PENYELESAIAN PERSAMAAN PANAS DENGAN ANALITIK DAN METODE VOLUME HINGGA.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Ilmu termodinamika merupakan ilmu yang berupaya untuk memprediksi
perpindahan energi yang mungkin terjadi antara material atau benda sebagai akibat
dari perbedaan suhu (Holman, 2010 : 1). Ilmu termodinamika mengajarkan bahwa
transfer energi yang dimaksud didefinisikan sebagai panas. Ilmu perpindahan panas
tidak hanya menjelaskan bagaimana energi panas dapat ditransfer, akan tetapi juga
untuk memprediksi tingkat dimana pertukaran berlangsung di bawah kondisi
tertentu. Menurut jenis perambatannya, perpindahan panas digolongkan menjadi
tiga yaitu perpindahan panas secara konduksi, konveksi dan radiasi.
Adakalanya energi panas diisolasi agar dapat digunakan untuk tujuan-tujuan
tertentu, misalnya pada mesin pembakaran internal kendaraan bermotor yang
menghasilkan panas dalam jumlah besar selama siklus pembakaran. Hal tersebut
memberi efek negatif apabila sampai pada komponen yang peka terhadap panas,
maka dari itu isolasi energi panas diperlukan supaya panas tidak sampai pada
komponen-komponen tersebut. Contoh lain pemanfaatan energi panas dalam
kehidupan sehari-hari adalah pada setrika listrik. Setrika dipanaskan oleh sumber
panas berupa kumparan yang dialiri arus listrik. Kumparan akan memanaskan
logam setrika secara konduksi. Selain itu pemanfaatan perpindahan panas dalam
dunia industri salah satunya pada tungku boiler, oven dan pada pembangkit listrik
tenaga uap, dimana pemanfaatan perpindahan panas digunakan untuk menghasilkan
1
energi listrik. Bahan bakar yang diubah menjadi energi panas dalam bentuk uap
bertekanan dan bersuhu tinggi, energi panas tersebut diubah menjadi energi
mekanik dalam bentuk putaran, dari energi panas yang diubah menjadi energi
mekanik tersebut dihasilkan energi listrik.
Pada kebanyakan kasus, untuk menggambarkan keadaan fisis dari
perpindahan panas digunakan model matematika yang disebut dengan persamaan
diferensial dimana besaran-besarannya berubah terhadap ruang dan waktu. Pada
salah satu kasus persamaan untuk perpindahan panas disebut dengan persamaan
panas. Definisi dari persamaan diferensial adalah suatu persamaan yang memuat
turunan dari satu atau lebih variabel terikat (Dependent Variable) terhadap satu atau
lebih dari variabel bebas (Independent Variable). (Zill, Wright, & Cullen, 2012 : 2)
Persamaan diferensial digolongkan menjadi dua yaitu persamaan diferensial
biasa dan persamaan diferensial parsial. Untuk menyelesaikan persamaan
diferensial dapat dilakukan secara analitik maupun secara numerik. Dalam
menyelesaikan persamaan panas secara analitik terdapat 3 jenis syarat batas yaitu
syarat batas Dirichlet, Neumann dan Robin. Ketiga syarat batas tersebut masingmasing memiliki kondisi suhu di titik awal dan titik akhir yang berbeda.
Sebelumnya telah dilakukan penelitian oleh Ahmadi (2016) tentang
bagaimana penyelesaian analitik dari persamaan panas dimensi satu menggunakan
teknik separasi variabel dengan menerapkan tiga jenis kondisi syarat batas. Hasil
dari penelitian tersebut adalah diperoleh penyelesaian dari persamaan panas
dimensi satu berdasarkan masing-masing kondisi syarat batas yang diterapkan dan
penyelesaian digambarkan dalam bentuk grafik dua dimensi. Berdasarkan
2
penelitian tersebut, penyelesaian analitik dari persamaan panas dimensi satu yang
telah diteliti akan dihampiri menggunakan metode numerik. Persamaan dimensi
satu menarik untuk menjadi bahan yang akan diteliti karena persamaan panas
dimensi satu merupakan persamaan panas dengan dimensi paling dasar, sebelum
meneliti lebih lanjut ke persamaan panas dengan dimensi lebih tinggi.
Metode numerik adalah teknik yang digunakan untuk memformulasikan
persoalan matematika sehingga dapat dipecahkan dengan operasi perhitungan atau
aritmetika biasa (tambah, kurang, kali, dan bagi) (Munir, Rinaldi, 2010 : 5).
Terdapat beberapa metode numerik untuk menyelesaikan persamaan panas antara
lain Finite Difference Methods, Finite Element Methods, dan Finite Volume
Methods (Metode Volume Hingga). Secara garis besar metode volume hingga
menggunakan bentuk integral dari persamaan. Penyelesaian yang diperoleh dibagi
kedalam sejumlah kontrol volume yang berhingga, dan persamaan umum yang
telah terintegral terhadap kontrol volume dan waktu akan diaplikasikan pada tiap
kontrol volume. Dalam proses penyelesaian persamaan panas dimensi satu dengan
metode volume hingga terdapat beberapa skema yang dapat digunakan antara lain
UDS (Upwind Difference Scheme), CDS (Central Difference Scheme), LUDS
(Linier Upwind Difference Scheme), QUICK (Quadratic Upwind Difference
Scheme).
Metode volume hingga tidak hanya diaplikasikan pada persamaan panas saja,
telah banyak peneliti yang mengaplikasikan metode volume hingga untuk
menyelesaikan permasalahan fisis lainnya. Beberapa contoh peneliti yang
mengaplikasikan metode volume hingga adalah Novian Nur Fatihah (2015) yang
3
mengkaji tentang pola sebaran air panas dari spray pond dengan metode volume
hingga untuk mengetahui suhu air yang berada pada spray pond apakah dapat
dialirkan ke sungai tanpa mengganggu biota sungai. Hasil dari penelitian tersebut
adalah dibutuhkan tekanan air yang tinggi agar proses penurunan suhu air panas
yang dikeluarkan dari spray pond semakin banyak dan penyebaran air semakin luas.
Selain itu peneliti lain yang membahas tentang metode volume hingga adalah Setyo
Budi Utami (2008) yang membahas bagaimana penyelesaian persamaan
matematika dari distribusi panas dengan metode volume hingga dan diperoleh
perubahan konsentrasi distribusi aliran panas dipengaruhi oleh kecepatan, panjang
penampang dan lebar penampang. Penambahan rata-rata kecepatan menyebabkan
semakin pendek daerah penyebaran panas serta penambahan lebar penampang dan
panjang penampang menyebabkan adanya kenaikan konsentrasi penyebaran panas.
Berdasarkan latar belakang dan penelitian-penelitian yang telah dilakukan, pada
Tugas Akhir Skripsi ini penulis mengambil judul “PENYELESAIAN PERSAMAAN
PANAS DENGAN ANALITIK DAN METODE VOLUME HINGGA”.
B.
IDENTIFIKASI MASALAH
Dari penjabaran latar belakang, dapat diidentifikasi beberapa masalah sebagai
berikut:
1.
Penyelesaian masalah fisika yang terlebih dahulu harus dimodelkan secara
matematis hingga mendapat suatu persamaan secara matematis.
4
2.
Persamaan matematis dari masalah fisika mayoritas berupa persamaan
diferensial parsial.
3.
Penyelesaian persamaan diferensial parsial dapat diperoleh secara analitik,
namun langkah-langkah yang cukup rumit dapat menjadi hambatan.
4.
Penyelesaian analitik yang berupa fungsi matematika masih harus dihitung
lagi untuk mendapatkan hasil akhir.
5.
Terdapat beberapa metode numerik yang dapat digunakan untuk
menyelesaikan persamaan dari permasalahan fisika tersebut namun dengan
langkah-langkah yang cukup panjang juga.
C.
PEMBATASAN MASALAH
Batasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.
Jenis perpindahan panas yang akan dibahas adalah perpindahan panas secara
konduksi,
2.
Persamaan panas yang akan dibahas adalah persamaan panas dimensi satu,
3.
Penyelesaian panas secara analitik dan numerik hanya mengambil satu syarat
batas yaitu syarat batas Robin (campuran),
4.
Skema yang digunakan dalam proses pendiskritan adalah Central Difference
Scheme (CDS).
5
D.
RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang dan pembatasan masalah yang telah dijabarkan di
atas, permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1.
Bagaimana model matematika persamaan panas dimensi satu?
2.
Bagaimana penyelesaian analitik persamaan panas dimensi satu dengan
metode separasi variabel?
3.
Bagaimana penyelesaian numerik persamaan panas dimensi satu dengan
metode volume hingga?
4.
Bagaimana perbandingan penyelesaian analitik dan penyelesaian numerik
dari persamaan panas dimensi satu?
E.
TUJUAN
Berdasarkan penjabaran latar belakang hingga RUMUSAN masalah, maka
diperoleh tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut.
1.
Memodelkan persamaan panas dimensi satu,
2.
Menyelesaikan persamaan panas dimensi satu secara analitik menggunakan
metode separasi variabel,
3.
Menyelesaikan persamaan panas dimensi satu secara numerik menggunakan
metode volume hingga,
4.
Mengetahui perbandingan antara penyelesaian analitik dan penyelesaian
numerik dari persamaan panas dimensi satu.
6
F.
MANFAAT
Berdasarkan tujuan penelitian yang hendak dicapai, maka penelitian ini
diharapkan mempunyai manfaat atau kegunaan sebagai berikut:
1.
Bagi Mahasiswa
a)
Menambah pengetahuan tentang penurunan model panas dimensi satu,
b)
Dapat menyelesaikan persamaan panas dimensi satu secara analitik
dengan nilai awal dan syarat batas yang telah ditentukan,
c)
Dapat menyelesaikan persamaan panas dimensi satu secara numerik
dengan metode volume hingga,
d)
Menambah pengetahuan tentang bagaimana perbandingan dari
penyelesaian analitik dan penyelesaian numerik dalam menyelesaikan
persamaan panas dimensi satu.
2.
Bagi Universitas
a)
Diharapkan hasil dari penelitian ini dapat menambah bahan referensi
bagi Universitas Negeri Yogyakarta, khususnya untuk jurusan
Pendidikan Matematika tentang penyelesaian analitik dan numerik dari
persamaan panas dimensi satu.
3.
Bagi Pembaca
a)
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi untuk
penelitian lebih lanjut tentang persamaan panas dimensi satu, dan
aplikasi dari metode volume hingga.
7
BAB II
KAJIAN TEORI
Pada bab II akan dibahas beberapa teori yang menjadi landasan dalam
pembahasan pada bab III. Teori – teori dan beberapa kajian matematika yang akan
dirangkum pada bab ini antara lain tentang perpindahan panas, persamaan
diferensial yang terdiri dari persamaan diferensial biasa dan persamaan diferensial
parsial, teorema integral rata-rata, penyelesaian persamaan diferensial parsial dan
metode volume hingga untuk menyelesaikan persamaan panas dimensi satu secara
numerik. Berikut adalah penjelasan lebih lanjutnya.
A.
PERPINDAHAN PANAS
Definisi 2.1 PERPINDAHAN PANAS
Ilmu termodinamika adalah ilmu yang berupaya untuk memprediksi perpindahan
energi yang mungkin terjadi antara material atau benda sebagai akibat dari
perbedaan suhu. (Holman, 2010 : 1)
Ilmu termodinamika berusaha untuk tidak hanya menjelaskan bagaimana
energi panas dapat ditransfer, tetapi juga untuk memprediksi tingkat dimana
pertukaran panas akan berlangsung dibawah kondisi tertentu. Terdapat tiga jenis
mekanisme yang berbeda dimana panas dapat mengalir dari sumber panas menuju
ke penerima panas. Ketiga jenis mekanisme perambatan panas tersebut adalah
radiasi, konveksi dan konduksi. Dari ketiga jenis perpindahan panas tersebut, hanya
perpindahan panas secara konduksi yang akan dibahas lebih dalam.
8
Definisi 2.2 PERPINDAHAN PANAS SECARA KONDUKSI
Perpindahan panas secara konduksi adalah perpindahan panas dari suhu yang
tinggi menuju suhu yang lebih rendah karena interaksi antar partikel. (Bergman,
Lavine, Incropera, & Dewitt, 2011 : 3)
Konduksi merupakan perpindahan panas melalui materi tetap seperti
penampang logam yang diilustrasikan pada Gambar 2.1. Panas merambat atau
berpindah dari suhu yang tinggi menuju suhu yang lebih rendah tanpa diikuti
perpindahan partikel-partikel. Menurut Hukum Fourier atau juga yang sering
disebut dengan Hukum Konduksi Panas menyatakan bahwa besar aliran panas pada
saat melalui suatu material adalah sebanding dengan negatif dari perubahan suhu
dan ketebalan benda. Dengan kata lain besar aliran panas menurut Hukum Fourier
dapat dituliskan sebagai berikut.
dimana
=
(−
�
)
�
menunjukkan besar aliran panas,
penampang logam yang dilalui panas,
menunjukkan suhu, adalah panjang
luas penampang logam dan
konduktifitas panas.
9
(2.1)
merupakan
Penampang logam
Arah
aliran
panas
−
�
�
=
=
Gambar 2.1 Aliran panas melalui penampang
logam
Konduktifitas panas pada benda padat memiliki berbagai nilai numerik, hal
tersebut tergantung pada jenis material padat tersebut apakah merupakan konduktor
yang relatif baik dalam menerima panas atau berfungsi sebagai isolator.
Menurut Holman (2010), terdapat beberapa sifat dalam proses perambatan panas.
Sifat-sifat tersebut antara lain sebagai berikut.
1.
Panas hanya mengalir dari suhu yang tinggi menuju suhu yang lebih rendah,
2.
Kecepatan perambatan panas dipengaruhi oleh konduktifitas bahan
penyusunnya,
3.
Kecepatan perambatan panas juga dipengaruhi oleh ketebalan batang logam,
luas penampang, panjang bahan dan volume bahan.
10
B.
PERSAMAAN DIFERENSIAL
Definisi 2.3 PERSAMAAN DIFERENSIAL
Persamaan diferensial adalah persamaan yang memuat satu atau lebih turunan
fungsi dari variabel terikat terhadap satu atau lebih variabel bebas. (Zill, Wright,
& Cullen, 2012 : 2)
Berdasarkan jenisnya, persamaan diferensial dibedakan menjadi dua yaitu
persamaan diferensial biasa dan persamaan diferensial parsial. Definisi dari kedua
jenis persamaan diferensial tersebut adalah sebagai berikut.
Definisi 2.4 PERSAMAAN DIFERENSIAL BIASA
Persamaan diferensial parsial adalah persamaan diferensial yang memuat turunan
biasa dari satu atau lebih variabel terikat terhadap satu variabel bebas. (Zill,
Wright, & Cullen, 2012 : 2)
Definisi 2.5 PERSAMAAN DIFERENSIAL PARSIAL
Persamaan diferensial parsial adalah persamaan diferensial yang memuat turunan
parsial dari satu atau lebih variabel terikat terhadap dua atau lebih variabel bebas.
(Zill, Wright, & Cullen, 2012 : 2)
Berikut adalah beberapa contoh untuk persamaan diferensial biasa dan persamaan
diferensial biasa.
