d pk 0602456 chapter5

(1)

BAB V

SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

Bagian ini mengemukakan tiga pokok bahasan, yakni simpulan hasil penelitian dan pengembangan model pembelajaran, implikasi atas simpulan yang diajukan, dan rekomendasi yang diajukan sehubungan dengan simpulan dan implikasi yang ada.

A. Simpulan

Berdasarkan kajian terhadap hasil dan pembahasan penelitian mengenai model pembelajaran terpadu berbasis budaya untuk meningkatkan apresiasi siswa terhadap budaya lokal, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut.

Pertama, kondisi objektif pembelajaran IPS SD adalah sebagai berikut :

1. Guru IPS SD selama ini berpandangan bahwa mata pelajaran IPS merupakan mata pelajaran sosial yang hanya dapat dikuasai siswa dengan menghapal, dan tidak memerlukan analisis yang mengarah pada proses pembuktian. Pelajaran IPS, menurut guru, merupakan mata pelajaran yang dominan memberikan materi berupa konsep, data maupun fakta yang menuntut siswa untuk menghapalnya sebagai bentuk belajar utama dalam menguasai materi. Oleh karena itu, guru memandang tujuan pembelajaran IPS SD adalah siswa memperoleh pengetahuan sebanyak-banyaknya, mendapatkan nilai (angka) yang baik dan naik kelas. Implikasinya adalah pembelajaran di kelas cenderung dilakukan dengan pendekatan konvensional dimana guru lebih dominan dan komunikasi satu arah. Guru memahami bahwa secara konseptual materi IPS berkaitan dengan lingkungan setempat, khususnya budaya lokal, namun guru mengaku selama ini tidak pernah mengintegrasikannya. Hal ini


(2)

antara lain disebabkan ketidak-mengertian guru tentang cara tepat untuk mengintegrasikannya, sehingga khawatir tidak efisien. Oleh karena itu, guru kemudian mengakui bahwa apresiasi siswa terhadap budaya lokal rendah, di samping juga penguasaan siswa terhadap materi IPS belum optimal.

2. Pola pembelajaran IPS SD selama ini berlangsung tanpa mengacu pada perencanaan pembelajaran. Perencanaan pembelajaran tidak disusun sendiri oleh guru, tapi mencontoh atau mem-fotocopy dari sekolah lain yang mereka dapatkan saat mengikuti pelatihan atau lokakarya di daerah lain atau di pusat (Jakarta). Perencanaan pembelajaran tersebut tidak dijadikan acuan dalam pelaksanaan pembelajaran, namun berfungsi untuk keperluan administratif. Oleh karena itu, dalam pelaksanaan pembelajaran, pendekatan yang digunakan guru tidak berubah, yakni ekspositori dengan metode ceramah lebih dominan. Buku sumber pelajaran IPS yang diterbitkan penerbit swasta nasional, dengan uraian materi yang tidak mengakomodasi secara representatif muatan IPS setempat (khususnya budaya lokal), menjadi sumber utama pembelajaran. Sementara media pembelajaran yang tersedia seperti peralatan musik Dol, patung simbol tradisi Tabot, serta gambar-gambar yang relevan dengan budaya lokal belum dimanfaatkan secara optimal untuk mendukung proses pembelajaran di kelas. Media tersebut lebih banyak dimanfaatkan untuk program ekstra kurikuler. Sedangkan proses penilaian pembelajaran, masih didominasi pendekatan hasil yang berorientasi pada pengukuran penguasaan siswa terhadap materi pelajaran.

3. Pola belajar siswa didominasi kegiatan mendengarkan guru menjelaskan bahan pelajaran dan mencatatnya. Kegiatan lainnya adalah menjawab


(3)

pertanyaan-pertanyaan serta mengerjakan tugas-tugas yang diberikan, baik di kelas maupun di rumah. Pada umumnya siswa mengenal budaya lokal Tabot karena pernah menontonnya, bukan dari penjelasan guru. Siswa senang menonton Tabot karena ramai dan untuk hiburan, namun siswa sendiri mengaku tidak mengerti sejarah dan asul-usul, tujuan, rangkaian kegiatan serta makna tradisi Tabot tersebut.

4. Prasarana dan sarana yang dapat mendukung pembelajaran IPS tersedia cukup lengkap di sekolah. Kecuali media elektronik seperti LCD, hanya terdapat di sekolah dengan kategori baik. Namun prasarana dan sarana minimal yang diperlukan untuk mendukung proses pembelajaran IPS yang baik di kelas cukup tersedia. Khususnya media pendukung pembelajaran terpadu berbasis budaya yang mengintegrasikan budaya lokal dengan konsep IPS. Media tersebut seperti peralatan musik Dol, patung simbol Tabot, maupun gambar-gambar budaya lokal yang relevan dengan materi IPS, baik yang berhubungan dengan sejarah, geografi, ekonomi maupun sosial setempat. Namun sebagian besar media tersebut hanya dimanfaatkan untuk kepentingan pengembangan program ekstra kurikuler, belum dioptimalkan untuk mendukung proses pembelajaran di dalam kelas.

