Penerapan Model Pembelajaran Treffinger untuk Meningkatkan Kemampuan Representasi Matematis siswa

(1)

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN TREFFINGER UNTUK

MENINGKATKAN KEMAMPUAN REPRESENTASI

MATEMATIS SISWA

(Penelitian Tindakan Kelas IV di MI Terpadu Nurul Iman Depok Semester Ganjil Tahun Ajaran 2016/2017)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh:

NURHASANAH

NIM 1112018300072

JURUSAN PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2016


(2)

(3)

(4)

(5)

i

ABSTRAK

NURHASANAH (NIM: 1112018300072). Penerapan Model Treffinger untuk Meningkatkan Kemampuan Representasi Matematis Siswa. Skripsi. Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah (PGMI), Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK), Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2016.

Tujuan penelitian ini adalah 1) untuk meningkatkan kemampuan representasi matematis melalui model treffinger, 2) Mengetahui aktivitas belajar matematika siswa dalam pembelajaran treffinger. Penelitian ini dilaksanakan di kelas IV MI Terpadu Nurul Iman Kota Depok semester ganjil tahun ajaran 2016/2017 dengan pokok bahasan bangun datar. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian tindakan kelas (PTK). PTK dilaksanakan sebagai upaya perbaikan dalam mengatasi permasalah yang mucul di dalam kelas. Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan kemampuan representasi matematis siswa. Peningkatan tersebut dapat dilihat melalui rata-rata persentase yang diperoleh pada siklus I sebesar 65 meningkat menjadi 76 pada siklus II. Selain itu, aktivitas belajar matematika siswa dengan model treffinger juga mengalami peningkatan. Peningkatan tersebut dapat dilihat melalui rata-rata persentase pada siklus I yang diperoleh sebesar 67,7% meningkat 77,2% pada siklus II. Dengan demikian, ini menunjukkan bahwa penerapan model treffinger dapat meningkatkan kemampuan representasi matematis siswa kelas IV MI Terpadu Nurul Iman.

Kata Kunci: Model Treffinger, Kemampuan Representasi, Penelitian Tindakan Kelas.


(6)

ii

ABSTRACT

NURHASANAH (NIM: 1112018300072).Implementation of Model Treffinger to Improve Students Representation Ability Mathematical. Research. Departement of Elementary School Teacher Education, Faculty of Science Education and Teacher Training, State Islamic University Syarif Hidayatullah Jakarta, 2016.

The purpose of this research are 1) Improving of student’s the mathematical representation in treffinger models, 2) Knowing the activities of students in using treffinger models. The research was conducted in the fourth grade MI Terpadu Nurul Iman academic year 2016/2017 school year on the subject geometry. The methodology of the research is classroom action research (CAR). CAR implemented as an improvement efforts in overcoming the problems which appear in the classroom. The results showed an increased ability mathematical representation of students. Such improvements can be seen by the average percentage obtained in the first cycle of 65 increased to 76 in the second cycle. In addition, the activity of mathematics learning with models treffinger also increased. Such improvements can be seen by the average percentage obtained in the first cycle of 67.7% increased by 77.2% in the second cycle. Thus, this indicates that the application of the model treffinger can improve students' mathematical representation of class IV MI Terpadu Nurul Iman.


(7)

iii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah. Segala piji bagi Allah SWT, yang telah memberikan rahmat, hidayah, serta kuasa-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada Rasulullah SAW, beserta keluarga, sahabat, dan orang-orang yang mengikuti beliau hingga hari akhir nanti.

Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.). Selama proses penulisan dan penyelesaian skripsi ini penulis menyadari bahwa tidak sedikit kesulitan dan hambatan yang dialami. Skripsi ini dapat terselesaikan berkat adanya bimbingan, dukungan, bantuan, dan kerjasama dengan berbagai pihak. Oleh karena itu, perkenankanlah penulis menyampaikan ucapan terimakasih yang tak terhigga kepada:

1. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, MA.

2. Ketua Jurusan Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah (PGMI) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Khalimi, M.Ag. Beserta staff dan jajarannya.

3. Dosen Pembimbing Akademik (PA), Dr. Fauzan, MA. yang senantiasa memberikan arahan, saran serta bimbingan.

4. Dosen pembimbing skripsi, Dr. Tita Khalis Maryati, S.Si., M.Kom. dan Fery Muhamad Firdaus, M.Pd. yang telah membimbing dan meluangkan waktu, tenaga serta pikirannya disela-sela kesibukan yang cukup padat untuk memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis selama proses penyelesaian skripsi ini.

5. Dosen Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmunya selama penulis menjalankan perkuliahan.

6. Kepala Madrasah MIT Nurul Iman, dewa guru, staff serta siswa-siswi dimana tempat penulis melaksanakan kegiatan penelitian.

7. Pimpinan dan staff Perpustakaan Umum dan Perpustakaan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatulah Jakarta, yang telah


(8)

iv

membantu penulis dalam menyediakan serta memberikan pinjaman berbagai literatur yang dibutuhkan.

8. Teristimewa dan penghargaan yang sangat spesial penulis haturkan dengan rendah hati dan rasa hormat kepada kedua orang tua penulis tercinta Bapak

Saman dan Ibu Sa’amah, semoga sehat, panjang umur, dan selalu senantiasa dalam lindungan, karunia, dan kasih sayang-Nya.

9. Keluarga besar Alm. H. Nassan dan Hj. Sa’anih yang tak henti-hentinya mendoakan, memberikan dukungan, semangat, dan motivasi dalam menyelesaikan pendidikan S1 ini. Teristimewa untuk Adikku, Wulan Alawiyah dan Nur Isnaini Mawardah yang senantiasa memberikan canda dan tawa dikala penulis merasakan kejenuhan.

10. Seluruh kawan-kawan seperjuangan Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah (PGMI) 2012 terutama untuk kawan-kawan Keluarga Tanpa Batas (KELTABA) yang memberi semangat dan membantu dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga tali silaturahmi kita selalu terjalin dengan baik.

11. Keluarga UKM Himpunan Qori-Qoriah Mahasiswa (HIQMA) UIN Jakarta terutama angkatan 2013 yang memberikan doa dan semangat untuk penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

12. Sahabat-sahabat yang senantiasa memberikan semangat, saran, serta canda dan tawa disetiap kesempatan. Semoga tali persahabatan dan silatuhrami kita selalu terjalin dengan baik. Sehat, semangat, dan sukses juga untuk kalian.

Hanya untaian doa yang dapat penulis panjatkan kehadirat-Nya, semoga semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini selalu dalam lindungan dan karunia-Nya dalam menjalankan kegala aktivitas. Aamiin.

Akhir kata, besar harapan penulis semga skripsi ini dapat memberikan manfaat khususnya bagi penulis dan bagi pembaca pada umunya.

Jakarta, November 2016 Penulis


(9)

v

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah dan Fokus Penelitian ... 7

C. Pembatasan Masalah ... 8

D. Perumusan Masalah Penelitian... 8

E. Tujuan Penelitian ... 9

F. Manfaat Penelitian ... 9

BAB II KAJIAN TEORITIK DAN PENGAJUAN KONSEPTUAL INTERVENSI TINDAKAN ... 11

A. Landasan Teoritik ... 11

1. Hakikat Pembelajaran Matematika ... 11

2. Kemampuan Representasi Matematis ... 12

a. Definisi Representasi Matematis ... 12

b. Bentuk-bentuk Representasi Matematis ... 15

3. Model Pembelajaran Treffinger ... 20

a. Pengertian Model Pembelajaran Treffinger ... 20

b. Langkah-langkah Model Pembelajaran Treffinger ... 21

c. Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran Treffinger ... 27

B. Hasil Penelitian yang Relevan ... 28


(10)

vi

D. Hipotesis Tindakan ... 31

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 32

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 32

B. Metode Penelitian dan Rancangan Siklus Penelitian ... 32

C. Subjek Penelitian ... 36

D. Peran dan Posisi Peneliti dalam Penelitian ... 36

E. Tahapan Intervensi Tindakan ... 36

F. Hasil Intervensi Tindakan yang Diharapkan ... 39

G. Data dan Sumber Data... 40

H. Instrumen Pengumpulan Data ... 41

I. Teknik Pengumpula Data ... 42

J. Teknik Pemeriksaan Keterpecayaan ... 43

K. Analisis Data dan Interpretasi Data ... 49

L. Pengembangan dan Perencanaan Tindakan ... 50

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 51

A. Deskripsi Data ... 51

1. Penelitian Pendahuluan ... 51

2. Penelitian Tindakan Siklus I ... 52

a. Tahap Perencanaan ... 52

b. Tahap Pelaksanaan ... 53

c. Tahap Observasi dan analisis ... 72

d. Tahap Refleksi ... 88

3. Penelitian Tindakan Siklus II ... 89

a. Tahap Perencanaan ... 89

b. Tahap Pelaksanaan ... 89

c. Tahap Observasi dan analisis ... 107

d. Tahap Refleksi ... 120

B. Analisis Data ... 121


(11)

vii

2. Hasil Aktivitas Belajar Matematika Siswa ... 122

3. Hasil Aktivitas Mengajar ... 127

C. Pembahasan Temuan Penelitian ... 128

BAB V PENUTUP ... 134

A. Kesimpulan ... 134

B. Saran ... 135

DAFTAR PUSTAKA ... 136


(12)

viii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Bentuk-bentuk Operasional Representasi Matematis ... 18

Tabel 2.2 Langkah Kegiatan Pembelajaran Treffinger ... 25

Tabel 3.1 Prosedur Kegiatan Pra penelitian ... 37

Tabel 3.2 Prosedur Kegiatan Pada Siklus I ... 37

Tabel 3.3 Prosedur Kegiatan Pada Siklus II ... 38

Tabel 3.4 Kategori Aktivitas Belajar dan Mengajar ... 40

Tabel 3.5 Interpretasi Koefisien Korelasi ... 44

Tabel 3.6 Hasil Uji Validitas Instrumen Tes ... 44

Tabel 3.7 Kategori Reliabilitas... 45

Tabel 3.8 Hasil Uji Reliabilitas Instrumen ... 45

Tabel 3.9 Klasifikasi Indeks Kesukaran Soal... 46

Tabel 3.10 Hasil Uji Taraf Kesukaran ... 47

Tabel 3.11 Kategori Daya Pembeda ... 48

Tabel 3.12 Hasil Analisis Daya Pembeda Butir Soal ... 48

Tabel 3.13 Butir Soal yang Digunakan ... 49

Tabel 4.1 Hasil Observasi Aktivitas Belajar Siswa Model Treffinger pada Siklus I ... 73

Tabel 4.2 Hasil Obeservasi Aktivitas Guru Mengajar dengan Model Treffinger pada Siklus I ... 76

