Penyelesaian numerik persamaan laplace dan persamaan poisson dalam pelat persegi panjang dan pelat cakram dengan metode beda-hingga.

(1)

ABSTRAK

Persamaan diferensial parsial adalah persamaan-persamaan yang memuat satu atau lebih turunan parsial. Persamaan diferensial parsial dapat timbul pada masalah-masalah fisis, contohnya adalah persamaan Laplace dan persamaan Poisson yang timbul pada masalah aliran panas dua-dimensi dalam pelat persegi panjang dan pelat cakram.

Persamaan Laplace dalam pelat persegi panjang dan pelat cakram dapat diselesaikan secara eksak dengan menggunakan metode Pemisahan Variabel. Sedangkan persamaan Poisson dalam pelat persegi panjang dan pelat cakram dapat diselesaikan secara eksak dengan cara membagi ke dalam dua masalah, yaitu persamaan Laplace dengan syarat batas nonhomogen dan persamaan Poisson dengan syarat batas homogen. Dalam penyelesaian secara eksak dibutuhkan kemampuan analitik dalam menyelesaikan persamaan-persamaan diferensial biasa yang dihasilkan dari metode Pemisahan Variabel.

Persamaan Laplace dan persamaan Poisson dapat juga diselesaikan secara numerik dengan metode Beda-Hingga. Metode ini dilakukan dengan menutup permukaan pelat dengan grid beda hingga, menentukan pendekatan beda hingga di titik-titik grid pada permukaan pelat, dan menyelesaikan sistem persamaan linear yang dihasilkan dari pendekatan-pendekatan beda hingga. Dalam skripsi ini, sistem persamaan linear diselesaikan dengan metode iterasi Gauss-Seidel. Penyelesaian numerik ini menghasilkan suhu pendekatan di titik-titik dalam pada permukaan pelat.


(2)

ABSTRACT

Partial differential equations are equations, which contain one or more partial derivatives. Partial differential equations can be found on the physical problems, for examples Laplace equation and Poisson equation, which occur on the two-dimensional heat flow problems in a rectangular plate and a disk plate.

Laplace equation in a rectangular plate and a disk plate can be solved exactly by the method of Separation of Variable. While Poisson equation in a rectangular plate and a disk plate can be solved exactly by divide into two problems that are Laplace equation with a nonhomogenous boundary condition and Poisson equation with a homogenous boundary condition. In the exactly solution required analytical ability to solve ordinary differential equations, which obtained from the method of Separation of Variable.

Laplace equation and Poisson equation can be solved numerically by the finite-difference method. This method executed by cover surface plate with the finite difference grid, determine the finite difference approximations at the grid points in the surface plate, and solve the linear equation system, which obtained from the finite difference approximations. In this paper, the system is solved by Gauss-Seidel iteration method. This numerical solution yields approximation temperatures at interior points of the surface plate.


(3)

PENYELESAIAN NUMERIK PERSAMAAN LAPLACE DAN

PERSAMAAN POISSON DALAM PELAT PERSEGI PANJANG

DAN PELAT CAKRAM DENGAN METODE BEDA-HINGGA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Sains

Program Studi Matematika

Oleh:

ANTONIUS SETYO HARTANTO NIM: 023114015

PROGRAM STUDI MATEMATIKA JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(4)

THE NUMERICAL SOLUTIONS OF

THE LAPLACE EQUATION AND THE POISSON EQUATION

IN A RECTANGULAR PLATE AND A DISK PLATE

BY FINITE-DIFFERENCE METHOD

Thesis

Presented as Partial Fulfillment of the Requirements

To Obtain the SARJANA SAINS Degree

In Mathematics

by:

ANTONIUS SETYO HARTANTO Student Number: 023114015

MATHEMATICS DEPARTEMENT SCIENCE AND TECHNOLOGY FACULTY

SANATA DHARMA UNIVERSITY YOGYAKARTA


(5)

(6)

(7)

Semoga orang-orang lain lebih banyak memperoleh penghargaan dari pada aku, Semoga mereka mendapat jalan yang lancar sedangkan aku tersisihkan, Semoga mereka bertambah besar dimana dunia sedangkan aku terbelakang,

Semoga mereka mendapat pujian sedangkan aku diabaikan, Semoga mereka mengatasi aku dalam segala hal: YESUS, berikanlah daku rahmat untuk mengharapkannya.

[Kard. Marry de Val]

Skripsi ini saya persembahkan kepada:

Allah Bapa Yang Maha Kuasa dan Tuhan Yesus Kristus, Roh Kudus Roh hidupku dan Bunda Maria Bunda hatiku, Kedua orang tuaku dan Mbakku tercinta,

Malaikat hidupku Obel terkasih, Semua sesama yang mendukungku


(8)

(9)

ABSTRAK

Persamaan diferensial parsial adalah persamaan-persamaan yang memuat satu atau lebih turunan parsial. Persamaan diferensial parsial dapat timbul pada masalah-masalah fisis, contohnya adalah persamaan Laplace dan persamaan Poisson yang timbul pada masalah aliran panas dua-dimensi dalam pelat persegi panjang dan pelat cakram.

Persamaan Laplace dalam pelat persegi panjang dan pelat cakram dapat diselesaikan secara eksak dengan menggunakan metode Pemisahan Variabel. Sedangkan persamaan Poisson dalam pelat persegi panjang dan pelat cakram dapat diselesaikan secara eksak dengan cara membagi ke dalam dua masalah, yaitu persamaan Laplace dengan syarat batas nonhomogen dan persamaan Poisson dengan syarat batas homogen. Dalam penyelesaian secara eksak dibutuhkan kemampuan analitik dalam menyelesaikan persamaan-persamaan diferensial biasa yang dihasilkan dari metode Pemisahan Variabel.

Persamaan Laplace dan persamaan Poisson dapat juga diselesaikan secara numerik dengan metode Beda-Hingga. Metode ini dilakukan dengan menutup permukaan pelat dengan grid beda hingga, menentukan pendekatan beda hingga di titik-titik grid pada permukaan pelat, dan menyelesaikan sistem persamaan linear yang dihasilkan dari pendekatan-pendekatan beda hingga. Dalam skripsi ini, sistem persamaan linear diselesaikan dengan metode iterasi Gauss-Seidel. Penyelesaian numerik ini menghasilkan suhu pendekatan di titik-titik dalam pada permukaan pelat.


(10)

ABSTRACT

Partial differential equations are equations, which contain one or more partial derivatives. Partial differential equations can be found on the physical problems, for examples Laplace equation and Poisson equation, which occur on the two-dimensional heat flow problems in a rectangular plate and a disk plate.

Laplace equation in a rectangular plate and a disk plate can be solved exactly by the method of Separation of Variable. While Poisson equation in a rectangular plate and a disk plate can be solved exactly by divide into two problems that are Laplace equation with a nonhomogenous boundary condition and Poisson equation with a homogenous boundary condition. In the exactly solution required analytical ability to solve ordinary differential equations, which obtained from the method of Separation of Variable.

Laplace equation and Poisson equation can be solved numerically by the finite-difference method. This method executed by cover surface plate with the finite difference grid, determine the finite difference approximations at the grid points in the surface plate, and solve the linear equation system, which obtained from the finite difference approximations. In this paper, the system is solved by Gauss-Seidel iteration method. This numerical solution yields approximation temperatures at interior points of the surface plate.


(11)

(12)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada ALLAH Yang Maha Rahim, atas segala berkat, rahmat, kesehatan, dan mukjizat sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Setelah sekian lama, akhirnya berkat doa dan dukungan dari semua pihak penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu menulis mengucapkan banyak terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada:

1. Ibu Lusia Krismiyati Budiasih, S.Si., M.Si. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktu, pikiran, kesabaran, ketelatenan, nasehat, dan dorongan dalam membimbing penulis selama penyusunan skripsi ini.

2. Bapak Y.G Hartono, S. Si. M.Sc. atas segala masukan dan nasehat selama mengerjakan skripsi ini.

3. Bapak St. Eko Hari Permadi, S.Si., M.Kom. dan Bapak Herry Pribawanto, S.Si., M.Si. selaku tim penguji, atas segala masukan bagi penulis dalam merevisi skripsi ini.

4. Romo Ir. Gregorius Heliarko, S.J., S.S., BST., M.A., M.Sc. selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi, yang telah memberi dukungan kepada penulis. 5. Bapak dan Ibu dosen yang telah memberikan bekal ilmu kepada penulis. 6. Teman-teman seperjuangan: Taim, Markus, Bani, Aan, Ijup, dan Galih. 7. Teman-teman Matematika angkatan 2002, semangat kalian hebat-hebat.


(13)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ………. i

HALAMAN JUDUL DALAM BAHASA INGGRIS ………. ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ………. iii

HALAMAN PENGESAHAN ………... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ……… v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ………... vi

ABSTRAK ………. vii

ABSTRACT ………... viii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... ix

KATA PENGANTAR ………... x

DAFTAR ISI ……….. xi

DAFTAR GAMBAR ………. xiii

DAFTAR LAMPIRAN ………. xvi

BAB I. Pendahuluan ……… 1

A. Latar Belakang Masalah ………. 2

B. Perumusan Masalah ……… 2

C. Pembatasan Masalah ……….. 2

D. Tujuan Masalah ……….. 3

E. Metode Penulisan ………... 3

F. Manfaat Penulisan ……….. 3

G. Sistematika Penulisan ………. 3

BAB II. Persamaan Diferensial Parsial dan Metode Gauss-Seidel 5

A. Persamaan Diferensial Parsial ……… 5

B. Persamaan Laplace dan Persamaan Poisson ………….. 12

C. Penyelesaian Persamaan Laplace Secara Eksak ………. 20

D. Penyelesaian Persamaan Poisson Secara Eksak ………. 39


(14)

BAB III. Penyelesaian Persamaan Laplace dan Persamaan

Poissson Secara Numerik ………... 57

A. Metode Beda-Hingga ……… 57

1. Pendekatan Beda Hingga ……….. 57

2. Pendekatan Beda Hingga untuk Persamaan Laplace 65 a. Persamaan Laplace dalam Pelat Persegi Panjang 65 b. Persamaan Laplace dalam Pelat cakram ……..… 72

3. Pendekatan Beda Hingga untuk Persamaan Poisson 80 a. Persamaan Poisson dalam Pelat Persegi Panjang 80 b. Persamaan Poisson dalam Pelat Cakram ………. 84