5. Kondisi sosial-psikologis di sekolah cukup kondusif bagi berlangsungnya interaksi sosial maupun psikologis diantara pihak yang ada di sekolah. Interaksi sosial maupun psikologis antar guru, siswa, staf, Kepala Sekolah maupun masyarakat (orang tua siswa dan lingkungan sekitar) berjalan baik. Hal ini mendukung upaya sekolah, khususnya guru, untuk merencanakan dan mengembangkan program-program yang


(4)

berorientasi pada peningkatan kualitas pendidikan maupun pembelajaran terutama sebagai upaya meningkatkan apresiasi siswa terhadap budaya lokal.

Kedua, Model Pembelajaran Terpadu Berbasis Budaya (MPTBB) yang dikembangkan untuk meningkatkan apresiasi siswa terhadap budaya lokal, adalah sebagai berikut :

1. Desain MPTBB menggunakan pembelajaran terpadu berbasis budaya yang berangkat dari tema budaya lokal dan dikembangkan berdasarkan pengalaman awal siswa sebagai anggota suatu komunitas budaya. Tujuannya adalah memfasilitasi siswa dalam menguasai materi pelajaran IPS sebagai upaya meningkatkan apresiasinya terhadap budaya lokal. Materi pembelajaran yang dikembangkan merupakan integrasi antara budaya lokal dengan materi pelajaran IPS yang relevan. Kegiatan pembelajaran dikembangkan melalui tiga tahap, yakni tahap pendahuluan (pengkondisian), bertujuan menciptakan kondisi awal pembelajaran bernuansa budaya yang efektif mendorong partisipasi aktif siswa dalam proses penciptaan makna baru. Tahap ini terdiri atas langkah (1) simulasi budaya lokal dengan bermain musik dan peragaan arak-arakan budaya tradisional bersama; (2) apersepsi guna menggali pengetahuan awal siswa tentang pelajaran yang lalu dikaitkan dengan tema budaya dan topik pelajaran IPS yang baru, serta (3) langkah sosialisasi tujuan dan prosedur MPTBB. Kemudian tahap inti (penciptaan makna). Tahap ini menekankan proses penciptaan makna baru bagi siswa berdasarkan pengalaman awal budayanya. Proses tersebut dimulai dengan eksplorasi berbasis tema budaya lokal berdasarkan pengalaman budaya siswa yang dikaitkan dengan materi pelajaran IPS baru dan diakhiri tugas bermakna. Selanjutnya diikuti kegiatan interaksi aktif siswa dengan


(5)

sumber, diskusi dan pendalaman konsep, serta pengembangan dan aplikasi kontekstual. Tahap penutup (konsolidasi) merupakan langkah pengkonsolidasian hasil belajar melalui kegiatan penyimpulan bersama hasil pembelajaran dan tindak lanjut. Kegiatan pembelajaran didukung dengan sumber, alat dan media berupa buku pelajaran IPS, buku sumber supplement MPTBB, peralatan musik Dol dan patung simbol Tabot, gambar budaya-sejarah-geografi-ekonomi dan sosial setempat yang relevan, serta LKS. Penilaian pembelajaran menekankan pada penilaian proses dan hasil.

2. Implementasi MPTBB sebagai upaya meningkatkan apresiasi siswa terhadap budaya lokal, terdiri atas tiga tahap, yakni pendahuluan (pengkondisian), inti (penciptaan makna) dan penutup (konsolidasi). Pertama, tahap pendahuluan (pengkondisian), dimulai dengan simulasi budaya lokal dimana guru dan siswa bersama-sama memainkan musik dan peragaan budaya tradisional (lokal). Selanjutnya diikuti apersepsi melalui curah-pendapat untuk menggali pengetahuan awal siswa tentang pelajaran lalu yang dikaitkan dengan tema budaya dan topik pelajaran baru. Siswa merespon secara aktif dengan mengemukakan pengetahuan dan pengalaman awalnya mengenai pelajaran lalu dan tema budaya. Tahap pengkondisian ditutup dengan sosialisasi tujuan dan prosedur MPTBB agar siswa memahami apa yang akan dijalaninya pada proses pembelajaran berikut. Kedua, tahap inti (penciptaan makna), merupakan proses mencapai penciptaan makna baru melalui pengalaman belajar yang dikembangkan berdasarkan pengalaman awal budaya siswa. Proses ini dikembangkan melalui aktivitas belajar yang menekankan pemberian tugas bermakna, interaksi aktif serta pengembangan dan aplikasi kontekstual. Tahap inti dimulai dengan eksplorasi


(6)

tema budaya yang dikaitkan dengan topik pelajaran IPS dan diakhiri dengan pemberian tugas bermakna untuk diskusi kelompok. Sebelum diskusi kelompok dimulai, siswa diberi kesempatan berinteraksi dengan sumber yang relevan, khususnya buku sumber integratif supplement MPTBB, agar lebih siap dalam mencari solusi tugas dalam diskusi kelompok. Guru memfasilitasi, membimbing dan memantau jalannya diskusi kelompok. Kemudian diikuti dengan langkah diskusi kelas hasil kerja kelompok, dan penjelasan konsep dalam bentuk umpan-balik guru terhadap hasil kerja siswa. Tahap ini diakhiri pemberian tugas individual yang bersifat pengembangan dan aplikasi kontekstual. Ketiga, tahap penutup (konsolidasi), yang berupa penyimpulan bersama hasil pembelajaran yang baru dilalui serta tindak lanjut bagi siswa untuk membaca sumber sebagai persiapan pembelajaran berikutnya.

