MODEL PEMBINAAN KEAGAMAAN PADA LANSIA MUSLIM SEBAGAI UPAYA MEMBENTUK AKHLÃQ MULIA :Studi Kasus di Balai Perlindungan Sosial Tresna Werdha Ciparay Bandung.

(1)

No. Daftar FPIPS : 2045/UN.40.2.6.1/PL/2014

MODEL PEMBINAAN KEAGAMAAN PADA LANSIA MUSLIM SEBAGAI UPAYA MEMBENTUK AKHLÃQ MULIA

(Studi Kasus di Balai Perlindungan Sosial Tresna Werdha Ciparay Bandung)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Ilmu Pendidikan Agama Islam

Oleh Nurhelila Siregar

1000809

PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG


(2)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul “MODEL PEMBINAAN KEAGAMAAN PADA LANSIA MUSLIM (Studi Kasus di Balai Perlindungan Sosial Tresna Werdha Ciparay Bandung)” ini beserta

seluruh isinya adalah benar-benar karya saya sendiri, dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung resiko/sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini, atau ada klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.

Bandung, Februari 2014 Yang membuat pernyataan,


(3)

Skripsi ini telah diuji pada :

Hari/Tanggal : Kamis, 27 Februari 2014

Tempat : Gedung FPIPS UPI

PanitiaUjian :

1. Ketua :

Prof. Dr. H. KarimSuryadi, M.Si. NIP. 19700814 199402 1 001

2. Sekretaris :

Dr. H. EndisFirdaus, M.Ag. NIP. 195703031988031001

3. Penguji :

Dr. MunawarRahmat, M.Pd NIP. 19580128 198612 1 001

Dr. H. Fahrudin, M.Ag. NIP. 19591008 1988031003

Dra.Hj. Kokom St. Komariah, M.Pd. NIP. 19620513 198803 2 002


(4)

Nurhelila Siregar, 2014

Model Pembinaan Keagamaan Pada Lansia Muslim Sebagai Upaya Membentuk Akhlaq Mulia

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

ABSTRAK

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh munculnya berbagai macam masalah yang dihadapi lansia. seperti rasa tersisih, merasa tidak dibutuhkan, kesepian, depresi, kekhawatiran atau kecemasan menghadapi kematian dsb. Para lansia meyakini bahwa kehidupan pada masa tua terasa kurang berarti tanpa ditemani keluarga dan orang-orang yang mereka cintai. Hadirnya balai perlindungan sosial teresna werdha ciparay bandung merupakan salah satu solusi yang ditawarkan oleh pemerintah untuk mengatasi berbagai permasalahan yang dihadapi. Kajian teoritis yang digunakan mengacu pada teori dan konsep pembinaan dan pembinaan keagamaan pada lansia. Sedangkan metode penelitiannya menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara, observasi, dan dokumentasi. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis tentang (1) profil umum Balai Perlindungan Sosial Tresna Werdha Ciparay Bandung (2) program dan kegiatan pembinaan yang ada (3) pelaksanaan pembinaan keagamaan para lansia muslim (4) hasil pelaksanaan pembinaan keagamaan para lansia muslim (5) faktor pendukung dan penghambat proses pembinaan keagamaan para lansia. Kegiatan pelayanan yang dilakukan diantaranya ialah pelayanan dasar kebutuhan hidup, pelayanan bimbingan sosial, pelayanan bimbingan fisik, pelayanan bimbingan mental, pelayanan bimbingan keterampilan, pelayanan kesehatan, dan pelayanan psikososial bagi lanjut usia. sedangkan pelayanan bimbingan mental yaitu seperti, motivasi/ ceramah keagamaan setiap, bimbingan baca/tulis huruf arab, tadarusan, hafalan bacaan shalat, praktek shalat, hapalan ayat-ayat pendek dan doa sehari-hari. Hasil penelitian menunjukan bahwa pembinaan keagamaan secara keseluruhan sudah tertanam dalam diri lansia, ini dapat dilihat dari aktifitas keagamaannya sehari-hari. Adapun faktor pendukung kegiatan ini yaitu kerja sama yang tinggi antar pegawai, fasilitas sarana dan prasarana, dan kerja sama dari berbagai pihak. Sedangkan faktor penghambatnya yaitu kurangnya tenaga pendidik yang mempunyai keahlian khusus dalam menangani lansia dan problem psikologis para lansia yang berbeda-beda yang terkadang memperlambat proses pembinaan keagamaan di balai.


(5)

Nurhelila Siregar, 2014

Model Pembinaan Keagamaan Pada Lansia Muslim Sebagai Upaya Membentuk Akhlaq Mulia

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

ABSTRACT

This research is motivated by the emergence of various problems which have to elderly faced, such as feeling isolated, unneeded, lack of sincerity in accepting the reality, lonely, desperate, worrying or anxious to face the death and others. There are some various forms of problems which occurred due to negative way of thinking about themselves and other people. They believe that life in old age is less meaningful without family and people that they love. Teresna Werdha Ciparay Bandung social protection centre, is one of the solutions that government offers to face the various problems of it. Theoretical study which is used is theory of guidance concept and religious guidance for elderly. Whereas, the method of the research is descriptive qualitative approach. Researcher collects the data by interview, observation, and documentation. This research aim to describe and to analyze : (1) The profile of Social Protection Centre of Tresna Werdha Ciparay, Bandung (2) Program and guidance activities (3) The implementation of religious guidance (4) The result of implementation ofreligious guidance (5) The factors of supporting and obstructing in processing of religiousguidance. The servicing activities which are used are life care basic service, mental counseling service, skill counseling service, health service, and phsychology service for the elderly. Mental counseling service is like religious motivation/speech, read and write Arabic letter, tadarus, memorize prayer readings, prayer practice, and memorize short ayat and daily prayers. The result of this research shows that wholereligiousguidance has been ingrained in the elderly; it can be showed by elderly activities in their daily. The supporting factors are solid cooperation among employees, infrastructure service, and team work in every department. While, the obstructing factors are the lack of special skill teachers in dealing elderly and various phsychology problems which makes the process of guidance religious is slow.


(6)

Nurhelila Siregar, 2014

Model Pembinaan Keagamaan Pada Lansia Muslim Sebagai Upaya Membentuk Akhlaq Mulia

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

DAFTAR ISI

PERNYATAAN ... i

PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

UCAPAN TERIMA KASIH ... v

ABSTRAK ... ix

ABSTRACT ... x

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 8

C. Tujuan Penelitian ... 8

D. Manfaat Penelitian... 9

E. Struktur Organisasi Skripsi ... 10

BAB II PEMBINAAN KEAGAMAAN PADA LANSIA MUSLIM ... 12

A. Konsep Pembinaan ... 12

1. Pengertian Pembinaan ... 12

2. Ruang Lingkup dan Materi Pembinaan... 15

3. Pendekatan dan Metode Pembinaan... 18


(7)

Nurhelila Siregar, 2014

Model Pembinaan Keagamaan Pada Lansia Muslim Sebagai Upaya Membentuk Akhlaq Mulia

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

5. Evaluasi Pembinaan ... 21

B. Lansia ... 21

1. Pengertian Lanjut Usia (Lansia)... 21

2. Tipe-tipe Lansia ... 23

3. Perubahan yang Terjadi Pada Lansia ... 25

4. Perawatan Lansia ... 25

C. Pembinaan Agama Islām bagi Lansia ... 26

D. Penelitian Terdahulu Yang Relevan………. 27

BAB III METODE DAN PROSEDUR PENELITIAN ... 29

A. Lokasi dan Subjek Penelitian………... 29

B. Desain Penelitian……… 29

C. Metode dan Pendekatan Penelitian ... 33

1. Metode Penelitian... 33

2. Pendekatan Penelitian ... 35

D. Instrumen Penelitian ... 37

E. Teknik Pengumpulan Data ... 38

F. Teknik Analisis Data... 40

G. Definisi Operasional ... 41

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 45

A. HASIL PENELITIAN ... 45

1. Profil Lembaga ... 45

2. Program dan Kegiatan Pembinaan Yang Ada Di Balai Perlindungan Sosial Tresna Werdha (BPSTW) ... 70 3. Proses Pembinaan Keagamaan di Balai Perlindungan Sosial Tresna


(8)

Nurhelila Siregar, 2014

Model Pembinaan Keagamaan Pada Lansia Muslim Sebagai Upaya Membentuk Akhlaq Mulia

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Werdha (BPSTW) ... 75

4. Hasil Pelaksanaan Pembinaan Keagamaan ... 81

5. Faktor Pendukung Dan Penghambat Proses Pembinaan Keagamaan ... 82

B. PEMBAHASAN ... 84

1. Analisis Profil Lembaga ... 84

2. Analisis Program Pembinaan di Balai Perlindungan Sosial Tresna Werdha Ciparay Bandung ... 88

3. Analisis Proses Pembinaan Keagamaan di Balai Perlindungan Sosial Tresna Werdha Ciparay Bandung ... 95

4. Analisis Hasil Pembinaan Keagamaan di Balai Perlindungan Sosial Tresna Werdha Ciparay Bandung ... 101

5. Analisis Faktor Pendukung dan Penghambat Pembinaan Keagamaan di Balai Perlindungan Sosial Tresna Werdha Ciparay Bandung ... 103

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... 109

A. KESIMPULAN ... 109

B. REKOMENDASI ... 111

DAFTAR PUSTAKA ………..xvi LAMPIRAN-LAMPIRAN

RIWAYAT PENELITI DAFTAR RALAT


(9)

1

Nurhelila Siregar, 2014

Model Pembinaan Keagamaan Pada Lansia Muslim Sebagai Upaya Membentuk Akhlaq Mulia

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Pembinaan keagamaan adalah segala kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dalam rangka memberikan bantuan kepada orang lain yang mengalami kesulitan-kesulitan rohaniyah dalam lingkungan hidupnya agar orang tersebut mampu mengatasinya sendiri karena timbul kesadaran atau penyerahan diri terhadap kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa sehingga timbul pada diri pribadinya suatu cahaya harapan kebahagiaan hidup saat sekarang dan masa depannya (Arifin, 1987: 112).

Pembinaan keagamaan bagi para lanjut usia (lansia) muslim menjadi sangat penting sebagai upaya mempersiapkan para lansia dalam menghadapi akhir hayatnya, karena pada kondisi tersebut manusia mengalami penurunan produktivitas dan kondisi fisik, sehingga berbagai penyakit mulai menggerogoti mereka. Dengan kata lain, usia lanjut merupakan waktu bagi manusia untuk menjalani sisa-sisa perjalanan

dalam kehidupan yaitu dengan mendekatkan diri pada Allāh SWT. dan memperbanyak amal saleh sebagai bekal menuju kehidupan akhirat.