Contoh 2.1
+
+
=
=
(2. 2)
+
11
(2. 3)
�
�
�
�
=
(2. 4)
Dari Contoh 2.1 serta mengacu pada Definisi 2.4 dan Definisi 2.5, Persamaan
(2.2) dan Persamaan (2.3) termasuk kedalam jenis persamaan diferensial biasa.
Pada Persamaan (2.2), terdapat satu variabel tak bebas y dan satu variabel bebas .
Begitu pula pada Persamaan (2.3), terdapat dua variabel tak bebas yaitu
dan
serta satu variabel bebas yaitu . Sedangkan untuk Persamaan (2.4) termasuk
kedalam jenis persamaan diferensial parsial dengan variabel tak bebas
dan
variabel bebas dan .
Persamaan diferensial juga dibedakan berdasarkan ordernya, berikut adalah
pejelasannya.
Definisi 2.6 ORDER DARI PERSAMAAN DIFERENSIAL
Urutan (order) persamaan diferensial (baik ODE atau PDE) adalah urutan
turunan tertinggi dalam persamaan. (Zill, Wright, & Cullen, 2012 : 3)
Secara umum persamaan diferensial orde pertama dapat ditulis sebagai berikut.
,
,
=
(2. 5)
Begitu pula untuk persamaan diferensial orde- , secara umum ditulis sebagai
berikut.
dengan
�
, ,
′
,...,
menyatakan turunan y terhadap
=
(2. 6)
yang ke-n.
Berikut adalah beberapa contoh persamaan dengan orde yang berbeda.
Contoh 2.2
+
=
12
(2. 7)
+
−
=
(2. 8)
=
(2. 9)
berdasarkan Definisi (2.6), Persamaan (2.7) merupakan persamaan diferensial orde
satu. Persamaan (2.7) dan Persamaan (2.8) merupakan persamaan diferensial orde
dua.
Klasifikasi persamaan diferensial selanjutnya adalah berdasarkan linieritasnya.
Klasifikasi berdasarkan kelinieran suatu persamaan diferensial adalah sebagai
berikut.
Definisi 2.7 PERSAMAAN DIFERENSIAL LINIER
Persamaan diferensial biasa orde-n dikatakan linier jika F adalah linier di
,
′
,…,
. Dengan kata lain bentuk umum persamaan diferensial linier orde n
adalah sebagai berikut.
atau,
+
−
−
+
+
−
−
−
′
+
+
+
,
dari ,
Dimana variabel terikat y dan semua turunan
pertama. Koefisien
,
,
,
−
+
bebas . (Zill, Wright, & Cullen, 2012 : 4)
′
+
,…,
,
′
,…,
=
=
(2. 10)
(2. 11)
merupakan derajat
bergantung pada variabel
Berikut adalah beberapa contoh persamaan diferensial linier.
Contoh (2.3)
−
+
=
13
(2. 12)
"−
′+
+
=
−
(2. 13)
=
(2. 14)
berdasarkan definisi (2.7), Persamaan (2.12) Merupakan persamaan linier orde
pertama. Persamaan (2.13) merupakan persamaan linier orde kedua dan Persamaan
(2.14) merupakan persamaan diferensial linier orde 2.
C.
TEOREMA NILAI RATA-RATA INTEGRAL
Teorema nilai rata-rata integral pada kasus ini akan digunakan untuk menentukan
integral dari titik pusat kontrol volume.
TEOREMA (2.1) TEOREMA NILAI RATA-RATA INTEGRAL
Jika fungsi f kontinu pada interval [ , ] dengan
�
=
∫
∈ [ , ], maka,
−
(2. 15)
(Varberg, Purcell, & Rigdon, 2007:253)
D.
PENYELESAIAN PERSAMAAN DIFERENSIAL PARSIAL
Penyelesaian dari persamaan diferensial parsial akan dicari dengan menerapkan
syarat batas tertentu dan menggunakan beberapa teori yang dipakai hingga
mendapat penyelesaian umumnya.
1.
MASALAH NILAI AWAL DAN SYARAT BATAS
Untuk memahami apa itu masalah nilai awal, misal diberikan suatu
lempengan logam dengan panjang . Sehingga diperoleh interval untuk
14
yaitu
≤
≤ . Diberikan
,
yang merupakan suhu di seluruh posisi pada saat sama
dengan nol, hal tersebut dikatakan sebagai nilai awal.
Selanjutnya akan dibahas tentang masalah syarat batas. Menurut (Humi &
Miller, 1992 : 42), untuk persamaan diferensial parsial orde 2 terdapat 3 syarat batas
yang dapat digunakan yaitu sebagai berikut :
a)
Syarat batas Dirichlet
Syarat batas dirichlet merupakan nilai-nilai yang tidak diketahui dari suatu
fungsi
pada bagian perbatasan. Dengan kata lain, syarat batas dirichlet adalah
=
mempertahankan suhu pada posisi
,
celcius. Apabila diberikan
dan posisi
= supaya tetap nol derajat
merupakan suhu di
pada saat , maka syarat
batas dirichlet secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut.
,
dengan > .
b)
=
,
=
Syarat batas Neumann
Syarat batas Neumann merupakan syarat batas yang nilai-nilai perubahan
suhu pada posisi
,
=
dan posisi
merupakan suhu di
=
dipertahankan nol. Apabila diberikan
pada saat , maka syarat batas neumann secara
matematis dapat dituliskan sebagai berikut.
�
dengan > .
c)
�
,
=
�
�
,
=
Syarat batas Robin
Syarat batas robin merupakan syarat batas dimana perubahan suhu pada
dipertahankan nol, sedangkan suhu pada posisi
15
=
= dipertahankan nol. Apabila
,
diberikan
merupakan suhu di
pada saat , maka syarat batas robin secara
matematis dapat dituliskan sebagai berikut.
�
dengan > .
2.
�
,
=
,
=
MASALAH STURM-LIOUVILLE
Definisi 2.9
Diberikan persamaan diferensial orde dua sebagai berikut,
[
′
dengan syarat batas,
]′ + [
]
+�
′
+
(2. 16)
=
′
+
=
(2. 17)
=
(2. 18)
untuk , , adalah terdiferensial kontinu di [ , ], dengan
pada [ , ], sedangkan
atau
,
,
,
>
dan
>
adalah konstanta riil. Salah satu dari
tidak nol dan salah satu dari
atau
tidak nol. (Humi & Miller,
1992:148)
Persamaan (2.16) dengan syarat batas Persamaan (2.17) dan syarat batas
Persamaan
(2.18)
disebut
dengan
Masalah
Sturm-Liouville
Reguler.
Menyelesaikan Masalah Sturm-Liouville Reguler artinya mencari nilai dari � yang
disebut sebagai Nilai Eigen. Nilai dari � yang sesuai penyelesaian nontrivial disebut
dengan Fungsi Eigen. (Agarwal & O'Regan, 2009 : 145)
Secara umum, akar-akar karakteristik dari suatu persamaan diferensial linier
orde 2 dibedakan menjadi 3, yaitu:
1.
Akar karakteristik riil berbeda
16
Dimisalkan akar dari persamaan karakteristik pada Persamaan (2.16) adalah
dan , maka penyelesaian umum dari Persamaan (2.16) sebagai berikut.
=
2.
ℎ
+
Akar karakteristik riil sama/kembar
� ℎ
Dimisalkan akar dari persamaan karakteristik pada Persamaan (2.16) adalah
, maka penyelesaian umum dari Persamaan (2.16) sebagai berikut.
=
3.
+
Akar karakteristik bilangan kompleks
Dimisalkan akar dari persamaan karakteristik pada Persamaan (2.16) adalah
+�
dan
berikut.
− � , maka penyelesaian umum dari Persamaan (2.16) sebagai
=
(Ross, 2004)
+
�
Contoh 2.3
Akan dicari penyelesaian umum dari masalah Sturm Liouville pada pada persamaan
berikut ini.
′′
+
=
(2. 19)
Persamaan karakterisktik dari Persamaan (2.19) adalah,
dengan menggunakan rumus
,
,
+
=
=
=
− ±√
(2. 20)
−
− ±√
17
, diperoleh.
−
±√ −
=
,
,
=
,
,
±√−
=
±
�
=± �
Akar-akar dari Persamaan Karakteristik (2.20) adalah
dimana
dan
= � dan
= − �,
merupakan bilangan kompleks. Sehingga diperoleh
penyelesaian umum dari Persamaan (2.19) adalah.
=
Contoh 2.4
+
�
Akan dicari penyelesaian umum dari masalah Sturm Liouville pada persamaan
berikut ini.
′′
−
=
(2. 21)
Persamaan karakterisktik dari Persamaan (2.21) adalah.
−
=
−
=
dan
+
(2. 22)
=
=−
Akar-akar dari Persamaan Karakteristik (2.22) adalah
dimana
dan
dan
=− ,
merupakan bilangan riil. Sehingga diperoleh penyelesaian
umum dari Persamaan (2.21) adalah.
Contoh 2.5
=
=
ℎ
+
18
� ℎ
Akan dicari penyelesaian umum dari masalah Sturm Liouville pada persamaan
berikut ini.
′′
+
′
+
=
(2. 23)
Persamaan karakterisktik dari Persamaan (2.23) adalah.
+
+
=−
dan
+
+
=
(2. 24)
=
=−
Akar-akar dari Persamaan Karakteristik (2.24) adalah
dimana
dan
=−
dan
=−
,
merupakan bilangan riil yang sama besar. Sehingga diperoleh
penyelesaian umum dari Persamaan (2.23) adalah.
=
3.
−
+
−
METODE SEPARASI VARIABEL
Definisi 2.10
Diberikan perasamaan diferensial,
=
,
(2. 25)
dengan fungsi f pada Persamaan (2.25) dapat dipisah menjadi fungsi dalam x
dikalikan fungsi dalam y, atau dapat dituliskan sebagai berikut.
=
ℎ
(2. 26)
Hal tersebut disebut dengan separasi variabel. (Zill, Wright, & Cullen, 2012 : 433)
19
Langkah-langkah
untuk
menyelesaikan
suatu
persamaan
dengan
menggunakan metode separasi variabel menurut (Humi & Miller, 1992:113)
sebagai berikut.
1.
Menentukan penyelesaian dari persamaan diferensial dalam bentuk
. Dimana variabel
hanya muncul dalam fungsi
,
, sedangkan
=
merupakan fungsi dari saja.
2.
Menentukan konstanta pemisah misalnya �, dengan � merupakan bilangan
riil.
3.
Akan diselesaikan terlebih dahulu masalah nilai eigen dimana persamaan
memiliki dua kondisi batas. Namun, karena nilai dari konstanta pemisah
variabel (�) belum diketahui dan ditentukan bahwa � harus riil maka masalah
nilai eigen akan dicari dengan melihat kondisi dari konstanta � yaitu � <
, �> .
,
4.
�=
5.
Menyelesaikan persamaan untuk variabel yang lain dnegan menggunakan
Menentukan nilai eigen dan fungsi eigen.
nilai eigen yang diperoleh pada langkah sebelumnya.
6.
Untuk mendapatkan penyelesaian akhir, setelah diperoleh
maka
akan dikalikan dengan
dan
. Hal ini terjadi karena pada langkah
1 telah diasumsikan bahwa penyelesaian dari persamaan yang diselesaikan
adalah
,
=
. Berikut adalah contoh separasi variabel untuk
menyelesaikan persamaan Laplace.
Contoh 2.6
20
�
�
Dengan syarat batas,
+
�
�
=
,
=
(2.28)
,
=
(2.30)
,
,
Langkah penyelesaian.
1.
(2. 27)
=
(2.29)
=
(2.31)
Menentukan penyelesaian dari persamaan diferensial dalam bentuk
,
=
sedangkan
. Dimana variabel
merupakan fungsi dari
,
saja.
,
Diberikan penyelesaian untuk
hanya muncul dalam fungsi
=
, apabila disubstitusikan
pada Persamaan (2.27) maka diperoleh bentuk sebagai berikut.
′′
′′
+
=
(2.32)
Apabila Persamaan (2.32) dikelompokkan sesuai variabelnya, maka
diperoleh bentuk sebagai berikut.
′′
2.
=−
′′
(2.33)
Menentukan konstanta pemisah misalnya �, dengan � merupakan bilangan
riil.
Diambil konstanta pemisah �, sehingga Persamaan (2.33) menjadi.
′′
=−
′′
=�
(2.34)
Dari Persamaan (2.34) diperoleh masalah Sturm Liouville sebagai berikut.
21
′′
−�
′′
3.
=
+�
(2.35)
=
(2.36)
Akan diselesaikan terlebih dahulu masalah nilai eigen dimana persamaan
memiliki dua kondisi batas. Namun, karena nilai dari konstanta pemisah
variabel (�) belum diketahui dan ditentukan bahwa � harus riil maka masalah
nilai eigen akan dicari dengan melihat kondisi dari konstanta � yaitu � <
�=
, �> .
,
Dari Persamaan (2.35) akan dicari kemungkinan nilai � yang memenuhi
sebagai berikut.
Kemungkinan I untuk nilai � =
′′
> , sehingga Persamaan (2.35) menjadi,
−
=
(2.37)
Penyelesaian umum dari Persamaan (2.37) adalah.
Dengan syarat batas,
+
=
ℎ
=
→
=
trivial.
ℎ
→
=
Karena
=
=
=
=
ℎ
ℎ
=
+
=
= , maka untuk nilai � =
Kemungkinan II untuk nilai � =
22
� ℎ
+
� ℎ
+
+
� ℎ
� ℎ
� ℎ
>
diperoleh penyelesaian
, sehingga Persamaan (2.35) menjadi.
′′
=
(2.38)
Apabila kedua ruas pada Persamaan (2.38) diintegralkan, maka diperoleh
hasil sebagai berikut.
∫
′′
∫
′
′
→
Karena
=
=
→
=
=∫
+
+
=
=
=
=
=
=
dengan syarat batas,
=
=∫
+
+
=
+
= , maka untuk nilai � =
Kemungkinan III untuk nilai � = −
menjadi,
′′
diperoleh penyelesaian trivial.
< , sehingga Persamaan (2.35)
+
=
(2.39)
Penyelesaian umum dari Persamaan (2.39) adalah,
dengan syarat batas,
=
→
=
+
=
�
+
23
�
=
→
=
=
=
=
=
+
�
+
�
+
�
�
Agar diperoleh penyelesaian non-trivial maka
.
�
4.
=
�
≠ , sehingga nilai �
=
=
,
= sin
= , , ,…
(2.40)
Menentukan nilai eigen dan fungsi eigen.
Nilai dari
pada Persamaan (2.40) bergantung pada , sehingga
Sehingga.
=
.
=
=
Karena nilai dari
nilai
=
�
=
. Karena nilai
+
�
, dengan
=
. Sehingga
bergantung pada , hal ini berakibat pada
yang juga bergantung pada . Sehingga diperoleh fungsi eigen sebagai
berikut.
=
= , , , ….
�
24
(2.41)
5.
Menyelesaikan persamaan untuk variabel yang lain dengan menggunakan
nilai eigen yang diperoleh pada langkah sebelumnya.