3. Penilaian MPTBB meliputi penilaian proses dan penilaian hasil. Penilaian proses berupa observasi, baik observasi terhadap apresiasi siswa terhadap budaya lokal maupun observasi aktivitas siswa dalam diskusi. Penilaian hasil dilakukan melalui laporan LKS hasil diskusi kelompok, LKS hasil tugas pengembangan dan aplikasi kontekstual, maupun hasil tes penguasaan materi IPS.

Ketiga, keunggulan-keunggulan Model Pembelajaran Terpadu Berbasis Budaya (MPTBB) adalah sebagai berikut :

1. Meningkatkan apresiasi siswa terhadap budaya lokal. Hasil penelitian membuktikan bahwa MPTBB lebih efektif untuk meningkatkan apresiasi siswa terhadap budaya lokal apabila dibandingkan dengan model pembelajaran konvensional yang selama ini


(7)

dilaksanakan guru. Hal ini ditunjukkan dengan adanya perbedaan yang berarti antara skor rata-rata apresiasi siswa terhadap budaya lokal sebelum maupun sesudah mengikuti kegiatan pembelajaran dengan menggunakan MPTBB maupun dengan model pembelajaran konvensional. MPTBB terbukti secara berarti lebih efektif dalam meningkatkan apresiasi siswa, baik untuk aspek pemahaman maupun penginterpretasian dan penilaian/penghargaan terhadap budaya lokal, bila dibandingkan dengan model pembelajaran konvensional. Hal ini tentunya dapat dimengerti, mengingat MPTBB diorientasikan untuk menciptakan iklim kondusif guna mendorong siswa lebih memahami, menginterpretasi dan menilai/menghargai budaya lokal dengan mengintegrasikannya dalam pelajaran IPS yang relevan. Sementara model pembelajaran konvensional cenderung mendorong siswa untuk menghapal materi yang ada melalui buku sumber pelajaran IPS yang secara representatif kurang mengakomodir budaya setempat.

2. Meningkatkan hasil belajar siswa dalam pelajaran IPS. Hasil penelitian membuktikan bahwa, MPTBB di samping efektif meningkatkan apresiasi siswa terhadap budaya lokal, juga mempunyai dampak positif terhadap peningkatan penguasaan siswa terhadap materi pelajaran IPS. Hal ini ditunjukkan dengan adanya perbedaan hasil belajar yang berarti antara skor rata-rata tes siswa sebelum maupun sesudah mengikuti kegiatan pembelajaran dengan menggunakan MPTBB bila dibandingkan dengan model pembelajaran konvensional. Hasil belajar IPS siswa dengan menggunakan MPTBB lebih tinggi bila dibandingkan dengan model pembelajaran konvensional. Efektifitas MPTBB ini dapat dimengerti, mengingat MPTBB merupakan model pembelajaran yang lebih sesuai dengan karakteristik siswa SD


(8)

yang cenderung melakukan kegiatan dengan bermain, bergerak, berkolaborasi serta secara aktif berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya. Sementara model pembelajaran konvensional lebih mendorong siswa untuk menghapal.

3. Mendorong tercapainya penciptaan makna baru sebagai upaya memperoleh pemahaman terpadu antara konsep IPS dan budaya. MPTBB memanfaatkan konteks budaya yang telah ada pada siswa sebagai pengalaman awal dalam proses pembelajaran IPS. Pengalaman awal budaya siswa ini kemudian dikaitkan dengan konsep IPS relevan. Oleh karena itu, MPTBB menghasilkan pembelajaran IPS yang bermakna bagi siswa. Siswa memperoleh pemahaman terpadu tentang konsep IPS dan budaya. Hal ini terbukti secara positif dan signifikan, dimana MPTBB dapat meningkatkan apresiasi siswa terhadap budaya lokal sekaligus penguasaannya terhadap materi pelajaran IPS.

Keempat, faktor pendukung bagi pengembangan MPTBB. Faktor faktor pendukung keberhasilan pengembangan MPTBB adalah (1) kemauan dan motivasi guru untuk mengubah pandangan dan cara-cara konvensional yang selama ini diimplementasikan dalam pembelajaran IPS; (2) kemampuan guru dalam menciptakan suasana kondusif dalam proses pembelajaran yang menempatkan siswa sebagai sentral; (3) dukungan kepala sekolah dalam bentuk kebijakan-kebijakan yang memungkinkan terciptanya iklim kondusif bagi guru dalam mengimplementasikan MPTBB; (4) dukungan guru bidang studi lain yang juga tertarik untuk mengimplementasikan MPTBB; (5) antusiasme siswa yang tinggi mengingat MPTBB dikembangkan sesuai dengan karakteristik siswa SD; (6) ketersediaan prasarana-sarana, baik sumber, alat maupun


(9)

media yang relevan dengan budaya lokal maupun pelajaran IPS, khususnya buku sumber supplement MPTBB; dan (7) antusiasme Pemerintah Daerah, baik Kota maupun Provinsi Bengkulu, yang menganggap pengembangan MPTBB merupakan bagian dari upaya menjadikan Kota Bengkulu sebagai Kota Pelajar dan pengembangan wisata internasional yang berbasis sumber daya alam, budaya dan sejarah.

