KAJIAN FONETIS PADA TUTURAN ANAK PENYANDANG TUNAGRAHITA DI SLB-C SUKAPURA KIARACONDONG.

(1)

KAJIAN FONETIS PADA TUTURAN ANAK PENYANDANG

TUNAGRAHITA DI SLB-C SUKAPURA KIARACONDONG

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari

Syarat untuk Memeroleh Gelar Sarjana Sastra

Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia

Konsentrasi Linguistik

oleh

Debby Yuwanita Anggraeni

0906433

PROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA


(2)

KAJIAN FONETIS PADA TUTURAN ANAK PENYANDANG TUNAGRAHITA DI SLB-C SUKAPURA KIARACONDONG

Oleh

Debby Yuwanita Anggraeni

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

© Debby Yuwanita Anggraeni 2013 Universitas Pendidikan Indonesia

November 2013

Hak Cipta dilindungi undang-undang.


(3)

KAJIAN FONETIS PADA TUTURAN ANAK PENYANDANG TUNAGRAHITA DI SLB-C SUKAPURA KIARACONDONG

oleh

Debby Yuwanita Anggraeni 0906433

Disetujui dan disahkan oleh: Pembimbing I,

Drs. Aceng Ruhendi Saefullah, M.Hum. NIP 195608071980121001

Pembimbing II,

Sri Wiyanti, S.S., M.Hum. NIP 197803282006042001

diketahui oleh

Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia,

Dr. Dadang S. Anshori, M.Si. NIP 197204031999031002


(4)

ABSTRAK

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh tuturan dari bahasa anak penyandang tunagrahita taraf ringan, taraf sedang, dan taraf berat di SLB-C Sukapura Kiaracondong yang setiap realisasi tuturannya memiliki variasi bunyi bahasa, bahkan ada beberapa pelafalannya yang belum sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia. Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan dan menjelaskan realisasi tuturan dan variasi pelafalan tuturan bunyi bahasa pada anak penyandang tunagrahita taraf ringan, taraf sedang, dan taraf berat, lalu membandingkan tingkat perbandingan pelafalannya.

Penelitian ini menggunakan pendekatan linguistik struktural, khususnya kajian fonologi, karena penelitian ini membahas tuturan pelafalan anak penyandang tunagrahita secara fonetis dan perubahan bunyi yang dilafalkannya. Dalam kajian fonologi dapat terungkap jelas bunyi-bunyi suatu bahasa. Data yang digunakan adalah data kebahasaan berupa kata, frasa, dan kalimatdalam realisasi pengucapan dan pelafalan anak penyandang tunagrahita taraf ringan, taraf sedang, dan taraf berat.

Temuan penelitian ini menunjukkanrealisasi tuturan dari pelafalan anak penyandang tunagrahita taraf ringan, taraf sedang, dan taraf berat. Namun,pelafalan pada kata, frasa, dan kalimat masih ada yang belum sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia. Setiap pelafalannya memiliki bunyi bahasa yang bervariasi, seperti penghilangan satu bunyi bahasa dan bunyi tambahan atau pengiring di awal, tengah, maupun di akhir pelafalan. Sebagai contoh, dalam melafalkan kata /komputer/,anak penyandang tunagrahita taraf ringan menyebutkan [omputər], taraf sedang melafalkan [əputər], dan taraf berat melafalkan [oputər]. Dengan begitu, pelafalan anak penyandang tunagrahita dalam setiap tarafnya berbeda sesuai dengan kemampuan mental si anak. Dalam konteks ini ditemukan perubahan atau penghilangan suatu bunyiyang disebabkan adanya kekurangan dalam alat ucap mereka.


(5)

ABSTRACT

This research is motivated by the utterances of the language of children with mild mental retardation level, medium level, and weight level in SLB - C Sukapura Kiaracondong realization that every utterance has a variety of sounds of language, even some pronunciation is not in accordance with the rules of Indonesian. The purpose of this research is to describe and explain variations in the realization of speech and pronunciation of speech sounds of language in children with mild mental retardation level, medium level, weight level, and then compares the level of comparison pronunciation. This study uses a structural approach to linguistics, especially phonology study, because this study discusses the pronunciation of the speech of children with mental retardation and changes sound phonetically pronounced. In the study of phonology can be revealed clearly the sounds of a language. The language data used in the form of words, phrases, and sentences in the realization of the spelling and pronunciation of children with mild mental retardation level, medium level, and the level of weight. The findings of this study demonstrate the realization of utterances from the pronunciation of children with mild mental retardation level, medium level, and weight level. However, the pronunciation of the words, phrases, and sentences there are not in accordance with the rules of Indonesian. Each pronunciation has varied sounds of language, such as the removal of the language sounds and added sounds or accompaniment in the beginning, the middle, or at the end of the pronunciation. For example, in pronouncing the word/computer/, children with mild mental retardation level states [omputər], the medium level repeating [əputər], and weight level recite [oputər]. Therefore, the pronunciation of children with mental retardation in his level of each differ according to the child's mental ability. In this context, changes or disappearance found a sound that is caused by a deficiency in their vocal organs.


(6)

DAFTAR ISI

Halaman LEMBAR PENGESAHAN

LEMBAR PERSEMBAHAN LEMBAR PERNYATAAN

KATA PENGANTAR ... i

UCAPAN TERIMA KASIH ... ii

ABSTRAK ...iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR ISTILAH ... x

DAFTAR LAMBANG ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB 1: PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Masalah Penelitian ... 5

1.2.1 Identifikasi Masalah ... 5

1.2.2 Batasan Masalah... 5

1.2.3 Rumusan Masalah ... 6

1.3 Tujuan Penelitian ... 6

1.4 Manfaat Penelitian ... 6

1.4.1 Manfaat Teoretis ... 6

1.4.2 Manfaat Praktis ... 7


(7)

BAB 2 : KAJIAN PUSTAKA, FONOLOGI, FONETIS, KLASIFIKASI BUNYI BAHASA, GEJALA PERUBAHAN BUNYI, BUNYI PENGIRING, DAN ANAK PENYANDANG TUNAGRAHITA

2.1 Kajian Pustaka ... 9

2.2 Landasan Teoretis ... 12

2.2.1 Fonologi ... 12

2.2.2 Fonetis ... 12

2.2.2.1 Jenis-Jenis Fonetis ... 13

1) Akustis ... ... 13

2) Auditoris ... 13

3) Organis atau Artikulatoris ... 13

2.2.2.2 Alat Ucap ... 14

2.2.2.3 Uraian Fungsi-Fungsi Alat Ucap ... 16

1) Paru-paru ... 16

2) Pangkal Tenggorok ... 16

3) Rongga Kerongkongan ... 16

4) Langit-langit Lunak ... 16

5) Langit-langit keras ... 17

6) Ujung Lidah ... 17

7) Daun Lidah ... 17

8) Ceruk Gigi ... 17

9) Gigi ... 17

10) Bibir ... 17

11) Bibir Atas dan Bibir Bawah ... 18

12) Lidah ... 18

13) Mulut dan Rongga Mulut ... 18

14) Rongga Hidung ... 18

2.2.3 Klasifikasi Bunyi Bahasa ... 18


(8)

VI

2.2.3.2 Semi Vokal ... 19

2.2.3.3 Konsonan ... 19

1) Tempat Artikulasi ... 20

2) Cara Artikulasi ... 20

3) Pita Suara ... 20

4) Striktur ... 20

2.2.4 Gejala Perubahan Bunyi ... 20

2.2.4.1 Protesis ... 21

2.2.4.2 Epentesis ... 21

2.2.4.3 Paragog ... 21

2.2.4.4 Aferesis ... 21

2.2.4.5 Sinkop ... 21

2.2.4.6 Apokop ... 21

2.2.4.7 Rotatisme ... 22

2.2.4.8 Fusi ... 22

2.2.4.9 Diftongisasi ... 22

2.2.4.10 Lenisi ... 22

2.2.5 Bunyi Pengiring ... 22

2.2.6 Anak Penyandang Tunagrahita ... 23

2.2.7 Asumsi Dasar ... 24

BAB 3: METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Subjek ... 25

3.2 Desain Penelitian ... 26

3.3 Metode Penelitian... 27

3.3.1 Definisi Operasional... 27

3.3.2 Instrumen Penelitian... 27

3.3.3 Teknik Pengumpulan Data ... 35

3.3.4 Teknik Penganalisisan Data ... 36 BAB 4: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


(9)