Dengan menggunakan nilai dari konstanta pemisah yang telah diperoleh,
maka Persamaan (2.36) dapat ditulis sebagai berikut.
′′
+�
′′
=
−
=
(2.42)
Penyelesaian umum dari Persamaan (2.47) adalah,
dengan syarat batas,
=
=
=
ℎ
=
ℎ
=
=
=
ℎ
=
+
=
+
�
+
� ℎ
+
� ℎ
+
� ℎ
� ℎ
� ℎ
Agar diperoleh penyelesaian non-trivial maka
.
� ℎ
Nilai dari
=
� ℎ
(2.43)
≠ , sehingga nilai �
=
=
,
= sinh
= , , ,…
pada Persamaan (2.44) bergantung pada , sehingga
Sehingga dapat ditulis sebagai berikut.
25
(2.44)
=
.
=
=
Karena nilai dari
=
nilai
� ℎ
=
ℎ
+
. Karena nilai
� ℎ
, dengan
=
. Sehingga
bergantung pada , hal ini berakibat pada
yang juga bergantung pada . Sehingga diperoleh fungsi eigen sebagai
berikut.
6.
=
� ℎ
= , , , ….
(2.45)
Untuk mendapatkan penyelesaian akhir, setelah diperoleh
maka
akan dikalikan dengan
dan
. Hal ini terjadi karena pada langkah
1 telah diasumsikan bahwa penyelesaian dari persamaan yang diselesaikan
,
adalah
Nilai
,
=
.
dan
yang bergantung pada
yang bergantung pula pada , sehingga:
,
Dimana
=
.
=
�
=
�
dan
hasil sebagai berikut.
,
4.
berakibat pada penyelesaian
,
= ∑∞=
� ℎ
�
=
sinh
dengan
� ℎ
, maka diperoleh
= , , , ….
(2.46)
DERET FOURIER
Definisi 2.11
Diberikan deret fourier dari fungsi yang terdefinisi pada interval − ,
26
adalah,
Dimana,
+ ∑∞= {
+
=
=
}
(2.47)
∫
−
∫
−
=
Deret fourier untuk fungsi
�
∫
�
−
tidak secara otomatis menjamin bahwa rangkaian
tersebut benar-benar konvergen pada
fourier konvergen pada pada
. Jika
kontinu pada
. Sebaliknya, apabila
diskontinu di
deret fourier konvergen pada.
+
−
+
dimana.
+
−
(Humi & Miller, 1992:75).
, dengan
= �
→
= �
, dengan
→
>
<
Contoh 2.7
Akan ditentukan deret Fourier dari
={
< <
< <
Berdasarkan Definisi 2.17 diperoleh penyelesaian sebagai berikut.
27
maka deret
maka
=
=
∫
∫
+∫
[ ] +[
=
=
=
=
∫
∫
=
+∫
∫
=
+∫
=
( sin
) + ( sin
)
=
( sin
) + ( sin
)
=
=
]
∫
=
∫
� (
� (
)
28
+∫
)
� (
)
=
(−
cos
=
∫
�
=
(−
cos
) + (−
cos
)
=
(−
cos
) + (−
cos
)
) − (−
+∫
cos
=
−
=
dengan
= , , , …. dan
=−
apabila
,
dan
∞
=
∞
=
+∑−
=
=
=
+
+
+
−
−
∞
∞
∑
+
=
−
29
cos
)
)
)
. Maka deret Fourier dari
∑− +
=
) − (−
genap.
cos (
+∑
=
cos
+ ( cos
− +(
=
Setelah diketahui hasil dari
) + (−
�
)+
−
sin
sin
−
−
sin
sin
adalah.
E.
METODE VOLUME HINGGA
Metode volume hingga merupakan salah satu metode numerik untuk
menyelesaikan persamaan diferensial parsial pada masalah-masalah fisis. Pada
dasarnya metode volume hingga adalah mengubah masalah persamaan diferensial
menjadi sebuah sistem dalam persamaan aljabar. Metode volume hingga sering
digunakan untuk mencari pendekatan terhadap penyelesaian analitik dari suatu
persamaan diferensial parsial. Dibandingkan dengan metode beda hingga, metode
volume hingga memiliki beberapa kelebihan sebagai berikut :
1.
Diskritisasi terhadap ruang yang fleksibel. Apabila terdapat suatu bidang
yang akan didiskritisasi, maka bidang tersebut dipartisi ke dalam ukuran lebih
kecil yang sering disebut dengan kontrol volume. Partisi tersebut dapat
berbentuk tidak beraturan untuk mengurangi kesalahan geometri dan partisi
dapat dibuat lebih rinci untuk mendapat penyelesaian yang mendekati
penyelesaian analitik.
2.
Persamaan ditulis dalam bentuk integral yang seringkali berasal dari hukumhukum fisika.
3.
Dari Nomor (2), kelebihan selanjutnya dari metode volume hingga adalah
tidak ada kebutuhan untuk variabel dependent untuk menjadi terdiferensial.
30
Langkah-langkah dalam menyelesaikan suatu persamaan diferensial parsial
dengan metode volume hingga hampir mirip dengan finite difference method
ataupun finite element method. Menurut (Moukalled, et al : 2016), adapun tahaptahap dalam menyelesaikan persamaan diferensial parsial dengan metode volume
hingga secara garis besar dapat dilihat dari Gambar 2.2 berikut.
Fenomena fisika
Objek fisik
Membangun persamaan dari permasalahan
fisika yang terjadi pada objek
Diskritisasi objek
Diskritisasi persamaan
Sistem persamaan aljabar
Perhitungan aljabar
Penyelesaian numerik
Gambar 2.2 Bagan alur metode volume hingga
Langkah awal dalam metode volume hingga adalah menurunkan persamaan
matematik untuk fenomena fisika yang dialami oleh suatu objek. Setelah ditentukan
persamaan matematik (dalam hal ini persamaan matematik yang dimaksud adalah
31
persamaan diferensial parsial) untuk permasalahan fisika tersebut, lalu dilakukan
diskritisasi terhadap objek (benda). Benda akan dibagi menjadi beberapa kontrol
volume (dipartisi menjadi beberapa bagian dengan panjang yang sama). Sehingga
akan terdapat beberapa titik yang mewakili tiap kontrol volume tersebut.
Langkah selanjutnya setelah menentukan kontrol volume adalah melakukan
diskritisasi terhadap persamaan matematik yang telah diperoleh. Kedua ruas
persamaan matematik diintegralkan terhadap waktu dan terhadap kontrol volume.
Hingga diperoleh suatu sistem persamaan aljabar. Dengan diperoleh sistem
persamaan aljabar maka akan diperoleh juga matrik dari sistem persamaan aljabar.
Untuk mendapat penyelesaian numerik maka dilakukan penyelesaian terhadap
matrik untuk mendapat nilai dari variabel terikat.
Beberapa cara untuk memperoleh hasil dari matrik tersebut adalah dengan
metode Jacobi, eliminasi sistem Gauss-Jordan, Forward Elimination, Backward
Subtitution.
32
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini akan dibahas penurunan model persamaan panas dimensi satu.
Setelah itu akan ditentukan penyelesaian persamaan panas dimensi satu secara
analitik dengan metode variabel terpisah. Selanjutnya penyelesaian analitik dari
persamaan panas dimensi satu akan dihampiri dengan penyelesaian numerik
menggunakan metode volume hingga. Berikut penjelasan lebih lanjut.
A.
PENURUNAN PERSAMAAN PANAS DIMENSI SATU
Ilmu termodinamika merupakan salah satu bidang ilmu yang banyak
digunakan di industri-industri dalam perencanaan macam-macam alat seperti
boiler, heater dan ruang bakar. Terdapat tiga jenis perambatan panas yaitu
perambatan panas secara konduksi, konveksi dan radiasi. Perambatan panas secara
konduksi yaitu perpindahan panas dari suhu yang tinggi menuju suhu yang lebih
rendah tanpa disertai dengan perpindahan partikel-partikelnya. Sedangkan
perpindahan panas secara konveksi yaitu perpindahan panas yang terjadi antara
permukaan padat dengan fluida dimana proses perpindahan panas melalui
perpindahan massa fluida. Selanjutnya perpindahan panas secara radiasi yaitu
perpindahan panas tanpa melalui zat perantara, artinya panas dipancarkan oleh
sumber panas dan terpancar ke segala arah.
Menurut ketiga jenis perambatan panas yang telah disebutkan, persamaan
panas dimensi satu termasuk dalam jenis perpindahan panas secara konduksi karena
panas mengalir dari suhu yang tinggi menuju suhu yang lebih rendah tanpa disertai
33
perpindahan partikel-partikelnya. Pada sub-bab ini, akan dibahas bagaimana
penurunan persamaan panas dimensi satu secara konduksi yang terjadi pada benda
padat.
Diberikan sebuah batang logam dengan panjang
sumbu
terbentang disepanjang
seperti pada Gambar (3.1). Batang logam dipartisi menjadi beberapa
bagian kecil dan dipilih satu bagian kecil yang akan mewakili sebagai kontrol
volume. Dalam proses penurunan persamaan panas dimensi satu, akan diasumsikan
beberapa hal sebagai berikut.
1.
Luas penampang batang logam
adalah konstan,
2.
Jumlah kalor pada seluruh bagian
adalah konstan,
3.
Batang logam terbuat dari bahan yang homogen,
4.
Batang logam terisolasi sempurna diseluruh permukaannya, sehingga tidak
ada kalor yang dapat melewati permukaan batang logam,
5.
Aliran panas merambat dari suhu yang tinggi menuju suhu yang lebih rendah,
Panas jenis dan konduksi termal adalah konstan.
=
,
+∆
+∆ ,
A
x=
Gambar 3.1 Batang logam dengan energi panas
yang mengalir searah sumbu-x
Selanjutnya, akan ditinjau partisi batang logam sebesar ∆ . Diberikan �
merupakan total energi panas dan
,
34
yaitu jumlah energi panas per satuan
volume yang selanjutnya disebut dengan massa jenis panas. Apabila massa jenis
panas adalah konstan di seluruh volume dari batang logam, maka jumlah energi
panas pada ∆ merupakan hasil dari massa jenis panas dan volume. Sehingga secara
matematis dapat dirumuskan sebagai berikut.
dengan
= ∆ , sehingga.
�
,
=
,
=
=
�
�
,
∆
∆
(3.1)
Perubahan panas pada interval [ , + ∆ ] terjadi apabila terdapat aliran
panas di sepanjang titik
+ ∆ . Berdasarkan Hukum Konservasi Panas,
hingga
dasar proses aliran panas adalah laju perubahan panas sama dengan energi panas
yang mengalir per satuan waktu ditambah energi panas yang dihasilkan dari dalam
batang logam per satuan waktu. Karena batang logam bersifat homogen dan
terisolasi diseluruh permukaannya maka tidak ada panas yang dihasilkan dari dalam
batang logam. Sehingga diperoleh rumusan laju perubahan panas sebagai berikut.
�
,
�
∆
(3.2)
Pada Gambar (3.1) perambatan panas pada batang logam terdapat perbedaan
suhu antara kedua ujung batang logam, yaitu
,
>
+∆ ,
,
dan
+∆ ,
dengan
. Sehingga untuk energi panas yang merambat pada
potongan logam per satuan waktu adalah sebagai berikut.
=
,
−
35
+∆ ,
(3.3)
Selanjutnya akan dicari hubungan antara laju perubahan panas dan energi
panas yang merambat pada potongan logam. Menurut Holman (2010), laju difusi
diberikan oleh Hukum Fick, yang menyatakan bahwa fluks berbanding lurus
dengan laju perubahan panas. Sehingga diperoleh rumusan sebagai berikut.
�
�
,
�
∆
, ∆
�
=
=
(3.4)
Apabila Persamaan (3.4) dibagi dengan , maka akan menjadi seperti berikut.
�
∆
�
(
, )=
�
Selanjutnya, apabila Persamaan (3.5) dibagi dengan ∆ , maka diperoleh.
�
�
(
,
)=
�∆
(3.5)
(3.6)
Karena ∆ sangat kecil, maka nilai limitnya mendekati nol. Sehingga Persamaan
(3.6) menjadi.
�
(
�
�
, ) = lim
�
=
∆ →
�
��
∆
(3.7)
Diketahui c merupakan panas jenis yaitu energi panas yang harus disuplai
untuk satu satuan massa sebuah zat untuk menaikan suhunya satu unit. Karena telah
diasumsikan bahwa batang logam terbuat dari bahan yang homogen maka c bernilai
konstan, sehingga energi panas per satuan massa diberikan oleh
Kemudian diberikan
,
.
yang merupakan kerapatan massa yaitu massa per unit
volume, karena batang logam bersifat homogen maka total massa pada potongan
36
logam adalah
. Sehingga total energi panas pada potongan logam dapat ditulis
sebagai.
karena
=
dan
�=
∆
(3.8)
= ∆ , sehingga Persamaan (3.8) dapat ditulis menjadi.
�=
∆
,
(3.9)
Kemudian, apabila Persamaan (3.1) dan Persamaan (3.9) disederhanakan,
diperoleh hasil sebagai berikut.
,
∆ =
,
=
,
∆
∆
,
∆
=
,
,
(3.10)
Apabila Persamaan (3.10) disubstitusikan pada Persamaan (3.7) diperoleh hasil.
�
,
�
=�
�
(3.11)
�
Menurut Hukum Fourier, laju perambatan panas yang melewati permukaan
bidang berbanding lurus dengan perubahan suhu yang melewati potongan logam
dan ketebalan dinding. Dengan kata lain dapat dituliskan sebagai berikut.
Pada Persamaan (3.12),
∆ →
∆
=−
∆
,
(3.12)
merupakan konduktivitas termal. Dengan pendekatan
maka Persamaan (3.12) berubah menjadi.
= lim −
∆ →
=−
lim
∆ →
=−
37
∆
∆
∆
�
�
∆
,
,
,
(3.13)
Apabila Persamaan (3.13) disubstitusikan pada Persamaan (3.11) maka
diperoleh.
�
�
,
�
�
Misalkan
=
=
�
�
,
,
�
(−
�
=
=
�
�
�
�
∙
,
�
,
�
)
,
(3.14)
, sehingga Persamaan (3.13) dapat ditulis menjadi.
�
�
,
=
�
�
,
(3.15)
Kemudian Persamaan (3.15) disebut Persamaan Panas Dimensi Satu..
B.
PENYELESAIAN ANALITIK PERSAMAAN PANAS DIMENSI SATU
Diberikan sebuah lilin dan batang logam homogen dengan panjang . Lilin
diletakkan di bawah batang logam di posisi sebelah kiri, setelah itu lilin dinyalakan
beberapa waktu lalu dimatikan. Dalam kasus ini, perubahan suhu pada posisi
dipertahankan nol derajat dan suhu pada posisi
= dipertahankan nol derajat.
Untuk ilustrasi lebih jelasnya tampak pada Gambar (3.2).
38
=
,
=
,
=
Gambar 3.2 Ilustrasi syarat batas Robin (Campuran) pada
penampang logam
Gambar 3.2 apabila diilustrasikan pada bidang koordinat kartesius dengan
pembanding suhu terhadap sumbu x, maka akan tampak pada Gambar 3.3.