Menurut Marimba (Uhbiyati, 1998: 9) menerangkan bahwa pendidikan

Islām adalah pembinaan jasmani, rohani berdasarkan hukum-hukum agama Islām menuju kepada terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islām. Dengan pengertian yang lain seringkali beliau

mengatakan kepribadian utama tersebut dengan istilah “kepribadian muslīm”, yaitu kepribadian yang memiliki nilai-nilai agama Islām, memilih dan memutuskan serta berbuat berdasarkan nilai-nilai Islām, dan bertanggung jawab sesuai dengan nilai-nilai Islām.

Pendidikan Islām sebagai usaha membina dan mengembangkan pribadi manusia dari aspek-aspek kerohanian dan jasmaninya juga harus


(10)

2

berlangsung secara bertahap. Oleh karena suatu pematangan yang bertitik akhir pada optimalisasi perkembangan atau pertumbuhan, baru dapat tercapai bila mana berlangsung melalui proses demi proses kearah tujuan akhir perkembangan atau pertumbuhannya (Arifin, 1987: 12).

Kehidupan merupakan suatu proses yang dijalani manusia mulai dari masa kelahiran hingga masa kematian. Menuanya usia manusia akan berjalan seiring dengan bertambahnya usia yang dialami manusia dari hari ke hari hingga ajal datang menjemput. Dengan kata lain, lanjut usia merupakan periode penutup dalam rentang kehidupan seseorang. Usia manusia merupakan proses yang berjalan disertai dengan penurunan kondisi fisik, psikologis, dan sosial. Keadaan seperti ini berpotensi menimbulkan berbagai masalah yang dialami para lanjut usia, termasuk dalam hal keagamaan.

Menurut Hernawati Ina MPH (2006) dalam (Suparyanto, 2010) perubahan pada lansia ada 3 yaitu perubahan biologis, psikologis, sosiologis.

Perubahan psikososial yang menyebabkan lansia merasa tidak aman, takut, merasa penyakit selalu mengancam sering bingung panik dan depresif. Hal ini disebabkan antara lain karena ketergantungan fisik dan sosioekonomi. Seperti pensiunan, kehilangan financial, pendapatan berkurang, kehilangan status, teman atau relasi, sadar akan datangnya kematian, perubahan dalam cara hidup, kemampuan gerak sempit, Ekonomi akibat perhentian jabatan, biaya hidup tinggi, penyakit kronis, kesepian, pengasingan dari lingkungan sosial, gangguan syaraf panca indra, gizi, kehilangan teman dan keluarga, dan berkurangnya kekuatan fisik (Suparyanto, 2010).

Dapat dilihat bahwa faktor psikososial merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan manusia. Hal ini berkaitan dengan kondisi kejiwaan yang dialami oleh lansia, seperti kondisi jiwa yang terganggu yang dapat berakibat pada gangguan kesehatan fisik. Permasalahan psikologis pada lansia ini terutama muncul ketika mereka


(11)

3

tidak berhasil menemukan jalan keluar atas permasalahan-permasalahan yang mereka hadapi, misalnya rasa tersisih, merasa tidak dibutuhkan, ketidakikhlasan dalam menerima kenyataan, kesepian, depresi, kekhawatiran atau kecemasan menghadapi kematian.

Permasalahan-permasalahan di atas merupakan sebagian kecil yang biasa dihadapi para lansia yang salah satunya disebabkan oleh cara berfikir negatif terhadap diri mereka sendiri dan orang lain. Para lansia meyakini bahwa kehidupan pada masa tua terasa kurang berarti tanpa ditemani keluarga dan orang-orang yang mereka cintai.

Para lansia sering dianjurkan untuk mampu menghadapi berbagai persoalan secara tenang, sehingga tidak merasa terdesak untuk merubah orientasi kehidupan secara radikal. Perubahan-perubahan yang terjadi hendaknya dapat diantisipasi dan diketahui sejak dini sebagai bagian persiapan hidup di masa tua. Persiapan tersebut sangat diperlukan karena berbagai kenyataan menunjukkan bahwa masa tua seringkali timbul berbagai persoalaan yang lebih rumit jika tidak memiliki persiapan sebelumnya.

Seharusnya pada periode ini para lansia lebih mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa dengan menambahkan keimanan dan pengamalan nilai-nilai ajaran Islām. Hal ini disebabkan periode lansia merupakan ujung dari rentang kehidupan manusia dan mendekati periode kematian.

Keimanan dan ketakwaan kepada Allāh SWT merupakan benteng

pertahanan mental yang mampu melindungi manusia dari berbagai ancaman serta kekhawatiran pada masa tua.

Agama merupakan salah satu kebutuhan bagi manusia yang perlu dipenuhi oleh setiap manusia yang merindukan ketentraman dan kebahagiaan. Kebutuhan psikis manusia akan keimanan dan ketakwaan

kepada Allāh tidak akan terpenuhi kecuali dengan agama. Sebagaimana

dalam Q.S Al-Ra’d: 28 :

 



 

هل


(12)

4



هل

 



Artinya:

“(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram

dengan mengingat Allāh. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allāh-lah

hati menjadi tenteram.”

Hubungan antara kejiwaan dan agama sebagai keyakinan dan kesehatan jiwa terletak pada sikap penyerahan diri seseorang terhadap suatu kekuasaan yang maha tinggi. Sikap pasrah akan memberikan rasa optimis pada diri seseorang serta perasaan positif seperti rasa bahagia, rasa senang, puas, sukses, dll.

Ajaran Islām dan kesehatan jiwa memiliki hubungan yang erat dalam

hal kejiwaan, akhlāq dan kebahagiaan manusia. Konsep Islām berkaitan dengan hal tersebut antara lain: Pertama; Al-Qur`ān merupakan obat dari segala macam penyakit. Kedua; Islām memberikan tugas dan tujuan bagi kehidupan manusia di dunia dan akhirat. Ketiga; Islām sangat menganjurkan kepada segenap pemeluknya untuk berlaku sabar dalam menjalankan sholat dan dalam menghadapi musibah dan cobaan. Keempat;

Ajaran Islām menganjurkan agar manusia selalu berżikir kepada Allāh karena dengan żikir itu hati akan tenang dan damai (Fahrudin, A. dkk, 2009).

Adapun menurut (Tim Dosen PAI UPI, 2009) menyebutkan bahwa Pertama; Ajaran Islām memberikan pedoman dalam urusan duniawi (masalah harta) supaya manusia selalu melihat kebawah bukan ke atas. Kedua; Allāh itu tidak memandang manusia dari wujud fisik, tetapi lebih kepada hati dan fikirannya. Ketiga; Ajaran Islām membantu orang dalam menumbuhkan dan membina pribadinya, yakni dengan penghayatan

Seluruh teks dan terjemah Al Qur’an dalam skripsi ini dikutip dari menu Qur`ān in Word dalam Microsoft Word, yang disesuaikan dengan Al Qur’an dan Terjemahnya. Penerjemah: Tim Penerjemah Departemen Agama RI. Bandung: PT Sygma Examedia Arkanleema. 2009


(13)

5

nilai ketakwaan dan keteladanan yang diberikan oleh Nabī Muḥammad SAW. Keempat; Islām berlaku di semua tempat dan kondisi, Islām tidak dibatasi oleh batas-batas geografi. Kelima; Islām selalu tampil menebarkan

cahaya perdamaian bagi seluruh ummat manusia. Dengan datangnya Islām menjadikan hati menjadi tenang dan tentram. Dengan demikian, Islām

memperhatikan alur kehidupan manusia, menawarkan konsep-konsep untuk mendapatkan ketenangan jiwa. Karena agama dan jiwa tidak bisa dipisahkan.

Selain itu, kaum muda juga wajib memberikan dukungan kepada para lansia, misalnya dengan menghormati dan menyayangi mereka. Semua manusia pada hakikatnya akan mengalami masa tua dan tentunya akan membutuhkan hal yang sama. Berkaitan dengan hal tersebut, sebagai wujud perhatian pemerintah pada lansia, dinas sosial telah mendirikan sebuah balai yang khusus menangani masalah penampungan dan perawatan bagi para lansia agar terjamin kesejahteraannya dan menempatkan mereka pada tempat yang layak serta dapat menikmati masa tuanya dengan berbagai kegiatan yang bermanfaat bagi kehidupan dunia dan akhirat. Lembaga sosial tersebut dikenal dengan nama Balai Perlindungan Sosial Tresna Werdha (BPSTW) Ciparay Bandung.

Para lansia yang berada di Balai Perlindungan Sosial Tresna Werdha Ciparay Bandung mempunyai latar belakang yang berbeda-beda. Adakalanya mereka berasal dari keluarga yang tidak mampu, yang sengaja dititipkan atau berasal dari jalanan yang tidak diketahui oleh keluarganya yang kemudian diambil dan diayomi pemerintah. Selain para lansia lebih terurus , memperoleh perawatan khusus daripada tenaga profesional, mereka masih dapat bebas melakukan aktifitas sesuai dengan kemampuannya.

Masa tua yang merupakan fase akhir dalam kehidupan, justru merupakan momentum untuk mencari kebahagiaan. Masa tua bukanlah momen untuk menyurutkan langkah dalam belajar, akan tetapi justru merupakan wahana untuk terus mencari ilmu agar kehidupan menjadi


(14)

6

lebih baik. Meskipun ada pepatah “belajar di waktu kecil bagai mengukir

di atas batu, belajar sesudah dewasa, laksana mengukir di atas air”. Namun

ada juga ḥadīṡ Nabī yang mengatakan ”Tuntutlah ilmu itu dari buaian

sampai lihang lahat”. Sesuai dengan ḥadīṡ di atas menuntut ilmu merupakan hal yang harus dilakukan sepanjang hayat, sehingga pendidikan berlangsung seumur hidup.

Syaripudin (2006: 26) menyatakan bahwa pendidikan adalah hidup, pendidikan adalah segala pengalaman (belajar) di berbagai lingkungan yang berlangsung sepanjang hayat dan berpengaruh positif bagi perkembangan individu.

Pendidikan keagamaan bisa dimulai dari diri sendiri, lingkungan, keluarga maupun kehidupan nyata di masyarakat. Namun hal yang paling mendasar yang bisa mempengaruhi kehidupan seseorang yaitu keluarga karena keluarga merupakan salah faktor terpenting yang bisa mempengaruhi kehidupan seseorang. Lalu bagaimana halnya pembinaan keagamaan seseorang yang tak mempunyai keluarga? Hal ini akan dijawab oleh realitas yang ada di Indonesia itu sendiri sebagaimana disebutkan dalam UUD 1945 pasal 34 yang dikutip oleh Muhsin (2003: 19) bahwa

“Fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh Negara.

Dengan demikian, dalam rangka menghadapi masa lansia sebagai periode menjelang akhir kehidupan, seyogianya diberikan pembina yang berkompetensi baik dalam hal penguasaan materi maupun dalam menerapkan metode. Seperti dalam firman Allāh SWT dalam Al Qur`ān surat Al-Syūrā ayat 52 :

                              Artinya :


(15)

7

“Dan Demikianlah Kami wahyukan kepadamu wahyu (Al Qurān) dengan

perintah kami. sebelumnya kamu tidaklah mengetahui Apakah Al kitab

(Al Qurān) dan tidak pula mengetahui Apakah imān itu, tetapi Kami menjadikan Al Qurān itu cahaya, yang Kami tunjuki dengan Dia siapa

yang Kami kehendaki di antara hamba-hamba Kami. dan Sesungguhnya kamu benar- benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus.”(QS. Al

-Syūrā [42] : 52).

