Korelasi Paparan Sulfur Dioksida Dengan Kadar Protein C-Reaktif, Nilai VEP1, KVP, Rasio VEP1 KVP Dan AEP 25-75% Pada Pekerja SPBU Di Kecamatan Medan Amplas Kota Medan

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Pencemaran udara dikenal sebagai penyebab utama gangguan kesehatan manusia.
The United Nation Environment Programme memperkirakan 1.1 juta orang per
tahun menghirup udara yang tidak sehat (UNEP, 2002). Kajian epidemiologi
menunjukkan bahwa konsentrasi ambien partikel udara mempunyai hubungan
dengan tingkat kesehatan manusia, terutama terhadap sistem kardiovaskular dan
pernafasan (Bates, 1992; Dockery dan Pope,1994).
World Health Organization (WHO) memperkirakan bahwa polusi udara
menyebabkan mortalitas 800.000 jiwa per tahun (WHO, 2000).

Pencemaran

udara di negara-negara Asia berkaitan erat dengan perubahan peningkatan
perekonomian dan perkembangan sosial masyarakat. Perkembangan industri yang
cepat,

urbanisasi,


pertumbuhan

penduduk

dan

ketergantungan

terhadap

transportasi menyebabkan perubahan udara di negara Asia termasuk Indonesia.
Sebagai salah satu negara berkembang di kawasan Asia Tenggara , Indonesia
menghadapi pertumbuhan penduduk yang padat dan beranjak dari negara agraris
menuju kepada perkembangan industri yang tercermin dari tumbuhnya kawasan
industri dan urbanisasi. Proses industrialisasi tersebut merupakan upaya untuk
meningkatkan kesejahteraan rakyat di Negara serta merta mendorong perubahan
diberbagai sektor kehidupan masyarakat termasuk pertambahan transportasi dan
pengggunaan kenderaan bermotor (Soeripto, 2008).

Universitas Sumatera Utara


Sulfur dioksida sebagai salah satu komponen penyebab pencemaran
merupakan parikulat mater dengan diameter < 2.5 μm (PM

2.5 )

bersumber dari

kombusi emisi kendaraan bermotor dan bila terinhalasi akan masuk mencapai
kedalam paru-paru dan terdeposit pada alveoli , mengikuti sirkulasi pulmonal dan
sirkulasi sistemik (Li dkk., 2012).
Paparan 100 bagian sulfur dioksida per juta bagian udara (ppm) sangat
berbahaya terhadap nyawa dan kesehatan. Menurut beberapa penelitian fungsi
paru mengalami perubahan apabila terpapar oleh sulfur dioksida 0.4 – 3.0 ppm.
Penelitian terhadap hewan percobaan (guinea pigs) terpapar sulfur dioxide di
bawah kadar 1 ppm memperlihatkan gangguan pernafasan, penurunan daya
bernafas, menimbulkan reaksi inflamasi atau infeksi saluran nafas dan destruksi
organ paru paru (Azmi et al., 2002; Petruzzi et al., 1994; Tunniclife et al., 2001).
C-Reactive Protein merupakan salah satu protein fase akut yang dapat
ditemui dalam serum darah manusia dalam keadaan normal . Keadaan inflamasi

atau kerusakan jaringan akibat infeksi ataupun trauma dan jejas lainnya
menyebabkan kadar C-Reactive Protein meningkat melalui suatu sistem reaksi
yang kompleks. (Macintyre, Schultz, dan Kushner, 1982)
C-Reactive Protein adalah komponen penting dari sistem immune tubuh
manusia memegang

peranan penting dalam reaksi inflamasi untuk proses

penyembuhan luka, eliminasi bakteri, virus , proses akibat jejas dan trauma.
Beberapa studi memperlihatkan adanya hubungan kadar C-Reactive Protein
dengan resiko terjadinya penyakit jantung (Ridker, 2014), peningkatan C-Reactive
Protein pada penderita Diabetes Tipe 2 akibat paparan polusi udara di Pune City

Universitas Sumatera Utara

India ( Khafaie & Salvi, 2013), peningkatan C-Reactive Proteinpada ibu hamil
akibat polusi udara yang kronis di negera Belanda
( Hooven, Kluizenaar dan Pierik, 2012) termasuk akibat gangguan pernafasan
yang disebabkan polusi udara dan partikulat matter (Li dkk., 2012).
Kementrian Lingkungan Hidup Republik Indonesia melalui Badan