,
�
�
,
=
,
=
Gambar 3.3 Distribusi suhu terhadap sumbu-x
Selanjutnya akan ditentukan penyelesaian dari persamaan panas dimensi satu
menggunakan metode separasi variabel. Diberikan persamaan panas dimensi satu
sebagai berikut.
�
�
,
=
�
�
,
, ≤
39
≤ dengan >
(3.16)
dengan nilai awal,
,
syarat batas,
=
,
,
Diambil substitusi
diperoleh.
�
(
�
,
;
=
=
(3.16c)
terhadap Persamaan (3.16),
′
(3.17)
′′
)=
�
(3.16a)
(3.16b)
, >
=
�(� ,� )
)
�
�(
≤
, >
=
,
≤
(3.18)
Apabila Persamaan (3.17) dan Persamaan (3.18) disubstitusikan pada Persamaan
(3.16) maka diperoleh.
′
′′
=
(3.19)
Akan dilakukan pemisahan variabel, dimana persamaan yang
mengandung
variabel x dikelompokkan pada ruas kanan dan persamaan yang mengandung
variabel t akan dikelompokkan pada ruas kiri.
�′
′′
=
�
(3.20)
ditentukan konstanta pemisah riil yaitu negatif λ, sehingga Persamaan (3.20)
menjadi.
�′
�
=
′′
= −λ
dari Persamaan (3.21) diperoleh masalah Sturm-Liouville sebagai berikut.
′
=
′′
40
= −λ
(3.21)
�′
= −λ
�
′′
(3.22)
= −λ
(3.23)
Kemudian akan diselesaikan terlebih dahulu untuk Persamaan (3.22).
′′
′′
= −λ
′′
= −λ
+λ
=
(3.24)
karena nilai dari konstanta pemisah λ belum diketahui dan ditentukan bahwa λ
harus riil. Maka akan ditinjau 3 kemungkinan nilai untuk λ.
Kemungkinan I. Untuk nilai λ = −� < , sehingga Persamaan (3.24) menjadi.
′′
−�
Penyelesaian umum dari Persamaan (3.25) adalah.
Dengan syarat batas ′
′
=
ℎ �
= −�
� ℎ �
= , diperoleh.
′
= −�
+
� ℎ
=
=
=
ℎ � +
ℎ � +
=
ℎ �
41
ℎ
ℎ
Karena � ≠ , sehingga berakibat pada nilai
= , diperoleh.
ℎ �
+�
=�
(3.25)
� ℎ �
+�
=� ∙
Untuk syarat batas
=
.
� ℎ �
� ℎ �
Karena � ≠
dan ≠
maka nilai
= . Sehingga untuk λ = −� <
ℎ �
ℎ �
=
≠ , hal tersebut berakibat pada nilai
diperoleh penyelesaian trivial.
Kemungkinan II. Untuk nilai λ = , sehingga Persamaan (3.24) menjadi.
′′
=
(3.26)
Penyelesaian umum dari Persamaan (3.26) adalah.
=
Dengan syarat batas ′
= , diperoleh.
′
=
′
= , diperoleh.
Untuk syarat batas
=
dan
=
=
=
=
=
Karena nilai
+
+
=
+
sehingga diperoleh penyelesaian trivial.
Kemungkinan III. Untuk nilai λ = � > , sehingga Persamaan (3.24) menjadi.
′′
+�
=
cos �
Penyelesaian umum dari Persamaan (3.27) adalah.
Dengan syarat batas ′
′
= , diperoleh.
′
= −� sin �
= −� sin
42
+
=
sin �
+ � cos �
+ � cos
(3.27)
Karena nilai � ≠
� =
maka berakibat pada nilai
= , diperoleh.
Dengan syarat batas
=
=
cos �
=
= .
+
sin �
cos � + sin �
cos � +
cos �
=
Supaya diperoleh penyelesaian non-trivial, maka.
cos �
= cos
�=
cos �
−
−
=
, dengan n = 1, 2, 3, ...
, dengan n = 1, 2, 3, ...
(3.28)
Karena nilai � bergantung pada , maka � = � . Sehingga Persamaan (3.28)
dapat ditulis sebagai berikut.
Karena diperoleh nilai
=
−
� =
, n = 1, 2, 3, ...
(3.29)
= , maka penyelesaian dari Persamaan (3.24) adalah
cos � . Kemudian, diketahui jika nilai � bergantung pada n maka
berakibat pada nilai
juga bergantung pada n. Sehingga, fungsi eigen dari
Persamaan (3.24) adalah.
=
−
, dengan n=1, 2, 3, ...
(3.30)
Selanjutnya, akan dicari penyelesaian dari Persamaan (3.22). Telah diketahui
bahwa nilai � bergantung pada n, maka berakibat pada nilai
yang juga
bergantung pada n. Sehingga dari Persamaan (3.22) diperoleh hasil sebagai berikut.
43
′
′
= −λ
−
= −(
′
−
= −(
′
= −(
′
= −(
−
)
−
−
= −(
)
)
−
= −(
)
)
)
Kedua ruas akan diintegralkan, dan diperoleh hasil sebagai berikut,
= −∫(
∫
ln|
| = −(
=
=
=
dengan D suatu konstanta.
−
−
−
−
44
)
+
×
−
−
=
)
+
−
−
−
�−
�
×
(3.31)
nilai
,
bergantung pada n, hal tersebut berakibat pada
dan
Karena nilai
yang juga bergantung pada n. Sehingga penyelesaian dari
dapat ditulis sebagai berikut.
,
dengan
=
∫
=
,
�
∫ cos
∞
=∑
−
−
)
−
(
=
�−
�
�−
�
−
(
)
.
−
Selanjutnya akan dicari penyelesaian dari ∫
∫
=
−
∫
� (
� (
−
=
= −
(
−
+
.
)
−
(
−
=(
−
(
∫
=
Karena nilai �
−
−
−
−
−
� (
)
)]
)) −
)
, sehingga diperoleh hasil.
−
Kemudian akan dicari hasil dari ∫ cos
)
45
−
=
.
−
−
+
,
−
∫ cos (
=∫
−
(
=
Dengan menggunakan sifat
bentuk sebagai berikut.
=∫
(
=(
−
Sehingga hasil dari
� (
=
∫
cos
−
−
�
∫ cos
�−
�
�−
�
=
=
+ cos
−
, diperoleh
)
)+
)+ )−(
=
−
]
�
+ )
adalah.
+
−
−
=
Setelah diketahui
+
)+
−
� (
)
)+
−
(
−
(
−
(
=∫
=
)
)
−
−
−
−
+
×
+
maka penyelesaian dari Persamaan (3.16) adalah.
46
∞
,
−
−
=∑
=
,
=
∑∞=
+
− �+
Diketahui panjang logam adalah
sebagai berikut.
dengan
,
,
=
∑∞=
adalah suhu di
(
−
−
−
.
−
−
)
�−
�
−
(3.32)
, maka Persamaan (3.32) menjadi
− �+
−
−
.
−
pada waktu , nilai dari
�−
.
,
(3.33)
bergantung pada
posisi dan waktu yang diinginkan. Dari Persamaan (3.33), selanjutnya akan diambil
sampel perambatan panas pada = ,
,
,
telah ditentukan dapat dilihat pada Tabel 3.1.
47
,
,
. Hasil suhu pada yang
Tabel 3.1 Hasil penyelesaian analitik persamaan panas dimensi satu dengan
metode separasi variabel
TIME
TITIK
=
=
=
0
0
48.4142
49.9719
49.9996
1
0.005
50.0062
50.0010
50.0000
2
0.015
49.9806
49.9970
3
0.025
50.0352
4
0.035
5
=
=
50
49.9999
50.0000
50.0000
49.9999
49.9999
50.0000
49.9999
49.9989
50.0053
50.0001
49.9999
49.9986
49.9912
49.9438
49.9918
49.9998
49.9986
49.9860
49.9423
0.045
50.0874
50.0122
49.9996
49.9808
49.8946
49.7020
6
0.055
49.8609
49.9821
49.9810
49.8162
49.4058
48.7776
7
0.065
50.2372
50.0216
49.7175
48.8066
47.4800
45.9941
8
0.075
49.5376
49.7030
47.5942
44.6708
41.8875
39.4350
9
0.085
51.1826
45.3741
38.2166
33.3539
29.9132
27.3373
10
0.095
43.646
21.1321
15.3678
12.6557
11.0073
9.8706
11
0.1
50
0
0
0
0
0
48
50
=
Apabila penyelesaian analitik diplot dalam bentuk grafik, maka hasilnya
sebagai berikut.
ℎ
Keterangan :
Suhu saat =
Suhu saat =
Suhu saat =
Suhu saat =
Suhu saat =
Suhu saat =
Gambar 3.4 Grafik penyelesaian analitik persamaan panas dimensi satu
Dari Gambar 3.4 dapat dilihat bahwa suhu di sebarang
pada saat
=
berkisar
pada angka 50, hal tersebut sesuai dengan nilai awal yang diterapkan pada kasus
ini. Pada saat
mencapai
. ,
C.
>
di titik
=
suhu mulai mengalami penurunan secara bertahap hingga
= . . hal tersebut juga sesuai dengan syarat batas yaitu
dengan > .
PENYELESAIAN NUMERIK PERSAMAAN PANAS DIMENSI SATU
DENGAN METODE VOLUME HINGGA
1.
PROSES DALAM METODE VOLUME HINGGA
Diberikan sebuah lilin dan batang logam homogen dengan panjang .
.
Lilin diletakkan di bawah batang logam di posisi sebelah kiri, setelah itu lilin
49
dinyalakan beberapa waktu lalu dimatikan. Dalam kasus ini, perubahan suhu pada
posisi
=
dipertahankan nol derajat dan suhu pada posisi
= . dipertahankan
nol derajat, panas hanya mengalir dari suhu tinggi menuju suhu yang lebih rendah.
Akan ditentukan penyelesaian dari persamaan panas dimensi satu pada batang
logam menggunakan metode volume hingga. Diberikan persamaan panas dimensi
satu sebagai berikut.
�
�
,
dengan nilai awal.
�
=
�
,
dan syarat batas,
,
, ≤
=
;
,
=
. ,
=
≤ . dengan >
≤
≤ .
, >
(3.34)
(3.34a)
(3.34b)
, >
(3.34c)
Batang logam terbentang disepanjang , dipartisi sebesar ∆ dan akan dipilih
partisi pada interval [
�
,
�
+ � ] dengan � =
, , …
yang selanjutnya disebut
sebagai kontrol volume. Ilustrasi dari partisi tersebut dapat dilihat sebagai berikut.
50
.
� +∆
�
Gambar 3.5 Ilustrasi kontrol volume pada batang logam
Diasumsikan ∆ merupakan waktu perambatan panas dari
�
menuju
�
+∆ .
Sehingga interval waktu perambatan panas pada kontrol volume adalah [ , + ∆ ].
Dari Gambar 3.5 akan ditunjukkan sistem kontrol volume yang lebih detail sebagai
berikut.
∆ = .
�
�−
+∆
Gambar 3.6 Kontrol volume
�
�
,
Selanjutnya, karena
�+
merupakan fungsi atas
dan yang dalam hal ini
sebagai posisi dan sebagai waktu. Apabila Persamaan 3.33 diintegralkan terhadap
dengan interval [ � ,
�
+ ∆ ], sehingga Persamaan (3.33) menjadi.
51
� +∆
� +∆
�
�
�
� = ∫
�
∫
�
�
�
(3.35)
dengan interval [ , + ∆ ],
Apabila Persamaan (3.35) diintegralkan terhadap
sehingga Persamaan (3.35) menjadi.
+∆
∫
�
∫(
�
,
�
+∆
�
= ∫
)
�
∫
�
,
(3.36)
Apabila diasumsikan besar suhu pada titik � merupakan besar suhu pada seluruh
kontrol volume �. Maka ruas kiri dari Persamaan (3.36) dapat diselesaikan sebagai
berikut.
+∆
∫
� +∆
�
�
�
∫
�
�
+∆
� = ∫ ∫
�
�
��
(3.37)
Persamaan (3.37) terlebih dahulu akan diintegralkan terhadap waktu, sehingga
diperoleh hasil sebagai berikut.
�
+∆
∫ ∫
� +∆
�
�
= ∫
,
�
� +∆
= ∫
, +∆
�
��
]
+∆
�
−
,
�
(3.38)
Proses pengintegralan berlanjut dengan mengintegralkan Persamaan 3.38 terhadap
kontrol volume dan diperoleh hasil sebagai berikut.
� +∆
= ∫
�
+∆
52
−
�
=
=
−
+∆
=
Dari Persamaan 3.39 ,
�
=
+∆
(
−
+∆
−
+∆
=
�
−
+∆
−
�
−
�
�
]
� +∆
�
+∆
+∆ −
)∆
�
∆
−
�
(3.39)
merupakan suhu di � pada waktu
+ ∆ dan
�
merupakan suhu di � pada waktu . Setelah diperoleh hasil integral dari ruas kiri
Persamaan 3.36, selanjutnya akan ditentukan hasil integral dari ruas kanan
Persamaan 3.36 sebagai berikut.
� +∆
+∆
∫
�
� +∆
+∆
= ∫
�
� +∆
= ∫
�
= ∫
= ∫
+∆
= ∫
�
�
(
�
]
�
+∆ ,
� �+∆
�
�
�
�
� �
� �
� �
� �
∫
+∆
� �
�
�
∫
+∆
+∆
�
�
∫
+∆ ,
+∆
53
� +∆
�
−
−
�
�
�
�
�
�,
�
�,
�
�
)�
(3.40)
Teorema integral rata-rata digunakan untuk memperoleh hasil dari
dan
�
| , sehingga diperoleh hasil sebagai berikut.
�
�
dengan
waktu
�
|
�
� +∆
�+
=
�
| =
�
�
merupakan suhu di � +
�+
dan
−
∆
�
∆
−
�
|
� +∆
�
�−
pada waktu ,
merupakan suhu di � −
�−
�
merupakan suhu di � pada
�
pada waktu . Sehingga hasil integral
Persamaan 3.40 adalah sebagai berikut.
+∆
∫
� +∆
+∆
�
�
∫
�
� � = ∫
�+
(
∆
−
�
�
−
−
∆
�−
)�
(3.41)
Apabila Persamaan 3.39 dan Persamaan 3.41 disubstitusikan pada Persamaan
3.33 maka diperoleh hasil sebagai berikut.
(
�
−
�
+∆
)∆ = ∫
(
�+
∆
−
�
−
−
∆
�
�−
)�
(3.42)
Kedua ruas dari Persamaan 3,42 apabila dibagi dengan ∆ akan diperoleh hasil
sebagai berikut.