4.1 Hasil Penelitian ... 37 4.1.1 Realisasi Tuturan, Variasi Pelafalan Tuturan, dan Tingkat Perbandingan

Anak Penyandang Tunagrahita Taraf Ringan, Sedang, dan Berat Berdasarkan Kata ... 37 4.1.2 Realisasi Tuturan, Variasi Pelafalan Tuturan, dan Tingkat Perbandingan

Anak Penyandang Tunagrahita Taraf Ringan, Sedang, dan Berat Berdasarkan Frasa ... 120 4.1.3 Realisasi Tuturan, Variasi Pelafalan Tuturan, dan Tingkat Perbandingan

Anak Penyandang Tunagrahita Taraf Ringan, Sedang, dan Berat Berdasarkan Kalimat ... 152 4.2 Pembahasan ... 177 4.2.1 Realisasi Tuturan dan Variasi Pelafalan Tuturan Anak Penyandang

Tunagrahita Taraf Ringan, Sedang, dan Berat Berdasarkan Kata ... 177 4.2.2 Realisasi Tuturan dan Variasi Pelafalan Tuturan Anak Penyandang

Tunagrahita Taraf Ringan, Sedang, dan Berat Berdasarkan Frasa ... 238 4.2.3 Realisasi Tuturan dan Variasi Pelafalan Tuturan Anak Penyandang

Tunagrahita Taraf Ringan, Sedang, dan Berat Berdasarkan Kalimat ... 260 4.2.4 Tingkat Perbandingan Anak Penyandang Tunagrahita Taraf Ringan, Sedang,

dan Berat ... 280 BAB 5: SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan ... 262 5.2 Saran ... 264 DAFTAR PUSTAKA ... 265 LAMPIRAN

1. Surat Keputusan ... 266 2. Rekap Fonetis Pelafalan ... 267 3. Data-data Anak Penyandang Tunagrahita Taraf Ringan, Taraf Sedang, dan

Taraf Berat ... 277 RIWAYAT HIDUP ... 278


(10)

BAB 1 PENDAHULUAN

Dalam bagian ini, dipaparkan mengenai pendahuluan penelitian yang dapat diuraikan sebagai berikut. Adapun uraiannya meliputi (1) latar belakang, (2) identifikasi masalah, (3) batasan masalah, (4) rumusan masalah, (5) tujuan penelitian, (6) manfaat penelitian, dan (7) struktur organisasi penulisan.

1.1 Latar Belakang

Bahasa adalah salah satu alat komunikasi manusia untuk berinteraksi dengan sesamanya. Tanpa berbahasa, manusia tidak dapat mendapatkan informasi yang dibutuhkan seperti biasanya. Bahasa juga bermacam-macam sesuai dengan ruang dan waktu yang melatari hidup manusia.

Carrol (1986: 65), mengemukakan bahasa sebagai sebuah sistem struktural mengenai bunyi dan urutan bunyi bahasa yang sifatnya manasuka, yang digunakan, atau yang dapat digunakan dalam komunikasi antarindividu oleh sekelompok manusia dan yang secara agak tuntas memberi nama kepada benda-benda, peristiwa-peristiwa, dan proses-proses dalam lingkungan hidup manusia.

Bahasa juga dapat dikatakan sebagai ucapan yang bukan merupakan sebuah tulisan karena sejatinya bahasa merupakan sebagai lambang bunyi. Bentuk komunikasi verbal atau berbahasa juga ditunjukkan dengan adanya interaksi yang disebut bicara. Selain itu, bahasa juga merupakan salah satu kemampuan manusia yang berasal dari kematangan kognitif.

Salah satu unsur bahasa yang memegang peranan sangat penting adalah kosakata. Kosakata merupakan bahan baku yang membangun bahasa. Kumpulan kosakata yang disusun menjadi sebuah kalimat lalu terbangun menjadi beberapa wacana yang berupa informasi yang dapat disampaikan menjadi bahasa.

Begitu juga, dalam berbahasa akan menimbulkan suatu bunyi yang dikuasai oleh ilmu fonologi. Menurut Chaer (2003: 102), secara etimologi istilah


(11)

„fonologi‟ ini dibentuk dari kata “fon” yang bermakna „bunyi‟ dan “logi” yang berarti „ilmu‟. Jadi, secara sederhana dapat dikatakan bahwa fonologi merupakan ilmu yang mempelajari bunyi-bunyi bahasa pada umumnya. Objek kajiannya adalah “fon” atau bunyi bahasa yang dihasilkan oleh alat ucap manusia.

Fonologi memiliki dua kajian, yaitu fonetis danfonemis.Menurut Muslich (2008), fonetis adalah bunyi-bunyi ujar dipandang sebagai media bahasa semata, tak ubahnya seperti benda atau zat. Dengan demikian, bunyi-bunyi dianggap sebagai bahan mentah, bagaikan batu, pasir, semen sebagai bahan mentah bangunan rumah. Fonemis adalah suatu kajian yang mempelajari fonem, fonem itu sendiri adalah satuan bunyi bahasa terkecil yang dapat membedakan arti atau makna.

Namun, dalam penelitian ini penulis lebih fokus pada kajian fonetisnya saja. Hal itu, sesuai dengan penelitian yang dilakukan, data beberapa tuturan anak penyandang tunagrahita, diteliti dari bunyi-bunyi tuturannya saja.

Dengan begitu, kemampuan menyampaikan informasi secara lisan sangat dipengaruhi oleh kemampuan merangkai dan melafalkan bunyi-bunyi bahasa. Seperti halnya kemampuan berbahasa anak berkebutuhan khusus, anak penyandang tunagrahita memiliki hambatan bicara. Hambatan tersebut terletak di lidah si anak. Sementara itu, komunikasi mereka terhambat dan kadang pelafalan suatu kosakatanya itu terdengar samar dan kurang jelas. Berdasarkan fenomena tersebut, dalam penelitian ini akan dikaji bahasa pada anak tunagrahita, bagaimana pengucapan, dan bagaimana pelafalan setiap bunyi bahasa yang mereka ucapkan.

Tunagrahita merupakan asal dari kata tuna yang berarti “merugi”, sedangkan grahita yang berarti “pikiran”. Tunagrahita merupakan kata lain dari retardasi mental mentalretardation yang artinya terbelakang mental. Penelitian ini menggunakan ilmu fonologi (fonetis) untuk meneliti pengucapan dan pelafalan bahasa dari anak tunagrahitanya itu.

Gangguan bicara dalam berbahasa merupakan salah satu penyebab gangguan perkembangan yang paling sering ditemukan termasuk pada anak


(12)

3

penyandang tunagrahita. Komunikasi untuk menyampaikan isi pikiran, perasaan, dan emosi dengan orang lain pada anak tunagrahita dikemukakan dengan simbol verbal atau akustik sehingga tidak dapat membentuk hubungan sosial dan komunikasi yang normal.

Kajian tentang pelafalan dan pengucapan tuturan dari anak tunagrahita telah dilakukan oleh beberapa peneliti dan beberapa penelitian lain hanya sama dengan kajian yang mendekati penelitian ini. Sebagai contoh, penelitian tentang pengucapan kosakata dasar anak tunagrahita taraf sedang yang dilakukan oleh Tisnasari (2003), lalu penelitian tentang tuturan direktif anak penyandang tunagrahita pernah dilakukan oleh Priwati (2010). Ada juga penelitian lain yang terkait dengan penelitian ini, yaitu kajian kompetensi fonologis anak down sindrom oleh Sefiani (2011). Selanjutnya, penelitian lainnya yang terkait dengan kajian penelitian ini adalah kajian fonetis tuturan penderita gagap yang dilakukan oleh Monteiro (2009), dan terakhir penelitian kajian fonetis tuturan penderita Afasia Broca yang mengalami gangguan stroke pada usia 40-50 tahun oleh Suryanita (2010).