Dalam firman Allāh SWT di atas memberikan petunjuk bahwa pembinaan di samping perlu dilakukan terhadap orang lain karena memungkinkan keberhasilannya, juga tugas demikian dipandang sebagai salah satu ciri dan jiwa orang yang beriman.

Untuk selanjutnya penulis memperhatikan masalah tersebut dengan alasan bahwa pembinaan keagamaan merupakan bagian integral dalam sistem mata pelajaran nasional. Pembinaan kegamaan dapat dilakukan oleh siapa saja yang mempunya dasar pengetahuan agama yang tinggi tentang agama. Namun tetap harus diperhatikan cara pembinaan keagamaan yang dilakukan oleh orang ataupun lembaga itu seperti apa. Pembinaan keagamaan yang penulis pahami secara tidak langsung memungkinkan adanya pembinaan secara jasmani dan rohani manusia mengenai

keagamaan terutama agama Islām sebagai pedoman hidupnya.

Semua orang bisa mendapatkan pembinaan dari mana saja yang terpenting bagaiman orang itu bisa menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Keluarga sebagai inti kecil dari masyarakat juga mempunyai peran yang sangat penting dalam membina keagamaan lansia. Namun apabila seseorang tidak mempunyai keluarga dari manakah dia mendapatkan pembinaan yang lebih intensif? Itu semua tidak bisa didapatkan dengan mudah kecuali ada suatu lembaga yang ingin menyumbangkan sumbangsihnya dalam hal pembinaan keagamaan. Hal ini tentunya merupakan tugas kita bersama. Sebagai umat Islām kita tentu harus bisa memberikan pendidikan dan pembinaan keagamaan kepada lansia yang mempunyai karakter yang berbeda-beda.

Lembaga pendidikan nonformal adalah lembaga pendidikan yang teratur namun tidak mengikuti peraturan-peraturan yang tetap dan ketat.


(16)

8

Hampir sejalan dengan pengertian tersebut, Abu Ahmadi (Ramayulis, 2010: 283) mengartikan lembaga nonformal kepada semua bentuk pendidikan yang diselenggarakan dengan sengaja, tertib dan terencana di luar kegiatan lembaga Sekolah (lembaga pendidikan formal).

Penelitian ini utamanya bertujuan untuk memaparkan bagaimana model pembinaan keagamaan bagi lansia muslim sebagai upaya membentuk akhlāq mulia di Balai Perlindungan Sosial Tresna Werdha Ciparay Bandung sehingga dapat menjadikan lansia yang mempunyai jiwa yang tenang, tentram, dan siap menghadapi akhir hayatnya di kehidupannya setelah matinya.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, maka rumusan masalah utama dalam penelitian ini adalah Bagaimana model pembinaan keagamaan pada lansia muslim sebagai upaya membentuk akhlāq mulia di Balai Perlindungan Sosial Tresna Werdha Ciparay Bandung?

Dari rumusan masalah utama diatas serta untuk membatasi kajian penelitian ini maka dapat dijabarkan pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:

1. Bagaimana profil Balai Perlindungan Sosial Tresna Werdha Ciparay Bandung?

2. Bagaimana program dan kegiatan pembinaan yang ada di Balai Perlindungan Sosial Tresna Werdha Ciparay Bandung secara umum dan bagaimana program PAI secara khusus?

3. Bagaimana pelaksanaan pembinaan keagamaan para lansia muslim di Balai Perlindungan Sosial Tresna Werdha Ciparay Bandung?

4. Bagaimana hasil pelaksanaan pembinaan keagamaan para lansia muslim di Balai Perlindungan Sosial Tresna Werdha Ciparay Bandung?


(17)

9

5. Faktor apakah yang mendukung dan menghambat proses pembinaan keagamaan para lansia muslim di Balai Perlindungan Sosial Tresna Werdha Ciparay Bandung?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan merupakan standar usaha yang dapat ditentukan, serta mengarahkan usaha yang akan dilalui dan merupakan titik pangkal untuk mencapai tujuan-tujuan lain.

1. Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran tentang model pembinaan keagamaan pada lansia muslim sebagai upaya membentuk akhlāq mulia di Balai Perlindungan Sosial Tresna Werdha Ciparay Bandung.

2. Tujuan Khusus

Adapun yang menjadi tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk: a. Mendeskripsikan profil Balai Perlindungan Sosial Tresna Werdha

Ciparay Bandung?

b. Mendeskripsikan program dan kegiatan pembinaan yang ada di Balai Perlindungan Sosial Tresna Werdha Ciparay Bandung dengan proses PAI bagi penghuni panti yang muslim.

c. Mendeskripsikan pelaksanaan kegiatan pembinaan keagamaan para lansia muslim di Balai Perlindungan Sosial Tresna Werdha Ciparay Bandung.

d. Mendeskripsikan hasil dari pembinaan keagamaan para lansia muslim di Balai Perlindungan Sosial Tresna Werdha Ciparay Bandung.

e. Mendeskripsikan faktor pendukung dan penghambat proses pembinaan keagamaan di Balai Perlindungan Sosial Tresna Werdha Ciparay Bandung.

D. Manfaat Penelitian


(18)

10

1. Untuk mengembangkan pengetahuan dan wawasan dalam hal pembinaan keagamaan pada lansia di Balai Perlindungan Sosial Tresna Werdha Ciparay Bandung.

2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan fikiran dalam upaya menemukan suatu model pembinaan keagamaan yang terarah dalam upaya pembinaan keagamaan para lansia bagi pembina dan masyarakat umumnya.

3. Menghasilkan model pembinaan keagamaan yang relevan untuk lanjut usia (Lansia)

b. Kegunaan penelitian ini secara praktis adalah

1. Dapat memperkaya khazanah ilmu pengetahuan melalui karya penelitian lapangan, terutama dalam pembinaan keagamaan bagi lansia.

2. Bagi civitas akademika Universitas Pendidikan Indonesia hasil penelitian ini bisa dijadikan bahan rujukan penelitian perluasan peneliti lainnya.

3. Bagi mahasiswa Program Ilmu Pendidikan Agama Islām, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi perhatian akan pentingnya pendidikan keagamaan bagi para lansia dan sekaligus sebagai lahan untuk meningkatankan kualitas Pembelajaran PAI di luar sekolah. 4. Bagi pembaca, penelitian ini diharapkan menambah wawasan

mengenai kegiatan keagamaan yang cocok di gunakan untuk orang tua yang sudah lanjut usia dan sebagai alternatif penambahan pemahaman tentang pembinaan keagamaan bagi para lansia

E. Struktur Organisasi Skripsi

Sistematika penyusunan skripsi ini, penulis bagi menjadi 5 (lima) bab, yang akan diuraikan sebagai berikut:

Bab I. Bab ini berisi tentang Pendahuluan yang mengandung ; Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, dan Struktur Organisasi Skripsi.


(19)

11

Bab II. Bab ini bersisi tentang Pembahasan mengenai ; Pertama, Konsep Pembinaan seperti, Pengertian Pembinaan, Ruang Lingkup dan Materi Pembinaan, Pendekatan dan Metode Pembinaan, Prosedur Pembinaan, Evaliasi Pembinaan. Kedua, Lansia seperti Pengertian Lansia, Tipe-tipe Lansia, Perubahan yang Terjadi Pada Lansia, Perawatan Lansia. Ketiga, Pembinaan Agama Islām Bagi Lansia dan Penelitian Terdahulu yang Relevan.

Bab III. Bab ini berisi tentang Lokasi dan Subjek Penelitian, Desain Penelitian. Metode dan Pendekatan Penelitian, Instrumen Penelitian, Teknik Pengumpulan Data, Teknik Analisis Data, Tahap Penelitian, dan Defenisi Operasional.

Bab IV. Bab ini membahas tentang Hasil Penelitian dan Pembahasan data-data yang diperoleh dari Balai Perlindungan Sosial Tresna Werdha Ciparay Bandung, sehingga dapat memperoleh jawaban tentang Profil Balai Perlindungan Sosial Tresna Werdha Ciparay Bandung, Program dan Kegiatan Pembinaan yang ada di Balai Perlindungan Sosial Tresna Werdha Ciparay Bandung, Proses Pembinaan Keagamaan pada Lansia Muslim, Hasil Pembinaan Keagamaan pada Lansia Muslim dan Faktor Pendukung dan Penghambat Proses Pembinaan Keagamaan di Balai Perlindungan Sosial Tresna Werdha Ciparay Bandung.

Bab V. Bab ini memuat Kesimpulan dari Hasil Penelitian dan Saran kepada Pengurus/Pembina Keagamaan, Lansia, Peneliti Selanjutnya dan Masyarakat.


(20)

29

Nurhelila Siregar, 2014

Model Pembinaan Keagamaan Pada Lansia Muslim Sebagai Upaya Membentuk Akhlaq Mulia

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

BAB III

METODE DAN PROSEDUR PENELITIAN A. Lokasi dan Subjek Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Balai Perlindungan Sosial Tresna Werdha Ciparay Bandung yang beralamat di Jl. Raya Pacet No. 186 Ciparay Kabupaten Bandung, Telp/Fax. (022) 5950943

Email : bpstwciparay@yahoo.co.id bpstwciparay@gmail.com bpstwciparay@hotmail.co.id Blog : bpstwciparay@blogspot.com Facebook : BPSTW Ciparay

Alasan peneliti memilih lokasi ini karena dinilai cukup representatif dengan apa yang diteliti oleh penulis.

2. Subjek Penelitian

Subjek penelitian adalah sumber yang dapat memberikan informasi tentang pembinaan keagamaan di Balai Perlindungan Sosial Tresna Werdha Ciparay Bandung. Adapun yang dijadikan subjek penelitian ini adalah sebagai berikut :

a) Pimpinan Balai Perlindungan Sosial Tresna Werdha Ciparay Bandung b) Pembina/pengasuh Balai Perlindungan Sosial Tresna Werdha Ciparay

Bandung.

c) Pekerja Sosial Balai Perlindungan Sosial Tresna Werdha Ciparay Bandung d) Lansia / kelayan Balai Perlindungan Sosial Tresna Werdha Ciparay

Bandung.

B. Desain penelitian

Proses mengamati dalam suatu penelitian, cocok dilakukan untuk hampir semua kegiatan dalam mempelajari kehidupan manusia. Melalui proses pengamatan yang sering dilakukan, peneliti akan mampu menerangkan apa


(21)

Nurhelila Siregar, 2014

Model Pembinaan Keagamaan Pada Lansia Muslim Sebagai Upaya Membentuk Akhlaq Mulia

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

yang terjadi, apa dan siapa saja yang terlibat dalam kejadian tersebut, bilamana dan dimana kejadian itu berlangsung, bagaimana terjadinya dan mengapa bisa terjadi seperti itu. Pengamatan dan metode penelitian kualitatif meliputi keseluruhan kejadian, kelakuan, dan benda-benda yang ada pada latar penelitian tempat subyek berada sebagaimana yang diamati oleh peneliti sendiri.