Tabel 4.3 Rekapitulasi Catatan Lapangan Siklus I ... 77

Tabel 4.4 Hasil Tes Akhir Siklus I ... 79

Tabel 4.5 Hasil Kemampuan Representasi Matematis Siklus I ... 80

Tabel 4.6 Refleksi Siklus I dan Perbaikan ... 88

Tabel 4.7 Hasil Observasi Aktivitas Belajar Siswa Model Treffinger pada Siklus II ... 108

Tabel 4.8 Hasil Obeservasi Aktivitas Guru Mengajar dengan Model Treffinger pada Siklus II ... 110

Tabel 4.9 Rekapitulasi Catatan Lapangan Siklus II ... 111


(13)

ix

Tabel 4.11 Hasil Kemampuan Representasi Matematis Siklus II ... 114

Tabel 4.12 Peningkatan Kemampuan Representasi Matematis Siswa ... 121

Tabel 4.13 Peningkatan Hasil Tes Akhir Tiap Siklus ... 122

Tabel 4.14 Peningkatan Persentase Aktivitas Belajar Siswa Model Treffinger Tiap Siklus ... 123

Tabel 4.15 Catatan Lapangan Tiap Siklus ... 124

Tabel 4.16 Hasil Belajar Model Pembelajaran Treffinger ... 125

Tabel 4.17 Aktivitas Belajar Model Pembelajaran Treffinger ... 126

Tabel 4.18 Peningkatan Persentase Aktivitas Guru Mengajar dengan Model Treffinger Tiap Siklus ... 127


(14)

x

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Hubungan Antara Representasi Internal dan Eksternal ... 17

Gambar 2.2 Tipe Representasi ... 18

Gambar 2.3 Tahap Model Pembelajaran Treffinger ... 24

Gambar 2.4 Kerangka Konseptual ... 31

Gambar 3.1 Desain PTK Model Kurt Lewin ... 33

Gambar 3.2 Alur Penelitian Tindakan Kelas ... 35

Gambar 4.1 Kegiatan Siswa pada Tingkat Basic Tool Pert-1 ... 54

Gambar 4.2 Hasil Diskusi Siswa pada Tingkat Basic Tool Pert-1 ... 54

Gambar 4.3 Kegiatan Siswa pada Tingkat Practice With Process Pert-1 ... 55

Gambar 4.4 Hasil Diskusi Siswa pada Tingkat Practice With Process Pert-1 ... 56

Gambar 4.5 Kegiatan Siswa pada Tingkat Working with Problem Pert-1 ... 56

Gambar 4.6 Hasil Kerja Siswa pada Tingkat Working with Problem Pert-1 ... 57

Gambar 4.7 Kegiatan Siswa pada Tingkat Basic Tool Pert-2 ... 59

Gambar 4.8 Hasil Diskusi Siswa pada Tingkat Basic Tool Pert-2... 59

Gambar 4.9 Kegiatan Siswa pada Tingkat Practice With Process Pert-2 ... 60

Gambar 4.10 Hasil Diskusi Siswa pada Tingkat Practice With Process Pert-2 ... 61

Gambar 4.11 Kegiatan Siswa pada Tingkat Working with Problem Pert-2 ... 61

Gambar 4.12 Hasil Kerja Siswa pada Tingkat Working with Problem Pert-2 .... 62

Gambar 4.13 Aktivitas Siswa Mempresentasikan Lembar Kerja Siswa ... 63

Gambar 4.14 Kegiatan Siswa pada Tingkat Basic Tool Pert-3 ... 65

Gambar 4.15 Hasil Diskusi Siswa pada Tingkat Basic Tool Pert-3 ... 65

Gambar 4.16 Kegiatan Siswa pada Tingkat Practice With Process Pert-3 ... 66

Gambar 4.17 Hasil Diskusi Siswa pada Tingkat Practice With Process Pert-3 ... 66

Gambar 4.18 Kegiatan Siswa pada Tingkat Working with Problem Pert-3 ... 67


(15)

xi

Gambar 4.20 Kegiatan Siswa pada Tingkat Practice With Process dan

Working Real With Problem Pert-4... 70

Gambar 4.21 Aktivitas Siswa Mempresentasikan Hasil Kerja Siswa ... 71

Gambar 4.22 Kegiatan Tes Kemampuan Representasi Siklus I ... 72

Gambar 4.23 Grafik Persentase Aktivitas Belajar Siswa Siklus I ... 74

Gambar 4.24 Grafik Persentase Kemampuan Representasi Siklus I ... 80

Gambar 4.25 Aspek Visual pada Soal Nomor 1 Siklus I ... 81

Gambar 4.26 Aspek Visual pada Soal Nomor 2 Siklus I ... 82

Gambar 4.27 Aspek Ekspresi Matematis pada Soal Nomor 3 Siklus I ... 83

Gambar 4.28 Aspek Ekspresi Matematis pada Soal Nomor 4 Siklus I ... 85

Gambar 4.29 Aspek Teks Tertulis pada Soal Nomor 5 Siklus I ... 86

Gambar 4.30 Aspek Teks Tertulis pada Soal Nomor 6 Siklus I ... 87

Gambar 4.31 Kegiatan Siswa pada Tingkat Basic Tool Pert-6 ... 90

Gambar 4.32 Hasil Diskusi Siswa pada Tingkat Basic Tool Pert-6 ... 91

Gambar 4.33 Kegiatan Siswa pada Tingkat Practice With Process Pert-6 ... 91

Gambar 4.34 Hasil Diskusi Siswa pada Tingkat Practice With Process Pert-6 ... 92

Gambar 4.35 Kegiatan Siswa pada Tingkat Working with Problem Pert-6 ... 92

Gambar 4.36 Hasil Kerja Siswa pada Tingkat Working with Problem Pert-6 ... 93

Gambar 4.37 Kegiatan Siswa pada Tingkat Basic Tool Pert-7 ... 95

Gambar 4.38 Hasil Diskusi Siswa pada Tingkat Basic Tool Pert-7... 96

Gambar 4.39 Kegiatan Siswa pada Tingkat Practice With Process Pert-7 ... 96

Gambar 4.40 Hasil Diskusi Siswa pada Tingkat Practice With Process Pert-7 ... 97

Gambar 4.41 Kegiatan Siswa pada Tingkat Working with Problem Pert-7 ... 97

Gambar 4.42 Hasil Kerja Siswa pada Tingkat Working with Problem Pert-7 ... 98

Gambar 4.43 Kegiatan Siswa pada Tingkat Basic Tool Pert-8 ... 99

Gambar 4.44 Hasil Diskusi Siswa pada Tingkat Basic Tool Pert-8... 100

Gambar 4.45 Kegiatan Siswa pada Tingkat Practice With Process Pert-8 ... 101

Gambar 4.46 Hasil Diskusi Siswa pada Tingkat Practice With Process Pert-8 ... 101


(16)

xii

Gambar 4.47 Kegiatan Siswa pada Tingkat Working with Problem Pert-8 .... 102

Gambar 4.48 Hasil Kerja Siswa pada Tingkat Working with Problem Pert-8 ... 102

Gambar 4.49 Kegiatan Siswa pada Tingkat Practice With Process dan Working Real With Problem Pert-9... 105

Gambar 4.50 Aktivitas Siswa Mempresentasikan Hasil Kerja Siswa ... 105

Gambar 4.51 Kegiatan Tes Kemampuan Representasi Siklus II ... 107

Gambar 4.52 Grafik Persentase Aktivitas Belajar Siswa Siklus II ... 109

Gambar 4.53 Grafik Persentase Kemampuan Representasi Siklus II ... 114

Gambar 4.54 Aspek Visual pada Soal Nomor 1 Siklus II ... 115

Gambar 4.55 Aspek Visual pada Soal Nomor 2 Siklus II ... 116

Gambar 4.56 Aspek Ekspresi Matematis pada Soal Nomor 3 Siklus II ... 117

Gambar 4.57 Aspek Ekspresi Matematis pada Soal Nomor 4 Siklus II ... 118

Gambar 4.58 Aspek Teks Tertulis pada Soal Nomor 5 Siklus II ... 119

Gambar 4.59 Aspek Teks Tertulis pada Soal Nomor 6 Siklus II ... 120

Gambar 4.61 Grafik Persentase Peningkatan Rata-Rata Hasil Belajar Tiap Siklus ... 127

Gambar 4.61 Grafik Persentase Peningkatan Kemampuan Representasi Matematis Tiap Siklus ... 128


(17)

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus I ... 141

Lampiran 2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus II ... 154

Lampiran 3 Lembar Kerja Siswa (LKS) ... 164

Lampiran 4 Hasil Analisis Uji Instrumen Tes Siklus I ... 187

Lampiran 5 Kisi-Kisi Instrumen Tes Siklus I ... 194

Lampiran 6 Instrumen Tes (Sebelum Uji Instrumen) Siklus I ... 196

Lampiran 7 Nilai Tertinggi pada Tes Siklus I ... 198

Lampiran 8 Nilai Terendah pada Tes Siklus I ... 200

Lampiran 9 Kunci Jawaban Instrumen Tes Siklus I ... 202

Lampiran 10 Hasil Analisis Uji Instrumen Tes Siklus II ... 203

Lampiran 11 Kisi-Kisi Instrumen Tes Siklus II ... 210

Lampiran 12 Instrumen Tes (Sebelum Uji Instrumen) Siklus II ... 212

Lampiran 13 Nilai Tertinggi pada Tes Siklus II ... 214

Lampiran 14 Nilai Terendah pada Tes Siklus II ... 217

Lampiran 15 Kunci Jawaban Instrumen Tes Siklus II ... 220

Lampiran 16 Rubrik Penskoran Tes Representasi Matematis ... 221

Lampiran 17 Rekapitulasi Hasil Tes Representasi Matematis Siklus I ... 222

Lampiran 18 Rekapitulasi Hasil Tes Representasi Matematis Siklus II ... 223

Lampiran 19 Pedoman Observasi Aktivitas Belajar Matematika Prapenelitian ... 224

Lampiran 20 Hasil Observasi Aktivitas Belajar Matematika Prapenelitian ... 226

Lampiran 21 Pedoman Observasi Aktivitas Mengajar Matematika Prapenelitian ... 228

Lampiran 22 Hasil Observasi Aktivitas Mengajar Matematika Prapenelitian ... 230

Lampiran 23 Pedoman Wawancara Guru Prapenelitian ... 232

Lampiran 24 Hasil Wawancara Guru Prapenelitian ... 233


(18)

xiv

Lampiran 26 Hasil Observasi Aktivitas Belajar Matematika Siklus I ... 237

Lampiran 27 Hasil Observasi Aktivitas Belajar Matematika Siklus II ... 239

Lampiran 28 Pedoman Observasi Aktivitas Mengajar Matematika ... 241

Lampiran 29 Hasil Observasi Aktivitas Mengajar Matematika Siklus I ... 243

Lampiran 30 Rekapitulasi Hasil Observasi Aktivitas Mengajar Matematika Siklus II ... 245

Lampiran 31 Pedoman Catatan Lapangan ... 247

Lampiran 32 Hasil Catatan Lapangan Siklus I ... 248

Lampiran 33 Hasil Catatan Lapangan Siklus II ... 250

Lampiran 34 Pedoman Wawancara Siswa ... 251

Lampiran 35 Hasil Wawancara Siswa Siklus I... 252

Lampiran 36 Hasil Wawancara Siswa Siklus II ... 254

Lampiran 37 Surat Bimbingan Skripsi ... 256

Lampiran 38 Surat Permohonan Izin Penelitian ... 257

Lampiran 39 Surat Keterangan Penelitian ... 258

Lampiran 40 Lembar Uji Referensi ... 259


(19)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Matematika sebagai ilmu yang tidak dapat dipisahkan dari dunia pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting dalam mencetak Sumber Daya Manusia (SDM). Hal ini karenakan matematika adalah ilmu yang berhubungan dengan kemampuan memecahkan masalah dengan menggunakan penalaran sehingga ia dapat membuat model matematika dari sebuah masalah yang diberikan. Diberikannya pelajaran matematika untuk setiap jenjang pendidikan menunjukkan bahwa matematika merupakan dari sejumlah mata pelajaran yang berperan dalam perkembangan sumber daya manusia.