4. Kekonsistenan, Orde, dan Kekonvergenan Pendekatan Beda Hingga ……….. 90

a. Kekonsistenan .……… 90

b. Orde ………..……... c. Kekonvergenan ……… 94 96 B. Penyelesaian Numerik Persamaan Laplace dengan Metode Beda-Hingga .……… 97

1. Persamaan Laplace dalam Pelat Persegi Panjang ... 97

2. Persamaan Laplace dalam Pelat Cakram ………….. 104

C. Penyelesaian Numerik Persamaan Poisson dengan Metode Beda-Hingga .……… 111

1. Persamaan Poisson dalam Pelat Persegi Panjang ... 111

2. Persamaan Poisson dalam Pelat Cakram ………….. 114

BAB IV. Penutup ……… 118

A. Kesimpulan ………. 118

B. Saran ……… 119

DAFTAR PUSTAKA ……… 120


(15)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 2.1.1 Vektor normal di setiap titik pada batas C ……... 9 Gambar 2.2.1 Aliran panas dua-dimensi tetap dalam pelat persegi panjang 13 Gambar 2.2.2 Domain penyelesaian persamaan Laplace dan persamaan

Poisson dalam pelat persegi panjang …... 16 Gambar 2.2.3 Aliran panas dua-dimensi tetap dalam pelat cakram ... 17 Gambar 2.2.4 Koordinat kutub ………... 18 Gambar 2.2.5 Domain penyelesaian persamaan Laplace dan persamaan

Poisson dalam pelat cakram …... 20 Gambar 2.3.1 Persamaan Laplace dalam pelat persegi panjang dengan

syarat batas Dirichlet ... 22 Gambar 2.3.2 Persamaan Laplace dalam pelat persegi panjang dengan

syarat batas Neumann ... 26 Gambar 2.3.3 Persamaan Laplace dalam pelat cakram dengan syarat batas

Dirichlet ... 31 Gambar 2.3.4 Persamaan Laplace dalam pelat cakram dengan syarat batas Neumann ... 37 Gambar 2.4.1 Persamaan Poisson dalam pelat persegi panjang dengan

syarat batas Dirichlet ... 40 Gambar 2.4.2 Persamaan Poisson dalam pelat persegi panjang dengan

syarat batas Neumann ... 47 Gambar 3.1.1 Grid beda hingga pada domain persegi panjang ... 58 Gambar 3.1.2 Stensil beda hingga di titik dalam ui, j untuk persamaan

Laplace dalam pelat persegi panjang ... 66 Gambar 3.1.3 Stensil-stensil beda hingga di titik pada tepi batas untuk

persamaan Laplace dalam pelat persegi panjang …………... 68 Gambar 3.1.4 Grid berukuran 5×5 dimana Δx = Δy =1 untuk persamaan


(16)

Gambar 3.1.5 Grid berukuran 5×5 dimana Δx = Δy =1 untuk persamaan

Laplace dengan syarat batas Neumann ………... 72 Gambar 3.1.6 Grid beda hingga pada domain lingkaran ………... 73 Gambar 3.1.7 Stensil beda hingga di titik dalam U2,j sampai dengan

Un1,j untuk persamaan Laplace dalam pelat cakram ...

75

Gambar 3.1.8 Stensil beda hingga di titik dalam U1,j dan titik pada batas

Un, j untuk persamaan Laplace dalam pelat cakram ... 76 Gambar 3.1.9 Grid berukuran 4×8 dimana Δr =0,5 dan

4

π

θ =

Δ untuk

persamaan Laplace dengan syarat batas Dirichlet ……... 77 Gambar 3.1.10 Grid berukuran 4×8 dimana Δr =0,5 dan

4

π

θ =

Δ

untuk persamaan Laplace dengan syarat batas Neumann ... 79 Gambar 3.1.11 Pendekatan beda hingga di titik dalam ui,j untuk

persamaan Poisson dalam pelat persegi panjang ………….. 81 Gambar 3.1.12 Grid berukuran 5×5 dimana Δx = Δy =1 untuk

persamaan Poisson dengan syarat batas Dirichlet ………... 82 Gambar 3.1.13 Grid berukuran 5×5 dimana Δx = Δy =1 untuk

persamaan Poisson dengan syarat batas Neumann ……….. 84 Gambar 3.1.14 Stensil beda hingga di titik dalam U2,j sampai dengan

Un1, j untuk persamaan Poisson dalam pelat cakram ... 85 Gambar 3.1.15 Grid berukuran 4×8 dimana Δr =1 dan

4

π

θ =

Δ untuk

persamaan Poisson dengan syarat batas Dirichlet ... 87 Gambar 3.1.16 Grid berukuran 4×8 dimana Δr =1 dan

4

π

θ =

Δ untuk


(17)

Gambar 3.2.1 Persamaan Laplace dalam pelat persegi panjang dengan

syarat batas Dirichlet ... 102 Gambar 3.2.2 Persamaan Laplace dalam pelat persegi panjang dengan

syarat batas Neumann ... 103 Gambar 3.2.3 Persamaan Laplace dalam pelat cakram dengan syarat batas Dirichlet ... 109 Gambar 3.2.4 Persamaan Laplace dalam pelat cakram dengan syarat batas Neumann ... 110 Gambar 3.3.1 Persamaan Poisson dalam pelat persegi panjang dengan

syarat batas Dirichlet ... 112 Gambar 3.3.2 Persamaan Poisson dalam pelat persegi panjang dengan

syarat batas Neumann ... 113 Gambar 3.3.3 Persamaan Poisson dalam pelat cakram dengan syarat batas Dirichlet ... 115 Gambar 3.3.4 Persamaan Poisson dalam pelat cakram dengan syarat batas Neumann ... 116


(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 2.5.1 Program untuk menyelesaikan sistem persamaan linear

dengan metode iterasi Gauss-Seidel ………. 122 Lampiran 3.2.1 Program untuk menyelesaikan persamaan Laplace dalam

pelat persegi panjang dengan syarat batas Dirichlet ……. 124 Lampiran 3.2.2 Program untuk menyelesaikan persamaan Laplace dalam

pelat persegi panjang dengan syarat batas Neumann …… 126 Lampiran 3.2.3 Program untuk menyelesaikan persamaan Laplace dalam

pelat cakram dengan syarat batas Dirichlet …………... 130 Lampiran 3.2.4 Program untuk menyelesaikan persamaan Laplace dalam

pelat cakram dengan syarat batas Neumann ………. 132 Lampiran 3.3.1 Program untuk menyelesaikan persamaan Poisson dalam

pelat persegi panjang dengan syarat batas Dirichlet pada

Contoh 3.3.1 ……….. 135 Lampiran 3.3.2 Program untuk menyelesaikan persamaan Poisson dalam

pelat persegi panjang dengan syarat batas Neumann pada

Contoh 3.3.2 ……….. 137 Lampiran 3.3.3 Program untuk menyelesaikan persamaan Poisson dalam

pelat cakram dengan syarat batas Dirichlet pada

Contoh 3.3.3 ……….. 141 Lampiran 3.3.4 Program untuk menyelesaikan persamaan Poisson dalam

pelat cakram dengan syarat batas Neumann pada


(19)

BAB I

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang Masalah

Persamaan diferensial parsial adalah persamaan-persamaan yang memuat satu atau lebih turunan parsial. Persamaan diferensial parsial dapat timbul pada masalah-masalah fisis, contohnya adalah persamaan Laplace dan persamaan Poisson yang timbul pada masalah aliran panas dua-dimensi dalam zat padat, seperti dalam pelat persegi panjang dan pelat cakram.

Sebagai ilustrasi kasus tadi, pelat akan dipanaskan secara konstan pada tepi batasnya dengan suhu tertentu dan disekat sempurna pada kedua sisi permukaaannya agar tidak terpengaruh oleh suhu dari luar. Sehingga akan muncul permasalahan bagaimana perambatan panas di titik-titik dalam pada pelat tersebut pada saat mencapai kesetimbangan?

Perambatan panas di titik-titik dalam untuk persamaan Laplace dapat diselesaikan secara eksak dengan metode Pemisahan Variabel, sedangkan untuk persamaan Poisson dapat diselesaikan dengan cara membagi ke dalam dua masalah, yaitu persamaan Laplace dengan syarat batas nonhomogen dan persamaan Poisson dengan syarat batas homogen.

Perambatan panas di titik-titik dalam untuk persamaan Laplace dan persamaan Poisson dapat diselesaikan secara numerik dengan metode Beda-Hingga, yang akan


(20)

menghasilkan suatu sistem persamaan linear. Sistem persamaan linear yang dihasilkan dapat diselesaikan dengan metode-metode iterasi, seperti metode iterasi Jacobi, Gauss-Seidel, Relaksasi Berlebih Berturutan (SOR), Penurunan Tercuram, dan Konjugasi Gradien.

B. Rumusan Masalah

Pokok permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini adalah:

1. Landasan teori apa saja yang digunakan untuk menyelesaikan persamaan Laplace dan persamaan Poisson dalam pelat persegi panjang dan pelat cakram secara numerik?

2. Bagaimanakah cara menyelesaikan persamaan Laplace dan persamaan Poisson dalam pelat persegi panjang dan pelat cakram secara numerik dengan metode Beda-Hingga dan dengan bantuan program Matlab?

C. Pembatasan Masalah

Dalam skripsi ini penulis hanya akan membahas persamaan Laplace dan persamaan Poisson yang timbul pada masalah aliran panas dua-dimensi dalam pelat persegi panjang dan pelat cakram. Syarat batas yang digunakan adalah syarat batas Dirichlet dan Neumann. Metode iterasi yang digunakan dalam skripsi ini adalah metode iterasi Gauss-Seidel. Landasan teori yang berkaitan dengan Aljabar Linear tidak diberikan dalam penulisan ini.


(21)

D. Tujuan Masalah

Penulisan ini bertujuan untuk mengetahui cara penyelesaian persamaan Laplace dan persamaan Poisson yang timbul pada masalah aliran panas dua-dimensi dalam pelat persegi panjang dan pelat cakram secara numerik.

E. Metode Penulisan

Metode penulisan yang digunakan adalah metode studi pustaka, yaitu dengan menggunakan buku-buku, jurnal-jurnal, dan makalah-makalah yang telah dipublikasikan, sehingga tidak ditemukan hal yang baru.