Cara tersebut juga sangat bagus untuk mempelajari proses terjadinya suatu peristiwa, mencari hubungan masing-masing orang yang terlibat, hubungan orang-orang tersebut dengan hal-hal yang ada di sekelilingnya, bahkan untuk mengungkapkan pola-pola sosiokultural yang ada. Secara umum, suatu pengamatan dalam penelitian dapat memberikan banyak pilihan kegiatan yang bisa dimainkan oleh pengamat (peneliti).

Penelitian dapat berjalan dengan baik dan mencapai tujuan yang diharapkan jika persiapan dilakukan dengan matang, oleh karena itu untuk memudahkan peneliti dalam melakukan penelitian, maka diperlukan beberapa persiapan sebelum melakukan penelitian. Hal tersebut dimaksudkan agar proses penelitian dapat berjalan dengan lancar dan sesuai dengan prosedur yang berlaku. Peneliti mempersiapkan penelitian ini dengan tahap-tahap penelitian sebagai berikut:

1. Tahap Pra Penelitian

Pada tahap ini, peneliti mencoba menyusun rancangan penelitian terlebih dahulu dengan melakukan pra penelitian ke Balai Perlindungan Sosial Tresna Werdha Ciparay Bandung dengan maksud untuk mengetahui terlebih dahulu kondisi umum di tempat tersebut. Hal ini dilakukan guna mendapatkan data tentang kondisi kehidupan di Balai Perlindungan Sosial Tresna Werdha Ciparay Bandung.

Setelah mengadakan penelitian selanjutnya peneliti mengajukan rancangan penelitian yang memuat latar belakang masalah, permasalahan,


(22)

Nurhelila Siregar, 2014

Model Pembinaan Keagamaan Pada Lansia Muslim Sebagai Upaya Membentuk Akhlaq Mulia

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

tujuan penelitian, kegunaan penelitian, metode dan teknik penelitian, lokasi dan subjek penelitian. Kemudian peneliti memilih dan menentukan lokasi yang akan dijadikan sebagai sumber data dan lokasi penelitian yang disesuaikan dengan keperluan dan kepentingan fokus penelitian. Setelah lapangan penelitian ditetapkan, selanjutnya peneliti mengupayakan perizinan dari instansi yang terkait. Prosedur perizinan yang peneliti lakukan adalah sebagai berikut:

a. Peneliti mengajukan surat permohonan melakukan penelitian kepada Ketua Jurusan IPAI FPIPS UPI Bandung.

b. Mengajukan surat rekomendasi permohonan izin untuk mengadakan penelitian dari Dekan FPIPS UPI Bandung untuk disampaikan kepada Rektor UPI Bandung.

c. Rektor UPI Bandung mengeluarkan surat permohonan izin untuk disampaikan kepada Kepala Badan Kesatuan Bangsa, Politik, dan Perlindungan Masyarakat Daerah Provinsi Jawa Barat, kepada Kepala Dinas Sosial Provinsi Jawa barat dan kepada Kepala Balai Perlindungan Sosial Tresna Werdha Ciparay Bandung

d. Kepala Badan Kesatuan Bangsa, Politik, dan Perlindungan Masyarakat Daerah Provinsi Jawa Barat mengeluarkan surat rekomendasi untuk disampaikan kepada Kepala Dinas Sosial Provinsi Jawa barat.

e. Kepala Dinas Sosial Provinsi Jawa barat mengeluarkan surat permohonan izin untuk disampaikan kepada Kepala Balai Perlindungan Sosial Tresna Werdha Ciparay Bandung.

Moleong (2012: 86-91) menyatakan bahwa terdapat hal-hal yang harus dilakukan dalam tahapan penelitian pertama ialah menyusun rancangan penelitian yang disebut dengan proposal/usulan penelitian yang paling tidak terdiri dari latar belakang masalah dan alasan pelaksanaan penelitian, kajian kepustakaan yang menghasilkan pokok-pokok dan sebagainya.


(23)

Nurhelila Siregar, 2014

Model Pembinaan Keagamaan Pada Lansia Muslim Sebagai Upaya Membentuk Akhlaq Mulia

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Selanjutnya memilih lapangan penelitian, cara terbaik yang perlu ditempuh dalam penentuan lapangan penelitian ialah dengan jalan mempertimbangkan teori substantif, yaitu dengan pergi ke lapangan dan menjajaki lapangan untuk melihat apakah terdapat kesesuaian dengan kenyataan yang berada di lapangan.

Selanjutnya menjajaki dan menilai keadaan lapangan, penjajakan ini memiliki maksud dan tujuan untuk berusaha mengenal segala unsur lingkungan sosial, fisik, dan keadaan alam. Jika peneliti telah mengenalnya, maksud dan tujuan lainnya ialah untuk membuat peneliti mempersiapkan diri, mental maupun fisik, serta menyiapkan perlengkapan yang diperlukan, pengenalan lapangan dimaksudkan pula untuk menilai keadaan, situasi, latar dan konteksnya, apakah terdapat kesesuaian dengan masalah, hipotesis, teori substantif seperti yang digambarkan dan dipikirkan sebelumnya.

Kemudian menyiapkan perlengkapan penelitian, yaitu tidak hanya perlengkapan fisik tetapi segala macam perlengkapan penelitian yang diperlukan. Yang penting ialah agar peneliti sejauh mungkin menyiapkan segala alat dan perlengkapan penelitian yang diperlukan sebelum terjun ke dalam kancah penelitian.

Salah satu ciri penelitian kualitatif adalah orang sebagai alat yang mengumpulkan data. Hal itu dilakukan dalam pengamatan berperan serta, wawancara mendalam, pengumpulan dokumen, foto dan sebagainya. Seluruh metode itu pada dasarnya menyangkut hubungan peneliti dengan orang atau subjek penelitian. Dengan demikian, peneliti harus mempersiapkan dan memiliki etika dalam berhubungan dengan kelompok atau masyarakat bahkan perseorangan.


(24)

Nurhelila Siregar, 2014

Model Pembinaan Keagamaan Pada Lansia Muslim Sebagai Upaya Membentuk Akhlaq Mulia

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Setelah selesai tahap persiapan penelitian dan persiapan-persiapan yang menunjang telah lengkap, maka peneliti terjun ke lapangan untuk memulai pelaksanaan penelitian dengan menekankan bahwa instrumen yang utama adalah peneliti sendiri sebagai alat penelitian utama (key instrument) melalui observasi, dokumentasi dan wawancara.

3. Tahap Analisis Data

Tahapan yang terakhir setelah penelitian dilakukan dan informasi terkumpul, adalah dengan melakukan analisis terhadap data tersebut, pada tahap ini peneliti berusaha mengorganisasikan data yang diperoleh yang terdiri dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi, kemudian dipaparkan dalam bentuk laporan atau skripsi.

Penulis menggambarkan penelitian dalam bentuk diagram seperti berikut:

Gambar 3. 1 Proses Penelitian Rumusan

Tinjauan

Teoritis

Uji Hipotesis

Hipotesis Proses

Penelitian

Pengolahan

Observasi

Wawancara Dokumentasi

Data

Hasil Kesimpulan

Saran/Rekomendasi Publikasi


(25)

Nurhelila Siregar, 2014

Model Pembinaan Keagamaan Pada Lansia Muslim Sebagai Upaya Membentuk Akhlaq Mulia

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

C. Metode dan Pendekatan Penelitian 1. Metode Penelitian

Untuk mengkaji pembahasan dalam penelitian ini, peneliti menggunakan penelitian kualitatif yaitu penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya, perilaku, persepsi, motivasi, dll., secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah (Moleong, 2012: 6).

Dalam hal ini peneliti memilih penelitian kualitatif karena kajian yang akan dibahas memiliki masalah yang bersifat sementara sehingga teorinya pun bersifat sementara yang berangkat dari kasus tertentu yang ada pada situasi sosial religi yang akan diteliti. Penelitian kualitatif jelas berbeda dengan penelitian kuantitatif, karena penelitian kuantitatif harus menggunakan teori yang sudah jelas dan berfungsi menguji hipotesis atau teori.

Metode yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari penelitan deskriptif ini adalah untuk membuat deskripsi gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki (Nazir, 1999: 63).

Mardalis (2009: 26) : Metode deskriptif bertujuan untuk mendeskripsikan apa-apa yang saat ini berlaku. Di dalamnya terdapat upaya mendeskripsikan, mencatat, analisis dan menginterpretasikan kondisi-kondisi yang sekarang ini terjadi atau ada. Dengan kata lain penelitian deskriptif bertujuan untuk memperoleh informasi-informasi


(26)

Nurhelila Siregar, 2014

Model Pembinaan Keagamaan Pada Lansia Muslim Sebagai Upaya Membentuk Akhlaq Mulia

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

yang ada saat ini, dan melihat kaitan antara variabel-variabel yang ada. Penelitian ini tidak menguji hipotesa atau tidak menggunakan hipotesa, malainkan hanya mendeskripsikan informasi apa adanya sesuai dengan variabel-variabel yang diteliti.

Moleong (2012: 11) mengatakan bahwa “metode deskriptif akan menghasilkan laporan penelitian yang berisi kutipan-kutipan data (berupa kata-kata, gambar dan bukan angka-angka) untuk memberi gambaran

penyajian laporan tersebut”.

Ada beberapa jenis penelitian yang dapat digolongkan sebagai penelitan deskriptif. Diantaranya ialah: (1) studi kasus (2) survei (3) studi perkembangan (4) studi tindak lanjut (5) analisis dokumenter (6) analisis kecenderungan, dan (7) studi korelasi (Furchan, 2004: 447).

Adapun penelitian ini, digolongkan kepada studi kasus. Menurut Maxfield (1930) dalam (Nazir, 1999: 66) penelitian kasus (case study) adalah penelitian tentang suatu objek penelitian yang berkenaan dengan suatu fase sfesifik atau khas dari keseluruhan personalitas. Subjek penelitian dapat saja individu, kelompok, lembaga, maupun masyarakat. Tujuan dari adanya studi kasus adalah untuk memberikan gambaran secara mendetail tentang latar belakang, sifat-sifat serta karakter-karakter yang khas dari kasus, ataupun status dari individu, yang kemudian dari sifat-sifat khas di atas akan jadikan suatu hal yang bersifat-sifat umum. Berdasarkan pernyataan tersebut, peneliti terjun langsung untuk mengamati objek yang diteliti melalui pengamatan (observasi) dan wawancara secara langsung.