Dalam Al-Qur’an, Allah SWT mendorong manusia untuk mempelajari matematika, yaitu firman-Nya pada surat Yunus ayat 5 yang berbunyi:1

                                       

Artinya: “Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya, dan Dialah yang menetapkan tempat-tempat orbitnya, agar kamu mengetahui bilangan tahun, dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan demikian itu melainkan dengan benar. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui.”(Q.S. Yunus [10]: 5)

Matematika adalah salah satu cabang yang penting dalam pendidikan. Matematika juga merupakan ilmu dasar yang memegang peranan penting dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, karena selain dapat mengembangkan pemikiran kritis, kreatif, sistematis, dan logis, matematika

1

Departemen Agama Republik Indonesia (Depag RI), Alquran dan Terjemahnya, (Jakarta:Bintang Indonesia, 2011), Q.S. Yunus ayat 5, h. 306.


(20)

juga telah memberikan kontribusi dalam kehidupan sehari-hari mulai dari hal yang sederhana sampai hal yang kompleks dan abstrak. Beberapa mata pelajaran lain yang tidak lepas dengan masalah matematika. Selain itu, matematika memiliki pengaruh yang besar dalam kehidupan manusia. Disadari maupun tidak, sebenarnya seseorang tidak lepas dengan matematika. Hal itu dapat dilihat dari bagaimana orang-orang bisa menyelesaikan berbagai permasalahan sehari-hari yang ada dengan konsep-konsep dan pemikiran matematika, maka dari itu matematika disebut ratunya ilmu.2 Matematika merupakan kunci utama dan mendukung berbagai ilmu pengetahuan lain.3 Matematika adalah cabang ilmu pengetahuan yang eksak dan terorganisasi secara sistematik.4

Mengingat matematika ilmu yang berperan dalam kehidupan, maka pemerintah menetapkan tujuan pembelajaran matematika berdasarkan kurikulum itu sendiri, yaitu agar siswa memiliki:

1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau logaritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah.

2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.

3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, meracang model matematika matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh.

4. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelaskan keadaan atau masalah.

5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.5

2

Analisa Fitria, “Mengenalkan dan Membelajarkan Matematika Pada Anak Usia Dini”, jurnal Studi Gender dan Anak Vol. 1 No. 2 Juli-Desember 2013, h. 46.

3

Suhendra A, dkk, Pengembangan Kurikulum dalam Pembelajaran Matematika, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2007), h. 11.

4

A. Saepul Hamdani, dkk., Matematika I, (Surabaya: LAPIS-PGMI, 2008), h. 1-7.

5

Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP), Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar SD/MI, (Jakarta: Kementrian Pendidikan Nasional, 2006), h. 148.


(21)

3

Sejalan dengan itu, NCTM menetapkan ada lima standar kemampuan matematis yang harus dimiliki oleh siswa, yaitu (1) kemampuan pemecahan masalah (problem solving), (2) kemampuan komunikasi (communication), (3) kemampuan koneksi (connection), (4) kemampuan penalaran dan pembuktian (reasoning dan proofing), dan (5) kemampuan representasi (representation).6 Berdasarkan uraian tersebut, kemampuan representasi termuat pada kemampuan standar menurut pemerintah dan NCTM. Hal ini berarti kemampuan representasi merupakan salah satu kemampuan yang penting untuk dikembangkan dan harus dimiliki oleh siswa.

Representasi dapat diartikan sebagai suatu bentuk atau susunan yang dapat menyajikan, menggambarkan atau mewakilkan sesuatu dalam suatu cara dengan bahasa sendiri.7 Dengan demikian, kemampuan representasi dapat dikatakan sebagai kemampuan seseorang untuk menyatakan sesuatu dalam bentuk tertentu. Senada dengan yang diungkapkan menurut NCTM sebagai berikut. Representation is central to the study of mathematics. Student can develop and deepen their understanding of mathematical concept and relationships as they create, compare, and use various representations. Representations also help student communicate their thinking.8

Representasi menduduki peran yang sangat penting dalam pembelajaran matematika dikarenakan siswa dapat mengembangkan dan memperdalam pemahaman konsep dan keterkaitan konsep-konsep matematika yang mereka miliki melalui membuat, membandingkan, dan menggunakan representasi. Bukan hanya baik untuk pemahaman siswa representasi juga membantu siswa dalam mengomunikasikan ide-ide mereka. Hal ini diperkuat dengan pendapat Luitel yang membagi peranan representasi dalam beberapa macam diantaranya adalah sebagai alat komunikasi, bukti dari pemahaman matematika siswa, dan bagian dari proses atau alat mengkontruksi ide-ide

6

National Council of Teacher of Mathematics, Principle and Standarts for School Mathematics, (USA: Association Drive, 2000), h.7.

7 Mokhammad Ridwan Yudhanegara, “Meningkatkan Kemampuan Representasi Beragam Matematis Siswa Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah Terbuka”, Jurnal Ilmiah Solusi Vol.1 No. 3, September - Nopember 2014, h. 77.

8


(22)

matematika.9 Akan tetapi, pada kenyataannya kemampuan representasi matematis siswa masih jauh dari kata memuaskan. Hal ini terlihat dari hasil penelitian Trend in International Mathematics and Science Study (TIMSS) pada tahun 2007 Indonesia menduduki peringkat 36 dari 49 negara dengan skor 397.10 Selain itu, keikutsertaan Indonesia di dalam Program for International Student Assessment (PISA) pada mata pelajaran matematika tahun 2009 menduduki peringkat 61 dari 65 negara dengan skor rata-rata 371. Sedangkan skor rata-rata yang dipatok adalah 500.11 Gambaran tersebut memperlihatkan bahwa prestasi siswa Indonesia dalam bidang matematika masih berada di bawah skor rata-rata internasional.

Hal lain yang menunjukkan masih rendahnya kemampuan representasi matematis siswa adalah terdapat permasalahan pada penyampaian materi dalam pembelajaran matematika, yaitu kurang berkembangnya kemampuan representasi siswa karena siswa kurang diberi kesempatan untuk menghadirkan representasinya sendiri dalam proses pembelajaran.12 Selain itu, keterbatasan pengetahuan guru dan kebiasaan siswa belajar di kelas dengan cara konvensional belum memungkinkan untuk menumbuhkan atau mengembangkan kemampuan representasi matematis siswa secara optimal.13

Berdasarkan hasil observasi kegiatan pembelajaran matematika di MIT Nurul Iman Depok, ditemukan salah satu penyebab rendahnya kemampuan representasi matematis siswa terletak pada model penyajian materi, yakni dalam menyelesaikan masalah siswa cenderung sama dengan contoh-contoh yang diberikan oleh guru. Sehingga siswa hanya meniru dan menghafalkan bagaimana guru menyelesaikan masalah tersebut. Sehingga soal yang

9

Mustangin, “Representasi Konsep Dan Peranannya Dalam Pembelajaran Matematika di Sekolah”, Jurnal Pendidikan Matematika Universitas Islam Malang, Vol. I, No. 1, Februari 2015, h. 19-20.

10

Kemendikbud, Survei Internasional TIMSS, 2011, (litbang.kemendikbud.go.id). 11

Kemendikbud, Survei Internasional PISA, 2011, (litbang.kmendikbud.go.id).

12 Kartini Hutagaol, “Pembelajaran Kontekstual untuk Meningkatkan Kemampuan Representasi Matematis Siswa Sekolah Menengah Pertama”, Jurnal Ilmiah Program Studi Matematika STKIP Siliwangi Bandung, Vol. 2 No. 1, Februari 2013, h. 86.

13 Bambang Hudiono, “Peran Pembelajaran Diskursus Multi Representasi Terhadap Pengembangan Kemampuan Matematika dan Daya Representasi pada Siswa SLTP”, Jurnal Cakrawala Kependidikan, Vol. 8, No. 2, September 2010, h. 102.


(23)

5

diberikan belum memberikan kesempatan kepada siswa untuk berkreasi dalam mengungkapkan jawabannya menggunakan representasinya masing-masing. Akibatnya, kemampuan representasi matematis siswa tidak berkembang sebagaimana mestinya.

Lebih lanjut, berdasarkan hasil wawancara pada hari kamis tanggal 28 Juli 2016 kepada guru bidang studi matematika, diperoleh beberapa informasi diantaranya: (1) pembuatan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dilakukan seminggu sebelum pembelajaran, (2) metode yang digunakan berupa ceramah, tanya jawab dan latihan, (3) jarangnya penggunaan media pembelajaran, (4) kesulitan mengatur siswa karena kurangnya antusias siswa dalam pembelajaran matematika, (5) Siswa dapat menyelesaikan masalah jika diberikan contoh terlebih dahulu, (6) guru belum pernah mengukur kemampuan representasi matematis siswanya. Sementara itu, ketika ditanya mengenai peranan representasi, guru mengatakan bahwa representasi hanya sebagai alat bantu dalam menyampaikan materi. Hal ini menunjukkan kurangnya perhatian guru terhadap representasi matematis siwa. Kurangnya pengetahuan terhadap peranan-peranan representasi menjadikan beberapa guru jarang memperhatikan perkembangan kemampuan representasi matematis siswa.14 Senada dengan hasil studi Hudiono yang menyatakan bahwa menurut guru, representasi matematis berupa grafik, tabel atau gambar hanya merupakan pelengkap dalam penyampaian materi dan guru jarang memperhatikan perkembangan kemampuan representasi matematis siswa.15

Selain itu, berdasarkan hasil ulangan harian menunjukkan hasil belajar matematika siswa masih tergolong rendah. Hal ini terlihat hanya 11 orang yang mencapai ketuntasan dengan persentase sebesar 35,5% dan 20 siswa belum mencapai ketuntasan dengan persentase 64,5%. Hasil diatas didukung dengan hasil penelitian yang telah dilakukan Misel dan Erna Suwangsih di SDN 17 Nagri Kaler, berdasarkan hasil data awal menunjukkan kemampuan representasi matematis siswa masih tergolong rendah, kategori lulus hanya

14

Hasil Wawancara dengan Guru Matematika di MI Terpadu Nurul Iman pada Tanggal 28 Juli 2016

15


(24)

diperoleh 9 orang siswa (23.7%), sedangkan 29 orang siswa (76.3%) dinyatakan masih belum lulus. Sedangkan rata-rata kelas yang diperoleh berada dalam kategori kurang yaitu sebesar 50.32.16 Ini berarti bahwa kemampuan representasi matematis siswa masih berada dibawah nilai rata-rata.