F. Manfaat Penulisan

Manfaat penulisan ini adalah untuk memahami teknik penyelesaian persamaan Laplace dan persamaan Poisson yang timbul pada masalah aliran panas dua-dimensi dalam pelat persegi panjang dan pelat cakram secara numerik dengan metode Beda-Hingga dan dengan bantuan program Matlab.

G. Sistematika Penulisan Bab I. Pendahuluan

A. Latar Balakang Masalah B. Perumusan Masalah C. Pembatasan Masalah D. Tujuan Penulisan


(22)

E. Metode Penulisan F. Manfaat Penulisan G. Sistematika Penulisan

Bab II. Persamaan Diferensial Parsial dan Metode Iterasi Gauss-Seidel A. Persamaan Diferensial Parsial

B. Persamaan Laplace dan Persamaan Poisson C. Penyelesaian Persamaan Laplace Secara Eksak D. Penyelesaian Persamaan Poisson Secara Eksak E. Metode Iterasi Gauss-Seidel

Bab III. Penyelesaian Persamaan Laplace dan persamaan Poisson Secara Numerik A. Metode Beda-Hingga

B. Penyelesaian Numerik Persamaan Laplace dengan Metode Beda-Hingga C. Penyelesaian Numerik Persamaan Poisson dengan Metode Beda-Hingga Bab IV. Penutup

A. Kesimpulan B. Saran


(23)

BAB II

PERSAMAAN DIFERENSIAL PARSIAL

A. Persamaan Diferensial Parsial

Persamaan diferensial parsial (PDP) adalah persamaan-persamaan yang memuat satu atau lebih turunan parsial. Persamaan itu harus melibatkan paling sedikit dua variabel bebas. Orde persamaan diferensial parsial adalah tingkat turunan tertinggi pada persamaan itu.

Definisi 2.1.1

Pandanglah variabel bebas dan variabel terikat

adalah fungsi yang tidak diketahui, maka bentuk umum persamaan diferensial parsial dapat ditulis sebagai berikut:

) ..., , ,

(x1 x2 xn u(x1, x2,..., xn)

. 0 ) ..., , , ,

,

, , ..., , , , , ..., , , (

3 2

1 2 2

2 1 2 2 2 2

2 1 2

2 1 2

1

= ∂ ∂ ∂

∂ ∂

∂ ∂

∂ ∂

∂ ∂ ∂

∂ ∂

∂ ∂

n n n

n

x u x

u x x

u x

x u x

u

x u x

u x

u x

u u x x x f

(2.1.1)

Definisi 2.1.2

Operator linear L untuk dua fungsi u1 dan u2 didefinisikan oleh

L(u1 + u2) = L(u1) + L(u2) dan L(c1u1 +c2u2)=c1L(u1)+c2L(u2), (2.1.2) dimana c1 dan c2 adalah konstanta sebarang.


(24)

Definisi 2.1.3

Dengan menulis persamaan diferensial parsial ke dalam bentuk Lu = 0 atau Lu = g, dengan L adalah operator. Maka persamaan

0

=

Lu (2.1.3)

disebut linear, jika adalah operator linear. Persamaan (2.1.3) disebut persamaan diferensial parsial linear homogen. Persamaan

L

g

Lu = , (2.1.4) dimana L adalah operator linear dan g ≠ 0 adalah fungsi dari variabel-variabel bebas, disebut persamaan diferensial parsial linear nonhomogen.

Contoh 2.1.1

Contoh persamaan diferensial parsial adalah:

1. ux + yuy = 0 merupakan PDP orde-1, dengan variabel bebas adalah x, y dan variabel terikatnya adalah u(x, y), karena untuk (u1 + u2)x =(u1)x + (u2)x dan memenuhi persamaan (2.1.2), maka persamaan ini adalah persamaan diferensial linear homogen;

y y

y y u y u

u u

y( 1 + 2) = ( 1) + ( 2)

2. merupakan PDP orde-2, dengan variabel bebas adalah x, t dan variabel terikatnya adalah u(x, t), karena untuk

tidak memenuhi persamaan (2.1.2), maka persamaan ini adalah persamaan diferensial nonlinear homogen.

0 3 =

+

+ u u

uxx tt

3 2 3 1 3 2 2 2 1 2 2 1 3 1 3 2

1 ) 3 3


(25)

Teorema 2.1.1 Prinsip Superposisi

Jika , , ..., memenuhi persamaan linear homogen dan jika , , ..., adalah konstanta sebarang, maka kombinasi linear

1

u u2 un c1 c2 cn

n nu

c u

c u

c1 1 + 2 2 +L+ adalah juga memenuhi persamaan linear homogen yang sama.

Bukti:

Misalkan , , ..., adalah penyelesaian-penyelesaian persamaan linear homogen, maka ini berarti bahwa

1

u u2 un

0 ) (u1 =

L , L(u2) =0, ..., . Selanjutnya menghitung

0 ) (un =

L )

(c1u1 c2u2 cnun

L + +L+ . Dari definisioperator linear, maka L(c1u1 +c2u2 +L+cnun) =c1L(u1)+c2L(u2)+L+cnL(un).

Karena u1, u2, ..., un adalah penyelesaian homogen, maka

0 0 0

0 )

(c1u1 + c2u2+ + cnun =c1 + c2 + + cn =

L L L .

Jadi terbukti bahwa c1u1 +c2u2 +L+cnun memenuhi persamaan linear homogen , jika , , ..., memenuhi persamaan linear homogen yang sama. 0

) (u =

L u1 u2 un

Persamaan diferensial parsial dapat juga timbul pada masalah-masalah fisis, seperti dalam masalah aliran panas, penyebaran zat, dan getaran senar.


(26)

Syarat Awal dan Syarat Batas

Persamaan diferensial parsial yang timbul dalam masalah fisis mempunyai banyak penyelesaian, maka akan dipilih satu penyelesaian dengan menetapkan syarat-syarat bantu. Syarat-syarat-syarat bantu akan dirumuskan untuk menentukan penyelesaian tunggal. Syarat-syarat ini terjadi secara fisis dalam dua peubah, yaitu syarat awal dan syarat batas.

Syarat awal menentukan keadaan fisis pada waktu . Bentuk persamaan syarat awal adalah u(x, ) =

0

t

0

t φ(x), dimana x = (x, y) dan φ(x) = φ(x, y) adalah fungsi yang diberikan. Sebagai contoh untuk masalah aliran panas φ(x) adalah suhu awal, dan untuk masalah penyebaran zat φ(x) adalah konsentrasi awal. Untuk masalah getaran senar terdapat sepasang syarat awal, yaitu u(x, t0 ) = φ(x) dan

t u

∂ ∂

(x, t0 ) = ψ(x), dimana φ(x) adalah posisi awal dan ψ(x) adalah kecepatan awal.

Persamaan diferensial parsial yang timbul dalam masalah-masalah fisis akan mempunyai domain D. Sebagai contoh untuk masalah aliran panas, D adalah daerah bidang dengan batas D adalah kurva tertutup, Untuk masalah peyebaran zat, D adalah lubang wadah zat cair dengan batas D adalah permukaan wadah, jadi batasnya adalah permukaan S yang disebut bdy D. Sedangkan untuk masalah getaran senar, D adalah interval 0 < x < l dengan batas D adalah dua titik ujung yaitu x = 0 dan x = l.

Syarat batas menentukan keadaan fisis di x pada domain D. Terdapat tiga macam syarat batas yang cukup penting, yaitu:


(27)

1. Syarat batas Dirichlet, yaitu jika u diketahui. Syarat batas Dirichlet dapat ditulis sebagai

u(x, t) = g(x, t),

dimana g(x, t) adalah fungsi yang diberikan yang biasanya disebut data batas.

2. Syarat batas Neumann, yaitu jika turunan normal n u

∂ ∂

diketahui. Syarat batas

Neumann dapat ditulis sebagai

n u

∂ ∂

(x, t) = g(x, t),

dimana g(x, t) adalah fungsi yang diberikan. Misalkan n =

menotasikan vektor normal satuan dalam bdy D di setiap titik pada batas C.

Sedangkan

) , (n1 n2

n y x u

∂ ( , )

= n⋅∇u(x, y) menotasikan turunan berarah dari

dalam arah normal pada batas C.

) , (x y u

batas C n

n n

n D n

n

n n

Gambar 2.1.1 Vektor normal di setiap titik pada batas C

3. Syarat batas Robin, yaitu jika au n u

+ ∂ ∂

diketahui, dimana a adalah fungsi


(28)

n u

∂ ∂

(x, t) + au(x, t) = g(x, t),

dimana g(x, t) adalah fungsi yang diberikan dan a adalah fungsi dalam x, y, t yang diberikan.

Masing-masing berlaku pada semua t dan x = (x, y) yang berada dalam bdy D.

Persamaan Diferensial Parsial Orde-Dua

Disini penulis hanya akan membahas persamaan diferensial parsial linear orde-2 dengan dua variabel bebas.

Definisi 2.1.4

Bentuk umum persamaan diferensial parsial linear orde-2 dengan dua variabel bebas adalah:

S u F u E u D u C u B u

A xx + 2 xy + yy + x + y + = , (2.1.5) dengan x dan y adalah variabel bebas, u adalah variabel terikat, dan A, B, C, D, E, F, S adalah fungsi dalam x dan y. Turunan dan kontinu pada domain, sehingga .

, , , y xy x u u

u uyx

yx xy u

u =

Berdasarkan nilai koefisien A, B, dan C dari persamaan (2.1.5), maka persamaan diferensial parsial linear orde-2 dengan dua variabel bebas dapat diklasifikasikan menjadi tiga bentuk berikut:


(29)

1. Jika B2 − 4AC <0 dalam domain D, maka disebut PDP eliptik, 2. Jika B2 − 4AC = 0 dalam domain D, maka disebut PDP parabolik, 3. Jika B2 − 4AC > 0 dalam domain D, maka disebut PDP hiperbolik.