Dengan menggunakan metode ini penulis berharap hasil penelitiannya bisa mengungkapkan rasa keingintahuan yang penulis rasa serta dapat dengan mudah dimengerti oleh pembaca karena bukan merupakan angka-angka melainkan berisi informasi deskriptif yang berupa kata-kata serta


(27)

Nurhelila Siregar, 2014

Model Pembinaan Keagamaan Pada Lansia Muslim Sebagai Upaya Membentuk Akhlaq Mulia

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

gambar-gambar yang membantu memperjelas, sehingga bisa bermanfaat bagi orang banyak.

2. Pendekatan Penelitian

Untuk menemukan model pembinaan keagamaan pada lansia muslim sebagai upaya membentuk akhlak mulia di Balai Perlindungan Sosial Tresna Werdha Ciparay Bandung dengan unsur-unsur pokok yang harus ditemukan sesuai dengan butir-butir rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, maka digunakan pendekatan penelitian kualitatif. Pendekatan penelitian kualitatif menurut Nasution (2006: 5). Pada hakekatnya ialah mengamati orang dalam lingkungan hidupnya, berinteraksi dengan mereka, berusaha memahami bahasa dan tafsīran tentang dunia sekitarnya, yang dilakukan oleh peneliti dalam penelitian kualitatif adalah sebagai penjelajahan atau jurnalis yang terjun ke lapangan untuk mempelajari manusia tertentu dengan mengumpulkan data yang banyak.

Menurut Moeloeng (2012: 9) dalam penelitian kualitatif, peneliti sendiri atau dengan bantuan orang lain merupakan alat pengumpul data utama. Selain itu, hanya manusia sebagai alat sajalah yang dapat berhubungan dengan responden atau objek lainnya, dan hanya manusialah yang mampu memahami kaitan kenyataan-kenyataan di lapangan. Kedudukan peneliti dalam penelitian kualitatif ialah sebagai perencana, pelaksana pengumpulan data, analisis, penafsir data, dan pada akhirnya ia menjadi pelapor hasil penelitiannya. Pengertian instrumen atau alat penelitian disini tepat karena ia menjadi segalanya dari keseluruhan proses penelitian.

Kriteria data dalam penelitian kualitatif adalah data yang pasti. Data yang pasti adalah data yang sebenarnya terjadi sebagaimana adanya, bukan data yang sekedar yang terlihat, terucap, tetapi data yang mengandung makna di balik yang terlihat dan terucap tersebut. Untuk mendapatkan data


(28)

Nurhelila Siregar, 2014

Model Pembinaan Keagamaan Pada Lansia Muslim Sebagai Upaya Membentuk Akhlaq Mulia

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

yang pasti maka diperlukan berbagai sumber data dan berbagai teknik pengumpulan data.

Moleong (2012: 7) berpendapat bahwa penelitian kualitatif dimanfaatkan untuk keperluan :

1. Pada penelitian awal dimana subjek penelitian tidak didefinisikan secara baik dan kurang dipahami.

2. Pada upaya pemehaman penelitian perilaku dan penelitian motivasional.

3. Untuk keperluan evaluasi.

4. Untuk meneliti latar belakang fenomena yang tidak dapat diteliti melalui penelitian kuantitatif.

5. Digunakan oleh peneliti bermaksud meneliti sesuatu secara mendalam.

Nasution (2006: 18) menjelaskan bahwa :

Penelitian kualitatif disebut juga penelitian naturalistic. Disebut kualitatif karena sifat data yang dikumpulkan yang bercorak kualitatif bukan kuantitatif, karena manggunakan alat-alat pengukur. Disebut naturalistic karena situasi lapangan penelitian bersifat “natural” atau wajar, sebagaimana adanya tanpa dimanipulasi.

Penelitian kualitatif memiliki karakteristik tertentu, seperti yang dikemukakan oleh Lincoln dan Guba dalam (Moleong, 2012: 8) sebagai berikut : Latar alamiah, manusia sebagai alat atau instrumen, menggunakan metode kualitatif, teori berasal dari dasar, penelitian bersifat deskriptif, lebih mementingkan proses daripada hasil, pembatasan penelitian berdasarkan fokus, adanya kriteria khusus untuk keabsahan data, desain yang bersifat sementara, dan hasil penelitian dirundingkan dan disepakati bersama.

Ciri-ciri penelitian kualitatif dikemukakan oleh Nasution (2006: 9) yaitu peneliti sebagai instrumen penelitian, sangat deskriptif, mementingkan proses maupun produk, mencari makna, mengutamakan


(29)

Nurhelila Siregar, 2014

Model Pembinaan Keagamaan Pada Lansia Muslim Sebagai Upaya Membentuk Akhlaq Mulia

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

data langsung, verifikasi, mengadakan analisis sejak awal penelitian, dan desain penelitian tampil dalam proses penelitian

Berdasarkan ciri-ciri tersebut di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa seorang peneliti dapat berkomunikasi secara langsung dengan subjek yang diteliti serta dapat mengamati mereka sejak awal sampai akhir proses penelitan. Fakta atau data itulah yang nantinya diberi makna sesuai dengan teori-teori yang terkait dengan fokus masalah yang diteliti.

D. Instrumen Penelitian

Sugiyono (2010: 305) berpendapat bahwa dalam penelitian kualitatif, yang menjadi instrumen atau alat penelitian adalah peneliti itu sendiri. Oleh karena

itu peneliti sebagai instrumen yang harus “divalidasi” seberapa jauh peneliti siap melakukan penelitian ke lapangan. Validasi terhadap peneliti sebagai instrumen meliputi validasi terhadap pemahaman metode penelitian kualitatif, penguasaan wawasan terhadap bidang yang diteliti, kesiapan peneliti untuk memasuki obyek penelitian, baik secara akademik maupun logistiknya. Yang melakukan validasi adalah peneliti sendiri, melalui evaluasi dari seberapa jauh pemahaman terhadap metode kualitatif, penguasaan teori dan wawasan terhadap bidang yang diteliti, serta kesiapan dan bekal memasuki lapangan.

Dalam penelitian kualitatif, peneliti sendiri atau dengan bantuan orang lain merupakan alat pengumpul data utama. Hal itu dilakukan karena jika memanfaatkan alat yang bukan manusia dan mempersiapkan dirinya terlebih dahulu sebagai yang lazim digunakan dalam penelitian klasik, maka sangat tidak mungkin untuk mengadakan penyesuaian terhadap kenyataan-kenyataan yang ada di lapangan.Selain itu hanya manusia sebagai alat sajalah yang dapat berhubungan dengan responden atau objek lainnya, dan hanya manusialah yang mampu memahami kaitan kenyataan-kenyataan di lapangan. Hanya manusia sebagai instrument pulalah yang dapat menilai apakah kehadirannya


(30)

Nurhelila Siregar, 2014

Model Pembinaan Keagamaan Pada Lansia Muslim Sebagai Upaya Membentuk Akhlaq Mulia

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

menjadi faktor penganggu sehingga apabila terjadi hal yang demikian ia pasti dapat menyadarinya serta dapat mengatasinya (Moleong, 2012: 9).

Dalam hal instrumen penelitian kualitatif, Lincoln and Guba (Sugiyono, 2010: 306) menyatakan bahwa“The instrument of choice in naturalistic inquiry is the human. We shall see that other forms of instrumentation may be used in later phases of the inquiry, but the human is the initial and continuing mainstay. But if the human instrument can be constructed that is grounded in the data that the human instrument has product”.

Jadi dalam penelitian kualitatif yang menjadi instrumen utamanya adalah peneliti sendiri, namun selanjutnya setelah fokus penelitian menjadi jelas, maka kemungkinan akan dikembangkan instrumen penelitian sederhana, yang diharapkan dapat melangkapi data dan membandingkan dengan data yang telah ditemukan melalui observasi dan wawancara.

E. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Tanpa mengetahui teknik pengumpulan data, maka peneliti tidak akan mendapatkan data yang memenuhi standar data yang ditetapkan (Sugiyono, 2010: 62).

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan beberapa teknik, di antaranya ialah:

1. Wawancara

Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) sebagai pemberi/pengaju pertanyaan dan yang diwawancarai (interviewee) sebagai pemberi jawaban atas pertanyaan itu (Basrowi dan Suwandi, 2008: 127).

Dalam hal ini Nazir (1999: 234) mengemukakan wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara si penanya atau si pewawancara


(31)

Nurhelila Siregar, 2014

Model Pembinaan Keagamaan Pada Lansia Muslim Sebagai Upaya Membentuk Akhlaq Mulia

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

dengan si penjawab atau responden dengan menggunakan alat yang dinamakan interview guide (panduan wawancara).

Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data tatkala peneliti melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti. Disamping itu ketika peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden yang lebih mendalam dan jumlah respondennya sedikit. Sebuah dialog yang dilakukan oleh peneliti sendiri untuk memperoleh informasi dari terwawancara dengan menggunakan instrumen pedoman wawancara. Baik wawancara secara terstruktur maupun tidak terstruktur, dan dapat dilakukan melalui tatap muka (face to face) maupun menggunakan alat komunikasi. (Sugiyono, 2010: 194)

Adapun pedoman instrumen penelitian dapat dilihat di lampiran. Sesuai dengan permasalahan dan data yang dibutuhkan. Penulis melakukan wawancara kepada pekerja sosial, tata usaha, pembina keagamaan, seksi pelayanan kesejahteraan sosial, seksi penerimaan dan penyaluran dan lansia.

Berdasarkan pada caranya, dalam penelitian ini peneliti menggunakan tekhnik wawancara secara langsung. Tekhnik wawancara langsung ialah wawancara yang dilakukan secara tatap muka.

2. Observasi

Observasi sebagai alat pengumpulan data mempunyai ciri yang spesifik bila dibandingkan dengan teknik yang lain, yaitu wawancara dan dokumentasi. Menurut Sugiyono (2010: 203) mengutip Sutrisno Hadi, bahwa observasi merupakan suatu proses yang komplek, suatu proses yang tersusun dari berbagai proses biologis dan psikologis melalui proses pengamatan dan ingatan. Teknik ini digunakan untuk meneliti yang berkenaan dengan perilaku manusia, proses kerja dan bila responden yang diamati cukup besar. Adapun sasaran yang menjadi tujuan observasi


(32)

Nurhelila Siregar, 2014

Model Pembinaan Keagamaan Pada Lansia Muslim Sebagai Upaya Membentuk Akhlaq Mulia

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

adalah proses pembinaan keagamaan pada lansia muslim dari mulai persiapan, pelaksanaan, dan evaluasi.

3. Dokumentasi

Menurut Sugiyono (2010: 329) dokumentasi merupakan catatan peristiwa yang telah berlalu. Dokumentasi bisa berbentuk tulisan, arsip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, agenda, foto kegiatan dan sebagainya. Dalam penelitian kualitatif, teknik ini merupakan alat pengumpul data yang utama karena pembuktian hipotesisnya yang diajukan secara logis dan rasional. Dalam penelitian ini dokumen-dokumen yang menunjang peneliti dalam menyusun penelitian ialah segala sesuatu yang berkaitan dan disesuaikan dengan kebutuhan peneliti terhadap Balai Perlindungan Sosial Tresna Werdha.