Kelima, faktor penghambat bagi pengembangan MPTBB. Ada beberapa faktor yang kemungkinan akan mengurangi optimalisasi MPTBB. Faktor-faktor tersebut adalah : (1) guru membutuhkan waktu yang lebih untuk adaptasi sebelum mengimplementasikan MPTBB agar hasilnya optimal (diperlukan persiapan, pelatihan/pembekalan agar guru lebih memahami MPTBB sebelum mengimplementasikannya); (2) penegakan disiplin kelas siswa perlu lebih ketat agar tidak mengganggu proses pembelajaran; dan (3) keterbatasan waktu, dimana kekurang-ketatan guru dalam mengelola waktu yang tersedia dapat mengakibatkan hasil MPTBB kurang optimal.

B. Implikasi

Temuan penelitian menunjukkan bahwa Model Pembelajaran Terpadu Berbasis Budaya (MPTBB) mampu memfasilitasi siswa menguasai materi pelajaran IPS sebagai upaya meningkatkan apresiasinya terhadap budaya lokal. Hal ini memiliki sejumlah implikasi sebagai berikut.

a. Perubahan peran guru dalam proses pembelajaran. Pembelajaran terpadu berbasis budaya tidak dapat dirancang dengan guru berperan sebagai penceramah atau penyampai materi pelajaran, sementara siswa pasif dan menerima materi pelajaran sebagai suatu hal yang terkotak-kotak, tapi guru berperan sebagai pemandu yang


(10)

memfasilitasi siswa menguasai materi pelajaran sebagai upaya meningkatkan apresiasinya terhadap budaya lokal.

b. Guru membutuhkan pembekalan awal. Pembelajaran terpadu berbasis budaya sebagai model pembelajaran hasil pengembangan merupakan inovasi baru bagi guru. Oleh karena itu dibutuhkan intervensi sebagai bentuk pembekalan bagi guru untuk mengembangkan kemampuan pengetahuan dan keterampilan dalam perencanaan, pelaksanaan dan penilaian pembelajaran terpadu berbasis budaya.

c. Pemanfaatan secara optimal alat, media dan sumber yang tersedia di sekolah. Keberhasilan pembelajaran terpadu berbasis budaya antara lain ditentukan oleh pemanfaatan secara optimal alat, media dan sumber belajar oleh guru dalam proses pembelajaran. Alat, media dan sumber tersebut antara lain terdiri atas Lembar Kerja Siswa, media (gambar, foto, lukisan dan media lain yang relevan-kontekstual dengan budaya dan konsep pelajaran IPS), perangkat budaya dan peralatan musik tradisional, serta buku sumber IPS dan supplement MPTBB. Konsekuensinya adalah alat, media dan sumber belajar tersebut harus mudah diakses guru pada saat dibutuhkan.

d. Administrator dan komite sekolah membutuhkan orientasi agar memahami dan selalu aktif menyediakan sumber dan dukungan secara kontinu terhadap proses pembelajaran terpadu berbasis budaya yang dilakukan guru.

e. Komunikasi dan sosialisasi kepada orang tua siswa maupun masyarakat mengenai paradigma baru yang digunakan dalam pembelajaran IPS perlu dijalin. Hal ini penting agar orang tua maupun masyarakat memahami maksud dan tujuan implementasi pembelajaran terpadu berbasis budaya sehingga mendukungnya guna menjamin keberhasilan belajar siswa.


(11)

C. Dalil-dalil Hasil Penelitian

Berdasarkan hasil dan kesimpulan penelitian yang telah dipaparkan di atas, berikut dikemukakan dalil-dalil sebagai berikut :

a. Apresiasi siswa terhadap budaya lokal meningkat jika pembelajaran fokus pada tema yang dikembangkan berdasarkan pengalaman awal budaya siswa. Pembelajaran terpadu berbasis budaya untuk meningkatkan apresiasi siswa terhadap budaya lokal mengutamakan pendekatan holistik-konstruktivistik. Pembelajaran berangkat dari tema budaya lokal yang dikembangkan berdasarkan pengalaman awal siswa sebagai anggota suatu komunitas budaya, diikuti dengan strategi penciptaan lingkungan belajar dan perancangan pengalaman belajar yang mengintegrasikan budaya sebagai bagian dari proses pembelajaran. Hal ini mendorong siswa mampu menguasai pelajaran lebih efektif dan meningkatkan apresiasinya terhadap budaya lokal.

b. Hasil belajar meningkat jika pembelajaran mengintegrasikan budaya. Pada setiap tahap implementasinya, pembelajaran terpadu berbasis budaya mengintegrasikan budaya beserta segala perwujudannya sebagai konteks dari contoh atau prinsip dalam pembelajaran bidang ilmu dan aplikasi prinsip maupun prosedur pembelajarannya. Hal ini menjadikan pembelajaran bermakna dan menyenangkan.


(12)

D. Rekomendasi

Berdasarkan simpulan yang diajukan pada penelitian dan pengembangan MPTBB ini, maka berikut akan dikemukakan rekomendasi. Rekomendasi ditujukan kepada guru, sekolah, Dinas Pendidikan Nasional, serta pihak peneliti yang berminat mengadakan penelitian dan pengembangan model pembelajaran terpadu berbasis budaya selanjutnya.