Contoh 2.2.2

Untuk memperjelas dalam membedakan PDP eliptik, parabolik, dan hiperbolik, diberikan contoh PDP yang timbul dalam masalah-masalah fisis berikut ini:

1. Persamaan Laplace uxx +uyy = 0 dan persamaan Poisson yang timbul dalam masalah aliran panas, dengan variabel bebas x, y dan variabel terikat u(x, y). Nilai koefisien A = C = 1 dan B = 0,

maka . Jadi kedua persamaan ini

merupakan PDP eliptik; ) , (x y f u uxx + yy =

0 4 ) 1 1 4 ( 0

4 2

2 − = − ⋅ ⋅ = − <

AC B

2. Persamaan Difusi utkuxx=0 yang timbul dalam masalah penyebaran zat, dengan variabel bebas x, t, variabel terikat u(x, t), dan k adalah koefisien difusi termal. Nilai koefisien A =−k dan B = C = 0, maka =

. Jadi persamaan ini merupakan PDP parabolik;

AC B2 − 4

(

4 ( ) 0

)

0 02 − ⋅ −k ⋅ =

3. Persamaan Gelombang 0 yang timbul dalam masalah getaran senar, dengan variabel bebas x, t, variabel terikat u(x, t), dan c adalah kecepatan gelombang. Nilai koefisien A = , B = 0, dan C = 1, maka

2 =

xx

tt c u

u

2 c


(30)

AC

B2 − 4 = 02 −

(

4⋅(−c2)⋅1

)

= c2 > 0. Jadi persamaan ini merupakan PDP hiperbolik.

Dalam skripsi ini, penulis hanya akan membahas persamaan Laplace dan persamaan Poisson.

B. Persamaan Laplace dan Persamaan Poisson

Persamaan Laplace dan persamaan Poisson dapat timbul pada masalah-masalah fisis, seperti pada aliran panas dalam zat padat, difusi massa, aliran gas ideal, dan elektrostatika. Dalam skripsi ini penulis hanya akan membahas persamaan Laplace dan persamaan Poisson yang timbul pada masalah aliran panas dua-dimensi dalam zat padat, yaitu dalam pelat persegi panjang dan pelat cakram.

Persamaan Laplace dan Persamaan Poisson dalam Pelat Persegi panjang

Misalkan suatu pelat baja persegi panjang dengan panjang p, lebar l, dan tebal

γ, dipanaskan dan suhunya dijaga konstan pada bagian-bagian tepinya. Pada kedua sisi permukaan pelat disekat sempurna, sehingga tidak ada aliran panas ke arah ketebalan γ.

Jadi diasumsikan bahwa didapatkan suatu bidang pelat (x, y) dengan aliran panas ke arah x dan y saja, yang ditunjukkan pada Gambar 2.2.1.


(31)

penyekat Æ Å penyekat

gambaran dari depan gambaran dari samping

Gambar 2.2.1 Aliran panas dua-dimensi tetap dalam pelat persegi panjang

Dari Gambar 2.2.1, tampak bahwa elemen segi empat ABCD berukuran dan laju aliran panas dalam arah x dan y secara berturut-turut adalah dan melintasi tepi-tepi elemen dalam arah seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.2.1. Pada saat terjadi kesetimbangan, aliran panas yang masuk ke elemen pelat dalam selang waktu harus sama dengan aliran panas yang keluar dari elemen pelat yaitu

y x×Δ

Δ

) (x

Q Q(y)

t

Δ

[aliran panas yang masuk dalam arah horizontal] + [aliran panas yang masuk dalam arah vertikal] =

[aliran panas yang keluar dalam arah horizontal] + [aliran panas yang keluar dalam arah vertikal], yang dapat ditulis menjadi

] )

( [ ] )

( [ ] )

( [ ] )

(

[Q x Δyγ Δt + Q y Δxγ Δt = Q x + Δx Δyγ Δt + Q y + Δy Δxγ Δt . (2.2.1) )

(x x Q

γ

y

) (y Q ) (y y Q

C D

p Q(x)

y

A

l x

)

Q Q

Δ

x

Δ (x)

(xx

Δ +

B

Q Q(y) (y y)


(32)

Dengan mengalikan persamaan (2.2.1) dengan ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜

⎝ ⎛

Δ Δ Δx yγ t

1

dan menyusunnya

kembali, maka diperoleh

0 ) (

) ( )

( ) (

= ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜

⎝ ⎛

Δ

Δ + −

+ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜

⎝ ⎛

Δ

Δ + −

y

y y Q y Q x

x x Q x Q

. (2.2.2)

Dengan mengambil limitnya dan memandang turunan pertama fungsi dengan satu variabel, maka persamaan (2.2.2) dapat ditulis menjadi

0 ) ( )

( =

∂ ∂ − ∂ ∂ −

y y Q x

x Q

. (2.2.3)

Berdasarkan hukum konduksi panas Fourier bahwa laju aliran panas per-unit elemen dalam arah x

) (x Q

(

)

(

kal cm2s

)

adalah sebanding terhadap gradien temperatur

x t y x u

∂ ( , , )

, maka diperoleh

x u C k x Q

∂ ∂ −

= ρ

)

( , (2.2.4)

dimana k adalah koefisien difusi panas (cm2s), ρ adalah kerapatan massa

(

gr cm3

)

, dan C adalah kapasitas panas dari massa

(

kal

(

gr0C

)

)

.

Analog dalam arah y akan diperoleh

y u C k y Q

∂ ∂ −

= ρ

)

( . (2.2.5)

Dengan mensubstitusikan persamaan (2.2.4) dan (2.2.5) ke dalam persamaan (2.2.3), maka dihasilkan


(33)

0 2 2 2 2

= ∂ ∂ + ∂ ∂

y u x

u

, (2.2.6)

dimana , karena dalam keadaan setimbang u tidak dipengaruhi oleh waktu. Persamaan (2.2.6) disebut persamaan Laplace dalam bentuk dua dimensi.

) , (x y u u =

Jika ada sumber panas yang timbul dalam pelat (seperti: pertukaran panas), yang didiskripsikan oleh fungsi

C k

volume unit

per panas hilangnya

laju y

x f

ρ

=

) ,

( ,

dimana k adalah koefisien difusi panas, ρ adalah kerapatan massa, dan C adalah kapasitas panas dari massa. Analog dengan cara diperolehnya persamaan Laplace, maka akan diperoleh persamaan Poisson dalam bentuk dua dimensi berikut:

) , ( ) , ( )

, (

2 2 2

2

y x f y

y x u x

y x u

= ∂

∂ + ∂

. (2.2.7)

Persamaan Laplace (2.2.6) dan Poisson (2.2.7) dapat ditulis dalam bentuk:

dan ,

0

2 =

u ∇2u = f(x, y)

dimana ∇2u =uxx + uyy.

Persamaan Laplace dan persamaan Poisson berhubungan dengan masalah kesetimbangan yaitu dalam keadaan fisis tidak dipengaruhi oleh waktu t. Dalam kasus ini, penyelesaian di titik dalam dalam domain pada bidang-xy bergantung pada penyelesaian di semua titik yang lain dalam domain itu, yang disebut domain ketergantungan. Sebaliknya, perubahan penyelesaian di titik dalam

akan mempengaruhi titik yang lain dalam domain itu, yang disebut range )

, (x y u

) , (x y u


(34)

pengaruh. Domain ketergantungan dan range pengaruh di titik P dalam domain persegi panjang D diilustrasikan dalam Gambar 2.2.2.

domain ketergantungan dan

range pengaruh

y

batas tertutup

P

D

Gambar 2.2.2 Domain penyelesaian persamaan Laplace dan persamaan Poisson dalam pelat persegi panjang

x

Penyelesaian persamaan Laplace dan persamaan Poisson adalah fungsi , fungsi ini harus memenuhi syarat batas yang ditentukan. Dua tipe syarat batas yang sering digunakan adalah:

) , (x y u

1. Syarat batas Dirichlet

Syarat batas Dirichlet untuk persamaan Laplace dan persamaan Poisson secara berturut-turut adalah

∇2u =0 dalam domain D dan u(x, y) = g(x, y) pada batas C, dan ∇2u = f(x, y) dalam domain D dan u(x, y) = g(x, y) pada batas C, dimana adalah suhu yang ditentukan. Pada tipe syarat batas ini, suhu

di setiap titik pada batas diketahui. )

, (x y g

2. Syarat batas Neumann

Syarat batas Neumann untuk persamaan Laplace dan persamaan Poisson secara berturut-turut adalah


(35)

dalam domain D dan

0

2 =

u ( , ) g(x, y)

n y x u

= ∂

pada batas C, dan

dalam domain D dan

) , (

2

y x f u =

∇ ( , ) g(x, y)

n y x u

= ∂ ∂

pada batas C.

Pada tipe syarat batas ini, ada suhu di titik pada batas yang tidak diketahui.

Persamaan Laplace dan Persamaan Poisson dalam Pelat Cakram

Misalkan suatu pelat baja cakram dengan jari-jari lingkarannya r dan tebal γ, dipanaskan dan suhunya dijaga konstan pada tepi batasnya. Pada kedua sisi permukaan pelat disekat sempurna, sehingga tidak ada aliran panas ke arah ketebalan

γ. Jadi diasumsikan bahwa didapatkan suatu domain bidang lingkaran pelat (r,θ)

dengan aliran panas ke arah r dan θ saja, yang ditunjukkan pada Gambar 2.2.3.

γ

penyekat Æ Å penyekat

r

) (θ Q

gambaran dari depan gambaran dari samping

Gambar 2.2.3 Aliran panas dua-dimensi tetap dalam pelat cakram

) , (r θ

Δ

θ

Δ ) (r Q

) (r r Q

) (r Δr Q + •

• •

C ) (θ+Δθ Q

) (r Q D

o

0 B

A

) (θ+Δθ Q ) (θ Q


(36)

Karena domain dari persamaan Laplace berbentuk lingkaran, maka persamaan Laplace ditransformasikan dengan fungsi kontinu ke dalam sistem koordinat kutub (Gambar 2.2.4) dengan menggunakan transformasi

x = r cosθ dan y = r sinθ, (2.2.8) sehingga diperoleh U(r,θ) =u(rcosθ, rsinθ).

y

θ

r

x

) , (r θ U

Gambar 2.2.4 Koordinat kutub

Dengan menurunkan persamaan (2.3.8), akan didapatkan

dx = cosθdrr sinθ dθ dan dy = sinθ dr + r cosθ dθ , yang akan memberikan

dr = cosθ dx + sinθ dy dan dθ = dx r

θ

sin

− + dy

r

θ

cos .