F. Teknik Analisis Data

Dalam hal analisis data kualitatif Sugiyono (2010: 335) menyatakan analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, angket, observasi, dokumentasi, dan studi pustaka/literasi, dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah difahami oleh diri sendiri dan orang lain.

Analisis data adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke dalam satuan pola, kategori, dan satuan uraian dasar (Afifuddin dan Beni, 2009:145).

Untuk bahan pertimbangan dalam menganalisis data, peneliti berpegang pada pendapat Sugiyono (2010: 338-345) yang menganjurkan beberapa petunjuk untuk menganalisis data kualitatif sebagai berikut:


(33)

Nurhelila Siregar, 2014

Model Pembinaan Keagamaan Pada Lansia Muslim Sebagai Upaya Membentuk Akhlaq Mulia

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Setelah memperoleh data yang jumlahnya cukup banyak. Peneliti mencatat secara teliti, rinci, serta dianalisis melalui analisis data. Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya dan membuang yang tidak perlu. Data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas, dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya, dan mencarinya bila diperlukan.

2. Penyajian Data (Data Display)

Setelah data direduksi, kemudian langkah selanjutnya adalah mendisplaikan data. Dalam penelitian ini, penyajian data dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart, dan sejenisnya. Sebagaimana dikemukakan Sugiyono (2010: 341) mengutip pendapat Miles dan Hubermen yang menyatakan

“the most frequent from of dislplay data for qualitative research data in the past has been narrative text”. Artinya, yang paling sering digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif adalah dengan teks yang bersifat naratif.

3. Verifikasi.

Langkah ketiga dalam analisis data kualitatif menurut Sugiyono (2010: 345) mengutip pendapat Miles dan Huberman adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan awal bersifat sementara, dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap-tahap pengumpulan data berikutnya. Tetapi apabila kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal, didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten saat peneliti kembali ke lapangan mengumpulkan data, maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel.


(34)

Nurhelila Siregar, 2014

Model Pembinaan Keagamaan Pada Lansia Muslim Sebagai Upaya Membentuk Akhlaq Mulia

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Dengan demikian kesimpulan dalam penelitian kualitatif ditujukan agar menjawab rumusan masalah yang dirumuskan sejak awal, tetapi kalau tidak, maka masalah dan rumusan masalah dalam penelitian masih bersifat sementara dan dapat berkembang setelah penelitian berada di lapangan. Kesimpulan dalam penelitian kualitatif ini merupakan temuan baru yang sebelumnya belum pernah ada. Temuan tersebut berupa deskripsi atau gambaran suatu obyek yang sebelumnya masih remang-remang atau gelap sehingga setelah diteliti menjadi jelas, lagi baik berupa hubungan kausal atau interaktif atau model.

G. Definisi Operasional

Pembahasan yang dikaji dalam skripsi ini yaitu mengenai “Model

Pembinaan Keagamaan Pada Lansia Muslim Sebagai Upaya Membentuk

Akhlāq Mulia (Studi Kasus Di Balai Perlindungan Sosial Tresna Werdha

Ciparay Bandung)”. Untuk mendapatkan kejelasan makna yang tersirat dalam judul tersebut, penulis akan mencoba menguraikan istilah-istilah yang dianggap perlu, antara lain sebagai berikut:

1. Model

Menurut Merriam (Arifin, 2008: 84) model adalah penerimaan secara abstrak terhadap fenomena. Model yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pola atau contoh yang dapat dijadikan acuan bagi lembaga-lembaga sosial lainnya agar dapat berhasil menyeimbangkan intelektualitas, agama, dan moral (atau menjadikan lansia menjadi insan kamil).

2. Pembinaan

Pengertian pembinaan menurut bahasa atau asal katanya, pembinaan berasal dari bahasa Arab yaitu ء ب–ى ي -ى ب (banā, yabnī, binā’an) yang berarti membangun, membina , mendirikan (Munawwir, 2002: 111).

Dalam hal ini yang dimaksud penulis adalah pembinaan agama Islām. Rasūlullāh SAW. bersabda dalam sebuah ḥadīṡ:


(35)

Nurhelila Siregar, 2014

Model Pembinaan Keagamaan Pada Lansia Muslim Sebagai Upaya Membentuk Akhlaq Mulia

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

ل ق ، ٓ ـ ٓع ه ٓيض ٓر ٓط ٓ لا ب ر ـع ب ه ٓع ٰ ح ٓرلا ـ ٓع يبٓأ ٓع : سـ ـ ٓخ ى ٰ ٓع ٓاـسإا ٓي ـب : ل ـقٓي ٓ ٓس ٓ يٓ ٓع ه ٓى ٓص ه ل س ٓر تع ٓس ء ـٓتـ يإ ٓ ، ٓاصلا ٓ ٓقإ ٓ ، ه ل س ٓر ٓح ٓأ ٓ ه ٓٓإ ٓ لإ ٓٓ ٓأ ٓ ـٓ ـٓش ـ ٓص ٓ ، تيٓ لا ِجـ ٓح ٓ ، ـٓك ٓزـلا س ا ٓ ٓر, ٓ ٓض ٓ ٓر

“Dari Abū Abdirrahman, Abdullah bin „Umar bin Al-Khaṭab RaḍiyAllāhu

„Anhuma berkata : saya mendengar Rasūlullāh bersabda: “Islām didirikan

diatas lima perkara yaitu bersaksi bahwa tiada sesembahan yang berhak disembah secara benar kecuali Allāh dan Muḥammad adalah utusan Allāh,

mendirikan ṣalat, mengeluarkan zakat, mengerjakan haji ke baitullāh dan berpuasa pada bulan ramaḍan”

[H.R Bukharī no.8, Muslīm no.16] (Nawawi, 2007: 15).

Pembinaan berasal dari kata bina, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata bina berarti membangun, mendirikan, mengusahakan supaya lebih baik. Sedangkan pembinaan berarti usaha, tindakan, dan kegiatan yang dilakukan secara efisien dan efektif untuk memperoleh hasil yang lebih baik.

3. Agama

Agama menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sistem atau prinsip kepercayaan kepada Tuhan, atau juga disebut dengan nama Dewa atau nama lainnya dengan ajaran kebhaktian dan kewajiban-kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan tersebut.

Kata “agama” berasal dari bahasa Sansekerta agama yang berarti

“tradisi”. Sedangkan kata lain untuk menyatakan konsep ini adalah religi

yang berasal dari bahasa Latin religio dan berakar pada kata kerja re-ligare yang berarti “mengikat kembali”. Maksudnya dengan berreligi, seseorang mengikat dirinya kepada Tuhan.

4. Lansia

Menurut UU No. 13 tahun 1998 dikatakan bahwa usia lanjut adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas. Orang yang berusia


(36)

Nurhelila Siregar, 2014

Model Pembinaan Keagamaan Pada Lansia Muslim Sebagai Upaya Membentuk Akhlaq Mulia

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

lanjut sering disebut dengan istilah lansia (lanjut usia, manula (manusia usia lanjut), dan usila (usia lanjut). Tidak ada keseragaman dalam menetapkan standar usia lansia. Umumnya seseorang dianggap memasuki kelompok lanjut usia di Indonesia terjadi pada usia 55 tahun, saat seseorang memasuki masa pensiun. Sedangkan, penduduk lansia dalam Undang-undang Republik Indonesia No. 13 Tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia bahwa lanjut usia adalah laki-laki atau perempuan yang berusia 60 tahun atau lebih. (Nawawi, 2009: 2-3)

5. Balai Perlindungan Sosial Tresna Werdha (BPSTW)

Balai Perlindungan Sosial Tresna Werdha (BPSTW) Ciparay semula bernama Panti Sosial Tresna Werdha Pakutandang yang merupakan UPT Kanwil Departemen Sosial Provinsi Jawa Barat berdiri Tahun 1979 dan memulai operasionalnya pada tanggal 19 Mei 1980. Dengan dikeluarkannya Perda Nomor 5 Tahun 2002 mengenai Perubahan atas Perda Nomor 15 Tahun 2000 Tentang Dinas Daerah, maka Panti Sosial Tresna Werdha berganti nama menjadi Balai Perlindungan Sosial Tresna Werdha (BPSTW) yang merupakan Unit Pelaksana Teknis Dinas pada Dinas Sosial Provinsi Jawa Barat. Dengan keluarnya Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 113 Tahun 2009 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Dinas dan Badan di Lingkungan Pemerintah Provinsi Jawa Barat maka BPSTW berganti nama menjadi Balai Perlindungan Sosial Tresna Werdha Ciparay Bandung dan Pemeliharaan Taman Makam Pahlawan.

Penyelenggaraan pelayanan terhadap lanjut usia terlantar di Balai Perlindungan Sosial Tresna Werdha (BPSTW) merupakan salah satu respon terhadap berkembangnya jumlah dan permasalahan lanjut usia dari tahun ke tahun. BPSTW sebagai salah satu unit pelayanan tidak hanya memberikan pelayanan bagi lanjut usia terlantar tetapi termasuk


(37)

Nurhelila Siregar, 2014

Model Pembinaan Keagamaan Pada Lansia Muslim Sebagai Upaya Membentuk Akhlaq Mulia

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

didalamnya memberikan perlindungan, perawatan serta pengembangan dan pemberdayaan lanjut usia yang dilayani didalamnya. Hal ini sesuai dengan landasan operasional pelayanan terhadap lanjut usia sebagai berikut:

1. Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 27 dan 34.

2. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 Tentang Kesejahteraan Lanjut Usia.

3. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 Tentang Kesejahteraan Sosial.

4. Peraturan Gubernur Jawa Barat No. 40 Tahun 2010 tentang Tugas Pokok dan Fungsi dan Uraian Tugas Unit Pelaksana Teknis Dinas/Balai di Lingkungan Dinas Sosial Provinsi Jawa Barat.


(38)

109

Nurhelila Siregar, 2014

Model Pembinaan Keagamaan Pada Lansia Muslim Sebagai Upaya Membentuk Akhlaq Mulia

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Bab kelimaini disajikan kesimpulan yang merujukpada hasil penelitian dan pembahasan tentang model pembinaan keagamaan pada lansia muslim sebagai

upaya membentuk akhlāq mulia di Balai Perlindungan Sosial Tresna Werdha

Ciparay Bandung. Pada bagian akhir ini peneliti juga memberikan rekomendasi sebagai tindak lanjut dari penelitian ini.

A. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang dipaparkan terdahulu, maka peneliti dapat menarik sebuah kesimpulan terhadap model pembinaan keagamaan pada lansia muslim sebagai upaya membentuk akhlāq mulia di Balai Perlindungan Sosial Tresna Werdha Ciparay Bandung, didapatkan model pembinaan keagamaan berasal dari sebuah perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Dalam perencanaan terdapat beberapa aspek yang mendukung yaitu adanya tujuan pembinaan, materi pembinaan, metode pembinaan, media yang dipakai, para lansia yang antusias dalam mengikuti pembinaan, para pembina yang mampu membantu lansia untuk menciptakan rasa nyaman dalam proses pembinaan, dan sarana prasarana yang mendukung. Adapun pelaksanaannya berupa kegiatan ceramah keagamaan, belajar baca/tulis huruf arab, tadarusan, hapalan bacaan ṣalāt,praktek ṣalāt,hapalan surat-surat pendek, dan doa sehari-hari.