1. Pihak Guru

KTSP yang diberlakukan secara bertahap mulai tahun ajaran 2006, memberikan keleluasaan kepada guru dan sekolah (lembaga tingkat satuan pendidikan) untuk mengembangkannya. Guru dan sekolah dapat mengembangkan kurikulum operasional dengan berpatokan pada standar isi, satndar kompetensi lulusan, dan panduan penyusunan kurikulum yang ditetapkan pemerintah. Prinsip utama yang perlu diperhatikan dalam pengembangan KTSP antara lain adalah berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan siswa dan lingkungannya, serta beragam dan terpadu.

Guru pelajaran IPS SD selama ini beranggapan bahwa IPS merupakan pelajaran yang bersifat hapalan, yang oleh karenanya tidak memerlukan persiapan khusus dalam proses pembelajarannya. Sumber utama proses pembelajaran adalah buku pelajaran IPS yang diterbitkan penerbit swasta nasional yang secara representatif tidak mengakomodasi materi IPS setempat (kota/kabupaten dan provinsi setempat). Oleh karenanya, dalam pembelajaran IPS, siswa jauh dari lingkungannya. Hal ini mengakibatkan keterasingan siswa terhadap lingkungan sekitarnya, khususnya budaya lokal. Padahal, siswa sebagai makhluk sosial merupakan individu yang menjadi anggota komunitasnya, memerlukan wawasan dan keterampilan memecahkan permasalahan-permasalhan hidupnya dalam


(13)

konteks budaya komunitas setempat. Akibat nyatanya adalah kurang optimalnya proses maupun hasil pembelajaran.

Sehubungan dengan permasalahan di atas, guru dapat menggunakan MPTBB sebagai salah satu alternatif pembelajaran IPS di Seklolah Dasar. Beberapa pertimbangan yang diajukan untuk mendukung rekomendasi pada pihak guru ini adalah :

a. MPTBB dapat diterapkan atau diadopsi guru, karena prosedur implementasi MPTBB dikembangkan berdasarkan apa yang selama ini telah dikenal, dipahami dan bahkan telah diimplementasikan guru dalam proses pembelajaran IPS. Namun, langkah-langkah tersebut selama ini diimplementasikan guru secara sepotong-sepotong (terpisah) dan tidak dalam satu sistem yang terintegrasi satu sama lain. Hal ini terjadi karena selama ini guru tidak mengetahui secara tepat bagaimana strategi yang efektif mengintegrasikan budaya lokal dalam pembelajaran IPS.

b. MPTBB tidak mensyaratkan diperlukannya sarana atau fasilitas kompleks yang canggih seperti alat-alat elektronik yang harganya mahal, misalnya. MPTBB dikembangkan berdasarkan potensi sarana yang telah tersedia di sekolah. Sarana tersebut seperti buku pelajaran IPS SD, peralatan budaya seperti musik Dol, simbol patung Tabot, gambar-gambar yang berhubungan dengan budaya-sejarah-sosial-ekonomi dan geografi setempat, pada umumnya telah tersedia di sekolah, serta mudah didapatkan dimanapun di daerah Provinsi Bengkulu. Sedangkan secara kopnsepsional mengenai keterkaitan budaya lokal dengan materi pelajaran IPS, bersamaan dengan penelitian dan pengembangan MPTBB, telah pula dikembangkan buku sumber supplement representatif yang disusun sesuai dengan karakteristik siswa serta relevan untuk kebutuhan implementasi MPTBB.


(14)

c. MPTBB terbukti mampu meningkatkan apresiasi siswa terhadap budaya lokal sebagai upaya meningkatkan penguasaan materi IPS.

Implementasi MPTBB akan berhasil apabila diikuti dengan kesungguhan guru sejak tahap perencanaan, pelaksanaan dan penilaian pembelajaran. Hal ini penting, mengingat tanpa kesungguhan guru, maka implementasi MPTBB tidak akan mencapai hasil optimal. Guru, tanpa kesungguhan, akan mudah tergoda untuk kembali ke-pola pembelajaran konvensional yang selama ini dilaksanakannya. Di samping kesungguhan, konsistensi guru untuk mengimplementasikan MPTBB sesuai dengan perencanaan yang telah disusun, juga menjadi faktor penting keberhasilan MPTBB.

2. Pihak Sekolah

Sebagaimana telah dijelaskan di atas, MPTBB dapat menjadi alternatif solusi permasalahan pendidikan, khususnya pembelajaran IPS SD, guna meningkatkan apresiasi siswa terhadap budaya lokal sebagai upaya meningkatkan penguasaan materi pelajaran IPS. Implementasi MPTBB oleh guru di sekolah dapat mendatangkan hasil optimal apabila didukung seluruh potensi yang ada di sekolah, termasuk Kepala Sekolah. Kepala Sekolah perlu memfasilitasi pengembangan dan implementasi MPTBB oleh guru agar tercipta suasana kondusif yang membuat guru merasa nyaman dalam melakukan inovasi, khususnya mengimplementasikan MPTBB, dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan dan pembelajaran di sekolah.