Menggunakan aturan rantai untuk pendiferensialan akan diperoleh

dy y r dx x r dr

∂ ∂ + ∂ ∂

= , dy

y dx x d

∂ ∂ + ∂ ∂

= θ θ

θ ,


(37)

θ cos = ∂ ∂ x r

, =sinθ

∂ ∂ y r , r x θ θ sin − = ∂ ∂ , r y θ θ cos = ∂ ∂ , dan u r r x u x r r u x u ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ ∂ ∂ − ∂ ∂ = ∂ ∂ ∂ ∂ + ∂ ∂ ∂ ∂ = ∂ ∂ θ θ θ θ θ sin cos , u r r y u y r r u y u ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ ∂ ∂ + ∂ ∂ = ∂ ∂ ∂ ∂ + ∂ ∂ ∂ ∂ = ∂ ∂ θ θ θ θ θ cos sin . Kemudian, 2 2 x u ∂ ∂ = 2 2 2 2 2 2 2

2 sin cos sin

2 cos θ θ θ θ θ θ ∂ ∂ + ∂ ∂ ∂ − ∂ ∂ U r r U r r U θ θ θ θ ∂ ∂ + ∂ ∂ + U r r U r 2 2 cos sin 2 sin , (2.2.9) 2 2 y u ∂ ∂

= 2

2 2 2 2 2 2

2 sin cos cos

2 sin θ θ θ θ θ θ ∂ ∂ + ∂ ∂ ∂ + ∂ ∂ U r r U r r U θ θ θ θ ∂ ∂ − ∂ ∂ + U r r U r 2 2 cos sin 2 cos

. (2.2.10)

Dengan mensubstitusikan persaman (2.3.9) dan (2.3.10) ke dalam persamaan Laplace (2.2.6), akan didapatkan persamaan Laplace dalam bentuk kutub dua dimensi berikut:

, 0 1 1 2 2 2 2 2 = ∂ ∂ + ∂ ∂ + ∂ ∂ θ U r r U r U r

dimana U(r,θ) = u(rcosθ,rsinθ).

Jika ada sumber panas yang timbul dalam pelat cakram (seperti: pertukaran panas), yang didiskripsikan oleh fungsi f(r,θ), maka akan timbul persamaan Poisson dalam bentuk kutub dua dimensi berikut:

). , ( 1 1 2 2 2 2 2 θ

θ f r

U r r U r U

r ∂ =

∂ + ∂ ∂ + ∂ ∂


(38)

Domain ketergantungan dan range pengaruh di titik Q dalam domain lingkaran D diilustrasikan dalam Gambar 2.2.5 di bawah ini.

domain ketergantungan dan

range pengaruh

y

batas tertutup D

Q

o

0

x

Gambar 2.2.5 Domain penyelesaian persamaan Laplace dan persamaan Poisson dalam pelat cakram

Penyelesaian persamaan Laplace dan persamaan Poisson dalam pelat cakram adalah fungsi U(r,θ), fungsi ini harus memenuhi syarat batas yang ditentukan. Syarat batas yang digunakan serupa dengan yang digunakan dalam pelat persegi panjang.

C. Penyelesaian Persamaan Laplace Secara Eksak

Persamaan Laplace dalam pelat persegi panjang dan pelat cakram dapat diselesaikan secara eksak dengan menggunakan metode Pemisahan Variabel.

Metode Pemisahan Variabel

Metode Pemisahan Variabel dapat digunakan, jika persamaan diferensial parsial adalah linear dan homogen. Secara umum, langkah-langkah untuk menyelesaikan persamaan Laplace yang memenuhi syarat batas yang ditentukan


(39)

1. Memisahkan dua variabel bebas dalam persamaan Laplace, sehingga akan diperoleh dua persamaan diferensial biasa.

2. Menentukan penyelesaian untuk kedua persamaan yang telah diperoleh yang memenuhi syarat batas yang ditentukan.

3. Penyelesaian-penyelesaian itu dikombinasikan secara linear dengan Prinsip Superposisi sehingga hasilnya merupakan penyelesaian yang memenuhi syarat batas yang ditentukan.

Penyelesaian Eksak Persamaan Laplace dalam Pelat Persegi Panjang

Persamaan Laplace dalam bentuk siku adalah linear dan homogen, sehingga dapat diselesaikan dengan metode Pemisahan Variabel.

Contoh 2.3.1

Carilah penyelesaian persamaan Laplace

dalam 0 < x < a dan 0 < y < b, (2.3.1) 0

=

+ yy

xx u

u

dengan syarat batas Dirichlet berikut ) ( ) , ( , 0 ) 0 ,

(x u x b g x

u = = pada 0 < x < a, dan (2.3.2) 0

) , ( ) , 0

( y =u a y =

u pada 0 < y < b, (2.3.3) yang dapat diilustrasikan pada Gambar 2.3.1 di bawah ini.


(40)

y

) (x g u =

Gambar 2.3.1 Persamaan Laplace dalam pelat persegi panjang dengan syarat batas Dirichlet

Penyelesaian:

Misalkan penyelesaiannya berbentuk

) ( ) ( ) ,

(x y X x Y y

u = , (2.3.4)

dimana u(x, y) adalah penyelesaian tak trivial.

Turunan parsial tingkat dua persamaan (2.3.4) terhadap x dan y secara berturut-turut adalah dan uxx(x, y) = X"(x)Y(y) uyy(x, y) = X(x)Y"(y).

Bila disubstitusikan ke persamaan (2.3.1) dan menyusunnya kembali dapat ditulis menjadi

.

) (

) ( " )

( ) ( "

x X

x X y

Y y Y

− =

Misalkan nilai perbandingannya adalah ,λ maka

. ) (

) ( " )

( ) (

" = =λ

x X

x X y

Y y Y

Selanjutnya akan diperoleh dua persamaan diferensial biasa ,

0 ) ( )

(

" x + X x =

X λ (2.3.5)

0 ) ( ) (

" yY y =

Y λ , (2.3.6)

x 0

=

u 0

=

+ yy

xx u

u 0

=

u

0

=

u

0 a


(41)

Akan dicari penyelesaian persamaan (2.3.5) terlebih dahulu.

Persamaan bantu untuk persamaan (2.3.5) adalah , yang dapat ditulis menjadi atau

0

2 + λ =

m

λ

− = 2

m m = ± −λ. Akan diperoleh akar-akar kompleks, yaitu

λ

i

m =± , sehingga penyelesaian umumnya adalah x i x

i c e

e c x

X( ) = 1 λ + 2 − λ . (2.3.7) Dengan memandang bahwa eiθ =cosθ +isinθ, maka persamaan (2.3.7) menjadi

( )

x λ d

( )

x λ

d x

X( ) = 1cos + 2sin , dimana d1 =c1 + c2 dan d2 =i(c1c2).

Dengan syarat batas persamaan (2.3.3), maka persamaan (2.3.4) menjadi 0

) ( ) 0 ( ) , 0

( y = X Y y =

u dan u(a, y) = X(a)Y(y) =0. Berarti dapat diperoleh X(0) = 0 dan X(a) = 0.

Karena X(0) = 0, maka didapatkan d1cos

( )

0 λ + d2sin

( )

0 λ = 0 atau d1 = 0. Karena X(a) = 0 dan telah didapatkan d1 =0, maka akan didapatkan

( )

0 sin

2 a λ =

d atau

2 ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ =

a n

n

π

λ , dengan n=1,2,3,K.

Nilai λn disebut nilai eigen yaitu nilai yang membuat penyelesaian tak trivial.

Dengan mengambil , akan diperoleh penyelesaian tak trivial yang disebut fungsi eigen untuk persamaan (2.3.5) berikut

1 2 = d

a x n x


(42)

Selanjutnya akan dicari penyelesaiaan persamaan (2.3.6).

Dengan nilai λ yang telah diperoleh, maka persamaan (2.3.6) menjadi

. 0 ) ( )

( "

2

= ⎟

⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛

Y y

a n y

Yn π n (2.3.9)

Analog dengan cara penyelesaian persamaan (2.3.5), akan diperoleh penyelesaian umum persamaan (2.3.6) berikut

a y n n a

y n n

n y C e D e

Y

π

π

+ =

)

( , (2.3.10)

dimana Cn dan Dn adalah konstanta sebarang.

Dengan syarat batas u(x, 0) = 0, maka dari persamaan (2.3.4) diperoleh Yn(0)= 0.

Kemudian dari persamaan (2.3.10) didapatkan Y(0) =Cn + Dn = 0 atau Dn = −Cn. Sehingga diperoleh penyelesaian persamaan (2.3.6) berikut

⎟ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜

⎜ ⎝ ⎛

= − a

y n a

y n n

n y C e e

Y

π π

)

( ,

dengan memandang , 2 )

( sinh

x x

e e x

− −

= maka dapat ditulis menjadi bentuk

⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ =

a y n C

y

Yn( ) 2 nsinh π . (2.3.11) Dengan mensubstitusikan persamaan (2.3.8) dan (2.3.11) ke dalam persamaan (2.3.4), maka diperoleh penyelesaian persamaan (2.3.1) berikut

⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ =

a y n a

x n A

y x


(43)

= ∞ = ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ = = 1 1 sinh sin ) , ( ) , ( n n n n a y n a x n A y x u y x

u π π , (2.3.12)

juga merupakan penyelesaian bagi persamaan (2.3.1).

Penyelesaian (2.3.12) juga memenuhi syarat batas u(x,b) = g(x), maka persamaan (2.3.12) menjadi

∞ = = ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ = 1 ), ( sin ) , ( n

n g x

a x n b b x

u π dimana sinh ⎟.

⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ = a b n A

bn n π (2.2.13) Persamaan (2.2.13) adalah deret sinus Fourier.

Sehingga menurut deret sinus Fourier,

2 ( )sin .