Berdasarkan tinjauan di atas, kajian tentang pelafalan dan pengucapan yang dilihat dari segi fonetis, yang diambil dari beberapa tuturan yang mengalami perubahan dan penghilangan kosakata, banyak perbedaan dalam setiap penelitiannya, dan banyak ragam penelitiannya. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Tisnasari (2003) yang meneliti gambaran sistem pelafalan kosakata dasar pada anak tunagrahita taraf sedang, mengetahui variasi pelafalan koskata dasar pada anak tunagrahita, dan kemampuan anak tunagrahita memahami kosakata dasar yang dilafalkannya. Selanjutnya, penelitian yang dilakukan oleh Priwati (2010) yang meneliti tuturan direktif dari anak penyandang tunagrahita, tekanan ilokusi dari tuturan direktif, dan wujud tindak tutur anak penyandang tunagrahitanya itu. Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Sefiani (2011) yang meneliti proses artikulasi pelafalan fonem anak down sindrom, perubahan bunyi-bunyi yang dilafalkan dan bagaimana keterbelakangan mental mereka memengaruhi perkembangan kompetensi fonologis anak down sindrom.


(13)

Selanjutnya, penelitian yang dilakukan oleh Monteiro (2009) yang meneliti kajian fonetis tuturan dari penderita gagap, dan terakhir penelitian yang dilakukan oleh Suryanita (2010) yang meneliti kajian fonetis tuturan penderita Afasia Broca yang mengalami gangguan stroke pada usia 40-50 tahun, kedua penelitian ini diambil dari kesamaan kajiannya saja dan banyak masalah yang penting untuk diteliti.

Adapun beberapa contoh yang peneliti lakukan yaitu, pelafalan anak tunagrahita berdasarkan taraf ringan, sedang, dan berat. Anak penyandang tunagrahita taraf ringan, pada saat mengucapkan suku kata /fa/, melafalkannya menjadi [pa], pelafalan /f/ tersebut seharusnya terjadi pada tempat artikulasi labio-dental, namun anak tersebut melafalkannya menjadi /p/ dan itu terjadi pada tempat artikulasi bilabial, selanjutnya kata /ember/, dilafalkannya [émbél], pelafalan bunyi /r/ seharusnya terjadi pada tempat artikulasi apiko alveolar, dan cara artikulasinya getar (trill), berubah menjadi /l/ tempat artikulasinya pada apiko alveolar, dan cara artikulasinya sampingan (lateral), hal tersebut mengalami gejala perubahan bunyi rotatisme. Selanjutnya, anak penyandang tunagrahita pada taraf sedang, saat mengucapkan suku kata /fa/, dapat melafalkannya dengan benar, yaitu [fa], dan kata /ember/, dilafalkannya [ébér], pelafalan bunyi /m/ seharusnya terjadi pada tempat artikulasi bilabial, dan cara artikulasinya nasal (sengau), namun terjadinya penghilangan bunyi /m/ di tengah, hal tersebut mengalami gejala perubahan bunyi sinkop. Terakhir, anak penyandang tunagrahita pada taraf berat, saat mengucapkan suku kata /fa/, melafalkannya menjadi [pha], pelafalan /f/ tersebut seharusnya terjadi pada artikulasi labio-dental, namun anak tersebut melafalkannya menjadi /p/ dan adanya bunyi aspirasi, dengan bunyi sertaan [h] di tengah, selanjutnya kata /ember/, dilafalkannya [émbé], pelafalan bunyi /r/ seharusnya terjadi pada tempat artikulasi apiko alveolar, dan cara artikulasinya getar (trill), namun terjadinya penghilangan bunyi /r/ di akhir kata, hal tersebut mengalami gejala perubahan bunyi apokop.

Dengan demikian, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul “Kajian Fonetis pada Tuturan Anak Penyandang Tunagrahita”, disebabkan ingin mengetahui akan adanya realisasi pelafalan bunyi dalam bahasa


(14)

5

Indonesia yang dituturkan oleh anak penyandang tunagrahita pada taraf ringan, sedang, dan berat.

1.2 Masalah

Dalam bagian ini akan dijelaskan masalah yang menjadi fokus penelitian. Adapun penjelasannya meliputi (1) identifikasi masalah, (2) batasan masalah, dan (3) rumusan masalah.

1.2.1 Identifikasi Masalah

Identifikasi masalah diperlukan untuk mengetahui masalah yang timbul dari topik penelitian. Identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1) Anak penyandang tunagrahita mengalami hambatan berkomunikasi berbicara dan memahami bahasa.

2) Anak tunagrahita yang mengalami keterlambatan bicara dan bahasa berisiko mengalami kesulitan belajar, kesulitan membaca dan menulis, serta akan menyebabkan pencapaian akademik yang kurang secara menyeluruh.

3) Keterlambatan berbahasa mengakibatkan anak penyandang tunagrahita sulit melafalkan bunyi-bunyi bahasa Indonesia, kata, frasa, dan kalimat dengan baik, bahkan cenderung sulit untuk memahaminya.

1.2.2 Batasan Masalah

Penelitian ini perlu memberikan batasan terhadap masalah yang akan diteliti agar penelitian ini lebih terarah dan terhindar dari penyimpangan. Batasan masalah tersebut meliputi hal-hal sebagai berikut.

1) Penelitian ini meneliti pengucapan terhadap tuturan berbagai macam kosakata dasar pada anak penyandang tunagrahita dilihat dari segi fonetis.

2) Responden yang diteliti adalah anak tunagrahita dalam responden yang berbeda usia, yaitu usia 9 tahun, 15 tahun, dan 19 tahun.


(15)

3) Penelitian ini dilakukan dengan metode linguistik struktural, khususnya fonologi dan lebih khususnya yaitu fonetis.

4) Responden yang dipilih dilihat berdasarkan 3 taraf penyandang tunagrahita, yaitu ringan, sedang, dan berat.

5) Lokasi penelitian ini dilaksanakan di SLB (Sekolah Luar Biasa)-C, Jl. Terusan PSM Perumahan Bumi Asri Sukapura No.3 - Kiaracondong.

6) Datanya berdasarkan kata, frasa, kalimat, dan suku kata. 7) Kajian ini dibatasi dengan bunyi-bunyi segmental

1.2.3 Rumusan Masalah

Dalam penelitian ini dirumuskan masalah-masalah yang akan dianalisis pada bagian pembahasan. Rumusan masalah tersebut adalah sebagai berikut. 1) Bagaimanakah realisasi tuturan bunyi bahasa pada anak penyandang

tunagrahita pada tingkat ringan, sedang, dan berat?

2) Bagaimana variasi pelafalan tuturan bunyi bahasa pada anak tunagrahita pada tingkat ringan, sedang, dan berat?

3) Bagaimanakah tingkat perbandingan pelafalan tuturan anak tunagrahita antara tingkat ringan, sedang, dan berat?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan dan menjelaskan hal-hal sebagai berikut:

1)realisasi tuturan bunyi bahasa pada anak penyandang tunagrahita pada tingkat ringan, sedang, dan berat;

2)variasi pelafalan tuturan bunyi bahasa pada anak tunagrahita pada tingkat ringan, sedang, dan berat;

3)tingkat perbandingan pelafalan tuturan anak tunagrahita antara tingkat ringan, sedang, dan berat.


(16)

7

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat teoretis dan praktis. Adapun uraiannya adalah sebagai berikut.

1.4.1 Manfaat Teoretis

Secara teoretis, penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan bahwa bahasa yang selama ini diperlukan untuk komunikasi ternyata tidak selamanya dapat diucapkan dengan sempurna. Semuanya bisa berubah dan menjadi berbeda dengan adanya kekurangan beberapa orang tertentu.

