PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PEMBUKTIAN UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR MATEMATIS TINGKAT TINGGI SISWA SMA.

(1)

Rizki Amalia, 2013

Penerapan Model Pembelajaran Pembuktian Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Matematis Tingkat Tinggi Siswa SMA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PEMBUKTIAN

UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR

MATEMATIS TINGKAT TINGGI SISWA SMA

TESIS

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat untuk Memperoleh Gelar

Magister Pendidikan

Program Studi Pendidikan Matematika

Oleh:

RIZKI AMALIA

NIM: 1104452

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

BANDUNG


(2)

Rizki Amalia, 2013

Penerapan Model Pembelajaran Pembuktian Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Matematis Tingkat Tinggi Siswa SMA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul “Penerapan Model Pembelajaran Pembuktian untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Matematis Tingkat Tinggi Siswa SMA” beserta seluruh isinya adalah benar-benar karya saya sendiri, dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung risiko/sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini, atau ada klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.

Bandung, 31 Mei 2013 Yang membuat pernyataan


(3)

Rizki Amalia, 2013

Penerapan Model Pembelajaran Pembuktian Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Matematis Tingkat Tinggi Siswa SMA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PEMBUKTIAN

UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR

MATEMATIS TINGKAT TINGGI SISWA SMA

Oleh:

Rizki Amalia

Sebuah Disertasi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Gelar Magister Pendidikan Program Studi Pendidikan Matematika

© Rizki Amalia 2013 Universitas Pendidikan Indonesia

2013

Hak Cipta dilindungi undang-undang

Karya Tulis Ilmiah ini tidak boleh diperbanyak seluruhnya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis.


(4)

Rizki Amalia, 2013

Penerapan Model Pembelajaran Pembuktian Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Matematis Tingkat Tinggi Siswa SMA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu ABSTRACT

Rizki Amalia. (1104452). Implementation A learning Model for proving Theorems to Improve The Higher Order Mathematical Thinking Skills of Senior High School Students.

That is research was motivated by the difficulties of students in proving problems, difficulties expressing arguments on the process of proving problems directly connect to higher order mathematical thinking skills. Therefore, a learning model for proving theorems is implemented to improve students’ higher order mathematical thinking skills. The aims of this research are: (1) to examine the achievement in students’ higher order mathematical thinking skills (analysis, synthesis and evaluation) on proving problems; (2) to describe students’ response in learning process. This research used quasi-experiment method with pretest-postest design and conducted on grade-X students in one of the senior high schools in Bandung. The problems given to the student was trigonometric proving problems. The quantitative analysis used in this research was Mann-Whitney U Test, while the qualitative data was analyzed descriptively. The results of this research are: (1) The increase of students’ higher order mathematical thinking skills who got a learning model for proving theorems were better than students’ higher order mathematical thinking skills in conventional class. The normalized gain of students who got a learning model for proving theorems was high; (2) Students show positive response for learning process with this learning model. Most of students were active in learning process for proving theorems.

Keywords: A learning model for proving theorems, higher order mathematical thinking skills.


(5)

Rizki Amalia, 2013

Penerapan Model Pembelajaran Pembuktian Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Matematis Tingkat Tinggi Siswa SMA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu ABSTRAK

Rizki Amalia. (1104452). Penerapan Model Pembelajaran Pembuktian untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Matematis Tingkat Tinggi Siswa SMA. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh kesulitan-kesulitan yang dihadapi siswa terhadap permasalahan pembuktian, perbedaan mengemukakan argumen pada proses pembuktian memiliki keterkaitan dengan kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi. Oleh karena itu, model pembelajaran pembuktian diterapkan untuk meningkatkan kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi siswa. Tujuan pada penelitian ini adalah untuk: (1) Menelaah peningkatan kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi siswa SMA (kemampuan analisis, sintesis dan evaluasi) dalam menyelesaikan masalah pembuktian setelah mendapatkan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran pembuktian; (2) Mendeskripsikan sikap siswa terhadap pembelajaran dengan model pembelajaran pembuktian. Penelitian ini merupakan penelitian kuasi eksperimen dengan menggunakan desain pretes-postes. Pelaksanaan penelitian ini dilakukan pada siswa kelas X di salah satu SMA Negeri di Bandung. Soal-soal yang diberikan adalah soal-soal pembuktian pada trigonometri. Analisis data kuantitatif pada penelitian ini menggunakan Mann-Whitney U Test, sedangkan analisis data kualitatif dilakukan secara deskriptif. Hasil dari penelitian ini adalah: (1) Peningkatan kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi siswa (kemampuan analisis, sintesis, dan evaluasi) yang mendapatkan pembelajaran dengan model pembelajaran pembuktian lebih baik dibandingkan dengan kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi siswa (kemampuan analisis, sintesis, dan evaluasi) yang memperoleh pembelajaran konvensional. Secara umum, nilai rata-rata gain ternormalisasi siswa yang mendapat pembelajaran dengan model pembelajaran pembuktian berada pada klasifikasi tinggi; (2) Siswa memiliki respon yang positif terhadap pembelajaran dengan model pembelajaran pembuktian. Sebagian besar siswa aktif ketika kegiatan belajar mengajar menggunakan model pembelajaran pembuktian.

Kata kunci: Model pembelajaran pembuktian, kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi.


(6)

Rizki Amalia, 2013

Penerapan Model Pembelajaran Pembuktian Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Matematis Tingkat Tinggi Siswa SMA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN ... i

PERNYATAAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iv

ABSTRACT ... v

ABSTRAK ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Penelitian ... 1

B. Rumusan Masalah ... 8

C. Tujuan Penelitian ... 9

D. Manfaat Penelitian ... 9

E. Definisi Operasional ... 10

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 11

A. Kemampuan Berpikir Matematis Tingkat Tinggi ... 11

B. Pembuktian ... 21

C. Model Pembelajaran Pembuktian ... 23

D. Penelitian yang Relevan ... 36

E. Keterkaitan antara Model Pembelajaran Pembuktian dengan Kemampuan Berpikir Matematis Tingkat Tinggi ... 37

F. Hipotesis Penelitian ... 39

BAB III METODE PENELITIAN ... 40

A. Desain Penelitian ... 40

B. Populasi dan Sampel ... 40

C. Variabel Penelitian ... 41

D. Instrumen Penelitian ... 42

1. Instrumen Tes Kemampuan Berpikir Matematis Tingkat Tinggi ... 42

2. Instrumen Non tes ... 47

E. Prosedur Penelitian ... 48


(7)

Rizki Amalia, 2013

Penerapan Model Pembelajaran Pembuktian Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Matematis Tingkat Tinggi Siswa SMA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 56

A. Hasil Penelitian ... 56

1. Analisis Data Kuantitatif ... 56

2. Analisis Data Kualitatif ... 63

B. Pembahasan ... 71

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN ... 79

A. Kesimpulan ... 79

B. Implikasi ... 79

C. Saran ... 80

DAFTAR PUSTAKA ... 81


(8)

Rizki Amalia, 2013

Penerapan Model Pembelajaran Pembuktian Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Matematis Tingkat Tinggi Siswa SMA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1.1 Indikator Kemampuan Berpikir Matematis Tingkat Tinggi ... 10

2.1 Contoh Tes Kemampuan Analisis ... 16

2.2 Contoh Tes Kemampuan Sintesis ... 18

2.3 Contoh Tes Kemampuan Evaluasi ... 20

2.4 Tingkat Perkembangan Kognitif ... 34

3.1 Kriteria Penskoran ... 42

3.2 Klasifikasi Koefisien Validitas ... 44

3.3 Klasifikasi Interpretasi Koefisien Reliabilitas ... 44

3.4 Klasifikasi Koefisien Daya Pembeda ... 45

3.5 Kriteria Tingkat Kesukaran ... 46

3.6 Rekapitulasi Hasil Uji Coba Tes Kemampuan Berpikir Matematis Tingkat Tinggi (Kemampuan Analisis, Sintesis, dan Evaluasi) ... 46

3.7 Rekapitulasi Hasil Uji Coba Terbatas Tes Kemampuan Berpikir Matematis Tingkat Tinggi (Kemampuan Analisis, Sintesis, dan Evaluasi) ... 47

3.8 Skor Skala Sikap ... 48

3.9 Kriteria Skor Gain Ternormalisasi ... 53

3.10 Kriteria Persentase Jawaban Angket ... 55

4.1 Hasil Data Pretes Kemampuan Berpikir Matematis Tingkat Tinggi ... 56

4.2 Hasil Uji Normalitas Data Pretes Kemampuan Berpikir Matematis Tingkat Tinggi ... 58

4.3 Hasil Uji Nonparametrik Mann Whitney-U Data Pretes Kemampuan Berpikir Matematis Tingkat Tinggi ... 59

4.4 Hasil Data Gain Ternormalisasi Kemampuan Berpikir Matematis Tingkat Tinggi ... 60

4.5 Hasil Uji Normalitas Data Gain Ternormalisasi Kemampuan Berpikir Matematis Tingkat Tinggi ... 62

4.6 Hasil Uji Nonparametrik Mann-Whitney U Data Gain Ternormalisasi Kemampuan Berpikir Matematis Tingkat Tinggi ... 63

4.7 Analisis Data Angket Mengenai Sikap Siswa terhadap Model Pembelajaran Pembuktian ... 64

4.8 Analisis Data Angket Mengenai Sikap Siswa terhadap Proses Pembuktian dalam Kegiatan Belajar Mengajar ... 66

4.9 Analisis Data Angket Mengenai Sikap Siswa dalam Kegiatan Belajar Mengajar terhadap Pengembangan Kemampuan Analisis, Sintesis, dan Evaluasi ... 68

4.10 Hasil Pengamatan Aktivitas Siswa selama Proses Pembelajaran menggunakan Model Pembelajaran Pembuktian ... 70


(9)

Rizki Amalia, 2013

Penerapan Model Pembelajaran Pembuktian Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Matematis Tingkat Tinggi Siswa SMA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1.1 Objek Matematika dan Hubungannya terhadap Model Pengajaran atau

Pembelajaran ... 8 2.1 Segitiga Siku-Siku ... 28 4.1 Uji Normalitas dengan Q-Q Plot untuk Data Pretes Kemampuan Berpikir

Matematis Tingkat Tinggi ... 57 4.2 Uji Normalitas dengan Q-Q Plot untuk Data Gain Ternormalisasi