(15)

3. Pihak Dinas Pendidikan Nasional

MPTBB merupakan suatu model pembelajaran yang diorientasikan

untuk meningkatkan apresiasi siswa terhadap budaya lokal sebagai upaya meingkatkan penguasaan materi pelajaran IPS. Keberhasilan pengembangan dan implementyasinya oleh guru dipengaruhi juga oleh dukungan kebijakan pemerintah daerah, dalam hal ini Dinas Pendidikan Nasional, baik di tingkat kota/kabupaten maupun tingkat provinsi.

MPTBB merupakan suatu bentuk keterlibatan secara dini dan melembaga institusi pendidikan dalam melestarikan budaya daerah sekaligus menunjang program pembangunan daerah, khususnya parawisata budaya dan sejarah. Oleh karena itu, dukungan dalam bentuk kebijakan-kebijakan yang memungkinkan terciptanya suasana kondusif bagi guru dalam mengembangkan dan mengimplementasikan MPTBB sangat diperlukan. Dukungan kebijakan tersebut antara lain adalah (1) sosialisasi dan diseminasi MPTBB bagi guru-guru IPS SD dalam bentuk penataran/pelatihan agar guru mempunyai pengetahuan, sikap dan keterampilan awal yang cukup untuk mengimplementasikan MPTBB; dan (2) bersama-sama Kepala Sekolah memfasilitasi upaya guru dalam mengembangkan dan mengimplementasikan MPTBB dengan menyediakan dan memperkaya sumber, alat dan media yang dibutuhkan, seperti buku sumber supplement MPTBB bagi siswa.

4. Pihak LPTK

LPTK selama ini banyak mengalami kesulitan dalam mengkaji model-model pembelajaran yang implementatif dan berbasis potensi lokal, khususnya budaya lokal. Padahal LPTK sebagai instiusi yang mendidik calon guru yang setelah lulus nanti pada umumnya ditempatkan bertugas pada daerah setempat, semestinya


(16)

membekali mahasiswa dengan model-model pembelajaran alternatif yang mampu mendekatkan siswa di sekolah dengan lingkungannya agar pembelajaran menjadi bermakna. Hal ini terjadi karena banyak hasil kajian mengenai model-model pembelajaran alternatif ini tidak implementatif serta belum menjawab permasalahan sesungguhnya yang terjadi di sekolah.

MPTBB yang dihasilkan dari proses penelitian dan pengembangan terbukti implementatif dan mampu meningkatkan apresiasi siswa terhadap budaya lokal sebagai upaya meningkatkan penguasaan materi pelajaran IPS di SD. Oleh karena itu, MPTBB dapat dipertimbangkan oleh LPTK sebagai bahan kajian mendalam untuk kepentingan pembelajaran maupun pengembangamn ilmu pengetahuan.

5. Pihak Peneliti Selanjutnya

MPTBB merupakan hasil dari penelitian dan pengembangan yang telah dilakukan seoptimal mungkin dengan mengikuti prosedur ilmiah, namun model pembelajaran ini belumlah sempurna. Hal ini antara lain disebabkan karena adanya keterbatasan-keterbatasan yang antara lain adalah :

a. Penelitian dan pengembangan ini dilakukan pada kelas IV SD untuk mata pelajaran IPS. Hasil MPTBB yang ditemukan terbukti dapat meningkatkan apresiasi siswa terhadap budaya lokal sebagai upaya meningkatkan penguasaan materi pelajaran IPS. Namun demikian, efektivitas MPTBB masih perlu dikaji-lanjut untuk kelas dan bidang studi atau mata pelajaran lain, serta tingkat satuan pendidikan lainnya. Oleh karena itu, direkomendasikan pada peneliti selanjutnya untuk melakukan penelitian


(17)

dan pengembangan MPTBB pada kelas, mata pelajaran, serta satuan pendidikan lainnya.

b. Penelitian dan pengembangan yang menghasilkan MPTBB ini dilakukan di Kota Bengkulu dengan melibatkan sebagian kecil sekolah, baik pada saat pra-survei, uji-coba terbatas, uji-uji-coba luas maupun uji validasi. Sehubungan dengan itu, walaupun MPTBB terbukti efektif untuk meningkatkan apresiasi siswa terhadap budaya lokal serta juga dapat meningkatkan penguasaan materi pelajaran IPS, namun tidak berarti MPTBB secara langsung dapat digeneralisasikan ke tempat atau daerah lain. Oleh karenanya, kepada peneliti yang berminat mengkaji secara lebih mendalam MPTBB ini, direkomendasikan untuk melakukan penelitian dan pengembangan ulang dengan ruang lingkup lebih luas, baik secara wilayah maupun jumlah sekolah guna menyempurnakan hasil penelitian dan pengembangan ini.

c. MPTBB dihasilkan melalui penelitian dan pengembangan dengan mengintegrasikan budaya lokal Tabot dalam pembelajaran IPS di SD. Budaya lokal Tabot merupakan budaya dominan masyarakat di Kota Bengkulu dan sekitarnya. Walaupun MPTBB terbukti efektif untuk meningkatkan apresiasi siswa terhadap budaya lokal, serta juga berdampak positif pada meningkatnya penguasaan materi pelajaran IPS, namun tidaklah berarti bahwa MPTBB dapat secara langsung digeneralisasikan pada budaya lain yang ada dan berkembang di kabupaten atau wilayah lainnya. Oleh karena itu, direkomendasikan kepada peneliti selanjutnya yang berminat mengkaji lebih mendalam MPTBB untuk melakukan penelitian dan pengembangan terhadap pembelajaran terpadu berbasis budaya dengan subjek budaya pada komunitas lain.