Dalam ilmu fonologi juga dapat dibuktikan bahwa setiap pelafalan yang terucap pada setiap kosakata memiliki arti dan gejala bahasanya masing-masing, mau itu perubahan huruf konsonan dan vokal, maupun penghilangan suatu huruf konsonan dan vokal.

1.4.2 Manfaat Praktis

Secara praktis,melalui penelitian ini akan diketahui kemampuan berbahasa anak penyandang tunagrahita sesuai dengan tingkat antara ringan, sedang dan parah. Selain itu, dapat diketahui apa saja yang menurut mereka sukar untuk dilafalkan dan jarang terdengar dengan jelas sesuai dengan suatu pelafalan apa yang dimaksudkan. Dapat juga penelitian ini digunakan untuk terapi bicara/ terapi pelafalan bunyi-bunyi bahasa Indonesia, baik vokal maupun konsonan.

1.5 Struktur Organisasi Penulisan

Hasil penelitian ini dilaporkan dalam bentuk skripsi. Untuk memudahkan penyajiannya, struktur organisasi penulisan skripsi ini disusun dari bab satu sampai bab lima. Hal ini dilakukan untuk memudahkan penulis dalam mencapai tujuan yang telah direncanakan. Berikut ini adalah uraian struktur organisasi penulisan skripsi.


(17)

Pada bab satu dipaparkan latar belakang penelitian, masalah penelitian yang mencakup pengidentifikasian masalah, dan perumusan masalah. Setelah itu, dilanjutkan dengan tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan struktur organisasi.

Pada bab dua dipaparkan mengenai teori yang digunakan dalam penelitian skripsi. Pada bab ini, penulis memaparkan tentang penelitian-penelitian terdahulu dan teori-teori dari beberapa ahli yang relevan terhadap masalah dan asumsi dasar. Pada bab tiga dipaparkan mengenai metodologi penelitian. Metodologi penelitian tersebut mencakup beberapa penjelasan mengenai lokasi dan subjek penelitian, desain penelitian, metode penelitian, definisi operasional, instrumen penelitian, teknik pengumpulan data, dan teknik analisis data.

Selanjutnya pada bab empat dipaparkan analisis data dan pembahasannya. Pada bab ini penulis menganalisis data dengan menggunakan teknik analisis data dan pembahasan lebih lanjut terhadap hasil analisis data.

Penelitian ini ditutup dengan bab lima yang berisi simpulan dan saran. Simpulan dideskripsikan secara singkat, jelas, dan mudah dipahami yang mencakup dari permasalahn skripsi yang sudah dibahas. Saran yang diberikan penulis pun berisi rekomendasi penulis terhadap tindak lanjut penelitian yang dilakukan, baik secara teoretis maupun secara praktis.


(18)

25 BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

Dalam bagian ini, dipaparkan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan metodologi penelitian, dan dapat diuraikan sebagai berikut. Adapun uraiannya meliputi (1) lokasi dan subjek, (2) desain penelitian, (3) metode penelitian, (4) definisi operasional, (5) instrumen penelitian, (6) teknik pengumpulan data, dan (7) teknik analisis data.

3.1 Lokasi dan Subjek

Lokasi penelitian dilaksanakan di sekolah SLB-C, Jl. Terusan PSM Perumahan Bumi Asri Sukapura No.3, Kiaracondong-Bandung.

Subjek dari penelitian ini yaitu, anak penyandang tunagrahita taraf ringan, sedang, dan berat. Jumlah dari anak penyandang tunagrahita tersebut, masing-masing tarafnya satu. Adapun data dari anak tersebut.

Taraf Ringan

Nama : Tifanny Ananda Melva Kelas : 2 SD

Umur : 9 Tahun

Alamat : Jl. Kebon Jayanti RT 01/RW 12 Taraf Sedang

Nama : Yunita Kelas : 5 SD Umur : 15 Tahun

Alamat : Sayang Kaak, Kebon Jayanti RT 01/RW 06 Taraf Berat

Nama : Muhammad Ridho Nugraha Kelas : XII


(19)

Alamat : Komplek Bumi Asri, Sukapura. Jl. Kiara Asri Barat 1/E 15-7 Bandung.

3.2 Desain Penelitian

Dalam penelitian ini digunakan desain penelitian dalam bentuk diagram model case study oleh Milles dan Huberman (1994: Yin 2009). Untuk memperjelas tentang metode penelitian yang dipaparkan sebelumnya, pada bagian ini akan digambarkan desain penelitian dalam bentuk diagram berikut.

Kajian Fonetis Pada Tuturan Anak Penyandang Tunagrahita Di SLB-C Sukapura Kiaracondong

Pengumpulan Data 1. Observasi

2. Wawancara

3. Teknik Rekam

4. Teknik Catat

Analisis Data

1. Mengklasifikasikan data sesuai rekaman dan catatan. 2. Data daftar tanyaan ditranskripsikan berdasarkan fonetis. 3. Dideskripsikan bunyi-bunyi pelafalannya.

4. Membuat kode-kode fonetis pada pengucapan dan pelafalan bunyi.

5. Membandingkan data yang sudah dideskripsikan, antara taraf ringan, sedang, dan berat.

Hasil

1. realisasi tuturan kosakata dasar pada anak penyandang tunagrahita pada tingkat ringan, sedang, dan berat.

2. variasi pelafalan tuturan kosakata dasar pada anak tunagrahita pada tingkat ringan, sedang, dan berat.

3. tingkat perbandingan pelafalan tuturan anak tunagrahita antara taraf ringan, sedang, dan berat.

Simpulan

Pada setiap ujaran anak penyandang tunagrahita, taraf ringan, sedang, dan berat, memiliki perbedaan masing-masing, namun terkadang ada pula bunyi yang sama antara taraf ringan, sedang, dan berat. Pelafalan mereka sering terjadi penghilangan bunyi dan perubahan bunyi terhadap beberapa huruf yang mereka sulit lafalkan dengan baik dan benar.


(20)

27

Diagram 3.1 Desain Penelitian

3.3 Metode Penelitian

Dalam bagian ini akan diuraikan beberapa bagian dari metode penelitian, yang mendasari penelitian ini, yaitu sebagai berikut: (1) definisi operasional, (2) instrumen penelitian, (3) teknik pengumpulan data, dan (4) teknik analisis data. Adapun uraiannya sebagai berikut.

3.3.1 Definisi Operasional

Definisi operasional yang berkenaan dengan penelitian ini adalah sebagai berikut.

1) Kajian fonetis adalah kajian yang mempelajari bunyi-bunyi bahasa pada setiap pelafalan kosakata yang telah diucapkan anak penyandang tunagrahita, di SLB-C, Jl. Terusan PSM Perumahan Bumi Asri Sukapura No.3-Kiaracondong, dengan taraf ringan, sedang, dan berat.

2) Tuturan adalah pelafalan anak penyandang tunagrahita, di SLB-C, Jl. Terusan PSM Perumahan Bumi Asri Sukapura No.3-Kiaracondong. Dengan taraf ringan, sedang, dan berat. Yang melafalkan kosakata, dan tuturan tersebut berdasarkan kata, frasa, kalimat, dan suku kata.

3) Anak tunagrahita adalah anak yang memiliki keterbelakangan mental dan keterbatasan dalam melakukan suatu hal, termasuk dalam berbicara, pada taraf ringan, sedang, dan berat yang ada di SLB-C, Jl. Terusan PSM Perumahan Bumi Asri Sukapura No.3-Kiaracondong.

3.3.2 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah daftar tanyaan yang berisi daftar kosakata bahasa Indonesia, seperti kata, frasa, kalimat, dan suku kata.


(21)

Tabel di bawah ini, merupakan daftar tanyaan berdasarkan kata. Tabel 3.1

Berikut, uraian daftar tanyaan berdasarkan kata.