Pembelajaran matematika di kelas hendaknya memberikan kesempatan yang cukup bagi siswa melatih dan mengembangkan kemampuan representasi matematis. Selain, itu, pembelajaran matematika sebaiknya memberikan kesempatan siswa untuk mencari solusinya dengan representasinya masing-masing. Salah satu contoh masalah dalam NCTM yang terkait dengan representasi matematis disajikan dalam contoh berikut:17

“Dapatkah kamu jelaskan apa yang akan terjadi terhadap luas daerah sebuah persegi panjang jika panjang sisinya menjadi dua kali panjang semula?”

Namun ada siswa yang menunjukkan kemampuan representasinya masih rendah. Hal ini terlihat ketika sebagian siswa ada yang berpikir tergesa-gesa dan langsung menjawab bahwa luasnya menjadi dua kali dari luas persegi panjang semula. Mereka berargumen bahwa jika panjang sisinya dua kali panjang semula tentu luasnya juga akan menjadi dua kali luas persegi panjang semula.

Berdasarkan gejala yang telah dipaparkan sebelumnya, muncul permasalahan baru, yaitu bagaimana guru meningkatkan kemampuan representasi siswa menggunakan pendekatan yang tepat. Karena kemampuan representasi matematis dalam pembelajaran matematika siswa sangat perlu dikembangkan untuk menerjemahkan pola pikir matematik. Dalam upaya meningkatkan kemampuan representasi matematis siswa, diperlukan model pembelajaran yang tidak hanya mentransfer pengetahuan kepada siswa tetapi mampu merangsang daya berpikir siswa untuk membentuk pengetahuan

16 Misel, Erna Suwangsih, “Penerapan Pendekatan Matematika Realistik Untuk

Meningkatkan Kemampuan Representasi Matematis Siswa”, Universitas Pendidikan Indonesia, h. 2.

17


(25)

7

mereka sendiri dalam memecahkan masalah-masalah matematika yang dihadapinya. Dengan model yang diterapkan, diharapkan siswa mampu membangun dan mengembangkan bahkan meningkatkan kemampuan representasi matematis siswa. Salah satu pembelajaran yang diduga dapat memfasilitasi siswa untuk meningkatkan kemampuan representasi adalah model pembelajaran treffinger.

Model pembelajaran treffinger adalah proses pembelajaran yang mengupayakan pengintegrasian dimensi kognitif dan afektif untuk mencari arah-arah penyelesaian yang akan ditempuh dengan representasi yang dikehendaki. Model pembelajaran treffinger terdiri dari 3 tahap, yaitu tahap mengungkapkan konsep dasar (basic tools), tahap menerapkan konsep dengan praktik (practice with process), tahap menerapkan konsep dengan masalah nyata (working with real problem).18 Representasi sendiri merupakan ide-ide atau ungkapan siswa dengan berbagai bentuk baik visual, ekspresi matematika ataupun verbal sebagai solusi dari suatu permasalahan yang disajikan. Dalam prosesnya, pada setiap tahap kegiatan model pembelajaran treffinger mulai dari basic tool, practice with process, dan working real with

problem siswa diberi kesempatan untuk mengkontruksi pengetahuan

sebelumnya dengan pengetahuan baru dengan cara-cara dan ide-ide yang dikehendaki ide dalam menentukan representasi yang paling tepat. Kemampuan representasi matematis diperlukan dalam proses ini karena siswa diminta untuk mengungkapkan ide menggunakan representasinya yang tepat untuk menyelesaikan permasalahan yang disajikan.

Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk membahas lebih lanjut penelitian tentang model dengan judul “Penerapan Model

Pembelajaran Treffinger untuk Meningkatkan Kemampuan Representasi Matematis Siswa (penelitian tindakan kelas IV di MI Terpadu Nurul Iman Depok Semester Ganjil Tahun Ajaran 2016/2017).

18

Utami Munandar, Pengembangan Kreatifitas Anak Berbakat, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2012), h. 172.


(26)

B. Identifikasi Masalah dan Fokus Penelitian

Berdasarkan latar belakang, maka permasalahan dapat diidentifikasi sebagai berikut:

1. Kemampuan representasi matematis siswa masih rendah.

2. Siswa hanya meniru langkah-langkah penyelesaian dari suatu masalah berdasarkan contoh soal yang diberikan.

3. Masih banyak siswa yang tidak dapat mengerjakan soal matematika yang berbeda dengan contoh yang diberikan oleh guru.

4. Guru belum mengikutsertakan siswa dalam menyelesaikan masalah matematika dengan kemampuan representasi sendiri.

C. Pembatasan Masalah

Agar penelitian ini mampu menghasilkan gambaran yang jelas tentang masalah yang ada, maka dilakukan pembatasan masalah dalam penelitian. Berdasarkan identifikasi masalah yang telah disampaikan diatas maka penelitian ini perlu diadakan pembatasan masalah yang bertujuan agar penelitian yang dilakukan terarah dan dapat tercapai dengan baik. Adapun pembatasan masalah penelitian ini sebagai berikut :

1. Model pembelajaran treffinger memiliki beberapa tahapan, yaitu: (1) guru menjelaskan konsep dengan membimbing menyelesaikan masalah dasar (basic tools), (2) siswa diberi kesempatan menyelesaikan masalah melalui praktik (practice with process), dan (3) menerapkan konsep ke masalah nyata (working with real problem).

2. Kemampuan representasi matematis yang diukur pada penelitian ini terbatas pada beberapa kemampuan, yaitu: (1) kemampuan membuat model matematika (representasi ekspresi matematika), (2) kemampuan membuat gambar untuk memperjelas masalah (representasi visual), dan (3) kemampuan mengungkapkan ide matematika dengan teks tertulis (representasi verbal).

3. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas IV MI Terpadu Nurul Iman.


(27)

9

4. Pokok bahasan dalam penelitian ini adalah materi bangun datar.

D. Perumusan Masalah Penelitian

Untuk memperjelas persoalan yang telah digambarkan pada latar belakang masalah, maka disusun perumusan masalah penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana implementasi model pembelajaran treffinger dalam pembelajaran matematika di kelas IV pada konsep bangun datar?

2. Apakah model pembelajaran treffinger dapat meningkatkan kemampuan representasi matematis siswa?

3. Apakah aspek kemampuan representasi matematis yang paling meningkat dari siswa kelas IV pada konsep bangun datar dengan menggunakan model pembelajaran treffinger?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian latar belakang dan perumusan masalah di atas, tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui implementasi pembelajaran model pembelajaran treffinger dalam pembelajaran matematika di kelas IV pada konsep bangun datar.

2. Untuk mengetahui adanya peningkatan kemampuan representasi matematis siswa setelah diterapkan model pembelajaran treffinger.

3. Untuk mengetahui aspek representasi yang paling meningkat dari siswa IV pada konsep bangun datar dengan menggunakan model pembelajaran treffinger.

F. Manfaat Penelitian

Adapun beberapa manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini agar dapat digunakan oleh beberapa pihak, diantaranya:


(28)

1. Bagi siswa

Penerapan pembelajaran matematika dengan model pembelajaran treffinger, diharapkan dapat meningkatkan kemampuan representasi matematis siswa, sehingga diharapkan dapat menumbuhkan motivasi untuk belajar matematika.

2. Bagi guru

Guru memperoleh pengalaman dalam merancang dan melaksanakan pembelajaran matematika dengan model pembelajaran treffinger. Diharapkan nantinya guru dapat mengembangkan pembelajaran dengan model yang bervariasi dalam rangka memperbaiki kualitas pembelajaran bagi siswanya.

3. Bagi sekolah

Hasil penelitian dapat memberikan informasi bagi para pendidik tentang seberapa berpengaruhnya implementasi penggunaan model pembelajaran treffinger terhadap kemampuan representasi matematis siswa.

4. Bagi peneliti

Menambah wawasan dan pengalaman dalam pelaksanaan tugas peneliti sebagai pendidik, serta meningkatkan profesionalisme sebagai pendidik. 5. Bagi pembaca

Sebagai tambahan referensi kepustakaan dalam dunia pendidik dan kependidik lainnya, sebagai komparasi dalam pelaksanaan tugas bagi para pendidik lainnya, serta tambahan wawasan keilmuan khususnya dalam bidang kependidikan.


(29)

11

BAB II

KAJIAN TEORITIK DAN PENGAJUAN KONSEPTUAL INTERVENSI TINDAKAN

A. Landasan Teoritik

1. Hakikat Pembelajaran Matematika

Pembelajaran matematika dijadikan bidang studi yang dipelajari oleh siswa mulai dari tingkat dasar sampai tingkat perguruan tinggi. Karena matematika merupakan salah satu dasar dari solusi memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Dalam dokumen Depdiknas menyatakan kata matematika berasal dari perkataan latin manthanein atau mathema yang berarti “belajar atau hal yang dipelajari,” sedang dalam bahasa Belanda, matematika disebut wiskunde atau ilmu pasti, yang kesemuanya berkaitan dengan penalaran.1 Matematika adalah cabang ilmu pengetahuan yang eksak dan terorganisasi secara sistematik.2 Matematika merupakan salah satu disiplin ilmu yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir dan beragumentasi, memberikan kontribusi dalam penyelesaian masalah sehari-hari. Sehingga diperlukan pembelajaran matematika pada jenjang sekolah yang bertujuan untuk membentuk kemampuan berpikir siswa.

Corey memandang bahwa pembelajaran adalah suatu proses di mana lingkungan seseorang secara sengaja dikelola untuk memungkinkan ia turut menghasilkan respon terhadap situasi tertentu. Pembelajaran dalam pandangan Corey sebagai upaya menciptakan kondisi dan lingkungan belajar yang kondusif sehingga memungkinkan siswa berubah tingkah lakunya.3 Pembelajaran matematika adalah suatu proses belajar mengajar yang dibangun oleh guru untuk mengembangkan kreativitas berpikir matematik siswa yang dapat meningkatkan kemampuan mengkontruksi

1

Ahmad Susanto, Teori Belajar Pembelajaran di Sekolah Dasar, (Jakarta: Kencana, 2015), h.184.