0 dx a x n x g a b a n ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛

=

π

Sehingga akan diperoleh

. sin ) ( sinh 2 sinh 0 dx a x n x g a b n a a b n b A a n n ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ = ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛

=

π

π

π (2.3.14)

Sehingga diperoleh penyelesaian dari persamaan (2.3.1) dengan syarat-syarat batas (2.3.2) dan (2.3.3) berikut

∞ = ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ = 1 sinh sin ) , ( n n a y n a x n A y x

u π π ,

dengan dx a x n x g a b n a A a n ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛

=

π

π 0 ( )sin

sinh 2


(44)

Contoh 2.3.2

Carilah penyelesaian persamaan Laplace

dalam 0 < x < a dan 0 < y < b, (2.3.15) 0

=

+ yy

xx u

u

dengan syarat batas Neumann berikut

pada 0

) , ( ) 0 ,

(x =u x b =

uy y 0≤ xa, dan (2.3.16)

) ( ) , ( , 0 ) , 0

( y u a y g y

ux = x = pada 0≤ yb, (2.3.17) yang dapat diilustrasikan pada gambar 2.3.2 di bawah ini.

y

Gambar 2.3.2 Persamaan Laplace dalam pelat persegi panjang dengan syarat batas Neumann

Penyelesaian:

Misalkan penyelesaiannya berbentuk ) ( ) ( ) ,

(x y X x Y y

u = . (2.3.18) Secara analog dengan persamaan Laplace (2.3.1), maka akan diperoleh dua persamaan diferensial biasa

, 0 ) ( )

(

" x + X x =

X λ dan (2.3.19)

0 ) ( ) (

" yY y =

Y λ . (2.3.20)

x 0

=

y

u

) (y g ux = 0

=

+ yy

xx u

u

0 a

b

0

=

y

u 0

=

x


(45)

Dari syarat batas (2.3.16), akan diperoleh atau ,

dan atau .

0 ) 0 ( ) ( ) 0 ,

(x = X x Y' =

uy '(0) =0

Y

0 ) ( ) ( ) ,

(x b = X x Y' b =

uy Y'(b) =0

Dari syarat batas (2.3.17), akan diperoleh ux(0, y)= X'(0)Y(y) = 0 atau X'(0) = 0. Akan dicari penyelesaian persamaan (2.3.20) terlebih dahulu.

Persamaan (2.3.20) serupa dengan persamaan (2.3.5) yaitu dengan X(x)=Y(y) dan

λ

λ = − , sehingga diperoleh penyelesaian persamaan (2.3.20) berikut

(

−λ

)

+

(

−λ

)

= d y d y

y

Y( ) 1cos 2sin , (2.3.21) dimana d1 =c1 + c2 dan d2 =i(c1c2).

Turunan pertama persamaan (2.3.21) terhadap y adalah

(

λ

)

λ

(

λ

)

λ − + − −

− −

= d y d y

y

Y'( ) 1 sin 2 cos .

Karena Y'(0)= 0, maka diperoleh Y'(0)=−d1 −λsin

( )

0 +d2 −λcos

( )

0 =0 atau d2=0. Karena Y'(b)= 0 dan d2 =0, maka −d2 −λsin

(

b −λ

)

=0 atau sin

(

b −λ

)

=0, sehingga akan diperoleh

b nπ

λ =

− atau

2 ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ − =

b n

n

π

λ , dengan n = 0,1,2,3,K.

Dengan mengambil , akan diperoleh penyelesaian tak trivial untuk persamaan (2.3.20) berikut

1 1 = d

⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ =

b y n y

Yn( ) cos π , dengan n = 0,1,2,3,K. (2.3.22)


(46)

Dengan nilai λ yang telah diperoleh, maka persamaan (2.3.19) menjadi . 0 ) ( ) ( " 2 = ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛

X x

b n x

Xn π n (2.3.23)

Persamaan (2.3.23) serupa dengan persamaan (2.3.9) yaitu dengan dan , sehingga diperoleh penyelesaian persamaan (2.3.23) berikut

) ( )

(y X x

Y = b a = b x n n b x n n

n x C e D e

X π π + = )

( , (2.3.24)

dimana Cn dan Dn adalah konstanta sebarang.

Turunan pertama persamaan (2.3.24) terhadap x adalah

b x n n b x n n

n D e

b n e C b n x X π π π π − ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ − ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ = ) ( ' .

Karena X'(0) = 0, maka didapatkan '(0) 0 ⎟ 0=0

⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ − ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛

= De

b n e C b n

Xn π n π n atau Cn = Dn.

Sehingga diperoleh penyelesaian persamaan (2.3.19) berikut

⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ +

= − b

x n b x n n

n x C e e

X

π π

)

( ,

dengan memandang , 2 ) ( cosh x x e e x − +

= maka dapat ditulis menjadi bentuk

⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ = b x n C x

Xn( ) 2 ncosh π . (2.3.25) Dengan mensubstitusikan persamaan (2.3.22) dan (2.3.25) ke dalam persamaan (2.3.18), maka diperoleh penyelesaian persamaan (2.3.15) berikut


(47)

⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ = b y n b x n A y x

un n

π π cos cosh ) ,

( , dimana An = 2Cn. Menurut prinsip superposisi, maka

= ∞ = ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ + = = 0 1

0 cosh cos

) , ( ) , ( n n n n b y n b x n A A y x u y x

u π π , (2.3.26)

juga merupakan penyelesaian bagi persamaan (2.3.15). Turunan pertama persamaan (2.3.26) terhadap x adalah

∞ = ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ = 1 cos sinh ) , ( n n x b y n b x n A b n y x

u π π π .

Karena ux(a, y) = g(y), maka diperoleh

) ( cos sinh ) , ( 1 y g b y n b a n A b n y a u n n

x ⎟ =

⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ =

∞ = π π π ,

yang dapat ditulis menjadi

∞ = = ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ 1 ), ( cos n

n g y

b y n

a π dimana sinh ⎟.

⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ = b a n A b n

an π n π (2.2.27) Persamaan (2.2.27) disebut deret kosinus Fourier.

Sehingga menurut deret kosinus Fourier,

⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ = b n dy b y n y g b a 0 cos ) ( 2 π .

Sehingga akan diperoleh

. cos ) ( sinh 2 sinh 0 dy b y n y g b a n n b a n n a b A b n n ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ = ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛

=

π

π π

π π


(48)

Sehingga dengan mensubstitusikan persamaan (2.2.28) ke dalam persamaan (2.3.26), maka akan diperoleh penyelesaian persamaan (2.3.15) dengan syarat-syarat batas (2.3.16) dan (2.3.17) berikut

=

⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ +

=

1

0 cosh cos

) , (

n n

b y n b

x n A

A y x

u π π , (2.2.29)

dimana

adalah kostanta sisa, dan 0

A dy

b y n y

g b

a n n

A

b

n

⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ ⎟

⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛

=

π

π

π 0

cos ) ( sinh

2

.

0

A tidak dapat ditentukan, karena telah menghilang dalam pendiferensialan turunan normal pada syarat batas.

0

A

Penyelesaian Eksak Persamaan Laplace dalam Pelat Cakram Persamaan Laplace dalam bentuk kutub adalah

, 0 1

1

2 2 2 2 2

= ∂ ∂ + ∂ ∂ + ∂ ∂

θ

U r r

U r

U

r (2.3.30)

yang dapat ditulis menjadi

. 0 1

1

2 =

+

+ Uθθ

r U U

r r rr (2.3.31)

Persamaan Laplace (2.3.31) dapat ditulis menjadi bentuk

0 1

)

( + Uθθ = r U


(49)

Persamaan Laplace dalam bentuk kutub adalah linear dan homogen, sehingga dapat diselesaikan dengan metode Pemisahan Variabel.

Contoh 3.2.3

Carilah penyelesaian persamaan Laplace

0 1

)

( + Uθθ = r U

r r r dalam 0 < r < A dan 0 ≤θ < 2π, (2.3.33) dengan syarat batas

) ( ) ,

(A θ g θ

U = pada 0≤θ < 2π, (2.3.34) Masalah diatas dapat diilustrasikan dalam Gambar 2.3.3 di bawah ini.

y

θ

r 0o

0 1

)

( + Uθθ = r U r r r )

g U =

x

Gambar 2.3.3 Persamaan Laplace dalam pelat cakram dengan syarat batas Dirichlet

Penyelesaian:

Misalkan penyelesaiannya berbentuk

) ( ) ( ) ,

(r θ = R r Θθ

U , (2.3.35)


(50)

Persamaan (2.3.35) dicari turunan-turunan parsialnya terhadap r dan θ, kemudian disubstitusikan ke persamaan (2.3.33) dan menyusunnya kembali, maka diperoleh

(

)

) (

) ( )

( )

( ' '

"

r R

r R r r

= Θ Θ −

θ θ

.

Misalkan nilai perbandingannya adalah μ, maka

(

)

μ

θ θ

= =

Θ Θ −

) (

) ( )

( )

( ' '

"

r R

r R r r

.

Selanjutnya akan diperoleh dua persamaan diferensial biasa

, dan (2.3.36)

0 ) ( )

(

" + Θ =

Θ θ μ θ

(2.3.37)

0 ) ( )

( )

( '

"

2 + =

r R r

R r r R

r μ

Akan dicari penyelesaian persamaan (2.3.36) terlebih dahulu.

Persamaan (2.3.36) serupa dengan persamaan (2.3.5) yaitu X(x) =Θ(θ) dan λ =μ, sehingga penyelesaian umumnya adalah

μ θ μ

θ

θ i i

e c e

c + −

=

Θ( ) 1 2 . (2.3.38) Dengan memandang bahwa eiθ =cosθ +isinθ , maka persamaan (2.3.38) menjadi

( )

θ μ

( )

θ μ

θ) cos sin

( = d1 + d2

Θ , (2.3.39)

dimana d1 =c1 + c2 dan d2 =i(c1c2). Turunan pertama dari persamaan (2.3.39) adalah

Θ'(θ)=−d1 μsin

( )

θ μ + d2 μcos

( )

θ μ . (2.3.40) Dalam periodik-2π nilai dari


(51)

) ( )

(π =Θ −π

Θ dan Θ'(π) =Θ'(−π) (2.3.41) Dengan mensubstitusikan persamaan (2.3.39) dan (2.3.40) ke dalam persamaan (2.3.41), maka akan diperoleh

( )

π μ + sin

( )

π μ = cos

(

−π μ

)

+ sin

(

−π μ

)

cos 2 1 2

1 d d d

d , dan

( )

π μ μ

( )

π μ μ

(

π μ

)

μ

(

π μ

)

μ + =− − + −

d1 sin d2 cos d1 sin d2 cos .

Dengan memandang bahwa kosinus adalah fungsi genap yaitu dan sinus adalah fungsi gasal yaitu

) cos( )

cos(−x = x )

sin( )

sin(−x = − x , maka menghasilkan

( )

0

sin

2 π μ = atau μ =n2, dengan n =0,1,2,3,K. Sehingga diperoleh penyelesaian persamaan (2.3.36) berikut

( )

θ

( )

θ

θ) ancos n bnsin n

( = +

Θ , (2.3.42)

dimana an dan bn adalah konstanta sebarang.