Lingkungan Hidup tingkat Propinsi dan Kota menjelaskan bahwa terjadinya
penurunan kualitas udara berdampak terhadap perubahan iklim yang dikenal
sebagai

Global Warming

dan menyebabkan gangguan terhadap kesehatan,

terutama system prnafasan. sehingga menimbulkan kerugian

ekonomi bagi

negara. Indonesia sebagai negara yang kaya akan sumber daya alam fosil,
menghasilkan minyak mentah yang merupakan sumber bahan bakar kenderaan
bermotor. Kebijakan pemerintah terhadap bahan bakar ditentukan oleh Direktorat
Pengolahan dan Niaga Migas , Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi bahwa
mutu atau spesifikasi Bahan Bakar Minyak ditingkatkan secara bertahap yaitu
perubahan kandungan pada aromatic benzene dan olefin serta pengurangan
kandungan sulfur. Indonesia masih memproduksi Bahan Bakar Minyak bensin
dengan kandungan Pb 0,30/0,013/0,010 gr/dl serta Sulfur 0,2/0,1/0,1 gr/dl,

tertinggi bila dibandingkan dengan Negara Malaysia, Thailand, Singapura,
Philipina, Vietnam dan Jepang.
Kota Medan adalah Ibukota Provinsi Sumatera Utara dengan luas wilayah
265,10 km2 atau 26.510 Ha. Kota Medan merupakan kota yang berkembang
kearah metropolitan sarat dengan penduduk pendatang dengan pembagunan
kawasan industri serta pembagunan infrastruktur yang berkembang pesat. Dengan
jumlah wilayah 21 kecamatan dan 151 kelurahan diperkirakan jumlah penduduk

Universitas Sumatera Utara

pada tahun 2010 berjumlah 2.121.053 jiwa dengan kepadatan penduduk 80 jiwa
per hektar. Kepadatan penduduk berdampak terhadap kebutuhan peningkatan
transportasi, dimana jumlah kenderaan bermotor pada tahun 2010 mencapai
2.708.511 dengan pertumbuhan rata-rata 24 persen per tahun. Peningkatan
transportasi menyebabkan peningkatan polusi udara terutama yang dihasilkan oleh
kenderaan bermotor yang belum ditunjang oleh sarana kwalitas bahan bakar yang
rendah Plumbum (Pb) dan Sulfur ( Badan Lingkungan Hidup Provinsi Sumatera
Utara, 2011).
Pemantauan kualitas udara ambien yang dilaksanakan oleh Badan
Lingkungan Hidup Propinsi Sumatera Utara pada tahun 2011 di Kota Medan

menunjukkan bahwa daerah Kecamatan Medan Amplas merupakan daerah yang
mempunyai kecenderungan kenaikan Sulfur Dioksida. Baku Mutu Lingkungan (
ambien) SO 2 yang telah ditentukan adalah sebesar 900μg/Nm3 . (Standar Nasional
Indonesia, 2005 dan Badan Lingkungan Hidup Provinsi Sumatera Utara, 2011).
Kondisi lingkungan yang terpolusi akibat emisi kenderaan bermotor dapat
ditunjukkan oleh beberapa penelitian seperti di Bombay, India dimana efek emisi
kenderaan bermotor tersebut meningkatkan kejadian penyakit jantung dan
pernafasan dimana hasil uji faal paru menunjukkan penurunan nilai Kapasitas
Vital Paksa (Kamat dan Rupwate, 1988).
Pekerja operator Stasion Pengisi

Bahan Bakar Minyak untuk Umum

(SPBU) adalah tenaga kerja yang beresiko tinggi untuk terkena gangguan
pernafasan. Gangguan fungsi paru dan efek inflamasi yang berkenaan dengan
polusi partikel matter dan bahan iritan seperti sulfur dioksida yang bersumber dari
emisi kenderaan bermotor dalam jangka panjang akan menyebabkan gangguan