2

A. Saepul Hamdani, dkk., Matematika I, (Surabaya: LAPIS-PGMI, 2008), edisi pertama, h. 1-7.

3


(30)

pengetahuan baru sebagai upaya meningkatkan penguasaan yang baik terhadap matematika.4

Dari uraian di atas terdapat beragam pendapat dalam mendefinisikan matematika. Maka dapat dipaparkan pembelajaran matematika adalah merupakan suatu bentuk kegiatan pembelajaran yang mengutamakan keterlibatan siswa untuk membangun pengetahuan matematika dengan caranya sendiri. Dalam kegiatan ini guru sebagai mediator dan fasilitator yang mempermudah siswa untuk membangun pengetahuannya sendiri.

2. Kemampuan Representasi Matematis a. Definisi Representasi Matematis

National Council of Teacher Mathematis (NCTM) menetapkan lima

standar proses yang harus dimiliki siswa, yaitu pemecahan masalah (problem solving), penalaran (reasoning and proof), komunikasi (communication), koneksi (connection), dan representasi (representation).5 Pada awalnya representasi masih dipandang sebagai bagian dari komunikasi matematika. Namun karena disadari bahwa representasi matematika merupakan suatu hal yang selalu muncul ketika orang mempelajari matematika pada semua tingkatan pendidikan, maka representasi selanjutnya dipandang sebagai suatu komponen yang perlu mendapat penekanan dan dimunculkan dalam proses pembelajaran matematika.6

Menurut Goldin definisi representasi adalah suatu konfigurasi (bentuk atau susunan) yang dapat menggambarkan, mewakili, atau melambangkan sesuatu dengan suatu cara.7 Cai, Lane dan Jacabsin

4 Ibid. 5

National Council of Teacher of Mathematics, Principle and Standarts for School Mathematics, (USA: Association Drive, 2000). p. 29.

6 In hi Abdullah, “Peningkatan Kemampuan Representasi Matematika Siswa SMP melalui Pembelajaran Kontekstual yang Terintegrasi dengan Soft Skill”, Prosiding Seminar Nasional Pnedidikan Matematika FMIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, Yogyakarta, 10 November 2012.

7

Mustangin, “Representasi Konsep dan Peranannya dalam Pembelajaran Matematika di Sekolah”, Jurnal Pendidikan Matematika, Vol I No 1, Februari 2015, h. 16.


(31)

13

memandang bahwa representasi merupakan cara yang digunakan oleh seseorang untuk mengemukakan jawaban atau gagasan matematika.8 Kalathil dan Sherin menyatakan bahwa representasi adalah berbagai bentuk ungkapan siswa yang menunjukkan penalaran dan pemahamannya terhadap ide-ide matematika yang ia peroleh.9

Jones dan Kruth mengungkapkan representasi adalah model atau bentuk pengganti dari suatu situasi masalah yang digunakan untuk menemukan solusi. Sebagai contoh, suatu masalah dapat direpresentasikan dengan obyek, gambar, kata-kata, atau simbol matematika.10 Menurut Steffe, Weigel, Schulfz, Matters, Joijner, dan Reijis mengungkapkan representasi merupakan proses pengembangan mental yang sudah dimiliki seseorang, yang terungkap dan divisualisasikan dalam berbagai model matematika.11 Gagatsia dan Elia dalam karya ilmiahnya, menjabarkan representasi sebagai berikut. “A representation is defined as any configuration of characters, images, concrete objects etc., that can symbolize or “represent” something else.”12

Hal ini diartikan bahwa representasi adalah sebuah konfigurasi atau ide yang dituangkan dalam bentuk konkret untuk mewakili suatu cara. Representasi diartikan sebagai bentuk baru dari hasil translasi suatu masalah atau ide, atau translasi suatu diagram dari model fisik ke dalam simbol atau kata-kata.13

Representasi yang dimunculkan oleh siswa merupakan ungkapan-ungkapan yang ditampilkan siswa dalam upaya untuk mewakili gagasan-gagasan atau ide-ide matematika dan mengomunikasikannya dengan orang

8 Ibid.

9 Kalathil dan Sherin, “Role of Student’s R

epresentations in the Mathematics Classroom”, dalam B. Fishman dan S. O’Connor-Divelbiss (ed), Prosiding Fourth International Conference of learning Science, (Mahwah: NJ Erlbaum, 2000), h. 27.

10 Muhammad Sabirin, “Representasi dalam Pembelajaran Matematika”,

Jurnal Pendidikan Matematika IAIN Antasari, Vol. 01 No. 2, Januari – Juni 2014, h. 33.

11

Sabirin, op.cit., h. 34.

12 Gagatsia dan Ellia, “The Effect of Different Modes of Representation on Mathematical Problem Solving”, Proceedings of the 28th Conference of the International Group for the Psychology of Mathematics Education, University of Ciprus, Vol. 2, 2004, p. 447.

13


(32)

lain.14Lebih lanjut menurut NCTM, “representing involves translating a problem or an a new form, representing includes the translation of a diagram or physical model into symbol or words, representing is also used in translating or analyzing a verbal problem to make its meaning clear.15 Pada dasarnya menurut NCTM, ungkapan tersebut mempunyai makna bahwa proses representasi melibatkan penerjemahan masalah atau ide ke dalam bentuk baru, proses representasi termasuk pengubahan diagram atau model fisik ke dalam simbol-simbol atau kata-kata; dan proses representasi juga dapat digunakan dalam menerjemahkan atau menganalisis masalah verbal untuk membuat maknanya menjadi lebih jelas.

Kemampuan representasi matematis adalah kemampuan menyajikan kembali notasi, simbol, tabel, gambar, grafik, diagram, persamaan atau ekspresi matematis lainnya ke dalam bentuk lain.16 Standar representasi matematis untuk program pembelajaran dari taman kanak-kanak sampai kelas 12 yang diadopsi dari NCTM adalah bahwa harus memungkinkan siswa untuk:

1) Create and use representations to organize, record, and communicate matemathical ideas

2) Select, apply, and translate among mathematical representations to solve problem

3) Use representations to model and interpret physical, social, and mathematical phenomena.17

Standar representasi pada umumnya diantaranya: pertama, membuat dan menggunakan representasi untuk mengatur, mencatat, dan mengkomunikasikan ide-ide matematika. Kedua, memilih, menerapkan, dan menerjemahkan antar representasi matematika untuk memecahkan

14

National Council of Teacher of Mathematics, op.cit., p. 67.

15 Mokhammad Ridwan Yudhanegara, “Meningkatkan Kemampuan Representasi Beragam Matematis Siswa Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah Terbuka”, Jurnal Ilmiah Solusi, Vol.1 No. 3, September - Nopember 2014, h. 77-78.

16

Karunia Eka Lestari, Penelitian Pendidikan Matematika, (Bandung: PT Refika Aditama, 2015), h. 83.

17

W. George Cathcart, Learning Mathematics in Elementary and Middle Schools, (USA: Prentice Hall, 2004), p. 3.


(33)

15

masalah. Ketiga, menggunakan representasi untuk memodelkan dan menginterpretasikan fenomena fisik dan sosial matematika.

Dari uraian di atas terdapat kesamaan dalam mendefinisikan representasi matematis, yaitu adanya penggambaran suatu ide matematika sebagai solusi dengan menggunakan bentuk tertentu. Sehingga dapat dipaparkan bahwa representasi matematis merupakan ungkapan-ungkapan, penggambaran, penerjemahan dari ide matematika yang ditampilkan siswa sebagai upaya memperoleh kejelasan makna dari masalah yang dihadapinya untuk menemukan solusi. Suatu masalah dapat direpresentasikan melalui gambar, kata-kata, benda konkret, simbol matematika atau bentuk matematika lainnya.

b. Bentuk-bentuk Representasi Matematis

Pada umunya representasi terolong menjadi tiga yaitu representasi visual, representasi ekspresi matematika dan representasi teks tertulis. Namun beberapa ahli menyatakan bentuk-bentuk representasi matematis berbeda-beda. Cai, Lane, dan Jacabcsin menyatakan bahwa ragam representasi yang sering digunakan dalam mengomunikasikan matematika antara lain berupa (1) sajian visual seperti tabel, gambar, grafik; (2) pernyataan matematika atau notasi matematika; (3) teks tertulis yang ditulis dengan bahasa sendiri baik formal maupun informal, ataupun kombinasi semuanya.18 Lesh, Post dan Behr membagi representasi yang digunakan dalam pendidikan matematika dalam lima jenis, yaitu representasi objek dunia nyata, representasi, representasi konkret, representasi simbol aritmatika, representasi bahasa lisan atau verbal dan representasi gambar atau grafik.19 Shield & Galbraith menyatakan bahwa siswa dapat mengomunikasikan penjelasan-penjelasan mereka tentang

18

Mustangin, “Representasi Konsep dan Peranannya dalam Pembelajaran Matematika Di Sekolah”, Jurnal Pendidikan Matematika Universitas Islam Malang, Vol. I No. 1, Februari 2015, h. 19.

19 Hwang, et al., “Multiple Representation Skills and Creativy Effects on Mathematical Problem Solving using a Multimedia Whiteboard System”, Journal Educational Technology & Society, Vol. 10 No 2, 2007, pp. 192.


(34)

strategi matematika atau solusi dalam bermacam cara, yaitu secara simbol, verbal, diagram, grafik atau dengan tabel data.20

Representasi sebenarnya bukan hanya menunjuk kepada hasil atau produk yang diwujudkan dalam konfigurasi atau konstruksi baru dan berbeda tetapi juga proses pikir dilakukan untuk dapat menangkap dan memahami konsep, operasi, dan hubungan-hubungan matematis dari suatu konfigurasi. Artinya, proses representasi matematis berlangsung dalam dua tahap yaitu secara internal dan eksternal.21

Hiebert dan Carpenter mengemukakan bahwa pada dasarnya representasi dapat dibedakan dalam dua bentuk, yakni representasi internal dan representasi eksternal. Representasi eksternal, dalam bentuk bahasa lisan, simbol tertulis, gambar atau objek fisik. Sementara untuk berpikir tentang gagasan matematika merupakan representasi internal. Representasi internal tidak bisa secara langsung diamati karena merupakan aktivitas mental dalam otaknya. Meskipun representasi internal tidak dapat dilihat secara kasat mata tetapi dapat disimpulkan atau diduga berdasarkan representasi eksternal. 22

Sama halnya yang dinyatakan oleh Janvier, Girardon, dan Morand mengenai representasi internal dan representasi eksternal. Representasi internal adalah proses abtraksi dari berbagai ide matematis atau suatu skema kognitif yang dikembangkan oleh siswa melalui pengalamannya. Sedangkan representasi berupa bilangan, persamaan aljabar, grafik, tabel, dan diagram adalah manifestasi eksternal dari berbagai konsep matematis yang menstimulus dan membantu memahami konsep-konsep tersebut.23 Dengan kata lain, suatu representasi diawali dengan proses abstraksi

20Neria & Amit, “Student Preference of Non

-Algebraic Representations in Mathematical Communication”, Proceddings of the 28th Conference of the International Group for the Psychology of Mathematical Education, Vol. 3, 2004, pp. 409.