No. Kata Bunyi Ideal

Kategori

Ringan Sedang Berat

1. Adik [adik]

2. Aku [aku]

3. Anggrek [aŋgrék]

4. Ayah [ayah]

5. Baju [baju]

6. Bakar [bakar] 7. Bantal [bantal] 8. Beruang [bəruaŋ] 9. Bibir [bibir] 10. Bintang [bintaŋ] 11. Boneka [bonéka]

12. Buku [bUku]

13. Bulan [bUlan] 14. Burung [bUlUŋ] 15. Cacing [caciŋ] 16. Cerdas [cərdas] 17. Cincang [cincaŋ] 18. Coklat [cOklat] 19. Dada [dada] 20. Ember [émbér] 21. Gajah [gajah] 22. Gatal [gatal] 23. Halo [halo]

24. Helm [hélm]

25. Hidung [hidUŋ]

26. Ibu [ibu]

27. Jaket [jakét] 28. Jarum [jarum]


(22)

29

29. Jeruk [jəruk] 30. Kakak [kaka?] 31. Kakek [kaké?] 32. Kaki [kaki] 33. Kapal [kapal] 34. Kepala [kəpala] 35. Komputer [kOmputər] 36. Kucing [kuciŋ]

37. Kuku [kUku]

38. Kunci [kUnci] 39. Lampu [lampu] 40. Makan [makan] 41. Mangga [maŋga] 42. Melati [məlati] 43. Menarik [mənarik] 44. Menggambar [məŋgambar] 45. Menulis [mənulis] 46. Menyanyi [məñañi] 47. Mobil [mObil] 48. Motor [mOtOr] 49. Nanas [nanas] 50. Obat [obat] 51. Panah [panah] 52. Panas [panas] 53. Penghapus [pəŋhapus] 54. Pepaya [pəpaya] 55. Permen [pərmɛn] 56. Pintar [pintar] 57. Pipi [pipi] 58. Pisang [pisaŋ] 59. Rambut [rambUt] 60. Robot [rObOt] 61. Roda [roda] 62. Rumah [rumah] 63. Sakit [sakit] 64. Sandal [sandal] 65. Sekolah [səkolah] 66. Selimut [səlimut]


(23)

68. Sepatu [səpatu] 69. Sepeda [səpɛda] 70. Sesak [səsak] 71. Tahan [tahan] 72. Tanah [tanah] 73. Tape [tapé] 74. Telinga [təliŋa] 75. Telur [təlur] 76. Tembok [témbok] 77. Tepung [təpuŋ]

78. Uang [uaŋ]

Tabel di bawah ini, merupakan daftar tanyaan berdasarkan frasa. Tabel 3.2

Berikut, uraian daftar tanyaan berdasarkan frasa.

No. Frasa Bunyi Ideal

Kategori

Ringan Sedang Berat

1. Di sekolah [di səkolaħ] 2. Di rumah [di rUmah] 3. Di kamar [di kamar] 4. Main bola [main bOla] 5. Main boneka [main bOnéka] 6. Naik motor [naik mOtOr] 7. Naik mobil [naik mObil] 8. Baca buku [baca buku] 9. Minum susu [minum sUsU 10. Makan ayam [makan ayam] 11. Baju baru [baju baru] 12. Sepeda baru [səpéda baru] 13. Motor baru [mOtOr baru] 14. Boneka baru [bOéka baru]


(24)

31

Tabel di bawah ini, merupakan daftar tanyaan berdasarkan kalimat. Tabel 3.3

Berikut, uraian daftar tanyaan berdasarkan kalimat.

No. Kalimat Bunyi Ideal

Kategori

Ringan Sedang Berat

1. Ayah membaca koran di teras.

[ayah məmbaca kOran di téras]

2. Kakak makan kue di kamar.

[kaka? makan kué di kamar]

3. Adik

menggambar mobil.

[adik məŋgambar mObil]

4. Aku minum obat.

[aku minum obat]

5. Anak-anak bermain bola.

[anak-anak bərmain bOla]

6. Obat itu rasanya pahit.

[obat itu rasaña pahit]

7. Aku pergi ke sekolah.

[aku pərgi kə səkolaħ]

8. Ibu guru mengajar di sekolah.

[ibu guru məŋajar di səkolaħ]

9. Susi bermain sepeda.

[susi bərmain səpéda]


(25)

10. Kakek membuat layang-layang.

[kaké? məmbuat layaŋ-layaŋ]

Tabel di bawah ini, merupakan daftar tanyaan berdasarkan suku kata. Tabel 3.4

Berikut, uraian daftar tanyaan berdasarkan suku kata. No. Suku

Kata Bunyi Ideal

Kategori

Ringan Sedang Berat

1. Ba [ ba ] 2. Bi [ bi ] 3. Bu [ bu ] 4. Be [ bé ] 5. Bo [ bo ] 6. Ca [ ca ] 7. Ci [ ci ] 8. Cu [ cu ]

9. Ce [ cé]

10. Co [ co] 11. Da [ da ] 12. Di [ di ] 13. Du [ du ] 14. De [ dé ] 15. Do [ do ] 16. Fa [ fa ] 17. Fi [ fi ] 18. Fu [ fu ] 19. Fe [ fé ] 20. Fo [ fo ] 21. Ga [ ga ] 22. Gi [ gi ]


(26)

33

23. Gu [ gu ] 24. Ge [ gé ] 25. Go [ go ] 26. Ha [ ha ] 27. Hi [ hi ] 28. Hu [ hu ] 29. He [ hé ] 30. Ho [ ho ] 31. Ja [ ja ] 32. Ji [ ji ] 33. Ju [ ju ] 34. Je [ jé ] 35. Jo [ jo ] 36. Ka [ ka ] 37. Ki [ ki ] 38. Ku [ ku ] 39. Ke [ ké ] 40. Ko [ ko ] 41. La [ la ] 42. Li [ li ] 43. Lu [ lu ] 44. Le [ lé ] 45. Lo [ lo ] 46. Ma [ ma ] 47. Mi [ mi ] 48. Mu [ mu ] 49. Me [ mé ] 50. Mo [ mo ] 51. Na [ na ] 52. Ni [ ni ] 53. Nu [ nu ] 54. Ne [ né ] 55. No [ no ] 56. Pa [ pa ] 57. Pi [ pi ] 58. Pu [ pu ] 59. Pe [ pé ] 60. Po [ po ]


(27)

62. Ri [ si ] 63. Ru [ su ] 64. Re [ sé ] 65. Ro [ so ] 66. Sa [ sa ] 67. Si [ si ] 68. Su [ su ] 69. Se [ sé ] 70. So [ so ] 71. Ta [ ta ] 72. Ti [ ti ] 73. Tu [ tu ] 74. Te [ té ] 75. To [ to ] 76. Va [ fa ] 77. Vi [ fi ] 78. Vu [ fu ] 79. Ve [ fé ] 80. Vo [ fo ] 81. Wa [ wa ] 82. Wi [ wi ] 83. Wu [ wu ] 84. We [ wé ] 85 Wo [ wo ] 86. Ya [ ya ] 87. Yi [ yi ] 88 Yu [ yu ] 89 Ye [ yé ] 90. Yo [ yo ] 91. Za [ za ] 92. Zi [ zi ] 93. Zu [ zu ] 94. Ze [ zé ] 95. Zo [ zo ]


(28)

35

Teknik pengumpulan data penelitian ini adalah (1) observasi, (2) wawancara, (3) teknik rekam, dan (4) teknik catat. Peneliti akan memaparkannya di bawah ini.

1) Observasi

Peneliti terjun langsung ke lapangan untuk mengumpulkan data. Peneliti mewawancarai anak penyandang tunagrahita untuk mendapatkan data yang nyata dan yang memang berkaitan dengan batasan masalah dalam penelitian ini.

2) Wawancara

Selain mengadakan observasi, peneliti juga mengadakan kontak langsung kepada anak penyandang tunagrahita. Wawancara dengan anak penyandang tunagrahita, dengan melakukan wawancara bebas yang memaksudkan untuk mengetahui langsung bagaimana pengucapan dan pelafalan bahasa yang mereka ucapkan. Wawancara tersebut untuk memeroleh wujud dari kebenaran hasil data yang didapat.