Kemampuan Berpikir Matematis Tingkat Tinggi ... 61 4.3 Berbagai Tipe Pembuktian dalam Matematika ... 72 4.4 Siswa Berdiskusi pada saat Mengerjakan Lembar Latihan Siswa ... 73 4.5 Siswa Mempresentasikan Hasil Pekerjaannya dengan Cara Penyelesaian


(10)

Rizki Amalia, 2013

Penerapan Model Pembelajaran Pembuktian Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Matematis Tingkat Tinggi Siswa SMA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

LAMPIRAN A ... 86

A.1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Model Pembelajaran Pembuktian ... 87

A.2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Konvensional ... 105

A.3 Lembar Latihan Siswa ... 123

LAMPIRAN B ... 152

B.1 Kisi-Kisi Soal Kemampuan Berpikir Matematis Tingkat Tinggi ... 153

B.2 Soal Tes Kemampuan Berpikir Matematis Tingkat Tinggi ... 156

B.3 Jawaban Soal Tes Kemampuan Berpikir Matematis Tingkat Tinggi ... 158

B.4 Kisi-Kisi Angket Skala Sikap ... 165

B.5 Angket Skala Sikap untuk Siswa ... 166

B.6 Lembar Observasi Siswa ... 169

LAMPIRAN C ... 170

C.1 Data Nilai Hasil Uji Coba Tes Kemampuan Berpikir Matematis Tingkat Tinggi ... 171

C.2 Data Nilai Hasil Uji Coba Terbatas Tes Kemampuan Berpikir Matematis Tingkat Tinggi ... 173

C.3 Hasil Perhitungan Anates Uji Coba Tes Kemampuan Berpikir Matematis Tingkat Tinggi ... 174

C.4 Hasil Perhitungan Anates Uji Coba Terbatas Tes Kemampuan Berpikir Matematis Tingkat Tinggi ... 177

C.5 Hasil Validasi Butir Soal Tes Kemampuan Berpikir Matematis Tingkat Tinggi ... 179

C.6 Hasil Validasi Butir Soal Tes Kemampuan Berpikir Matematis Tingkat Tinggi pada Uji Coba Terbatas ... 180

LAMPIRAN D ... 181

D.1 Nilai Pretes Kemampuan Berpikir Matematis Tingkat Tinggi Kelas Model Pembelajaran Pembuktian ... 183

D.2 Nilai Pretes Kemampuan Berpikir Matematis Tingkat Tinggi Kelas Konvensional ... 185

D.3 Nilai Postes Kemampuan Berpikir Matematis Tingkat Tinggi Kelas Model Pembelajaran Pembuktian ... 186

D.4 Nilai Postes Kemampuan Berpikir Matematis Tingkat Tinggi Kelas Konvensional ... 188

D.5 Gain Ternormalisasi Kemampuan Berpikir Matematis Tingkat Tinggi Kelas Model Pembelajaran Pembuktian ... 189

D.6 Gain Ternormalisasi Kemampuan Berpikir Matematis Tingkat Tinggi Kelas Konvensional ... 190


(11)

Rizki Amalia, 2013

Penerapan Model Pembelajaran Pembuktian Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Matematis Tingkat Tinggi Siswa SMA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

D.7 Gain Ternormalisasi Kemampuan Analisis Kelas Model

Pembelajaran Pembuktian ... 191

D.8 Gain Ternormalisasi Kemampuan Analisis Kelas Konvensional ... 192

D.9 Gain Ternormalisasi Kemampuan Sintesis Kelas Model Pembelajaran Pembuktian ... 193

D.10 Gain Ternormalisasi Kemampuan Sintesis Kelas Konvensional ... 194

D.11 Gain Ternormalisasi Kemampuan Evaluasi Kelas Model Pembelajaran Pembuktian ... 195

D.12 Gain Ternormalisasi Kemampuan Evaluasi Kelas Konvensional .. 196

D.13 Uji Normalitas Data Hasil Pretes Kemampuan Berpikir Matematis Tingkat Tinggi ... 197

D.14 Uji Nonparametrik Mann-Whitney U Data Hasil Pretes Kemampuan Berpikir Matematis Tingkat Tinggi ... 201

D.15 Uji Normalitas Gain Ternormalisasi Kemampuan Berpikir Matematis Tingkat Tinggi ... 202

D.16 Uji Nonparametrik Mann-Whitney U Gain Ternormalisasi Kemampuan Berpikir Matematis Tingkat Tinggi ... 206

LAMPIRAN E ... 207

E.1 Skor Skala Sikap Tiap Butir Pernyataan ... 208

E.2 Hasil Perhitungan Skala Sikap Menggunakan MSI ... 210

LAMPIRAN F ... 213

F.1 Hasil Observasi terhadap Siswa ... 214

LAMPIRAN G ... 220

G.1 Contoh Jawaban Siswa pada Lembar Latihan Siswa ... 221

G.2 Foto Aktivitas Kegiatan Belajar Mengajar ... 229

LAMPIRAN H ... 231

H.1 Surat Izin Penelitian ... 232


(12)

Rizki Amalia, 2013

Penerapan Model Pembelajaran Pembuktian Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Matematis Tingkat Tinggi Siswa SMA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Matematika adalah salah satu mata pelajaran yang diajarkan pada pendidikan formal. Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang diajarkan secara bertahap dari konkrit menjadi abstrak dan secara berkesinambungan. Johnson dan Rising (dalam Tim MKPBM, 2001: 19) menyatakan bahwa matematika adalah pola berpikir, pola mengorganisasikan, pembuktian secara logis, matematika itu adalah bahasa yang menggunakan istilah yang didefinisikan dengan cermat, jelas dan akurat, dan representasinya menggunakan simbol dan padat. Tim MKPBM (2001: 20) juga menyatakan bahwa matematika tidak hanya sekedar bahasa atau sarana berpikir, tetapi matematika juga mencakup bahasa yaitu bahasa matematika yang dapat membuat kita berlatih berpikir secara logis dan dengan matematika ilmu pengetahuan lainnya juga bisa berkembang dengan cepat.

Matematika tidak terlepas dari aktivitas manusia. Manusia secara kodratnya harus terus belajar. Matematika harus dipelajari seseorang secara individual terkait dengan proses berpikir secara matematis dimana matematika harus dipelajari terlebih dahulu, dikaji secara seksama dan dikerjakan secara teliti dan ulet. Pembelajaran matematika harus dirancang dengan pertimbangan yang ditinjau dari berbagai aspek baik itu dari guru ataupun siswanya.

Pembelajaran matematika yang diberikan di sekolah harus dapat mengasah siswa agar mereka memiliki kompetensi dasar dalam matematika sesuai dengan tujuan umum pembelajaran matematika. NCTM (2000) menyebutkan bahwa terdapat lima kemampuan dasar matematika yang merupakan standar yakni pemecahan masalah (problem solving), penalaran dan bukti (reasoning and proof),

komunikasi (communication), koneksi (connections), dan representasi


(13)

2

Rizki Amalia, 2013

Penerapan Model Pembelajaran Pembuktian Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Matematis Tingkat Tinggi Siswa SMA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Tujuan mata pelajaran matematika pada tingkat SMA berdasarkan BSNP (2006: 146) adalah agar peserta didik memiliki kemampuan:

1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah.

2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.

3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh.

4. Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.

5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

Kemampuan siswa untuk bernalar secara benar dan beragumentasi secara logis dianggap sebagai tujuan penting dari pengajaran di sekolah. NCTM (2000) menyebutkan bahwa penalaran, beragumentasi dan pembuktian matematis sebaiknya diintegrasi dalam seluruh kelas matematika pada setiap jenjang. Adapun tujuan diajarkannya penalaran dan pembuktian dari sebelum Taman Kanak-kanak (TK) hingga kelas XII (NCTM, 2000: 56) adalah siswa mampu untuk (1) mengenali penalaran dan pembuktian sebagai aspek pokok dari matematika; (2) membuat dan menyelidiki dugaan matematis; (3) membangun dan mengevaluasi argumen dan pembuktian matematis; (4) memilih dan menggunakan bermacam-macam tipe dari penalaran dan metode pembuktian.

Proses pembuktian sudah diajarkan dari jenjang yang paling dasar hingga jenjang yang paling tinggi yaitu perguruan tinggi baik formal maupun informal. Peserta didik diharapkan memiliki kemampuan dalam proses pembuktian.


(14)

3

Rizki Amalia, 2013

Penerapan Model Pembelajaran Pembuktian Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Matematis Tingkat Tinggi Siswa SMA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Pembuktian adalah sembarang argumen atau presentasi dari bukti-bukti yang meyakinkan atau membujuk seseorang untuk menerima suatu keyakinan. Ada enam kriteria yang dapat diidentifikasi untuk meyakinkan diri atau orang lain untuk menerima sebuah argumen sebagai pembuktian yang meyakinkan, yaitu personal experience, acceptance of authority, observations of instances, lack of counter-example, the usefulness of result, deductive argument (Bell, 1978: 290).

Argumen deduktif merupakan jenis argumen yang sangat diterima dalam teorema pembuktian pada matematika. Bell (1978: 293) menyatakan bahwa sebuah argumen deduktif merupakan bentuk argumen yang valid yang beroperasi pada seperangkat hipotesis yang dianggap memiliki nilai kebenaran yang absah (valid) sampai berakhir dengan seperangkat kesimpulan yang logis dari hipotesis tersebut. Terdapat dua kategori umum dalam pembuktian deduktif yaitu (1) pembuktian dengan argumen langsung meliputi modus ponens, transitivity, modus tollens, deduction theorem, contraposition, proof by cases, dan mathematical induction; (2) pembuktian dengan kontradiksi meliputi counter-example dan indirect proof.

Pembuktian merupakan salah satu materi yang tidak mudah untuk diajarkan. Senk dalam Hanna dan Jahnke menyatakan bahwa berdasarkan penelitiannya tentang kemampuan menulis bukti terhadap 1520 siswa sekolah menengah atas untuk pelajaran Geometri Euclidean, hanya 30% dari siswa tersebut yang mencapai tingkat penguasaan menulis bukti sebesar 75% dan hanya 3% dari siswa tersebut yang mencapai skor ideal (Maya, 2011: 2). Fakta lain juga mengungkapkan bahwa dalam menyelesaikan masalah pembuktian banyak siswa yang mengalami kesulitan. Hal ini senada dengan Reiss, et al (2008) yang menyatakan bahwa banyak siswa menghadapi kesulitan yang serius dengan penalaran yang konsisten dan beragumentasi, khususnya pada pembuktian matematis. Pada kenyataannya kesulitan tersebut terlihat dari kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh siswa dalam mengemukakan argumen pada proses pembuktian sehingga prestasi belajar mereka menurun.