Selanjutnya akan dicari penyelesaian persamaan (2.3.37).

Dengan nilai μ yang telah diperoleh, maka persamaan (2.3.37) menjadi

(2.3.43) 0

) ( )

( )

( ' 2

"

2 R r + rR rn R r =

r n n n

Persamaan (2.3.43) merupakan persamaan diferensial Euler orde-dua berbentuk ,

0 0 ' 1 " 2

2x y +a xy + a y = a

dimana a2, a1, a0 adalah konstanta dan a2 ≠ 0. Jika x > 0, maka cara penyelesaiannya dipetakan dengan . Sedangkan Jika x < 0, maka akan dipetakan dengan .

t

e x =

t

e x = −


(52)

Persamaan diferensial Euler orde-dua akan diubah menjadi persamaan diferensial

,

0 )

( 0

. 2 1 ..

2 y + aa y+ a y =

a

dimana titik diatas variabel menyatakan turunan menurut t. Sehingga penyelesaiannya adalah sebagai berikut:

Karena r >0, maka menggunakan pemetaan r =et dan persamaan (2.3.43) menjadi

. (2.3.44)

0

2 ..

=

n

n n R

R

Persamaan (2.3.44) adalah persamaan diferensial biasa linear homogen, maka persamaan bantunya adalah . Yang mempunyai akar-akar real berbeda yaitu dan , sehingga penyelesaian umumnya adalah

0

2 2 − =

n m

n

m1 = m2 =−n

t n n t n n

n t c e d e

R ( ) = + − . Tetapi r =et, maka akan menjadi

n n n n n

r d r c r

R ( ) = + 1 ,

dimana cn dan dn adalah konstanta sebarang.

Karena di titik pusat lingkaran r = 0, maka ditentukan dn = 0 agar Rn(r) kontinu. Dengan dn =0 dan mengambil cn =1, maka diperoleh penyelesaian persamaan (2.3.43) berikut

. (2.3.45)

n n r r

R ( )=

Dengan mensubstitusikan persamaan (2.3.42) dan (2.3.45) ke dalam persamaan (2.3.35) diperoleh penyelesaian persamaan (2.3.33) dengan syarat batas (2.3.34):


(53)

(

)

⎩ ⎨ ⎧ = + = = . , 3 , 2 , 1 ) sin( ) cos( , 0 ) , ( 0 K n jika n B n A r n jika a r U n n n

n θ θ θ

Karena persamaan (2.3.33) adalah linear dan homogen, maka menurut prinsip superposisi

, (2.3.46)

(

)

= ∞ = + + = = 0 1

0 cos( ) sin( )

) , ( ) , ( n n n n n

n r a r a n b n

U r

U θ θ θ θ

juga merupakan penyelesaian bagi persamaan (2.3.33).

Penyelesaian (2.3.46) memenuhi syarat batas U(A,θ) = g(θ), maka persamaan (2.3.46) menjadi

. (2.3.47)

(

)

∞ = + + = 1

0 cos( ) sin( )

) ( n n n n n n b A n a A a

g θ θ θ

Akan dicari nilai a0 terlebih dahulu.

Dengan mengintegralkan ruas kiri dan kanan persamaan (2.3.47) dengan batas bawah 0 dan batas atas 2π , maka akan diperoleh

= + ,

π θ θ

2 0 ) ( d g

π θ 2 0 0 d

a

∞ = ⎟⎟⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ + 1 2 0 2 0 ) sin( ) cos( n n n n n d n b A d n a A π π θ θ θ θ yang menghasilkan =

π θ θ

2

0

)

( d

g a0

[ ]

2π +

[

]

[

]

∞ = ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ + 1 ) 2 cos( 1 1 ) 2 sin( 1 n n n n n n n b A n n a

A π π ,

karena sin(2nπ) = 0 dan

[

1− cos(2nπ)

]

= 0 untuk n = 1, 2, 3, ..., maka diperoleh

θ θ π π d g

a =

2

0

0 ( )

2 1


(54)

Selanjutnya akan dicari nilai an.

Dengan mengalikan persamaan (2.2.47) dengan cos

( )

nθ , maka analog dengan cara mencari nilai a0 akan diperoleh

= π θ θ θ

π

2

0

) cos( ) ( 1

d n g

A

an n , n = 1, 2, 3, ... . (2.3.49)

Selanjutnya dicari nilai dari bn.

Dengan mengalikan persamaan (2.2.47) dengan sin

( )

nθ , maka analog dengan cara mencari nilai a0 akan diperoleh

= π θ θ θ

π

2

0

) sin( ) ( 1

d n g

A

bn n , n = 1, 2, 3, ... . (2.3.50)

Konstanta-konstanta yang didefinisikan oleh persamaan (2.3.47) sampai dengan (2.3.50) disebut koefisien-koefisien Fourier.

Sehingga diperoleh penyelesaian dari persamaan (2.3.33) dengan syarat batas (2.3.34) berikut

,

(

)

=

+ +

=

1

0 cos( ) sin( )

) , (

n

n n

n

n b n a

r a

r

U θ θ θ

dengan

θ θ π

π

d g

a =

2

0

0 ( )

2 1

, θ θ θ

π π

d n g

A

an = n

2

0

) cos( ) ( 1

, dan

θ θ θ

π π

d n g

A

bn = n

2

0

) sin( ) ( 1


(55)

Contoh 2.3.4

Misalkan dicari penyelesaian persamaan Laplace

0 1

)

( + Uθθ = r U

r r r dalam 0 < r < A dan −π ≤θ <π , (2.3.51) dengan syarat batas

) ( ) ,

(A θ g θ

Ur = pada −π ≤θ <π , (2.3.52) Masalah diatas dapat diilustrasikan dalam Gambar 2.3.4 di bawah ini.

x y

θ

r 0o

0 1

)

( + Uθθ = r U r r r )

g Ur =

Gambar 2.3.4 Persamaan Laplace dalam pelat cakram dengan syarat batas Neumann

Penyelesaian:

Misalkan penyelesaiannya berbentuk ) ( ) ( ) ,

(r θ = R r Θθ

U . (2.3.53) Secara analog dengan persamaan Laplace dalam bentuk kutub (2.3.33), maka diperoleh dua persamaan diferensial biasa

, dan (2.3.54)

0 ) ( )

(

" + Θ =

Θ θ μ θ

. (2.3.55)

0 ) ( )

( )

( '

"

2 + =

r R r

R r r R


(1)

for j = 1 : (m-2),

uij(j, i) = u(i+1, m-j); end

end

disp('Penyelesaian di titik-titik dalam:'); uij

%Penyelesaian di titik-titik pada tepi batas yang tidak diketahui: if (G1=='-')

for i =2 : (n-1),

ui1(1, i-1) = u(i, 1); end

disp('Penyelesaian di titik-titik pada tepi batas bawah:'); ui1

end

if (G2=='-')

for i =2 : (n-1),

uim(1, i-1) = u(i, m); end

disp('Penyelesaian di titik-titik pada tepi batas atas:'); uim

end

if (G3=='-')

for j =2 : (m-1),

u1j(j-1, 1) = u(1, (m+1)-j); end

disp('Penyelesaian di titik-titik pada tepi batas kiri:'); u1j

end

if (G4=='-')

for j =2 : (m-1),

unj(j-1, 1) = u(n, (m+1)-j); end

disp('Penyelesaian di titik-titik pada tepi batas kanan:'); unj

end

if (G1 == '-' && G3 == '-')

disp('Penyelesaian di titik siku tepi bawah & kiri:'); u11 = u(1, 1)

end

if (G2 == '-' && G3 == '-')

disp('Penyelesaian di titik siku tepi kiri & atas:'); u1m = u(1, m)

end

if (G1 == '-' && G4 == '-')

disp('Penyelesaian di titik siku tepi bawah & kanan:'); un1 = u(n, 1)

end

if (G2 == '-' && G4 == '-')

disp('Penyelesaian di titik siku tepi atas & kanan:'); unm = u(n, m)


(2)

Lampiran 3.3.3 Program untuk menyelesaikan persamaan Poisson dalam pelat

cakram dengan syarat batas Dirichlet pada Contoh 3.3.3

function Contoh333(G1,G2,G3,G4,r,n,m,TOL) %Diasumsikan:

%- G1 = tepi batas 0 <= tetha < pi/2; %- G2 = tepi batas pi/2 <= tetha < pi; %- G3 = tepi batas -pi <= tetha < -pi/2; %- G4 = tepi batas -pi/2 <= tetha <0;

%Ukuran grid n*m, dimana n >= 3 & m= 4, 8, 12, ...; %TOL = toleransi = 0.00001;

%Input adalah konstanta;

%Memasukkan F(h*i, k*(j-1)) ke dalam fungsi f(x, y) = sin(tetha) dari persamaan Poisson.