(
�
−
∆
�
)∆
=
∫
+∆
�+
∆
−
∆
�
−
�
−
∆
�−
�
(3.43)
Untuk mendapat hasil integral terhadap waktu yang terdapat di ruas kanan
Persamaan (3.40), perlu diberikan suatu asumsi untuk
�+
,
�
dan
�−
. Menurut
(Versteeg & Malalasekera, 1995 : 170), untuk menghitung integral terhadap waktu
pada ruas kanan Persaman (3.40) dapat digunakan suhu pada saat atau suhu pada
54
saat + ∆ , atau bisa juga dengan menggunakan kombinasi suhu pad
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Ilmu termodinamika merupakan ilmu yang berupaya untuk memprediksi
perpindahan energi yang mungkin terjadi antara material atau benda sebagai akibat
dari perbedaan suhu (Holman, 2010 : 1). Ilmu termodinamika mengajarkan bahwa
transfer energi yang dimaksud didefinisikan sebagai panas. Ilmu perpindahan panas
tidak hanya menjelaskan bagaimana energi panas dapat ditransfer, akan tetapi juga
untuk memprediksi tingkat dimana pertukaran berlangsung di bawah kondisi
tertentu. Menurut jenis perambatannya, perpindahan panas digolongkan menjadi
tiga yaitu perpindahan panas secara konduksi, konveksi dan radiasi.
Adakalanya energi panas diisolasi agar dapat digunakan untuk tujuan-tujuan
tertentu, misalnya pada mesin pembakaran internal kendaraan bermotor yang
menghasilkan panas dalam jumlah besar selama siklus pembakaran. Hal tersebut
memberi efek negatif apabila sampai pada komponen yang peka terhadap panas,
maka dari itu isolasi energi panas diperlukan supaya panas tidak sampai pada
komponen-komponen tersebut. Contoh lain pemanfaatan energi panas dalam
kehidupan sehari-hari adalah pada setrika listrik. Setrika dipanaskan oleh sumber
panas berupa kumparan yang dialiri arus listrik. Kumparan akan memanaskan
logam setrika secara konduksi. Selain itu pemanfaatan perpindahan panas dalam
dunia industri salah satunya pada tungku boiler, oven dan pada pembangkit listrik
tenaga uap, dimana pemanfaatan perpindahan panas digunakan untuk menghasilkan
1
energi listrik. Bahan bakar yang diubah menjadi energi panas dalam bentuk uap
bertekanan dan bersuhu tinggi, energi panas tersebut diubah menjadi energi
mekanik dalam bentuk putaran, dari energi panas yang diubah menjadi energi
mekanik tersebut dihasilkan energi listrik.
Pada kebanyakan kasus, untuk menggambarkan keadaan fisis dari
perpindahan panas digunakan model matematika yang disebut dengan persamaan
diferensial dimana besaran-besarannya berubah terhadap ruang dan waktu. Pada
salah satu kasus persamaan untuk perpindahan panas disebut dengan persamaan
panas. Definisi dari persamaan diferensial adalah suatu persamaan yang memuat
turunan dari satu atau lebih variabel terikat (Dependent Variable) terhadap satu atau
lebih dari variabel bebas (Independent Variable). (Zill, Wright, & Cullen, 2012 : 2)
Persamaan diferensial digolongkan menjadi dua yaitu persamaan diferensial
biasa dan persamaan diferensial parsial. Untuk menyelesaikan persamaan
diferensial dapat dilakukan secara analitik maupun secara numerik. Dalam
menyelesaikan persamaan panas secara analitik terdapat 3 jenis syarat batas yaitu
syarat batas Dirichlet, Neumann dan Robin. Ketiga syarat batas tersebut masingmasing memiliki kondisi suhu di titik awal dan titik akhir yang berbeda.
Sebelumnya telah dilakukan penelitian oleh Ahmadi (2016) tentang
bagaimana penyelesaian analitik dari persamaan panas dimensi satu menggunakan
teknik separasi variabel dengan menerapkan tiga jenis kondisi syarat batas. Hasil
dari penelitian tersebut adalah diperoleh penyelesaian dari persamaan panas
dimensi satu berdasarkan masing-masing kondisi syarat batas yang diterapkan dan
penyelesaian digambarkan dalam bentuk grafik dua dimensi. Berdasarkan
2
penelitian tersebut, penyelesaian analitik dari persamaan panas dimensi satu yang
telah diteliti akan dihampiri menggunakan metode numerik. Persamaan dimensi
satu menarik untuk menjadi bahan yang akan diteliti karena persamaan panas
dimensi satu merupakan persamaan panas dengan dimensi paling dasar, sebelum
meneliti lebih lanjut ke persamaan panas dengan dimensi lebih tinggi.
Metode numerik adalah teknik yang digunakan untuk memformulasikan
persoalan matematika sehingga dapat dipecahkan dengan operasi perhitungan atau
aritmetika biasa (tambah, kurang, kali, dan bagi) (Munir, Rinaldi, 2010 : 5).
Terdapat beberapa metode numerik untuk menyelesaikan persamaan panas antara
lain Finite Difference Methods, Finite Element Methods, dan Finite Volume
Methods (Metode Volume Hingga). Secara garis besar metode volume hingga
menggunakan bentuk integral dari persamaan. Penyelesaian yang diperoleh dibagi
kedalam sejumlah kontrol volume yang berhingga, dan persamaan umum yang
telah terintegral terhadap kontrol volume dan waktu akan diaplikasikan pada tiap
kontrol volume. Dalam proses penyelesaian persamaan panas dimensi satu dengan
metode volume hingga terdapat beberapa skema yang dapat digunakan antara lain
UDS (Upwind Difference Scheme), CDS (Central Difference Scheme), LUDS
(Linier Upwind Difference Scheme), QUICK (Quadratic Upwind Difference
Scheme).
Metode volume hingga tidak hanya diaplikasikan pada persamaan panas saja,
telah banyak peneliti yang mengaplikasikan metode volume hingga untuk
menyelesaikan permasalahan fisis lainnya. Beberapa contoh peneliti yang
mengaplikasikan metode volume hingga adalah Novian Nur Fatihah (2015) yang
3
mengkaji tentang pola sebaran air panas dari spray pond dengan metode volume
hingga untuk mengetahui suhu air yang berada pada spray pond apakah dapat
dialirkan ke sungai tanpa mengganggu biota sungai. Hasil dari penelitian tersebut
adalah dibutuhkan tekanan air yang tinggi agar proses penurunan suhu air panas
yang dikeluarkan dari spray pond semakin banyak dan penyebaran air semakin luas.
Selain itu peneliti lain yang membahas tentang metode volume hingga adalah Setyo
Budi Utami (2008) yang membahas bagaimana penyelesaian persamaan
matematika dari distribusi panas dengan metode volume hingga dan diperoleh
perubahan konsentrasi distribusi aliran panas dipengaruhi oleh kecepatan, panjang
penampang dan lebar penampang. Penambahan rata-rata kecepatan menyebabkan
semakin pendek daerah penyebaran panas serta penambahan lebar penampang dan
panjang penampang menyebabkan adanya kenaikan konsentrasi penyebaran panas.
Berdasarkan latar belakang dan penelitian-penelitian yang telah dilakukan, pada
Tugas Akhir Skripsi ini penulis mengambil judul “PENYELESAIAN PERSAMAAN
PANAS DENGAN ANALITIK DAN METODE VOLUME HINGGA”.
B.
IDENTIFIKASI MASALAH
Dari penjabaran latar belakang, dapat diidentifikasi beberapa masalah sebagai
berikut:
1.
Penyelesaian masalah fisika yang terlebih dahulu harus dimodelkan secara
matematis hingga mendapat suatu persamaan secara matematis.
4
2.
Persamaan matematis dari masalah fisika mayoritas berupa persamaan
diferensial parsial.
3.
Penyelesaian persamaan diferensial parsial dapat diperoleh secara analitik,
namun langkah-langkah yang cukup rumit dapat menjadi hambatan.
4.
Penyelesaian analitik yang berupa fungsi matematika masih harus dihitung
lagi untuk mendapatkan hasil akhir.
5.
Terdapat beberapa metode numerik yang dapat digunakan untuk
menyelesaikan persamaan dari permasalahan fisika tersebut namun dengan
langkah-langkah yang cukup panjang juga.
C.
PEMBATASAN MASALAH
Batasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.
Jenis perpindahan panas yang akan dibahas adalah perpindahan panas secara
konduksi,
2.
Persamaan panas yang akan dibahas adalah persamaan panas dimensi satu,
3.
Penyelesaian panas secara analitik dan numerik hanya mengambil satu syarat
batas yaitu syarat batas Robin (campuran),
4.
Skema yang digunakan dalam proses pendiskritan adalah Central Difference
Scheme (CDS).
5
D.
RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang dan pembatasan masalah yang telah dijabarkan di
atas, permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1.
Bagaimana model matematika persamaan panas dimensi satu?
2.
Bagaimana penyelesaian analitik persamaan panas dimensi satu dengan
metode separasi variabel?
3.
Bagaimana penyelesaian numerik persamaan panas dimensi satu dengan
metode volume hingga?
4.
Bagaimana perbandingan penyelesaian analitik dan penyelesaian numerik
dari persamaan panas dimensi satu?
E.
TUJUAN
Berdasarkan penjabaran latar belakang hingga RUMUSAN masalah, maka
diperoleh tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut.
1.
Memodelkan persamaan panas dimensi satu,
2.
Menyelesaikan persamaan panas dimensi satu secara analitik menggunakan
metode separasi variabel,
3.
Menyelesaikan persamaan panas dimensi satu secara numerik menggunakan
metode volume hingga,
4.
Mengetahui perbandingan antara penyelesaian analitik dan penyelesaian
numerik dari persamaan panas dimensi satu.
6
F.
MANFAAT
Berdasarkan tujuan penelitian yang hendak dicapai, maka penelitian ini
diharapkan mempunyai manfaat atau kegunaan sebagai berikut:
1.
Bagi Mahasiswa
a)
Menambah pengetahuan tentang penurunan model panas dimensi satu,
b)
Dapat menyelesaikan persamaan panas dimensi satu secara analitik
dengan nilai awal dan syarat batas yang telah ditentukan,
c)
Dapat menyelesaikan persamaan panas dimensi satu secara numerik
dengan metode volume hingga,
d)
Menambah pengetahuan tentang bagaimana perbandingan dari
penyelesaian analitik dan penyelesaian numerik dalam menyelesaikan
persamaan panas dimensi satu.
2.
Bagi Universitas
a)
Diharapkan hasil dari penelitian ini dapat menambah bahan referensi
bagi Universitas Negeri Yogyakarta, khususnya untuk jurusan
Pendidikan Matematika tentang penyelesaian analitik dan numerik dari
persamaan panas dimensi satu.
3.
Bagi Pembaca
a)
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi untuk
penelitian lebih lanjut tentang persamaan panas dimensi satu, dan
aplikasi dari metode volume hingga.
7
BAB II
KAJIAN TEORI
Pada bab II akan dibahas beberapa teori yang menjadi landasan dalam
pembahasan pada bab III. Teori – teori dan beberapa kajian matematika yang akan
dirangkum pada bab ini antara lain tentang perpindahan panas, persamaan
diferensial yang terdiri dari persamaan diferensial biasa dan persamaan diferensial
parsial, teorema integral rata-rata, penyelesaian persamaan diferensial parsial dan
metode volume hingga untuk menyelesaikan persamaan panas dimensi satu secara
numerik. Berikut adalah penjelasan lebih lanjutnya.
A.
PERPINDAHAN PANAS
Definisi 2.1 PERPINDAHAN PANAS
Ilmu termodinamika adalah ilmu yang berupaya untuk memprediksi perpindahan
energi yang mungkin terjadi antara material atau benda sebagai akibat dari
perbedaan suhu. (Holman, 2010 : 1)
Ilmu termodinamika berusaha untuk tidak hanya menjelaskan bagaimana
energi panas dapat ditransfer, tetapi juga untuk memprediksi tingkat dimana
pertukaran panas akan berlangsung dibawah kondisi tertentu. Terdapat tiga jenis
mekanisme yang berbeda dimana panas dapat mengalir dari sumber panas menuju
ke penerima panas. Ketiga jenis mekanisme perambatan panas tersebut adalah
radiasi, konveksi dan konduksi. Dari ketiga jenis perpindahan panas tersebut, hanya
perpindahan panas secara konduksi yang akan dibahas lebih dalam.
8
Definisi 2.2 PERPINDAHAN PANAS SECARA KONDUKSI
Perpindahan panas secara konduksi adalah perpindahan panas dari suhu yang
tinggi menuju suhu yang lebih rendah karena interaksi antar partikel. (Bergman,
Lavine, Incropera, & Dewitt, 2011 : 3)
Konduksi merupakan perpindahan panas melalui materi tetap seperti
penampang logam yang diilustrasikan pada Gambar 2.1. Panas merambat atau
berpindah dari suhu yang tinggi menuju suhu yang lebih rendah tanpa diikuti
perpindahan partikel-partikel. Menurut Hukum Fourier atau juga yang sering
disebut dengan Hukum Konduksi Panas menyatakan bahwa besar aliran panas pada
saat melalui suatu material adalah sebanding dengan negatif dari perubahan suhu
dan ketebalan benda. Dengan kata lain besar aliran panas menurut Hukum Fourier
dapat dituliskan sebagai berikut.
dimana
=
(−
�
)
�
menunjukkan besar aliran panas,
penampang logam yang dilalui panas,
menunjukkan suhu, adalah panjang
luas penampang logam dan
konduktifitas panas.
9
(2.1)
merupakan
Penampang logam
Arah
aliran
panas
−
�
�
=
=
Gambar 2.1 Aliran panas melalui penampang
logam
Konduktifitas panas pada benda padat memiliki berbagai nilai numerik, hal
tersebut tergantung pada jenis material padat tersebut apakah merupakan konduktor
yang relatif baik dalam menerima panas atau berfungsi sebagai isolator.
Menurut Holman (2010), terdapat beberapa sifat dalam proses perambatan panas.
Sifat-sifat tersebut antara lain sebagai berikut.
1.
Panas hanya mengalir dari suhu yang tinggi menuju suhu yang lebih rendah,
2.
Kecepatan perambatan panas dipengaruhi oleh konduktifitas bahan
penyusunnya,
3.
Kecepatan perambatan panas juga dipengaruhi oleh ketebalan batang logam,
luas penampang, panjang bahan dan volume bahan.
10
B.
PERSAMAAN DIFERENSIAL
Definisi 2.3 PERSAMAAN DIFERENSIAL
Persamaan diferensial adalah persamaan yang memuat satu atau lebih turunan
fungsi dari variabel terikat terhadap satu atau lebih variabel bebas. (Zill, Wright,
& Cullen, 2012 : 2)
Berdasarkan jenisnya, persamaan diferensial dibedakan menjadi dua yaitu
persamaan diferensial biasa dan persamaan diferensial parsial. Definisi dari kedua
jenis persamaan diferensial tersebut adalah sebagai berikut.
Definisi 2.4 PERSAMAAN DIFERENSIAL BIASA
Persamaan diferensial parsial adalah persamaan diferensial yang memuat turunan
biasa dari satu atau lebih variabel terikat terhadap satu variabel bebas. (Zill,
Wright, & Cullen, 2012 : 2)
Definisi 2.5 PERSAMAAN DIFERENSIAL PARSIAL
Persamaan diferensial parsial adalah persamaan diferensial yang memuat turunan
parsial dari satu atau lebih variabel terikat terhadap dua atau lebih variabel bebas.
(Zill, Wright, & Cullen, 2012 : 2)
Berikut adalah beberapa contoh untuk persamaan diferensial biasa dan persamaan
diferensial biasa.