(18)

d. Penemuan MPTBB dapat dikatakan sebagai wacana menarik untuk terus didiskusikan ditengah kekhawatiran banyak pihak tentang isu pendidikan yang terpisah dari budaya. Hal ini penting mengingat ”...untuk mewujudkan bangsa yang cerdas dan maju kebudayaan nasionalnya, sekolah sebagai perwujudan sistem pendidikan nasional harus berperan sebagai pusat pembudayaan” (Soedijarto, 2009 : 12). Oleh karena itu, sangatlah relevan bila topik-topik mengenai pembelajaran terpadu berbasis budaya diteliti lanjut secara lebih intensif.


(1)

konteks budaya komunitas setempat. Akibat nyatanya adalah kurang optimalnya proses maupun hasil pembelajaran.

Sehubungan dengan permasalahan di atas, guru dapat menggunakan MPTBB sebagai salah satu alternatif pembelajaran IPS di Seklolah Dasar. Beberapa pertimbangan yang diajukan untuk mendukung rekomendasi pada pihak guru ini adalah :

a. MPTBB dapat diterapkan atau diadopsi guru, karena prosedur implementasi MPTBB dikembangkan berdasarkan apa yang selama ini telah dikenal, dipahami dan bahkan telah diimplementasikan guru dalam proses pembelajaran IPS. Namun, langkah-langkah tersebut selama ini diimplementasikan guru secara sepotong-sepotong (terpisah) dan tidak dalam satu sistem yang terintegrasi satu sama lain. Hal ini terjadi karena selama ini guru tidak mengetahui secara tepat bagaimana strategi yang efektif mengintegrasikan budaya lokal dalam pembelajaran IPS.

b. MPTBB tidak mensyaratkan diperlukannya sarana atau fasilitas kompleks yang canggih seperti alat-alat elektronik yang harganya mahal, misalnya. MPTBB dikembangkan berdasarkan potensi sarana yang telah tersedia di sekolah. Sarana tersebut seperti buku pelajaran IPS SD, peralatan budaya seperti musik Dol, simbol patung Tabot, gambar-gambar yang berhubungan dengan budaya-sejarah-sosial-ekonomi dan geografi setempat, pada umumnya telah tersedia di sekolah, serta mudah didapatkan dimanapun di daerah Provinsi Bengkulu. Sedangkan secara kopnsepsional mengenai keterkaitan budaya lokal dengan materi pelajaran IPS, bersamaan dengan penelitian dan pengembangan MPTBB, telah pula dikembangkan buku sumber supplement representatif yang disusun sesuai dengan karakteristik siswa


(2)

c. MPTBB terbukti mampu meningkatkan apresiasi siswa terhadap budaya lokal sebagai upaya meningkatkan penguasaan materi IPS.

Implementasi MPTBB akan berhasil apabila diikuti dengan kesungguhan guru sejak tahap perencanaan, pelaksanaan dan penilaian pembelajaran. Hal ini penting, mengingat tanpa kesungguhan guru, maka implementasi MPTBB tidak akan mencapai hasil optimal. Guru, tanpa kesungguhan, akan mudah tergoda untuk kembali ke-pola pembelajaran konvensional yang selama ini dilaksanakannya. Di samping kesungguhan, konsistensi guru untuk mengimplementasikan MPTBB sesuai dengan perencanaan yang telah disusun, juga menjadi faktor penting keberhasilan MPTBB.

2. Pihak Sekolah

Sebagaimana telah dijelaskan di atas, MPTBB dapat menjadi alternatif solusi permasalahan pendidikan, khususnya pembelajaran IPS SD, guna meningkatkan apresiasi siswa terhadap budaya lokal sebagai upaya meningkatkan penguasaan materi pelajaran IPS. Implementasi MPTBB oleh guru di sekolah dapat mendatangkan hasil optimal apabila didukung seluruh potensi yang ada di sekolah, termasuk Kepala Sekolah. Kepala Sekolah perlu memfasilitasi pengembangan dan implementasi MPTBB oleh guru agar tercipta suasana kondusif yang membuat guru merasa nyaman dalam melakukan inovasi, khususnya mengimplementasikan MPTBB, dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan dan pembelajaran di sekolah.


(3)

3. Pihak Dinas Pendidikan Nasional

MPTBB merupakan suatu model pembelajaran yang diorientasikan

untuk meningkatkan apresiasi siswa terhadap budaya lokal sebagai upaya meingkatkan penguasaan materi pelajaran IPS. Keberhasilan pengembangan dan implementyasinya oleh guru dipengaruhi juga oleh dukungan kebijakan pemerintah daerah, dalam hal ini Dinas Pendidikan Nasional, baik di tingkat kota/kabupaten maupun tingkat provinsi.