(15)

4

Rizki Amalia, 2013

Penerapan Model Pembelajaran Pembuktian Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Matematis Tingkat Tinggi Siswa SMA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Salah satu faktor penyebab rendahnya kemampuan matematika siswa khususnya pada hasil dari pembelajaran pembuktian adalah terbatasnya kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi yang dimiliki para siswa. Selain itu, pembelajaran matematika di sekolah menengah masih kurang memperhatikan masalah pembuktian ini. Hal itu mungkin dikarenakan masalah pembuktian tidak terdapat pada soal Ujian Akhir Nasional (UAN) baik pada tingkatan Sekolah Menengah Pertama (SMP) maupun pada Sekolah Menengah Atas (SMA). Padahal, pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi (tingkat perguruan tinggi) masalah pembuktian banyak dipelajari.

Pembuktian yang diajarkan pada setiap jenjang pendidikan sangat penting. Kemampuan tersebut merupakan bekal siswa sebelum mereka melanjutkan ke jenjang perguruan tinggi. Menurut artikel Making Mathematics yang berjudul Proof (Tn. 2002: 3) paling tidak terdapat enam motivasi mengapa orang membuktikan, yaitu to establish a fact with certainty, to gain understanding, to communicate an idea to others, for the challenge, to create something beautiful, to construct a large mathematical theory.

Pembuktian matematika banyak diperhatikan pada jenjang Sekolah Menengah Atas (SMA). Bell (1978: 303) menyatakan bahwa pembuktian matematika di SMA bertujuan untuk mengidentifikasi objek kognitif dan afektif dari pembuktian teorema yang didasarkan pada pembuktian mengenai suatu objek yang penting. Pada pembelajaran matematika SMA, materi tentang pembuktian banyak ditemui dalam trigonometri. Setiawan (2004: 1) menyatakan bahwa dalam pengajaran trigonometri di lapangan masih banyak dijumpai kendala dan kesulitan, dari segi pengelolaan pembelajaran yang dilakukan oleh guru maupun dari segi pemahaman siswa, hal ini berdasarkan hasil Monitoring dan Evaluasi (ME) yang diselenggarakan oleh Pusat Pengembangan dan Penataran Guru (PPPG) Matematika tahun 2003. Siswa harus dapat menghubungkan antara definisi ataupun teorema yang telah dipelajari agar suatu permasalahan bisa terbukti. Pembuktian mendorong siswa untuk berpikir tingkat tinggi pada materi trigonometri sehingga dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif.


(16)

5

Rizki Amalia, 2013

Penerapan Model Pembelajaran Pembuktian Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Matematis Tingkat Tinggi Siswa SMA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Manusia adalah makhluk berpikir, sehingga tidak ada manusia yang tidak mengalami tahapan berpikir. Berpikir adalah mengolah informasi yang telah diterima untuk memberikan respon atau mengolah sesuatu. Pada kegiatan belajar mengajar, siswa mengalami proses berpikir dimana pengetahuan yang telah diperoleh tersebut akan menjadi lebih bermakna. Ibrahim dan Nur (dalam Darminto, 2008: 36) menyatakan bahwa berpikir adalah kemampuan untuk menganalisis, mengkritik, dan mencapai kesimpulan berdasarkan pada inferensi atau pertimbangan yang seksama. Selain itu, Marpaung (dalam Darminto, 2008: 36) menyatakan bahwa berpikir merupakan suatu aktivitas yang dimulai dari usaha menemukan informasi (dari luar atau diri siswa), mengolah, menyimpan dan memanggil kembali informasi dari ingatan siswa. Berdasarkan beberapa pengertian tersebut, berpikir adalah suatu proses yang kompleks dimana proses tersebut diawali dengan penemuan, pengolahan, serta pembuatan kesimpulan.

Dewanto (2004: 3) menyatakan bahwa kemampuan berpikir tingkat tinggi adalah suatu kapasitas di atas informasi yang diberikan, dengan sikap yang kritis untuk mengevaluasi, mempunyai kesadaran (awareness) metakognitif dan memiliki kemampuan pemecahan masalah. Stein dan Lane (dalam Thompson, 2008: 97) mengungkapkan bahwa kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi menggunakan pemikiran yang kompleks, non-algoritmik untuk menyelesaikan suatu masalah yang tidak dapat diprediksi, menggunakan pendekatan yang berbeda dengan tugas yang telah ada atau contoh latihan.

Dari beberapa pernyataan di atas, berpikir matematis tingkat tinggi merupakan salah satu tahapan berpikir yang tidak dapat dilepaskan dari kehidupan sehari-hari dan setiap siswa diarahkan untuk memiliki pola berpikir tingkat tinggi tersebut. Sebagaimana diungkapkan Dahlan (2011: 6.32) contoh berpikir tingkat tinggi yang membuat seseorang berpikir kritis yaitu pada saat seseorang memperoleh data atau informasi, orang tersebut akan membuat kesimpulan yang tepat dan benar sekaligus melihat adanya kontradiksi atau konsistensi maupun kejanggalan dalam informasi itu.

Pada jaman sekarang ini, melatih kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi siswa adalah salah satu masalah yang sejak dulu sampai sekarang masih


(17)

6

Rizki Amalia, 2013

Penerapan Model Pembelajaran Pembuktian Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Matematis Tingkat Tinggi Siswa SMA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

merupakan masalah yang cukup seru bagi dunia pendidikan di Indonesia. Salah satu kendala yang terjadi adalah peran guru sebagai sumber ilmu terlalu dominan dan fokus pendidikan di sekolah lebih banyak menghafal. Siswa hanya dianggap sebagai tempat untuk menerima ilmu saja. Selain itu, kendala yang sulit dipecahkan adalah sistem penilaian terhadap prestasi siswa lebih banyak didasarkan pada tes yang sifatnya menguji kemampuan kognitif tingkat rendah. Tahapan-tahapan kemampuan kognitif siswa tersebut berdasarkan taksonomi Bloom pada ranah pengetahuan dan pemahaman.

Thompson (2008: 96) menyatakan bahwa menggunakan taksonomi Bloom adalah salah satu alternatif yang digunakan oleh guru matematika untuk melakukan penilaian terhadap kemampuan berpikir tingkat tinggi. Krathwohl (2002) menyatakan bahwa indikator untuk mengukur kemampuan berpikir tingkat tinggi meliputi menganalisis, mengevaluasi dan mengkreasi/mensistesis.

Suherman dan Kusumah (1990: 49) menyatakan bahwa analisis adalah suatu kemampuan untuk merinci atau menguraikan suatu masalah (soal) menjadi bagian-bagian yang lebih kecil (komponen) serta mampu untuk memahami hubungan diantara bagian-bagian tersebut. Sudjana (2005: 27) menyatakan bahwa penyatuan unsur-unsur atau bagian-bagian ke dalam bentuk menyeluruh disebut sintesis. Evaluasi merupakan kemampuan seseorang untuk dapat memberikan pertimbangan terhadap suatu situasi, ide, metode berdasarkan suatu patokan atau kriteria (Suherman dan Kusumah, 1990: 60).

Shadiq (2007) mengungkapkan dalam laporan hasil seminar dan lokakarya pembelajaran matematika bahwa proses pembelajaran di kelas kurang meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi (high order thinking skills) dan kurang terkait langsung dengan kehidupan nyata sehari-hari. Selain itu, laporan hasil studi Henningsen dalam Stein (1997), Peterson (1998), Mullis, dkk (2000) (dalam Suryadi, 2012: 2) menunjukkan bahwa pembelajaran matematika pada umumnya masih berfokus pada pengembangan kemampuan berpikir tahap rendah yang prosedural. Pernyataan tersebut dapat diartikan bahwa pada pembelajaran matematika pada umumnya belum terfokus pada pengembangan kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi.


(18)

7

Rizki Amalia, 2013

Penerapan Model Pembelajaran Pembuktian Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Matematis Tingkat Tinggi Siswa SMA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Berpikir matematis tingkat tinggi merupakan salah satu aspek penting dalam pembelajaran, khususnya pada pembelajaran matematika di Indonesia. Kemampuan siswa pada tahapan berpikir merupakan faktor yang saling berkaitan. Pada pembelajaran matematika, pola pikir siswa secara perlahan terus berkembang melalui materi pelajaran yang diajarkan.

Perkembangan pola pikir menuju kemampuan berpikir tingkat tinggi juga berpengaruh pada kemampuan pemecahan masalah dan penalaran, yang dengan pembuktian merupakan komponen yang saling berkaitan. Perkembangan kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi dapat membantu siswa dalam menyelesaikan masalah pembuktian. Siswa harus bisa membangun dan mengembangkan pikirannya sendiri dalam menghubungkan suatu definisi ataupun teorema pada masalah pembuktian tersebut. Pada permasalahan pembuktian, siswa belajar untuk mengamati objek tak langsung pada pembelajaran matematika yaitu teorema dan akibat.

Bell (1978: 223) menyatakan bahwa terdapat beberapa model pembelajaran untuk mengajarkan objek langsung dan objek tak langsung pada pembelajaran matematika. Objek langsung matematika terdiri dari fakta, konsep, hubungan antarkonsep (prinsip), dan keterampilan. Dahlan (2011: 5.17) menyatakan contoh fakta adalah bilangan (misalkan 2), contoh konsep adalah pengertian pecahan, sedangkan contoh prinsip adalah penjumlahan pecahan. Objek tak langsung (Bell, 1978: 223) dalam matematika antara lain theorem-proving, problem solving, transfer of learning, learning how to learn, intellectual development, individual work, group work, dan positive attitude.

Pada proses pembelajarannya, objek langsung dan tak langsung diajarkan menggunakan model pembelajaran yang disesuaikan dengan kemampuan dan kompetensi yang ingin dicapai. Objek langsung diajarkan dengan menggunakan model pembelajaran ekspositori, advance organizer, discovery, inquiry, individual, dan spiral. Objek tak langsung diajarkan menggunakan model pembelajaran pembuktian teorema (theorem proving), problem solving, laboratory, inquiry, group processes, dan computer-augmented. Adapun


(19)

8

Rizki Amalia, 2013

Penerapan Model Pembelajaran Pembuktian Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Matematis Tingkat Tinggi Siswa SMA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

hubungan antara objek langsung dan tak langsung terhadap model pembelajaran (Bell, 1978: 223) dapat dilihat pada Gambar 1.1.