Contoh 2.1
+
+
=
=
(2. 2)
+
11
(2. 3)
�
�
�
�
=
(2. 4)
Dari Contoh 2.1 serta mengacu pada Definisi 2.4 dan Definisi 2.5, Persamaan
(2.2) dan Persamaan (2.3) termasuk kedalam jenis persamaan diferensial biasa.
Pada Persamaan (2.2), terdapat satu variabel tak bebas y dan satu variabel bebas .
Begitu pula pada Persamaan (2.3), terdapat dua variabel tak bebas yaitu
dan
serta satu variabel bebas yaitu . Sedangkan untuk Persamaan (2.4) termasuk
kedalam jenis persamaan diferensial parsial dengan variabel tak bebas
dan
variabel bebas dan .
Persamaan diferensial juga dibedakan berdasarkan ordernya, berikut adalah
pejelasannya.
Definisi 2.6 ORDER DARI PERSAMAAN DIFERENSIAL
Urutan (order) persamaan diferensial (baik ODE atau PDE) adalah urutan
turunan tertinggi dalam persamaan. (Zill, Wright, & Cullen, 2012 : 3)
Secara umum persamaan diferensial orde pertama dapat ditulis sebagai berikut.
,
,
=
(2. 5)
Begitu pula untuk persamaan diferensial orde- , secara umum ditulis sebagai
berikut.
dengan
�
, ,
′
,...,
menyatakan turunan y terhadap
=
(2. 6)
yang ke-n.
Berikut adalah beberapa contoh persamaan dengan orde yang berbeda.
Contoh 2.2
+
=
12
(2. 7)
+
−
=
(2. 8)
=
(2. 9)
berdasarkan Definisi (2.6), Persamaan (2.7) merupakan persamaan diferensial orde
satu. Persamaan (2.7) dan Persamaan (2.8) merupakan persamaan diferensial orde
dua.
Klasifikasi persamaan diferensial selanjutnya adalah berdasarkan linieritasnya.
Klasifikasi berdasarkan kelinieran suatu persamaan diferensial adalah sebagai
berikut.
Definisi 2.7 PERSAMAAN DIFERENSIAL LINIER
Persamaan diferensial biasa orde-n dikatakan linier jika F adalah linier di
,
′
,…,
. Dengan kata lain bentuk umum persamaan diferensial linier orde n
adalah sebagai berikut.
atau,
+
−
−
+
+
−
−
−
′
+
+
+
,
dari ,
Dimana variabel terikat y dan semua turunan
pertama. Koefisien
,
,
,
−
+
bebas . (Zill, Wright, & Cullen, 2012 : 4)
′
+
,…,
,
′
,…,
=
=
(2. 10)
(2. 11)
merupakan derajat
bergantung pada variabel
Berikut adalah beberapa contoh persamaan diferensial linier.
Contoh (2.3)
−
+
=
13
(2. 12)
"−
′+
+
=
−
(2. 13)
=
(2. 14)
berdasarkan definisi (2.7), Persamaan (2.12) Merupakan persamaan linier orde
pertama. Persamaan (2.13) merupakan persamaan linier orde kedua dan Persamaan
(2.14) merupakan persamaan diferensial linier orde 2.
C.
TEOREMA NILAI RATA-RATA INTEGRAL
Teorema nilai rata-rata integral pada kasus ini akan digunakan untuk menentukan
integral dari titik pusat kontrol volume.
TEOREMA (2.1) TEOREMA NILAI RATA-RATA INTEGRAL
Jika fungsi f kontinu pada interval [ , ] dengan
�
=
∫
∈ [ , ], maka,
−
(2. 15)
(Varberg, Purcell, & Rigdon, 2007:253)
D.
PENYELESAIAN PERSAMAAN DIFERENSIAL PARSIAL
Penyelesaian dari persamaan diferensial parsial akan dicari dengan menerapkan
syarat batas tertentu dan menggunakan beberapa teori yang dipakai hingga
mendapat penyelesaian umumnya.
1.
MASALAH NILAI AWAL DAN SYARAT BATAS
Untuk memahami apa itu masalah nilai awal, misal diberikan suatu
lempengan logam dengan panjang . Sehingga diperoleh interval untuk
14
yaitu
≤
≤ . Diberikan
,
yang merupakan suhu di seluruh posisi pada saat sama
dengan nol, hal tersebut dikatakan sebagai nilai awal.
Selanjutnya akan dibahas tentang masalah syarat batas. Menurut (Humi &
Miller, 1992 : 42), untuk persamaan diferensial parsial orde 2 terdapat 3 syarat batas
yang dapat digunakan yaitu sebagai berikut :
a)
Syarat batas Dirichlet
Syarat batas dirichlet merupakan nilai-nilai yang tidak diketahui dari suatu
fungsi
pada bagian perbatasan. Dengan kata lain, syarat batas dirichlet adalah
=
mempertahankan suhu pada posisi
,
celcius. Apabila diberikan
dan posisi
= supaya tetap nol derajat
merupakan suhu di
pada saat , maka syarat
batas dirichlet secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut.
,
dengan > .
b)
=
,
=
Syarat batas Neumann
Syarat batas Neumann merupakan syarat batas yang nilai-nilai perubahan
suhu pada posisi
,
=
dan posisi
merupakan suhu di
=
dipertahankan nol. Apabila diberikan
pada saat , maka syarat batas neumann secara
matematis dapat dituliskan sebagai berikut.
�
dengan > .
c)
�
,
=
�
�
,
=
Syarat batas Robin
Syarat batas robin merupakan syarat batas dimana perubahan suhu pada
dipertahankan nol, sedangkan suhu pada posisi
15
=
= dipertahankan nol. Apabila
,
diberikan
merupakan suhu di
pada saat , maka syarat batas robin secara
matematis dapat dituliskan sebagai berikut.
�
dengan > .
2.
�
,
=
,
=
MASALAH STURM-LIOUVILLE
Definisi 2.9
Diberikan persamaan diferensial orde dua sebagai berikut,
[
′
dengan syarat batas,
]′ + [
]
+�
′
+
(2. 16)
=
′
+
=
(2. 17)
=
(2. 18)
untuk , , adalah terdiferensial kontinu di [ , ], dengan
pada [ , ], sedangkan
atau
,
,
,
>
dan
>
adalah konstanta riil. Salah satu dari
tidak nol dan salah satu dari
atau
tidak nol. (Humi & Miller,
1992:148)
Persamaan (2.16) dengan syarat batas Persamaan (2.17) dan syarat batas
Persamaan
(2.18)
disebut
dengan
Masalah
Sturm-Liouville
Reguler.
Menyelesaikan Masalah Sturm-Liouville Reguler artinya mencari nilai dari � yang
disebut sebagai Nilai Eigen. Nilai dari � yang sesuai penyelesaian nontrivial disebut
dengan Fungsi Eigen. (Agarwal & O'Regan, 2009 : 145)
Secara umum, akar-akar karakteristik dari suatu persamaan diferensial linier
orde 2 dibedakan menjadi 3, yaitu:
1.
Akar karakteristik riil berbeda
16
Dimisalkan akar dari persamaan karakteristik pada Persamaan (2.16) adalah
dan , maka penyelesaian umum dari Persamaan (2.16) sebagai berikut.
=
2.
ℎ
+
Akar karakteristik riil sama/kembar
� ℎ
Dimisalkan akar dari persamaan karakteristik pada Persamaan (2.16) adalah
, maka penyelesaian umum dari Persamaan (2.16) sebagai berikut.
=
3.
+
Akar karakteristik bilangan kompleks
Dimisalkan akar dari persamaan karakteristik pada Persamaan (2.16) adalah
+�
dan
berikut.
− � , maka penyelesaian umum dari Persamaan (2.16) sebagai
=
(Ross, 2004)
+
�
Contoh 2.3
Akan dicari penyelesaian umum dari masalah Sturm Liouville pada pada persamaan
berikut ini.
′′
+
=
(2. 19)
Persamaan karakterisktik dari Persamaan (2.19) adalah,
dengan menggunakan rumus
,
,
+
=
=
=
− ±√
(2. 20)
−
− ±√
17
, diperoleh.
−
±√ −
=
,
,
=
,
,
±√−
=
±
�
=± �
Akar-akar dari Persamaan Karakteristik (2.20) adalah
dimana
dan
= � dan
= − �,
merupakan bilangan kompleks. Sehingga diperoleh
penyelesaian umum dari Persamaan (2.19) adalah.
=
Contoh 2.4
+
�
Akan dicari penyelesaian umum dari masalah Sturm Liouville pada persamaan
berikut ini.
′′
−
=
(2. 21)
Persamaan karakterisktik dari Persamaan (2.21) adalah.
−
=
−
=
dan
+
(2. 22)
=
=−
Akar-akar dari Persamaan Karakteristik (2.22) adalah
dimana
dan
dan
=− ,
merupakan bilangan riil. Sehingga diperoleh penyelesaian
umum dari Persamaan (2.21) adalah.
Contoh 2.5
=
=
ℎ
+
18
� ℎ
Akan dicari penyelesaian umum dari masalah Sturm Liouville pada persamaan
berikut ini.
′′
+
′
+
=
(2. 23)
Persamaan karakterisktik dari Persamaan (2.23) adalah.
+
+
=−
dan
+
+
=
(2. 24)
=
=−
Akar-akar dari Persamaan Karakteristik (2.24) adalah
dimana
dan
=−
dan
=−
,
merupakan bilangan riil yang sama besar. Sehingga diperoleh
penyelesaian umum dari Persamaan (2.23) adalah.
=
3.
−
+
−
METODE SEPARASI VARIABEL
Definisi 2.10
Diberikan perasamaan diferensial,
=
,
(2. 25)
dengan fungsi f pada Persamaan (2.25) dapat dipisah menjadi fungsi dalam x
dikalikan fungsi dalam y, atau dapat dituliskan sebagai berikut.
=
ℎ
(2. 26)
Hal tersebut disebut dengan separasi variabel. (Zill, Wright, & Cullen, 2012 : 433)
19
Langkah-langkah
untuk
menyelesaikan
suatu
persamaan
dengan
menggunakan metode separasi variabel menurut (Humi & Miller, 1992:113)
sebagai berikut.
1.
Menentukan penyelesaian dari persamaan diferensial dalam bentuk
. Dimana variabel
hanya muncul dalam fungsi
,
, sedangkan
=
merupakan fungsi dari saja.
2.
Menentukan konstanta pemisah misalnya �, dengan � merupakan bilangan
riil.
3.
Akan diselesaikan terlebih dahulu masalah nilai eigen dimana persamaan
memiliki dua kondisi batas. Namun, karena nilai dari konstanta pemisah
variabel (�) belum diketahui dan ditentukan bahwa � harus riil maka masalah
nilai eigen akan dicari dengan melihat kondisi dari konstanta � yaitu � <
, �> .
,
4.
�=
5.
Menyelesaikan persamaan untuk variabel yang lain dnegan menggunakan
Menentukan nilai eigen dan fungsi eigen.
nilai eigen yang diperoleh pada langkah sebelumnya.
6.
Untuk mendapatkan penyelesaian akhir, setelah diperoleh
maka
akan dikalikan dengan
dan
. Hal ini terjadi karena pada langkah
1 telah diasumsikan bahwa penyelesaian dari persamaan yang diselesaikan
adalah
,
=
. Berikut adalah contoh separasi variabel untuk
menyelesaikan persamaan Laplace.
Contoh 2.6
20
�
�
Dengan syarat batas,
+
�
�
=
,
=
(2.28)
,
=
(2.30)
,
,
Langkah penyelesaian.
1.
(2. 27)
=
(2.29)
=
(2.31)
Menentukan penyelesaian dari persamaan diferensial dalam bentuk
,
=
sedangkan
. Dimana variabel
merupakan fungsi dari
,
saja.
,
Diberikan penyelesaian untuk
hanya muncul dalam fungsi
=
, apabila disubstitusikan
pada Persamaan (2.27) maka diperoleh bentuk sebagai berikut.
′′
′′
+
=
(2.32)
Apabila Persamaan (2.32) dikelompokkan sesuai variabelnya, maka
diperoleh bentuk sebagai berikut.
′′
2.
=−
′′
(2.33)
Menentukan konstanta pemisah misalnya �, dengan � merupakan bilangan
riil.
Diambil konstanta pemisah �, sehingga Persamaan (2.33) menjadi.
′′
=−
′′
=�
(2.34)
Dari Persamaan (2.34) diperoleh masalah Sturm Liouville sebagai berikut.
21
′′
−�
′′
3.
=
+�
(2.35)
=
(2.36)
Akan diselesaikan terlebih dahulu masalah nilai eigen dimana persamaan
memiliki dua kondisi batas. Namun, karena nilai dari konstanta pemisah
variabel (�) belum diketahui dan ditentukan bahwa � harus riil maka masalah
nilai eigen akan dicari dengan melihat kondisi dari konstanta � yaitu � <
�=
, �> .
,
Dari Persamaan (2.35) akan dicari kemungkinan nilai � yang memenuhi
sebagai berikut.
Kemungkinan I untuk nilai � =
′′
> , sehingga Persamaan (2.35) menjadi,
−
=
(2.37)
Penyelesaian umum dari Persamaan (2.37) adalah.
Dengan syarat batas,
+
=
ℎ
=
→
=
trivial.
ℎ
→
=
Karena
=
=
=
=
ℎ
ℎ
=
+
=
= , maka untuk nilai � =
Kemungkinan II untuk nilai � =
22
� ℎ
+
� ℎ
+
+
� ℎ
� ℎ
� ℎ
>
diperoleh penyelesaian
, sehingga Persamaan (2.35) menjadi.
′′
=
(2.38)
Apabila kedua ruas pada Persamaan (2.38) diintegralkan, maka diperoleh
hasil sebagai berikut.
∫
′′
∫
′
′
→
Karena
=
=
→
=
=∫
+
+
=
=
=
=
=
=
dengan syarat batas,
=
=∫
+
+
=
+
= , maka untuk nilai � =
Kemungkinan III untuk nilai � = −
menjadi,
′′
diperoleh penyelesaian trivial.
< , sehingga Persamaan (2.35)
+
=
(2.39)
Penyelesaian umum dari Persamaan (2.39) adalah,
dengan syarat batas,
=
→
=
+
=
�
+
23
�
=
→
=
=
=
=
=
+
�
+
�
+
�
�
Agar diperoleh penyelesaian non-trivial maka
.
�
4.
=
�
≠ , sehingga nilai �
=
=
,
= sin
= , , ,…
(2.40)
Menentukan nilai eigen dan fungsi eigen.
Nilai dari
pada Persamaan (2.40) bergantung pada , sehingga
Sehingga.
=
.
=
=
Karena nilai dari
nilai
=
�
=
. Karena nilai
+
�
, dengan
=
. Sehingga
bergantung pada , hal ini berakibat pada
yang juga bergantung pada . Sehingga diperoleh fungsi eigen sebagai
berikut.
=
= , , , ….
�
24
(2.41)
5.
Menyelesaikan persamaan untuk variabel yang lain dengan menggunakan
nilai eigen yang diperoleh pada langkah sebelumnya.
Dengan menggunakan nilai dari konstanta pemisah yang telah diperoleh,
maka Persamaan (2.36) dapat ditulis sebagai berikut.