21 Ahmad Nizar Rangkuti, “Representasi Matematis”,

Jurnal Forum Paedagogik, Vol. VI, No. 01 Januari 2014, h. 113.

22

Sabirin, loc.cit.

23 Stephen J. Pape, dan Mourat A. Tchoshanov, ”The Role of Representation(s) in Developing Mathematical Understanding”, dalam Theory into Practice, Vol. 41, No. 2, (London: Taylor & Francis, Ltd, 2001), p.119.


(35)

17

ide matematis dalam pikiran siwa sehingga terbentuk suatu skema kognitif, kemudian ide-ide tersebut diungkapkan baik berupa grafik, tabel, diagram, dan lain-lain. Sehingga terjadi hubungan timbal balik antara representasi internal dan eksternal dari seseorang ketika berhadapan dengan suatu masalah. Hubungan antara representasi internal dan representasi eksternal tersebut dapat dilihat pada bagan 2.1 berikut.

Gambar 2.1

Hubungan Timbal Balik antara Representasi Internal dan Eksternal

Miura menyatakan bahwa secara umum dalam pembelajaran terdapat dua macam representasi yang mempengaruhi pemahaman siswa dalam memecahkan masalah matematika. Pertama, representasi pembelajaran yang berupa definisi, contoh dan berbagai model yang digunakan guru dalam memberikan pengetahuan matematika kepada siswanya. Kedua, representasi kognitif yang dikonstruksi siswa dalam memberikan makna suatu konsep matematika dan usaha memecahkan masalah yang dihadapi.24 Kedua Representasi ini baik representasi pembelajaran ataupun representasi kognitif sangat penting dalam proses pembelajaran.

Jose L. Villeagas membagi kemampuan representasi matematis menjadi tiga tipe:

1) Verbal representation of the word problem: consisting

fundamentally of the word problem as stated, whether in writting or spoken;

2) Pictorial representation: consisting of drawings, diagrams or graphs as well as any kind of related action;

3) Symbolic representation: being made up of numbers, operation and relation signs: al gebraic symbols, and any kind of action reffering to these.25

24

Mustangin, loc.cit.

25 Jose L. Villages et al, “Representations in Problem Solving: Acase Study in Optimization Problems”, Electronic Jurnal of Research in Educational Psychology, No. 17, Vol. 7 (1), 2009, p. 279-308.

Representasi Eksternal Representasi


(36)

Verbal

Dapat diartikan sebagai tipe representasi seperti, representasi verbal, representasi visual dan representasi simbol matematik. Representasi verbal adalah representasi berupa teks tulisan, artinya siswa dapat menyajikan suatu masalah dalam teks tertulis. Representasi visual yang berupa diagram, gambar, grafik dan lainnya, artinya siswa dapat menyajikan suatu masalah dalam bentuk diagram, gambar atau grafik. Representasi simbol matematika adalah representasi yang berupa simbol aljabar, operasi matematika dan berupa angka, artinya siswa dapat menyajikan suatu masalah dalam bentuk model matematik.

Gambar 2.2

Aspek Representasi Matematis

Sejalan dengan itu, Mudzakkir juga mengelompokkan representasi matematis kedalam tiga aspek (1) representasi visual berupa diagram, grafik, atau tabel, dan gambar; (2) persamaan atau ekspresi matematika; (3) kata-kata atau teks tertulis.26 Selanjutnya ketiga aspek representasi tersebut diuraikan ke dalam beberapa indikator kemampuan represents matematis sebagai berikut:27

26

Andri Suryana, “Kemampuan Berpikir Matematika Tingkat Lanjut (Advanced Mathematical Thinking) dalam Mata Kuliah Statistika Matematika I”, Makalah Disampaikan pada Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA UNY, 10 November 2012, h. 40-41.

27

Lestari, op.cit., h.84.

Ekspresi matemati

ka Visual


(37)

19

Tabel 2.1

Indikator Representasi Matematis

Dari uraian di atas, dipaparkan bahwa pada dasarnya representasi dapat digolongkan menjadi tiga aspek di antaranya: (1) representasi visual; (2) representasi simbolik; dan (3) representasi verbal. Maka aspek dan indikator kemampuan representasi matematis yang akan digunakan dalam

No. Aspek Representasi Indikator

1. Visual :

a. Diagram, grafik atau tabel

 Menyajikan kembali data atau informasi dari suatu

representasi ke representasi diagram, grafik atau tabel

 Menggunakan representasi visual untuk menyelesaikan masalah

b. Gambar  Membuat gambar pola-pola

geometri

 Membuat gambar bangun geometri untuk memperjelas masalah dan memfasilitasi penyelesaiannya

2. Persamaan atau ekspresi matematika

 Membuat persamaan atau model matematika dari representasi lain yang diberikan

 Penyelesaian masalah dengan melibatkan representasi matematis

3. Teks tertulis  Membuat situasi masalah

berdasarkan data atau representasi yang diberikan

 Menulis interpretasi dari suatu representasi

 Menuliskan langkah-langkah penyelesaian masalah

matematis dengan kata-kata

 Menyusun cerita yang sesuai dengan suatu representasi yang disajikan

 Menjawab soal dengan menggunakan kata-kata atau teks tertulis


(38)

penelitian ini merujuk pada pendapat Mudzakkir seperti yang terdapat pada tabel sebagai berikut.

Tabel 2.2

Aspek dan Indikator Representasi Matematis Aspek Representasi Indikator kemampuan representasi

Visual Menyajikan masalah ke dalam bentuk gambar

Menyelesaikan masalah ke dalam bentuk gambar Ekspresi Matematis Menyelesaikan masalah ke dalam ekspresi

matematis

Teks Tertulis Menyajikan masalah ke dalam bentuk kata-kata Menyelesaikan masalah ke dalam bentuk kata-kata

3. Model Pembelajaran Treffinger

a. Pengertian Model Pembelajaran Treffinger

Joyce & Weil berpendapat model pembelajaran merupakan rencana atau pola umum yang dapat digunakan dalam membentuk pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran. 28 Dapat dikatakan model pembelajaran merupakan rancangan dan pola pembelajaran yang disajikan dengan khas dengan berbagai pertimbangan baik dari sisi materi maupun peserta didiknya untuk mencapai tujuannya.

Model pembelajaran treffinger untuk mendorong belajar kreatif merupakan salah satu model yang menangani masalah kreativitas secara langsung dan memberikan saran-saran praktis bagaimana mencapai keterpaduan dengan melibatkan keterampilan kognitif maupun efektif.29

Karakteristik yang paling dominan dari model pembelajaran treffinger ini adalah upayanya dalam mengintegrasikan dimensi kognitif dan afektif siswa untuk mencari arah-arah penyelesaian yang akan ditempuh dalam memecahkan permasalahan. 30 Artinya, siswa tidak hanya sebatas diberikan teori/rumus-rumus namun siswa diberi keleluasaan untuk

28

Rusman, Model-model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru, (Jakarta: Rajawali Press, 2012), h. 132-133.

29

Lestari, op.cit., h.64. 30

Miftahul Huda, Model-model Pengajaran dan Pembelajaran, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2014), h. 320.


(39)

21

menerapkan dan berkreasi dalam merepresentasikan penyelesaian masalahnya sendiri dengan cara-cara yang ia kehendaki. Tugas guru adalah membimbing siswa agar arah-arah yang ditempuh tidak keluar dari permasalahan. Dengan mengungkapkan penyelesaian masalahnya, guru akan mengetahui ukuran kemampuan representasi siswa dalam menyelesaikan masalahnya.

b. Langkah-Langkah Model Pembelajaran Treffinger

Model pembelajaran treffinger yang dimaksud dalam penelitian ini adalah suatu pembelajaran dimana siswa diberikan penjelasan mengenai suatu konsep dan masalah dengan bimbingan guru untuk kemudian diberikan persoalan yang lebih kompleks secara praktik untuk memahami konsepnya, setelah siswa memahami konsep materi yang diajarkan kemudian secara individu diberikan masalah yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari dengan menerapkan konsep yang telah ia peroleh sebelumnya melalui permasalahan yang diberikan.

Model pembelajaran treffinger terdiri atas tiga komponen penting, yaitu sebagai berikut:31

1) Understanding Challenge (memahami tantangan)

a) Menentukan tujuan, yaitu guru menginformasikan kompetensi yang harus dicapai dalam pembelajaran.

b) Menggali data, guru mendemonstrasikan/ menyajikan fenomena alam yang dapat mengundang keingintahuan peseta didik.

c) Merumuskan masalah, guru memberi kesempatan kepada peserta didik untuk mengidentifikasi permasalahan.

2) Generating Ideas (membangkitkan gagasan)

Tahapan generating ideas, guru memberi waktu dan kesempatan pada peserta didik untuk mengungkapakan gagasan dan juga membimbing peserta didik untuk menyepakati alternatif pemecahan yang akan diuji. 3) Preparing for Action (mempersiapkan tindakan)

31


(40)

a) Mengembangkan solusi, dalam tahapan ini guru mendorong peserta didik untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen untuk mendapat penjelasan dan pemecahan masalah.

b) Membangun penerimaan, yaitu guru memeriksa solusi yang telah diperoleh peserta didik dan memberikan permasalahn yang baru namun lebih kompleks agar peserta didik dapat menerapkan solusi yang telah diperoleh.

Adapun langkah-langkah model pembelajaran treffinger memberikan kesempatan siswa untuk merepresentasikan solusi masalahnya. Langkah-langkah model treffinger adalah sebagai berikut:32

1) Tingkat Basic Tools

Tingkat basic tools meliputi keterampilan berpikir divergen dan teknik-teknik kreatif. Keterampilan dan teknik-teknik ini mengembangkan kelancaran dan kelenturan berpikir serta kesediaan mengungkapkan pemikiran kreatif kepada orang lain.

Pada bagian kognitif, tahap I meliputi pengetahuan dan ingatan. Sedangkan pada bagian afektif, tahap I meliputi kesediaan untuk menjawab, keterbukaan terhadap pengalaman, kesediaan menerima kesamaan atau kedwiartian (ambiguity), kepekaan terhadap masalah dan tantangan, rasa ingin tahu, keberanian mengambil resiko, kesadaran, dan kepercayaan kepada diri sendiri.