3) Teknik Rekam

Dalam penelitian ini, peneliti juga melakukan teknik rekam. Peneliti merekam daftar tanyaan yang berisi daftar kosakata bahasa Indonesia, seperti kata, frasa, kalimat, dan suku kata yang dilafalkan oleh anak penyandang tunagrahita pada taraf ringan, sedang, dan berat.

Hal ini untuk mempermudah peneliti ketika mewawancarai narasumber dan melakukan analisis data pada pelafalan anak tunagrahita taraf ringan, sedang, dan berat.

4) Teknik Catat

Selain teknik rekam, teknik catat juga sangat diperlukan untuk dokumentasi dari hasil perekaman. Peneliti mencatat daftar tanyaan yang berisi daftar kosakata bahasa Indonesia, seperti kata, frasa, kalimat, dan suku


(29)

kata yang dilafalkan oleh anak penyandang tunagrahita pada taraf ringan, sedang, dan berat.

Dengan teknik catat, semua data akan lebih jelas. Selain itu, bila ada kekeliruan dari teknik rekam maka peneliti bisa melihat dari teknik catat yang sudah dilakukan.

3.3.4 Teknik Penganalisisan Data

Dalam menganalisis data yang akan peneliti lakukan, pertama-tama membuat rekaman dengan data yang akan dikaji. Rekaman tersebut berupa percakapan atau pembicaraan yang dilakukan peneliti dengan narasumber. Peneliti merekam daftar tanyaan yang berisi daftar kosakata bahasa Indonesia, seperti kata, frasa, kalimat, dan suku kata yang dilafalkan oleh anak penyandang tunagrahita pada taraf ringan, sedang, dan berat. Selain dengan teknik rekam, peneliti juga melakukan teknik catat dengan mencatat semua data daftar tanyaan yang sama.

Setelah melakukan perekaman, selanjutnya mengklasifikasikan data sesuai yang berada dalam rekaman dan catatan yang peneliti lakukan. Data daftar tanyaan tersebut di transkripsikan berdasarkan fonetis, dan selanjutnya dianalisis sesuai dengan pelafalan kosakata oleh anak penyandang tunagrahita tersebut. Meneliti setiap realisasi tuturan kosakata dasar berdasarkan kata, frasa, kalimat, dan suku kata, selanjutnya meneliti variasi pelafalan tuturan kosakata dasar berdasarkan kata, frasa, kalimat, dan suku kata, dan dilakukan perbandingan pelafalan antara anak penyandang tunagrahita taraf ringan, sedang, dan berat. Dengan begitu akan ditemukannya pelafalan bunyi yang hilang, atau penambahan bunyi, dan adanya gejala perubahan bunyi.

Setelah dianalisis, peneliti menyimpulkan hasil analisisnya. Selanjutnya, di tes kebenarannya, dari hasil observasi, wawancara, teknik rekam, teknika catat, dan kajian pustaka yang berkaitan dengan penelitian, agar terhindar dari


(30)

37

Realisasi tuturan dan variasi pelafalan tuturan pada anak penyandang tunagrahita taraf ringan, dalam melafalkan kata /anggrek/ dilafalkannya [andlék]. pelafalan bunyi /ŋ/ seharusnya terjadi pada tempat artikulasi dorso velar, cara artikulasinya nasal sengau, pelafalan bunyi /g/ seharusnya terjadi pada tempat artikulasi dorso velar, cara artikulasinya hambat letup, dan pelafalan bunyi /r/ seharusnya terjadi pada tempat artikulasi apiko alveolar, cara artikulasinya getar (tril). Namun diubah dengan bunyi /d/ yang seharusnya terjadi pada tempat artikulasi apiko palatal, cara artikulasinya hambat letup, dan bunyi /l/ yang terjadi pada tempa artikulasi apiko alveolar, cara artikulasinya sampingan (lateral). Namun anak tersebut mengubah bunyi /ŋ/, /g/, dan /r/ di tengah kata menjadi bunyi /d/ dan bunyi /l/. hal tersebut mengalami gejala perubahan bunyi rotatisme.


(31)

BAB V PENUTUP

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian mengenai tuturan anak penyandang tunagrahita taraf ringan, taraf sedang, dan taraf berat, penulis telah menentukan tiga temuan sebagai berikut.

1) Realisasi tuturan yang dilafalkan oleh anak penyandang tunagrahita taraf ringan, pelafalannya hampir sempurna dan dapat dimengerti, hanya saja masih ada pelafalan yang dapat dikatakan cadel, dan pada awalan bunyi /m/ berhadapan dengan bunyi /ə/, bunyi /m/ sering tidak dilafalkan, lalu bunyi /k/ berhadapan dengan bunyi /ə/, bunyi /k/ tidak dilafalkan juga. Selanjutnya pada frasa, pelafalan pada kata pertama dan kedua sudah lengkap dan sempurna, hanya saja ada beberapa bunyi yang tidak dilafalkan pada awal kata, dan pada kalimat pelafalannya dapat dimengerti, hanya saja sering ada penghilangan bunyi di awal, dan sering tidak melafalkan bunyi /r/ di awal, tengah, dan bila akhir hanya diubah bunyinya menjadi bunyi /l/. Berikutnya, anak penyandang tunagrahita taraf sedang, pelafalannya hampir sempurna, namun ada beberapa bagian pelafalannya yang tidak dapat dimengerti, adanya kesamaan dengan anak penyandang tunagrahita taraf ringan, yaitu tidak melafalkan bunyi /m/ di awal yang berhadapan dengan bunyi /ə/, lalu bunyi /ŋ/ yang sering tidak dilafalkan pada tengah kata, selain itu pada frasa ada beberapa yang dihilangkan kata pertamanya, namun masih dapat dimengerti, sedangkan pada kalimat pelafalannya lebih sering difokuskan pada makna kalimat yang sebenarnya, tanpa mengikuti kaidah bahasa Indonesia yang seharusnya. Kasus selanjutnya, anak penyandang tunagrahita taraf berat, pelafalannya banyak bunyi-bunyi bahasa yang tidak dilafalkan, ada pula beberapa yang mengubah bunyi bahasanya tersebut, lalu pada frasa pada kata pertama sering tidak dilafalkan, dan terkadang pelafalannya itu menjadi makna yang tabu, dan


(32)

263

memberikan beberapa makna yang berbeda-beda, selanjutnya pada kalimat pelafalannya kurang sempurna, disebabkan adanya penghilangan beberapa bunyi bahasa, dan pelafalannya tidak utuh atau tidak sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia.

2) Variasi pelafalan tuturan pada anak penyandang tunagrahita taraf ringan, ditemukan seringnya tidak melafalkan bunyi bahasa pada awal kata, dengan begitu anak tersebut jumlah terbanyak dari gejala perubahan bunyinya yaitu aferesis 29, lalu rotatisme 28. Sementara, anak penyandang tunagrahita taraf sedang, tidak jauh beda dengan anak penyandang tunagrahita taraf sedang, yaitu memiliki jumlah terbanyak dari gejala perubahan bunyinya yaitu aferesis 29, lalu sinkop 15. Selanjutnya, anak penyandang tunagrahita taraf berat, memiliki kesamaan dengan taraf ringan dan taraf sedang, yaitu memiliki jumla terbanyak dari gejala perubahan bunyinya yaitu aferesis 34, lalu rotatisme 33. 3) Tingkat perbandingan antara anak penyandang tunagrahita taraf ringan, taraf

sedang, dan taraf berat, anak penyandang tunagrahita taraf ringan dapat melafalkan suatu bunyi bahasanya dengan secara baik, dan hampir sempurna, meskipun ada beberapa bunyi bahasa yang tidak dilafalkan, namun tetap saja pelafalannya dapat dimengerti, sedangkan anak taraf sedang pelafalannya hampir sempurna, hanya banyak tidak melafalkan beberapa bunyi bahasa, dan adanya penyisipan bunyi bahasa yang memang seharusnya tidak ada, dan sering dimunculkan pada tengah kata, selanjutnya anak taraf berat ada beberapa pelafalannya yang dapat dimengerti hanya saja masih ada bunyi bahasa yang tidak dilafalkan, terutama pada kalimat bunyi bahasanya memiliki perbedaan pelafalan yang sangat berbeda, karena anak tersebut lebih fokus pada makna yang sebenarnya, bukan pada kaidah bahasa Indonesia, sehingga menimbulkan pelafalan yang kurang sempurna.