Dari hasil kegiatan pembinaan keagamaan tersebut akan tercipta lansia yang berakhlāqul karimah, yaitu dekat kepada Allāh dan dekat kepada manusia. Sehingga lansia tersebut menjadi lebih tenang dan nyaman tinggal di balai dalam mempersiapkan bekal untuk akhir kehidupannya. Dari penjelasan tersebut didapatkan sebuah model pembinaan keagamaan di Balai Perlindungan Sosial Tresna Werdha Ciparay Bandung.


(39)

Nurhelila Siregar, 2014

Model Pembinaan Keagamaan Pada Lansia Muslim Sebagai Upaya Membentuk Akhlaq Mulia

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

BPSTW merupakan salah satu Unit Pelaksana Teknis Dinas di lingkungan Dinas Sosial Provinsi Jawa Barat yang melaksanakan sebagian fungsi dinas di bidang Pelayanan dan Perlindungan Sosial Lanjut Usia Terlantar.

Program pelayanan pembinaan secara umum yang ada di balai dapat dilihat sudah mencakup semua aspek pembinaan, yaitu pelayanan dasar kebutuhan hidup, pembinaan fisik, sosial, psikososil, kesehatan, mental, keterampilan. Pelayanan pembinaan mental / keagamaan dilihat sangat penting untuk para lansia, yang mana pengetahuan agama para lansia yang masih pasif dilihat dari latar belakangnya, ada yang berasal dari jalanan atau orang terlantar.

Program pembinaan keagamaan di Balai Perlindungan Sosial Tresna Werdha Ciparay Bandung yaitu berupa Motivasi/ ceramah keagamaan secara umum yang diberikan setiap hari selasa dan Jum’aħ selama 60 menit selain itu Bimbingan dan pembinaan secara kelompok yaitu belajar baca/tulis Huruf Arab, Tadarusan, Hapalan bacaan sholat secara benar, praktek ṣalat secara benar, hapalan ayat-ayat pendek dan doa sehari-hari yang dilaksanakan setiap hari. Dilain waktu itu juga para pembina agama yang berasal dari balai tidak bosan-bosan mendatangi setiap wisma untuk membimbing atau memperlancar bacaan Qur’annya. Selain itu kegiatan yang paling mendukung yaitu mengadakan lomba untuk para lansia setiap sebulan sekali, seperti lomba Adzan untuk para lansia laki-laki, lomba baca Al-Qur’ān, dan lomba ceramah atau kultum, yang mana kegiatan ini sangat di tunggu – tunggu para lansia, dan sangat mendukung untuk menunjang motivasi dalam kegiatan keagamaan.

Pembinaan keagamaan pada lansia muslim di Balai Perlindungan Sosial Tresna Werdha Ciparay Bandung dari segi tujuan pelaksanaan, materi yang disampaikan, metode yang digunakan, media yang dipakai sudah disesuaikan dengan kondisi para lansia yang berada di balai. Adapun evaluasi dalam kegiatan pembinaan keagamaannya belum terkonsep dengan baik. Tidak ada


(40)

Nurhelila Siregar, 2014

Model Pembinaan Keagamaan Pada Lansia Muslim Sebagai Upaya Membentuk Akhlaq Mulia

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

penilaian tertulis namun hanya dengan observasi aktivitas keagamaan lansia saja yang dilakukan Pembina untuk mengetahui tingkat keberhasilan dalam suatu pembinaan.

Secara keseluruhan apa yang disampaikan oleh Pembina sudah tertanam dalam diri lansia, yang mana sudah dapat dilihat dari aktifitas keagamaan dan pengakuan para lansia seperti ṣalāt wajib, tadarusan, puasa sunnah, ṣalāt taḥajud, dll. Dan kegiatan pembinaan keagamaan tersebut sangat mempengaruhi setiap prilaku kehidupan mereka.

Faktor pendukung pembinaan keagamaan yaitu berupa kerja sama yang tinggi antara pegawai dan lansia, dukungan dari berbagai organisasi, pola pembinaan yang baik sehingga membuat nyaman pada lansia, dan fasilitas yang sudah mencukupi. Sedangkan faktor penghambatnya yaitu kurangnya tenaga pendidik yang mempunyai keahlihan khusus dalam membina lansia dan masalah psikologis lansia sendiri yang berbeda-beda terkadang memperlambat proses pembinaan keagamaan.

Dengan demikian kegiatan pembinaan keagamaan di Balai Perlindungan Sosial Tresna Werdha Ciparay Bandung dapat dijadikan suatu model dan contoh untuk balai perlindungan sosial lainnya.

B. REKOMENDASI

Berdasarkan kesimpulan yang telah dijelaskan oleh penulis, maka penulis mengajukan beberapa saran yang hendaknya bisa dijadikan masukan dalam upaya pembinaan keagamaan yang dilakukan di Balai Perlindungan Sosial Tresna Werdha Ciparay Bandung. Adapun saran yang di ajukan adalah sebagai berikut :

1. Untuk pengurus dan pembina agama Balai Perlindungan Sosial Tresna Werdha Ciparay Bandung.


(41)

Nurhelila Siregar, 2014

Model Pembinaan Keagamaan Pada Lansia Muslim Sebagai Upaya Membentuk Akhlaq Mulia

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

a. Bagi segenap Pembina keagamaan jangan menyerah menghadapi para lansia. Program-program yang sudah ada sebaiknya lebih ditingkatkan lagi agar pembinaan keagamaan di balai semakin baik.

b. Dalam evaluasi pembinaan keagamaan sebaiknya terkonsep sehingga Pembina bisa melihat secara terperinci perubahan yang terjadi pada diri lansia setelah mengikuti pembinaan keagamaan di Balai Perlindungan Sosial Tresna Werdha Ciparay Bandung.

c. Bagi segenap pegawai Balai Perlindungan Sosial Tresna Werdha Ciparay Bandung selalu tingkatkkan pelayanan yang ada, dan juga sebaiknya lebih meningkatkan sosialisasi secara personal kepada warga sekitar, dengan harapan kepedulian warga sekitar kepada lansia semakin meningkat.

2. Untuk para lansia penghuni Balai Perlindungan Sosial Tresna Werdha Ciparay Bandung.

a. Para lansia hendaknya lebih taat dan patuh terhadap tata tertib yang ada di balai.

b. Para lansia hendaknya lebih terbuka dan partisipatif terhadap semua kegiatan yang dilaksanakan di Balai Perlindungan Sosial Tresna Werdha Ciparay Bandung.

c. Para lansia yang berada di Balai Perlindungan Sosial Tresna Werdha Ciparay Bandung hendaknya lebih mampu beradaptasi dengan para pekerja sosial maupun para pembina agar tidak mempersulit proses pembinaan keagamaan.

3. Untukpenelitiselanjutnya

a. Khusus untuk peneliti selanjutnya agar lebih cerdas dan berpartisipasi aktif dalam pembinaan keagamaan untuk para lansia.

b. Penelitian tentang pembinaan keagamaan pada lansia muslim hendaknya dilanjutkan dengan analisis serta kajian-kajian yang lebih


(42)

Nurhelila Siregar, 2014

Model Pembinaan Keagamaan Pada Lansia Muslim Sebagai Upaya Membentuk Akhlaq Mulia

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

luas lagi dalam bentuk-bentuk pembinaan keagamaan yang terjadi di balai.

c. Ada baiknya, peneliti selanjutnya mem-follow up dari hasil penelitian ini. Terutama jika penelitian tersebut bertempat di lokasi yang sama yaitu Balai Perlindungan Sosial Tresna Werdha Ciparay Bandung. 4. Masyarakat

a. Masyarakat yang memilki kompetensi dan keterampilan yang lebih dalam bidang keagamaan sebaiknya bisa menyalurkannya kepada para lansia.

b. Bagi masyarakat lebih baik ikut serta dalam menyejahterakan para lansia, karena itu merupakan tugas kita semua. Semua orang akan merasakan masa tua, begitu juga dengan diri kita dan pada masa itu, kita ingin merasakan hidup yang lebih sejahtera karena itu merupakan masa priode akhir dalam kehidupan kita semua. Jadikan kesenangan dan ketenteraman lansia menjadi tugas untuk kita semua.


(43)

Nurhelila Siregar, 2014

Model Pembinaan Keagamaan Pada Lansia Muslim Sebagai Upaya Membentuk Akhlaq Mulia

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

DAFTAR PUSTAKA

_______. (2009). Al Qur`ān dan Terjemahnya (Penerj) Tim Penerjemah Departemen Agama RI. Jakarta: PT Sygma Examedia Arkanleema.

Afifuddin dan Saebani, B. (2009). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Pustaka Setia.

Arifin, M. (1987). Filsafat Pendidikan Islām. Jakarta: Bumi Aksara.

Arifin, M. (2008). Ilmu Pendidikan Islām Tinjauan Teoretis Dan Praktis Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Arifin, Z. (2009). Evaluasi Pembelajaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Azwar, S. (1996). Tes Prestasi: Fungsi dan Pengembangan Pengukuran Prestasi

Belajar. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Basrowi dan Suwandi. (2008). Memahami Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rineka Cipta.

Dagun, S. M. (1997). Kamus Besar Ilmu Pengetahuan. Jakarta: Lembaga Pengkajian Kebudayaan Nusantara.

Fahrudin, A. dkk. (2009). Generasi Muslim Sejati. Bandung: Adzkia Design&Printing.

Furchan, A. (2004). Pengantar Penelitian Dalam Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Mardalis. (2009). Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal. Jakarta: Bumi Aksara.

Maryam, S. D. (2010). Buku Saku Asuhan Keperawatan Pada Lansia. Jakarta: CV. Trans Info Media.

Moleong, L. J. (2012). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosda Karya.


(44)

Nurhelila Siregar, 2014

Model Pembinaan Keagamaan Pada Lansia Muslim Sebagai Upaya Membentuk Akhlaq Mulia

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Mujib, A dan Mudzakkir, J. 2008. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Munawwir, A. (2002). Kamus Arab-Indonesia. Yogyakarta: PP. Al Munawwir. Mursito, B. (2009). Sehat Di Usia Lanjut Dengan Ramuan Tradisional. Jakarta:

Penebar Swadaya.

Nasional, D. P. (2008). Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Nasution, S. (2006). Penelitian Ilmiah. Jakarta: Bumi Aksara.

Nata, A. (2012). Ilmu Pendidikan Islām. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Nawawi, I. (2007). Hadīṡ Arba'in An-Nawawiyah dan Terjemahnya. Surakarta:

Media Insani Press.

Nawawi, U. (2009). Sehat & Bahagia di Usia Senja. Yogyakarta: Dianloka. Nazir, M. (1999). Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Purwanto, N. (2007). Ilmu Pendidikan Teoretis dan Praktis. Bandung: Remaja Rosda Karya.