%Jarak-jarak grid dan nilai betha: h = r/n; k = 2*pi/m; A = r/h;

%Menentukan suhu di titik-titik batas: Sum = 0; p = m;

for j = 1 : (m/4),

U(n, j) = G1; U(n, (m/4)+j) = G2; U(n, (2*m/4)+j) = G3;

U(n, (3*m/4)+j) = G4;

Sum = Sum + U(n, j) + U(n, (m/4)+j) +

U(n, (2*m/4)+j) + U (n, (3*m/4)+j); end

%Rata-rata suhu di titik-titik batas: ave = Sum/p;

%Menentukan suhu awal di titik-titik dalam: for i = 1 : (n-1),

for j = 1 : m,

U(i, j) = ave; W(i, j) = ave; end

end

%Menentukan kesalahan relatif tertinggi awal: M = ave;

%Menganalisis kekonvergenan: while (M >= TOL)

%Menentukan pendekatan beda hingga di titik-titik dalam U(1,j): U(1, 1) = (2*U(2, 1) + (1/(A^2)*(k^2))*U(1, 2) +

(1/(A^2)*(k^2))*U(1, m) –

(h^2*sin(k*(1-1))))/(2*(1+(A^2*k^2))); for j = 2 : (m-1),

U(1, j) = (2*U(2, j) + (1/(A^2)*(k^2))*U(1, j+1) +

(1/(A^2)*(k^2))*U(1, j-1) -

(h^2*sin(k*(j-1))))/(2*(1+(A^2*k^2))); end

U(1, m) = (2*U(2, m) + (1/(A^2)*(k^2))*U(1, 1) +

(1/(A^2)*(k^2))*U(1, m-1) -


(3)

di titik-titik dalam U(2,j)-U(n-1,j): for i = 2 : (n-1),

U(i, 1) = ((1+(1/2*A))*U(i+1, 1) + (1-(1/2*A))*U(i-1, 1)+ (1/(A^2*k^2))*U(i, 2) + (1/(A^2*k^2))*U(i, m)- (h^2*sin(k*(1-1))))/(2*(1+(A^2*k^2))); for j = 2 : (m-1),

U(i, j) = ((1+(1/2*A))*U(i+1, j)+(1-(1/2*A))*U(i-1, j)+ (1/(A^2*k^2))*U(i, j+1)+(1/(A^2*k^2))*U(i, j-1)- (h^2*sin(k*(j-1))))/(2*(1+(A^2*k^2))); end

U(i, m) = ((1+(1/2*A))*U(i+1, m) + (1-(1/2*A))*U(i-1, m)+ (1/(A^2*k^2))*U(i, 1) + (1/(A^2*k^2))*U(i, m-1)- (h^2*sin(k*(m-1))))/(2*(1+(A^2*k^2))); end

%Mencari beda relatif tertinggi: for i = 1 : (n-1),

for j = 1 : m,

C(i, j) = abs(U(i, j) - W(i, j)); end

end

%Mencari beda relatif tertinggi: M = max(max(C));

%Menyimpan hasil pendekatan ke dalam matriks W; for i = 1 : (n-1),

for j = 1 : m,

W(i, j) = U(i, j); end

end end

%Meletakkan penyelesaian sesuai dengan letak pada grid: for i = 1 : (n-1),

for j = 1 : m,

Uij(j, i) = U(i, (m+1)-j); end

end

%Memasukkan suhu di titik batas pada penyelesaian; Bts=zeros(0,0);

for j = 1 : m,

Bts = [Bts U(n, (m+1)-j)]; end

Uij=[Uij';Bts]';

disp('Penyelesaian pendekatan di titik-titik dalam disertai dengan suhu pada batas:');


(4)

Lampiran 3.3.4 Program untuk menyelesaikan persamaan Poisson dalam pelat

cakram dengan syarat batas Neumann pada Contoh 3.3.4

function Contoh334(G1,G2,G3,G4,r,n,m,TOL) %Tepi batas yang tidak diketahui masukkan '-';

%Memasukkan F(h*i, k*(j-1)) ke dalam fungsi f(x, y) = sin(tetha) dari persamaan Poisson.

%Jarak-jarak grid dan nilai betha: h = r/n; k = 2*pi/m; A = r/h;

%Menentukan suhu di titik-titik batas: Sum = 0; p = 0;

for j = 1 : (m/4), if (G1 ~= '-')

U(n, j) = G1; Sum = Sum + U(n, j); p = p + 1; end

if (G2 ~= '-')

U(n, (m/4)+j) = G2; Sum = Sum + U(n, (m/4)+j); p = p + 1; end

if(G3 ~= '-')

U(n, (2*m/4)+j) = G3; Sum = Sum + U(n, (2*m/4)+j); p= p + 1; end

if (G4 ~= '-')

U(n, (3*m/4)+j) = G4; Sum = Sum + U(n, (3*m/4)+j); p= p + 1; end

end

%Rata-rata suhu di titik-titik batas: ave = Sum/p;

%Menentukan suhu awal di titik-titik dalam: for i = 1 : (n-1),

for j = 1 : m,

U(i, j) = ave; W(i, j) = ave; end

end

%Menentukan suhu awal di titik-titik batas: for j = 1 : (m/4),

if (G1 == '-')

U(n, j) = ave; W1(1, j) = ave; end

if (G2 == '-')

U(n, (m/4)+j) = ave; W2(1, j) = ave; end

if(G3 == '-')

U(n, (2*m/4)+j) = ave; W3(1, j) = ave; end

if (G4 == '-')

U(n, (3*m/4)+j) = ave; W4(1, j) = ave; end

end


(5)

%Menganalisis kekonvergenan: while (M >= TOL)

%Menentukan pendekatan beda hingga, kesalahan relatif&simpan hasil pendekatan di titik batas U(n,j):

C1 = zeros(0); C2 = zeros(0); C3 = zeros(0); C4 = zeros(0); if (G1 == '-')

U(n, 1) = (2*U(n-1, 1) + (1/(A^2)*(k^2))*U(n, 2) +

(1/(A^2)*(k^2))*U(n, m) -

(h^2*sin(k*(1-1))))/(2*(1+(A^2*k^2))); C1(1, 1) = abs(U(n, 1) - W1(1, 1)); W1(1, 1) = U(n, 1); for j = 2 : (m/4),

U(n, j) = (2*U(n-1, j) + (1/(A^2)*(k^2))*U(n, j+1) + (1/(A^2)*(k^2))*U(n, j-1) –

(h^2*sin(k*(j-1))))/(2*(1+(A^2*k^2))); C1(1, j)=abs(U(n, j) - W1(1, j)); W1(1, j) =U(n, j); end

end

if (G2 == '-')

for j = 1 : (m/4),

U(n, (m/4)+j) = (2*U(n-1, (m/4)+j) +

(1/(A^2)*(k^2))*U(n, (m/4)+j+1) + (1/(A^2)*(k^2))*U(n, (m/4)+j-1) - (h^2*sin(k*(m/4+j-1))))/(2*(1+(A^2*k^2))); C2(1,j)=abs(U(n,(m/4)+j)-W2(1,j)); W2(1,j)=U(n,(m/4)+j); end

end

if(G3 == '-')

for j = 1 : (m/4),

U(n,(2*m/4)+j)=(2*U(n-1, (2*m/4)+j)+

(1/(A^2)*(k^2))*U(n, (2*m/4)+j+1)+

(1/(A^2)*(k^2))*U(n, (2*m/4)+j-1)-

(h^2*sin(k*(2*m/4+j-1))))/(2*(1+(A^2*k^2))); C3(1,j)=abs(U(n,(2*m/4)+j)-W3(1,j));

W3(1,j)=U(n,(2*m/4)+j); end

end

if (G4 == '-')

for j = 1 : (m/4)-1,

U(n, (3*m/4)+j)=(2*U(n-1, (3*m/4)+j)+

(1/(A^2)*(k^2))*U(n, (3*m/4)+j+1)+ (1/(A^2)*(k^2))*U(n, (3*m/4)+j-1)- (h^2*sin(k*(3*m/4+j-1))))/(2*(1+(A^2*k^2))); C4(1, j) = abs(U(n, (3*m/4)+j) - W4(1, j));

W4(1, j) = U(n, (3*m/4)+j); end

U(n, m) = (2*U(n-1, m) + (1/(A^2)*(k^2))*U(n, 1) + (1/(A^2)*(k^2))*U(n, m-1) –

(h^2*sin(k*(m-1))))/(2*(1+(A^2*k^2))); C4(1, m/4)=abs(U(n, m) - W4(1, m/4)); W4(1, m/4) = U(n, m); end


(6)

menyimpan hasil pendekatan di titik dalam U(1,j): U(1, 1) = (2*U(2, 1) + (1/(A^2)*(k^2))*U(1, 2) +

(1/(A^2)*(k^2))*U(1, m) –

(h^2*sin(k*(1-1))))/(2*(1+(A^2*k^2))); C(1, 1) = abs(U(1, 1) - W(1, 1)); W(1, 1) = U(1, 1);

for j = 2 : (m-1),

U(1, j) = (2*U(2, j) + (1/(A^2)*(k^2))*U(1, j+1) + (1/(A^2)*(k^2))*U(1, j-1) –

(h^2*sin(k*(j-1))))/(2*(1+(A^2*k^2))); C(1, j) = abs(U(1, j) - W(1, j)); W(1, j) = U(1, j);

end

U(1, m) = (2*U(2, m) + (1/(A^2)*(k^2))*U(1, 1) + (1/(A^2)*(k^2))*U(1, m-1) –

(h^2*sin(k*(m-1))))/(2*(1+(A^2*k^2))); C(1, m) = abs(U(1, m) - W(1, m)); W(1, m) = U(1, m);

%Menentukan pendekatan beda hingga, kesalahan relatif menyimpan hasil pendekatan di titik dalam U(2,j)-U(n-1,j): for i = 2 : (n-1),

U(i, 1) = ((1+(1/2*A))*U(i+1, 1) + (1-(1/2*A))*U(i-1, 1)+ (1/(A^2*k^2))*U(i, 2) + (1/(A^2*k^2))*U(i, m)- (h^2*sin(k*(1-1))))/(2*(1+(A^2*k^2))); C(i, 1) = abs(U(i, 1) - W(i, 1)); W(i, 1) = U(i, 1);

for j = 2 : (m-1),

U(i, j)=((1+(1/2*A))*U(i+1, j)+(1-(1/2*A))*U(i-1, j)+ (1/(A^2*k^2))*U(i, j+1)+(1/(A^2*k^2))*U(i, j-1)- (h^2*sin(k*(j-1))))/(2*(1+(A^2*k^2))); C(i, j) = abs(U(i, j) - W(i, j)); W(i, j) = U(i, j); end

U(i, m)=((1+(1/2*A))*U(i+1, m)+(1-(1/2*A))*U(i-1, m)+ (1/(A^2*k^2))*U(i, 1) + (1/(A^2*k^2))*U(i, m-1)- (h^2*sin(k*(m-1))))/(2*(1+(A^2*k^2))); C(i, m) = abs(U(i, m) - W(i, m)); W(i, m) = U(i, m);

end

%Mencari beda relatif tertinggi:

maks = [ max(max(C)) max(C1) max(C2) max(C3) max(C4)]; M = max(maks);

end

%Meletakkan penyelesaian sesuai dengan letak pada grid: for i = 1 : (n-1),

for j = 1 : m,

Uij(j, i) = U(i, (m+1)-j); end

end

%Memasukkan suhu di titik batas pada penyelesaian; Bts=zeros(0,0);

for j = 1 : m,

Bts = [Bts U(n, (m+1)-j)]; end

Uij=[Uij';Bts]';

disp('Penyelesaian pendekatan di titik-titik dalam dan batas disertai dengan suhu yang diketahui pada batas:');