Universitas Sumatera Utara


terhadap faal paru dan peningkatan morbiditas dan mortalitas. Studi uji fungsi
paru pekerja pengisi bahan bakar di Mysore City dan Kanchepuram India
memperlihatkan penurunan fungsi paru yang signifikan dalam Kapasitas Vital
Paksa ( KVP ) dan Volume Ekspirasi Paksa Detik Pertama (Begum dan Rathna,
2012).
Begitu pula menurut beberapa studi lainnya bahwa kegagalan fungsi nafas
(dengan melihat VEP1) juga berhubungan dengan resiko penyakit jantung lainnya
dan peningkatan nilai CRP (Kony,S, 2004). Hiper responsif saluran nafas dan
prevalensi timbulnya gejala-gejala gangguan saluran nafas kronis akibat bahan –
bahan yang ber iritasi juga juga menunjukkan adanya hubungan dengan
penurunan nilai VEP1 dan KVP (Kremer dan Pal, 1994).
Pada sisi lain di Indonesia pengkajian

efek polusi udara akibat sulfur

dioksida emisi kenderaan bermotor terhadap fungsi faal paru serta konsentrasi CReactive Protein masih sulit dijumpai. Kajian yang dilakukan di Sokaraja,
Purwokerto pada pekerja operator Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum

(


SPBU ) ditemui adanya korelasi yang sangat lemah antara lama bekerja dengan
nilai Kapasitas Vital Paksa (KVP) dengan nilai kekuatan korelasi (r) sebesar 0,163 (Halim & Ghozali, 2011).

1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas dapat disusun rumusan
masalah penelitian sebagai berikut :
1.Apakah terdapat korelasi lama paparan sulfur dioksida dengan nilai

Universitas Sumatera Utara

C- Reactive Protein pekerja operator SPBU di Kecamatan Medan Amplas
Kota Medan ?
2. Bagaimana Volume Ekspirasi Paru Detik Pertama (VEP1) pekerja operator
SPBU di Kecamatan Medan Amplas Kota Medan akibat paparan sulfur
dioksida ?
3. Bagaimana

Kapasitas Vital Paksa (KVP) pekerja oerator SPBU di

Kecamatan Medan Amplas Kota Medan disebabkan paparan sulfur

dioksida ?
4. Apakah dijumpai perubahan rasio VEP1/KVP akibat paparan sulfur
dioksida pada pekerja operator SPBU di Kecamatan Medan Amplas Kota
Medan ?
5. Bagaimana Aliran Ekspirasi Paksa 25-75% (AEP 25-75%) dihubungkan
dengan paparan sulfur dioksida pada pekerja operator SPBU di Kecamatan
Medan Amplas Kota Medan.

5.1. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui permasalahan akibat lama
paparan sulfur dioksida terhadap nilai kadar Protein C-Reaktif, Volume Ekspirasi
Paru Detik Pertama (VEP1), Kapasitas Vital Paksa (KVP), rasio VEP1:KVP, dan
Aliran Ekspirasi Paksa 25-75% (AEP 25-75%) pada pekerja SPBU di Kecamatan
Medan Amplas Kota Medan.

Universitas Sumatera Utara

1.3.2. Tujuan Khusus
1.


Menganalisa kadar konsentrasi sulfur dioksida di lingkungan SPBU di
Kecamatan Amplas Kota Medan.

2.

Meneliti kadar Protein C-Reaktif pada pekerja SPBU di Kecamatan Medan
Amplas Kota Medan.

3.

Mendapatkan nilai Volume Ekspirasi Paru Detik Pertama (VEP1), Kapasitas
Vital Paksa (KVP), rasio VEP1:KVP, dan Aliran Ekspirasi Paksa 25-75%
(AEP 25-75%) pada pekerja SPBU di Kecamatan Medan Amplas Kota
Medan.

4.

Menganalisis hasil interpretasi uji spirometri pada pekerja SPBU di
Kecamatan Medan Amplas Kota Medan.


5.

Mengkaji korelasi antara lama paparan sulfur dioksida dengan nilai kadar
Protein C-Reaktif, Volume Ekspirasi Paru Detik Pertama (VEP1), Kapasitas
Vital Paksa (KVP), rasio VEP1:KVP, dan Aliran Ekspirasi Paksa 25-75%
(AEP 25-75%) pada pekerja SPBU di Kecamatan Medan Amplas Kota
Medan.

5.2.Hipotesis
Terdapat korelasi antara lama paparan sulfur dioksida dengan nilai kadar
Protein C-Reaktif, Volume Ekspirasi Paru Detik Pertama (VEP1), Kapasitas Vital
Paksa (KVP), rasio VEP1:KVP, dan Aliran Ekspirasi Paksa 25-75% (AEP 2575%) pada pekerja SPBU di Kecamatan Medan Amplas Kota Medan.
Adapun hipotesis adalah sebagai berikut :
1.Terdapat korelasi lama paparan sulfur dioksida dengan nilai