Ramayulis. (2010). Ilmu Pendidikan Islām. Jakarta: Kalam Mulia. Saefullah, K. (2009). Pengantar Manajemen . Jakarta: Salemba Empat.

Shofria, I. M. (2008). Pelaksanaan Pembinaan Keagamaan Para Lansia Muslim di Panti Sosial Tresna Werdha Yogyakarta Unit Budhi Luhur Kasihan Bantul. Skripsi Sarjana pada Fakultas Ilmu Tarbiyah Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta: tidak diterbitkan.

Siagian, S. P. (1999). Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi Aksara. Sudjana, D. (2010). Evaluasi Program Pendidikan Luar Sekolah. Bandung:

Remaja Rosda Karya.


(45)

Nurhelila Siregar, 2014

Model Pembinaan Keagamaan Pada Lansia Muslim Sebagai Upaya Membentuk Akhlaq Mulia

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Suparyanto. (2010). Konsep Lanjut Usia. [Online]tersedia:http://dr-suparyanto.blogspot.com/2010/07/konsep-lanjut-usia-lansia.html[14

Juli2013],

Syaripudin, T. dan Nur'aini. (2006). Landasan Pendidikan. Bandung: UPI PRESS Uhbiyati, N. (1998). Ilmu Pendidikan Islām. Bandung: Pustaka Setia.

Ulwan, A. N. (2001). Pedoman Pendidikan Anak dalam Islām. (J. Miri, Trans.) Semarang: Asy-Syifa`.

Tim Dosen PAI UPI. (2009). Islām Tuntunan dan Pedoman Hidup. Bandung: Value Press.


(1)

Nurhelila Siregar, 2014

Model Pembinaan Keagamaan Pada Lansia Muslim Sebagai Upaya Membentuk Akhlaq Mulia

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

penilaian tertulis namun hanya dengan observasi aktivitas keagamaan lansia saja yang dilakukan Pembina untuk mengetahui tingkat keberhasilan dalam suatu pembinaan.

Secara keseluruhan apa yang disampaikan oleh Pembina sudah tertanam dalam diri lansia, yang mana sudah dapat dilihat dari aktifitas keagamaan dan pengakuan para lansia seperti ṣalāt wajib, tadarusan, puasa sunnah, ṣalāt taḥajud, dll. Dan kegiatan pembinaan keagamaan tersebut sangat mempengaruhi setiap prilaku kehidupan mereka.

Faktor pendukung pembinaan keagamaan yaitu berupa kerja sama yang tinggi antara pegawai dan lansia, dukungan dari berbagai organisasi, pola pembinaan yang baik sehingga membuat nyaman pada lansia, dan fasilitas yang sudah mencukupi. Sedangkan faktor penghambatnya yaitu kurangnya tenaga pendidik yang mempunyai keahlihan khusus dalam membina lansia dan masalah psikologis lansia sendiri yang berbeda-beda terkadang memperlambat proses pembinaan keagamaan.

Dengan demikian kegiatan pembinaan keagamaan di Balai Perlindungan Sosial Tresna Werdha Ciparay Bandung dapat dijadikan suatu model dan contoh untuk balai perlindungan sosial lainnya.

B. REKOMENDASI

Berdasarkan kesimpulan yang telah dijelaskan oleh penulis, maka penulis mengajukan beberapa saran yang hendaknya bisa dijadikan masukan dalam upaya pembinaan keagamaan yang dilakukan di Balai Perlindungan Sosial Tresna Werdha Ciparay Bandung. Adapun saran yang di ajukan adalah sebagai berikut :

1. Untuk pengurus dan pembina agama Balai Perlindungan Sosial Tresna Werdha Ciparay Bandung.


(2)

Nurhelila Siregar, 2014

Model Pembinaan Keagamaan Pada Lansia Muslim Sebagai Upaya Membentuk Akhlaq Mulia

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

a. Bagi segenap Pembina keagamaan jangan menyerah menghadapi para lansia. Program-program yang sudah ada sebaiknya lebih ditingkatkan lagi agar pembinaan keagamaan di balai semakin baik.

b. Dalam evaluasi pembinaan keagamaan sebaiknya terkonsep sehingga Pembina bisa melihat secara terperinci perubahan yang terjadi pada diri lansia setelah mengikuti pembinaan keagamaan di Balai Perlindungan Sosial Tresna Werdha Ciparay Bandung.

c. Bagi segenap pegawai Balai Perlindungan Sosial Tresna Werdha Ciparay Bandung selalu tingkatkkan pelayanan yang ada, dan juga sebaiknya lebih meningkatkan sosialisasi secara personal kepada warga sekitar, dengan harapan kepedulian warga sekitar kepada lansia semakin meningkat.

2. Untuk para lansia penghuni Balai Perlindungan Sosial Tresna Werdha Ciparay Bandung.

a. Para lansia hendaknya lebih taat dan patuh terhadap tata tertib yang ada di balai.

b. Para lansia hendaknya lebih terbuka dan partisipatif terhadap semua kegiatan yang dilaksanakan di Balai Perlindungan Sosial Tresna Werdha Ciparay Bandung.

c. Para lansia yang berada di Balai Perlindungan Sosial Tresna Werdha Ciparay Bandung hendaknya lebih mampu beradaptasi dengan para pekerja sosial maupun para pembina agar tidak mempersulit proses pembinaan keagamaan.

3. Untukpenelitiselanjutnya

a. Khusus untuk peneliti selanjutnya agar lebih cerdas dan berpartisipasi aktif dalam pembinaan keagamaan untuk para lansia.

b. Penelitian tentang pembinaan keagamaan pada lansia muslim hendaknya dilanjutkan dengan analisis serta kajian-kajian yang lebih


(3)

Nurhelila Siregar, 2014

Model Pembinaan Keagamaan Pada Lansia Muslim Sebagai Upaya Membentuk Akhlaq Mulia

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

luas lagi dalam bentuk-bentuk pembinaan keagamaan yang terjadi di balai.

c. Ada baiknya, peneliti selanjutnya mem-follow up dari hasil penelitian ini. Terutama jika penelitian tersebut bertempat di lokasi yang sama yaitu Balai Perlindungan Sosial Tresna Werdha Ciparay Bandung. 4. Masyarakat

a. Masyarakat yang memilki kompetensi dan keterampilan yang lebih dalam bidang keagamaan sebaiknya bisa menyalurkannya kepada para lansia.

b. Bagi masyarakat lebih baik ikut serta dalam menyejahterakan para lansia, karena itu merupakan tugas kita semua. Semua orang akan merasakan masa tua, begitu juga dengan diri kita dan pada masa itu, kita ingin merasakan hidup yang lebih sejahtera karena itu merupakan masa priode akhir dalam kehidupan kita semua. Jadikan kesenangan dan ketenteraman lansia menjadi tugas untuk kita semua.


(4)

Nurhelila Siregar, 2014

Model Pembinaan Keagamaan Pada Lansia Muslim Sebagai Upaya Membentuk Akhlaq Mulia

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu DAFTAR PUSTAKA

_______. (2009). Al Qur`ān dan Terjemahnya (Penerj) Tim Penerjemah Departemen Agama RI. Jakarta: PT Sygma Examedia Arkanleema.

Afifuddin dan Saebani, B. (2009). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Pustaka Setia.

Arifin, M. (1987). Filsafat Pendidikan Islām. Jakarta: Bumi Aksara.

Arifin, M. (2008). Ilmu Pendidikan Islām Tinjauan Teoretis Dan Praktis Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Arifin, Z. (2009). Evaluasi Pembelajaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Azwar, S. (1996). Tes Prestasi: Fungsi dan Pengembangan Pengukuran Prestasi

Belajar. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Basrowi dan Suwandi. (2008). Memahami Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rineka Cipta.

Dagun, S. M. (1997). Kamus Besar Ilmu Pengetahuan. Jakarta: Lembaga Pengkajian Kebudayaan Nusantara.

Fahrudin, A. dkk. (2009). Generasi Muslim Sejati. Bandung: Adzkia Design&Printing.

Furchan, A. (2004). Pengantar Penelitian Dalam Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Mardalis. (2009). Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal. Jakarta: Bumi Aksara.

Maryam, S. D. (2010). Buku Saku Asuhan Keperawatan Pada Lansia. Jakarta: CV. Trans Info Media.

Moleong, L. J. (2012). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosda Karya.


(5)

Nurhelila Siregar, 2014

Model Pembinaan Keagamaan Pada Lansia Muslim Sebagai Upaya Membentuk Akhlaq Mulia

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Mujib, A dan Mudzakkir, J. 2008. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Munawwir, A. (2002). Kamus Arab-Indonesia. Yogyakarta: PP. Al Munawwir. Mursito, B. (2009). Sehat Di Usia Lanjut Dengan Ramuan Tradisional. Jakarta:

Penebar Swadaya.

Nasional, D. P. (2008). Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Nasution, S. (2006). Penelitian Ilmiah. Jakarta: Bumi Aksara.

Nata, A. (2012). Ilmu Pendidikan Islām. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Nawawi, I. (2007). Hadīṡ Arba'in An-Nawawiyah dan Terjemahnya. Surakarta:

Media Insani Press.

Nawawi, U. (2009). Sehat & Bahagia di Usia Senja. Yogyakarta: Dianloka. Nazir, M. (1999). Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Purwanto, N. (2007). Ilmu Pendidikan Teoretis dan Praktis. Bandung: Remaja Rosda Karya.

Ramayulis. (2010). Ilmu Pendidikan Islām. Jakarta: Kalam Mulia. Saefullah, K. (2009). Pengantar Manajemen . Jakarta: Salemba Empat.

Shofria, I. M. (2008). Pelaksanaan Pembinaan Keagamaan Para Lansia Muslim di Panti Sosial Tresna Werdha Yogyakarta Unit Budhi Luhur Kasihan Bantul. Skripsi Sarjana pada Fakultas Ilmu Tarbiyah Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta: tidak diterbitkan.

Siagian, S. P. (1999). Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi Aksara. Sudjana, D. (2010). Evaluasi Program Pendidikan Luar Sekolah. Bandung:

Remaja Rosda Karya.


(6)

Nurhelila Siregar, 2014

Model Pembinaan Keagamaan Pada Lansia Muslim Sebagai Upaya Membentuk Akhlaq Mulia

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Suparyanto. (2010). Konsep Lanjut Usia. [Online]tersedia:http://dr-suparyanto.blogspot.com/2010/07/konsep-lanjut-usia-lansia.html[14

Juli2013],

Syaripudin, T. dan Nur'aini. (2006). Landasan Pendidikan. Bandung: UPI PRESS Uhbiyati, N. (1998). Ilmu Pendidikan Islām. Bandung: Pustaka Setia.

Ulwan, A. N. (2001). Pedoman Pendidikan Anak dalam Islām. (J. Miri, Trans.) Semarang: Asy-Syifa`.

Tim Dosen PAI UPI. (2009). Islām Tuntunan dan Pedoman Hidup. Bandung: Value Press.