi pembangunan yang serba instan.

Bouwplan I-VIII menghasilkan penataan kota yang sangat baik dalam ciri
fisik maupun fungsinya. Karsten juga sudah mengelompokkan daerah-daerah
strategis Kota Malang menjadi kompleks-kompleks kebutuhan penduduknya.
Bagian utara Kota Malang adalah kompleks pemerintahan seperti kantor
pengadilan negeri , kantor polisi, dan kantor pelayanan lainnya. Bagian timur
adalah kompleks militer dimana terdapat pemukiman Ksatrian dan tangsi-tangsi
militer Belanda. Bagian barat adalah kompleks olahraga yaitu stadion, lapangan
untuk permainan bola, dan kolam renang. Bagian selatan adalah kompleks
kegiatan ekonomi penduduk seprti Pasar Pecinan , Pasar Kebalen , Pasar Burung
dan Pasar Kebalen.
Perkembangan zaman dan pembangunan agresif tanpa pertimbangan
mendalam hanya akan menggerus fungsi historis tata ruang Kota Malang.
Dikhawatirkan dengan tidak adanya upaya pembenahan maupun pencegahan lebih
lanjut dari pemerintah, nilai-nilai historis yang seharusya dapat membangun Kota
Malang yang lebih baik, akan hilang.
5.2 Saran
Untuk mengembalikan dan meningkatkan fungsi historis tata ruang Kota
Malang, tim penulis mengajukan saran-saran sebagai berikut:
1. Mempertahankan sistem Karsten semaksimal mungkin, seperti
mempertahankan dan meningkatkan nilai historis setiap lokasi –lokasi
peninggalan yang terdapat dalam lingkup Kota Malang. Misalnya :


Pembangunan tetap berorientasi masa depan namun juga tidak
meninggalkan nilai historis. Seperti : tidak terlalu merubah area
Pacinan karena pada dasarnya Pecinan adalah ruko sehingga
kegiatan ekonomi tidak terlalu menumpuk pada daerah Pasar
Besar dan bisa mengurangi kemacetan di area Pasar Besar.

2. Membuat informasi-informasi sejarah berupa papan kecil yang
menarik di setiap sudut lokasi-lokasi peninggalan tata ruang karya
Karsten mengenai sejarah dengan harapan setiap pengunjung Kota
Malang menumbuhkan sikap memelihara nilai historis yang ada.
3. Seharusnya pemerintah mengupayakan perekaan tata ruang Kota
Malang sesuai Bouwplan I-VIII pada titik-titik Kota Malang yang
masih memungkinkan untuk pemugaran temporal.
4. Mengadakan acara tahunan dengan konsep tata ruang Karsten di
seluruh penjuru Kota Malang.
5. Pemerintah seharusnya menetapkan kebijakan baru dalam perijinan
dan pengendalian pembangunan dalam kota agar tidak menyalahi
aspek ketertiban, keteraturan dan keindahan.

DAFTAR PUSTAKA
Handinoto.1996. PERKEMBANGAN KOTA MALANG PADA JAMAN KOLONIAL
(1914-1940)
Handinoto. 1999. LINGKUNGAN PECINAN DALAM TATA RUANG KOTA DI
JAWA PADA MASA KOLONIAL

Dewi, Aryani, dan Antariksa, San Soesanto. 2004. PENGARUH KEGIATAN
BERDAGANG TERHADAP POLA RUANGDALAM
BANGUNAN RUMAH-TOKO DI KAWASAN PECINAN
KOTA MALANG
SEJARAH KOTA MALANG. Universitas Muhammadiyah Malang Doc.
Majalah/Koran:
Baskara, Medha. 2010. Kota Malang – Kota Taman Specifiek Indonesische, dalam
Majalah Ilmiah Populer Bakosurtanal 2010:92-97
Antariksa. DARI KOTA INDIS KE KOTA “RUKO”. Koran Jawa Pos Radar
Malang Tanggal 16 Agustus 2002.
Sumber Internet:
https://ijenboulevard.wordpress.com/2013/11/17/ijen-boulevard/
http://ngalam.id/read/4291/rencana-pengembangan-kota-malang-i-bouwplan-i/
http://ngalam.id/read/4305/rencana-pengembangan-kota-malang-ii-bouwplan-ii/
http://ngalam.id/read/4328/rencana-pengembangan-kota-malang-iii-bouwplan-iii/
http://ngalam.id/read/4566/rencana-pengembangan-kota-malang-iv-bouwplan-iv/
http://ngalam.id/read/4587/rencana-perluasan-pembangunan-kota-malang-vbouwplan-v/
http://ngalam.id/read/4847/rencana-pengembangan-kota-malang-vi-bouwplan-vi/
http://ngalam.id/read/4873/rencana-pengembangan-kota-malang-vii-viiibouwplan-vii-viii/
http://erstaykurniawan.blogspot.co.id/2008/12/penataan-kota-malang.html
http://rochmanhadi.blogspot.co.id/2012/08/malang-tempoe-doeloe.html
http://mediacenter.malangkota.go.id