Uraian di atas memberi inspirasi kepada penulis untuk melakukan

penelitian yang berjudul “Penerapan Model Pembelajaran Pembuktian untuk

Meningkatkan Kemampuan Berpikir Matematis Tingkat Tinggi Siswa SMA”. B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan di atas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “apakah model pembelajaran pembuktian dapat meningkatkan kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi siswa SMA?”

Agar penelitian yang dilakukan lebih terarah, maka rumusan masalah tersebut dijabarkan menjadi sub-sub masalah sebagai berikut:

Gambar 1.1 Objek Matematika dan Hubungannya terhadap Model Pengajaran atau Pembelajaran.

Facts Skills Concepts Principles

Expository model Advance organizer model

Discovery model Game model Individulized model

Spiral model

Theorem proving

Problem solving Transfer of learning Learning how to learn Intellectual development

Working individually Working in groups

Positive attitudes

Theorem proving model

Problem solving model Laboratory model

Inquiry model Group processes model

Computer-augmented model

Direct Objects in Learning

Mathematics

Teaching/Learning Models

Indirect Objects in Learning

Mathematics

Teaching/Learning Models


(20)

9

Rizki Amalia, 2013

Penerapan Model Pembelajaran Pembuktian Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Matematis Tingkat Tinggi Siswa SMA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

1. Apakah peningkatan kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi siswa (kemampuan analisis, sintesis dan evaluasi) yang mendapatkan pembelajaran dengan model pembelajaran pembuktian lebih baik dibandingkan dengan kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi siswa (kemampuan analisis, sintesis dan evaluasi) yang memperoleh pembelajaran konvensional?

2. Bagaimana sikap siswa terhadap pembelajaran dengan model pembelajaran pembuktian?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang diuraikan di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk:

1. Menelaah peningkatan kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi siswa SMA (kemampuan analisis, sintesis dan evaluasi) dalam menyelesaikan masalah pembuktian setelah mendapatkan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran pembuktian.

2. Mendeskripsikan sikap siswa terhadap pembelajaran dengan model pembelajaran pembuktian.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat:

1. Sebagai masukan dan informasi bagi pihak sekolah agar dapat meningkatkan sistem pembelajaran khususnya pada pembelajaran matematika untuk mencapai tujuan yang optimal.

2. Sebagai bahan pertimbangan dan alternatif pilihan bagi guru yang dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi terutama dari segi kognitif yaitu kemampuan analisis, sintesis dan evaluasi serta membantu siswa dalam menyelesaikan masalah pembuktian.

3. Sebagai sarana bagi siswa untuk meningkatkan berpikir matematis tingkat tinggi dan memberikan pengalaman baru dalam menyelesaikan masalah pembuktian.

4. Sebagai bahan acuan untuk penelitian lebih lanjut, khususnya penelitian yang berkenaan dengan hasil penelitian ini.


(21)

10

Rizki Amalia, 2013

Penerapan Model Pembelajaran Pembuktian Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Matematis Tingkat Tinggi Siswa SMA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu E. Definisi Operasional

1. Kemampuan Berpikir Matematis Tingkat Tinggi

Kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi yang ditinjau dari segi kognitif yaitu kemampuan untuk menganalisis, sintesis dan evaluasi. Soal untuk mengukur kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi berbentuk non-algoritmik, cenderung kompleks, memiliki solusi yang mungkin lebih dari satu (open-ended), membutuhkan usaha untuk menemukan struktur dalam ketidakteraturan. Indikator kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 1.1.

Tabel 1.1

Indikator Kemampuan Berpikir Matematis Tingkat Tinggi

Kemampuan Indikator

Analisis Siswa mampu memeriksa kembali ketepatan hubungan dan interaksi antara unsur-unsur dalam soal kemudian membuat keputusan sebagai penyelesaiannya.

Sintesis

Siswa mampu menyusun kembali elemen-elemen masalah dan merumuskan suatu hubungan dalam penyelesaiannya.

Evaluasi

Siswa mampu untuk mengkritik pembuktian. Siswa mampu untuk merumuskan dan memvalidasi generalisasi.

2. Model Pembelajaran Pembuktian (MPP)

Pembuktian yang dimaksud pada penelitian ini adalah proses siswa dalam mengemukakan argumen baik itu sifat maupun teorema secara deduktif. Pada proses pembuktian, argumen deduktif merupakan salah satu bentuk argumen yang diterima dalam matematika. Tipe argumen deduktif yang digunakan adalah deduction theorem, contraposition, proof by cases, dan counter-example.


(22)

Rizki Amalia, 2013

Penerapan Model Pembelajaran Pembuktian Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Matematis Tingkat Tinggi Siswa SMA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah diungkapkan, maka penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif. Penelitian kuantitatif yang dilakukan adalah penelitian kuasi eksperimen. Hal ini dikarenakan penelitian yang dilakukan disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang terjadi di lapangan. Pada penelitian kuasi eksperimen, subjek tidak dikelompokkan secara acak, tetapi peneliti mengambil sampel pada kelompok-kelompok yang sudah ada. Kelompok-kelompok tersebut adalah kelas-kelas di sekolah dimana penelitian ini dilakukan.

Penelitian kuasi ekperimen yang diterapkan menggunakan desain pretes- postes. Menurut Ruseffendi (2005: 53) desain penelitian ini digambarkan sebagai berikut:

Pretes Perlakuan Postes

O X O

O O

Keterangan:

O = Pretes, postes pada kelas eksperimen dan kelas kontrol.

X = Perlakuan pembelajaran menggunakan model pembelajaran pembuktian.

Pada desain kuasi eksperimen ini setiap kelas diberikan pretes (O) dan pada akhir penelitian diberikan postes (O). Hal ini dilakukan untuk mengetahui peningkatan kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi (kemampuan analisis, sintesis, dan evaluasi) siswa SMA melalui model pembelajaran pembuktian.

B. Populasi dan Sampel

Populasi adalah keseluruhan perangkat yang akan diteliti (Minium, King, dan Bear, 1993: 3). Sugiyono (2009: 80) menyatakan bahwa populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan peneliti dan kemudian ditarik kesimpulannya.


(23)

41

Rizki Amalia, 2013

Penerapan Model Pembelajaran Pembuktian Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Matematis Tingkat Tinggi Siswa SMA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Populasi dalam penelitian ini adalah siswa-siswa kelas X di salah satu Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri di Bandung. Alasan pemilihan siswa kelas X adalah siswa pada kelas X sudah pernah belajar mengenai masalah pembuktian dan berdasarkan teori Piaget siswa yang berusia 11 tahun ke atas memiliki tingkat berpikir pada tahap formal.

Sampel adalah sebagian dari populasi (Minium, King, dan Bear, 1993: 3). Sugiyono (2009: 81) menyatakan bahwa sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Sesuai dengan desain eksperimen yang digunakan yaitu eksperimen-kontrol maka sampel yang dipilih adalah dua kelas. Adapun teknik pengambilan sampel pada penelitian ini dilakukan dengan teknik purposive sampling, yaitu teknik pengambilan sampel berdasarkan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2009: 218). Pertimbangan tersebut berdasarkan diskusi dengan kepala sekolah, wakil kepala sekolah bagian kurikulum dan guru mata pelajaran matematika. Kelas yang disarankan untuk dijadikan sampel dalam penelitian ini adalah kelas X.1 dan kelas X.7 dimana satu kelas sebagai kelas konvensional dan satu kelas yang lainnya sebagai kelas model pembelajaran pembuktian. Adapun objek dalam penelitian ini adalah kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi.

C. Variabel Penelitian 1. Variabel bebas

Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi, disebut juga variabel stimulus, predictor, antecedent, atau independent variable (Sugiyono, 2009: 39). Pada penelitian ini pembelajaran matematika model pembelajaran pembuktian merupakan variabel bebas.

2. Variabel terikat

Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi karena adanya variabel bebas, disebut juga dependent variabel (Sugiyono, 2009: 39). Kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi (kemampuan analisis, sintesis, dan evaluasi) yang diperoleh siswa dalam penelitian ini merupakan variabel terikat.


(24)

42

Rizki Amalia, 2013

Penerapan Model Pembelajaran Pembuktian Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Matematis Tingkat Tinggi Siswa SMA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu D. Instrumen Penelitian

Penelitian ini menggunakan dua macam instrumen untuk memperoleh data, yaitu instrumem tes kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi dan instrumen non tes (angket skala sikap dan format observasi selama pembelajaran).

1. Instrumen Tes Kemampuan Berpikir Matematis Tingkat Tinggi

Soal tes matematika pada penelitian ini adalah tes kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi siswa (analisis, sintesis, dan evaluasi). Soal tes matematika yang digunakan berbentuk uraian yang terdiri dari empat soal. Pemilihan bentuk tes uraian ini bertujuan untuk melihat proses pengerjaan yang dilakukan siswa agar dapat diketahui bagaimana kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi siswa pada soal yang mencakup kemampuan analisis, sintesis dan evaluasi. Penyusunan tes kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi diawali dengan membuat kisi-kisi soal yang dilanjutkan dengan menyusun soal beserta kunci jawaban.

Untuk penilaian hasil tes kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi siswa (kemampuan analisis, sintesis, dan evaluasi) dalam menyelesaikan masalah pembuktian, digunakan rubrik skor (Maya, 2011: 42) yang kriterianya pada Tabel 3.1 berikut ini.

Tabel 3.1 Kriteria Penskoran

Skor Kriteria Penskoran

0 Tidak ada solusi

1 Sudah dapat mengetahui hal yang menjadi awal (diketahui).

2 Sudah dapat mengidentifikasi atau menyebutkan pernyataan yang harus dibuktikan.

3 Pembuktian sudah mengarah kepada yang dikehendaki. 4 Pembuktian lengkap disertai kesimpulan.

Sebelum soal-soal tes dijadikan instrumen penelitian, tes tersebut diuji validitasnya yang terdiri dari validitas muka dan validitas isi terkait dengan materi yang akan diberikan dan kemampuan yang akan diukur, dalam hal ini peneliti meminta pertimbangan dosen pembimbing dan rekan mahasiswa SPs Program Studi Matematika UPI.