′′
+�
′′
=
−
=
(2.42)
Penyelesaian umum dari Persamaan (2.47) adalah,
dengan syarat batas,
=
=
=
ℎ
=
ℎ
=
=
=
ℎ
=
+
=
+
�
+
� ℎ
+
� ℎ
+
� ℎ
� ℎ
� ℎ
Agar diperoleh penyelesaian non-trivial maka
.
� ℎ
Nilai dari
=
� ℎ
(2.43)
≠ , sehingga nilai �
=
=
,
= sinh
= , , ,…
pada Persamaan (2.44) bergantung pada , sehingga
Sehingga dapat ditulis sebagai berikut.
25
(2.44)
=
.
=
=
Karena nilai dari
=
nilai
� ℎ
=
ℎ
+
. Karena nilai
� ℎ
, dengan
=
. Sehingga
bergantung pada , hal ini berakibat pada
yang juga bergantung pada . Sehingga diperoleh fungsi eigen sebagai
berikut.
6.
=
� ℎ
= , , , ….
(2.45)
Untuk mendapatkan penyelesaian akhir, setelah diperoleh
maka
akan dikalikan dengan
dan
. Hal ini terjadi karena pada langkah
1 telah diasumsikan bahwa penyelesaian dari persamaan yang diselesaikan
,
adalah
Nilai
,
=
.
dan
yang bergantung pada
yang bergantung pula pada , sehingga:
,
Dimana
=
.
=
�
=
�
dan
hasil sebagai berikut.
,
4.
berakibat pada penyelesaian
,
= ∑∞=
� ℎ
�
=
sinh
dengan
� ℎ
, maka diperoleh
= , , , ….
(2.46)
DERET FOURIER
Definisi 2.11
Diberikan deret fourier dari fungsi yang terdefinisi pada interval − ,
26
adalah,
Dimana,
+ ∑∞= {
+
=
=
}
(2.47)
∫
−
∫
−
=
Deret fourier untuk fungsi
�
∫
�
−
tidak secara otomatis menjamin bahwa rangkaian
tersebut benar-benar konvergen pada
fourier konvergen pada pada
. Jika
kontinu pada
. Sebaliknya, apabila
diskontinu di
deret fourier konvergen pada.
+
−
+
dimana.
+
−
(Humi & Miller, 1992:75).
, dengan
= �
→
= �
, dengan
→
>
<
Contoh 2.7
Akan ditentukan deret Fourier dari
={
< <
< <
Berdasarkan Definisi 2.17 diperoleh penyelesaian sebagai berikut.
27
maka deret
maka
=
=
∫
∫
+∫
[ ] +[
=
=
=
=
∫
∫
=
+∫
∫
=
+∫
=
( sin
) + ( sin
)
=
( sin
) + ( sin
)
=
=
]
∫
=
∫
� (
� (
)
28
+∫
)
� (
)
=
(−
cos
=
∫
�
=
(−
cos
) + (−
cos
)
=
(−
cos
) + (−
cos
)
) − (−
+∫
cos
=
−
=
dengan
= , , , …. dan
=−
apabila
,
dan
∞
=
∞
=
+∑−
=
=
=
+
+
+
−
−
∞
∞
∑
+
=
−
29
cos
)
)
)
. Maka deret Fourier dari
∑− +
=
) − (−
genap.
cos (
+∑
=
cos
+ ( cos
− +(
=
Setelah diketahui hasil dari
) + (−
�
)+
−
sin
sin
−
−
sin
sin
adalah.
E.
METODE VOLUME HINGGA
Metode volume hingga merupakan salah satu metode numerik untuk
menyelesaikan persamaan diferensial parsial pada masalah-masalah fisis. Pada
dasarnya metode volume hingga adalah mengubah masalah persamaan diferensial
menjadi sebuah sistem dalam persamaan aljabar. Metode volume hingga sering
digunakan untuk mencari pendekatan terhadap penyelesaian analitik dari suatu
persamaan diferensial parsial. Dibandingkan dengan metode beda hingga, metode
volume hingga memiliki beberapa kelebihan sebagai berikut :
1.
Diskritisasi terhadap ruang yang fleksibel. Apabila terdapat suatu bidang
yang akan didiskritisasi, maka bidang tersebut dipartisi ke dalam ukuran lebih
kecil yang sering disebut dengan kontrol volume. Partisi tersebut dapat
berbentuk tidak beraturan untuk mengurangi kesalahan geometri dan partisi
dapat dibuat lebih rinci untuk mendapat penyelesaian yang mendekati
penyelesaian analitik.
2.
Persamaan ditulis dalam bentuk integral yang seringkali berasal dari hukumhukum fisika.
3.
Dari Nomor (2), kelebihan selanjutnya dari metode volume hingga adalah
tidak ada kebutuhan untuk variabel dependent untuk menjadi terdiferensial.
30
Langkah-langkah dalam menyelesaikan suatu persamaan diferensial parsial
dengan metode volume hingga hampir mirip dengan finite difference method
ataupun finite element method. Menurut (Moukalled, et al : 2016), adapun tahaptahap dalam menyelesaikan persamaan diferensial parsial dengan metode volume
hingga secara garis besar dapat dilihat dari Gambar 2.2 berikut.
Fenomena fisika
Objek fisik
Membangun persamaan dari permasalahan
fisika yang terjadi pada objek
Diskritisasi objek
Diskritisasi persamaan
Sistem persamaan aljabar
Perhitungan aljabar
Penyelesaian numerik
Gambar 2.2 Bagan alur metode volume hingga
Langkah awal dalam metode volume hingga adalah menurunkan persamaan
matematik untuk fenomena fisika yang dialami oleh suatu objek. Setelah ditentukan
persamaan matematik (dalam hal ini persamaan matematik yang dimaksud adalah
31
persamaan diferensial parsial) untuk permasalahan fisika tersebut, lalu dilakukan
diskritisasi terhadap objek (benda). Benda akan dibagi menjadi beberapa kontrol
volume (dipartisi menjadi beberapa bagian dengan panjang yang sama). Sehingga
akan terdapat beberapa titik yang mewakili tiap kontrol volume tersebut.
Langkah selanjutnya setelah menentukan kontrol volume adalah melakukan
diskritisasi terhadap persamaan matematik yang telah diperoleh. Kedua ruas
persamaan matematik diintegralkan terhadap waktu dan terhadap kontrol volume.
Hingga diperoleh suatu sistem persamaan aljabar. Dengan diperoleh sistem
persamaan aljabar maka akan diperoleh juga matrik dari sistem persamaan aljabar.
Untuk mendapat penyelesaian numerik maka dilakukan penyelesaian terhadap
matrik untuk mendapat nilai dari variabel terikat.
Beberapa cara untuk memperoleh hasil dari matrik tersebut adalah dengan
metode Jacobi, eliminasi sistem Gauss-Jordan, Forward Elimination, Backward
Subtitution.
32
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini akan dibahas penurunan model persamaan panas dimensi satu.
Setelah itu akan ditentukan penyelesaian persamaan panas dimensi satu secara
analitik dengan metode variabel terpisah. Selanjutnya penyelesaian analitik dari
persamaan panas dimensi satu akan dihampiri dengan penyelesaian numerik
menggunakan metode volume hingga. Berikut penjelasan lebih lanjut.
A.
PENURUNAN PERSAMAAN PANAS DIMENSI SATU
Ilmu termodinamika merupakan salah satu bidang ilmu yang banyak
digunakan di industri-industri dalam perencanaan macam-macam alat seperti
boiler, heater dan ruang bakar. Terdapat tiga jenis perambatan panas yaitu
perambatan panas secara konduksi, konveksi dan radiasi. Perambatan panas secara
konduksi yaitu perpindahan panas dari suhu yang tinggi menuju suhu yang lebih
rendah tanpa disertai dengan perpindahan partikel-partikelnya. Sedangkan
perpindahan panas secara konveksi yaitu perpindahan panas yang terjadi antara
permukaan padat dengan fluida dimana proses perpindahan panas melalui
perpindahan massa fluida. Selanjutnya perpindahan panas secara radiasi yaitu
perpindahan panas tanpa melalui zat perantara, artinya panas dipancarkan oleh
sumber panas dan terpancar ke segala arah.
Menurut ketiga jenis perambatan panas yang telah disebutkan, persamaan
panas dimensi satu termasuk dalam jenis perpindahan panas secara konduksi karena
panas mengalir dari suhu yang tinggi menuju suhu yang lebih rendah tanpa disertai
33
perpindahan partikel-partikelnya. Pada sub-bab ini, akan dibahas bagaimana
penurunan persamaan panas dimensi satu secara konduksi yang terjadi pada benda
padat.
Diberikan sebuah batang logam dengan panjang
sumbu
terbentang disepanjang
seperti pada Gambar (3.1). Batang logam dipartisi menjadi beberapa
bagian kecil dan dipilih satu bagian kecil yang akan mewakili sebagai kontrol
volume. Dalam proses penurunan persamaan panas dimensi satu, akan diasumsikan
beberapa hal sebagai berikut.
1.
Luas penampang batang logam
adalah konstan,
2.
Jumlah kalor pada seluruh bagian
adalah konstan,
3.
Batang logam terbuat dari bahan yang homogen,
4.
Batang logam terisolasi sempurna diseluruh permukaannya, sehingga tidak
ada kalor yang dapat melewati permukaan batang logam,
5.
Aliran panas merambat dari suhu yang tinggi menuju suhu yang lebih rendah,
Panas jenis dan konduksi termal adalah konstan.
=
,
+∆
+∆ ,
A
x=
Gambar 3.1 Batang logam dengan energi panas
yang mengalir searah sumbu-x
Selanjutnya, akan ditinjau partisi batang logam sebesar ∆ . Diberikan �
merupakan total energi panas dan
,
34
yaitu jumlah energi panas per satuan
volume yang selanjutnya disebut dengan massa jenis panas. Apabila massa jenis
panas adalah konstan di seluruh volume dari batang logam, maka jumlah energi
panas pada ∆ merupakan hasil dari massa jenis panas dan volume. Sehingga secara
matematis dapat dirumuskan sebagai berikut.
dengan
= ∆ , sehingga.
�
,
=
,
=
=
�
�
,
∆
∆
(3.1)
Perubahan panas pada interval [ , + ∆ ] terjadi apabila terdapat aliran
panas di sepanjang titik
+ ∆ . Berdasarkan Hukum Konservasi Panas,
hingga
dasar proses aliran panas adalah laju perubahan panas sama dengan energi panas
yang mengalir per satuan waktu ditambah energi panas yang dihasilkan dari dalam
batang logam per satuan waktu. Karena batang logam bersifat homogen dan
terisolasi diseluruh permukaannya maka tidak ada panas yang dihasilkan dari dalam
batang logam. Sehingga diperoleh rumusan laju perubahan panas sebagai berikut.
�
,
�
∆
(3.2)
Pada Gambar (3.1) perambatan panas pada batang logam terdapat perbedaan
suhu antara kedua ujung batang logam, yaitu
,
>
+∆ ,
,
dan
+∆ ,
dengan
. Sehingga untuk energi panas yang merambat pada
potongan logam per satuan waktu adalah sebagai berikut.
=
,
−
35
+∆ ,
(3.3)
Selanjutnya akan dicari hubungan antara laju perubahan panas dan energi
panas yang merambat pada potongan logam. Menurut Holman (2010), laju difusi
diberikan oleh Hukum Fick, yang menyatakan bahwa fluks berbanding lurus
dengan laju perubahan panas. Sehingga diperoleh rumusan sebagai berikut.
�
�
,
�
∆
, ∆
�
=
=
(3.4)
Apabila Persamaan (3.4) dibagi dengan , maka akan menjadi seperti berikut.
�
∆
�
(
, )=
�
Selanjutnya, apabila Persamaan (3.5) dibagi dengan ∆ , maka diperoleh.
�
�
(
,
)=
�∆
(3.5)
(3.6)
Karena ∆ sangat kecil, maka nilai limitnya mendekati nol. Sehingga Persamaan
(3.6) menjadi.
�
(
�
�
, ) = lim
�
=
∆ →
�
��
∆
(3.7)
Diketahui c merupakan panas jenis yaitu energi panas yang harus disuplai
untuk satu satuan massa sebuah zat untuk menaikan suhunya satu unit. Karena telah
diasumsikan bahwa batang logam terbuat dari bahan yang homogen maka c bernilai
konstan, sehingga energi panas per satuan massa diberikan oleh
Kemudian diberikan
,
.
yang merupakan kerapatan massa yaitu massa per unit
volume, karena batang logam bersifat homogen maka total massa pada potongan
36
logam adalah
. Sehingga total energi panas pada potongan logam dapat ditulis
sebagai.
karena
=
dan
�=
∆
(3.8)
= ∆ , sehingga Persamaan (3.8) dapat ditulis menjadi.
�=
∆
,
(3.9)
Kemudian, apabila Persamaan (3.1) dan Persamaan (3.9) disederhanakan,
diperoleh hasil sebagai berikut.
,
∆ =
,
=
,
∆
∆
,
∆
=
,
,
(3.10)
Apabila Persamaan (3.10) disubstitusikan pada Persamaan (3.7) diperoleh hasil.
�
,
�
=�
�
(3.11)
�
Menurut Hukum Fourier, laju perambatan panas yang melewati permukaan
bidang berbanding lurus dengan perubahan suhu yang melewati potongan logam
dan ketebalan dinding. Dengan kata lain dapat dituliskan sebagai berikut.
Pada Persamaan (3.12),
∆ →
∆
=−
∆
,
(3.12)
merupakan konduktivitas termal. Dengan pendekatan
maka Persamaan (3.12) berubah menjadi.
= lim −
∆ →
=−
lim
∆ →
=−
37
∆
∆
∆
�
�
∆
,
,
,
(3.13)
Apabila Persamaan (3.13) disubstitusikan pada Persamaan (3.11) maka
diperoleh.
�
�
,
�
�
Misalkan
=
=
�
�
,
,
�
(−
�
=
=
�
�
�
�
∙
,
�
,
�
)
,
(3.14)
, sehingga Persamaan (3.13) dapat ditulis menjadi.
�
�
,
=
�
�
,
(3.15)
Kemudian Persamaan (3.15) disebut Persamaan Panas Dimensi Satu..
B.
PENYELESAIAN ANALITIK PERSAMAAN PANAS DIMENSI SATU
Diberikan sebuah lilin dan batang logam homogen dengan panjang . Lilin
diletakkan di bawah batang logam di posisi sebelah kiri, setelah itu lilin dinyalakan
beberapa waktu lalu dimatikan. Dalam kasus ini, perubahan suhu pada posisi
dipertahankan nol derajat dan suhu pada posisi
= dipertahankan nol derajat.
Untuk ilustrasi lebih jelasnya tampak pada Gambar (3.2).
38
=
,
=
,
=
Gambar 3.2 Ilustrasi syarat batas Robin (Campuran) pada
penampang logam
Gambar 3.2 apabila diilustrasikan pada bidang koordinat kartesius dengan
pembanding suhu terhadap sumbu x, maka akan tampak pada Gambar 3.3.