Berdasarkan hasil temuan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa realisasi anak penyandang tunagrahita pada setiap tarafnya itu berbeda-beda, sesuai dengan kemampuan dan mental si anak. Dari pelafalan-pelafalannya itu, menimbulkan gejala perubahan bunyi, seperti adanya penghilangan, penambahan atau


(33)

gejala perubahan bunyi yang sering dilafalkan oleh anak penyandang tunagrahita. Selanjutnya, adanya tingkat perbandingan antara anak penyandang tuangrahita taraf ringan, sedang, dan berat, yang dapat membuktikan bahwa pelafalan anak taraf ringan dapat lebih baik dan dapat dimengerti, dibandingkan anak taraf sedang, dan taraf berat.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, penulis mengajukan beberapa saran sebagai berikut.

1) Penelitian ini lebih difokuskan pada kajian fonologi khususnya fonetis, selain itu juga kasus atau penelitian ini dapat dikaji kembali atau ditindak lanjuti dengan kajian sintaksis, kajian morfologi, dan kajian pragmatik.

2) Penelitian ini dapat dijadikan sarana therapy untuk anak-anak yang berkebutuhan khusus dalam berbicara.

3) Penelitian ini dapat memberikan persiapan dalam bersikap yang seharusnya kepada anak-anak penyandang tunagrahita.

4) Penelitian ini dapat dijadikan untuk pelatihan pelafalan bunyi-bunyi berdasarkan cara dan tempat artikulasinya.


(34)

DAFTAR PUSTAKA

Amin. 1995. “Pengertian Anak Tunagrahita”. [online]. Tersedia:

http://made688.wordpress.com/pengertian-tuna-grahita/ [30 Mei 2012]

Carrol. 1986:65. “Pengertian Bahasa”. [online]. Tersedia:

http://carapedia.com/pengertian_definisi_bahasa_menurut_para_ahli_info494.htm l [6 Juni 2012]

Chaer Abdul. 2011. Tata Bahasa Praktis Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.

Chaer, Abdul. 2003. “Pengertian Fonologi”. [online]. Tersedia:

http://uniisna.wordpress.com/2011/07/13/467/ [25 Juni 2012] Chaer, Abdul. 2009. Fonologi Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.

Chaer, Abdul.2007. Kajian Bahasa Struktur Internal, Pemakaian, dan Pemelajaran.

Jakarta: Rineka Cipta.

Crowley, Terry. 1987. An Introduction To Historical Linguistics. University of Papua New Guinea Press.

Fernandez, Dr. Inyo Yos. 1993/1994. Linguistik Historis Komparatif Bagian Pertama Bagian Kedua. Pascasarjana UGM.

M. Irianty, Novy Intan 2009. “Kajian Fonetis Tuturan Penderita Gagap”. Skripsi Fakultas

Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.

Malmberg, Bertil. 1986. “Pengertian Fonetis”. [online]. Tersedia:

http://cahayaide.blogspot.com/2012/03/tugas-pertama-definisi-fonetik-klas-d.html [6Juni 2012]

Marsono. 2008. Fonetik: seribahasa. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press

Miles, Matthew B dan Hubermen, A Michael. 1992. Analisis Data Kualitatif: Buku Sumber tentang Metode-metode Baru. Terjemahan Tjetjep Rohendi Rohidi. Jakarta: UI Press.

Mohammad, Dr. Efendi, M.Pd., M.Kes. 2009. Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Muslich, Masnur. 2008. Fonologi Bahasa Indonesia:Tinjauan Deskriptif Sistem Bunyi Bahasa Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara.

Priwati, Sri 2010. “Tindak Tutur Direktif Penyandang Tunagrahita”. Skripsi Fakultas

Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.

Priwati, Sri. 2010. “Skripsi Tindak Tutur Direktif Penyandang Tunagrahita”.

[online].Tersedia:

http://repository.upi.edu/operator/upload/s_c0151_0606150_abstract.pdf [6 Juni 2012]

Sefiani, Evi. 2011. “Kompetensi Fonologis Anak Sindrom Down”. Skripsi Fakultas

Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.

Somantri. 2006:103. “Pengertian Tunagrahita”. [online]. Tersedia:


(35)

Suryanita, Mely Rizki. 2010. “Kajian Fonetis Tuturan Penderita Afasia Broca yang

mengalami gangguan stroke pada usia 40-50 tahun”. Skripsi Fakultas Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.

Tisnasari, Sundawati. 2007. “Pengucapan Kosakata Dasar Anak Tunagrahita”. Skripsi

Fakultas Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.

Trubetzkoy. 1962:11-12. “Pengertian Fonologi”. [online]. Tersedia:

http://repository.upi.edu/operator/upload/s_a0451_054868_chapter2.pdf [6 Juni 2012]

Verhaar. 1984:36. “Pengertian Fonologi”. [online]. Tersedia:


(1)

37

Debby Yuwanita Anggraeni, 2013

Realisasi tuturan dan variasi pelafalan tuturan pada anak penyandang tunagrahita taraf ringan, dalam melafalkan kata /anggrek/ dilafalkannya [andlék]. pelafalan

bunyi /ŋ/ seharusnya terjadi pada tempat artikulasi dorso velar, cara artikulasinya nasal sengau, pelafalan bunyi /g/ seharusnya terjadi pada tempat artikulasi dorso velar, cara artikulasinya hambat letup, dan pelafalan bunyi /r/ seharusnya terjadi pada tempat artikulasi apiko alveolar, cara artikulasinya getar (tril). Namun diubah dengan bunyi /d/ yang seharusnya terjadi pada tempat artikulasi apiko palatal, cara artikulasinya hambat letup, dan bunyi /l/ yang terjadi pada tempa artikulasi apiko alveolar, cara artikulasinya sampingan (lateral). Namun anak

tersebut mengubah bunyi /ŋ/, /g/, dan /r/ di tengah kata menjadi bunyi /d/ dan


(2)

262 BAB V PENUTUP

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian mengenai tuturan anak penyandang tunagrahita taraf ringan, taraf sedang, dan taraf berat, penulis telah menentukan tiga temuan sebagai berikut.

1) Realisasi tuturan yang dilafalkan oleh anak penyandang tunagrahita taraf ringan, pelafalannya hampir sempurna dan dapat dimengerti, hanya saja masih ada pelafalan yang dapat dikatakan cadel, dan pada awalan bunyi /m/ berhadapan dengan bunyi /ə/, bunyi /m/ sering tidak dilafalkan, lalu bunyi /k/ berhadapan dengan bunyi /ə/, bunyi /k/ tidak dilafalkan juga. Selanjutnya pada frasa, pelafalan pada kata pertama dan kedua sudah lengkap dan sempurna, hanya saja ada beberapa bunyi yang tidak dilafalkan pada awal kata, dan pada kalimat pelafalannya dapat dimengerti, hanya saja sering ada penghilangan bunyi di awal, dan sering tidak melafalkan bunyi /r/ di awal, tengah, dan bila akhir hanya diubah bunyinya menjadi bunyi /l/. Berikutnya, anak penyandang tunagrahita taraf sedang, pelafalannya hampir sempurna, namun ada beberapa bagian pelafalannya yang tidak dapat dimengerti, adanya kesamaan dengan anak penyandang tunagrahita taraf ringan, yaitu tidak melafalkan bunyi /m/ di awal yang berhadapan dengan bunyi /ə/, lalu bunyi /ŋ/ yang sering tidak dilafalkan pada tengah kata, selain itu pada frasa ada beberapa yang dihilangkan kata pertamanya, namun masih dapat dimengerti, sedangkan pada kalimat pelafalannya lebih sering difokuskan pada makna kalimat yang sebenarnya, tanpa mengikuti kaidah bahasa Indonesia yang seharusnya. Kasus selanjutnya, anak penyandang tunagrahita taraf berat, pelafalannya banyak bunyi-bunyi bahasa yang tidak dilafalkan, ada pula beberapa yang mengubah bunyi bahasanya tersebut, lalu pada frasa pada kata pertama sering tidak dilafalkan, dan terkadang pelafalannya itu menjadi makna yang tabu, dan


(3)

263

Debby Yuwanita Anggraeni, 2013

memberikan beberapa makna yang berbeda-beda, selanjutnya pada kalimat pelafalannya kurang sempurna, disebabkan adanya penghilangan beberapa bunyi bahasa, dan pelafalannya tidak utuh atau tidak sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia.