Langkah selanjutnya adalah tes diujicobakan untuk dianalisis validitas, reliabilitas, daya pembeda, dan tingkat kesukaran soal. Uji coba dilakukan di SMA


(25)

43

Rizki Amalia, 2013

Penerapan Model Pembelajaran Pembuktian Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Matematis Tingkat Tinggi Siswa SMA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

yang sama dengan tempat penelitian yaitu di salah satu SMA Negeri di Bandung, akan tetapi diberikan pada jenjang yang lebih tinggi daripada kelas yang telah ditentukan untuk penelitian yaitu pada kelas XI. Uji coba soal dilakukan di kelas XI IPA 1 dengan jumlah siswa sebanyak 45 orang dan waktu untuk mengerjakan soal tersebut adalah 90 menit.

a. Analisis Validitas Tes

Kriteria yang mendasar dari suatu tes yang tangguh adalah tes mengukur hasil-hasil yang konsisten sesuai dengan tujuan dari tes itu sendiri. Arikunto (2009: 72) menyatakan bahwa sebuah tes disebut valid apabila tes itu dapat tepat mengukur apa yang hendak diukur.

1) Validitas logis

Uji validitas yang termasuk dalam validitas logis yang digunakan pada penelitian ini adalah validitas isi (content validity), validitas konstruksi (construct validity) dan validitas muka (face validity).

2) Validitas empiris

Uji validitas yang termasuk dalam validitas empiris yang digunakan pada penelitian ini adalah validitas butir soal. Untuk menguji validitas setiap butir soal maka skor-skor yang ada pada butir soal yang dimaksud dikorelasikan dengan skor total. Rumus yang digunakan adalah rumus korelasi Product Moment Pearson (Arikunto, 2009: 72), rumusnya dinyatakan sebagai berikut:

  

 

2 2

 

2

2 Y Y N X X N Y X XY N rxy         

Keterangan: xy

r = koefisien korelasi antara variabel X dan variabel Y, dua variabel yang dikorelasikan.

N = banyaknya pasangan nilai.

X = nilai rata-rata soal-soal tes pertama perorangan. Y = nilai rata-rata soal-soal tes kedua perorangan.

Klasifikasi untuk menginterpretasikan besarnya koefisien korelasi (Suherman, 2003: 113) adalah sebagai berikut:


(26)

44

Rizki Amalia, 2013

Penerapan Model Pembelajaran Pembuktian Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Matematis Tingkat Tinggi Siswa SMA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu Tabel 3.2

Klasifikasi Koefisien Korelasi Validitas Instrumen Koefisien Validitas Interpretasi Validitas

0,90 ≤ rxy≤ 1,00 Sangat Tinggi (Sangat Baik)

0,70 ≤ rxy < 0,90 Tinggi (Baik) 0,40 ≤ rxy < 0,70 Cukup (Cukup) 0,20 ≤ rxy < 0,40 Rendah (Kurang) 0,00 ≤ rxy < 0,20 Sangat Rendah

rxy < 0,00 Tidak Valid

b. Analisis Reliabilitas Tes

Reliabilitas tes adalah tingkat keajegan (konsistensi) suatu tes, yaitu sejauh mana suatu tes dapat dipercaya untuk menghasilkan skor yang ajeg/konsisten. Untuk mencari reliabilitas butir soal tes berbentuk uraian menggunakan rumus Alpha (Suherman, 2003: 154), yaitu:

             2 2 11 1 1 t i s s n n r Keterangan: 11

r = koefisien reliabilitas

n = banyaknya butir soal (item)

2

i

s = jumlah varians skor setiap item 2

t

s = varians skor total

Untuk menginterpretasikan koefisien reliabilitas digunakan tolak ukur Guilford (Suherman (2003: 139) sebagai berikut:

Tabel 3.3

Klasifikasi Interpretasi Koefisien Reliabilitas

Koefisien Reliabilitas Interpretasi Derajat Reliabilitas

rxy≤ 0,20 Sangat Rendah

0,20 ≤ r < 0,40 11 Rendah 0,40 ≤ r < 0,70 11 Sedang 0,70 ≤ r < 0,90 11 Tinggi 0,90 ≤ r 11 ≤ 1,00 Sangat Tinggi


(27)

45

Rizki Amalia, 2013

Penerapan Model Pembelajaran Pembuktian Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Matematis Tingkat Tinggi Siswa SMA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu c. Analisis Daya Pembeda

Arikunto (2009) menyatakan daya pembeda soal adalah kemampuan sesuatu soal untuk membedakan antara siswa yang berkemampuan tinggi dengan siswa yang berkemampuan rendah. Sebuah soal dikatakan memiliki daya pembeda yang baik bila memang siswa yang berkemampuan tinggi dapat mengerjakan dengan baik, sedangkan siswa berkemampuan rendah tidak dapat menyelesaikan soal tersebut dengan baik. Untuk menentukan daya pembeda digunakan rumus (Suherman, 2003: 160), yaitu:

A B A

JS JB JB

DP 

Keterangan:

DP = daya pembeda

JBA = jumlah benar untuk kelompok atas JBB = jumlah benar untuk kelompok bawah JSA = jumlah siswa kelompok atas

Hasil perhitungan daya pembeda kemudian diinterpretasikan dengan klasifikasi yang dikemukakan oleh Suherman dan Kusumah (1990: 202).

Tabel 3.4

Klasifikasi Koefisien Daya Pembeda Besarnya Daya Pembeda (DP) Interpretasi

DP ≤ 0,00 Sangat Jelek

0,00 < DP ≤ 0,20 Jelek

0,20 < DP ≤ 0,40 Cukup

0,40 < DP ≤ 0,70 Baik

0,70 < DP ≤ 1,00 Sangat Baik

d. Analisis Tingkat Kesukaran Soal

Tingkat kesukaran pada masing-masing butir soal dihitung dengan menggunakan rumus (Suherman dan Kusumah, 1990: 213):

B A

B A

JS JS

JB JB IK

 

Keterangan:

IK = indeks kesukaran

JBA = jumlah benar untuk kelompok atas JBB = jumlah benar untuk kelompok bawah


(28)

46

Rizki Amalia, 2013

Penerapan Model Pembelajaran Pembuktian Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Matematis Tingkat Tinggi Siswa SMA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu JSA = jumlah siswa kelompok atas

JSB = jumlah siswa kelompok bawah

Hasil perhitungan tingkat kesukaran diinterpretasikan dengan menggunakan kiteria tingkat kesukaran butir soal (Suherman dan Kusumah, 1990: 213) sebagai berikut.

Tabel 3.5

Kriteria Tingkat Kesukaran Indeks Kesukaran (IK) Interpretasi

IK = 0,00 Terlalu sukar

0,00 < IK ≤ 0,30 Sukar 0,30 < IK ≤ 0,70 Sedang 0,70 < IK < 1,00 Mudah

IK = 1,00 Terlalu Mudah

e. Rekapitulasi Analisis Hasil Uji Coba Butir Soal Tes Kemampuan Berpikir Matematis Tingkat Tinggi

Setelah dilakukan perhitungan validitas, reliabilitas, daya pembeda dan tingkat kesukaran butir soal tes kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi (analisis, sintesis, dan evaluasi) tentang pembuktian menggunakan software Anates 4.0, rekapitulasi hasil analisis secara lengkap disajikan pada Tabel 3.6. Data nilai hasil uji coba dan hasil validasi butir soal dapat dilihat secara lengkap pada Lampiran C.1 dan C.5.

Tabel 3.6

Rekapitulasi Hasil Uji Coba Tes Kemampuan Berpikir Matematis Tingkat Tinggi (Kemampuan Analisis, Sintesis, dan Evaluasi)

No Soal

Validitas Reliabilitas

Daya Pembeda (DP) Indeks Kesukaran (IK) Keterangan

Nilai Int Nilai Int Nilai Int Nilai Int

1 0,25

Rendah (Tidak signifikan)

0,92 Sangat Tinggi

0,15 Jelek 0,93 Sangat

mudah Diganti

2 0,93

Tinggi (Sangat signifikan)

0,98 Sangat

Baik 0,51 Sedang Dipakai

3 0,93

Tinggi (Sangat signifikan)

0,75 Sangat

Baik 0,58 Sedang Dipakai 4 0,60 Cukup


(29)

47

Rizki Amalia, 2013

Penerapan Model Pembelajaran Pembuktian Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Matematis Tingkat Tinggi Siswa SMA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Dari tabel tersebut nampak bahwa dari empat soal yang diuji cobakan hanya tiga soal yang dapat digunakan. Satu soal tidak memenuhi syarat dikarenakan tidak memuat satu indikator variabel terikat, maka soal tersebut diganti dengan soal yang baru. Untuk memvalidasi soal yang baru dilakukan uji coba secara terbatas dengan jumlah siswa sebanyak 10 orang dan waktu pengerjaan soal 30 menit.

Adapun hasil uji coba terbatas dapat dilihat pada Tabel 3.7. Data nilai hasil uji coba secara terbatas dan hasil validasi butir soal dapat dilihat pada Lampiran C.2 dan C.6.

Tabel 3.7

Rekapitulasi Hasil Uji Coba Terbatas Tes Kemampuan Berpikir Matematis Tingkat Tinggi (Kemampuan Analisis, Sintesis, dan Evaluasi)

No Soal

Validitas Reliabilitas

Daya Pembeda

(DP)

Indeks Kesukaran

(IK)

Keterangan

Nilai Int Nilai Int Nilai Int Nilai Int

1a 0,84

Tinggi (Sangat signifikan)

0,2 Sedang

0,67 Baik 0,42 Sedang Dipakai

1b 0,74

Tinggi (Sangat signifikan)

0,33 Cukup 0,17 Sukar Dipakai

Dari tabel di atas nampak bahwa soal nomor 1a dan 1b sudah valid. Oleh karena itu, indikator yang hendak diukur sudah terpenuhi dan soal-soal tersebut dapat digunakan sebagai soal-soal pada pretes dan postes.