MPTBB merupakan suatu bentuk keterlibatan secara dini dan melembaga institusi pendidikan dalam melestarikan budaya daerah sekaligus menunjang program pembangunan daerah, khususnya parawisata budaya dan sejarah. Oleh karena itu, dukungan dalam bentuk kebijakan-kebijakan yang memungkinkan terciptanya suasana kondusif bagi guru dalam mengembangkan dan mengimplementasikan MPTBB sangat diperlukan. Dukungan kebijakan tersebut antara lain adalah (1) sosialisasi dan diseminasi MPTBB bagi guru-guru IPS SD dalam bentuk penataran/pelatihan agar guru mempunyai pengetahuan, sikap dan keterampilan awal yang cukup untuk mengimplementasikan MPTBB; dan (2) bersama-sama Kepala Sekolah memfasilitasi upaya guru dalam mengembangkan dan mengimplementasikan MPTBB dengan menyediakan dan memperkaya sumber, alat dan media yang dibutuhkan, seperti buku sumber supplement MPTBB bagi siswa.

4. Pihak LPTK

LPTK selama ini banyak mengalami kesulitan dalam mengkaji model-model pembelajaran yang implementatif dan berbasis potensi lokal, khususnya budaya lokal. Padahal LPTK sebagai instiusi yang mendidik calon guru yang setelah


(4)

membekali mahasiswa dengan model-model pembelajaran alternatif yang mampu mendekatkan siswa di sekolah dengan lingkungannya agar pembelajaran menjadi bermakna. Hal ini terjadi karena banyak hasil kajian mengenai model-model pembelajaran alternatif ini tidak implementatif serta belum menjawab permasalahan sesungguhnya yang terjadi di sekolah.

MPTBB yang dihasilkan dari proses penelitian dan pengembangan terbukti implementatif dan mampu meningkatkan apresiasi siswa terhadap budaya lokal sebagai upaya meningkatkan penguasaan materi pelajaran IPS di SD. Oleh karena itu, MPTBB dapat dipertimbangkan oleh LPTK sebagai bahan kajian mendalam untuk kepentingan pembelajaran maupun pengembangamn ilmu pengetahuan.

5. Pihak Peneliti Selanjutnya

MPTBB merupakan hasil dari penelitian dan pengembangan yang telah dilakukan seoptimal mungkin dengan mengikuti prosedur ilmiah, namun model pembelajaran ini belumlah sempurna. Hal ini antara lain disebabkan karena adanya keterbatasan-keterbatasan yang antara lain adalah :

a. Penelitian dan pengembangan ini dilakukan pada kelas IV SD untuk mata pelajaran IPS. Hasil MPTBB yang ditemukan terbukti dapat meningkatkan apresiasi siswa terhadap budaya lokal sebagai upaya meningkatkan penguasaan materi pelajaran IPS. Namun demikian, efektivitas MPTBB masih perlu dikaji-lanjut untuk kelas dan bidang studi atau mata pelajaran lain, serta tingkat satuan pendidikan lainnya. Oleh karena itu, direkomendasikan pada peneliti selanjutnya untuk melakukan penelitian


(5)

dan pengembangan MPTBB pada kelas, mata pelajaran, serta satuan pendidikan lainnya.

b. Penelitian dan pengembangan yang menghasilkan MPTBB ini dilakukan di Kota Bengkulu dengan melibatkan sebagian kecil sekolah, baik pada saat pra-survei, uji-coba terbatas, uji-uji-coba luas maupun uji validasi. Sehubungan dengan itu, walaupun MPTBB terbukti efektif untuk meningkatkan apresiasi siswa terhadap budaya lokal serta juga dapat meningkatkan penguasaan materi pelajaran IPS, namun tidak berarti MPTBB secara langsung dapat digeneralisasikan ke tempat atau daerah lain. Oleh karenanya, kepada peneliti yang berminat mengkaji secara lebih mendalam MPTBB ini, direkomendasikan untuk melakukan penelitian dan pengembangan ulang dengan ruang lingkup lebih luas, baik secara wilayah maupun jumlah sekolah guna menyempurnakan hasil penelitian dan pengembangan ini.

c. MPTBB dihasilkan melalui penelitian dan pengembangan dengan mengintegrasikan budaya lokal Tabot dalam pembelajaran IPS di SD. Budaya lokal Tabot merupakan budaya dominan masyarakat di Kota Bengkulu dan sekitarnya. Walaupun MPTBB terbukti efektif untuk meningkatkan apresiasi siswa terhadap budaya lokal, serta juga berdampak positif pada meningkatnya penguasaan materi pelajaran IPS, namun tidaklah berarti bahwa MPTBB dapat secara langsung digeneralisasikan pada budaya lain yang ada dan berkembang di kabupaten atau wilayah lainnya. Oleh karena itu, direkomendasikan kepada peneliti selanjutnya yang berminat mengkaji lebih mendalam MPTBB untuk melakukan penelitian dan pengembangan terhadap pembelajaran terpadu berbasis budaya dengan subjek budaya pada komunitas lain.


(6)

d. Penemuan MPTBB dapat dikatakan sebagai wacana menarik untuk terus didiskusikan ditengah kekhawatiran banyak pihak tentang isu pendidikan yang terpisah dari budaya. Hal ini penting mengingat ”...untuk mewujudkan bangsa yang cerdas dan maju kebudayaan nasionalnya, sekolah sebagai perwujudan sistem pendidikan nasional harus berperan sebagai pusat pembudayaan” (Soedijarto, 2009 : 12). Oleh karena itu, sangatlah relevan bila topik-topik mengenai pembelajaran terpadu berbasis budaya diteliti lanjut secara lebih intensif.