,
�
�
,
=
,
=
Gambar 3.3 Distribusi suhu terhadap sumbu-x
Selanjutnya akan ditentukan penyelesaian dari persamaan panas dimensi satu
menggunakan metode separasi variabel. Diberikan persamaan panas dimensi satu
sebagai berikut.
�
�
,
=
�
�
,
, ≤
39
≤ dengan >
(3.16)
dengan nilai awal,
,
syarat batas,
=
,
,
Diambil substitusi
diperoleh.
�
(
�
,
;
=
=
(3.16c)
terhadap Persamaan (3.16),
′
(3.17)
′′
)=
�
(3.16a)
(3.16b)
, >
=
�(� ,� )
)
�
�(
≤
, >
=
,
≤
(3.18)
Apabila Persamaan (3.17) dan Persamaan (3.18) disubstitusikan pada Persamaan
(3.16) maka diperoleh.
′
′′
=
(3.19)
Akan dilakukan pemisahan variabel, dimana persamaan yang
mengandung
variabel x dikelompokkan pada ruas kanan dan persamaan yang mengandung
variabel t akan dikelompokkan pada ruas kiri.
�′
′′
=
�
(3.20)
ditentukan konstanta pemisah riil yaitu negatif λ, sehingga Persamaan (3.20)
menjadi.
�′
�
=
′′
= −λ
dari Persamaan (3.21) diperoleh masalah Sturm-Liouville sebagai berikut.
′
=
′′
40
= −λ
(3.21)
�′
= −λ
�
′′
(3.22)
= −λ
(3.23)
Kemudian akan diselesaikan terlebih dahulu untuk Persamaan (3.22).
′′
′′
= −λ
′′
= −λ
+λ
=
(3.24)
karena nilai dari konstanta pemisah λ belum diketahui dan ditentukan bahwa λ
harus riil. Maka akan ditinjau 3 kemungkinan nilai untuk λ.
Kemungkinan I. Untuk nilai λ = −� < , sehingga Persamaan (3.24) menjadi.
′′
−�
Penyelesaian umum dari Persamaan (3.25) adalah.
Dengan syarat batas ′
′
=
ℎ �
= −�
� ℎ �
= , diperoleh.
′
= −�
+
� ℎ
=
=
=
ℎ � +
ℎ � +
=
ℎ �
41
ℎ
ℎ
Karena � ≠ , sehingga berakibat pada nilai
= , diperoleh.
ℎ �
+�
=�
(3.25)
� ℎ �
+�
=� ∙
Untuk syarat batas
=
.
� ℎ �
� ℎ �
Karena � ≠
dan ≠
maka nilai
= . Sehingga untuk λ = −� <
ℎ �
ℎ �
=
≠ , hal tersebut berakibat pada nilai
diperoleh penyelesaian trivial.
Kemungkinan II. Untuk nilai λ = , sehingga Persamaan (3.24) menjadi.
′′
=
(3.26)
Penyelesaian umum dari Persamaan (3.26) adalah.
=
Dengan syarat batas ′
= , diperoleh.
′
=
′
= , diperoleh.
Untuk syarat batas
=
dan
=
=
=
=
=
Karena nilai
+
+
=
+
sehingga diperoleh penyelesaian trivial.
Kemungkinan III. Untuk nilai λ = � > , sehingga Persamaan (3.24) menjadi.
′′
+�
=
cos �
Penyelesaian umum dari Persamaan (3.27) adalah.
Dengan syarat batas ′
′
= , diperoleh.
′
= −� sin �
= −� sin
42
+
=
sin �
+ � cos �
+ � cos
(3.27)
Karena nilai � ≠
� =
maka berakibat pada nilai
= , diperoleh.
Dengan syarat batas
=
=
cos �
=
= .
+
sin �
cos � + sin �
cos � +
cos �
=
Supaya diperoleh penyelesaian non-trivial, maka.
cos �
= cos
�=
cos �
−
−
=
, dengan n = 1, 2, 3, ...
, dengan n = 1, 2, 3, ...
(3.28)
Karena nilai � bergantung pada , maka � = � . Sehingga Persamaan (3.28)
dapat ditulis sebagai berikut.
Karena diperoleh nilai
=
−
� =
, n = 1, 2, 3, ...
(3.29)
= , maka penyelesaian dari Persamaan (3.24) adalah
cos � . Kemudian, diketahui jika nilai � bergantung pada n maka
berakibat pada nilai
juga bergantung pada n. Sehingga, fungsi eigen dari
Persamaan (3.24) adalah.
=
−
, dengan n=1, 2, 3, ...
(3.30)
Selanjutnya, akan dicari penyelesaian dari Persamaan (3.22). Telah diketahui
bahwa nilai � bergantung pada n, maka berakibat pada nilai
yang juga
bergantung pada n. Sehingga dari Persamaan (3.22) diperoleh hasil sebagai berikut.
43
′
′
= −λ
−
= −(
′
−
= −(
′
= −(
′
= −(
−
)
−
−
= −(
)
)
−
= −(
)
)
)
Kedua ruas akan diintegralkan, dan diperoleh hasil sebagai berikut,
= −∫(
∫
ln|
| = −(
=
=
=
dengan D suatu konstanta.
−
−
−
−
44
)
+
×
−
−
=
)
+
−
−
−
�−
�
×
(3.31)
nilai
,
bergantung pada n, hal tersebut berakibat pada
dan
Karena nilai
yang juga bergantung pada n. Sehingga penyelesaian dari
dapat ditulis sebagai berikut.
,
dengan
=
∫
=
,
�
∫ cos
∞
=∑
−
−
)
−
(
=
�−
�
�−
�
−
(
)
.
−
Selanjutnya akan dicari penyelesaian dari ∫
∫
=
−
∫
� (
� (
−
=
= −
(
−
+
.
)
−
(
−
=(
−
(
∫
=
Karena nilai �
−
−
−
−
−
� (
)
)]
)) −
)
, sehingga diperoleh hasil.
−
Kemudian akan dicari hasil dari ∫ cos
)
45
−
=
.
−
−
+
,
−
∫ cos (
=∫
−
(
=
Dengan menggunakan sifat
bentuk sebagai berikut.
=∫
(
=(
−
Sehingga hasil dari
� (
=
∫
cos
−
−
�
∫ cos
�−
�
�−
�
=
=
+ cos
−
, diperoleh
)
)+
)+ )−(
=
−
]
�
+ )
adalah.
+
−
−
=
Setelah diketahui
+
)+
−
� (
)
)+
−
(
−
(
−
(
=∫
=
)
)
−
−
−
−
+
×
+
maka penyelesaian dari Persamaan (3.16) adalah.
46
∞
,
−
−
=∑
=
,
=
∑∞=
+
− �+
Diketahui panjang logam adalah
sebagai berikut.
dengan
,
,
=
∑∞=
adalah suhu di
(
−
−
−
.
−
−
)
�−
�
−
(3.32)
, maka Persamaan (3.32) menjadi
− �+
−
−
.
−
pada waktu , nilai dari
�−
.
,
(3.33)
bergantung pada
posisi dan waktu yang diinginkan. Dari Persamaan (3.33), selanjutnya akan diambil
sampel perambatan panas pada = ,
,
,
telah ditentukan dapat dilihat pada Tabel 3.1.
47
,
,
. Hasil suhu pada yang
Tabel 3.1 Hasil penyelesaian analitik persamaan panas dimensi satu dengan
metode separasi variabel
TIME
TITIK
=
=
=
0
0
48.4142
49.9719
49.9996
1
0.005
50.0062
50.0010
50.0000
2
0.015
49.9806
49.9970
3
0.025
50.0352
4
0.035
5
=
=
50
49.9999
50.0000
50.0000
49.9999
49.9999
50.0000
49.9999
49.9989
50.0053
50.0001
49.9999
49.9986
49.9912
49.9438
49.9918
49.9998
49.9986
49.9860
49.9423
0.045
50.0874
50.0122
49.9996
49.9808
49.8946
49.7020
6
0.055
49.8609
49.9821
49.9810
49.8162
49.4058
48.7776
7
0.065
50.2372
50.0216
49.7175
48.8066
47.4800
45.9941
8
0.075
49.5376
49.7030
47.5942
44.6708
41.8875
39.4350
9
0.085
51.1826
45.3741
38.2166
33.3539
29.9132
27.3373
10
0.095
43.646
21.1321
15.3678
12.6557
11.0073
9.8706
11
0.1
50
0
0
0
0
0
48
50
=
Apabila penyelesaian analitik diplot dalam bentuk grafik, maka hasilnya
sebagai berikut.
ℎ
Keterangan :
Suhu saat =
Suhu saat =
Suhu saat =
Suhu saat =
Suhu saat =
Suhu saat =
Gambar 3.4 Grafik penyelesaian analitik persamaan panas dimensi satu
Dari Gambar 3.4 dapat dilihat bahwa suhu di sebarang
pada saat
=
berkisar
pada angka 50, hal tersebut sesuai dengan nilai awal yang diterapkan pada kasus
ini. Pada saat
mencapai
. ,
C.
>
di titik
=
suhu mulai mengalami penurunan secara bertahap hingga
= . . hal tersebut juga sesuai dengan syarat batas yaitu
dengan > .
PENYELESAIAN NUMERIK PERSAMAAN PANAS DIMENSI SATU
DENGAN METODE VOLUME HINGGA
1.
PROSES DALAM METODE VOLUME HINGGA
Diberikan sebuah lilin dan batang logam homogen dengan panjang .
.
Lilin diletakkan di bawah batang logam di posisi sebelah kiri, setelah itu lilin
49
dinyalakan beberapa waktu lalu dimatikan. Dalam kasus ini, perubahan suhu pada
posisi
=
dipertahankan nol derajat dan suhu pada posisi
= . dipertahankan
nol derajat, panas hanya mengalir dari suhu tinggi menuju suhu yang lebih rendah.
Akan ditentukan penyelesaian dari persamaan panas dimensi satu pada batang
logam menggunakan metode volume hingga. Diberikan persamaan panas dimensi
satu sebagai berikut.
�
�
,
dengan nilai awal.
�
=
�
,
dan syarat batas,
,
, ≤
=
;
,
=
. ,
=
≤ . dengan >
≤
≤ .
, >
(3.34)
(3.34a)
(3.34b)
, >
(3.34c)
Batang logam terbentang disepanjang , dipartisi sebesar ∆ dan akan dipilih
partisi pada interval [
�
,
�
+ � ] dengan � =
, , …
yang selanjutnya disebut
sebagai kontrol volume. Ilustrasi dari partisi tersebut dapat dilihat sebagai berikut.
50
.
� +∆
�
Gambar 3.5 Ilustrasi kontrol volume pada batang logam
Diasumsikan ∆ merupakan waktu perambatan panas dari
�
menuju
�
+∆ .
Sehingga interval waktu perambatan panas pada kontrol volume adalah [ , + ∆ ].
Dari Gambar 3.5 akan ditunjukkan sistem kontrol volume yang lebih detail sebagai
berikut.
∆ = .
�
�−
+∆
Gambar 3.6 Kontrol volume
�
�
,
Selanjutnya, karena
�+
merupakan fungsi atas
dan yang dalam hal ini
sebagai posisi dan sebagai waktu. Apabila Persamaan 3.33 diintegralkan terhadap
dengan interval [ � ,
�
+ ∆ ], sehingga Persamaan (3.33) menjadi.
51
� +∆
� +∆
�
�
�
� = ∫
�
∫
�
�
�
(3.35)
dengan interval [ , + ∆ ],
Apabila Persamaan (3.35) diintegralkan terhadap
sehingga Persamaan (3.35) menjadi.
+∆
∫
�
∫(
�
,
�
+∆
�
= ∫
)
�
∫
�
,
(3.36)
Apabila diasumsikan besar suhu pada titik � merupakan besar suhu pada seluruh
kontrol volume �. Maka ruas kiri dari Persamaan (3.36) dapat diselesaikan sebagai
berikut.
+∆
∫
� +∆
�
�
�
∫
�
�
+∆
� = ∫ ∫
�
�
��
(3.37)
Persamaan (3.37) terlebih dahulu akan diintegralkan terhadap waktu, sehingga
diperoleh hasil sebagai berikut.
�
+∆
∫ ∫
� +∆
�
�
= ∫
,
�
� +∆
= ∫
, +∆
�
��
]
+∆
�
−
,
�
(3.38)
Proses pengintegralan berlanjut dengan mengintegralkan Persamaan 3.38 terhadap
kontrol volume dan diperoleh hasil sebagai berikut.
� +∆
= ∫
�
+∆
52
−
�
=
=
−
+∆
=
Dari Persamaan 3.39 ,
�
=
+∆
(
−
+∆
−
+∆
=
�
−
+∆
−
�
−
�
�
]
� +∆
�
+∆
+∆ −
)∆
�
∆
−
�
(3.39)
merupakan suhu di � pada waktu
+ ∆ dan
�
merupakan suhu di � pada waktu . Setelah diperoleh hasil integral dari ruas kiri
Persamaan 3.36, selanjutnya akan ditentukan hasil integral dari ruas kanan
Persamaan 3.36 sebagai berikut.
� +∆
+∆
∫
�
� +∆
+∆
= ∫
�
� +∆
= ∫
�
= ∫
= ∫
+∆
= ∫
�
�
(
�
]
�
+∆ ,
� �+∆
�
�
�
�
� �
� �
� �
� �
∫
+∆
� �
�
�
∫
+∆
+∆
�
�
∫
+∆ ,
+∆
53
� +∆
�
−
−
�
�
�
�
�
�,
�
�,
�
�
)�
(3.40)
Teorema integral rata-rata digunakan untuk memperoleh hasil dari
dan
�
| , sehingga diperoleh hasil sebagai berikut.
�
�
dengan
waktu
�
|
�
� +∆
�+
=
�
| =
�
�
merupakan suhu di � +
�+
dan
−
∆
�
∆
−
�
|
� +∆
�
�−
pada waktu ,
merupakan suhu di � −
�−
�
merupakan suhu di � pada
�
pada waktu . Sehingga hasil integral
Persamaan 3.40 adalah sebagai berikut.
+∆
∫
� +∆
+∆
�
�
∫
�
� � = ∫
�+
(
∆
−
�
�
−
−
∆
�−
)�
(3.41)
Apabila Persamaan 3.39 dan Persamaan 3.41 disubstitusikan pada Persamaan
3.33 maka diperoleh hasil sebagai berikut.
(
�
−
�
+∆
)∆ = ∫
(
�+
∆
−
�
−
−
∆
�
�−
)�
(3.42)
Kedua ruas dari Persamaan 3,42 apabila dibagi dengan ∆ akan diperoleh hasil
sebagai berikut.
(
�
−
∆
�
)∆
=
∫
+∆
�+
∆
−
∆
�
−
�
−
∆
�−
�
(3.43)
Untuk mendapat hasil integral terhadap waktu yang terdapat di ruas kanan
Persamaan (3.40), perlu diberikan suatu asumsi untuk
�+
,
�
dan
�−
. Menurut
(Versteeg & Malalasekera, 1995 : 170), untuk menghitung integral terhadap waktu
pada ruas kanan Persaman (3.40) dapat digunakan suhu pada saat atau suhu pada
54
saat + ∆ , atau bisa juga dengan menggunakan kombinasi suhu pad