2. Instrumen Non Tes a. Angket Skala Sikap

Pembuatan angket skala sikap diawali dengan membuat kisi-kisi angket skala sikap. Kisi-kisi angket skala sikap dapat dilihat pada Lampiran B.4. Angket sikap ini diberikan kepada siswa dengan tujuan untuk menggambarkan tanggapan siswa secara umum terhadap pembelajaran dengan model pembelajaran pembuktian. Skala yang digunakan untuk menggambarkan sikap tersebut adalah skala Likert. Skala sikap Likert dapat ditentukan secara apriori atau dapat pula secara aposteriori. Teknik penentuan skor dalam penelitian ini adalah 4 bagi sangat setuju (SS), 3 bagi setuju (S), 2 bagi tidak setuju (TS), dan 1 bagi sangat tidak setuju (STS). Ketentuan ini


(30)

48

Rizki Amalia, 2013

Penerapan Model Pembelajaran Pembuktian Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Matematis Tingkat Tinggi Siswa SMA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

diberikan kepada soal yang berarah positif, sedangkan bagi soal yang berarah negatif berlaku sebaliknya.

Bobot untuk setiap pernyataan pada angket yang dibuat dalam mentransfer skala kualitatif ke dalam skala kuantitatif adalah:

Tabel 3.8 Skor Skala Sikap

Alternatif Jawaban Positif Negatif

SS (sangat setuju) 4 1

S (setuju) 3 2

TS (tidak setuju) 2 3

STS (sangat tidak setuju) 1 4 b. Lembar Observasi

Untuk memperoleh hasil penelitian yang optimal, dilakukan kegiatan observasi terhadap pelaksanaan pembelajaran di kelas model pembelajaran pembuktian. Lembar observasi digunakan untuk mengamati situasi yang terjadi selama proses pembelajaran dan disusun berdasarkan karakteristik yang terdapat pada model pembelajaran pembuktian. Observer untuk penelitian ini adalah guru pengajar matematika pada kelas model pembelajaran pembuktian. Format lembar observasi dapat dilihat pada Lampiran B.6.

E. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian ini terdiri dari tiga tahap yaitu tahap persiapan, tahap pelaksanaan dan tahap akhir. Ketiga tahapan tersebut diuraikan sebagai berikut: 1. Tahap Persiapan

a. Menyusun proposal penelitian, kemudian diseminarkan dan setelah mendapat masukan dari tim penelaah seminar proposal maka proposal penelitian diperbaiki.

b. Merancang rencana pembelajaran kelas ekperimen (Lampiran A.1), rencana pembelajaran kelas kontrol (Lampiran A.2), lembar latihan siswa (Lampiran A.3), dan instrumen penelitian yang terdiri dari kisi-kisi butir soal tes kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi (Lampiran B.1), soal tes kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi (Lampiran B2), dan jawaban soal tes kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi (Lampiran B.3).


(31)

49

Rizki Amalia, 2013

Penerapan Model Pembelajaran Pembuktian Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Matematis Tingkat Tinggi Siswa SMA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

c. Memvalidasi instrumen, menganalisis dan merevisinya sebelum dilakukan penelitian.

d. Mengajukan permohonan izin penelitian kepada pihak-pihak terkait. Surat izin penelitian dapat dilihat pada Lampiran H.1.

e. Melaksanakan uji coba lapangan, mengumpulkan data hasil uji coba dan menganalisis data tersebut.

2. Tahap Pelaksanaan

a. Memilih dua kelas (kelas konvensional dan kelas model pembelajaran pembuktian) berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu.

b. Memberikan pretes tentang masalah pembuktian untuk mengetahui kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi siswa.

c. Melaksanakan pembelajaran, satu kelas menggunakan model pembelajaran pembuktian sedangkan satu kelas yang lainnya menggunakan pembelajaran keonvensional. Di kelas model pembelajaran pembuktian dilakukan observasi untuk mengamati situasi yang terjadi di dalam kelas ketika pembelajaran berlangsung.

d. Memberikan postes tentang masalah pembuktian untuk mengetahui kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi siswa. Memberikan angket skala sikap pada kelas model pembelajaran pembuktian. Angket skala sikap untuk siswa dapat dilihat pada Lampiran B.5.

3. Tahap Akhir

Pada tahapan ini peneliti mengolah dan menganalisis data hasil tes pretes dan postes, hasil angket sikap siswa, serta hasil observasi. Peneliti juga membuat kesimpulan hasil penelitian berdasarkan hipotesis yang telah dirumuskan.

F. Teknik Analisis Data

Pada penelitian ini, terdapat dua jenis data yang dianalisis, yaitu: (1) data kuantitatif berupa hasil tes kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi siswa; (2) data kualitatif berupa angket skala sikap dan lembar observasi aktivitas siswa.


(32)

50

Rizki Amalia, 2013

Penerapan Model Pembelajaran Pembuktian Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Matematis Tingkat Tinggi Siswa SMA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 1. Analisis Data Kuantitatif

Analisis data kuantitatif berupa hasil tes dimaksudkan untuk mengetahui besarnya peningkatan kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi dalam menyelesaikan masalah pembuktian. Skor yang diperoleh dari hasil tes siswa sebelum dan setelah diberi perlakuan pembelajaran menggunakan model pembelajaran pembuktian dan pembelajaran konvensional dianalisis dengan cara membandingkan skor pretes dan postes.

Untuk pengujian hipotesis yang telah dirumuskan dalam penelitian ini, langkah pertama yang dilakukan adalah menguji kenormalan distribusi, apabila telah terpenuhi dilanjutkan dengan menguji kehomogenan variansi. uji kesamaan dua rata-rata, dan langkah terakhir adalah uji perbedaan dua rata-rata. Pemilihan uji statistik yang dilakukan tergantung dari kenormalan distribusinya. Seluruh perhitungan pada penelitian ini menggunakan SPSS versi 21.

Pengolahan dan analisis data hasil tes kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi siswa menggunakan uji statistik dengan tahapan-tahapan sebagai berikut: a. Uji Normalitas

Pengujian normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data yang diperoleh dari kedua kelas berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas dilakukan terhadap data pretes, data postes atau gain ternormalisasi (n-gain). Adapun rumusan hipotesis pada uji normalitas sebagai berikut:

Ho : Data berdistribusi normal H1 : Data tidak berdistribusi normal b. Uji Homogenitas

Uji homogenitas dilakukan apabila kedua data yang diperoleh telah berdistribusi normal. Pengujian homogenitas variansi antara dua kelas dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui apakah variansi kedua kelas sama atau berbeda. Hipotesis yang akan diuji dapat juga dinyatakan sebagai berikut (Sudjana, 2005: 237).


(33)

51

Rizki Amalia, 2013

Penerapan Model Pembelajaran Pembuktian Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Matematis Tingkat Tinggi Siswa SMA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu H0 : 22

2

1 

 

Varians gain ternormalisasi kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi siswa kedua kelas homogen.

H0 : 22 2

1 

 

Varians gain ternormalisasi kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi siswa kedua kelas tidak homogen.

Keterangan:

= variansi skor gain ternormalisasi kelas yang menggunakan model pembelajaran pembuktian.

= variansi skor gain ternormalisasi kelas yang menggunakan pembelajaran konvensional.

Uji statistikanya menggunakan uji F, dengan rumus: 2

2

kecil besar hitung

S S

F

Kriteria pengujian adalah terima Ho jika FhitungFtabel dengan   , 11; 21

n n

tabel F

F dan tolak Ho jika F mempunyai harga-harga lain (Kadir, 2010: 118).

c. Uji Kesamaan Dua Rata-Rata Data Pretes

Apabila setelah dilakukan analisis menggunakan uji normalitas dan uji homogenitas diperoleh bahwa kedua data berdistribusi normal dan homogen, maka pengujian kesamaan dua rata-rata untuk data pretes menggunakan uji t independent sample test. Akan tetapi, apabila kedua data berdistribusi normal dan tidak homogen

maka pengujian selanjutnya menggunakan uji t’ independent sample test.

Data pretes dianalisis menggunakan uji kesamaan dua rata-rata untuk mengetahui kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi siswa kelas model pembelajaran pembuktian dan kelas konvensional pada awal penelitian. Peneliti berharap kedua kelas memiliki kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi yang sama pada awal penelitian. Adapun rumusan hipotesisnya sebagai berikut:


(34)

52

Rizki Amalia, 2013

Penerapan Model Pembelajaran Pembuktian Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Matematis Tingkat Tinggi Siswa SMA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

H0 : Tidak terdapat perbedaan rata-rata pretes kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi antara kelas model pembelajaran pembuktian dan kelas konvensional.

H1 : Terdapat perbedaan rata-rata pretes kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi antara kelas model pembelajaran pembuktian dan kelas konvensional. Bentuk operasional dari hipotesis di atas adalah:

H0 : 12 H1 : 12 Keterangan:

1

 = rata-rata pretes kelas model pembelajaran pembuktian. 2

 = rata-rata pretes kelas konvensional.

Kriteria pengujian hipotesis berdasarkan P-value (significance atau sig) sebagai berikut:

Jika sig (2 – tailed) ≤  maka H0 ditolak, dengan  = 0,05. Jika sig (2 – tailed) > maka H0 diterima, dengan = 0,05

Apabila hasil uji kesamaan dua rata-rata data pretes menunjukkan bahwa kedua kelas memiliki kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi yang sama, maka untuk melihat peningkatannya dilakukan uji perbedaan dua rata-rata terhadap data postes. Akan tetapi, apabila hasil uji kesamaan dua rata-rata data pretes menunjukkan bahwa kedua kelas memiliki kemampuan awal berpikir matematis tingkat tinggi yang berbeda maka untuk melihat peningkatannya dilakukan uji perbedaan dua rata-rata terhadap data gain ternormalisasi (n-gain).

Besarnya peningkatan sebelum dan setelah pembelajaran dihitung dengan rumus gain ternormalisasi (normalized gain) yang dikembangkan Hake (1999: 1) sebagai berikut:

%

100

% %

pretes skor

pretes skor postes

skor asi

ternomalis Gain

 


(35)

53

Rizki Amalia, 2013

Penerapan Model Pembelajaran Pembuktian Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Matematis Tingkat Tinggi Siswa SMA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu Tabel 3.9

Kriteria Skor Gain Ternormalisasi

Skor Gain Interpretasi

g > 0,7 Tinggi

0,3 < g ≤ 0,7 Sedang

g ≤ 0,3 Rendah

d. Uji Perbedaan Dua Rata-Rata Data Postes atau Gain Ternormalisasi

(N-Gain)

Untuk menguji apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi siswa yang mendapat pembelajaran menggunakan model pembelajaran pembuktian dibandingkan dengan siswa yang mendapat pembelajaran konvensional maka dilakukan uji perbedaan dua rata-rata terhadap data postes atau gain ternormalisasi dengan 0,05. Adapun rumusan hipotesisnya adalah:

H0 : Tidak terdapat perbedaan peningkatan kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi antara siswa yang mendapatkan pembelajaran menggunakan model pembelajaran pembuktian dengan siswa yang mendapat pembelajaran konvensional.