2) Tingkat Practice with Process

Pada tingkat ini siswa diberi kesempatan untuk menerapkan keterampilan yang dipelajari pada tingkat basic tools dalam situasi praktis. Pada tingkat ini siswa dituntut aktif dan terlibat dalam kegiatan mempelajari konsep yang dilakukan dengan jalan memperlihatkan representasi konsep tersebut.

32

Utami Munandar, Pengembangan Kreatifitas Anak berbakat, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2012), h. 172.


(41)

23

Segi kognitif pada tahap II ini meliputi penerapan, analisis, sintesis, dan penilaian (evaluasi). Di samping itu, termasuk juga transformasi dari beraneka produk dan isi, keterampilan metodologis atau penelitian, pemikiran yang melibatkan analogi dan kiasan (metafor). Segi afektif pada tahap II mencakup keterbukaan terhadap perasaan-perasaan dan konflik yang majemuk, mengarahkan perhatian pada masalah, penggunaan khayalan dan tamsil, meditasi dan kesantaian (relaxation), serta pengembangan keselamatan psikologis dalam berkreasi atau mencipta.

3) Tingkat Working Real with Problems

Pada tingkat ini siswa menerapkan keterampilan yang dipelajari pada tingkat basic tools dan practice with process terhadap tantangan dunia nyata. Siswa tidak hanya belajar keterampilan berpikir kreatif, tetapi juga bagaimana menggunakan informasi ini dalam kehidupan mereka. Dalam ranah kognitif, hal ini berarti keterlibatan dalam penyelesaian yang mandiri dan diarahkan sendiri. Belajar kreatif seseorang mengarah kepada identifikasi tantangan-tantangan atau masalah-masalah yang berarti, dan pengelolaan terhadap sumber-sumber yang mengarah pada perkembangan hasil atau produk. Sedangkan pada segi afektif ialah pengikatan diri terhadap hidup produktif.

Selanjutnya ada tiga tingkatan dalam model pembelajaran treffinger, yaitu:33

1) Tingkat divergen

Penggunaan pemikiran divergen dan intuisi sebagai landasan tingkat berikutnya.

2) Proses pemikiran dan perasaan

Proses pemikiran dan perasaan yang menyeluruh, memperluas dan memperdalam tingkat pertama serta penerapan fungsi analisis dan sintesis.

33

B. Suryosubroto, Proses Belajar Mengajar di Sekolah, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2009), h. 196.


(42)

3) Aplikasi

Aplikasi dalam menghadapi masalah yang sebenarnya dengan berusaha memecahkan masalah secara kreatif yaitu cara sistematis dalam mengorganisasi dan mengolah keterangan atau gagasan sehingga persoalan dapat dipecahkan secara imajinatif melalui pengolahan informasi.

Setiap tahap model pembelajaran treffinger ada pengintegrasian dimensi kognitif dan dimensi afektif untuk mencari arah-arah penyelesaian seperti yang dikemukakan oleh Utami Munandar. Kemudian peneliti mempersempit ranah kognitif dan afektif sesuai dengan penelitian yang dilakukan seperti yang terlihat pada gambar berikut.

Tahap III

Tahap II

Tahap I

Gambar 2.3

Tahap Model Pembelajaran Treffinger

Dari uraian diatas terdapat hubungan langkah-langkah, tingkatan dan komponen dari model pembelajaran treffinger yang diungkapkan oleh para ahli yang diantaranya: (1) pada tahap basic tool, siswa akan berpikir secara divergen dengan memberikan kesempatan mengidentifikasi &

Kognitif

 Pengetahuan

 Ingatan Afektif

 Percaya diri

 Rasa ingin tahu

 Kesediaan untuk menjawab

Kognitif

 Analisis

 Penerapan Afektif

 Imajinasi

 Berkreasi

Kognitif

 Pengarahan diri

Afektif

 Perwujudan diri


(43)

25

memecahkan soal konsep dasar untuk merangsang rasa ingintahu, (2) pada tahap practice with proses, siswa dituntut aktif dan terlibat langsung dalam menemukan konsep untuk memecahkan masalah, (3) pada tahap working with real problem, siswa mengaplikasikan konsep yang telah dipelajari melalui masalah yang berkaitan dengan kehidupan nyata agar dapat menggunakan konsep tersebut dalam kehidupan mereka.

Berkaitan dengan pengembangan kreativitas dalam kemampuan memecahkan masalah melalui keterampilan merepresentasikan ide atau gagasanya dalam pembelajaran matematika dengan setting model pembelajaran treffinger adalah pembelajaran yang menggunakan tiga langkah model pembelajaran treffinger untuk mengembangkan representasi siswa. Siswa dibagi ke dalam kelompok-kelompok kecil agar dapat saling membantu memahami materi pelajaran dan menyelesaikan tugas yang diberikan oleh guru.

Dari pendapat di atas mengenai langkah-langkah model treffinger dapat dipaparkan bahwa langkah-langkah model pembelajaran treffinger yang mengintegrasikan aspek kognitif dan aspek afektif adalah sebagai berikut:

1) Menjelaskan materi dan memberikan masalah yang dapat merangsang siswa untuk dapat berpikir secara divergen. Siswa diberikan kesempatan untuk mengemukakan pendapatnya.

2) Membahas materi pelajaran dengan cara menghadapkan siswa pada masalah kompleks sehingga memicu siswa untuk memecahkan masalah yang dihadapi. Hal ini dapat dilakukan dengan praktik, berdiskusi atau bermain peran.

3) Melibatkan pemikiran siswa dalam tantangan nyata yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Masalah yang diberikan bertujuan untuk menerapkan konsep yang telah ditemukan siswa pada tahap sebelumnya.


(44)

Adapun kegiatan pembelajaran matematika dengan model pembelajaran treffinger untuk mengembangkan representasi siswa disajikan dalam tabel berikut.34

Tabel 2.2

Langkah Kegiatan Pembelajaran Treffinger

Langkah Kegiatan Guru Kegiatan Siswa

Pendahuluan Guru menyampaikan atau menjelaskan tujuan yang akan dicapai

Siswa mendengarkan penjelasan guru Guru menjelaskan secara

garis besar materi yang akan dipelajari dan membagi siswa dalam beberapa kelompok

Siswa mendengarkan penjelasan guru, lalu mengatur tempat duduk sesuai dengan

kelompoknya

Basic Tool Guru memberikan suatu

masalah yang mendasar

Siswa membaca dan memahami masalah Guru membimbing siswa

untuk menyampaikan idenya Siswa menyampaikan gagasannya dan menuliskannya Practice with process

Guru membimbing dan mengarahkan siwa untuk berdiskusi dengan memberikan masalah yang lebih kompleks

Siswa berdiskusi dan menganalisis masalah yang diberikan dan

penyelesaiannya

Working with real problem

Guru memberikan suatu permasalah dalam kehidupan sehari-hari dalam bentuk soal cerita

Siswa membaca dan memahami masalah

Guru membimbing siswa untuk membuat

penyelesaian secara mandiri

Siswa membuat penyelesaian

Guru meminta siswa untuk menyebutkan langkah-langkah dalam menyelesaikan suatu masalah Siswa menyebutkan langkah-langkah dalam menyelesaikan suatu masalah Guru memberikan reward

Siswa yang skornya tinggi menerima reward

Penutup Guru membimbing siswa

membuar kesimpulan

Siswa membuat kesimpulan

34 Titin Faridatun Nisa, “Pembelajaran Matematika dengan

Setting Model Treffinger untuk Mengembangkan Kreativitas Siswa”, Jurnal Pedagogia Vol. 1 No. 1, Desember 2011, h. 44.


(45)

27

c. Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran Treffinger

Dalam penerapannya, model pembelajaran treffinger memiliki beberapa kelebihan, diantaranya:35 (1) Memberikan kesempatan kepada siswa untuk memahami konsep-konsep dengan cara menyelesaikan suatu permasalahan (2) Membuat siswa aktif dalam pembelajaran (3) Mengembangkan kemampuan berpikir siswa karena disajikan masalah pada awal pembelajaran dan memberikan keleluasaan kepada siswa untuk mencari arah penyelesaiannya sendiri (4) Mengembangkan kemampuan siswa untuk memecahkan suatu permasalahan dan (5) Membuat siswa dapat menerapkan pengetahuan yang sudah dimilikinya ke dalam situasi baru.

Menurut Sarson W. Dj. Pamalato ada beberapa kelebihan model pembelajaran treffinger, diantaranya:36 (1) Mengintegerasikan dimensi kognitif dan afektif dalam pengembangannya (2) Melibatkan secara

bertahap kemampuan berpikir divergen dalam menyelesaikan masalah (3) Memiliki tahapan pengembangan yang sistematik, dengan beragam

teknik untuk setiap tahap yang dapat diterapkan secara fleksibel. Selain itu, kelebihan model pembelajaran treffinger adalah dapat diterapkan pada semua segi dikehidupan sekolah, mulai dari pemecahan konflik matematika dasar sampai pada konflik kehidupan sehari-hari.

Disamping kelebihannya, model pembelajaran treffinger juga memiliki kelemahannya, diantaranya: 37 (1) Perbedaan level pemahaman dan kecerdasan siswa dalam menghadapi masalah (2) Ketidaksiapan siswa menghadapi masalah baru yang dijumpai dilapangan (3) Model ini mungkin tidak terlalu cocok diterapkan untuk siswa taman kanak-kanak atau kelas awal sekolah atas (4) Membutuhkan waktu yang tidak sebentar untuk mempersiapkan siswa melakukan tahap-tahap di atas. Namun, apapun kelemahan yang ada, baik tidaknya proses pembelajaran ditentukan oleh kreativitas guru dalam mendesain suasana pembelajaran

35

Huda, loc.cit. 36

Nisa, loc.cit. 37


(46)

dan cara guru mengatasi kelemahan tersebut. Beberapa cara mengatasi kelemahan tersebut, diantaranya: (1) mengimplementasikan model pembelajaran treffinger dikelas tingkat tinggi (kelas 4, 5, dan 6) sekolah dasar (2) Membuat kelompok-kelompok kecil agar antarsiswa dapat saling berdiskusi untuk memahami dan mencari solusi masalah tersebut (3) Masalah yang diberikan siswa dikaitkan dengan benda-benda disekitar lingkungan siswa (4) Guru perlu mengatur waktu untuk setiap tahap agar waktu digunakan dapat efisien.