2) Variasi pelafalan tuturan pada anak penyandang tunagrahita taraf ringan, ditemukan seringnya tidak melafalkan bunyi bahasa pada awal kata, dengan begitu anak tersebut jumlah terbanyak dari gejala perubahan bunyinya yaitu aferesis 29, lalu rotatisme 28. Sementara, anak penyandang tunagrahita taraf sedang, tidak jauh beda dengan anak penyandang tunagrahita taraf sedang, yaitu memiliki jumlah terbanyak dari gejala perubahan bunyinya yaitu aferesis 29, lalu sinkop 15. Selanjutnya, anak penyandang tunagrahita taraf berat, memiliki kesamaan dengan taraf ringan dan taraf sedang, yaitu memiliki jumla terbanyak dari gejala perubahan bunyinya yaitu aferesis 34, lalu rotatisme 33. 3) Tingkat perbandingan antara anak penyandang tunagrahita taraf ringan, taraf

sedang, dan taraf berat, anak penyandang tunagrahita taraf ringan dapat melafalkan suatu bunyi bahasanya dengan secara baik, dan hampir sempurna, meskipun ada beberapa bunyi bahasa yang tidak dilafalkan, namun tetap saja pelafalannya dapat dimengerti, sedangkan anak taraf sedang pelafalannya hampir sempurna, hanya banyak tidak melafalkan beberapa bunyi bahasa, dan adanya penyisipan bunyi bahasa yang memang seharusnya tidak ada, dan sering dimunculkan pada tengah kata, selanjutnya anak taraf berat ada beberapa pelafalannya yang dapat dimengerti hanya saja masih ada bunyi bahasa yang tidak dilafalkan, terutama pada kalimat bunyi bahasanya memiliki perbedaan pelafalan yang sangat berbeda, karena anak tersebut lebih fokus pada makna yang sebenarnya, bukan pada kaidah bahasa Indonesia, sehingga menimbulkan pelafalan yang kurang sempurna.

Berdasarkan hasil temuan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa realisasi anak penyandang tunagrahita pada setiap tarafnya itu berbeda-beda, sesuai dengan kemampuan dan mental si anak. Dari pelafalan-pelafalannya itu, menimbulkan gejala perubahan bunyi, seperti adanya penghilangan, penambahan atau perubahan bunyi suatu kata di awal, tengah, dan akhir. Selain itu, ditemukan pula


(4)

264

gejala perubahan bunyi yang sering dilafalkan oleh anak penyandang tunagrahita. Selanjutnya, adanya tingkat perbandingan antara anak penyandang tuangrahita taraf ringan, sedang, dan berat, yang dapat membuktikan bahwa pelafalan anak taraf ringan dapat lebih baik dan dapat dimengerti, dibandingkan anak taraf sedang, dan taraf berat.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, penulis mengajukan beberapa saran sebagai berikut.

1) Penelitian ini lebih difokuskan pada kajian fonologi khususnya fonetis, selain itu juga kasus atau penelitian ini dapat dikaji kembali atau ditindak lanjuti dengan kajian sintaksis, kajian morfologi, dan kajian pragmatik.

2) Penelitian ini dapat dijadikan sarana therapy untuk anak-anak yang berkebutuhan khusus dalam berbicara.

3) Penelitian ini dapat memberikan persiapan dalam bersikap yang seharusnya kepada anak-anak penyandang tunagrahita.

4) Penelitian ini dapat dijadikan untuk pelatihan pelafalan bunyi-bunyi berdasarkan cara dan tempat artikulasinya.


(5)

265 Debby Yuwanita Anggraeni, 2013

DAFTAR PUSTAKA

Amin. 1995. “Pengertian Anak Tunagrahita”. [online]. Tersedia:

http://made688.wordpress.com/pengertian-tuna-grahita/ [30 Mei 2012]

Carrol. 1986:65. “Pengertian Bahasa”. [online]. Tersedia:

http://carapedia.com/pengertian_definisi_bahasa_menurut_para_ahli_info494.htm l [6 Juni 2012]

Chaer Abdul. 2011. Tata Bahasa Praktis Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.

Chaer, Abdul. 2003. “Pengertian Fonologi”. [online]. Tersedia:

http://uniisna.wordpress.com/2011/07/13/467/ [25 Juni 2012]

Chaer, Abdul. 2009. Fonologi Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.

Chaer, Abdul.2007. Kajian Bahasa Struktur Internal, Pemakaian, dan Pemelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.

Crowley, Terry. 1987. An Introduction To Historical Linguistics. University of Papua New Guinea Press.

Fernandez, Dr. Inyo Yos. 1993/1994. Linguistik Historis Komparatif Bagian Pertama Bagian Kedua. Pascasarjana UGM.

M. Irianty, Novy Intan 2009. “Kajian Fonetis Tuturan Penderita Gagap”. Skripsi Fakultas Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.

Malmberg, Bertil. 1986. “Pengertian Fonetis”. [online]. Tersedia:

http://cahayaide.blogspot.com/2012/03/tugas-pertama-definisi-fonetik-klas-d.html [6Juni 2012]

Marsono. 2008. Fonetik: seri bahasa. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press

Miles, Matthew B dan Hubermen, A Michael. 1992. Analisis Data Kualitatif: Buku Sumber tentang Metode-metode Baru. Terjemahan Tjetjep Rohendi Rohidi. Jakarta: UI Press.

Mohammad, Dr. Efendi, M.Pd., M.Kes. 2009. Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Muslich, Masnur. 2008. Fonologi Bahasa Indonesia:Tinjauan Deskriptif Sistem Bunyi Bahasa Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara.

Priwati, Sri 2010. “Tindak Tutur Direktif Penyandang Tunagrahita”. Skripsi Fakultas Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.

Priwati, Sri. 2010. “Skripsi Tindak Tutur Direktif Penyandang Tunagrahita”. [online].Tersedia:

http://repository.upi.edu/operator/upload/s_c0151_0606150_abstract.pdf [6 Juni

2012]

Sefiani, Evi. 2011. “Kompetensi Fonologis Anak Sindrom Down”. Skripsi Fakultas Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.

Somantri. 2006:103. “Pengertian Tunagrahita”. [online]. Tersedia:


(6)

266

Suryanita, Mely Rizki. 2010. “Kajian Fonetis Tuturan Penderita Afasia Broca yang

mengalami gangguan stroke pada usia 40-50 tahun”. Skripsi Fakultas Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.

Tisnasari, Sundawati. 2007. “Pengucapan Kosakata Dasar Anak Tunagrahita”. Skripsi Fakultas Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.

Trubetzkoy. 1962:11-12. “Pengertian Fonologi”. [online]. Tersedia:

http://repository.upi.edu/operator/upload/s_a0451_054868_chapter2.pdf [6 Juni

2012]

Verhaar. 1984:36. “Pengertian Fonologi”. [online]. Tersedia: http://uniisna.wordpress.com/2011/07/13/467/