H1 : Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi antara siswa yang mendapatkan pembelajaran menggunakan model pembelajaran pembuktian dengan siswa yang mendapat pembelajaran konvensional.

Bentuk operasional dari hipotesis di atas adalah: H0 : 12

H1 : 12 Keterangan:

1

 = rata-rata gain ternormalisasi kelas model pembelajaran pembuktian. 2

 = rata-rata gain ternormalisasi kelas konvensional.

Apabila persyaratan uji perbedaan dua rerata tidak terpenuhi maka uji statistika yang digunakan adalah uji pengujian bebas asumsi atau uji nonparametrik, yaitu uji Mann-Whitney U (Uji-U). Uji Mann-Whitney U adalah uji nonparametrik


(36)

54

Rizki Amalia, 2013

Penerapan Model Pembelajaran Pembuktian Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Matematis Tingkat Tinggi Siswa SMA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

yang cukup kuat sebagai pengganti uji-t, dalam hal asumsi distribusi uji-t tidak terpenuhi, seperti distribusinya tidak normal dan uji selisih rerata yang variansinya tidak homogen (Ruseffendi, 1993: 498). Tetapi, jika jumlah sampel n > 15 atau 1

2

n > 15 maka nilai U di transformasi ke nilai Z.

2. Analisis Data Kualitatif a. Angket Skala Sikap

Skala sikap diberikan kepada kelas yang memperoleh pembelajaran menggunakan model pembelajaran pembuktian. Adapun langkah-langkah dalam menganalisis angket skala sikap adalah sebagai berikut:

1) Setiap butir pernyataan dihitung menggunakan cara aposteriori, dengan tujuan agar dapat diketahui skor untuk setiap butir angket, juga dapat diketahui skor yang diperoleh setiap siswa.

2) Data skala sikap yang dihendaki adalah data yang bersifat interval. Data dalam penelitian ini adalah dalam bentuk ordinal, maka agar tedapat kesetaraan data untuk diolah lebih lanjut maka skala tersebut diubah dahulu menjadi skala interval menggunakan Method of Successive Interval (MSI), agar terdapat kesetaraan data untuk diolah lebih lanjut.

3) Menentukan skor sikap netral dengan tujuan untuk membandingkannya dengan skor sikap siswa.

4) Data yang diperoleh dari hasil perhitungan menggunakan Method of Successive Interval (MSI) dibuat dalam bentuk persentase untuk mengetahui frekuensi masing-masing alternatif jawaban yang diberikan. Untuk menentukan persentase jawaban siswa, digunakan rumus berikut:

% 100  

n f P Keterangan:

P = persentase jawaban f = frekuensi jawaban n = banyak responden


(37)

55

Rizki Amalia, 2013

Penerapan Model Pembelajaran Pembuktian Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Matematis Tingkat Tinggi Siswa SMA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

5) Data ditabulasi, dianalisis dan ditafsirkan dengan menggunakan persentase berdasarkan kriteria Kuntjraningrat (Maulana, 2002) sebagai berikut:

Tabel 3.10

Kriteria Persentase Jawaban Angket

Indeks Klasifikasi

Tak seorang pun

Sebagian kecil

Hampir setengahnya

Setengahnya

Sebagian besar

Hampir seluruhnya

Seluruhnya

2. Lembar Observasi

Data hasil observasi dianalisis secara deskriptif dengan tujuan untuk memperoleh gambaran tentang aktivitas siswa selama berlangsungnya pembelajaran menggunakan model pembelajaran pembuktian.


(38)

Rizki Amalia, 2013

Penerapan Model Pembelajaran Pembuktian Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Matematis Tingkat Tinggi Siswa SMA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu BAB V

KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian, temuan penelitian dan pembahasan yang sudah diungkapkan pada bab sebelumnya, diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Peningkatan kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi siswa (kemampuan analisis, sintesis, dan evaluasi) yang mendapatkan pembelajaran dengan model pembelajaran pembuktian lebih baik dibandingkan dengan kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi siswa (kemampuan analisis, sintesis, dan evaluasi) yang memperoleh pembelajaran konvensional. Secara umum, nilai rata-rata gain ternormalisasi siswa yang mendapat pembelajaran dengan model pembelajaran pembuktian berada pada klasifikasi tinggi.

2. Siswa memiliki respon yang positif terhadap pembelajaran dengan model pembelajaran pembuktian. Sebagian besar siswa aktif ketika kegiatan belajar mengajar menggunakan model pembelajaran pembuktian.

B. Implikasi

Beberapa implikasi dari pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran pembuktian, antara lain:

1. Model pembelajaran pembuktian membuat suasana belajar menyenangkan. Sebagian besar siswa tidak mengalami ketakutan dalam menyelesaikan masalah pembuktian. Siswa dapat menggali potensinya dan dapat memecahkan masalah pembuktian dalam berbagai cara. Namun, ada beberapa faktor lain yang harus dikaji terkait dengan siswa-siswa yang tidak aktif dan merasa kesulitan dalam memecahkan masalah pembuktian, seperti kemampuan menganalisis dan menghubungkan unsur-unsur antara soal dengan pengetahuan yang dimiliki tentang materi tersebut.

2. Pembelajaran dengan model pembelajaran pembuktian membuat siswa aktif dan merasa tertantang dengan permasalahan yang diberikan. Siswa dapat


(39)

80

Rizki Amalia, 2013

Penerapan Model Pembelajaran Pembuktian Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Matematis Tingkat Tinggi Siswa SMA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

berpikir lebih kritis untuk menyelesaikan soal-soal yang diberikan. Selain itu, siswa juga berani dalam mengungkapkan ide-ide terhadap proses pembuktian. 3. Diskusi dan presentasi dalam pembelajaran membuat siswa dapat saling menghargai pendapat orang lain dan dapat saling mengoreksi penyelesaian yang diberikan.

4. Penyelesaian permasalahan secara terstruktur membuat pola pikir siswa menjadi terarah.

C. Saran

Berdasarkan kesimpulan dan temuan hasil penelitian, selanjutnya dikemukakan saran-saran sebagai berikut:

1. Model pembelajaran pembuktian hendaknya dijadikan pilihan model pembelajaran yang dapat digunakan guru di sekolah terutama pada materi-materi yang terdapat permasalahan pembuktian.

2. Pengajar perlu menyesuaikan waktu dengan materi yang diajarkan ketika menggunakan model pembelajaran pembuktian daripada pembelajaran konvensional.

3. Pengajar perlu mengidentifikasi kesulitan-kesulitan siswa dalam menyelesaikan masalah pembuktian dan pada soal-soal yang berkemampuan tingkat tinggi.

4. Siswa harus banyak diberi latihan soal-soal yang memiliki kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi. Sebelum soal-soal kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi diberikan, siswa hendaknya telah memahami konsep-konsep dasar yang berhubungan dengan materi yang akan disajikan. 5. Untuk penelitian selanjutnya hendaknya model pembelajaran pembuktian

diterapkan dengan berbagai jenis pembuktian yang lebih beragam baik itu menggunakan jenis pembuktian dengan argumen langsung atau secara kontradiksi.

6. Walaupun secara keseluruhan kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi meningkat, tetapi peningkatan kemampuan evaluasi masih lebih rendah daripada kemampuan analisis dan sintesis, maka diperlukan treatment lebih lanjut.


(40)

Rizki Amalia, 2013

Penerapan Model Pembelajaran Pembuktian Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Matematis Tingkat Tinggi Siswa SMA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. (2009). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan (Edisi Revisi). Jakarta: Bumi Aksara.

Bell, F. H. (1978). Teaching and Learning Mathematics. Unites States of America: WM, C, Brown Company Publisher

BSNP. (2006). Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar SMA/MA. Jakarta: Badan Standar Nasional Pendidikan.

Dahlan, J. A. (2011). Analisis Kurikulum Matematika. Jakarta: Universitas Terbuka.

Darminto, B. P. (2008). Studi Perbandingan Model-Model Pembelajaran Berbasis Komputer dalam Peningkatan Kemampuan Berpikir Matematis Tingkat Tinggi Calon Guru di Perguruan Tinggi Muhammadiyah. Disertasi PPS UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Dewanto, S. (2004). Meningkatkan Kemampuan Berpikir Matematik Tingkat Tinggi melalui Pembelajaran dengan Pendekatan Induktif-Deduktif. Tesis PPS UPI Bandung: tidak diterbitkan.

. (2013). Geometri dalam Pembelajaran. Akan diterbitkan. Hake, R.R. (1999). Analyzing Change/Gain Scores.

[Online]

Tersedia:http://www.physics.indiana.edu/~sdi/AnalyzingChange-Gain [4November 2012]

Healy, L. & Hoyles, C.(1998). Justifying and proving in school mathematics. Summary of the results from a survey of the proof conceptions of students in the UK. Research Report Mathematical Sciences. Institute of Education, University of London.

Herman, T. (2002). Pembelajaran Matematika Berbasis Masalah Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Matematik Tingkat Tinggi Siswa SLTP. Artikel PPS Pendidikan Matematika UPI Bandung.

. (2007). Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Matematis Tingkat Tinggi Siswa Sekolah Menengah Pertama. Educationist. 1 (1), pp. 47-56.

Kadir. (2010). Statistika Untuk Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial. Jakarta: Rosemata Sampurna.


(1)

BAB V

KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian, temuan penelitian dan pembahasan yang sudah diungkapkan pada bab sebelumnya, diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Peningkatan kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi siswa (kemampuan analisis, sintesis, dan evaluasi) yang mendapatkan pembelajaran dengan model pembelajaran pembuktian lebih baik dibandingkan dengan kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi siswa (kemampuan analisis, sintesis, dan evaluasi) yang memperoleh pembelajaran konvensional. Secara umum, nilai rata-rata gain ternormalisasi siswa yang mendapat pembelajaran dengan model pembelajaran pembuktian berada pada klasifikasi tinggi.

2. Siswa memiliki respon yang positif terhadap pembelajaran dengan model pembelajaran pembuktian. Sebagian besar siswa aktif ketika kegiatan belajar mengajar menggunakan model pembelajaran pembuktian.