Universitas Sumatera Utara

C- Reactive Protein pekerja operator SPBU di Kecamatan Medan Amplas
Kota Medan .
2.Dijumpai korelasi Volume Ekspirasi Paru Detik Pertama (VEP1) pekerja
operator SPBU di Kecamatan Medan Amplas Kota Medan akibat paparan
sulfur dioksida .
3.Adanya korelasi Kapasitas Vital Paksa (KVP) pekerja operator SPBU di
Kecamatan Medan Amplas Kota Medan disebabkan paparan sulfur
dioksida.
4.Adanya korelasi rasio VEP1/KVP akibat paparan sulfur dioksida pada
pekerja operator SPBU di Kecamatan Medan Amplas Kota Medan.
5.Adanya korelasi Aliran Ekspirasi Paksa 25-75% (AEP 25-75%)
dihubungkan dengan paparan sulfur dioksida pada pekerja operator SPBU
di Kecamatan Medan Amplas Kota Medan.

5.3. Manfaat Penelitian
1. Hasil penelitian diharapkan akan mengungkapkan tentang korelasi antara
lama paparan sulfur dioksida dengan nilai kadar Protein C-Reaktif,
Volume Ekspirasi Paru Detik Pertama (VEP1), Kapasitas Vital Paksa
(KVP), rasio VEP1:KVP, dan Aliran Ekspirasi Paksa 25-75% (AEP 2575%).
2. Mendapatkan data konsentrasi sulfur dioksida di lingkungan SPBU
Kecamatan Medan Amplas Kota Medan.
3. Memberi data mengenai konsentrasi sulfur dioksida kepada pengusaha
SPBU Kecamatan Medan Amplas Kota Medan.

Universitas Sumatera Utara

4. Meningkatkan pengetahuan pekerja dan pengusaha SPBU tentang
keterkaitan

konsentrasi sulfur dioksida dengan kesehatan kerja dalam

rangka mencegah penyakit yang dapat timbul akibat pekerjaan.

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Hubungan Berat Badan Lahir Rendah dengan NIlai Faal Paru VEP1 dan KVP

0 57 91

Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian KVP pada Operator SPBU di Kecamatan Ciputat Tahun 2014

1 14 141

PERBEDAAN NILAI RERATA VEP1 Perbedaan Nilai Rerata Vep1 % Prediksi Dan Vep1/ Kvp% Antara Orang Dengan Indeks Massa Tubuh Normal Dan Di Atas Normal Di Universitas Muhammadiyah Surakarta.

0 2 16

PERBEDAAN NILAI RERATA VEP1 Perbedaan Nilai Rerata Vep1 % Prediksi Dan Vep1/ Kvp% Antara Orang Dengan Indeks Massa Tubuh Normal Dan Di Atas Normal Di Universitas Muhammadiyah Surakarta.

0 4 12

Korelasi Paparan Sulfur Dioksida Dengan Kadar Protein C-Reaktif, Nilai VEP1, KVP, Rasio VEP1 KVP Dan AEP 25-75% Pada Pekerja SPBU Di Kecamatan Medan Amplas Kota Medan

0 0 20

Korelasi Paparan Sulfur Dioksida Dengan Kadar Protein C-Reaktif, Nilai VEP1, KVP, Rasio VEP1 KVP Dan AEP 25-75% Pada Pekerja SPBU Di Kecamatan Medan Amplas Kota Medan

0 0 2

Korelasi Paparan Sulfur Dioksida Dengan Kadar Protein C-Reaktif, Nilai VEP1, KVP, Rasio VEP1 KVP Dan AEP 25-75% Pada Pekerja SPBU Di Kecamatan Medan Amplas Kota Medan

0 5 37

Korelasi Paparan Sulfur Dioksida Dengan Kadar Protein C-Reaktif, Nilai VEP1, KVP, Rasio VEP1 KVP Dan AEP 25-75% Pada Pekerja SPBU Di Kecamatan Medan Amplas Kota Medan Chapter III V

0 0 31

Korelasi Paparan Sulfur Dioksida Dengan Kadar Protein C-Reaktif, Nilai VEP1, KVP, Rasio VEP1 KVP Dan AEP 25-75% Pada Pekerja SPBU Di Kecamatan Medan Amplas Kota Medan

0 2 9

Korelasi Paparan Sulfur Dioksida Dengan Kadar Protein C-Reaktif, Nilai VEP1, KVP, Rasio VEP1 KVP Dan AEP 25-75% Pada Pekerja SPBU Di Kecamatan Medan Amplas Kota Medan

0 0 38