B. Hasil Penelitian yang Relevan

Penelitian yang dilakukan oleh Nurul Fatimah dengan judul

“Penggunaan Model Pembelajaran Treffinger untuk Meningkatkan Hasil Belajar Kognitif Peserta Didik pada Materi Optika Geometris Kelas X MAN Blora Tahun Pelajaran 2014/2015”. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode kuasi eksperimen. Penelitian ini menyatakan bahwa peningkatan kemampuan hasil belajar siswa kelas eksprimen lebih tinggi secara signifikan dari pada peningkatan hasil belajar siswa kelas kontrol. Hal ini menunjukkan dengan menggunakan model pembelajaran treffinger dapat meningkatkan hasil belajar siswa.38

Hasil penelitian diatas sejalan pula dengan penelitian yang dilakukan oleh Bambang Priyo Darminto dengan judul “Meningkatkan Kemampuan

Pemecahan Masalah Matematis Mahasiswa Melalui Pembelajaran Model Treffinger”. Penelitian ini dilakukan kepada mahasiswa program studi pendidikan matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo dengan metode penelitian eksperimen. Hal ini terlihat dengan perbedaan skor posttest yang signifikan. Dengan demikian, penerapan pembelajaran model

38

Nurul Fatimah, “Penggunaan Model Pembelajaran Treffinger untuk Meningkatkan Hasil Belajar Kognitif Peserta Didik pada Materi Optika Geometris Kelas X MAN Blora Tahun Pelajaran 2104/2105”, Skripsi pada Sekolah Sarjana UIN Walisongo, Semarang, 2015, h. 75.


(47)

29

pembelajaran treffinger dapat meningkatkan kemampuan memecahkan masalah matematis.39

Adapun penelitian yang relevan telah dilakukan oleh Ila Bainatul Hayati dengan judul penelitian “Penerapan Model Treffinger untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa”. Penelitian ini dilakukan di MTs Hidayatul Umam Cinere-Depok dengan menggunakan metode Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Hal ini terlihat dari nilai rata-rata siswa yang lebih besar sama dengan nilai KKM. Pada siklus I nilai rata-rata kemampuan komunikasi matematis siswa sebesar 67, sedangkan pada siklus II nilai rata-rata kemampuan komunikasi matematis siswa sebesar 74. Oleh karena itu, penggunaan model pembelajaran treffinger dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa.40

Dari beberapa penelitian sebelumnya dengan penelitian yang akan dilaksanakan terdapat persamaan pada model pembelajaran yang akan digunakan yaitu model pembelajaran treffinger. Adapun perbedaan antara ketiga penelitian tersebut dengan penelitian yang akan dilakukan terletak pada masalah yang diteliti, bahwa peneliti akan menindak lanjuti dengan menggunakan model pembelajaran treffinger terhadap kemampuan representasi matematis siswa.

C. Landasan Konseptual Intervensi Tindakan

Matematika merupakan suatu bahasa dalam pembelajarannya tidak lepas dengan simbol, lambang, grafik, gambar, maupun bagan. Kemampuan representasi siswa sangat diperlukan guna mengkomunikasikan ide-ide atau gagasan terkait dari merefleksikan simbol tersebut. Ada banyak penelitian yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan representasi matematis dan

39 Bambang Priyo Darminto, “Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Mahasiswa Melalui Pembelajaran Model Treffinger” , Jurnal Pendidikan Matematika dan Sains, Vol. I No. 2, Desember 2013, h. 107.

40 Ila Bainatul Hayati, “Penerapan Model

Treffinger untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa”, Skripsi pada Sekolah Sarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Jakarta, tahun, h. 77.


(48)

hasilnya pun beragam. Peneliti melihat bahwa kemampuan representasi matematis siswa masih kurang dalam pemecahan masalah matematika.

Oleh karena itu, pembelajaran matematika tidak hanya mentransfer ide-ide pengetahuan dari guru ke siswa namun hendaknya memberikan kesempatan dan pengalaman kepada siswa dalam menafsirkan masalah dan mungkin menimbulkan gagasan-gagasan dalam memecahkan masalah. Sehingga siswa dapat mengomunikasikan gagasannya kepada orang lain melalui representasinya sendiri.

Pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran treffinger memungkinkan guru membuat pembelajaran sekreatif mungkin guna mendesain proses pembelajaran yang memberikan kesempatan dan melatih siswa dalam mengungkapkan ide-ide matematis. Pembelajaran matematika dengan model pembelajaran treffinger memberikan keleluasaan kepada siswa dalam menyelesaikan masalah. Pembelajaran dengan model pembelajaran treffinger mengutamakan keterpaduan antara kognitif dan afektif siswa dalam menyelesaikan masalah.

Ada tiga tahapan dalam model pembelajaran treffinger. Tahap pertama, tingkat basic tools yang meliputi keterampilan berpikir divergen dan teknik-teknik kreatif. Tahap kedua, tingkat practice with process yang memberikan kesempatan siswa untuk menerapkan keterampilan yang dipelajari pada tingkat basic tools dalam sistuasi praktis. Tahap ketiga, tingkat working real with problems dimana siswa menerapkan keterampilan yang dipelajari pada tingkat basic tools dan practice with process terhadap tantangan dunia nyata. Siswa tidak hanya belajar keterampilan berpikir kreatif, tetapi juga bagaimana menggunakan informasi ini dalam kehidupan mereka. Untuk menyelesaikan masalah, siswa membutuhkan kemampuan representasi untuk mengomunikasikan ide-ide yang ia miliki.

Dari tahapan model pembelajaran treffinger yang telah diuraikan di atas, terlihat bahwa pembelajaran ini memberikan kesempatan pada siswa untuk mengembangkan kemampuan representasi matematis. Pada tahap basic tools, siswa diberi kesempatan melatih representasi visual dengan membuat


(49)

31

gambar dan verbal dalam bentuk mengemukakan ide atau gagasan dan representasi teks tertulis dengan menuliskan ide-idenya. Pada tahap practice with process, siswa diberi kesempatan melatih representasi visual dengan menggambar bangun datar tertentu dan representasi teks tertulis melalui kegiatan menyimpulkan hasil penemuan konsep suatu bangun datar. Pada tahap working real with problems, representasi ekspresi matematis siswa dilatih melalui penggunaan rumus dalam menyelsaikan masalah matematika. Sehingga diharapkan penggunaan model pembelajaran treffinger dalam pembelajaran matematika dirasa penting untuk meningkatkan kemampuan representasi siswa. Karena siswa dilatih menyelesaikan masalah-masalah dari yang konkret hingga yang abstrak dengan berbagai ide yang ia miliki.

Gambar 2.4 Kerangka Konseptual

D. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan kajian teori dan landasan konseptual di atas maka hipotesis tindakan dapat dirumuskan: “Penerapan model pembelajaran treffinger dalam pembelajaran matematika dapat meningkatkan kemampuan representasi matematis siswa kelas IV MIT Nurul Iman Depok semester I tahun ajaran 2016/2017”.

Kemampuan representasi matematis siswa rendah

Penerapan model pembelajaran treffinger

Kemampuan representasi matematis meningkat

Visual

Ekspresi matematika


(50)

32

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di MI Terpadu Nurul Iman berlokasi di Jalan Karya Bakti No. 26, Tanah Baru–Beji, Kota Depok di kelas IV semester I.

2. Waktu penelitian

Pelaksanaan penelitian ini akan dilaksanakan pada semester I (Ganjil) tahun ajaran 2016/2017.

B. Metode Penelitian dan Rancangan Siklus Penelitian

Metode penelitian yang digunakan ialah penelitian tindakan kelas atau yang biasa dikenal Classroom Action Research (CAR), yaitu penelitian tindakan yang dilakukan dengan tujuan memperbaiki mutu praktik dan pembelajarannya dikelasnya.1 Menurut Ebbut, penelitian tindakan kelas adalah kajian sistematik dari upaya perbaikan pelaksanaan praktek pendidikan oleh sekelompok guru dengan melakukan tindakan-tindakan dalam pembelajaran, berdasarkan refleksi mereka mengenai hasil dari tindakan-tindakan tersebut.2 Secara jelas, penelitian tindakan adalah upaya perbaikan dengan pelaksanaan tindakan-tindakan pembelajaran dan hasilnya digunakan untuk memperbaiki mutu proses belajar mengajar sesuai dengan kondisi dan karakteristik sekolah, guru, dan siswa. Metode penelitian tindakan kelas ini dilakukan dengan menggunakan model pembelajaran treffinger untuk meningkatkan kemampuan representasi matematis siswa.

Model penelitian tindakan kelas yang gunakan adalah model Kurt Lewin. Konsep penelitian tindakan Kurt Lewin terdiri dari empat langkah,

1

Suharsimi Arikunto, Penelitian Tindakan Kelas, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), h. 58.

2

Rochiati Wiratmadja, Metode Penelitian Tindakan kelas, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2009), h. 12.


(51)

33

yaitu perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi.3 Prosedur penelitian ini berlangsung secara siklus. Hubungan keempat komponen tersebut dipandang sebagai siklus yang digambar sebagai berikut:4

Gambar 3.1

Desain PTK Model Kurt Lewin

Berdasarkan model yang dikemukakan Kurt Lewin, dalam penelitian ini peneliti menggunakan dua siklus, dimana setiap siklus terdiri dari empat kegiatan, yaitu:

1. Perencanaan (Planning)

Perencanaan ini disusun berdasarkan identifikasi masalah yang terlihat dari hasil observasi pendahuluan, sebelum dilakukan perlakuan kepada siswa, peneliti melakukan observasi pendahukuan hal ini untuk mengamati situasi dan kondisi awal siswa, cara guru mengajar dan proses pembelajaran. Hal ini agar peneliti mengetahui akar permasalahan dan mencari bentuk tindakan yang tepat untuk memberikan solusi terhadap suatu permasalahan. Adapun beberapa perencanaan yang dilakukan berkaitan dengan permasalahan dalam representasi matematis sebagai berikut:

a. Peneliti merumuskan tindakan sebagai solusi dengan model pembelajaran treffinger.

3

Kunandar, Langkah Mudah Penelitian Tindakan Kelas Sebagai Pengembangan Profesi Guru, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2013), h. 42.

4

Ruswandi Hermawan, Metode Penelitian Pendidikan SD, (Bandung: UPI Press, 2007), h. 127.

Perencanaan

Pelaksanaan

Pengamatan Refleksi


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

Lampiran 41

266

BIOGRAFI PENULIS

Nurhasanah, lahir di Jakarta, 20 Mei 1994. Anak pertama dari pasangan Bapak Saman dan Ibu Saamah. Penulis beralamat di jalan Mohamad Kafi II No. 43, Kelurahan Ciganjur, Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan.

Penulis menempuh pendidikan sekolah dasar di SD Negeri 06 Ciganjur (2001-2006). Sekolah Menengah Pertama di Madrasah Tsanawiyah (MTs) Negeri 4 Srengseng Sawah (2006-2009), Sekolah Menengah Atas di Madrasah Aliyah (MA) Negeri 13 Lenteng Agung (2009-2012) dan melanjutkan jenjang S1 tahun 2012 pada Program Studi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Dengan motonya sesulit apapun hidup mandiri lebih terhormat, tidak boleh menjadi benalu. Judul skripsi penulis ialah “Penerapan Model Pembelajaran Treffinger untuk Meningkatkan Kemampuan Representasi Matematis Siswa”.