B. Implikasi

Beberapa implikasi dari pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran pembuktian, antara lain:

1. Model pembelajaran pembuktian membuat suasana belajar menyenangkan. Sebagian besar siswa tidak mengalami ketakutan dalam menyelesaikan masalah pembuktian. Siswa dapat menggali potensinya dan dapat memecahkan masalah pembuktian dalam berbagai cara. Namun, ada beberapa faktor lain yang harus dikaji terkait dengan siswa-siswa yang tidak aktif dan merasa kesulitan dalam memecahkan masalah pembuktian, seperti kemampuan menganalisis dan menghubungkan unsur-unsur antara soal dengan pengetahuan yang dimiliki tentang materi tersebut.

2. Pembelajaran dengan model pembelajaran pembuktian membuat siswa aktif dan merasa tertantang dengan permasalahan yang diberikan. Siswa dapat


(2)

80

berpikir lebih kritis untuk menyelesaikan soal-soal yang diberikan. Selain itu, siswa juga berani dalam mengungkapkan ide-ide terhadap proses pembuktian. 3. Diskusi dan presentasi dalam pembelajaran membuat siswa dapat saling menghargai pendapat orang lain dan dapat saling mengoreksi penyelesaian yang diberikan.

4. Penyelesaian permasalahan secara terstruktur membuat pola pikir siswa menjadi terarah.

C. Saran

Berdasarkan kesimpulan dan temuan hasil penelitian, selanjutnya dikemukakan saran-saran sebagai berikut:

1. Model pembelajaran pembuktian hendaknya dijadikan pilihan model pembelajaran yang dapat digunakan guru di sekolah terutama pada materi-materi yang terdapat permasalahan pembuktian.

2. Pengajar perlu menyesuaikan waktu dengan materi yang diajarkan ketika menggunakan model pembelajaran pembuktian daripada pembelajaran konvensional.

3. Pengajar perlu mengidentifikasi kesulitan-kesulitan siswa dalam menyelesaikan masalah pembuktian dan pada soal-soal yang berkemampuan tingkat tinggi.

4. Siswa harus banyak diberi latihan soal-soal yang memiliki kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi. Sebelum soal-soal kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi diberikan, siswa hendaknya telah memahami konsep-konsep dasar yang berhubungan dengan materi yang akan disajikan. 5. Untuk penelitian selanjutnya hendaknya model pembelajaran pembuktian

diterapkan dengan berbagai jenis pembuktian yang lebih beragam baik itu menggunakan jenis pembuktian dengan argumen langsung atau secara kontradiksi.

6. Walaupun secara keseluruhan kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi meningkat, tetapi peningkatan kemampuan evaluasi masih lebih rendah daripada kemampuan analisis dan sintesis, maka diperlukan treatment lebih lanjut.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. (2009). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan (Edisi Revisi). Jakarta: Bumi Aksara.

Bell, F. H. (1978). Teaching and Learning Mathematics. Unites States of America: WM, C, Brown Company Publisher

BSNP. (2006). Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar SMA/MA. Jakarta: Badan Standar Nasional Pendidikan.

Dahlan, J. A. (2011). Analisis Kurikulum Matematika. Jakarta: Universitas Terbuka.

Darminto, B. P. (2008). Studi Perbandingan Model-Model Pembelajaran Berbasis

Komputer dalam Peningkatan Kemampuan Berpikir Matematis Tingkat Tinggi Calon Guru di Perguruan Tinggi Muhammadiyah. Disertasi PPS

UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Dewanto, S. (2004). Meningkatkan Kemampuan Berpikir Matematik Tingkat

Tinggi melalui Pembelajaran dengan Pendekatan Induktif-Deduktif.

Tesis PPS UPI Bandung: tidak diterbitkan.

. (2013). Geometri dalam Pembelajaran. Akan diterbitkan.

Hake, R.R. (1999). Analyzing Change/Gain Scores. [Online]

Tersedia:http://www.physics.indiana.edu/~sdi/AnalyzingChange-Gain [4November 2012]

Healy, L. & Hoyles, C.(1998). Justifying and proving in school mathematics. Summary of the results from a survey of the proof conceptions of students in the UK. Research Report Mathematical Sciences. Institute of Education, University of London.

Herman, T. (2002). Pembelajaran Matematika Berbasis Masalah Untuk

Meningkatkan Kemampuan Berpikir Matematik Tingkat Tinggi Siswa SLTP. Artikel PPS Pendidikan Matematika UPI Bandung.

. (2007). Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Matematis Tingkat Tinggi Siswa Sekolah Menengah Pertama. Educationist. 1 (1), pp. 47-56.

Kadir. (2010). Statistika Untuk Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial. Jakarta: Rosemata Sampurna.


(4)

82

Kawuwung, F. (2011). Profil Guru, Pemahaman Kooperatif NHT, dan Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi di SMP Kabupaten Minahasa Utara. El-Hayah . 1 (4), pp. 157-166.

Krantz, S.G. (2007). The Proof is in the Pudding: A Look at the Changing Nature

of Mathematical Proof. Birkhauser.

Krathwohl, D. R. (2002). A Revision of Bloom’s Taxonomy: an overview. Theory Into Practice. 41 (4), pp. 212-218.

Lewy, Zulkardi dan Aisyah, N. (2009). Pengembangan Soal Untuk Mengukur Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Pokok Bahasan Barisan dan Deret Bilangan di Kelas IX Akselerasi SMP Xaverius Maria Palembang. Jurnal

Pendidikan Matematika. 3(28), pp. 14-28.

Maulana. (2002). Peranan Lembar Kegiatan Siswa dalam Pembelajaran

Aritmetika Sosial berdasarkan Pendekatan Realistik. Prosiding Seminar Nasional Matematika: Peranan Matematika dalam Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia untuk Menghadapi Era Industridan Informasi.

ISSN: 1693-0800 UPI. Bandung, 23 Januari 2002.

Maya, R. (2011). Pengaruh Pembelajaran Dengan Metode Moore Termodifikasi

Terhadap Kemampuan Pemahaman dan Pembuktian Matematik Mahasiswa. Disertasi PPS UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Minium, E.W., King, B. M., dan Bear, G. (1993). Third Edition Statistical

Reasoning In Psychology And Education. New York: John Wiley &

Sons, Inc.

Muijs, D. dan Reynolds, D. (2008). Effective Teaching Teori dan Aplikasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

NCTM. (2000). Principles and Standards for School Mathematics. Reston, VA : NCTM.

Pardjono dan Wardaya. (2009). Peningkatan Kemampuan Analisis, Sintesis, dan Evaluasi melalui Pembelajaran Problem Solving.Cakrawala Pendidikan. 3, (28), pp 257-269.

Ramdani, Y. (2011). Pembelajaran untuk Meningkatan Kemampuan Berpikir Matematika Tingkat Tinggi melalui Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL). Prosiding Seminar Nasional Penelitian dan PKM Sains,


(5)

Reiss, K.M. et al. (2008). Reasoning and proof in geometry: effects of a learning environment based on heuristic worked-out examples. Journal of ZDM

Mathematics Education. 40, pp. 455-467.

Rianawaty, I. (2011). Berpikir Tingkat Tinggi (Higher Level Thinking). [Online].

Tersedia:http://idarianawaty.blogspot.com/2011/08/berpikir-tingkat-tinggi-higher-order.html [9 September 2012].

Ruseffendi, E. T. (1991). Penilaian Pendidikan dan Hasil Belajar Siswa

Khususnya dalam Pengajaran Matematika Untuk Guru dan Calon Guru.

Bandung.

. (1993). Statistika Dasar untuk Penelitian Pendidikan. Departemen Pendidikan Kebudayaan.

. (2005). Dasar-dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non

Eksakta Lainnya. Bandung: Tarsito.

Rosen, K. H. (2007). Discrete Mathematics and its Applications. New York: Mc Graw Hill International Edition.

Setiawan. (2004). Pembelajaran Trigonometri Berorientasi PAKEM Di SMA. Yogyakarta: Departemen Pendidikan Nasional, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, Pusat Pengembangan Penataran Guru Matematika.

Shadiq, F. (2007). Inovasi Pembelajaran Matematika dalam rangka Menyongsong Setifikasi Guru dan Persaingan Global. Laporan Hasil Seminar daan

Lokakarya Pembelajaran Matematika 15-16 Maret 2007 di P4TK (PPPG) Matematika.

Sudjana. 2005. Metoda Statistika. Bandung: Tarsito.

Sudjana, N. 2005. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif,

Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Suherman, E. (2003). Evaluasi Pembelajaran Matematika. Dalam Turmudi. (Ed). Bandung: UPI.

Suherman, E. dan Kusumah, Y. S. (1990). Evaluasi Pendidikan Matematika. Bandung: Wijayakusumah.


(6)

84

Sukino. (2007). Matematika untuk SMA Kelas X. Jakarta: Erlangga.

Suryadi, D. (2012). Membangun Budaya Baru dalam Berpikir Matematika. Bandung: Rizqi Press.

Sutawidjaja, A dan Dahlan, J. A. (2011). Pembelajaran Matematika. Jakarta:: Universitas Terbuka.

Tall, D. (1992). The Transition to Advanced Mathematical Thinking: Functions, Limits, Infinity, and Proof. Dalam Grows, D. A. (ds). Handbook of

Research on Mathematics Teaching and Learning. New York: Macnillan

Publishing Company.

Tampomas, H. (2007). Seribu Pena Matematika Jilid 1 untuk SMA/MA Kelas X. Jakarta: Erlangga.

Thompson, T. (2008). Mathematics Teachers’ Interpretation of Higher-Order Thinking In Bloom’s Taxonomy. International Electronic Journal of Mathematics Education. 3, (2), pp. 96-109.

Tim MKPBM. (2001). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA UPI.

Tn. (2002). Making Mathematics: Proof. Educational Development Center. [Online], 51 halaman.

Tersedia: http://www2.edc.org/makingmath.html [4 Januari 2013]

Trianto. 2007. Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik:

Konsep, Landasan Teoritis-Praktis dan Implementasinya. Jakarta:

Prestasi Pustaka Publisher.

Wahyudin. (2008). Pembelajaran dan Model-Model Pembelajaran. Bandung.

Wirodikromo, S. (2007). Matematika untuk SMA Kelas X. Jakarta: Erlangga.

Yerizon. (2011). Peningkatan Kemampuan Pembuktian dan Kemandirian Belajar

Matematik Mahasiswa melalui Pendekatan M-Apos. Disertasi PPS UPI